12
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011 1 SEBARAN KELIMPAHAN MEROPLANKTON DI MUARA SUNGAI POSO, SULAWESI TENGAH Agus Arifin Sentosa dan Yayuk Sugianti Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan ABSTRAK Muara Sungai Poso mempunyai potensi meroplankton yang merupakan indikator bagi daerah pemijahan dan asuhan bagi biota perairan. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sebaran kelimpahan meroplankton telah dilakukan di muara Sungai Poso, Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan dengan metode survei di tiga stasiun pengamatan pada bulan Maret, Mei, Agustus dan Oktober 2010. Pengambilan contoh meroplankton dilakukan menggunakan jaring bongo mesh size 500 m yang ditarik dengan kecepatan 2 knot. Hasil penelitian menunjukkan kelimpahan meroplankton berkisar antara 7 – 3348 individu/1000 m 3 . Kelimpahan meroplankton didominasi oleh telur ikan (59,57%), kemudian diikuti oleh larva udang (39,17%) dan larva ikan (1,26%). Analisis ANOVA menunjukkan kelimpahan meroplankton di Muara Poso tidak berbeda antar stasiun pengamatan (P>0,05), namun kelimpahannya berbeda antar waktu pengamatan (P<0,05). Kelimpahan meroplankton di Muara Poso berhubungan erat dengan kelimpahan fitoplankton, kecerahan dan salinitas. Keberadaan telur ikan yang melimpah dan ditemukannya larva ikan dan udang menunjukkan bahwa perairan Muara Poso merupakan daerah asuhan bagi ikan dan udang pada fase awal kehidupannya (fisheries refugia) sehingga perlu adanya wilayah suaka perikanan di Muara Poso. Kata kunci: kelimpahan, meroplankton, Muara Sungai Poso PENDAHULUAN Muara Sungai Poso yang terletak di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah merupakan pertemuan antara aliran air dari Sungai Poso dan arus pasang dari perairan laut Teluk Poso yang merupakan bagian dari Teluk Tomini sehingga memiliki salinitas yang fluktuatif. Perairan muara Poso memiliki nilai penting bagi kegiatan perikanan setempat dengan keberadaan larva sidat (Anguilla sp.) yang berupa glass eel yang akan beruaya menuju Danau Poso yang melimpah terutama pada bulan gelap bersamaan dengan pasang naik. Penangkapan benih sidat dengan bubu dan seser oleh nelayan di muara Poso sudah dilaksanakan secara besar-besaran dan intensif sehingga berpotensi mengganggu aktivitas ruaya glass eel tersebut ke Danau Poso (Muchsin et al., 2010; Krismono et al., 2010; Krismono & Mujiyanto, 2011). Perairan muara Poso selain merupakan pintu masuk bagi ikan sidat yang akan beruaya melalui daerah aliran sungai (DAS) Poso ke Danau Poso juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi biota perairan lainnya yang diindikasikan dengan keberadaan meroplankton. Meroplankton merupakan istilah bagi larva atau biota perairan yang sebagian daur hidupnya bersifat planktonik (Romimohtarto & Juwana, 2004). Nontji (2008) menyatakan bahwa informasi mengenai meroplankton berguna untuk mengetahui daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan ( spawning ground) pada suatu kawasan perairan. Penelitian mengenai meroplankton yang telah dilaksanakan di Indonesia antara lain oleh Sahilatua & Wiadnyana (1996) di Teluk POS-04

SEBARAN KELIMPAHAN MEROPLANKTON DI MUARA SUNGAI POSO, SULAWESI TENGAH

  • Upload
    dkp

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

1

SEBARAN KELIMPAHAN MEROPLANKTONDI MUARA SUNGAI POSO, SULAWESI TENGAH

Agus Arifin Sentosa dan Yayuk SugiantiBalai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

ABSTRAK

Muara Sungai Poso mempunyai potensi meroplankton yang merupakan indikator bagidaerah pemijahan dan asuhan bagi biota perairan. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahuisebaran kelimpahan meroplankton telah dilakukan di muara Sungai Poso, Sulawesi Tengah.Penelitian dilakukan dengan metode survei di tiga stasiun pengamatan pada bulan Maret, Mei,Agustus dan Oktober 2010. Pengambilan contoh meroplankton dilakukan menggunakan jaringbongo mesh size 500 m yang ditarik dengan kecepatan 2 knot. Hasil penelitian menunjukkankelimpahan meroplankton berkisar antara 7 – 3348 individu/1000 m3. Kelimpahan meroplanktondidominasi oleh telur ikan (59,57%), kemudian diikuti oleh larva udang (39,17%) dan larva ikan(1,26%). Analisis ANOVA menunjukkan kelimpahan meroplankton di Muara Poso tidak berbedaantar stasiun pengamatan (P>0,05), namun kelimpahannya berbeda antar waktu pengamatan(P<0,05). Kelimpahan meroplankton di Muara Poso berhubungan erat dengan kelimpahanfitoplankton, kecerahan dan salinitas. Keberadaan telur ikan yang melimpah dan ditemukannyalarva ikan dan udang menunjukkan bahwa perairan Muara Poso merupakan daerah asuhan bagiikan dan udang pada fase awal kehidupannya (fisheries refugia) sehingga perlu adanya wilayahsuaka perikanan di Muara Poso.

Kata kunci: kelimpahan, meroplankton, Muara Sungai Poso

PENDAHULUAN

Muara Sungai Poso yang terletak di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengahmerupakan pertemuan antara aliran air dari Sungai Poso dan arus pasang dari perairanlaut Teluk Poso yang merupakan bagian dari Teluk Tomini sehingga memiliki salinitasyang fluktuatif. Perairan muara Poso memiliki nilai penting bagi kegiatan perikanansetempat dengan keberadaan larva sidat (Anguilla sp.) yang berupa glass eel yang akanberuaya menuju Danau Poso yang melimpah terutama pada bulan gelap bersamaandengan pasang naik. Penangkapan benih sidat dengan bubu dan seser oleh nelayan dimuara Poso sudah dilaksanakan secara besar-besaran dan intensif sehingga berpotensimengganggu aktivitas ruaya glass eel tersebut ke Danau Poso (Muchsin et al., 2010;Krismono et al., 2010; Krismono & Mujiyanto, 2011).

Perairan muara Poso selain merupakan pintu masuk bagi ikan sidat yang akanberuaya melalui daerah aliran sungai (DAS) Poso ke Danau Poso juga merupakan daerahasuhan (nursery ground) bagi biota perairan lainnya yang diindikasikan dengankeberadaan meroplankton. Meroplankton merupakan istilah bagi larva atau biota perairanyang sebagian daur hidupnya bersifat planktonik (Romimohtarto & Juwana, 2004).

Nontji (2008) menyatakan bahwa informasi mengenai meroplankton bergunauntuk mengetahui daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawningground) pada suatu kawasan perairan. Penelitian mengenai meroplankton yang telahdilaksanakan di Indonesia antara lain oleh Sahilatua & Wiadnyana (1996) di Teluk

POS-04

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

2

Ambon, Maluku, Pello (2000) di Teluk Hurun, Lampung, Taufik et al. (2005) tentangiktioplankton di Teluk Tomini dan Laut Banda, Setijanto et al. (2003) tentang larva ikanEngraulidae di Segara Anakan, Cilacap, dan Wagiyo (2007) tentang iktioplankton diLaut Arafura.

Informasi mengenai sebaran kelimpahan meroplankton di muara Poso belumbanyak dilakukan. Makalah ini menyajikan hasil studi pendahuluan yang bertujuan untukmengetahui sebaran kelimpahan meroplankton secara umum di Muara Sungai Poso,Sulawesi Tengah. Kajian kelimpahan meroplankton di muara Poso diharapkan dapatmenjadi bahan rekomendasi bagi pengelolaan perikanan di DAS Poso, terutama terkaitdengan daerah suaka perikanan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dengan metode survei lapang di muara Sungai Poso(Gambar 1) yang terbagi menjadi tiga stasiun pengamatan yang mewakili karakteristiktertentu (Tabel 1). Pengambilan sampel meroplankton dilakukan pada bulan Maret, Mei,Agustus, dan Oktober 2010.

Tabel 1. Lokasi stasiun pengamatan di Muara PosoNo Stasiun Koordinat Karakteristik1 Muara Sungai Poso I 01° 23,296’ LS Daerah yang berasal dari outlet

Sungai Poso (mulut muara)120° 44,985’ BT2 Muara Sungai Poso II 01° 23,191’ LS Daerah dengan perbedaan salinitas

perairan yang siginifikan120° 45,033’ BT3 Muara Sungai Poso III 01° 23,110’ LS Daerah Penangkapan glass ell pada

musim gelap120° 44,873’ BT

Gambar 1. Peta Muara Poso (Google Earth, 2010)

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

3

Pengambilan sampel meroplankton dilakukan pada siang hari menggunakanjaring bongo dengan ukuran mata jaring sebesar 500 m dan diameter mulut jaringsebesar 60 cm. Jaring bongo tersebut ditarik secara horisontal dengan kecepatan sekitar 2knot selama 10 menit pada bagian pelagis perairan (Smith & Richardson, 1977; Kelso &Rutherford, 1996).

Sampel meroplankton yang diperoleh pada bucket (tabung pengumpul)dipindahkan ke dalam botol sampel bervolume 1 liter. Sampel diawetkan dalam formalin4% yang telah dinetralkan dengan borax (Sahilatua & Wiadnyana, 1996; Wagiyo, 2007).Sampel meroplankton kemudian disortir dan dikelompokkan berdasarkan kriteriaRomimohtarto & Juwana (2004) menggunakan dissecting microscope (stereozoom). Hasilsortiran diawetkan dengan alkohol 70% pada botol vial.

Pengukuran beberapa parameter oseanografi dilakukan bersamaan denganpengambilan sampel meroplankton. Parameter tersebut meliputi salinitas, suhupermukaan perairan, kecerahan, pH, kadar oksigen terlarut dan kelimpahan fitoplanktonjuga dilakukan sebagai data pendukung yang dilakukan berdasarkan APHA (2005).

Tabel 2. Parameter kualitas air dan metode yang digunakanNo Parameter Satuan Metode

1. Kecerahan cm Cakram Secchi, in situ2. Suhu air °C Revershing Termometer alkohol , in situ3. Salinitas ‰ Refraktometer, insitu4. pH unit Titrasi dengan indikator universal pH 4-7/ in situ5. Oksigen terlarut mg/L Water Quality Checker, insitu6 Fitoplankton sel/L Sampel fitoplankton diambil menggunakan jaring

fitoplankton berbentuk kerucut yang mempunyaidiamater mulut 31 cm, panjang 100 cm dan ukuranmata jaring 0.08 mm (80 µm). Contoh plankton yangdiperoleh kemudian disimpan dalam botol dandiawetkan dengan formalin. Pengamatan dilakukanmenggunakan mikroskop binokuler

Kelimpahan meroplankton dihitung menggunakan rumus menurut McCarter &Hay (2003) dengan standardisasi menggunakan bilangan pengali 1000 (SEAFDEC,2007).

D =n

Vtsr 1000

Keterangan:D = kelimpahan meroplankton (individu/1000 m3),n = jumlah sampel meroplankton yang tercacah (individu), danVtsr = volume air yang tersaring bongo net selama sampling.

Penentuan volume air yang tersaring dilakukan menggunakan perkalian luasbukaan mulut jaring berupa lingkaran dengan jarak tarikan jaring.

Vtsr = L t v

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

4

Keterangan:L = luas bukaan mulut bongo net = r2 (m2),t = lama waktu penarikan (menit), danv = kecepatan tarikan (m/menit)

Perbedaan kelimpahan meroplankton antar stasiun dan antar waktu pengamatandilakukan dengan analisis varians (ANOVA) klasifikasi dua arah (Walpole, 1992).Analisis hubungan antara kelimpahan meroplankton dengan parameter oseanografidilakukan dengan analisis korelasi Pearson menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS(Santosa & Ashari, 2005). Sebaran kelimpahan meroplankton secara spasial digambarkandengan metode “Base Map with Classed Post Map” menggunakan perangkat lunak Surferversi 8 dengan peta dasar berasal dari Google Earth (2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Tangkapan Jaring Bongo

Komposisi hasil tangkapan jaring bongo di perairan muara Poso selama waktupenelitian secara keseluruhan diperoleh 45,8% meroplankton dan 54,2% holoplankton.Meroplankton terdiri atas telur ikan, larva ikan, dan larva udang (crustacea), sedangkanholoplankton terdiri atas kelompok Copepoda, ubur-ubur dan Chaetognatha (Sagitta).Perbedaan meroplankton dan holoplankton terletak pada daur hidupnya dimanaholoplankton seluruh hidupnya adalah sebagai plankton, sedangkan fase planktonik padameroplankton hanya pada sebagian daur hidupnya pada tahap awal kehidupannya ataularva (Romimohtarto & Juwana, 2004; Nontji, 2006). Komposisi hasil tangkapan jaringbongo untuk setiap waktu sampling disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Komposisi hasil tangkapan jaring bongo di Muara Poso, 2010

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

5

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa komposisi meroplankton danholoplankton bervariasi setiap waktu pengamatan. Meroplankton dan holoplanktonumumnya selalu ditemukan secara bersamaan karena keduanya merupakan kelompokhewan laut yang membentuk keseluruhan plankton hewan (Romimohtarto & Juwana,2004).

Komposisi hasil tangkapan jaring bongo dapat menggambarkan kelimpahansecara relatif. Kelimpahan telur ikan tertinggi terdapat pada bulan Maret (45%),kemudian menurun pada bulan Mei (11%) kemudian meningkat kembali pada bulanAgustus (25%) dan Oktober (35%). Kelimpahan relatif telur ikan tersebut seiring denganlarva ikan (iktioplankton) dan larva udang (crustacea) yang memiliki pola yang hampirserupa.

Keberadaan copepoda terlihat mendominasi hasil tangkapan jaring bongo padasetiap waktu pengamatan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Romimohtarto &Juwana (2004) bahwa copepoda merupakan plankton laut yang umum ditemukan di lautdengan kelimpahan yang cukup besar. Keberadaan copepoda merupakan sumbermakanan bagi larva ikan, larva udang dan organisme lainnya. Kelimpahan copepodatertinggi pada bulan Mei (68%) terjadi karena organisme pemangsanya relatif lebihsedikit. Hasil tangkapan jaring bongo menggambarkan struktur komunitas meroplanktondi muara Poso secara kualitatif relatif stabil, yang ditandai oleh adanya hubunganberosilasi antara organisme pemangsa (predator) dan yang dimangsa (prey) yang salingbergantian. Keberadaan predator meroplankton (telur, larva ikan dan udang) sepertiSagitta (Chaetognata) dan ubur-ubur yang tidak terlalu melimpah menunjukkan peluangmenetas telur dan sintasan larva ikan dan udang di muara Poso relatif masih baik.

Kelimpahan Meroplankton secara Spasial dan Temporal

Hasil penelitian menunjukkan kelimpahan meroplankton di perairan Muara Posoberkisar antara 7 – 3348 individu/1000 m3. Kelimpahan meroplankton didominasi olehtelur ikan (59,57%), kemudian diikuti oleh larva udang (39,17%) dan larva ikan (1,26%).Kelimpahan telur ikan yang cukup tinggi tersebut diduga terkait dengan pemijahan ikansecara eksternal di lautan dan telur-telur tersebut terbawa oleh arus ke perairan muarasehingga cukup melimpah. Telur ikan tersebut bersifat pelagis (mengapung) karenaadanya butiran minyak (oil globule).

Kelimpahan meroplankton secara temporal untuk setiap waktu pengamatandisajikan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa telur ikan cenderungmemiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan larva ikan dan udang pada masing-masing stasiun pada setiap waktu pengamatan, kecuali pada stasiun MP1 pada bulan Meidan stasiun MP2 dan MP3 pada bulan Oktober dimana kelimpahan larva udangcenderung lebih tinggi. Kondisi tersebut diduga terkait dengan karakteristik lokasi danwaktu pengamatan yang banyak dipengaruhui oleh dinamika faktor lingkungan.

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

6

Gambar 3. Sebaran kelimpahan meroplankton secara temporal di Muara Poso, 2010

Gambar 4 menyajikan kelimpahan meroplankton secara keseluruhan (gabungantelur ikan, larva ikan, dan larva udang) secara spasial di perairan Muara Poso.Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa kelimpahan meroplankton tertinggi terdapat distasiun MP1 yang merupakan outlet Sungai Poso, diikuti oleh oleh stasiun MP2 yangmerupakan daerah dengan perbedaan salinitas perairan yang siginifikan dan kelimpahanterendah terdapat pada stasiun MP3. Kelimpahan meroplankton yang tinggi di stasiunMP1 diduga akibat lokasinya yang merupakan pertemuan massa air tawar dari SungaiPoso dan air laut dari Teluk Poso, sedangkan kelimpahan meroplankton yang rendah distasiun MP3 diduga terkait dengan lokasinya yang merupakan daerah Penangkapan glassell pada musim gelap.

Hasil uji ANOVA klasifikasi dua arah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaankelimpahan meroplankton pada masing-masing stasiun pengamatan di Muara Poso padasetiap stasiun pengamatan (P>0,05), namun kelimpahannya berbeda antar waktupengamatan (P<0,05). Kelimpahan meroplankton antar stasiun tidak berbeda didugakarena letak masing-masing stasiun masih berada pada satu lokasi di perairan Teluk Pososehingga masih memiliki karakteristik oseanografi yang sama, Dinamika oseanografiberbeda antar waktu pengamatan sehingga akan berpengaruh terhadap perbedaankelimpahan meroplankton antar waktu di perairan Muara Poso. Hal tersebutmenunjukkan bahwa variasi kelimpahan meroplankton lebih ditentukan oleh waktubulanan (temporal) daripada berdasarkan stasiun pengamatan (spasial). Kondisi tersebut

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

7

serupa dengan hasil penelitian Setijanto et al. (2003) mengenai kelimpahan larva ikanengraulidae di perairan Segara Anakan, Cilacap.

120.74 120.742 120.744 120.746 120.748 120.75 120.752 120.754 120.756 120.758 120.76-1.39

-1.388

-1.386

-1.384

-1.382

-1.38

Kelimpahan Ikan (ind/1000 m3)

7.5 - 17

17 - 19

19 - 19

Kelimpahan Telur (butir/1000 m3)

155.5 - 355.3

355.3 - 1,505

1,505 - 1,506

Kelimpahan Udang (ind/1000 m3)

208 - 477

477 - 641

641 - 641

Bujur

Lint

ang

MP 1

MP 2

MP 3

Gambar 4. Sebaran kelimpahan meroplankton secara spasial di Muara Poso, 2010

Kelimpahan meroplankton yang cukup tinggi pada suatu tempat diduga terjadikarena lokasi tersebut merupakan daerah pemijahan dan asuhan, adanya arus eddy(pertemuan massa air) sebagaimana umum terdapat di daerah muara, adanya shelterwater bodies dan dekat lokasi yang dikelilingi oleh barrier (Grimes & Kingford, 1996).Karakteristik tersebut terdapat pada daerah perairan Muara Poso sehingga kelimpahanmeroplankton relatif tinggi.

Berdasarkan fluktuasi kelimpahan meroplankton di Muara Poso, diduga bahwapuncak musim pemijahan terjadi pada awal dan akhir tahun. Secara umum, awal danakhir tahun merupakan musim penghujan yang diduga memberikan stimulus bagi ikandan udang untuk melakukan pemijahan melalui dinamika faktor lingkungan yang salingmempengaruhi satu dengan lainnya..

Kelimpahan Meroplankton Hubungannya dengan Parameter Lingkungan

Hasil pengukuran parameter lingkungan di stasiun pengamatan di perairan MuaraPoso disajikan pada Tabel 3. Parameter fisika berupa kecerahan berkisar antara 1,77 – 35cm dan suhu air antara 27,83 - 29,7°C. Sedangkan untuk parameter kimia berupa

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

8

kandungan oksigen terlarut memiliki kisaran nilai antara 5,7 – 7,91 mg/L, pH antara 7,5 –8,19 dan salinitas berkisar antara 0 – 3,5‰. Secara umum, kondisi lingkungan yangdiamati masih mendukung terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup meroplankton diperairan Muara Poso. Keterkaitan antara kelimpahan meroplankton dengan fitoplanktondisajikan pada Gambar 5.

Tabel 3. Hasil pengukuran parameter lingkungan di perairan Muara Poso, 2010

ParameterMaret Mei Agustus Oktober

Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran RerataKecerahan(cm) 20 - 50 35,00 10 - 50 23,33 20 - 30 23,33 0,5 - 4 1,77

Suhu air (°C) 29,4 - 30,2 29,70 28,2 - 29,1 28,80 27,7 - 28 27,83 28,7 - 29,7 29,17

DO (mg/l) 7,72 - 8,02 7,91 5,82- 6,16 5,98 6,01 - 6,8 6,38 5,65 - 5,77 5,70

pH 8,17 - 8,22 8,19 7,51 - 7,6 7,57 7,5 7,50 7,5 7,50

Salinitas (‰) 0 - 0,07 0,023 0 - 0,01 0,003 0 0,000 1,9 - 5,6 3,503

Gambar 4. Hubungan kelimpahan meroplankton dengan fitoplankton di Muara Poso

Hasil analisis korelasi Pearson untuk mengetahui keeratan hubungan antarakelimpahan meroplankton dengan parameter lingkungannya disajikan pada Tabel 4.Analisis tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan meroplankton di perairan Muara Posomemiliki hubungan yang berbanding lurus (korelasi positif) dengan kelimpahanfitoplankton, dan salinitas. Parameter kecerahan, kandungan oksigen terlarut, suhu air,dan pH memiliki korelasi yang negatif (berbanding terbalik) terhadap kelimpahanmeroplankton. Parameter lingkungan yang mempengaruhi meroplankton di perairanMuara Poso hampir serupa dengan yang terdapat di perairan Segara Anakan (Setijanto etal., 2003).

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

9

Tabel 4. Hasil analisis korelasi antara kelimpahan meroplankton, kelimpahanfitoplankton, dan beberapa parameter kualitas air di perairan Muara Poso,2010

KelimpahanMeroplankton

KelimpahanFitoplankton Kecerahan DO Salinitas Suhu

air pH

KelimpahanMeroplankton

PearsonCorrelation

1 ,922(*) -,967(*) -,727 ,905(*) -,181 -,678

Sig. (1-tailed)

. ,039 ,016 ,137 ,048 ,410 ,161

N 4 4 4 4 4 4 4KelimpahanFitoplankton

PearsonCorrelation

,922(*) 1 -,981(**)-

,915(*),827 -,213 -,817

Sig. (1-tailed)

,039 . ,009 ,042 ,087 ,394 ,092

N 4 4 4 4 4 4 4

KecerahanPearsonCorrelation

-,967(*) -,981(**) 1 ,821 -,916(*) ,100 ,713

Sig. (1-tailed)

,016 ,009 . ,090 ,042 ,450 ,144

N 4 4 4 4 4 4 4

DOPearsonCorrelation

-,727 -,915(*) ,821 1 -,532 ,468 ,952(*)

Sig. (1-tailed)

,137 ,042 ,090 . ,234 ,266 ,024

N 4 4 4 4 4 4 4

SalinitasPearsonCorrelation

,905(*) ,827 -,916(*) -,532 1 ,255 -,373

Sig. (1-tailed)

,048 ,087 ,042 ,234 . ,373 ,314

N 4 4 4 4 4 4 4

Suhu airPearsonCorrelation

-,181 -,213 ,100 ,468 ,255 1 ,712

Sig. (1-tailed)

,410 ,394 ,450 ,266 ,373 . ,144

N 4 4 4 4 4 4 4

pHPearsonCorrelation

-,678 -,817 ,713 ,952(*) -,373 ,712 1

Sig. (1-tailed)

,161 ,092 ,144 ,024 ,314 ,144 .

N 4 4 4 4 4 4 4

* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed)** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed)

Berdasarkan analisis korelasi Pearson, diketahui hanya parameter kelimpahanfitoplankton, kecerahan, dan salinitas yang memiliki hubungan yang signifikan (P<0,05)terhadap kelimpahan meroplankton. Keberadaan fitoplankton yang melimpah mendukungkeberadaan meroplankton terkait peranannya sebagai makanan alami bagi larva ikan danudang (Sahilatua & Wiadnyana, 1996). Gambar 4 memperlihatkan bahwa kelimpahanmeroplankton selalu diiringi oleh kelimpahan fitoplankton sebagai makanannya.Kelimpahan meroplankton yang sinergi dengan peningkatan salinitas menunjukkanbahwa meroplankton tersebut berasal dari hasil pemijahan biota laut.

Kelimpahan meroplankton di Muara Poso justru cenderung mengalamipeningkatan pada kondisi kecerahan yang rendah. Kecerahan yang rendah umumnya

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

10

terkait dengan kekeruhan yang tinggi dan hal tersebut biasa ditemukan pada perairanestuari dengan karakteristik adanya muara sungai dengan sedimentasi. Menurut Maes etal. (1998), kekeruhan walaupun terkadang menjadi faktor pembatas bagi organisme,namun meroplankton, khususnya larva ikan dan udang memanfaatkan kondisi perairanyang keruh untuk menghindar dari predatornya.

Penelitian mengenai meroplankton atau larva hewan laut yang berupa planktondapat memberikan informasi mengenai area dan musim pemijahan, kelimpahan stokrelatif dan absolut serta interaksi lingkungan yang berpengaruh terhadap keberadaan larva(UNESCO, 1975 dalam Wagiyo, 2007). Meroplankton umumnya memilih daerah estuarisebagai daerah asuhannya karena perairannya relatif subur dengan ketersediaan makananalami daerah tersebut yang relatif tinggi dan jumlah predatornya yang relatif sedikit(Setijanto et al., 2003; Kohno & Sulistiono, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perairan Muara Poso merupakanhabitat bagi meroplankton. Keberadaan telur ikan yang melimpah dan ditemukannyalarva ikan dan udang menunjukkan bahwa perairan Muara Poso merupakan daerahasuhan bagi ikan dan udang pada fase awal kehidupannya (fisheries refugia) sehinggaperlu adanya wilayah suaka perikanan di Muara Poso. Suaka perikanan tersebut ditujukanuntuk perlindungan biota pada fase lava (meroplankton) agar dapat menjadi sumberrekrutmen bagi wilayah di sekitarnya.

KESIMPULAN

1. Kelimpahan meroplankton di perairan Muara Poso didominasi oleh telur ikan(59,57%), kemudian diikuti oleh larva udang (39,17%) dan larva ikan (1,26%).

2. Kelimpahan meroplankton di Muara Poso tidak berbeda antar stasiun pengamatan(P>0,05), namun kelimpahannya berbeda antar waktu pengamatan (P<0,05).

3. Kelimpahan meroplankton di Muara Poso berhubungan erat dengan kelimpahanfitoplankton, kecerahan dan salinitas.

4. Keberadaan telur ikan yang melimpah dan ditemukannya larva ikan dan udangmenunjukkan bahwa perairan Muara Poso merupakan daerah asuhan bagi ikan danudang pada fase awal kehidupannya (fisheries refugia) sehingga perlu adanyawilayah suaka perikanan di Muara Poso.

PERSANTUNAN

Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian “Pemacuan Stok Ikan Sidatdi Danau Poso Sulawesi Tengah” Tahun Anggaran 2010 di Balai Riset PemulihanSumberdaya Ikan, Jatiluhur-Purwakarta.

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

11

DAFTAR PUSTAKA

American Public Health Association. 2005. Standard methods for the examination ofwater and waste water 21th edition. Centennial Edition. Water EnvironmentFederation. Port Cit Press, Baltimore, Maryland.

Grimes, L. B. & M. J. Kingford. 1996. How riverine plumes of difference size influencefish larval do they enhance recruitment. Marine Freshwater Resources 47: 191 –208 pp.

Kelso, W. E. & D. A. Rutherford. 1996. Collection, preservation, and identification offish eggs and larvae. In Fisheries Techniques Second Edition, Murphy, B.R. &D.W. Willis (eds.), American Fisheries Society, Bethesda, Maryland, USA. 255 –302 pp.

Kohno, H. & Sulistiono. 1994. Ichthyofauna in Segara Anakan Lagoon. In Takashima, F& Soewardi, K. (eds.). Ecological Assesment for Management Planing of SegaraAnakan Lagoon, Cilacap, Central Java. 1994: 77 – 82 pp.

Krismono & Mujiyanto. 2011. Sidat, ikan ekonomis penting yang perlu dikonservasi:suatu review. Dalam Simanjuntak, C.P.H. et al. (eds). Prosiding SeminarNasional Ikan VI 8 – 9 Juni 2010 Cibinong, Masyarakar Iktiologi Indonesia. 339– 343 pp.

Krismono, Mujiyanto, Y. Sugianti, M. R. A. Putri, A. Fitriyanto, B.I. Purnawati, D.Sumarno, & A. Warsa. 2010. Pemacuan Stok ikan sidat di Danau Poso, SulawesiTengah. Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan, Jatiluhur. Laporan Teknis(Tidak dipublikasikan). 61 p.

Maes, J., A. Taillieu, P. A. Van Damme, K. Cottenie, & F. Olievier. 1998. Seasonalpatterns in the fish and crustacean community of a turbid temperate estuary(Zeechelde Estuary, Belgium). Estuarine, Coastal and Shelf Science, 47: 143 –151 pp.

McCarter, P. B. & D. E. Hay. 2003. Eulachon embryonic egg and larval outdrift samplingmanual for ocean and river surveys. Canadian Technical Report of Fisheries andAquatic Sciences 2451. 33 p.

Muchsin, I., Zairion, & S. Ndobe. 2010. Upaya meningkatkan kebersihan migrasianadromous−katadromous ikan sidat, Anguilla spp., di Sungai Poso KabupatenPoso, Sulawesi Tengah. Dipresentasikan di Balai Riset Pemulihan SumberdayaIkan Jatiluhur 26 April 2010.

Nontji, A. 2006. Tiada kehidupan di bumi tanpa keberadaan plankton. Pusat PenelitianOseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 248 p.

Pello, F. S. 2000. Distribusi dan komposisi meroplankton serta keterkaitannya dengankelimpahan fitoplankton di Teluk Hurun, Lampung. Program PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor. Tesis (Tidak dipublikasikan).

Romimohtarto, K. & S. Juwana. 2004. Meroplankton laut: larva hewan laut yangmenjadi plankton. Djambatan, Jakarta. 191 p.

Sahilatua, I. & N. N. Wiadnyana. 1996. Variasi kelimpahan meroplankton di TelukAmbon. Perairan Maluku dan Sekitarnya Volume 10: 49 – 57 p.

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011

12

Santosa, P. B. & Ashari. 2005. Analisis statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS.Penerbit ANDI, Yogyakarta. 281 p.

Setijanto, A. Chaeri, & M. Nursid. 2003. Kelimpahan larva ikan Engraulidae danhubungannya dengan parameter lingkungan di Estuaria Segara Anakan Cilacap,Jawa Tengah, Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi SumberDaya dan Penangkapan Vol. 9 No. 7: 59 – 66 pp.

Smith, P. E. & S. L. Richardson. 1977. Standar techniques for pelagic fish egg and larvasurveys. FAO Fisheries Technical Paper No. 175. Food and AgricultureOrganization of The United Nations, Rome. 100 p.

South East Asian Fisheries Development Center. 2007. Larval fish identification guidefor the South China Sea and Gulf of Thailand. South East Asian FisheriesDevelopment Center in Collaboration with the UNEP/GEF South China SeaProject.

Taufik, M., Suwarso, & Nurwiyanto. 2005. Distribusi kelimpahan iktioplankton di TelukTomini dan Laut Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 6:73 – 83 pp.

Wagiyo. 2007. Kelimpahan, komposisi, dan sebaran iktioplankton di Laut Arafura. JurnalIktiologi Indonesia Volume 7 No. 2: 75 – 82 pp.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar statistika edisi ke-3. (Diterjemahkan oleh BambangSumantri). PT. Gramedia. Jakarta. 512 p.