13
Sebaran Properti di tengah Kerentanan Pusat Kota Jakarta Syarifah F. Syaukat ([email protected] ), Pusat Penelitian Geografi Terapan, Universitas Indonesia Satria Indratmoko ([email protected] ), Pusat Penelitian Geografi Terapan, Universitas Indonesia Abstrak Sebagai kota jasa bertaraf international, Jakarta menjadi barometer pertumbuhan ekonomi kota, bahkan nasional. Kondisi ini menjadikan Jakarta memiliki pusat kegiatan bisnis (central business district) di pusat kota yang terkenal dengan sebutan Kawasan Segitiga Emas (yaitu di sekitar jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto). Kawasan ini dipenuhi oleh berbagai gedung pencakar langit, yang dalam istilah property perkotaan fungsinya digunakan sebagai gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, hotel dan superblock. Berdasarkan riset property Knight Frank Indonesia (2012) diketahui bahwa, pertumbuhan property di Jakarta sangat baik, terutama pada sector apartemen, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran dengan occupancy rate di atas 80%. Sementara di CBD Jakarta, setidaknya tahun ini (2012) unit property perkantoran saja tercatat akan bertambah 8 unit, dan sampai tahun 2014 masih akan bertambah sejumlah 14 unit. Sementara itu, di tengah pertumbuhan property di Jakarta perlu diketahui bahwa, secara geografis Jakarta merupakan wilayah dataran rendah yang rentan terhadap bahaya banjir, hal tersebut diperparah dengan fenomena penurunan muka tanah di Jakarta yang mencapai 116 cm pada tahun 2010 (DPU Jakarta, 2010), kondisi tersebut juga tak pelak terjadi di CBD Jakarta, yang juga kerap dilanda banjir dan mengalami penurunan tanah berkisar 10 60 cm. Untuk mendapatkan gambaran sebaran property di tengah kerentanan wilayah CBD, maka studi ini akan melakukan identifikasi wilayah rentan di CBD Jakarta berdasarkan wilayah banjir dan penurunan muka tanah, dan sebaran property yang telah ada dan dalam proses pembangunan pada tahun ini. Identifikasi tersebut dilakukan dengan metode pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG). Dengan gambaran ini diharapkan Pemerintah Kota dapat mengantisipasi dampak dari kerentanan di tengah potensi pertumbuhan property di wilayah CBD yang merupakan wilayah prestisius untuk wilayah jasa dan perdagangan. Terkait property di wilayah perkotaan, Thrall (2002) menjelaskan bahwa the geographic scale for a market analysis of a real estate project depends on the location, where city are increasingly caught up in the dynamics of globalization and shifts in the structure of labor and property markets. Sejalan dengan itu, pada dasarnya sebagai wilayah potensial dalam pengembangan property, lokasi pengembangan property memusat pada lokasi prime atau CBD, hal ini telah dikemukakan oleh Thunen (1826) bahwa, ‘Umumnya kegiatan-kegiatan yang paling produktif akan saling berkompetisi untuk saling berdekatan di lokasi pasar (inti kota), sedangkan kegiatan yang kurang produktif akan berlokasi di area yang lebih jauh’. Untuk itu, berdasarkan fakta, metode dan konsep di atas, maka studi ini mendapatkan kategorikan 3 wilayah rentan dalam sebaran properti di CBD Jakarta, yaitu : (1) Wilayah Rawan 1, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang tinggi (40,1-60 cm), pada wilayah ini terdapat sebaran 11 unit property, (2) Wilayah Rawan 2, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang sedang (20,1-40 cm), pada wilayah ini terdapat

Sebaran Properti di tengah Kerentanan Pusat Kota Jakarta

Embed Size (px)

Citation preview

Sebaran Properti di tengah Kerentanan Pusat Kota Jakarta

Syarifah F. Syaukat ([email protected]), Pusat Penelitian Geografi Terapan, Universitas Indonesia Satria Indratmoko ([email protected]), Pusat Penelitian Geografi Terapan, Universitas Indonesia

Abstrak Sebagai kota jasa bertaraf international, Jakarta menjadi barometer pertumbuhan ekonomi kota, bahkan nasional. Kondisi ini menjadikan Jakarta memiliki pusat kegiatan bisnis (central business district) di pusat kota yang terkenal dengan sebutan Kawasan Segitiga Emas (yaitu di sekitar jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto). Kawasan ini dipenuhi oleh berbagai gedung pencakar langit, yang dalam istilah property perkotaan fungsinya digunakan sebagai gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, hotel dan superblock. Berdasarkan riset property Knight Frank Indonesia (2012) diketahui bahwa, pertumbuhan property di Jakarta sangat baik, terutama pada sector apartemen, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran dengan occupancy rate di atas 80%. Sementara di CBD Jakarta, setidaknya tahun ini (2012) unit property perkantoran saja tercatat akan bertambah 8 unit, dan sampai tahun 2014 masih akan bertambah sejumlah 14 unit. Sementara itu, di tengah pertumbuhan property di Jakarta perlu diketahui bahwa, secara geografis Jakarta merupakan wilayah dataran rendah yang rentan terhadap bahaya banjir, hal tersebut diperparah dengan fenomena penurunan muka tanah di Jakarta yang mencapai 116 cm pada tahun 2010 (DPU Jakarta, 2010), kondisi tersebut juga tak pelak terjadi di CBD Jakarta, yang juga kerap dilanda banjir dan mengalami penurunan tanah berkisar 10 – 60 cm. Untuk mendapatkan gambaran sebaran property di tengah kerentanan wilayah CBD, maka studi ini akan melakukan identifikasi wilayah rentan di CBD Jakarta berdasarkan wilayah banjir dan penurunan muka tanah, dan sebaran property yang telah ada dan dalam proses pembangunan pada tahun ini. Identifikasi tersebut dilakukan dengan metode pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG). Dengan gambaran ini diharapkan Pemerintah Kota dapat mengantisipasi dampak dari kerentanan di tengah potensi pertumbuhan property di wilayah CBD yang merupakan wilayah prestisius untuk wilayah jasa dan perdagangan. Terkait property di wilayah perkotaan, Thrall (2002) menjelaskan bahwa the geographic scale for a market analysis of a real estate project depends on the location, where city are increasingly caught up in the dynamics of globalization and shifts in the structure of labor and property markets. Sejalan dengan itu, pada dasarnya sebagai wilayah potensial dalam pengembangan property, lokasi pengembangan property memusat pada lokasi prime atau CBD, hal ini telah dikemukakan oleh Thunen (1826) bahwa, ‘Umumnya kegiatan-kegiatan yang paling produktif akan saling berkompetisi untuk saling berdekatan di lokasi pasar (inti kota), sedangkan kegiatan yang kurang produktif akan berlokasi di area yang lebih jauh’. Untuk itu, berdasarkan fakta, metode dan konsep di atas, maka studi ini mendapatkan kategorikan 3 wilayah rentan dalam sebaran properti di CBD Jakarta, yaitu : (1) Wilayah Rawan 1, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang tinggi (40,1-60 cm), pada wilayah ini terdapat sebaran 11 unit property, (2) Wilayah Rawan 2, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang sedang (20,1-40 cm), pada wilayah ini terdapat

sebaran 63 unit property, (3) Wilayah Rawan 3, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang rendah (10-20), pada wilayah ini tidak terdapat sebaran property. Lebih lanjut hasil studi ini dapat diderivasikan untuk menyusun rencana kota yang inovatif dengan strategi mitigasi, sehingga dampak dari kerentanan CBD dapat diantisipasi dan diminimalisasi, hal ini sangat diperlukan mengingat potensi wilayah tersebut yang sangat tinggi untuk pertumbuhan ekonomi wilayah. Kata kunci : Sebaran property, Profil kerentanan, Pusat Kota

Jakarta & Perkembangannya Saat Ini Sebagai kota jasa bertaraf international, Jakarta menjadi barometer pertumbuhan ekonomi kota, bahkan nasional. Kondisi ini menjadikan Jakarta memiliki pusat kegiatan bisnis (central business district) di pusat kota yang terkenal dengan sebutan Kawasan Segitiga Emas (yaitu di sekitar jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto). Kawasan ini dipenuhi oleh berbagai gedung pencakar langit, yang dalam istilah property perkotaan fungsinya digunakan sebagai gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, hotel dan superblock. Pada dasarnya, perkembangan penggunaan lahan di DKI Jakarta sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang menurut Badan Pusat Statistik tahun 2010 mencapai angka 9.607.787 jiwa dan mengalami laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,65% per tahun sejak tahun 1980, hal ini mengakibatkan permintaan lahan yang tinggi untuk pembangunan di berbagai sektor, menurut data penggunaan tanah dari Dinas Tata Ruang DKI Jakarta diketahui bahwa, pada tahun 2010 luas peruntukkan untuk perumahan mencapai 48,41%, disusul dengan 18,84% tidak terbangun dan 15,68% luas untuk kawasan perkantoran dan komersil.

Gambar 1. Penggunaan Lahan JABODETABEK Periode 1972 – 2005 Sumber : Working Group LUCC P4W IPB

Berdasarkan rekam jejak data penggunaan tanah (1996-2006) tersebut terungkap bahwa, perubahan penggunaan tanah terbesar terjadi dari jenis penggunaan tanah lahan terbuka ke penggunaan tanah untuk pemukiman dan perkotaan. Berikut ini tabel perubahan penggunaan lahan yang tercatat di Badan Pusat Statistik selama 10 tahun yakni tahun 1996 hingga tahun 2006.

Tabel 1. Penggunaan Tanah DKI Jakarta (1996-2006)

No. Tahun

Penggunaan Lahan

Perumahan (Ha) Industri (Ha) Perkantoran dan

Pergudangan (Ha) Taman (Ha) Lainnya (Ha) Luas Lahan (Ha)

1 1996 44.566.60 3.261,30 7.124,57 1.296,68 9.902,95 66.152,00

2 1997 44.454,14 3.393,60 7.455,33 1.435,50 9.413,43 66.152,00

1972 1983 1991

2000 2005

3 1998 43.488,71 4.256,75 6.898,30 1.303,10 10.205,14 66.152,00

4 1999 43.230,00 3.970,00 6.955,00 1.328,00 10.669,00 66.152,00

5 2000 41.331,32 4.988,53 6.812,75 1.314,23 11.705,17 66.152,00

6 2001 43.475,09 3.228,21 7.898,54 1.270,11 10.280,20 66.152,00

7 2002 44.414,00 3.764,98 7.174,63 1.009,56 9.788,81 66.152,00

8 2003 44.052,27 4.259,60 7.342,88 800,91 9.696,23 66.152,00

9 2004 43.788,58 4.417,87 7.445,85 914,69 9.584,40 66.152,00

10 2005 44.196,11 3.559,00 8.262,38 1.084,89 9.049,62 66.152,00

11 2006 42.444,61 3.579,67 7.460,60 1.007,49 11.664,16 66.152,00

Sumber : BPS tahun 1997 - 2007 Hal di atas juga merupakan implikasi dari tingginya arus urbanisasi dan arus penglaju yang mencapai 1.099.473 pergerakan pada tahun 2007 (detail data pada tabel di bawah ini).

Tabel 2. Jumlah Komuter Menurut Umur dan Jarak Tempuh ke Tempat Kegiatan di DKI Jakarta Tahun 2007

Umur Jarak Tempuh ke Tempat Kegiatan (Km) Jumlah

(Orang) ‹ 10 10 - 30 › 30

5 - 9 30.793 3.449 1.707 35.949

10 - 14 45.871 12.579 1.579 60.029

15 – 19 48.522 40.383 9.163 98.048

20 – 24 63.065 103.943 29.628 196.636

25 – 29 50.695 93.791 35.924 180.410

30 – 34 49.754 73.718 26.511 149.983

35 – 39 37.035 76.219 25.417 138.671

40 – 44 25.770 44.025 18.804 88.599

45 – 49 19.649 32.459 9.939 62.407

50 – 54 17.903 28.274 8.887 55.064

55 – 59 8.054 13.128 2.655 23.837

› 60 4.342 3.835 2.023 10.200

Jumlah 401.453 525.783 172.237 1.099.473 Sumber : Badan Pusat Statistik

Perkembangan Properti di Jakarta Berdasarkan riset property Knight Frank Indonesia (2012) diketahui bahwa, pertumbuhan property di Jakarta sangat baik, terutama pada sector apartemen, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran dengan occupancy rate di atas 80%. Sementara di CBD Jakarta, setidaknya tahun ini (2012) unit property perkantoran saja tercatat akan bertambah 8 unit, dan sampai tahun 2014 masih akan bertambah sejumlah 14 unit. Berdasarkan pengamatan Collier International pada tahun 2010. jumlah properti di DKI Jakarta yang terdiri dari apartemen, pusat perbelanjaan, hotel dan gedung pemerintahan berjumlah 354 gedung, 301 gedung diantaranya terdapat di sekitar kawasan Central Bussiness District DKI Jakarta.

Tabel 2. Komposisi Properti Di Central Bussiness District Tahun 2010

No. Jenis Gedung Jumlah Lokasi

1 Gedung Perkantoran 164 CBD

2 Hotel 24 CBD

3 Apartemen 57 CBD

4 Pusat Perbelanjaan 24 CBD

5 Gedung Pemerintahan 11 CBD

6 Gedung Lainnya 21 CBD

Jumlah 301

Tabel 3. Komposisi Properti Di Luar Central Bussiness District Tahun 2010

No. Jenis Gedung Jumlah Lokasi

1 Gedung Perkantoran 26 Luar CBD

2 Hotel 1 Luar CBD

3 Apartemen 12 Luar CBD

4 Pusat Perbelanjaan 6 Luar CBD

5 Gedung Pemerintahan 1 Luar CBD

6 Gedung Industri 1 Luar CBD

7 Gedung Lainnya 6 Luar CBD

Jumlah 53

Sementara itu, di tengah pertumbuhan property di Jakarta perlu diketahui bahwa, secara geografis Jakarta merupakan wilayah dataran rendah yang rentan terhadap bahaya banjir, hal tersebut diperparah dengan fenomena penurunan muka tanah di Jakarta yang mencapai 116 cm pada tahun 2010 (DPU Jakarta, 2010), kondisi tersebut juga tak pelak terjadi di CBD Jakarta, yang secara administrasi mendominasi di Kota Jakarta Pusat dan sebagian kecil Kota Jakarta Selatan.

Gambar 2. Peta Wilayah Banjir 2007.

Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum (gambar 2) diketahui sebaran wilayah genangan banjir yang terjadi berdasarkan kejadian banjir (ekstrem) tahun 2007. Sementara itu, ditengah kerentanan banjir seperti yang tergambar di atas. Berdasarkan berbagai penelitian tahun 1990-2000 mengungkapkan bahwa, terdapat tren kenaikan permukaan air laut 5-10 mm per tahun di Jakarta yang diindikasikan berdampak pada penurunan muka air tanah dengan rata-rata penurunannya berkisar antara 10 – 20 cm per tahun, hal tersebut secara langsung berimbas pada penurunan muka tanah yang secara logis akan berimplikasi pada perluasan wilayah banjir. Berdasarkan peta dalam dokumen Rencana Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, diketahui bahwa sampai tahun 2008 eksisting penurunan muka tanah telah mencapai > 160 cm.

Gambar 3. Amblesan Tanah di DKI Jakarta

Pusat Kota Jakarta Terkait wilayah utama untuk bisnis, atau yang umum dikenal sebagai central business district (CBD), maka pusat kota Jakarta yang dikenal dengan kawasan CBD adalah daerah di sepanjang koridor Jl.Sudirman/Thamrin, Jl. Kuningan/Rasuna Said dan Jl. Gatot Subroto DKI Jakarta. Kawasan CBD Jakarta ini dikenal sebagai lokasi segitiga emas yang memiliki presitise yang tinggi untuk kegiatan perdagangan dan jasa, yang saat ini dihuni oleh gedung perkantoran yang berfungsi sebagai kantor pusat perusahaan keuangan, perbankan, komunikasi dan jasa profesional.1 Konsentrasi jenis-jenis usaha ini karena kemampuannya mengalahkan jenis usaha lainnya untuk menghuni lahan dengan harga yang tinggi dengan pencitraan kawasan aglomerasi bisnis, sehingga memudahkan para pelakunya berdiskusi langsung secara tatap muka untuk pertukaran informasi dan transaksi bisnis. Sejalan dengan hal di atas, gedung Perkantoran yang berada di lokasi CBD sebagian besar merupakan kantor pusat (head office), dengan kegiatan utamanya adalah jasa pelayanan/perdagangan. Komposisi multi national company yang berada di area ini lebih besar dibandingkan dengan local company, umumnya perusahaan yang berada di wilayah ini adalah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk membayar sewa/beli ruang kantor dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah non-CBD (Colliers, 2005).

1 Syaukat, S. 2007. Persebaran Gedung Perkantoran di DKI Jakarta. Tesis Program Pascasarjana. Kajian Pengembangan Perkotaan.

Universitas Indonesia

Sementara itu, seperti halnya gambaran fisik wilayah kota Jakarta pada umumnya, maka wilayah pusat kota atau CBD Jakarta ini juga merupakan wilayah yang secara geografis Jakarta merupakan wilayah dataran rendah yang rentan terhadap bahaya banjir, yang kondisisnya saat ini diperburuk dengan fenomena penurunan muka tanah. Berikut ini gambaran spasial banjir dan penurunan muka tanah di pusat kota Jakarta. Kerangka Teori Sandy (1989) menjelaskan bahwa, kota tumbuh dan berkembang karena beberapa hal, diantaranya karena kegiatan perdagangan sehingga tumbuh sebagai kota perdagangan, kegiatan pendidikan, kegiatan pemerintaan, dsb. Namun, perkembangan yang terjadi di sebuah kota tidak mungkin di sebabkan oleh satu kegiatan saja. Sementara itu, terkait keberadaan kota dengan kegiatan ekonomi masyarakat dijelaskan oleh Abler & Gould (1972) bahwa, kota merupakan wilayah yang dikhususkan sebagai tempat untuk memaksimalkan kegiatan transaksi yang dilakukan manusia, sementara itu daerah pusat kota merupakan wilayah terbaik untuk untuk transaksi ekonomi, kegiatan sosial dan interaksi keduanya. Lebih rinci mengenai pusat kota, Pacione (2001) menjelaskan

Gambar 5 : (ki) kawasan CBD/Sudirman di waktu siang, (ka) CBD/Sudirman di waktu

malam

Sumber : Koleksi pribadi, 2006

Gambar 4: Gedung perkantoran di kawasan Kuningan/HR Rasuna Said Sumber : Koleksi pribadi, 2006

bahwa CBD atau pusat kota adalah suatu elemen prinsip yang terdapat pada setiap model penggunaan tanah di perkotaan. Karakteristik kunci dari suatu CBD atau pusat kota adalah aksesibilitas. Sejalan dengan Pacione, Balchin, Kieve, Bull (1977) menyebutkan bahwa selain aksesibilitas maksimum, persaingan yang tinggi untuk penggunaan lahan komersial, umumnya kegiatan komersial di pusat kota melakukan kegiatannya dalam bangunan vertikal karena terbatasnya lahan yang tersedia di CBD.2 Bangunan vertikal yang demikian umumnya dikenal sebagai properti. Terkait property di wilayah perkotaan, Thrall (2002) menjelaskan bahwa the geographic scale for a market analysis of a real estate project depends on the location, where city are increasingly caught up in the dynamics of globalization and shifts in the structure of labor and property markets. Sejalan dengan itu, pada dasarnya sebagai wilayah potensial dalam pengembangan property, lokasi pengembangan property memusat pada lokasi prime atau CBD, hal ini telah dikemukakan oleh Ricardo (1823) dan Thunen (1826) bahwa, ‘Umumnya kegiatan-kegiatan yang paling produktif akan saling berkompetisi untuk saling berdekatan di lokasi pasar (inti kota)’. Tujuan Studi Terkait dengan profile pusat kota sebagai wilayah potensial perdagangan dan jasa (terutama dalam hal sebaran property), yang memiliki keterbatasan fisik dalam hal bahaya banjir dan penurunan muka tanah, maka studi ini bermaksud melakukan identifikasi wilayah rentan di CBD Jakarta (berdasarkan wilayah banjir dan penurunan muka tanah) dan sebaran property yang telah ada dan dalam proses pembangunan pada tahun ini. Gambaran di atas dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh terkait kondisi kerentanan pusat kota saat ini, dan antisipasinya dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya wilayah tersebut sebagai wilayah utama dalam kegiatan perdagangan dan jasa. Hal ini mengingat, potensi wilayah ini yang sangat baik, terutama dalam hal sebaran properti yang senantiasa meningkat sejak tahun 1962 sampai saat ini. Metodologi Pelaksanaan Studi Berdasarkan profil wilayah, kerangka teori dan tujuan yang disebutkan di atas, maka untuk mendapatkan gambaran seperti yang disebutkan pada tujuan di atas, maka studi ini akan melakukan identifikasi wilayah rentan di CBD Jakarta berdasarkan wilayah banjir dan penurunan muka tanah, dan sebaran property yang telah ada dan dalam proses pembangunan pada tahun ini. Identifikasi tersebut dilakukan dengan metode pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG), dalam 3 (tiga) tahapan sebagai berikut :

1. Identifikasi wilayah rentan, proses ini dilakukan dengan melakukan proses overlay antara wilayah banjir Jakarta yang diambil dari data kejadian banjir ekstrem pada tahun 2007 (data dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta), dengan data wilayah penurunan muka tanah berdasarkan dokumen rencana tata ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta, sehingga dari proses ini didapatkan kelas wilayah rentan,

2 Balchin, Kieve, Bull, Urban Land Economics and Public Policy, Macmillan Education Ltd, 1977

2. Identifikasi wilayah sebaran properti, proses ini dilakukan dengan mengidentifikasi sebaran unit properti apartemen, hotel, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran yang terdapat di areal CBD Jakarta,

3. Proses overlay dari hasil pada proses 1 dan 2, sehingga didapatkan jumlah sebaran unit properti pada tiap kelas wilayah rentan.

Analisis Berdasarkan metode di atas, maka berikut ini gambaran hasil proses pengolahan data, yaitu berupa gambaran wilayah rentan di pusat kota Jakarta, gambaran wilayah sebaran properti, dan gambaran sebaran properti pada kelas wilayah rentan di pusat kota Jakarta.

Gambar 6. Kerentanan Kawasan Pusat Kota Jakarta terhadap Banjir dan Penurunan Muka Tanah

Berdasarkan proses overlay antara wilayah banjir dan wilayah penurunan muka tanah, maka didapatkan 3 (tiga) kelas kerentanan di kawasan CBD Jakarta (gambar 6), yaitu sebagai berikut :

- Wilayah rentan 1, adalah wilayah yang merupakan wilayah banjir dan mengalami penurunan muka tanah tertinggi (40,1-60 cm) di wilayah CBD Jakarta,

- Wilayah rentan 2, adalah wilayah yang merupakan wilayah banjir dan mengalami penurunan muka tanah sedang (20,1-40 cm) di wilayah CBD Jakarta,

- Wilayah rentan 3, adalah wilayah yang merupakan wilayah banjir dan mengalami penurunan muka tanah rendah (10,1-20 cm) di wilayah CBD Jakarta,

Gambar 7. Sebaran Properti Di Kawasan CBD Segitiga Emas DKI Jakarta

Sementara itu, berdasarkan sebaran properti di kawasan CBD Jakarta (gambar 7) diketahui bahwa, sampai saat ini total gedung properti adalah 269 unit, dengan rincian sebagai berikut 164 unit gedung perkantoran, 57 unit pusat perbelanjaan, 24 unit hotel, dan 24 unit apartemen. Berdasarkan gambaran wilayah rentan dan sebaran properti di atas, maka didapatkan gambaran keseluruhan terkait jumlah sebaran properti pada kelas-kelas kerentanan di wilayah CBD (gambar 8), yaitu sebagai berikut :

(1) Wilayah Rentan 1, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang tinggi (40,1-60 cm) pada wilayah ini terdapat sebaran 11 unit property,

(2) Wilayah Rentan 2, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang sedang (20,1-40 cm), pada wilayah ini terdapat sebaran 63 unit property,

(3) Wilayah Rentan 3, yaitu wilayah banjir dengan penurunan muka tanah yang rendah (10,1-20), pada wilayah ini tidak terdapat sebaran property.

Gambar 8. Sebaran Properti pada Wilayah Rentan di Pusat Kota (CBD) DKI Jakarta

Kesimpulan Berdasarkan studi di atas terungkap bahwa, dari 269 unit total sebaran properti yang terdapat di pusat kota (CBD) Jakarta sejumlah 74 unit (27,5%) berada pada wilayah rentan (baik rentan tinggi maupun sedang). Sementara itu, berdasarkan data dan informasi kecendrungan penurunan muka tanah di DKI Jakarta yang dipublikasi oleh Priyambodo (2005) dijelaskan bahwa, prediksi penurunan muka tanah di Jakarta sampai tahun 2050 akan mencapai 0,8 cm/tahun, hal ini tentunya akan memperluas wilayah banjir. Untuk itu, sebagai upaya mengantisipasi profil kerentanan di masa datang, khususnya pada wilayah pusat kota Jakarta (CBD), maka gambaran hasil studi ini seharusnya harus dilakukan secara periodik, sehingga rekam jejak data ini memberikan gambaran detil jumlah unit properti yang terdapat pada setiap kelas wilayah rentan, jenis regulasi yang tepat untuk mengantisipasi potensi dampak di tiap wilayah rentan, dan membatasi rencana pengembangan properti pada wilayah rentan. Hal ini diperlukan agar wilayah prima ini dapat tetap produktif dan berkelanjutan. Lebih lanjut hasil studi ini dapat diderivasikan untuk menyusun rencana kota yang inovatif dengan strategi mitigasi, sehingga dampak dari kerentanan CBD dapat diantisipasi dan diminimalisasi, hal ini sangat diperlukan mengingat potensi wilayah tersebut yang sangat tinggi untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, baik dalam lingkup provinsi, maupun nasional.

Daftar Pustaka 1. Abler & Gould, Spatial Organization, Prentice Hall International Editions, London,

1972 2. Anonymous, Jakarta Property Market Overview, Colliers International, 2012 3. Anonymous, Jakarta Property Market Overview, Colliers International, 2011 4. Anonymous, Jakarta Property Market Overview, Colliers International, 2010 5. Anonymous, Jakarta Property Market Overview, Colliers International, Februari

2005 6. Balchin, N,P, Kieve, L,J, Bull, H,G, Urban Land Economics, Macmillan Aducation Tlc,

First Edition, 1977 7. Brooks, S. Michael. The Living Canadian Real Estate. CIPPREX. Canada, 2001 8. Sandy,IM, dkk.Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana,

Geografi FMIPA-UI,Jakarta. 1989 9. Syaukat, S. Persebaran Gedung Perkantoran di DKI Jakarta. Tesis Program

Pascasarjana. Kajian Pengembangan Perkotaan. Universitas Indonesia, 2007 10. Thrall, Ian. Business Geography and New real Estate Market Analysis. Oxford

University Press, New York, 2002