27
PELATIHAN SINGKAT PENYUSUNAN KONTRAK PERKULIAHAN DAN BAHAN AJAR BAGI STAF PENGAJAR PTN KAWASAN TIMUR INDONESIA STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN DRS FRANS A. RUMATE, Apt. KERJASAMA PUSAT PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN AKTIVITAS INSTRUKSIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN (P3AI-UNHAS) DENGAN BAGIAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DIRJEN DIKTI

STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN

Embed Size (px)

Citation preview

PELATIHAN SINGKAT PENYUSUNAN KONTRAK PERKULIAHAN DANBAHAN AJAR BAGI STAF PENGAJAR PTN

KAWASAN TIMUR INDONESIA

STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN

DRS FRANS A. RUMATE, Apt.

KERJASAMAPUSAT PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN AKTIVITAS

INSTRUKSIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN(P3AI-UNHAS)

DENGANBAGIAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DIRJEN DIKTI

21 -26 November 2005

STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN

Drs Frans A.Rumate, Apt *

I. PENDAHULUAN

Strategi Kognitif merupakan tujuan belajar dengan kemampuan

tertinggi dari domain kognitif, yaitu cognitive strategies

menurut Taksonomi Gagne, atau di atas ( beyond) analisis,

sintesis, dan evaluasi menurut Taksonomi Bloom (metacognition).

Strategi Kognitif dapat dipelajari mahasiswa dengan bantuan

dosen. Dosen disebut berhasil apabila mampu mengembangkan

kemampuan strategi kognitif mahasiswa; perkuliahan bukan semata-

mata penyampaian materi bidang ilmu saja.

Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut

ciri-ciri tertentu. Dalam bidang pendidikan, taksonomi digunakan

untuk klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya

tujuan pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar,

yang digolongkan dalam 3 klasifikasi umum atau ranah (domain),

yaitu :

Ranah Kognitif berkaitan dengan tujuan belajar yang

berorientasi pada kemampuan berpikir

Ranah Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem

nilai, dan sikap hati)

Ranah Psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik

atau penggunaan otot kerangka).

Saat ini dikenal berbagai macam taksonomi tujuan instruksional

yang diberi nama menurut penciptanya, misalnya Bloom, Merill dan

Gagne (kognitif), Krathwohl, Martin & Briggs dan Gagne (afektif),

dan Dave, Simpson dan Gagne (psikomotor).

* Pusat Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas

Hasanuddin (P3AI-UNHAS)

Satu hal yang penting dalam taksonomi tujuan instruksional ialah

adanya hirarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada

jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain,

tujuan pada jenjang yang lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum

tercapai tujuan pada jenjang di bawahnya. Penting pula diingat

bahwa tidak terdapat batas yang jelas antara ranah yang satu

dengan lainnya. Sebagai contoh, misalnya rumusan tujuannya dalam

ranah kognitif Penerapan; tetapi seringkali tujuan kognitif ini

disertai praktek yang memerlukan keterampilan motorik, demikian

pula,misalnya pada rumusan tujuan instruksional dalam ranah

kognitif yang perilakunya memilih, sudah terkait pula ranah

afektif (sikap hati). Melakukan perumusan tujuan berdasarkan

ranah, selalu dipilih yang mana yang lebih dominan.

Pertama-tama kita melihat perbandingan Taksonomi Bloom dan

Taksonomi Gagne pada Ranah Kognitif (Cognitive Domain) berikut :

- Prosedur

II. DEFINISI STRATEGI KOGNITIF

Strategi Kognitif ialah kemampuan internal yang terorganisasi

yang dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses

berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne,

1974)

Taksonomi Gagne Verbal Information (facts, ingatan)

Intellectual Skills

- discrimination (membedakan)

- concepts (mengelompokkan)

- rules (hubungan antarkonsep)

- higher order rules (aturan/prinsip baru)

Taksonomi Bloom

Knowledge (mengingat, menghafal)

Comprehension (menerjemahkan)

Application (menerapkan)

Analysis (memecah konsep menjadi bagian-bagian)

Synthesis (menggabungkanbagian-bagian menjadi suatu kesatuan)

Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berpikir seseorang

itu unik, yang disebut sebagai executive control (kontrol tingkat

tinggi). Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi

bidang ilmu tertentu, karena merupakan keterampilan berpikir

mahasiswa secara internal dan dapat diterapkan dalam berbagai

bidang ilmu.

Pembentukan pengetahuan dalam diri (otak) seseorang dapat digambarkan

dalam bagan

Model dasar belajar dan ingatan dari Gagne sepertu berikut :

EXECUTIVE CONTROL EXPECTANCIES

E F F E

C T O

R S

R S E E R SHORT LONG C N E TERM TERM E S G MEMORY MEMORYP O I

T R SO Y T

RESPONSEGENERATOR

ENVIRONMEN

R E S R

MODEL DASAR BELAJAR DAN INGATAN ( GAGNE )

III. LATAR BELAKANG

Strategi Kognitif didasarkan pada : Paradigma konstruktivisme, teori metacognition, dan pengalaman di lapangan (reflection in action)

III. 1 Paradigma konstruktivisme

Proporsi paradigma konstruktivisme dapat diterjemahkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih operasional, sebagai berikut:

1. Kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, pengetahuan dan keterampilan, serta intuisi setiap orang akan sangat berpengaruh terhadap strategi dan kemampuan orang tersebut dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.

2. Permasalahan yang dihadapi setiap orang tidak pernah dapat dipisahkan dari konteks situasinya. Strategi dan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah-masalah tersebut adalah unik.

3. Jika dikumpulkan strategi-strategi yang digunakan masing-masing orang dalam masalah tertentu, maka akan terlihat adanya pola dasar yang sama (generalizable pattern) dari strategi tersebut. Pola dasar teresebut diperlukan dan dapatdipelajari oleh orang (mahasiswa) lain, untuk menjadi bekal dasar dalam memecahkan masalah.

Keberhasilan mahasiswa untuk memecahkan masalah di lapangannantinya merupakan indikasi penguasaan strategi kognitif olehmahasiswa tersebut yang terdiri dari pola dasar yang telahdipelajarinya, dan dipengaruhi oleh kepercayaan, nilai dan norma,motivasi, kemampuan dan keterampilan, serta intuisi mahasiswatersebut dalam suatu konteks situasi.

III.2 Teori Metacognition

Metacognition, yang melandasi strategi kognitif merupakan

keterampilan mahasiswa dalam mengatur dan mengontrol proses

berpikirnya (Preisseisen, 1985), meliputi :

1. Keterampilan pemecahan masalah (problem solving), yaitu

keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya

untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis

informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan

memilih penyelesaian masalah yang efektif.

2. Kemampuuan pengambilan keputusan (decision making), yaitu

keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya

untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa

pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan

kebaikan dan kekurangan setiap alternatif, analisis

informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik

berdasarkan alasan-alasan yang rasional.

3. Kemampuan berpikir kritis (critical thinking), yaitu

keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya

untuk menganalisis argumen dan memberikan interpretasi

berdasarkan persepsi yang sahih melalui “logical

reasoning” , analisis asumsi dan bias dari argumen, dan

interpretasi logis.

4. Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), yaiyu

keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya

untuk menghasilkan suatu ide yang baru dan konstruktif,

berdasarkan konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang rasional

maupun persepsi dan intuisi individu.

Keterampilan-Keterampilan tersebut tidak terpisah melainkan

terintegrasi satu dengan yang lain. Jadi pada saat bersamaan

ketika mahasiswa menggunakan strategi kognitifnya untuk

memecahkan masalah, dia juga menggunakan keterampilannya untuk

mengambil keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

III.3 Reflection in Action

Prinsip refleksi dari pengalaman-pengalaman praktisi profesional

dalam pemecahan masalah-masalah yang pernah dihadapi untuk

memecahkan masalah baru (praktisi-praktisi tersebut dikenal

dengan nama reflective practitioners) disebut prinsip reflectioan in action

(Schon, 1982) merupakan salah satu prinsip yang melandasi

Strategi Kognitif

Seorang praktisi yang profesional akan berpikir tentang apa yang

dilakukannya, bahkan kadang-kadang sambil melakukan aksinya. Cara

tersebut akan menjadi awal baginya untuk mencoba menyadari apa

yang terjadi, apa respon atau reaksinya terhadap kejadian

tersebut dan bagaimana ia dapat menyimpulkan apa masalah

sesungguhnya. Pada saat itu, seorang praktisi profesional

terlibat dalam pengaturan dan pengontrolan kognisinya secara

intensif. Tidak jarang akan terlibat dalam situasi yang

meragukan, problematik, atau membingungkan. Ketika ia berusaha

untuk keluar dari keraguan, problematika, dan kebingungan

tersebut ia merefleksikan apa-apa yang telah pernah dilakukannya

dalam aksi-aksi sebelumnya untuk kemudian dipilah, diatur, dan

diorganisasikan untuk dilakukan dalam aksi-aksi berikut. Proses

ini dikenal dengan nama reflection in action, yang merupakan proses

operasional utama dalam seseorang menggunakan strategi kognitif.

Bragar dan Johnson (1993) mengatakan bahwa seseorang belajar

melalui apa yang dilakukannya dan kemudian mengkaji ulang apa

yang telah dilakukannya tersebut. Perilaku yang direfleksikannya,

artinya telah dikaji ulang dan diatur kembali, akan memberikan

suatu pengertian baru yang akan menjadi petunjuk bagi terjadinya

perilaku-perilaku berikutnya. Proses pembelajaran strategi

kognitif merupakan proses reflection in action, yang didasarkan pada

teori Experential Learning Cycle dai David Kolb. Teori Experential Learning

Cycle dari David Kolb dapat digambarkan sebagai berikut:

Contoh : (Experiental Learning Cycle, David Kolb)

Experiental Learning (David Kolb)

Window of the world

(Pengalaman Konkrit)

Refleksi

Implementasi

Finding Out(Penemuan)

Talking Action(Penerapan)Konseptualisasi

Berdasarkan teori ini proses belajar dimulai dari pengalaman

konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut diteflekdikan

secara individual. Dalam proses refleksi, seseorang akan berusaha

memahami apa yang terjadi atau apa yang dialami. Refkesi ini

menjadi dasar proses kenseptualisasi atau proses pemahaman

prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta

perkiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi dan konteks yang

lain atau baru. Proses implementasi merupakan situasi dan konteks

yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang.

Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses

penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan

implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking

action). Proses keseluruhan ini terjadi berulang-ulang sehingga

setiap action yang dilakukan seseorang merupakan hasil refleksi

dari pengalaman atau kejadian yang dialami.

IV. STRATEGI KOGNITIF VS. KETERAMPILAN INTELEKTUAL

Strategi kognitif berbeda dengan keterampilan intelektual yang

disebut "intelectual skills” (dalam taksonomi Gagne) atau aplikasi

dalam taksonomi Bloom. Keterampilan intelektual lebih

berorientasi kepada interaksi mahasiswa sebagai individu dengan

lingkungan belajarnya, yaitu dengan angka, kata-kata, simbol,

rumus, prinsip, prosedur, dan lain-lain. Dengan keterampilan

intelektual, mahasiswa mampu mengerjakan (how to) sesuatu dengan

fakta yang dimilikinya. Sedangkan strategi kognitif, merupakan

kemampuan mahasiswa untuk mengontrol interaksinya dengan

lingkungan. Contohnya, mahasiswa menggunakan strategi kognitif

untuk membaca artikel di majalah ilmiah. Apa yang dipelajarinya

dari artikel tersebut mungkin Cuma fakta, rumus-rumus, atau

penerapan teori. Namun, untuk menyeleksi informasi yang

dibacanya, memberikan kode terhadap informasi yang direkam

dipikirannya, dan menemukan kembali informasi tersebut untuk

keperluan lain, merupakan strategi kognitif. Dalam hal tersebut,

mahasiswa mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang

sudah dibaca dan dipelajarinya, dan untuk memecahkan masalah.

Strategi kognitif merupakan cara mahasiswa untuk

mengorganisasikan dan mengontrol proses belajarnya, dan juga

berproses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.

Jika mahasiswa menghadapi suatu masalah baru, diharapkan

mahasiswa dapat menanganinya dengan mempergunakan informasi dan

fakta-fakta, serta keterampilan intelektual yang pernah

dipelajarinya. Namun, belum mencukupi, karena mahasiswa perlu

mempunyai strategi untuk dapat menangani masalah baru tersebut.

Diharapkan, mahasiswa akan dapat memilih cara penanganan masalah

yang tepat dari berbagai strategi alternatif. Keunikan dan

kebenaran proses berpikir mahasiswa ditentukan oleh ketepatan

pemilihan strategi untuk menangani masalah baru tersebut.

V. PENGEMBANGAN STRATEGI KOGNITIF

Strategi kognitif berkembang dalam waktu yang cukup lama dan

panjang sebagai hasil dari pendidikan. Dalam hal ini, proses

belajar merupakan proses yang penting dalam pengembangan strategi

kognitif seseorang. Menurut Socrates dan John Dewey, belajar

merupakan suatu kegiatan atau sesuatu yang dilakukan secara

mental dan/atau fisik yang diikuti dengan kesempatan

merefleksikan hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku

tersebut. Strategi kognitif dikembangkan melalui proses refleksi

perilaku ketika mahasiswa menghadapi masalah.

West, Farmer, dan Wolf (1991) mengatakan bahwa dosen dapat

mengembangkan strategi kognitif dalam proses penyampaian materi

bidang ilmu (content), mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa

dalam penyajian materi bidang ilmu, menggunakan strategi kognitif

untuk menyampaikan materi bidang ilmu ilmu. Strategi kognitif

dikembangkan secara terpadu dengan penyajian mata kuliah bidang

ilmu, tidak secara terpisah.

Dosen dapat mengembangkan strategi kognitif mahasiswa :

1. dalam proses penyampaian materi bidang ilmu (content)

2. mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa pada waktu

menyajikan materi bidang ilmu

3. menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan bidang ilmu

4. Strategi Kognitif dikembangkan secara terpadu dengan

penyajiam mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.

VI. JENIS-JENIS STRATEGI KOGNITIF

Gagne (1984) mengidentifikasi strategi kognitif berdasarkan alur

proses instruksional mulai dari memperhatikan (attending),

mengolah stimulus ( encoding), mencari kembali informasi

(retrieval), dan berpikir. Untuk setiap tahap mahasiswa dapat

menggunakan strategi kognitif yang berbeda-beda.

West, Farmer dan Wolff (1991) menjelaskan adanya 4 keluarga besar

strategi kognitif, yaitu Chnkung, Spatial, Bridging, dan

Multipurpose.

1. Chunking, merupakan strategi mengorganisasikan sesuatu

secara sistematis melalui proses mengurutkan (order),

mengklasifikasi (classify, dan menyusun (arrange). Chunking

dapat membantu seseorang untuk mengolah data yang sangat

banyak atau proses yang sangat kompleks. Melalui chunking,

seseorang memilah-milah materi kuliah atau masalah menjadi

bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian menyusun bagian-

bagian tersebut secara berurut.

2. Spatial merupakan suatu strategi untuk menunjukkan hubungan

antar hal yang satu dengan yang lain. Dalam kategori ini

termasuk “frames” (tabel) dan “concept maps” (peta konsep)

3. Bridging merupakan strategi untuk menjembatani pemahaman

seseorang melalui “metafor” (perumpamaan), analogi dan

advance organizer. Metafor dan analogi merupakan strategi

pengandaian yang dapat menjembatani suatu konsep baru dengan

menggunakan konsep yang sudah dipahami sebelumnya. Advance

organizer merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau

ringkasan tentang konsep-konsep dasar materi yang harus

dipelajari, hanya dapat dibuat oleh dosen untuk memudahkan

mahasiswa belajar.

4. Mulitpurpose merupakan strategi kognitif yang dapat

digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal,

imagery, dan mneumoncs (jembatan keledai). Rehearsal

merupakan cara untuk untuk mereviu materi, bertanya,

mengansipasi pertanyaan dan materi, yang hanya dapat

dilakukan oleh mahasiswa, dosen dapat memberikan waktu agar

mahasiswa dapat melakukan rehearsal. Imagery (membayangkan)

merupakan proses visualisasi suatu konsep, kejadian,

ataupun prinsip. Mneumonics merupakan alat bantu untuk

mengingat, misalnya singkatan.

JENIS STRATEGI KOGNITIF

Chunking Spatial Bridging Multipurpose

FramesConceptsMapping

AdvencerOrganizer Metaphor

Rehearsal Mneumonics

Imagery

SpaceandTime

Classification

VII. CONCEPT MAPPING

“Concept mapping” atau “pattern noting” (Peta Kognitif)ialah cara

yang dapat digunakan dosen untuk membantu mahasiswa

mengorganisasikan materi perkuliahan berdasarkan arti dan

hubungan antar komponennya. Hubungan antara satu konsep atau

informasi dengan konsep yang lain disebut proposisi. Peta

kognitif juga dapat berfungsi sebagai peta visual Yang

menggambarkan berbagai cara untuk mengartikan suatu konsep

berdasarkan proposisinya.

Peta Kognitif biasanya dimulai dengan suatu konsep utama, yang

mungkin merupakan topik penting dalam suatu matakuliah atau suatu

masalah.

Menurut Jonassen (1987), peta kognitif merupakan teknik yang

dikembangkan oleh Buzan (1974) untuk mengorganisasikan dan

menyusun informasi yang menunjukkan keterkaitan antara satu

informasi dan informasi lain. Hubungan antara satu konsep ’atau

informasi’ dengan konsep yang disebut preposisi (Novak & Gowin,

1984). Peta kognitif dapat memperlihatkan arti suatu konsep

berdasarkan preposisi konsep tersebut dengan konsep-konsep

lainnya. Dengan demikian, peta kognitif dapat didefinisikan

sebagai alat yang skematis untuk menunjukkan arti suatu konsep

berdasarkan proposisi. Peta kognitif juga dapat berfungsi menjadi

peta visual yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartikan

suatu konsep berdasarkan preposisinya.

Jonassen (1987) mengartikan peta kognitif sebagai teknik untuk

menggambarkan susunan dan hubungan antar ide atau konsep dalam

pikiran seorang individu. Dalam perkuliahan, peta kognitif dapat

digunakan untuk menggambarkan susunan dan hubungan antarkonsep

yang sudah dimiliki mahasiswa dan yang baru dipelajarinya. Peta

kognitif merupakan refleksi dari konsep-konsep dan preposisinya

yang sudah dikuasai oleh mahasiswa. Peta kognitif hanya berlaku

pada saat peta tersebut dibuat oleh seorang mahasiswa, karena

pada saat yang lain, ketika mahasiswa sudah mempelajari konsep-

konsep lain, maka akan mempunyai peta kognitif yang berbeda.

Peta kognitif biasanya dimulai dengan satu konsep utama. Konsep

utama tersebut mungkin merupakan topik yang terpenting dalam satu

mata kuliah, atau hal yang terpenting dalam satu masalah. Selain

konsep utama, ada lagi konsep-konsep lain yang berhubungan dengan

konsep utama. Proposisi antarkonsep tidak sama, oleh sebab itu

peta kognitif juga memperlihatkan beraneka ragam proposisi antar

konsep.

VII.1 Definisi

Proses mahasiswa menyusun proposisi suatu konsep dengan konsep

lainnya dalam membuat peta kognitif merupakan pengaturan proses

berpikir dan merupakan strategi kognitif mahasiswa.

Kegunaan Peta Kognitif :

1. MENYUSUN ALUR KONSEP ATAU IDE DALAM PERKULIAHAN ATAU BUKU MENJADI SUATU “ CONTENT MAP ” ATAU PETA

SAJIAN.

2. MENGINVENTARISASI IDE-IDE YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANALISIS TUGAS

3. MERANGKUM SUATU LAPORAN ATAU BACAAN

4. MENGORGANISASIKAN BERBAGAI KEGIATAN

5. MENGORGANISASIKAN MATERI PERKULIAHAN UNTUK UJIAN

6. MENEMUKAN KEMBALI INFORMASI DALAM PIKIRAN INDIVIDU

7. MERUPAKAN SALAH SATU CARA UNTUK MENUNJUKKAN JARINGANKERJA

8. MENGEVALUASI SERAPAN MAHASISWA TERHADAP MATERI PERKULIAHAN SEBELUM MAUPUN SESUDAH PERKULIAHAN

9. ALAT DIAGNOSTIK KESUKARAN BELAJAR MAHASISWA

Prosedur Pemetaan Kognitif

1. Menentukan satu konsep utama

Sediakan kertas kosong dan alat tulis, kemudian tentukan

konsep utama untuk peta kognitif. Dalam latihan, penentuan

konsep utama dapat dilakukan oleh dosen atau dilakukan

bersama-sama dengan mahasiswa. Konsep utama mewakili topik

utama dari perkuliahan yang baru saja berjalan, topik utama

suatu tugas karya tulis, topik utama suatu bacaan (buku

atau artikel). Tuliskan topik utama dalam kotak dan

tempatkan di bagian tengah kertas!

2. Menentukan isu Utama

Pusatkan pikiran pada konsep utama dan identifikasi isu-isu

yang paling utama yang berhubungan dengan konsep utama. Isu

terdiri dari konsep lain dan proposisi yang berhubungan

dengan konsep utama. Pilihlah hanya isu yang paling utama

saja, yaitu isu yang paling penting berhubungan dengan

konsep utama. Kemudian, tuliskan konsep-konsep tersebut

terhadap konsep utama. Setelah gambar jadi, pikirkan adakah

isu utama yang belum dicantumkan?

3. Identifikasi Subisu

Untuk selanjutnya, identifikasi sub-isu yang berhubungan

dengan setiap isu utama. Tuliskan konsep-konsep yang

terdapat dalam subisu, gambarkan dan tunjukkan proposisi

konsep-konsep tersebut terhadap isu utama. Setelah gambar

jadi, perhatikan adakah subisu yang belum dicantumkan?

Proses identifikasi sub-isu dapat dilanjutkan dengan

pengidentifikasian sub-subisu, dan seterusnya sampai

dianggap cukup.

4. Review

Perhatikan peta yang sudah jadi, apakah ada proposisi

antarkonsep yang belum ditulis atau terlewat, dan apakah ada

konsep yang belum dicantumkan?

Keterampilan untuk menyusun peta kognitif memerlukan

kemampuan untuk dapat berpikir spatial (fragmentaris) di

samping juga penguasaan pola pikir holistic ‘menyeluruh’.

Contoh peta kognitif memerlukan kemampuan untuk mata kuliah

Sastra

Ada dua faktor penting yang dapat mempengaruhi proses

belajar mahasiswa dalam mempelajari keterampilan strategi

kognitif, yaitu :

KECEPATAN BELAJAR YANG EFEKTIF

Seringkali dosen mengelola perkuliahan dengan kecepatan yang

tinggi, sehingga mahasiswa terbiasa untuk menjadi impulsive

‘bertindak reaktif terhadap sesuatu’. Jika dosen mengajukan

pertanyaan, maka dosen mengharapkan mahasiswa untuk segera

menjawabnya, dan akan meminta mahasiswa yang pertama menunjukkan

jari untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kecepatan yang tinggi

berguna dalam beberapa hal, seperti mengukur pengetahuan

mahasiswa (ingatan dan pemahaman) dan menyebabkan mahasiswa terus

memperhatikan dosen. Namun, kecepatan seperti itu kurang

bermanfaat bagi pengembangan strategi kognitif mahasiswa.

Mahasiswa memerlukan waktu untuk berpikir dan mengatur proses

berpikirnya. Mahasiswa perlu merefleksikan berbagai alternatif

untuk menganalisis informasi dan untuk mencapai konklusi dari

masalah atau kasus yang dihadapi. Mahasiswa juga perlu mengontrol

proses berpikirnya. Proses tersebut memerlukan waktu yang cukup.

Glatthom dan Baron (1985) mengusulkan agar dosen mau sabar

menunggu jawaban mahasiswa terhadap pertanyaannya sementara

memberi kesempatan mahasiswa untuk berpikir. Dengan demikian,

dosen perlu benar-benar memperhitungkan kecepatan belajar yang

efektif bagi mahasiswa untuk dapat menguasai keterampilan

strategi kognitif.

UMPAN BALIK

Umpan balik merpakan faktor yang paling penting bagi mahasiswa

untuk mempelajari keterampilan strategi kognitif. Umpan balik

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan motivasi mahasiswa

untuk mempelajari keterampilan strategi kognitif. Mahasiswa perlu

diberitahu tentang pencapaian hasil belajarnya. Jika seorang

mahasiswa diharapkan memecahkan suatu masalah dengan kriteria

keaslian, kreativitas, kebaruan (innovativeness) strategi pemecahan

masalah yang digunakan, maka umpan balik yang baik perlu memberi

tahu mahasiswa tentang pencapaian mahasiswa atas kriteria yang

ditentukan, yaitu keaslian, kreativitas, dan kebaruan strategi

yang digunakan. Umpan balik juga merupakan cara untuk mengetahui

kebenaran dan ketepatan refleksi yang telah dilakukan. Refleksi

itu sendiri merupakan suatu umpan balik.

Masalah-masalah atau kasus-kasus yang disusun oleh dosen untuk

digunakan dalam perkuliahan merupakan salah satu persyaratan

untuk dapat melatihkan keterampilan strategi kognitif kepada

mahasiswa. Satu persyaratan yang lain untuk dapat melatihkan

keterampilan tersebut dengan lebih efektif adalah pemberian umpan

balik yang tepat kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa memahami

tingkat pencapaiannya.

X. PENUTUP

Strategi Kognitif merupakan metode pembelajaran yang berdasarkan

Kognitivisme. Peningkatan kualitas lulusan tidak terlepas dari

metode pembelajaran yang sesuai untuk mahasiswa. Di sinilah

strategi kognitif dapat berperan sebagai metode pembelajaran di

samping metode yang biasanya digunakan.

TUGAS LATIHAN :

PEMBUATAN PETA KOGNITIF (CONCEPT MAPPING )

Gejala Kepustakaan

diamati Ukuran dibuatkan identifikasi Sampul kertas

meliputi meliputi Ukuran huruf Urutanketikan Masalah Bab meliputi meliputi dirumuskan dipecahkan Format melalui Hipotesis berisi Metodologi mempunyai Daftar

Pustaka mempunyai diuji Laporan Karya Tulis meliputi menggunakan mempunyai Pendahuluan meliputi menggunalan Bentuk Eksperimen Bahasa Indonesia meliputi yang baik dan benar meliputi Isi meliputi Laporan

meliputi Wacana meliputi penggunaan Kesimpulan merupakan penulisan Istilah Paragraf Ragam bahasa Tatabahasa

menghasilkan

DAFTAR PUSTAKA

Behaviorism and constructivism. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/debbie/CADVANT.HTM

Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html

Constructivist theory (J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html

Dick, W. (1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational Technology, May, 41-44.

Duffy, T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for instructional technolgy? Educational Technology, May,7-12.

Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach to technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html

Khalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html

Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line].Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/

Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-

PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.

Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html

Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html