Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN DI KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
NASRULLAH
08C20101144
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2013
UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN DI KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
NASRULLAH
08C20101144
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2013
ABSTRAK
Nasrullah. Upaya Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat. Di bawah bimbingan Moenawar
Iha dan Herman Syahputra.
Hal ini dilatarbelakangi oleh pentingnya pajak bagi penerimaan negara /
peningkatan keuangan daerah. untuk mencapai tujuan yang dimaksud, maka
pemerintah melakukan berbagai macam usaha. salah satu cara yang dilakukan
pemerintah daerah yaitu dengan melakukan intensifikasi pemungutan pajak, maka
pemerintah daerah mengharapkan penerimaan pajak dapat lebih optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Upaya apa saja yang
dilakukan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kabupaten Aceh Barat. Data yang di ambil dalam penelitian ini
selama 5 tahun terakhir dari tahun 2008 sampai dengan 2012.
Adapun data yang digunakan merupakan data sekunder dan data primer
yang di peroleh dari Kantor Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
(DPKKD) Kabupaten Aceh Barat. Metode yang digunakan ialah metode
deskriptif. yaitu menjelaskan secara rinci antar variabel.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat upaya pemerintah
daerah dalam meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan. yaitu dengan
kebijakan yang dilakukan dengan pemasangan reklame, penagihan , serta
memberikan award bagi kecamatan yang sukses membayar diatas seratus persen.
Kata kunci : Pajak Bumi dan Bangunan , Wajib Pajak, Pajak.
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Judul Skripsi : UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN DI KABUPATEN ACEH
BARAT
Nama Mahasiswa : NASRULLAH
NIM : 08C20101108
Program Studi : EKP (Ekonomi Pembangunan)
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Drs. Moenawar Iha, MM
Anggota
Herman Syahputra, S.E
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Zulbaidi,MM
Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan
Yayuk EW, SE., M.Si
Tanggal Lulus : 19 Oktober 2013
Lembar Pengesahan Penguji
Skripsi dengan judul
UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DI KABUPATEN ACEH BARAT
Yang disusun oleh :
Nama : Nasrullah
Nim : 08C20101144
Fakultas : Ekonomi
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji pada tanggal 19 Oktober 2013 dan
dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Abd. Jamal, SE, M.Si .................................
(Ketua penguji)
2. Saiful Badli,SE, M.Si .................................
(Anggota Penguji I)
3. Herman Syahputra, S.E .................................
(Anggota Penguji II)
4. Bakhtiar, M.Pd .................................
(Anggota Penguji III)
Alue Peunyareng, 19 Oktober 2013
Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan
Yayuk EW,SE.,M.Si
Karya ini kupersembahkan untuk:
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila telah selesai
(dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh-sungguh (urusan) yang lain
dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap
(Qs. Alam Nasyrah: 7,9)
Ya Allah… Seizinmu kuberhasil melewati satu rintangan untuk sebuah keberhasilan
Namun kutahu keberhasilan bukanlah akhir dari perjuanganku
Tapi awal dari sebuah harapan dan cita-cita
Jalan didepanku masih panjang, masih jauh perjalananku
Untuk menggapai masa depan yang cerah
Tuk bisa membahagiakan orang-orang yang kucintai
Karya ini kupersembahkan untuk:
Ibunda tercinta Nurbayani
Aku takkan pernah lupa semua pengorbanan dan jerih payah yg engkau berikan
untukku agar dapat menggapai cita-cita dan semangat serta do’a yang kau
lantunkan untukku sehingga kudapat raih kesuksesan ini. Asaku kelak dapat
membahagiakan dirimu sampai akhir hayatmu, semoga.
Doakan aku ibu. Untuk kakak-kakakku tersayang beserta kakak dan abang iparku : Armanto, Salahudin, Henri Harahap, Malahayati, Bang Budi dan Kak Ronnie.
Untuk keponakanku tercinta: Revansyah, Revinsyah dan firly
Special untuk Isteriku Tini A.Md Tercinta:
kasih dan sayangku hanya untukmu seorang yang tak pernah lepas dari benakku.
Semoga kebersamaan kita selama ini kan jadi milik kita untuk selamanya
( You Always In My Heart)
Dengan segenap kasih sayang dan Diiringi Do’a yang tulus ku persembahkan
Karya tulis ini kepada Ibunda serta kakak ku , serta Istriku , tak lupa kepada
teman-teman ku seangkatan, yang telah membantu dan memberikan semangat
hingga terselesaikan skripsi ini.
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Nasrullah
Tempat/tanggal Lahir : Jakarta, 26 September 1988
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
No.HP : +62-812-699-202-60
Alamat Email : [email protected]
Orang Tua/Wali
Ayah : Adnan Ibrahim
Ibu : Nurbayani
B. Pendidikan Formal
1995-2001 : SD N 06 Cilamaya Jakarta.
2001-2004 : SMP N 94 Jakarta
2005-2007 : SMA N 7 Jakarta
C. Pendidikan Non Formal
2002 : Pendidikan Komputer di Boston Course Indonesia
D. Pengalaman Organisasi
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) (2008)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Upaya Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat” yang merupakan syarat
untuk menyelesaikan skripsi pada Fakultas Ekonomi.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang membantu baik
secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs.Moenawar Iha MM, selaku Dosen Pembimbing Ketua dan
Bapak Herman Syahputra S.E, selaku Dosen Pembimbing Anggota yang
telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing serta
memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang terdiri dari Bapak Abd. Jamal,
SE,M.Si , Bapak Syaiful Badli, SE, M.Si, Bapak Herman Syahputra, SE,
dan Bapak Bakhtiar, M.Pd
3. Ibu Yayuk EW, S.E. M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar.
4. Bapak Zulbaidi, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Teuku
Umar.
5. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar yang telah
memberikan ilmu serta memberikan arahan dalam penelitian ini khususnya
Ibu Suhermi,S.E,M.Si, Bapak Afni abdul manan,S.E, dan Bapak Romi
Juliansyah ,S.E
6. Ibunda Nurbayani tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat
dan kasih sayang yang tulus serta doa yang tiada hentinya.
7. Kakak tersayang Malahayati dan keponakan yang aku sayangi Revansyah,
Revinsyah, dan Firly semoga cepat besar.
8. Isteri saya tercinta Tini, A.Md yang setia mendampingi saya dan
menyemangati saya agar terus berusaha menjadi lebih baik.
9. Teman-teman saya Muliza, Joni, Vuji, Mukhtar, Usman, Iqbal, Shinta.
10. Kabid DPKKD Bapak T. Syarifudin , dan Kasie Dana Perimbangan Ibu
Cut Santi Damayanti beserta staff yang bertugas di DPKKD Kab. Aceh
Barat yang telah banyak membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.
11. Terima kasih saya ucapkan kepada Pak Arafah sebagai dosen saya maupun
sebagai guru agama saya yang telah banyak membantu saya dan
membimbing saya menjadi lebih baik.
Dengan selesainya Skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak untuk lebih
menyempurnakan penulisan skripsi ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga
diantara kekurangan dan kelemahannya masih ada manfaat yang dapat dipetik,
amin.
Meulaboh, 19 Oktober 2013
Penulis
Nasrullah
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN TUJUAN ................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP. ....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
1.4.1. Manfaat Teoritis. ................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis. ..................................................................... 7
1.5. Sistematika Penulisan ...................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pajak .............................................................................. 9 7
2.2. Fungsi Pajak ..................................................................................... 10
2.2.1 Fungsi Anggaran... .................................................................. 10
2.2.2 Fungsi Mengatur..................................................................... 11
2.2.3 Fungsi Stabilitas....................................................................... 11
2.2.4 Fungsi Redistribusi Pendapatan.............................................. 11
2.3. Jenis Pajak ....................................................................................... 12
2.3.1. Menurut Administrasi Perpajakan ......................................... 12
2.3.2.Menurut Sistem Pemungutan Pajak ........................................ 12
2.3.3. Menurut Sifat Pajak................................................................ 13
2.3.4. Menurut Kewenangan Pemungutannya ................................. 14
2.4. Tarif Pajak ....................................................................................... 14
2.5. Asas- Asas Pemungutan Pajak ........................................................ 15
2.6. Pajak Bumi dan Bangunan .............................................................. 16
2.6.1. Dasar Hukum dan Peraturan Serta Keputusan-Keputusan
yang Mengatur Pemungutan PBB. ........................................ 16
2.6.2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan ................................... 17
2.6.3. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan ......................................... 18
2.6.4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan .......................................... 18
2.6.5. Objek Pajak yang Tidak Dikenakan PBB .............................. 19
2.6.6. Dasar Pengenaan dan Perhitungan PBB ................................ 20
2.7. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan ............ 22
2.7.1.Pengertian Intensifikasi dan Ekstensifikasi PBB .................... 22
III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 24
3.2. Data Penelitian ................................................................................. 24
3.2.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 24
3.2.2 Tekhnik Pengumpulan ............................................................ 25
3.3. Model Analisis Data......................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Upaya Peningkatan Dalam Penerimaan PBB di Kab. Aceh Barat.. 26
4.2. Intensifikasi Pemungutan PBB Ditinjau dari Aspek Psikologis. .... 28
4.3. Intensifikasi Pemungutan PBB Ditinjau dari Aspek Yuridis. ......... 35
V. PENUTUP
5.1. Simpulan. ....................................................................................... 46
5.2. Saran ............................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 50
DAFTAR TABEL
1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) .......................................... 4
2. Wajib Pajak Terdaftar ................................................................................ 26
3. Luas Objek Bumi dan Bangunan ............................................................... 27
4. Wajib Pajak PBB ....................................................................................... 36
5. Hasil Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ................................ 43
6. Upaya dan Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). ............ 44
DAFTAR GAMBAR
1. Pemasangan Reklame........................................................................... 30
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara................................................................................... 50
I.PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi
oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan
nonmigas yaitu dari perpajakan. Penerimaan pajak merupakan sumber pemasukan
utama bagi negara dan merupakan pilihan yang tepat pada saat ini karena sektor
ini relatif lebih stabil terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Hal ini
perlu kita sadari mengingat kita tidak dapat lagi berharap banyak pada penerimaan
dari sektor migas, yang persediaannya semakin berkurang. Ditambah lagi dengan
situasi perekonomian dunia yang tidak stabil sehingga pengaruhnya terhadap
perekonomian Indonesia sebagai akibat adanya globalisasi ekonomi. Dari
kenyataan tersebut salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah adalah
meningkatkan penerimaan disektor perpajakan dengan memperhatikan asas
keadilan, kemampuan dan manfaat. Selain itu membayar pajak pada hakekatnya
merupakan perwujudan dari pelaksanaan kewajiban sebagai warga negara
Indonesia, juga sebagai wujud keikutsertaan dan kegotongroyongan nasional
dalam pembiayaan dan pembangunan.
Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk
mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari
masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan
ekonomi masyarakat. Sistem perpajakan selalu mengalami perubahan dari masa
kemasa sesuai perkembangan masyarakat dan negara, baik dalam bidang
kenegaraan maupun dalam bidang sosial dan ekonomi.
Salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan
pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam,
dan sumber daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang
diperoleh dari sumber - sumber pajak maupun non pajak. Penghasilan dari sumber
pajak meliputi berbagai sektor perpajakan antara lain diperoleh dari Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor
pemasukan bagi negara yang cukup potensial dan berkontribusi terhadap
pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya. Strategisnya
Pajak Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh
bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Pajak sebagai penerimaan negara tampaknya sudah jelas bahwa apabila
pajak ditingkatkan maka penerimaan negara pun meningkat, sehingga Negara
dapat berbuat lebih banyak untuk kepentingan masyarakat. Sebagai pemerataan
pendapatan masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa dikalangan masyarakat
masih banyak terdapat kesenjangan antara warga negara yang kaya dan miskin.
Pajak adalah salah satu alat untuk dapat mendistribusikan pendapatan dengan cara
memungut pajak yang lebih besar bagi warga yang berpendapatan tinggi dan
memungut pajak yang lebih rendah bagi warga yang berpendapatan lebih kecil.
Jenis pajak yang diperhitungkan pada sisi penerimaan dalam APBN antara lain
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea masuk, cukai, ekspor, pajak bumi
dan bangunan, pajak lainnya dan penerimaan bukan pajak. Khususnya untuk pajak
bumi dan bangunan sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah.
Menurut Nasuha menyatakan bahwa intensif tidaknya pemungutan pajak
(Self Assessment) dapat diukur melalui tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajiban pajaknya, dimana ada beberapa aspek yang menjadi tolak
ukur yakni aspek psikologis dan aspek yuridis. Aspek psikologis lebih melihat
kepada sampai sejauh mana aparat pajak dalam melakukan tugasnya sebagai
penyuluh, pelayanan, dan pengawas. Aspek yuridis diukur dari sampai sejauh
mana kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. (Nasuha 2004, h.34)
Untuk memenuhi tuntutan perkembangan zaman yang semakin maju,
dibutuhkan pemerintahan yang responsif dan mandiri. Sejak diberlakukannya
otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih kreatif mencari terobosan
untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Sumber-sumber pendapatan daerah
terdiri dari komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi dari
Pemerintah Pusat yang terdiri dari dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK), Pinjaman daerah dan penerimaan lain yang sah.
Pendapatan daerah dari sektor pajak termasuk dalam komponen pendapatan asli
daerah yang nilainya signifikan dibandingkan dengan sumber pendapatan lain.
Bagi pemerintah daerah pemasukan dari pembagian pemasukan PBB ini
cukup penting dalam menopang jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah, oleh karena itu dibutuhkan adanya manajemen yang baik
untuk mengendalikan penagihan PBB ini. Dan perlunya kesadaran yang baik dari
masyarakat agar ikut dapat berperan dalam melaksanakan pembangunan yaitu
dengan ikut membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
Adapun data yang diperoleh dari DPKKD Kab. Aceh Barat bahwa
penerimaan PBB selama 5 tahun terakhir di Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai
berikut :
Tabel 1
Penerimaan PBB di DPKKD Kab. Aceh Barat
Sektor
Tahun Penerimaan
*dalam
ribuan
2008 2009 2010 2011 2012
Pedesaan 94.484 113.848 123.678 128.435 160.676
Perkotaan 287.261 363.434 255.584 291.667 421.293
Perkebunan 966.244 946.764 1.932.426 795.573 2.896.91
9
Pertambanga
n 16.775.355 14.127.041
16.037.58
8 17.109.903 173.110
Jumlah 18.123.344 15.551.089 18.349.27
7 18.325.580
3.651.99
8
Sumber : Kantor DPKKD Kab. Aceh Barat
Berdasarkan tabel.1 diatas dapat kita lihat pada tahun 2012 terjadi
penurunan penerimaan PBB yang sangat tajam dikarenakan turunnya penerimaan
dari sektor pertambangan. turunnya penerimaan pada sektor pertambangan karena
sektor pertambangan merupakan bagi hasil antara pusat dan daerah dan dana
masuk kedalam perimbangan. turunnya penerimaan pada sektor pertambangan
pada tahun 2012 disebabkan oleh kurangnya usaha pemerintah daerah dalam
melakukan pendekatan kepada Provinsi Aceh. Kenyataan yang terjadi di
Kabupaten Aceh Barat, penerimaan dari sektor PBB dari tahun ke tahun masih
menunjukkan trend yang fluktuatif. Setiap tahun masih terjadi penurunan realisasi
penerimaan. Meskipun pada tahun sebelumnya masih ada kenaikan namun pada
tahun berikutnya terjadi penurunan realisasi PBB. Perolehan pemungutan PBB di
Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 2008 sampai dengan 2012 juga selalu terjadi
penurunan penerimaan PBB yang dikarenakan sektor pertambangan merupakan
dana perimbangan yang masuk melalui sektor migas dan non migas. Adanya
penurunan penerimaan PBB yang selalu terjadi setiap tahun merupakan
permasalahan rutin yang tidak mudah untuk diselesaikan. Untuk menjawab
permasalahan ini dibutuhkan strategi yang tepat untuk memberikan arah bagi
pelaksanaan kebijakan yang komprehensif dan menyentuh akar permasalahannya.
Penyusunan strategi yang tepat membutuhkan informasi yang cukup dan
akurat mengenai hambatan-hambatan dalam proses implementasi Pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat.
Permasalahan yang menyebabkan tidak optimalnya pemungutan PBB
dapat dilihat dari berbagai segi diantaranya dari segi kebijaksanaan publik yang
meliputi Formulasi maupun implementasi kebijakannya. Dari segi otoritas
pelaksana kebijakan pemungutan PBB, Kewenangan Pemungutan PBB telah
dilimpahkan oleh pemerintah Pusat kepada Bupati/Walikota melalui Keputusan
Menteri Keuangan nomor 1007/KMK/04/1995. Pelimpahan tersebut meliputi
pelimpahan mekanisme penagihannya sedangkan urusan prinsipal mengenai
pendataan subyek dan obyek pajak, penetapan besarnya nilai PBB sampai pada
pemaksaan dan sanksi masih berada pada Departemen Keuangan dalam hal ini
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan adanya pemisahan
kewenangan antara Pemerintah Kabupaten dan Kantor Pelayanan pajak, seringkali
terjadi permasalahan dan kendala dalam implementasi pemungutan PBB antara
lain :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) seringkali terlambat disampaikan
kepada masyarakat maupun tempat pembayaran.
2. Setiap ada kesalahan administratif mengenai data yang tercantum dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) harus diselesaikan melalui KP PBB.
3. Penentuan besaran pajak oleh KP PBB seringkali tidak akurat sehingga
masyarakat yang merasa tidak diperlakukan secara adil atau merasa keberatan
tidak mau melunasi PBB, sedangkan untuk mengajukan keberatan harus
dilakukan di KP PBB.
Tidak adanya penegakan hukum berupa sanksi yang tegas kepada para
penunggak PBB adalah faktor lain penyebab tidak optimalnya pemungutan PBB.
Berbagai kendala sebagaimana disebutkan diatas menyebabkan pemungutan PBB
Tidak dapat optimal dengan hasil lunas 100%, tetapi selalu menyisakan tunggakan
dari tahun ketahun.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Upaya Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Aceh Barat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah bagaimana usaha Pemerintah Daerah dalam
meningkatkan penerimaan PBB Kabupaten Aceh Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Penulis / Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan secara umum, dan kajian tentang peranan Pemerintahan Daerah
dalam meningkatkan penerimaan PBB khususnya serta dapat dikembangkan oleh
peneliti-peneliti berikutnya.
b. Bagi Lingkungan Akademik
Hasil penelitian dapat menambah manfaat bagi program studi fakultas atau
mahasiswa lain yang ingin meneliti lebih lanjut tentang penelitian tersebut dan
menambah bahan bacaaan bagi para mahasiswa di Universitas Teuku Umar.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna bagi petugas pajak/pegawai di kantor
Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah yang diberikan wewenang
untuk mengurus masalah pajak terutama mengenai upaya atau langkah dalam
meningkatkan penerimaan pajak di daerah.
1.5 Sistematika pembahasan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka penulis telah membagi
tulisan ini kedalam beberapa bagian yang meliputi :
Bagian kesatu pendahuluan, yang menjelaskan mengenai latar belakang
masalah yaitu mengapa permasalahan ini layak diangkat menjadi sebuah
penelitian yang ingin diselesaikan, kemudian identifikasi masalah yang
berdasarkan perumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah yang ada,
selanjutnya tujuan dan kegunaan penelitian yang berisi tentang jawaban yang
ingin dicari dalam permasalahan yang telah dipaparkan dalam identifikasi masalah
dan latar belakang permasalahan, kegunaan penelitian yang menjelaskan manfaat
dari penelitian ini.
Bagian kedua merupakan tinjauan kepustakaan, pada bagian ini memuat
teori–teori yang akan digunakan dalam mengkaji masalah yang telah dirumuskan
sehingga diperoleh analisis masalah yang tidak hanya berlandaskan praktek di
lapangan tapi juga di dukung oleh teori yang menunjang, seperti pengertian Pajak,
Pajak Bumi dan Bangunan dan lain-lain.
Selanjutnya bagian ketiga metode penelitian menjelaskan dimana
dilakukan penelitian, selanjutnya responden yaitu orang-orang yang akan
dijadikan data dalam penelitian, tehnik dalam pengumpulan data yaitu diantaranya
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data.
Bagian keempat hasil dan pembahasan yang terdiri dari analisis deskriptif
yaitu menggabungkan pembahasan yang terdiri dari wawancara dengan para
narasumber.
Bagian kelima simpulan dan saran, yang berisi tentang simpulan penelitian
dan saran penulis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pajak
Menurut Soamahamitjaja dalam (Pudyatmoko 2004, h.4), pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. “Istilah iuran wajib diharapkan
dapat memenuhi ciri bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama
dengan wajib pajak, sehingga perlu dihindari penggunaan istilah paksaan”.
Apabila suatu kewajiban harus dilaksanakan berdasarkan Undang-undang.
Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka sebagai konsekuensinya,
Undang-undang menunjukkan cara pelaksanaannya. Hal tersebut tidak hanya
dalam hal pajak saja, melainkan juga untuk hal-hal yang lain juga dikenal. Cara
tersebut terutama dimaksudkan untuk memaksa.
Pajak menurut Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der
Belastingen dalam (Waluyo 2008, h.3) mengatakan pengertian pajak adalah
prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang
dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal
yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Menurut Soemitro dalam pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya
yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai investasi
publik. (http://id.wikipedia.org diakses tanggal 7 Februari 2013)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur – unsur :
a. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada kas Negara yang berupa uang
(bukan barang).
b. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta
aturan pelaksanaannya.
c. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditujukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran –
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan percepatan pembangunan karena
pajak merupakan sebagai sumber pendapatan asli negara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
2.2.1 Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
2.2.2 Fungsi mengatur (regulered)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
2.2.3 Fungsi stabilitas (stability)
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efisien.
2.2.4 Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat. (http://id.wikipedia.org diakses tanggal 7
Februari 2013)
2.3 Jenis Pajak
2.3.1 Menurut Administrasi Perpajakan
pajak dapat digolongkan menjadi dua, yakni pajak langsung dan pajak tidak
langsung. Kedua pajak tersebut dapat dilihat dari segi yuridis dan segi ekonomis.
a. Pajak langsung dari segi yuridis adalah suatu pajak yang dipungut secara
periodik (setiap tahun atau setiap masa), yaitu secara berulang-ulang
berdasarkan suatu penetapan dan berkohir (Pajak yang ditentukan atau
diakhiri), ialah pajak yang dipunggut secara berulang-ulang pada jangka
waktu tertentu, Misalnya pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung dari segi yuridis adalah suatu pajak yang dipungut secara
insidenta, yaitu pada saat adanya tabbestand (berupa suatu keadaan,
perbuatan, dan peristiwa yang mengakibatkan utang pajak timbul) dan tidak
menggunakan kohir, yaitu harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dilimpahkan pada orang lain. Misalnya, bea materai, Pajak Pertambahan
Nilai atas barang dan jasa. (Mardiasmo 2006, h.5)
2.3.2 Menurut Sistem Pemungutan Pajak
Menurut (Resmi 2008, h.11) sistem pemungutan pajak dapat digolongkan
menjadi pajak subjektif dan pajak objektif :
a. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya bertitik tolak pada diri
orang/badan yang dikenai pajak, artinya pajak subjektif ini dimulai dengan
menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat-syarat objektifnya.
Misalnya, pajak penghasilan (PPh) dengan subjek PPh orang pribadi, warisan
yang belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap (Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimanan beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang 17 Tahun 2000). Setelah mereka memenuhi
syarat sebagai subjek baru, kemudian dilihat apakah mereka mempunyai
penghasilan yang memenuhi syarat untuk dikenai pajak atau tidak.
b. Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya bertitik tolak pada objek yang
dikenai pajak dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya. Dalam
pajak objektif ini, hal pertama yang harus dilihat adalah objeknya yang berupa
keadaan, peristiwa atau perbuatanyang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, barulah kemudian dicari subjeknya (orang atau badan) yang
bersangkutan langsung tanpa mempersoalkan apakah subjek itu sendiri berada
di Indonesia atau tidak. Misalnya, yang pertama kali ditentukan pajak bumi dan
bangunan (PBB) adalah objeknya, yaitu bumi dan bangunan, baru kemudian
dicari siapa yang menjadi subjek pajaknya.
2.3.3 Menurut Sifat Pajak
Jenis pajak menurut sifatnya dibagi menjadi 2 (dua) golongan:
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. (Mardiasmo 2005, h.5)
2.3.4 Menurut Kewenangan Pemungutannya
Menurut kewenangan pemungutannya, pajak dapat digolongkan menjadi
pajak pusat dan pajak daerah.
a. Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang kewenanganya berada pada
pemerintah pusat. Yang termasuk pajak pusat ini adalah Pajak
Pengahasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Bea Materai, Bea Lelang , Bea Masuk dan Bea Cukai.
b. Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada
pemerintah daerah, baik pada Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten/kota. Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang
tersebut. (Ansari 2006, h. 2)
2.4 Tarif pajak
Tarif pajak didefinisikan sebagai suatu angka tertentu yang digunakan
sebagai dasar perhitungan pajak. Ada 4 macam tarif pajak menurut (Mardiasmo
2004, h.9) yaitu :
a. Tarif sebanding (proporsional)
Adalah tarif berupa persentase tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya
nilai yang dikenai pajak.
b. Tarif tetap
Adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
c. Tarif progresif
Adalah persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif
progresif dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tarif Progresif – progresif
Adalah kenaikan persentase semakin besar
2. Tarif Progresif Tetap
Adalah kenaikan persentase tetap
3. Tarif Progresif Degresif
Adalah kenaikan persentase semakin kecil
d. Tarif degresif
Adalah persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
2.5 Asas – asas pemungutan pajak
Dalam pemungutan pajak, terdapat asas – asas pemungutan pajak yang
dikenal dengan nama the four cannos atau the four maxim (Waluyo 2005 h.13),
yaitu :
a. Equality (keseimbangan)
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan
kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah
perlindungan pemerintah. Dalam hal ini equality tidak diperbolehkan suatu
Negara mengadakan diskriminasi antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang
sama wajib pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan yang berbeda
wajib pajak harus diperlakukan berbeda.
b. Certainty (kejelasan)
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal
kompromi dalam Kompromi. Dalam asas kepastian hukum yang diutamakan
adalah mengenal subjek pajak, objek pajak , tarif pajak dan ketentuan mengenai
pembayaran.
c. Convenience of Payment (pemungutan yang tetap)
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu
saat sedekat dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan atau keuntungan yang
dikenakan pajak.
d. Economics of collections (penghematan pungutan)
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai
biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena
tidak ada artinya pemungutan pajak jika biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
penerimaan pajak yang akan diperoleh.
2.6 Pajak bumi dan bangunan
2.6.1 Dasar hukum dan peraturan serta keputusan-keputusan yang
mengatur pemungutan PBB
1. Undang–Undang No 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan
sebagaimana telah diubah denganUU no 12 tahun 1994.
2. Peraturan Pemerintah No 46 tahun 1985 tentang persentase nilai jual kena
pajak pada pajak bumi dan bangunan.
3. Keputusan Menteri Keuangan No 1002/KMK.04/1985 tentang tata cara
pendaftaran objek PBB.
4. Keputusan Menteri Keuangan No 1003/KMK.04/1985 tentang penentuan
klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaaan
PBB.
5. Keputusan Menteri Keuangan No.1007/KMK.04/1985 tentang pelimpahan
wewenang penagihan pajak bumi dan bangunan kepada gubernur Kepala
daerah tingkat I dan/atau bupati/walikota madya kepala daerah tingkat II.
(Suprianto 2011, h.34)
2.6.2 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didasarkan pada Undang –
Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 12 tahun 1994.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap objek
pajak berupa bumi dan/atau bangunan. Dan merupakan sumber penerimaan
Negara yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk
kepentingan masyarakat daerah tempat objek pajak.
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa
tambak perairan) serta laut wilayah republik Indonesia. Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat yang diusahakan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Tempat olahraga.
e. Galangan kapal, dermaga.
f. Taman mewah.
g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. (Resmi, 2011 h.230)
2.6.3 Subjek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan
yang secara nyata :
1. mempunyai suatu hak atas bumi/tanah, dan/atau,
2. memperoleh manfaat atau bumi/tanah, dan/atau,
3. memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau
4. memproleh manfaat atas bangunan. (Markus,2005 h.408)
2.6.4 Objek Pajak Bumi dan Bangunan
PBB dikenakan atas Objek Pajak berupa bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.
Bumi terdiri dari :
1. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Indonesia.
2. Tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Bangunan adalah konstruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan, seperti rumah, gedung, kantor, hotel, pabrik,
emplasemen, rig, bunker dan lain-lain. (Markus,2005 h.406)
Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik dan emplasemennya, dan lain – lain yang merupakan satu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut
b. Jalan tol
c. Kolam renang
d. Pagar mewah
e. Tempat olahraga
f. Galangan kapal, dermaga
g. Taman mewah
h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
2.6.5 Objek Pajak yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak
yang :
1. Digunakan semata – mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungnn, antara lain :
a. dibidang keagamaan, seperti masjid, gereja, wihara, dam lain – lain
b. dibidang sosial, seperti panti asuhan,
c. dibidang kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas
d. dibidang pendidikan, seperti museum, candi
e. dibidang kebudayaan nasional, seperti madrasah, pesantren, sekolah
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak;
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan. (Setiawan 2006, h. 326)
2.6.6 Dasar Pengenaan dan Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
besarnya ditetapkan selama tiga tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali
untuk daerah tertentu ditetapkan selama tiga tahun sekali sesuai dengan
perkembangan daerahnya (Setiawan 2006, h.328)
Pengertian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sesuai dengan pasal 1 angka (3)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar, dan apabila tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis
atau nilai perolehan baru atau nilai jual objek pajak pengganti.
Perbandingan harga dengan objek lain adalah suatu pendekatan/metode
penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan
objek pajak lain yang sejenis letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diketahui harga jualnya.
Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi
penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.
Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Yang menentukan NJOP disuatu tempat adalah Kepala Kantor Wilayah
PBB (Ka Kanwil PBB) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB tersebut,
dengan berpedoman pada klasifikasi yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Untuk memudahkan perhitungan PBB, maka bumi dan bangunan
dikelompokkan atau diklasifikasikan menurut nilai jualnya dan digunakkan
sebagai pedoman perhitungan PBB terutang. Dalam menentukan Klasifikasi
bumi/tanah diperhatikan faktor letak, peruntukan, pemanfaatan dan kondisi
lingkungan dan lain-lain. Sedangkan dalam menentukan Klasifikasi bangunan
diperhatikan faktor bahan yang digunakan, rekayasa, letak, kondisi lingkungan,
dan lain-lain. (Markus 2005, h.414)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2000, besarnya Nilai
Jual Kena Pajak (NJKP) serendah rendahnya 20% dan setinggi tingginya 100%
dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sedangkan besarnya pajak terutang dapat
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP).
Rumus perhitungan PBB adalah sebagai berikut :
PBB = Tarif pajak x NJKP atau
PBB = Tarif pajak x NJKP atau
PBB = 0,5% x {persentase NJKP x (NJOP – NJOTKP)}
2.7 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan
2.7.1 Pengertian Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Bumi dan
Bangunan
Dalam meningkatkan penerimaan pajak khususnya Pajak Bumi dan
Bangunan, dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan
melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan.
Pengertian Intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan adalah kegiatan
optimalisasi penggalian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap objek
serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat
Jendral Pajak (DJP). (http://www.pbtaxand.com diakses tgl 12 Februari 2013)
Pengertian ekstensifikasi pajak menurut Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE.06/Pj.9/201 adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan
jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ruang lingkup ekstensifikasi meliputi :
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan atau pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP), termasuk pemberian Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) secara jabatan kepada wajib pajak PPh orang pribadi yang
berstatus sebagai karyawan perusahaan,orang pribadi yang bertempat tinggal
disuatu wilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan,dan orang pribadi
lainnya (termasuk orang yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 128 hari dalam jangka waktu 12
bulan yang menerima atau memperoleh Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
b. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dilokasi usaha termasuk
pengukuhun sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP),terhadap orang pribadi
pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau
pembelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mall atau plaza atau
kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.
c. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan atau pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap wajib pajak badan yang berdasarkan
data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai wajib pajak
dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) baik berdomisili atau berlokasi.
Ekstensifikasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
memperbanyak objek dan subjek baru Pajak Bumi dan Bangunan yang belum di
data sebagai objek pajak dan mendata ulang objek pajak yang telah dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan untuk pembaruan datanya. Dengan demikian kita dapat
mengetahui keadaan objek pajak yang sebenarnya apakah ada kenaikan klasifikasi
objek pajak atau tidak. Dengan adanya perbaikan atau peningkatan jalan disekitar
objek pajak maka akan terjadi kenaikan klasifikasi tersebut.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini menyangkut populasi yang merupakan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat, dengan luasnya aspek penelitian,
penulis membatasi penelitian ini selama lima tahun dalam kurun waktu 2008
hingga 2012.
3.2. Data Penelitian
3.2.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tipe penelitian
deskriptif, dimana tipe ini penelitian adalah penyelidikan yang dilakukan atau satu
variabel terhadap variabel mandiri adalah jenis data primer dan data sekunder
(Wirartha 2006, h,154). Data Primer adalah data yang diproleh langsung dari
lokasi penelitian yang merupakan wawancara dengan narasumber yang berkaitan
dengan penelitian, sedangkan Data sekunder adalah data yang diperoleh baik
yang belum diolah maupun yang telah diolah, baik dalam bentuk angka ataupun
dalam bentuk uraian. Dalam penelitian ini data sekunder yang diperoleh dengan
mempelajari bahan-bahan kepustakaan yang berupa peraturan perundang
undangan dan literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder dan data primer yang di ambil dari Dinas Pengelola Keuangan dan
Kekayaan Daerah ( DPKKD) Kabupaten Aceh Barat
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan (Library Research) atau studi dokumen, untuk
memperoleh data sekunder dipergunakan studi kepustakaan, yang dilakukan
dengan cara membaca, mempelajari, mengutip, dan merangkum data yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
b. Studi Lapangan, untuk memperoleh data primer adalah dengan mengadakan
pengamatan langsung di tempat yang dijadikan obyek penelitian, mengambil
data yang diperlukan dan mengadakan wawancara yang ditujukan kepada
responden yang ditentukan secara purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel secara tunjuk.
3.3 Model Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif . Analisis deskriptif adalah analisis yang diwujudkan dengan cara
menggambarkan kenyataan atau keadaan-keadaan atas suatu obyek dalam bentuk
uraian kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari pihak-pihak yang
berhubungan langsung dengan penelitian ini. Hasil analisis tersebut kemudian
diinterpretasikan guna memberikan gambaran yang jelas terhadap permasalah
yang diajukan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Upaya peningkatan dalam penerimaan pajak bumi dan bangunan di
Kabupaten Aceh Barat
Untuk meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kabupaten Aceh Barat. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah mengupayakan
usaha usaha dengan kondisi dan permasalahan untuk mencapai sasaran yang
diinginkan. Adapun usaha Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam
meningkatkan penerimaan terlihat dari peningkatan jumlah Wajib Pajak dan
meningkatnya Luas Objek Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat.
Untuk melihat jumlah Wajib Pajak PBB di Kabupaten Aceh Barat dapat
kita lihat pada Tabel.2 Jumlah Wajib Pajak terdaftar
Tabel 2.
Wajib Pajak Terdaftar pada tahun 2008 – 2012
No Tahun Wajib pajak
1 2008 78.629
2 2009 87.691
3 2010 92.785
4 2011 94.476
5 2012 100.544
sumber : DPKKD Kab.Aceh Barat (data diolah 2013)
Berdasarkan tabel.2 diatas dapat kita lihat terdapat peningkatan yang
signifikan dalam jumlah Wajib Pajak di Kabupaten Aceh Barat setipa tahunnya ini
terlihat pada tahun 2008 wajib pajak terdaftar sebesar 78.629 dan pada tahun 2012
mencapai 100.544. Maka dengan demikian dapat di simpulkan maka akan
meningkat pula penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat.
Untuk melihat peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kabupaten Aceh Barat, perlu juga kita lihat pada Luas Objek Bumi dan Bangunan
di Kabupaten Aceh Barat. Adapun untuk melihat luas objek bumi dan bangunan
di Kabupaten Aceh Barat dapat kita lihat pada tabel.3 dibawah ini
Tabel.3
Luas Objek Bumi dan Bangunan pada tahun 2008 - 2012
No Tahun Luas Bumi (m2) Luas Bangunan (m
2)
1 2008 276.019.743 1.343.956
2 2009 304.528.904 1.475.321
3 2010 305.896.657 1.703.509
4 2011 313.272.828 1.737.217
5 2012 320.498.152 1.887.550
sumber data : DPKKD Kab. Aceh Barat ( data diolah 2013)
Berdasarkan tabel.3 diatas dapat dilihat bahwa Luas Objek Bumi pada ta
hun 2008 sebesar 276.019.743 m2 dan Objek Luas Bangunan sebesar 1.343.956
m2. Pada tahun 2012 Luas Objek Bumi meningkat secara tajam yaitu sebesar
44.478.409 m2
dan begitu juga dengan Luas Objek Bangunan meningkat sebesar
543.594 m2.
Berdasarkan wawancara dengan para narasumber pada instansi pengelola
pendapatan daerah dalam hal ini Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan
Daerah (DPKKD) Kabupaten Aceh Barat, dapat diketahui program–program
yang dilakukan dalam rangka peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) antara lain :
a. Upaya perbaikan pendapatan, yaitu memperbaiki sistem atau teknis
administrasi pajak, pencatatan, perhitungan target dan kecepatan dalam
pelayanan mulai tingkat kolektor, penagihan sampai pada tempat pelayanan
pajak.
b. Menindaklanjuti apabila terdapat keluhan dari wajib pajak.
c. Upaya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pajak bagi
pembangunan daerah.
d. Meningkatkan mutu petugas melalui pendidikan dan pelatihan baik di daerah
maupun diluar daerah.
e. Meningkatkan pengawasan pemungutan dilapangan.
f. Meningkatkan kondisi dengan instansi terkait.
4.2 Intensifikasi pemungutan PBB ditinjau dari aspek psikologis
Dalam sistem pemungutan pajak, administrasi perpajakan berperan aktif
melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan
sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan
ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan pajak. Fungsi pengawasan
memegang peranan sangat penting dalam pemungutan pajak, karena tanpa
pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah,
mengakibatkan pemungutan tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga
Wajib Pajak (WP) pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak
benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai.
Oleh karena itu dalam mengukur intensifikasi pemungutan pajak bumi dan
bangunan bukan hanya dilihat dari apakah wajib pajak patuh dalam melaksanakan
kewajibannya, akan tetapi juga dapat dilihat dari sejauh mana aparatur pajak
dalam melakukan penyuluhan, pelayanan, dan pemeriksaan.
a. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu tugas aparatur pajak sesuai yang
dijelaskan dalam Undang-Undang Perpajakan. Pembinaan masyarakat wajib pajak
dapat dilakukan melalui media massa maupun penerangan langsung kepada
masyarakat. fakta yang kita lihat saat ini , Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP
Pratama) Meulaboh bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah
melakukan penyuluhan pajak baik melalui media elektronik maupun media cetak.
sesuai dengan wawancara dari beberapa informan baik dari aparatur maupun dari
wajib pajak menyatakan hal yang sama bahwa KPP Pratama Meulaboh
bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah melakukan
penyuluhan tentang pajak.
Menurut Bapak Mukhtarudin selaku petugas dinas pendapatan :
“Penyuluhan telah dilakukan, kami didatangi beberapa instansi dan door
to door untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya melaksanakan
kewajiban sebagai WP. Kalau kami dari petugas/kolektor memberikan
penjelasan tentang pentingnya melaksanakan kewajiban sebagai WP dan
kami juga bekerjasama dengan beberapa pegawai kecamatan” (wawancara
pada tanggal 3 Juni 2013)
Selanjutnya menurut Bapak Teuku Syarifudin selaku Kabid Pendapatan
menyatakan bahwa :
“Dari Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Aceh
Barat membentuk tim pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Sektor
Pedesaan dan Perkotaan di Kecamatan Johan Pahlawan khususnya yang
bernilai potensial. yaitu dengan pemasangan reklame di jalan dan
membuat stiker serta membagikan ke masyarakat agar lebih sadar dalam
melakukan pembayaran pajak lebih tepat waktu. (wawancara tanggal 9
Oktober 2013)
Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan penyuluhan telah dilakukan
di Kabupaten Aceh Barat. Begitu pula yang dinyatakan oleh beberapa Wajib
Pajak. seperti yang dikatakan oleh Bapak Khaerudin selaku WP bahwa :
“kalau datang secara langsung, pegawai pajak tidak pernah mendatangi
saya untuk melakukan penyuluhan.Tapi kalau melihat iklan di beberapa
media, pasti sebagian besar kita sudah selalu melihat iklan layanan
masyarakat yang ditampilkan di media elektronik, ataupun reklame yang
dipasang di jalan, Saya fikir itu juga merupakan bentuk penyuluhan
perpajakan.” (wawancara pada tanggal 4 juni 2013)
Gambar 1
Pemasangan Reklame
sumber gambar : data diolah 2013
Dari wawancara di atas penyuluhan atau pembinaan merupakan salah satu
faktor penting dalam menciptakan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan
kewajiban pajaknya. Seperti yang dikatakan oleh bapak Khaerudin dengan
penyuluhan wajib pajak dapat diingatkan kembali untuk membayar pajak dengan
tepat waktu. Penyuluhan tidak hanya dapat dilakukan dengan penerangan secara
langsung, akan tetapi dengan memanfaatkan media massa dan media elektronik.
Seperti gambar.1 diatas menunjukan bahwa Dinas Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah (DPKKD) Kabupaten Aceh Barat juga telah secara aktif
melakukan iklan sebagai bentuk penyuluhan dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat wajib pajak, sebagai salah satu upaya pemerintah daerah dalam
peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan .
b. Pelayanan
Salah satu upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah memberikan
pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Peningkatan kualitas pelayanan
diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada wajib pajak. Peningkatan
kualitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam bidang
perpajakan. Paradigma baru yang menempatkan aparat pemerintah sebagai abdi
negara dan masyarakat (wajib pajak) harus diutamakan agar dapat meningkatkan
kinerja pelayanan publik.
Aparat pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan
dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepuasaan dan kepatuhan wajib pajak.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dngan cara peningkatan
kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan
kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur
seperti, penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan
kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
c. Pemeriksaan
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor
545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pemeriksaan
didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Tujuan dari pemeriksaan
adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Pemeriksaan ini penting dilakukan guna menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan atas dasar sistem pemungutan,hal
tersebut dilakukan dalam kegiatan untuk meningkatan pelayanan terhadap Wajib
Pajak dalam hal Surat Pemberitahuan (SPT) menunjukkan kelebihan pembayaran
pajak dan/rugi, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak tepat waktu yang
telah ditetapkan. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan bila terdapat bukti bahwa
Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak tidak benar,
adanya pengaduan dari masyarakat yang mengetahui kecurangan Wajib Pajak
tersebut dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maupun jika terdapat indikasi
bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penagihan pajak dimulai dengan adanya suatu pemeriksaan. Apabila
pemeriksaan sudah dilakukan, maka dikeluarkanlah surat ketetapan pajak. Tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhin kewajiban perpajakan merupakan
tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga bagi wajib pajak yang tingkat
kepatuhannya tergolong masih rendah, diharapkan dengan dilakukannya
pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-
masa selanjutnya menjadi lebih baik tingkat kepatuhannya.
Dari informasi yang penulis dapatkan di kabupaten Aceh Barat bila wajib
pajak tetap tidak mau memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak ,maka
akan diberikan sanksi pidana terhadapnya. Namun, sebelum itu dilakukan, maka
terlebih dahulu pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap Wajib Pajak tersebut.
Pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap wajib pajak sangat perlu dilakukan
demi menambah pemasukan bagi keuangan daerah yang sangat berperan terutama
dalam pembiayaan dan pembangunan daerah.
Cut Santi Damayanti selaku Kasie Dana Perimbangan dan pendapatan
lain- lain menyatakan bahwa :
“Dalam pemeriksaan WP terbagi menjadi 3 jenis yaitu : korespondensi,
pemeriksaan kantor, dan pemeriksaan lapangan. Apabila dalam penelitian
SPT terdapat kesalahan tulis, maka pemeriksa memberitahukan kepada
WP dengan surat. Namun, apabila terhadap SPT pajak yang diduga diisi
dengan tidak benar atau terdapat kesalahan pengisiian, penyelesaian
dilakukan dengan cara perbaikan kantor pelayanan pajak untuk
diverifikasi. Selanjutnya, untuk pemeriksaan yang efektif dilakukan
pemeriksaan lapangan yang dilakukan di tempat kegiatan usaha WP.
(Wawancara 12 juni 2013)
Selanjutnya untuk jangka waktu pemeriksaan, Cut Santi Damayanti
menyatakan bahwa:
“Untuk pemeriksaan kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat)
minggu dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) minggu dan jenis
pemeriksaan lapangan, jenis ini terbagi menjadi dua yaitu pemeriksaan
lapangan sederhana yang dilaksanakn selama 1 (satu) bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sedangkan pemeriksaan
lapangan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan
dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) bulan.
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pemeriksaan dilakukan
sebagai suatu tindakan pelaksanaan hukum (law enforcement) agar peraturan yang
dikeluarkan dilaksanakan dengan baik, dan merupakan alat pemerintah untuk
menguji kepatuhan Wajib Pajak baik formal maupun material. Dalam UU
Perpajakan menjelaskan bahwa dalam pengisian SPT Wajib Pajak harus
mengisinya dengan benar, jelas, dan lengkap. Ketika dalam pemeriksaan lembaran
SPT didapatkan kekurangan, maka Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan
sesuai dengan yang disampaikan oleh pemeriksa.
Dalam melakukan pemeriksaan aparat pajak harus betul-betul teliti karena
jangan sampai baik dalam pengisisan maupun penghitungan pajak oleh petugas
terjadi kesalahan, sehingga kesalahan yang terjadi akan berdampak pada
kurangnya atau lebihnya pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Menurut Ibu Cut
Santi Damayanti menyatakan bahwa:
“Saya rasa masalah dalam pemeriksaan penghitungan pajak jarang terjadi
karena perhitungan pajak itu dilakukan oleh KPP Pratama Meulaboh yang
memang sudah sangat ahli dalam bidangnya”. (wawancara tanggal 12 juni
2013)
Kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran Pajak juga sangat
bergantung dari kinerja aparat dalam melakukan tugas dan fungsinya. Dimana
dalam hal ini petugas dalam melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak harus
melakukan pendekatan agar si Wajib Pajak menjadi lebih patuh dalam
menjalankan tugasnya. Dengan adanya kerjasama yang baik dari aparat pajak dan
wajib pajak akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak.
Dari segi proses, pelaksanaan pemungutan PBB di Kabupaten Aceh Barat
telah berjalan dengan intensif. Hal ini terlihat dari penyuluhan yang telah
dilakukan oleh aparat pajak pada beberapa Wajib Pajak, selain itu juga dipasang
iklan untuk menghimbau masyarakat Wajib Pajak agar taat membayar pajak. Dari
segi pelayanan, masyarakat Wajib Pajak juga cukup puas terhadap kinerja dari
aparat pajak. Begitu pula pada proses pemeriksaaan sudah cukup baik. Fungsi dari
aparatur pajak dalam memberikan penyuluhan, pelayanan, dan pemeriksaaan
merupakan suatu proses yang berkaitan satu sama lain, terutama dalam
hubungannya dengan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak akan kewajiban
pajaknya.
4.3 Intensifikasi Pemungutan PBB ditinjau dari aspek Yuridis
Reformasi perpajakan pada tahun 1983 telah menjadi awal perubahan
terhadap sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia. Sejak
diberlakukannya pemungutan pajak (Self Assesssment) dalam Undang-Undang
perpajakan Indonesia. Peranan positif Wajib Pajak dalam memenuhi seluruh
kewajiban perpajakannya menjadi semakin mutlak diperlakukan. Agar sistem Self
Assessment berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan
hukum merupakan hal yang paling penting.
Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan melihat sampai sejauh mana
tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.
a. Pendaftaran Wajib Pajak
Peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dapat dilihat dari tabel 3
dibawah ini :
Tabel 4.
Wajib Pajak PBB pada tahun 2007 – 2012
Tahun Wajib pajak PBB
Peningkatan dalam
Persentase (%)
2007 77.646 -
2008 78.629 1,25 %
2009 87.691 10,33 %
2010 92.785 5,49 %
2011 94.476 1.79 %
2012 100.544 6,04 %
sumber : DPKKD Kab.Aceh Barat (data diolah 2013)
Peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dapat kita lihat pada tabel.4
dimana pada tahun 2012 tecatat jumlah wajib pajak PBB terdaftar mencapai
100.544 meningkat sebesar 6,04 % atau 6068 WP dari tahun 2011.. Dan dari
tahun 2010 – 2011 meningkat sebesar 1,79 % atau jumlah WP sebanyak 1691
WP. Dari data tersebut diatas dapat saya simpulkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat untuk mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak dari tahun ketahun
semakin membaik, hal ini membuktikan bahwa sistem pemungutan PBB dapat
berjalan dengan intensif dan memudahkan masyarakat untuk memenuhi
kewajiban pajaknnya karena prosedurnya yang sederhana dan mudah.
Wajib pajak yang sudah memenuhi kewajiban pajak obyektif dan
subyektifnya, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak untuk
dikukuhkan statusnya sebagai wajib pajak dengan memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak ( NPWP). Hal ini sesuai dengan UU.Nomor 28 tahun 2007 Pasal 2 Ayat (1)
“setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan wajib
mendaftar diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.
Pemungutan dikatakan Intensif jika tingkat kepatuhan Wajib Pajak
semakin baik, dan salah satu indikator peningkatan wajib pajak adalah semakin
sadarnya masyakarat untuk mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak.
b. Pelaporan SPT
Dalam Undang Undang No 28 tahun 2007 Pasal 1 dijelaskan bahwa Surat
Pemberitahuan adalah Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk untuk
melaporkan penghitungan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan /atau bukan
objek pajak, dan /atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan perpajakan. Sedangkan Surat Pemberitahuan Masa adalah
Suatu pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak , Surat
Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau
bagian tahun pajak.
Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa : “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi
Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
Direktorat Jenderal Pajak”
Untuk mengetahui apakah pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT) telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, penulis
menanyakan hal tersebut kepada para aparat yang bertugas khusus dalam
pengelolaan PBB dan DPKKD Aceh Barat. Berikut penuturan dan beberapa
informan:
Ramadhan selaku Koordinator Pelayanan DPKKD menyatakan bahwa :
“Selama ini yang kami lihat dari SPT yang masuk sebagian besar Wajib
Pajak telah melakukan pengisian SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
dan jika kemudian terjadi kejanggalan maka kepada Wajib Pajak akan
diberikan surat himbauan untuk melakukan klarifikasi terhadap kesalahan
yang dilakukan pada Kantor Pajak”. (Wawancara tanggal 10 Juni 2013)
Selanjutnya hasil wawancara Ibu Nidar selaku Wajib Pajak menyatakan
bahwa:
“Untuk masalah SPPT yang diberikan oleh petugas, saya sudah mampu
untuk menghitung sendiri karena sudah tertera pada pada surat tersebut.
(Wawancara tanggal 10 Juni 2013)
c. Penghitungan Pajak
Kemampuan Wajib Pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajaknya akan
sangat membantu aparat pajak dalam memperlancar proses pemungutan pajak.
Untuk mengetahui bagaimana kemampuan Wajib Pajak dalam menghitung
kewajiban pajaknya, berikut beberapa hasil wawancara dengan beberapa
narasumber.
Ibu Nidar selaku Wajib Pajak menyatakan bahwa :
“Sekarang ini saya sudah bisa menghitung sendiri pajak saya, karena
sebelumnya saat ada petugas pajak yang datang ke rumah, mereka
menjelaskan dengan baik cara penghitungan pajak.” (Wawancara tanggal 10
Juni 2013)
Dari pernyataan di atas jelas bahwa kemampuan Wajib Pajak dalam
melakukan penghitungan kewajiban pajaknya sudah cukup baik. Dengan
pemahaman yang lebih baik oleh Wajib Pajak, maka akan sangat membantu
aparatur pajak dalam memperlancar proses pemungutan yang intensif akan
tercapai karena Wajib Pajak akan menghitung sendiri beberapa kewajiban
pajaknya sehingga kecil kemungkinan terjadinya pembebanan pajak yang tidak
sesuai dengan penghasilan masyarakat Wajib Pajak.
d. Pembayaran Pajak
Pembayaran atau penyetoran pajak diatur pada pasal 9 UU Perpajakan No.28
tahun 2007. dimana pada ayat 1 berbunyi sebagai berikut : “Menteri Keuangan
menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang
untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak paling lama 15
(lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak”.
Selain itu juga diatur ketentuan apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran
setelah jatuh tempo maka akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan (UU No.28 Tahun 2007 Pasal
9 ayat 2a)
Hal ini juga dinyatakan oleh ibu Cut Santi Damayanti selaku Kasie PBB
DPKKD bahwa :
“Apabila wajib pajak yang terlambat membayar akan diberi sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari pokok pajak terutang
yang penagihan pajaknya berdasarkan SPPT bukan berdasarkan SKP.
Alasan pengenaan sanksi tersebut adalah agar wajib pajak PBB segera
membayar kewajibannya sehingga target anggaran yang berasal dari PBB
dapat tercapai dan terciptanya tertib administrasi bidang perpajakan serta
adanya kepastian hukum dalam hal pemilikan, penguasaan, dan atau
pemanfaatan objek PBB” (wawancara tanggal 12 Juni 2013)
Untuk lebih memperjelas alur penerapan sanksi, beliau juga memaparkan
proses pelaksanaan sanksi yaitu:
a. Setelah SPPT disampaikan oleh petugas pemungut pajak tingkat kecamatan
kepada wajib pajak, si wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya yaitu
membayar PBB-nya dalam toleransi waktu yang diberikan (6bulan).
b. Setelah itu petugas pemungut pajak tingkat kecamatan akan memberitahukan
bahwa wajib pajak dimaksud belum memenuhi kewajibannya yaitu membayar
PBB dalam waktu yang ditentukan.
c. Baru setelah itu wajib pajak akan dikenakan sanki administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan dari pokok pajak yang dihitung setelah lewat masa
toleransi pembayaran PBB (6 bulan).
Berikut ini disajikan contoh penghitungan PBB yang terlambat bayar dan
telah dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari
pokok pajak terutang.
SPPT tahun 2012 diterima pada tanggal 1 maret 2012 dengan pajak
terutang sebesar Rp. 150.000,-. Sesuai dengan ketentuan UU jatuh tempo
pembayaran PBB tersebut adalah 6 (enam) bulan setelah SPPT diterima yaitu
tanggal 31 Agustus 2012. Dalam contoh kasus ini si wajib pajak baru membayar
pada tanggal 21 Oktober 2012, jadi terlambat sebulan 20 (dua puluh) hari maka
dihitung menjadi 2 bulan.. besarnya denda yang dikenakan adalah 2 x 2% x Rp.
150.000,-= Rp.6000,-.
Jadi pajak yang harus dibayar adalah Rp.150.000 + Rp. 6000,= Rp.156.000,-
Dari ketentuan tersebut penulis kemudian menanyakan apakah Wajib
Pajak telah melakukan pembayaran atau penyetoran pajak dengan tepat waktu.
Dan berikut beberapa petikan wawancara dari beberapa informan. Menurut Bapak
Mukhtarudin menyatakan bahwa :
“Menurut kami, pada umumnya WP sudah tepat waktu dalam melakukan
pembayaran, walaupun sebenarnya sih masih ada sebagian kecil
diantaranya yang melakukan pembayaran setelah jatuh tempo biasanya
akan dikenai sanksi sesuai UU Perpajakan”. ( wawancara pada tanggal 3
Juni 2013)
Selain daripada itu, penulis juga menanyakan mengenai mekanisme
pemungutan pajak PBB yang dilakukan di Kabupaten Aceh Barat ini. berikut hasil
wawancara yang didapat dari Bapak Teuku Syarifudin Selaku Kabid Pendapatan
DPKKD Kabupaten Aceh Barat :
“Untuk masalah mekanisme pemungutan PBB, aparat dari kantor pajak
bekerjasama dengan PEMDA khususnya dengan Dinas Pengelola
Keuangan dan Kekayaan Daearah untuk mendistrisibukan koordinator
pada setiap kecamatan, dan kemudian mendistribusikan pada
gampong/desa dan kemudian aparat gampong/desa mendatangi setiap
masing-masing rumah wajib pajak untuk melaksanakan pemungutan pajak
yang harus dilunasi”. (wawancara tanggal 10 Oktober 2013)
Selanjutnya menurut Bapak Teuku Syarifudin bahwa :
“Pemerintah Kabupaten Aceh Barat juga memberikan penghargaan
(award) yaitu sebuah insentif berupa televisi dan sertifikat kepada setiap
kecamatan yang mampu membayar diatas 100% diatas target yang telah
ditetapkan. Penghargaan tersebut akan diberikan langsung oleh Bupati”
(wawancara tanggal 10 Oktober 2013)
Dari beberapa petikan wawancara diatas, sebagian besar wajib pajak telah
melakukan pembayaran tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan pada pasal 9
ayat (2a) bahwa jika Wajib Pajak melakukan pembayaran setelah jatuh tempo
maka akan dikenai sanksi administrasi. Dari penuturan beberapa informan jelas
bahwa pelaksanaan pemungutan PBB oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah dapat berjalan secara intensif karena sebagian besar Wajib
Pajak telah melakukan pembayaran dengan tepat waktu.
Setelah mengetahui Wajib Pajak sudah mulai sadar akan kewajiban
pajaknya perlu untuk diketahui seberapa besar peningkatan kepatuhan Wajib
Pajak dalam melakukan pembayaran setelah dilakukan proses intensifikasi
pemungutan. Penulis kemudian mencoba mencari tahu hal tersebut dengan
menanyakan kepada beberapa informan, dan berikut hasil wawancara dengan
beberapa narasumber.
Ibu Cut Santi Damayanti menyatakan bahwa :
“Jika berbicara masalah kepatuhan, untuk peningkatan setiap tahunnya,
sudah cukup bagus dan kami di Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan
Daerah melihat setiap tahunnya terjadi peningkatan.” (wawancara pada
tanggal 12 Juni 2013)
Kemudian menurut bapak Mukhtarudin bahwa :
“Dari data yang masuk memang terjadi peningkatan kepatuhan Wajib
Pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan itu sesuai
dengan bertambahnya dengan daftar wajib pajak bumi dan bangunan
setiap tahunnya” (wawancara pada tanggal 3 Juni 2013)
Untuk melihat besarnya Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel.5 dibawah ini
Tabel. 5
Penerimaan PBB tahun 2008-2012 di Kab. Aceh Barat
Sektor
Tahun Penerimaan
*dalam ribuan
2008 2009 2010 2011 2012
Pedesaan 94.484 113.848 123.678 128.435 160.676
Perkotaan 287.261 363.434 255.584 291.667 421.293
Perkebunan 966.244 946.764 1.932.426 795.573 2.896.919
Pertambangan 16.775.355 14.127.041 16.037.588 17.109.903 173.110
Jumlah 18.123.344 15.551.089 18.349.277 18.325.580 3.651.998
Sumber : Kantor DPKKD Kab. Aceh Barat (data diolah 2013)
Berdasarkan data tabel.5 diatas dapat kita lihat pada tahun 2012 terjadi
penurunan penerimaan PBB yang sangat tajam dikarenakan turunnya penerimaan
dari sektor pertambangan. turunnya penerimaan pada sektor pertambangan karena
sektor pertambangan merupakan bagi hasil antara pusat dan daerah dan dana
masuk kedalam perimbangan. turunnya penerimaan pada sektor pertambangan
pada tahun 2012 disebabkan oleh kurangnya usaha pemerintah daerah Kabupaten
Aceh Barat dalam melakukan pendekatan kepada Provinsi Aceh.
Untuk melihat upaya dan hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan di
Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel. 6 dibawah ini :
Tabel.6
Upaya dan Hasil Penerimaan 2008 – 2012 (dalam ribuan rupiah)
No Tahun Upaya Hasil Penerimaan
1 2008
a.Penyuluhan,
b.Pelayanan,
c.Pemeriksaan(Pemungutan)
Rp. 18.123.344
2 2009
a.Penyuluhan,
b.Pelayanan,
c.Pemeriksaan(Pemungutan)
Rp. 15.551.089
3 2010
a.Penyuluhan,
b.Pelayanan,
c.Pemeriksaan(Pemungutan)
Rp. 18.349.277
4 2011
a.Penyuluhan,
b.Pelayanan,
c.Pemeriksaan(Pemungutan)
Rp. 18.325.580
5 2012
a.Penyuluhan,
b.Pelayanan,
c.Pemeriksaan(Pemungutan)
Rp 3.651.998
Berdasarkan data pada tabel.6 di atas dapat dilihat penerimaan tertinggi
terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp . 18.123.344 dan penerimaan terendah
terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 3.651.998 penurunan ini terjadi disebabkan oleh
turunnya penerimaan pada sektor pertambangan dan dapat dilihat pada tabel 5.
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Terdapat upaya Pemerintah Daerah
dalam meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh
Barat salah satu indikasinya adalah telah terjadi peningkatan kepatuhan Wajib
Pajak dalam melakukan pembayaran, dan terdapat upaya penyuluhan yang
dilakukan yaitu baik dengan pemasangan reklame maupun media cetak yang
tersebar di kabupaten aceh barat. Secara umum intensifikasi pemungutan PBB di
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah telah berjalan dengan cukup
baik, atau dengan kata lain Upaya Pemerintah Daerah dalam meningkatkan
penerimaan PBB di Kabupaten Aceh Barat telah berjalan dengan baik dan efektif
karena setiap tahunnya terjadi peningkatan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak.
Peningkatan penerimaan pajak merupakan salah satu indikasi terjadinya
peningkatan kesadaran Wajib Pajak.
5.2 Saran
Setelah memberikan Kesimpulan dari Upaya Pemerintah Daerah Dalam
Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Barat,
Maka penulis juga juga memberikan saran sebagai berikut :
1. Sosialisasi dari Pusat kepada Pemda perlu terus dilakukan terutama terkait
perencanaan Pusat, seperti tentang jadwal penerbitan peraturan pelaksana
UU dan database apa saja yang akan diserahkan kepada Pemda, agar
pemda itu mempunyai untuk kepastian untuk menentukan langkah
selanjutnya. Untuk itu, perlu segera diterbitkan SKB Menkeu dan
Mendagri untuk menjawab kebingungan Pemda akan tahapan pengalihan
PBB Pedesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah. Sedangkan sosialisasi
Pemda kepada masyarakat hendaknya juga meliputi adanya perbedaan
cara perhitungan PBB menurut UU baru, agar masyarakat dapat
memaklumi apabila terjadi kenaikan jumlah tagihan pajak.
2. Karena semua tahapan kebijakan pemungutan PBB oleh daerah
memerlukan dukungan kualitas SDM, maka transfer pengetahuan (transfer
knowledge) perlu dilakukan terhadap Pemda, mengingat pendidikan
formalnya memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Adapun
pelatihan SDM komprehensif yang dibutuhkan meliputi penilaian juru sita,
dan pengolahan data dengan materi yang dipadatkan dengan biaya yang
dapat dijangkau oleh Pemerintah Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Tunggul, 2006. Pengantar Hukum Pajak. Bayumedia. Malang.
________Keputusan Menteri Keuangan No 1002/KMK.04/1985 tentang tata cara
pendaftaran obyek pajak, pajak bumi dan bangunan
________Keputusan Menteri Keuangan No 1003/KMK.04/1985 tentang
penentuan klasifikasi dan besarnya nilai jual obyek pajak sebagai dasar
pengenaan pajak bumi dan bangunan
________Keputusan Menteri Keuangan No.1007/KMK.04/1985 tentang
pelimpahan wewenang penagihan pajak bumi dan bangunan kepada gubernur
kepala daerah tingkat I dan/atau bupati / wali kota madya kepala daerah tingkat
II
Mardiasmo, 2004. Perpajakan . ANDI.Yogyakarta
_________, 2005 Perpajakan . ANDI. Yogyakarta
_________, 2006 Perpajakan Edisi Revisi. ANDI. Yogyakarta
Markus,Muda,2005. Perpajakan Indonesia Suatu Pengantar. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta
Nasucha, Chaizi, 2004, Reformasi Administrasi Publik : Teori dan Praktik.
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
________Peraturan Pemerintah No 46 tahun 1985 tentang penetapan besarnya
persentase nilai jual kena pajak pada pajak bumi dan bangunan
Pudyatmoko, 2004. Pengantar Hukum Pajak. Edisi 2. ANDI. Yogyakarta
Resmi,Siti,2008. Perpajakan Teori dan Kasus.Edisi 4 Salemba Empat. Jakarta
________,2011. Perpajakan Teori dan Kasus.Edisi 5 Salemba Empat. Jakarta
Setiawan & Basri Musri, 2006 Perpajakan Umum, Edisi 1, PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Suprianto, Edi, 2011. Perpajakan di Indonesia, Edisi 1, Graha Ilmu Yogyakarta
________Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan
________Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang pajak penghasilan
________Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 tentang perubahan atas undang-
undang nomor 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan
________Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah
________Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 2000 tentang perubahan
atas undang-undang republik indonesia nomor 18 tahun 1997 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah
________Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas
undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan
Visimedia 2009. Pajak & Retribusi Daerah untuk Pembangunan & Kesejahtraan.
Jakarta selatan, cetakan pertama 2010.
Wirartha I Made 2006. Metodelogi Penelitian Sosial Ekonomi, Edisi 1, ANDI
offset, Yogyakarta
Waluyo, 2005. Perpajakan Indonesia Salemba Empat Jakarta.
______, 2008. Perpajakan Indonesia Salemba Empat Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki di akses kamis, 7 Februari 2013
http://www.pbtaxand.com di akses kamis. 7 Februari 2013
PEDOMAN WAWANCARA
Aspek Psikologis
a. Penyuluhan
1. Apakah penyuluhan mengenai pentingnya membayar pajak sering
dilakukan ?
2. Bagaimanakah bentuk/model penyuluhannya
3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap penyuluhan yang dilakukan ?
b. Pelayanan
4. Apakah Pelayanan yang diberikan oleh pegawai telah memberikan
kepuasan kepada masyarakat selaku wajib pajak.
5. Apakah prosedur dalam pendaftaran hingga pembayaran PBB menyulitkan
wajib pajak
6. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penerbitan SPPT PBB
c. Pemeriksaan
7. Bagaimanakah model/bentuk pemeriksaan terhadap wajib pajak.
8. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan wajib
pajak ?
9. Apakah selalu dilakukan pemeriksaan untuk memastikan SPT oleh wajib
pajak telah diisi sesuai dengan keadaan sebenarnya ?
10. apakah sering terjadi kesalahan dalam pemeriksaan ?
Aspek Yuridis
a. Pendaftaran Wajib Pajak
1. bagaimanakah alur /prosedur pendaftaran wajib pajak ?
2. Apakah terjadi peningkatan jumlah wajib pajak tiap tahunnya ?
3. Apa indikator yang menentukan jumlah wajib pajak meningkat?
b. Pelaporan SPT
4. Apakah masyarakat selaku wajib pajak telah lihai dalam pengisian dan
pelaporan SPT ?
5. bagaimanakah sikap pegawai dalam menanggapi wajib pajak yang
melakukan kesalahan dalam pengisian SPT ?
c. Penghitungan Pajak
6. Bagaimanakah kemampuna wajib pajak dalam melakukan
penghitungan pajaknya ?
d. Pembayaran Pajak
7. Bagaimana mekanisme pemungutan PBB ?
8. agaimana ketepatan waktu wajib pajak dalam membayar pajaknya ?
9. Apakah terjadi peningkatan tiap tahunnya dalam pembayaran PBB
oleh wajib pajak ?
10. Apakah ada sanksi yang diberikan kepada wajib pajak yang tidak tepat
waktu dalam membayar ?
11. Apakah yang menyebabkan masyarakat selaku wajib pajak lalai dalam
membayar PBB ?