115
PELAKSANAAN KONTRAK BAKU DALAM PEMBIAYAAN SYARI’AH MENURUT FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (DSN-MUI) TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Kasus pada Bank BJB Syariah Kantor Cabang Pembantu BSD) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: KHARISMA INGGIL WEKASANE 11140460000056 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2019 M

repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

  • Upload
    vantu

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

PELAKSANAAN KONTRAK BAKU DALAM PEMBIAYAAN SYARI’AH

MENURUT FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA

INDONESIA (DSN-MUI) TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH

(Studi Kasus pada Bank BJB Syariah Kantor Cabang Pembantu BSD)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

KHARISMA INGGIL WEKASANE

11140460000056

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2019 M

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

ABSTRAK

Kharisma Inggil Wekasane. NIM 11140460000056. “Pelaksanaan Kontrak

Baku Dalam Pembiayaan Syari’ah Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Tentang Pembiayaan Mudharabah

(Studi Kasus Pada Bank BJB Syariah Kantor Cabang Pembantu BSD)”.

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M.

Bank BJB Syariah KCP BSD selalu menerapkan prinsip-prinsip syariah

dalam pelaksanaan operasionalnya, termasuk mengenai pembiayaan mudharabah.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan sesuai atau tidaknya akad mudharabah

yang dituangkan dalam kontrak bakunya.

Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif

empiris dengan mengkaji peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penelitian

serta melakukan wawancara kepada pegawai Bank BJB Syariah KCP BSD

mengenai pelaksanaan kontrak baku dalam pembiayaan mudharabah.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa: Pertama, pelaksanaan kontrak baku

pada pembiayaan mudharabah bersifat final dan tidak bisa direvisi oleh nasabah,

hal tersebut belum sepenuhnya menerapkan asas kebebasan berkontrak karena

dalam hal pembuatan kontrak karena hampir semua klausul sudah dibakukan oleh

bank. Kedua, tinjauan hukum terhadap kontrak baku pembiayaan mudharabah di

Bank BJB Syariah KCP BSD belum sepenuhnya menerapkan peraturan Fatwa

DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah

mengenai bagi hasilnya. Bank menganggap bahwa semua mudharib memiliki

situasi dan kondisi yang sama serta di dalam klausul kontrak baku dan

penerapannya di lapangan tidak sesuai.

Kata Kunci : Kontrak Baku, Mudharabah, Fatwa DSN MUI

Dosen Pembimbing : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

vi

KATA PENGANTAR

حيمبسم هللا الرحمن الر

Alhamdulillahirabil‟alamiin, Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan nikmat iman dan Islam serta melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada seluruh umatnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini

dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan para

pengikutnya.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih terdapat banyak

kekurangan di dalamnya. Namun, peneliti berharap semoga dengan adanya skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca dan khususnya bagi

peneliti. Tidak lupa juga ucapan terima kasih untuk semua pihak yang telah

memberikan bantuan tanpa pamrih baik secara langsung maupun secara tidak

langsung. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, ucapan terima kasih ingin

penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. AM. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Sekretaris Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidatullah

Jakarta dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan

waktu, perhatian, ilmu pengetahuan serta membimbing peneliti dengan

penuh kesabaran dan keikhlasan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

dan mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya;

4. Ibu Putri selaku Supervisor, Bapak Rizky dan Bapak Ridwan selaku

Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP BSD yang sudah

menerima dan mengizinkan peneliti untuk mengambil data dan wawancara

dengan sepenuh hati;

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

vii

5. Ibu Hj. Heni selaku Ketua Koperasi Karyawan PDAM TKR Kab.

Tangerang yang sudah bersedia meluangkan waktunya di sela

kesibukannya untuk peneliti wawancara;

6. Ayah dan Ibu selaku orang tua peneliti yang selama ini mencurahkan kasih

sayangnya dan materi yang tak terhingga, serta kakak dan adik peneliti

yang selama ini memotivasi dan selalu memberikan hal positif kepada diri

peneliti;

7. Mutiara Azzahra selaku sepupu yang tak henti memberikan motivasi serta

hal-hal positif sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini;

8. Yessi Rachma Khasanah selaku teman peneliti dari semester 1 sampai

sekarang ini. Tempat mencurahkan isi hati, berbagi kebahagiaan,

kesedihan, membantu serta berjuang bersama untuk menyelesaikan skripsi

ini;

9. Arita Ambarani dan Elda Novira selaku teman sekaligus sahabat kecil

peneliti yang sudah menemani dan memotivasi peneliti dalam

mengerjakan skripsi ini;

10. Zahra, Putri, Hanita, Lisa, Tunisa, Evi, Arssy, dan (Almh.) Pinky selaku

teman, sahabat, sekaligus saudara dari bangku SMP yang tak kalah

memberikan dukungan hebat kepada peneliti sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini;

11. Ivana, Aini, Prilly selaku teman SMA sekaligus teman magang yang selalu

sedia menemani peneliti untuk melakukan hal produktif;

12. Cici, Fathur, Cahya, Lela, Huri, Dzaky, Ghaffar, Ammar selaku teman

kuliah dari semester 1 yang selalu menjadi teman main peneliti untuk

menghilangkan rasa jenuh saat sedang mengerjakan skripsi dan selalu

memberikan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini;

13. Utami, Puspa, Rahma, Nurma, Andri, Lesnida, Intan, dan Kak Repita

selaku orang-orang terdekat selama peneliti berorganisasi di Kopma UIN

Jakarta dan seluruh teman-teman Kopma UIN Jakarta 2015-2018 yang

tidak bisa peneliti tuliskan satu persatu. Terima kasih telah memberikan

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

viii

dukungan serta motivasi yang tak kalah penting kepada peneliti hingga

akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini;

14. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2014 khususnya kelas B

yang selalu berbagi informasi, pengalaman, cerita unik dan selalu

memberikan motivasi selama empat tahun terakhir;

15. Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ............................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 7

D. Metode Penulisan Skripsi ............................................................................ 9

E. Kerangka Teori dan Konseptual .................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 11

BAB II RUANG LINGKUP KONTRAK BAKU PEMBIAYAAN

MUDHARABAH ............................................................................................... 13

A. Konsep Kontrak ......................................................................................... 13

1. Pengertian Kontrak ............................................................................. 13

2. Rukun dan Syarat Kontrak ................................................................. 16

3. Asas-Asas Kontrak ............................................................................. 21

B. Kontrak Baku ............................................................................................ 27

1. Pengertian Kontrak Baku ................................................................... 27

2. Ciri-Ciri Kontrak Baku....................................................................... 30

3. Hukum Kontrak Baku Pada Pembiayaan Syariah .............................. 32

C. Pembiayaan Mudharabah ......................................................................... 34

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

x

1. Pengertian Pembiayaan ...................................................................... 34

2. Pengertian Mudharabah ..................................................................... 36

3. Jenis-Jenis Mudharabah ..................................................................... 38

4. Rukun dan Syarat Akad Mudharabah ................................................ 39

D. Review Studi Terdahulu ............................................................................ 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 46

A. Metode Penelitian ...................................................................................... 46

B. Profil Perusahaan ....................................................................................... 49

1. Sejarah Perkembangan Perusahaan .................................................... 49

2. Pembiayaan Mudharabah di Bank BJB Syariah ................................ 49

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENERAPAN KONTRAK

BAKU PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK BJB SYARIAH . 55

A. Penerapan Kontrak Baku pada Pembiayaan Mudharabah di Bank BJB

Syariah KCP BSD ............................................................................................. 55

B. Tinjauan Hukum Terhadap Kontrak Baku Pembiayaan Mudharabah di

Bank BJB Syariah KCP BSD ............................................................................ 62

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 67

A. Simpulan .................................................................................................... 67

B. Saran .......................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 74

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Kerangka Konseptual ....................................................................... 11

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Klausul Baku Pembiayaan Mudharabah di Bank BJB Syariah KCP

BSD ....................................................................................................................... 57

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sistem perbankan yang selama ini dikenal di Indonesia adalah sistem bank

konvensional yaitu sistem perbankan yang berlaku secara menyeluruh di

belahan dunia manapun. Bank konvensional ini bersifat komersiil atau

mencari keuntungan sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga

keuangan seperti penyalur dana dan sebagainya, bank dapat keuntungan dari

bunga yang harus dibayar oleh nasabah.

Sejak tahun 1992 yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang nomor 7

tahun 1992 diperkenalkan satu sistem perbankan yang sudah banyak

diterapkan di beberapa negara di Asia Tenggara yaitu perbankan syariah,

dimana bank diperkenankan untuk melakukan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip bagi hasil.

Lembaga keuangan syariah termasuk perbankan syariah hanya salah satu

aspek penunjang dalam sistem perekonomian Islam, yaitu sebagai lembaga

yang menyediakan jasa keuangan, menyalurkan pembiayaan, serta kelancaran

lalu lintas pembayaran dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi

tersebut.

Bank syariah merupakan suatu bank berasaskan antara lain: kemitraan,

keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha

perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan perbankan syariah

merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik

antara lain: pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, tidak mengenal konsep

waktu dari uang (time-value of money); konsep uang sebagai alat tukar bukan

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

2

sebagai komoditas, tidak diperkenankan melakukan kegaitan yang bersifat

spekulatif.1

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam prakteknya di lembaga

perbankan syariah telah membentuk suatu sub system, sistem pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah dilihat dari sudut pandang ekonomi bahwa

berdasarkan sifat penggunaannya dapat dibagi menjadi dua hal: Pertama,

pembiayaan produktif antara lai n pembiayaan usaha produksi terdiri dari

pembiayaan likuiditas, piutang dan persediaan modal, pembiayaan modal

kerja untuk perdagangan terdiri dari: perdagangan umum dan perdagangan

berdasarkan pesanan dan pembiayaan investasi. Kedua, pembiayaan konsumtif

baik sekunder maupun primer.

Sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang

yuridis adalah: pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan

prinsip musyarakah, pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah,

prinsip istishna dan prinsip as-salam, pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan

prinsip ijarah (sewa murni) dan ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa beli atau

sewa dengan hak opsi).2

Pembiayaan bagi hasil adalah pola pembiayaan yang mencerminkan spirit

perbankan syariah, dengan alasan adalah sebagai berikut: Pertama,

pembiayaabn bagi hasil dapat mengurangi peluang terjadinya resesi ekonomi

dan krisis keuangan. Hal ini dikarenakan bank syariah adalah institusi

keuangan yang berbasis asset (asset-based). Artinya, bank syariah bertransaksi

berdasarkan aset riil dan bukan mengandalkan pada kertas kerja semata.

Sementara disisi lain, bank konvensional hanya bertransaksi berdasarkan

paper work dan dokumen semata, kemudian membebankan bunga dengan

prosentase tertentu kepada calon investor. Kedua, investasi akan meningkat

yang disertai dengan pembukaan lapangan kerja baru. Akibatnya tingkat

1 Muhar Affandy Lubis, Aspek Hukum Perjanjian Baku dalam Pembiayaan Berdasarkan

Prinsip Syariah Ditinjau dari Undang-Undang Np. 10 Tahun 1998, (Jurusan Ilmu Hukum : skripsi Universitas Sumatera Utara, 2005), h. 3.

2 Ahmad Supriyadi, Sistem Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah (Suatu Tinjauan

Yuridis Terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia), (Jurnal Al-Mawarid Edisi X Tahun 2003), h. 42-43.

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

3

pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat akan

bertambah. Ketiga, pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya

pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang

berisiko. Hal ini akan menyebabkan berkembangnya pelbagai inovasi baru,

yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing bangsa ini. Bila ditinjau

dari sisi nasabah, nasabah akan membandingkan secara cermat antara expected

rate of return yang ditawarkan oleh bank syariah dengan tingkat suku bunga

yang ditawarkan oleh bank konvensional.3

Perjanjian merupakan suatu kegiatan untuk mengikat para pihak dalam

melakukan kerjasama. Perjanjian sering dijumpai dalam kehidpan sehari-hari

khususnya dalam kegiatan ekonomi bisnis. Perjanjian bisnis, di dalam bidang

perbankan dan ketenagakerjaan menjadi problematika tersendiri. Karena

perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan kontrak standar dalam

mengikat kerjasamanya.

Standard contract bentuknya tertulis berupa formulir-formulir yang isinya

telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen,

serta bersifal masal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang

dimiliki oleh konsumen. Kontrak ini umumnya merupakan kontrak dengan

klausul eksonerasi, artinya membatasi/membebaskan tanggung jawab salah

satu pihak (kreditur). KUHPerdata melalui pasal 1493 mengenal klausul

eksonerasi dalam hubungannya dengan kontrak jual beli. Kontrak baku

merupakan kontrak tertulis yang sudah dibakukan secara sepihak oleh pihak

kreditur dengan klausul eksonerasi.

Kontrak baku akan sangat tidak cocok jika digunakan dalam perjanjian

kerja sama yang menggunakan prinsip syariah. Karena dalam prinsip syariah

kesepakatan tidak boleh ditetapkan sepihak, sehingga berapa nisbah bagi hasil

nasabah pembiayaan haruslah jelas disepakati. Besarnya rasio bagi hasil bisa

lebih besar untuk nasabah pembiayaan atau sebaliknya dan tidak menutup

3 A. Chairul Hadi, Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah

Indonesia, (Jurnal Al-Iqtishad Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Vol. III, No. 2, Juli 2011), h. 197-198

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

4

kemungkinan nisbah bagi hasil tersebut sama bagi kedua belah pihak. Dalam

prakteknya pembagian nisbah antara bank dan nasabah pada produk jasa bank

khususnya pembiayaan mudharabah ini, dimana bank membiayai 100%,

sehingga nisbah yang diterima bank relatif lebih besar dari nasabah.

Pembagian nisbah antara bank dan nasabah memang tidak terjadi perdebatan

dalam arti terjadi kesepakatan antara bank dan nasabah.4

Semakin maraknya kontrak baku yang dipergunakan dalam transaksi

bisnis tentu menimbulkan pro dan kontra antara pakar hukum. Bagi pihak

yang kontra, beberapa pakar hukum menolak kehadiran kontrak baku karena

hal tersebut dianggap sebagai paksaan dan negara-negara common law system

menerapkan doktrin unconscionability dimana memberikan wewenang kepada

perjanjian demi menghindari hal-hal yang dirasa bertentangan dengan hati

nurani. Perjanjian baku dianggap meniadakan keadilan, karena dalam

perjanjian baku hanya salah satu pihak yang membuat isi perjanjian,

sedangkan pihak lain hanya dapat menerima atau menolak isi perjanjian.

Melihat hal tersebut, tentu menyebabkan ketimpangan kedudukan dalam

masyarakat. Di satu sisi masyarakat sebagai debitur membutuhkan hal tersebut

(pekerjaan, barang dan atau jasa) dan disisi lainnya mereka ingin menolak tapi

tidak ada jalan lain kecuali menyetujui kontrak tersebut. Unsur keterpaksaaan

dan kebutuhan mendesak inilah yang menyebabkan kontak baku tidak dapat

dihindari dan semakin dibutuhkan.5

Kemudian, selain ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat, peneliti

juga melakukan penelitian di Bank BJB Syariah KCP BSD terhadap kontrak

pembiayaan mudharabah. Peneliti melihat bahwa dalam praktiknya, setiap

transaksi pembiayaan mudharabah selalu diterapkan kontrak baku. Kontrak

tersebut telah disediakan bank untuk diiisi dan ditandatangani oleh nasabah.

4 Muhlishotu Jannati Na’im, Problematika Kontrak Baku Dalam Akad Mudharabah Di

Lembaga Perbankan Syariah, Jurnal An-Nisbah Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Vol. 03, No. 02, (April 2017), h. 372.

5 Rita Putri, Klausul-Klausul Kontrak Baku dan Model Kontrak dalam Perspektif Hukum

Islam, (Jurusan Muamalat: skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2016), h. 3.

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

5

Nasabah diberi kesempatan untuk membaca setiap klausul yang ada dalam

kontrak tersebut.

Selain kontrak tersebut sudah di bakukan, terdapat pula klausul yang

kurang sesuai dengan teori pembiayaan mudharabah itu sendiri yaitu

mengenai klausul nisbah bagi hasil dan proyeksi bagi hasil dirasa tidak sejalan

dengan prinsip syariah, karena pada teorinya nisbah bagi hasil ditentukan

menggunakan prosentase dan tidak boleh ada perhitungan di awal modal.

Tetapi, pada praktiknya bank tidak mau rugi maka dari itu bank melakukan

perhitungan di awal dengan sebutan di dalam kontrak yaitu proyeksi bagi

hasil. Menurut klausul definisi dalam kontrak tersebut, pengertian proyeksi

bagi hasil itu sendiri adalah perkiraan pendapatan yang akan diterima Bank

dari Nasabah atas Pembiayaan Mudharabah setelah perhitungan Nisbah Bagi

Hasil. Pada praktiknya, tidak ada kata istilah perkiraan, semua yang sudah

diproyeksikan adalah hasil yang sebenarnya yang harus dibayarkan oleh

nasabah. Hal tersebut membuat nasabah menjadi ragu dengan nilai-nilai

syariah yang ditetapkan pada bank syariah tersebut. Hanya saja dalam hal ini

nasabah hanya diberi pilihan untuk melanjutkan atau meninggalkan.

Dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 disebutkan bahwa

“bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan

dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi

(nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus

berdasarkan kesepakatan.” Begitu pula dalam Fatwa DSN MUI No. 115/DSN-

MUI/IX/2017 disebutkan juga bahwa “nisbah bagi hasil adalah nisbah atau

perbandingan yang dinyatakan dengan angka seperti persentase untuk

membagi hasil usaha”.6 Akad mudharabah tidak boleh ada prosentase yang

dihitung dari modal karena hal tersebut bisa dikatakan sama saja dengan

bunga/riba dan tidak boleh bagi hasil dengan hitungan angka yang pasti.

Sedangkan dalam proyeksi ini menyebabkan perhitungan angka yang pasti.

6 Lihat Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah dan

Fatwa DSN MUI No. 115/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Mudharabah.

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

6

Didasari oleh latar belakang yang telah disebutkan, peneliti merasa perlu

dan tertarik untuk menganalisis berbagai ketentuan yang harus di cantumkan

dalam kontrak baku agar tidak menimbulkan ketidakjelasan maupun

ketidakadilan, yang dituangkan dalam kontrak pembiayaan mudharabah yang

akan ditinjau menurut Fatwa DSN MUI.

Diterapkannya kontrak baku di perbankan syariah khususnya di

pembiayaan mudharabah menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat

terutama di kalangan para ahli hukum. Oleh karena itu, berdasarkan uraian

latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai permasalahan

dalam kontrak baku, dengan judul “Pelaksanaan Kontrak Baku Dalam

Pembiayaan Syari‟ah Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) Tentang Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus pada

Bank BJB Syariah KCP BSD).”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Masalah tentang pro dan kontra yang menimbulkan perbedaan

pendapat mengenai kontrak baku atau kontrak standar yang terjadi pada

pembiayaan mudharabah di Bank Syariah. Oleh karena itu, akan dikumpulkan

berbagai penyebab terjadinya masalah tersebut yang pada gilirannya nanti

akan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.

Masalah yang dapat diidentifikasikan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Tidak diberikannya kesempatan terhadap nasabah untuk memahami lebih

dalam tentang isi kontrak

b. Terdapat ketidakjelasan mengenai klausul dalam kontrak baku pada

pembiayaan mudharabah

c. Keterbatasan pemahaman pihak bank dan nasabah terhadap pentingnya

perlindungan konsumen dalam pencantuman klausul baku

d. Kurangnya informasi yang jelas dan lengkap tentang klausula baku dari

pihak bank sebagai pihak dominan

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

7

e. Rendahnya tingkat kesadaran hukum dari pihak bank maupun nasabah

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, peneliti

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya akan lebih

jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Dalam

penelitian ini, peneliti hanya akan membatasi penelitiannya pada kontrak baku

dalam perjanjian mudharabah di Bank BJB Syariah KCP BSD sebagai objek

dari penelitian. Adapun masalah yang akan diteliti adalah tentang analisis

kontrak baku dalam akad mudharabah dan ketentuan mengenai kontrak baku

itu sendiri.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah ditulis di

atas, maka peneliti merumuskan masalahnya yaitu kesesuaian syariah terhadap

kontrak baku pada akad mudharabah di Bank BJB Syariah KCP BSD.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis menguraikannya dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana penerapan kontrak baku pada pembiayaan mudharabah di

Bank BJB Syariah KCP BSD?

b. Bagaimana tinjauan hukum mengenai kontrak baku pada pembiayaan

mudharabah di Bank BJB Syariah KCP BSD menurut Fatwa DSN

MUI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

a. Untuk menjelaskan praktik penerapan kontrak baku pada pembiayaan

mudharabah di Bank BJB Syariah KCP BSD.

b. Untuk menjelaskan tinjauan hukum mengenai kontrak baku pada

pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah KCP BSD menurut

Fatwa DSN MUI.

2. Manfaat Penelitian

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

8

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai

berikut:

1) Memberikan pemikiran bagi bank syariah agar terus berkembang

sesuai dengan tuntutan masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan

nasabah.

2) Sebagai referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan kontrak baku pada pembiayaan mudharabah

di bank syariah.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai

berikut :

1) Bagi Akademisi

Menambah pengetahuan, melengkapi, dan memberikan informasi

terkait analisis terhadap kontrak baku pada pembiayaan

mudharabah di Bank BJB Syariah KCP BSD.

2) Bagi Praktisi

Menambah pola pemikiran dan motivasi kepada praktisi dalam

mengevaluasi kontrak baku pada pembiayaan mudharabah di Bank

BJB Syariah KCP BSD.

3) Bagi Nasabah Bank Syari‟ah

Memberikan dan menambah pengetahuan para nasabah Bank

Syari‟ah, khususnya para nasabah yang melakukan pembiayaan

mudharabah agar dapat membaca dengan teliti isi kontrak yang

diberikan oleh pihak bank.

4) Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat dan memberikan informasi

mengenai isi kontrak baku pada pembiayaan mudharabah di Bank

BJB Syariah KCP BSD.

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

9

D. Metode Penulisan Skripsi

Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2017.

E. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Dalam suatu penelitian diperlukan suatu kerangka berfikir secara

ilmiah, dan dilandasi oleh pola fikir yang mengarah pada suatu

pemahaman yang sama. Teori merupakan pengarah atau petunjuk dalam

penentuan tujuan dan arahan penelitian.7 Oleh karena itu untuk

memudahkan penulis ada beberapa yang harus penulis jelaskan sebagai

berikut:

Kontrak baku dalam bahasa inggris disebut dengan standard

contract yang berarti standard (tiang, kelas atau ukuran) dan contract

(perjanjian atau hubungan). Sehingga diperoleh arti bahwa kontrak baku

(standard contract) adalah perjanjian dengan menggunakan ukuran

tertentu. Ahmadi Miru berpendapat bahwa, perjanjian baku adalah

perjanjian yang klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang salah

satu pihak. Hondius memberikan definisi perjanjian baku yaitu perjanjian

dengan syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam perjanjian yang

masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tentu, tanpa membicarakan

isinya terlebih dahulu.8

Akad mudharabah menurut Fatwa DSN MUI No. 115/DSN-

MUI/IX/2017 yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modak

(malik/shahib al-mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola

7 Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Fakultas Hukum: Universitas

Indonesia, 2005), h. 17. 8 Nurul Hijri, Analisis Penerapan Kontrak Baku pada Pembiayaan Musyarakah menurut

Hukum Islam (Studi Kasus Pada Bank Syari’ah Mandiri Cabang Banda Aceh), (Jurusan Hukum Ekonomi Syariah: skripsi UIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2017), h. 7.

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

10

(„amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai

nisbah yang disepakati dalam akad.9

Pembiayaan Syariah menurut POJK No. 31/POJK.05/2014 yaitu

penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.

Prinsip syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau

pernyataan kesesuaian syariah dan Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia.10

Pembiayaan Mudharabah menurut Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-

MUI/IV/2000 yaitu pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak

lain untuk suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai

shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek

(usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau

pengelola usaha.11

Perbankan Syariah menurut UU No. 21 Tahun 2008 yaitu segala

sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.12

Untuk memudahkan dalam penelitian ini, peneliti membuat satu

kesatuan konsep rangkaian penelitian dari awal hingga akhir terhadap

masalah yang akan diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari

hasil penelitian yang sesuai dengan UU dan Fatwa DSN.

2. Kerangka Konseptual

9 Fatwa DSN MUI No. 115/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Mudharabah, h. 3.

10 POJK No. 31/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah,

Pasal 1 Ayat 5 dan 6 11

Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), h. 3.

12 UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 1 Ayat 1

KONTRAK

BAKU AKAD

MUDHARABAH

BANK SYARIAH

Kesesuaian syariah menurut

Peraturan Per Undang-Undangan,

dan Fatwa DSN MUI

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

11

Gambar 1. 1 Kerangka Konseptual

F. Sistematika Penulisan

Penulisan disusun secara sistematis menjadi lima bab yang terdiri dari

sub-sub dengan rincian sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini terdiri latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah; manfaat dan tujuan penelitian; kerangka

teori dan konseptual; dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini diawali dengan pemaparan teori-teori yang berkaitan dengan

penelitian agar tidak terjadi kerancuan pemahaman terhadap istilah-istilah dan

teori yang berkaitan dengan penelitian ini.

Bagian kedua pada bab ini yaitu pemaparan tentang studi review terdahulu

yang bertujuan untuk melihat hasil penelitian terdahulu yang pembahasannya

sama dengan penelitian ini dan untuk mencari perbedaan pada masalah yang

diangkat.

BAB III Metodologi Penelitian

Pada bagian awal bab ini memaparkan tentang berbagai metode yang

digunakan sehubungan dengan penelitian ini.

Pada bagian kedua menjelaskan secara singkat profil perusahaan, sejarah

perkembangan perusahaan, dan ketentuan-ketentuan

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bagian awal bab ini yaitu mengenai analisis secara rinci temuan-

temuan lapangan untuk dapat mengidentifikasikan praktik kontrak baku pada

pembiayaan mudharabah menurut kententuan Fatwa DSN MUI.

BAB V Penutup

Pada bab ini terdiri dari simpulan dan saran.

Kesimpulan

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

12

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

13

BAB II

RUANG LINGKUP KONTRAK BAKU PEMBIAYAAN MUDHARABAH

A. Konsep Kontrak

1. Pengertian Kontrak

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan

dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Begitu juga

dalam Burgerlijk Wetboek (BW) istilah overeenkomst dan contract

mengandung pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari

judul Buku III titel Kedua Tentang “Perikatan-Perikatan yang Lahir dari

Kontrak dan Perjanjian”.1

Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang

berjanji kepada seseorang yang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal.2 Bahwa kontrak atau perjanjian mempunyai

arti yang hampir sama. Secara singkat kontrak merupakan hukum atau kaidah

yang mengatur hubungan antara kedua belah pihak atau lebih dalam sebuah

perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Pengertian kontrak atau perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata

yang berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Namun istilah

“perbuatan” dalam kalimat tersebut dirasa belum lengkap karena perbuatan

sangat luas artinya dan bisa mencakup perbuatan melawan hukum. Untuk

memperjelas pengertian tersebut maka di cari dalam doktrin bahwa perjanjian

adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum. Kemudian Salim H.S mengatakan bahwa, “kontrak adalah hubungan

hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam

1 Agus Yudha Hernoka, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, (Jakarta: Kencana, 2014), Cet. 4, h. 13. 2 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 2005), Cet. 21, h. 1.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

14

bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi

dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan

prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.”3

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kontrak dalam hal ini menimbulkan

suatu hak dan kewajiban yang telah disepakati kedua belah pihak untuk

melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu, perjanjian juga

mengikatkan para pihak ke dalam suatu hubungan hukum yang dalam

praktiknya, kontrak biasanya sering digunakan dalam suatu bisnis dan dibuat

secara tertulis.

Dalam perjanjian, para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang

diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga

perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan

(verbintenis).4 Menurut Subekti, “perikatan adalah suatu hubungan hukum

antara dua orang atau dua pihak, pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal

dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”5

Kedua belah pihak memiliki keterikatan satu sama lainnya untuk saling

memenuhi dalam suatu perjanjian.

Kontrak mencakup nilai-nilai, asas-asas, konsep-konsep dan norma-

norma, baik yang tertulis (dalam aturan hukum positif) maupun tidak tertulis

(dalam wujud kebiasaan dan kepatutan dalam praktisi bisnis pada umumnya).6

Dalam suatu kontrak bisnis, ikatan kesepakatan di tuangkan dalam suatu

perjanjian yang bentuknya tertulis. Hal ini untuk kepentingan kelak, jika di

3 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,

2006), h. 25. 4 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,

(Jakarta: Kencana, 2014), Cet. 8, h. 39. 5 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 2005), Cet. 21, h. 1.

6 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak: Memahami Hukum Kontrak dalam Perspektif

Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), (Bandung: CV. Mandar Maju, 2012), h. 27.

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

15

kemudian hari terjadi sengketa berkenaan dengan kontrak itu sendiri, maka

para pihak dapat mengajukan kontrak tersebut sebagai salah satu alat bukti.7

Dalam hukum Islam, ada 2 (dua) istilah yang berkaitan dengan kontrak

(perjanjian), yaitu akad (al-aqdu‟) dan kata „ahd (al-„ahdu). Al-Qur‟an

memakai kata pertama dalam arti perikatan atau perjanjian, sedangkan kata

yang kedua dalam Al-Qur‟an berarti masa, pesan, penyempurnaan dan janji

atau perjanjian.8 Perikatan dapat diartikan bahwa perikatan timbul akibat

adanya perjanjian, maka akad di sini lebih tepat pada suatu perjanjian.

Kemudian kata „ahdu yang berarti keinginan para pihak untuk melakukan hak

dan kewajiban yang suda di tetapkan.

Akad dalam pandangan Islam merupakan hubungan hukum yang

mencakup semua objek akad dan tidak membedakan asal-usul akad selama

akad tersebut dibenarkan oleh hukum Islam. Oleh karena itu, istilah akad

dapat mencakup pengertian perikatan dan juga perjanjian. Namun, apabila

dicermati lebih tepat, seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa akad

merupakan perikatan yang lahir dari perjanjian, karena akad menimbulkan

hubungan hukum yang memberikan hak dan meletakkan kewajiban kepada

para pihak yang membuat perjanjian, serta mengikat bagi para pihak yang

bersangkutan.9

Hukum perikatan Islam memberikan perlindungan kepada manusia

terhadap kelemahan sifat-sifat manusia yang berpotensi untuk saling

menguasai atau melampaui batas-batas hak orang lain. Menurut pasal 1 angka

13 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, akad adalah

kesepakatan tertulis antara bank Syariah atau UUS (Unit Usaha Syariah) dan

pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak

sesuai dengan prinsip Syariah. Hal tersebut menjelaskan bahwa hukum

7 H.U. Adil Samadani, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),

h. 25. 8 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan

Implementasi), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h. 22. 9 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 14.

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

16

perikatan islam bagian dari hukum islam di bidang muamalah, yang berarti

segala sesuatu di bidang muamalah adalah boleh diadakan modifikasi selama

tidak bertentangan atau melanggar larangan yang sudah ditetapkan dalam Al-

Qur‟an dan sunah Nabi Muhammad SAW.10

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kontrak adalah suatu

perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih mengenai kesepakatan

dalam hal tertentu dan dibuat secara tertulis yang mengikatkan kedua belah

pihak. Sedangkan kontrak dalam hukum Islam adalah perjanjian yang dibuat

secara tertulis dan mengikat bagi kedua belah pihak berdasarkan prinsip-

prinsip syariah.

2. Rukun dan Syarat Kontrak

Dalam pembuatan suatu kontrak ada beberapa hal yang harus dipenuhi

yaitu rukun dan syarat. Menurut KUH Perdata rukun dan syarat tertuang

dalam syarat sahnya kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata

yaitu:

a. Kesepakatan Kedua Belah Pihak

Kesepakatan adalah kesesuaian pernyataan kehendak antara satu orang

atau lebih dengan pihak lainnya.11

Kesesuaian yang dimaksud mengenai

suatu pernyataan, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui

orang lain. Pernyataan yang baik yaitu dengan bahasa yang sempurna

secara lisan ataupun secara tertulis agar perjanjian yang dilakukan

memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang nantinya bisa

dijadikan sebagai alat bukti apabila timbul sengketa di kemudian hari.

10

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. 3, h. 4.

11 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,

2006), h. 33.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

17

Para pihak yang membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama

berada di satu tempat dan di situlah terjadi kata sepakat.12

Namun, banyak

perjanjian terjadi antara para pihak melalui surat menyurat, hal tersebut

membuat kesepakatan terjadi saat perjanjian juga terjadi.

b. Kecakapan Bertindak

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai

kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang

mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk

melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar berikut

ini:13

1) Person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan. Ukuran

kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun.

2) Rechtsperson, (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan.

Sedangkan orang yang tidak berwenang untuk melakukan

perbuatan hukum yaitu anak di bawah umur dan orang yang berada di

bawah pengampuan.

c. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek

suatu perjanjian.14

Obyek perjanjian yang dimaksud ialah suatu barang

tertentu yang harus ditentukan jenisnya. Di dalam berbagai literatur

disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok

perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa

yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan

12

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni, 2010), h. 206.

13 Agus Yudha Hernoka, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, (Jakarta: Kencana, 2014), Cet. 4, h. 184. 14

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni, 2010), h. 211.

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

18

negatif. Prestasi terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan

tidak berbuat sesuatu.15

d. Suatu Sebab yang Halal

Menurut Pasal 1335 KUH Perdata menjelaskan bahwa “suatu

perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu

atau terlarang tidak mempunyai kekuatan”. Serta menurut pasal 1337

KUH Perdata menjelaskan bahwa “suatu sebab adalah terlarang apabila

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.”

Maksud dari kedua pasal tersebut adalah bahwa suatu sebab dapat

dicapai dengan suatu itikad baik dan tidak bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Apabila hal tersebut tidak

tercapai maka perjanjian tidak akan sah dan tidak mempunyai kekuatan di

mata hukum.

Dalam ajaran Islam untuk sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi rukun

dan syarat dari suatu akad. Rukun adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk

sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan atau

petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan).16

Rukun lebih kepada unsur

yang mutlak harus dipenuhi dalam sesuatu hal, peristiwa dan tindakan.

Sedangkan syarat tertuang dalam rukun-rukun yang harus ada pada setiap

akad dan tidak dilarang oleh syara‟.

Menurut Jumhur ulama, bahwa rukun akad yaitu kesepakatan untuk

mengikatkan diri (shighat al‟aqd), pihak-pihak yang berakad (al-

muta‟aqidain/al „aqidain), objek akad (al-ma‟qud alaih/mahal al-„aqd), dan

tujuan akad (maudhu‟ al-„aqd).

a. Kesepakatan untuk mengikatkan diri (Shighat al-aqd)

15

Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 34.

16 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.

3, h. 49.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

19

Shighat al-aqd adalah cara bagaimana pernyataan pengikatan diri itu

dilakukan. Dalam literatur fiqh, shighat al-aqd biasanya diwujudkan

dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan pihak pertama

mengenai isi perikatan yang diinginkan. Sedangkan qabul adalah

pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.17

Ijab dan qabul juga bisa

tertuang dalam suatu akad. Dalam hal pelaksanaan akad maka para pihak

harus menyampaikannya secara lisan atau tertulis karena akad tersebut

dapat menimbulkan akibat hukum.

b. Pihak-pihak yang berakad (al-muta‟aqidain/al-„aqidain)

Pihak-pihak yang berakad adalah orang, persekutuan, atau badan usaha

yang memiliki kecakapan dalam melaksanakan perbuatan hukum. Menurut

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ketentuan mengenai kecakapan

hukum diatur dalam pasal 2 sampai pasal 5 sebagai berikut:18

1) Seseorang dipandang memiliki kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum dalam hal mencapai umur paling rendah 18 tahun

atau pernah menikah

2) Badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum,

dapat melakukan perbuatan hukum dalam hal tidak dinyatakan

taflis atau pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

3) Dalam hal seseorang anak belum berusia 18 tahun dapat

mengajukan permohonan pengakuan cakap melakukan perbuatan

hukum kepada pengadilan

4) Pengadilan dapat mengabulkan dan atau menolak permohonan

pengakuan cakap melakukan pebuatan hukum.

5) Orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum berhak

mendapat perwalian

17

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 28.

18 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Bandung: Fokusmedia, 2008), h. 8.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

20

6) Dalam hal seseorang sudah berumur 18 tahun atau pernah

menikah, namun tidak cakap melakukan perbuatan hukum, maka

pihak keluarga dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan

untuk menetapkan wali bagi yang bersangkutan

7) Dalam hal badan hukum terbukti tidak mampu lagi berprestasi

sehingga menghadapi kepailitan, atau tidak mampu membayar

utang dan meminta permohonan penundaan kewajiban membayar

utang, maka pengadilan dapat menetapkan kurator atau pengurus

badan hukum tersebut atas permohonan pihak yang

berkepentingan.

Selain kecakapan, adapun beberapa faktor penghalang seseorang

melakukan perbuatan hukum (melakukan kontrak Syariah) yaitu gila,

rusak akal, mabuk, tidur, pingsan, pemboros, dungu, dan utang.19

Oleh

karena itu pihak-pihak yang melakukan akad menjadi faktor utama dalam

pembuatan suatu perjanjian.

c. Objek akad (al-ma‟qud alaih/mahal al-„aqd)

Al-ma‟qud alaih/mahal al-„aqd adalah sesuatu yang dijadikan objek

akad dan dapat menimbulkan akibat hukum. Bentuk objek akad dapat

berupa benda berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk benda berwujud

seperti mobil, motor, dll. Sedangka bentuk benda tidak berwujud seperti

manfaat.20

Fathurrahman Djamil menyebutkan syarat-syarat yang harus

terpenuhi dalam objek akad, yakni telah ada pada waktu akad diadakan,

dibenarkan oleh Nash, dapat diketahui dan ditentukan oleh para pihak

yang berakad, serta dapat diserahkan pada waktu akad terjadi.21

Dalam

suatu perjanjian, objek akad biasa dikenal dengan prestasi. Di mana

terdapat hak dan kewajiban berupa hal positif dan negatif yang harus

dilakukan dan tidak dilakukan oleh orang yang berakad.

19

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 55. 20

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. 3, h. 60.

21 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 35.

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

21

d. Tujuan akad (maudhu‟ al‟aqd)

Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan

usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad.22

Dalam hukum

positif yang menentukan tujuan dalam berakad adalah undang-undang itu

sendiri, sedangkan menurut Syariah Islam, yang menentukan tujuan akad

adalah yang memberi syara‟ (al-syari‟), yaitu Allah SWT. Menurut ulama

fiqh, tujuan setiap akad hanya diketahui melalui syara‟ dan harus sejalan

dengan kehendak syara‟. Tujuan akad memperoleh tempat penting dalam

menentukan apakah suatu akad dipandang sah atau tidak.23

3. Asas-Asas Kontrak

Menurut KUH Perdata, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima)

asas. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak, asas

konsensualisme, asas kepastian hukum, asas itikad baik, dan asas kepribadian.

Berikut adalah penjelasan mengenai asas-asas yaitu:

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338

ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.”

Asas ini mengandung makna bahwa kedua pihak bebas dalam

menentukan isi perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan dan peraturan perundangan.24

Asas kebebasan

berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan

perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan

22

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 56. 23

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 38.

24 Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif

& Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 43.

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

22

persyaratan, dan menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau

lisan. 25

Dalam hukum Islam juga dikenal dengan asas al-hurriyah, asas ini

merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian Islam, dalam artian para

pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad (freedom of making

contract). Bebas dalam menentukan objek perjanjian dan bebas

menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta bebas

menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian sengketa jika

terjadi di kemudian hari.26

Islam memberikan kebebasan bagi para pihak

untuk melakukan suatu perjanjian. Kedua belah pihak ikut serta dalam

menentukan Bentuk dan isi perjanjian. Setelah itu apabila telah disepakati

bentuk dan isinya maka perjanjian mengikat para pihak yang menyepakati

dan harus dilaksanakan hak dan kewajibannya.

Menurut Fathurrahman Djamil bahwa, “Syariah Islam memberikan

kebebasan kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai dengan yang

diinginkan, tetapi yang menentukan akibat hukumnya adalah ajaran

agama.”27

Dapat disimpulkan bahwa, dalam melakukan perjanjian kedua

belah pihak bebas menentukan segala sesuatunya, namun kebebasan

tersebut tidaklah sepenuhnya bebas, melainkan selama tidak bertentangan

dengan Syariah Islam.

b. Asas Konsensualisme

Pemahaman asas konsensualisme yang menekankan pada “sepakat”

para pihak ini, berangkat dari pemikiran bahwa yang berhadapan dalam

kontrak itu adalah orang yang menjunjung tinggi komitmen dan tanggung

25

Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 9.

26 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan

Implementasi), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h. 32. 27

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 15.

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

23

jawab dalam lalu lintas hukum, orang yang beritikad baik, yang

berlandaskan pada “satunya kata satunya perbuatan”.28

Asas konsesnsualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas

konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada

umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian

antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 29

Dalam hukum Islam dikenal dengan asas kerelaan (al-ridha). Dalam

melakukan suatu transaksi hendaknya atas dasar suka sama suka atau rela

sama rela. Tidaklah dibenarkan dalam suatu perbuatan muamalah

dilakukan pemaksaan atau penipuan.30

Asas ini menyatakan bahwa kedua

belah pihak harus menyertakan unsur kerelaan di antara mereka dan bahwa

segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-

masing pihak, adanya kesepakatan dan tidak boleh ada tekanan atau

paksaan.

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan asas kepastian

hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas Pacta Sunt

Servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana

layaknya undang-undang.

28

Agus Yudha Hernoka, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2014), Cet. 4, h. 122.

29 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,

2006), h. 10. 30

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. 3, h. 36.

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

24

Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat

(1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Bahwa jika suatu kontrak sudah dibuat secara sah oleh para pihak,

maka kontrak tersebut sudah mengikat para pihak bahkan mengikatnya

kontrak yang dibuat oleh para pihak sama kekuatannya dengan

mengikatnya sebuah undang-undang yang dibuat parlemen dan

pemerintah.31

Dalam hukum Islam dikenal dengan asas Tertulis (Al-Kitabah), bahwa

setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis, lebih berkaitan dengan

kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa. Akad yang

dilakukan harus benar-benar berada kebaikan bagi pihak yang melakukan

akad, sehingga akad itu harus dilakukan secara tertulis (kitabah). Asas ini

terutama dianjurkan untuk transaksi dalam bentuk tidak tunai (kredit). Di

samping itu dalam suatu akad diperlukannya saksi-saksi, rahn (gadai,

untuk kasus tertentu), dan prinsip tanggung jawab individu.32

Dalam hal

pembuatan perjanjian tertulis, maka perjanjian tersebut akan mengikat

untuk kedua belah pihak dan akan menimbulkan kepastian hukum.

d. Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH

Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad

baik.” Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur

dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan

kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para

pihak.

31

Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 44.

32 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 27.

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

25

Terkait dengan keberlakuan asas itikad baik pada tahap pembuatan

kontrak, dapat dijelaskan bahwa jika pelaksanaan suatu kontrak

menimbulkan ketidakseimbangan atau melanggar perasaan keadilan, maka

hakim dapat mengadakan penyesuaian terhadap hak dan kewajiban yang

tercantum dalam kontrak tersebut.

Dalam praktik hukum kontrak, hakim memang menggunakan

kewenangannya untuk mencampuri isi kontrak, sehingga tampaknya itikad

baik harus ada, tidak hanya pada tahap pembuatan (penandatanganan) dan

tahap pelaksanaan kontrak, tetapi juga tahap perancangan kontrak.33

Dalam hukum Islam dikenal dengan asas kebenaran dan kejujuran

(Ash-Shidq). Perbuatan muamalah dikatakan benar apabila mendatangkan

manfaat bagi kedua belah pihak yang melakukan akad, serta bagi

masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan yang di maksud dengan

kejujuran, bahwa para pihak yang melakukan akad wajib bersikap jujur,

tidak ada penipuan dan manipulasi.34

Kejujuran merupakan hal yang harus

dilakukan oleh manusia dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam

pelaksanaan muamalah. Jika kejujuran tidak diterapkan dalam suatu akad

atau perjanjian, maka akan merusak legalitas perjanjian itu sendiri. Selain

itu jika terdapat ketidakjujuran dalam perjanjian, akan menimbulkan

perselisihan antara para pihak.35

e. Asas Kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja.

33

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak: Memahami Hukum Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), (Bandung: CV. Mandar Maju, 2012), h. 96.

34 Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 28.

35 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.

3, h. 37.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

26

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.

Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat

mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Pasal

1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya.” Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana

yang dimaksud m dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yang berbunyi: “Dapat

pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu

perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada

orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Sedangkan dalam

Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri

sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang

yang memperoleh hak dari padanya.

Terlepas dari hal di atas, asas-asas dalam hukum Islam yang juga

diketahui yaitu asas Persamaan atau kesetaraan (Al-Musawah) dan asas

keadilan („adalah). Namun seluruh asas-asas dalam akad tidak berdiri

sendiri melainkan saling berkaitan antara satu dan lainnya.36

Asas

musawah adalah asas kesamaan atau kesederajatan para pihak yang

melakukan akad atau perjanjian Syariah. Di mana asas ini mengandung

pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sehingga

dalam menentukan bagian dan isi dari suatu akad atau perjanjian setiap

pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. Dalam

melakukan perjanjian para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-

masing di dasarkan pada asas persamaan atau kesetaraan ini. Tidak boleh

ada kezaliman yang dilakukan dalam perjanjian tersebut.37

Bahwa dalam

setiap perbuatan bermuamalah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

hidup setiap manusia. Serta dapat diketahui bahwa di antara sesama

manusia, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena

36

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 14.

37 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.

3, h. 33.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

27

itu, setiap manusia harus saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari

kelebihan yang dimilikinya.

Sedangkan, asas keadilan („adalah), di mana para pihak yang

melakukan kontrak Syariah tidak boleh ada yang terzalimi.38

Salah satu

bentuk kezalimannya ialah mencabut hak-hak kemerdekaan orang lain,

dan tidak memenuhi kewajiban terhadap akad yang dibuat. Pelaksanaan

asas ini dalam suatu akad di mana para pihak yang melakukan akad

dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan,

memenuhi perjanjian yang mereka buat, dan memenuhi semua

kewajibannya.39

Perjanjian yang dilakukan haruslah mendatangkan

keuntungan yang adil dan seimbang bagi kedua belah pihak, serta tidak

boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.

B. Kontrak Baku

1. Pengertian Kontrak Baku

Kontrak baku dalam bahasa inggris disebut dengan standard contract yang

berarti standard (tiang, kelas atau ukuran) dan contract (perjanjian atau

hubungan). Sehingga dapat diartikan bahwa kontrak baku (standard contract)

adalah perjanjian yang dirancang dengan menggunakan suatu ukuran tertentu.

Ahmadi Miru berpendapat bahwa, kontrak baku adalah kontrak yang klausul-

klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak.40

Kontrak

baku juga disebut sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausulnya

dibakukan dan dibuat dalam bentuk formulir.41

Sehingga dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak menjadi tidak

seimbang. Biasanya pihak lemah tidak berada dalam keadaan yang betul-betul

38

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 24. 39

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 20.

40 Ahmad Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012),

h. 57. 41

Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 46

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

28

bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam suatu perjanjian karena

hampir seluruh klausulnya sudah ditetapkan oleh satu pihak yaitu pihak yang

memiliki posisi lebih kuat.

Kontrak baku dibuat karena tidak memerlukan waktu yang lama untuk

melakukan negosiasi. Kontrak baku muncul dengan latar belakang sosial,

ekonomi, dan praktis.42

Sejauh ini kontrak baku diterima oleh masyarakat

karena memang keberadaannya sangat dibutuhkan, terutama dalam dunia

bisnis. Dengan penggunaan kontrak baku ini, pengusaha akan memperoleh

efisiensi dalam penggunaan biaya, tenaga, dan waktu.43

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam kontrak baku

adanya tahap negosiasi sebelum masuk ke dalam pembuatan kontrak. Di

dalam kontrak-kontrak yang bersifat standar ini pihak yang mempunyai posisi

yang lebih kuat yang telah merancang kontrak tersebut. Pihak yang lebih

lemah dihadapkan pada situasi take it or leave it.44

Artinya, pihak

konsumen/nasabah diberi pilihan untuk menyetujui (take it) atau menolak

kontrak yang diajukannya (leave it).

Sebagai perwujudan tertulis dari perjanjian, kontrak adalah salah satu dari

dua dasar hukum yang ada selain undang-undang yang dapat menimbulkan

perikatan.45

Penggunaan kontrak baku dalam setiap kontrak-kontrak yang

biasanya dilakukan, didasarkan pada Pasal 1338 (1) BW bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.

Pengertian kontrak baku ini juga terdapat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa

Keuangan (SEOJK) No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku, bahwa

kontrak/perjanjian baku adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara

sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan memuat klausul baku

42

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 79. 43

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 149

44 Hasanudin Rahman, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis (Contract Drafting),

(PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 195. 45

Budiman Sinaga, Hukum Kontrak & Pernyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), h. 12.

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

29

tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk

menawarkan produk dan/atau layanan kepada konsumen secara massal.46

Bahwa dalam dunia perbankan, pihak bank sebagai posisi yang lebih kuat dan

nasabah ada posisi yang lemah. Nasabah hanya menerima perjanjian yang

sudah dibuat oleh bank dan nasabah diberikan pilihan untuk melanjutkan atau

meninggalkan.

Dalam kontrak baku juga mengenal adanya klausul eksonerasi. Klausula

eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan

mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya

membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji

atau perbuatan melanggar hukum. Klausula eksonerasi yang biasanya dimuat

dalam perjanjian sebagai klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu

perjanjian, pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku.47

Klausul

tersebut merupakan klausul yang bisa dibilang merugikan konsumen yang

pada umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen,

karena beban harusnya dipikul oleh produsen, dengan adanya klausul tersebut

menjadi beban konsumen.

Klausul baku dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian. Serta

dalam pembuatan klausul baku tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang, ketertiban umum, dan kesusilaan yang baik48

. Dari berbagai pendapat

dan penjelasan, penulis menyimpulkan bahwa kontrak baku itu sendiri

merupakan perjanjian yang terjadi antara kedua belah pihak yang dibuat dalam

bentuk atau format yang sudah ditentukan oleh salah satu pihak di mana pihak

yang satu itu umumnya mempunyai kedudukan ekonomi yang lebih kuat,

sehingga pihak kedua tidak bisa melakukan negosiasi dan hanya di berikan

pilihan untuk menyetujui atau menolak bentuk dan isi kontrak. Namun

46

SEOJK No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku 47

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), h. 57

48 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2007), h. 158

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

30

kontrak yang dibuat sah selama tidak bertentangan dengan undang-undang,

ketertiban umum, dan kesusilaan.

2. Ciri-Ciri Kontrak Baku

Kontrak baku lahir dari kebutuhan aktivitas kerja dan mengikuti

perkembangan masyarakat. Kontrak baku berbeda dari kontrak yang lain

karena isi kontrak baku sudah di standarisasi. Dalam hal ini debitur sama

sekali tidak menentukan isi kontrak tersebut dan tidak melalui proses

perundingan terlebih dahulu.

Dari penjelasan tersebut bahwa kontrak baku memiliki ciri-ciri yaitu:49

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya)

kuat.

Dalam suatu kontrak baku, pihak yang posisinya lebih kuat adalah

pihak kreditur. Dalam suatu kontrak baku syarat-syarat perjanjian yang

merupakan pernyataan kehendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh

kreditur. Maka sifatnya cenderung lebih menguntungkan pihak kreditur

dari pada debitur. Penentuan secara sepihak oleh kreditur dapat diketahui

melalui format perjanjian yang sudah siap pakai, jika debitur setuju, maka

di tanda tangani perjanjian tersebut.

2. Nasabah (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi

perjanjian.

Pembuatan perjanjian baku dibuat dalam bentuk tertulis. Hal ini yang

mendorong pihak kreditur untuk menjadi lebih kuat kedudukannya dalam

menentukan perjanjian tertulis tanpa ada campur tangan dari debitur.

Dalam hal ini syarat kesepakatan sebagai syarat perjanjian diwujudkan

dalam bentuk tanda tangan dari debitur walaupun mereka tidak ikut serta

menetukan isi perjanjian.

49

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 146

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

31

3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian

itu.

Sebagi pihak yang mempunyai posisi tawar yang lemah maka debitur

tidak dapat mengajukan tawaran dan perubahan terhadap isi kontrak baku

tersebut. Jika debitur bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang

diberikan kepadanya, maka di tanda tangani perjanjian itu. Debitur hanya

diberikan pilihan untuk menyetujui atau menolak perjanjian itu.

4. Bentuk tertentu (tertulis).

Sering kali kontrak baku dibuat dalam bentuk tertulis. Bentuk ini

memudahkan para pihak yang melakukan perjanjian untuk memutuskan

kesepakatan. Dengan bentuk tertulis kesepakatan hanya perlu dibuktikan

dari tanda tangan dalam kontrak baku tersebut. Hal tersebut juga dilakukan

agar jika suatu hari nanti terjadi konflik atau perselisihan dapat dibuktikan

secara hukum.

5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.

Isi dan format kontrak baku biasanya sudah dibuat dalam bentuk yang

sama artinya sudah ditentukan model, rumusan dan ukurannya, sehingga

tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain karena sudah

dicetak.

Oleh karena perjanjian baku ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang

secara teoretis masih mengandung perdebatan, khususnya dalam kaitan

dengan asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian.50

Namun

dalam dunia bisnis, kontrak baku justru sangat diandalkan karena dapat

mengefisiensi biaya, waktu dan tenaga. Selain itu kontrak baku juga praktis

karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blanko yang

siap diisi dan ditandatangani. Penyelesaiannya pun cepat karena konsumen

hanya menyetujui atau menandatangani perjanjian yang diberikan kepadanya.

50

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), h. 60.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

32

3. Hukum Kontrak Baku Pada Pembiayaan Syariah

Bersikap tegas mengenai sah atau tidaknya kontrak, Ibnu Taimiyyah

berpendapat bahwa “Prinsip yang melandasi kontrak dan persyaratannya

adalah sifat kebolehan (ibaha) dan keabsahan. Setiap (kontrak atau

persyaratan) dilarang dan batal selama ada ayat yang tegas (dari al-Qur‟an,

Sunnah, atau ijma‟) atau qiyas [analogi] (bagi pihak yang menerima qiyas)

yang menunjukan pelarangan atau pembatalannya.”51

Hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa bolehnya melakukan kontrak apabila tidak bertentangan

dengan syariat Islam.

Syariat Islam berkaitan pula dengan prinsip syariah di mana prinsip

syariah yang digunakan berkaitan dengan kontrak yang terdapat pada fatwa

diatur secara tersendiri pada tiap produk dan jasa yang terdapat pada

perbankan syariah. Saat ini, kebanyakan kontrak yang terdapat pada

perbankan syariah dibuat secara baku di mana beberapa klausul yang terdapat

pada kontrak tersebut dapat memberatkan salah satu pihak saja.52

Hal tersebut

dikarenakan pihak nasabah tidak ikut andil dalam pembuatan kontrak. Kontrak

baku sudah dibuat oleh pihak bank sesuai dengan ketentuan bank itu sendiri.

Apabila melihat kembali pada asas-asas perjanjian menurut hukum Islam,

maka dapat diketahui bahwa tidak adanya kebebasan dalam melakukan

kontrak, termasuk melanggar asas kebebasan berkontrak. Pada asas kebebasan

berkontrak, para pihak yang melakukan akad harus memiliki dasar suka sama

suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh ada tekanan,

paksaan, serta penipuan.

Dalam konteks hukum Islam kontrak baku sebagai suatu perjanjian yang

mengikat para pihak dianggap sah selama tidak ada melanggar ketentuan

syariah lainnya. Selain karena ini sudah menjadi kebiasaan, hal ini juga agar

wujud efisiensi dalam melakukan transaksi. Islam tidak melarang kebiasaan

51

Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan Praktik, (Bandung: Nusamedia, 2007), h. 124.

52 Dwi Fidhayanti, Perjanjian Baku Menurut Prinsip Syariah (Tinjauan Yuridis Praktik

Pembiayaan di Perbankan Syariah), (de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 6 No. 2, Desember 2014), h. 130.

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

33

selama kebiasaan itu tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.

Perjanjian baku dalam Islam boleh digunakan dengan memperhatikan

beberapa prinsip, salah satunya kesepakatan. Kesepakatan dalam hukum Islam

berawal dari pengakuan prinsip “an taradin” yaitu saling ridha. 53

Keridhaan

bukan hanya mengatakan ”sepakat”, melainkan adanya suatu tindakan yang

mencerminkan bahwa kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak

didasarkan dengan keadaan sadar maka kesepakatan (perjanjian) tersebut

boleh dan dianggap sah. Dalam kontrak baku juga dikenal dengan adanya

tahap negosiasi, di mana nasabah dapat melakukan negosiasi pada beberapa

klausul dalam kontrak baku, walaupun tidak pada semua klausul.

Dalam Qawa‟id fiqhiyah dikenal dengan kaidah

ق اصده ا ألمور ا بم

“setiap perkara tergantung kepada maksud mengerjakannya”

Maksudnya ialah semua perbuatan tergantung kepada niat si pelaku.

Apabila niat yang dilakukan baik maka hukumnya adalah boleh dan sah.

Seperti halnya kontrak baku, apabila kontrak tersebut tidak merugikan

siapapun maka dibolehkan dan sah selama tidak bertentangan dengan syariah

Islam. Adanya kontrak baku adalah untuk mengefesiensi pengerjaan dari

lembaga keuangan itu sendiri, dalam halnya bank tidak hanya mengurusi satu

nasabah saja melainkan beribu ribu nasabah dan adanya kontrak baku ini

sangat membantu pihak bank dalam hal pembiayaan yang dilakukan. Apabila

kontrak baku tidak disiapkan maka akan memperlambat perkembangan

ekonomi karena membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan negosiasi

pada semua klausul.

Dalam perkembangannya kontrak baku menjadi salah satu alternatif untuk

memudahkan nasabah dalam mengajukan pembiayaan di lembaga keuangan

salah satunya bank syariah. Kebanyakan masyarakat menilai kontrak baku

53

Abdul Karim Muanthe, Penggunaan Perjanjian Baku dalam Transaksi Bisnis Menurut Hukum Islam, (Jurnal Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015), h. 216.

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

34

sangat dibutuhkan karena mudah dan cepat sehingga masyarakat atau nasabah

menerima dan menjadikan kontrak baku sebagai tradisi yang dikenal ketika

melakukan pembiayaan di bank syariah. Seperti yang terdapat dalam kaidah

berikut:

ة اد ت ا لع م ك مح

“adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”

Bahwa kontrak baku itu sendiri bisa dijadikan sebagai kebiasaan dalam

masyarakat dalam mengajukan pembiayaan dalam arti masyarakat sudah

menerima kontrak baku karena hal tersebut termasuk fasilitas atau kemudahan

yang diberikan bank. Kontrak baku dapat ditetapkan sebagai suatu hukum

yang sah karena sudah diterima oleh masyarakat dan menjadi suatu tradisi

atau kebiasaan. Selama kontrak baku tidak melanggar ketentuan Undang-

Undangn dan Syariat Islam, maka kontrak baku dibolehkan dan sah menurut

hukum.

C. Pembiayaan Mudharabah

1. Pengertian Pembiayaan

Pengertian kata biaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan atau melakukan hal tertentu.

Sedangkan kata pembiayaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

biaya.54

Pembiayaan biasanya di lakukan untuk hal-hal yang bersifat produktif

maupun konsumtif. Produktif ialah untuk hal perluasan usaha, pergadangan,

dan investasi. Sedangkan, konsumtif biasanya dalam hal pemenuhan

kebutuhan.

54

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pembiayaan, diakses tanggal 26 September 2018, 06.30 WIB

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

35

Menurut pasal 1 ayat 25 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, bahwa pembiayaan ialah penyediaan dana atau tagihan

yang dipersamakan dengan itu berupa:55

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna‟;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa

Berdasarkan keputusan dan persetujuan Bank Syariah dengan Unit Usaha

Syariah (UUS) serta pihak lainnya yang terkait, mewajibkan pihak yang

dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut sesuai

dengan jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, ataupun

bagi hasil. Pembiayaan biasanya berkaitan dengan aktivitas bisnis.

Dalam hal ini dijelaskan pula Pembiayaan Syariah menurut POJK No.

31/POJK.05/2014 yaitu penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan

prinsip syariah. Prinsip syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan

fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dan Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia.56

Pembiayaan syariah dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad yang

mempunyai peranan dalam pembiayaan yang menjadi dasar dalam aktivitas

pembiayaan tersebut. Akad Pembiayaan Syariah memfasilitasi setiap orang

dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya yang tidak dapat

55

Lihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. 56

POJK No. 31/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah, Pasal 1 Ayat 5 dan 6

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

36

dipenuhinya sendiri tanpa bantuan dari orang lain.57

Istilah pembiayaan pada

intinya berarti I believe, I trust, saya percaya dan saya menaruh kepercayaan.

Pengertian pembiayaan ini berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul mal

menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang

diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus

disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas dan saling menguntungkan

bagi kedua belah pihak.58

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lan yang mewajibkan

pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah

jangka waktu tertentu. Sedangkan pembiayaan syariah ialah pembiayaan

berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dimana pengembalian uang atau

tagihn tersebut berupa imbalan atau bagi hasil.

2. Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah

bepergian atau berjalan.59

Pengertian bepergian di sini adalah bepergian untuk

berdagang. Istilah tersebut digunakan oleh penduduk Irak. Sedangkan

penduduk Hijaz menggunakan istilah qiradh, yang diambil dari kata qardh

yang artinya memotong. Dinamakan demikian, karena pemilik modal

memotong sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan oleh „amil (pengelola

modal) dan memotong sebagian dari keuntungannya.60

Menurut Sayyid Sabiq bahwa, “mudharabah adalah akad antara dua pihak

yang mengharuskan salah satu dari keduanya untuk menyerahkan sejumlah

57

Lukmanul Hakim dan Amelia Anwar, Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia, (Universitas Bandar Lampung, STIE Mitra Lampung AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, Vol. 1, No. 2, Desember 2017), h. 214.

58 Rahmat Ilyas, Konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syari’ah, (STAIN Syaikh

Abdurrahman Siddik Bangka Belitung: Jurnal Penelitian, Vol. 9, No. 1, Februari 2015), h. 186. 59

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2002), h. 135. 60

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), Cet. 2, h. 366.

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

37

uang kepada yang lain untuk diperdagangkan, dengan catatan keuntungannya

dibagi sesuai dengan kesepakatan keduanya.”61

Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak

di mana pihak pertama selaku pemilik modal (shahibul maal) menyediakan

seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal

(mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut

kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi

ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si

pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau

kelalian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian

tersebut.62

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mudharabah merupakan bentuk kerja

sama, di mana salah satu pihak menyerahkan sebagian hartanya untuk

dijadikan modal. Sedangkan pihak lainnya menjalankan suatu usaha. Hasil

dari usaha tersebut akan dibagi keuntungannya sesuai kesepakatan kedua

belah pihak. Apabila usaha tersebut mengalami kerugian, maka kerugian

sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal. Akan tetapi, jika kerugian terjadi

akibat kelalaian pengelola modal, maka kerugian menjadi tanggung jawab

pengelola modal.

Mudharabah adalah suatu produk finansial syariah yang berbasis

kemitraan (partnership). Dapat diketahui pula bahwa mudharabah terdapat

dua pihak yang berjanji melakukan kerja sama dalam suatu ikatan kemitraan.63

Di mana satu pihak memberi modal dan pihak lain yang menjalankan usaha.

Mudharabah suatu bentuk kontrak yang lahir sejak zaman Rasulullah SAW

sejak zaman jahiliah/sebelum Islam dan Islam menerimanya dalam bentuk

bagi hasil dan investasi.64

61

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 5, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), h. 163. 62

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 95.

63 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek

Hukumnya, (Jakarta; Kencana: 2015), Cet. 2, h. 291. 64

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Kencana, 2013), h. 195.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

38

Akad mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling

membantu antara pemilik modal dengan seorang yang sudah ahli dalam

memutarkan uang. Banyak di antara pemilik modal yang tidak ahli dalam

mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara pula banyak juga para

ahli di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. 65

Hal tersebut disimpulkan bahwa atas dasar saling menolong dalam

pengelolaan modal itu, Islam memberikan kesempatan untuk setiap manusia

saling bekerjasama, yaitu antara pemilik modal dengan seseorang yang

terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.

Hal tersebut diatur dalam firman Allah SWT:

رون ي ضربون في األ آخ هللا... ي بت غون مه ف ضل رض و

“dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah...”

(Q.S Al-Muzamil (73): 20)

ل يكم جن ا ح أ ن ت بت غو بكم...ا ف ضال م ل يس ع ه ر

“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan)

dari Tuhanmu...” (Q.S Al-Baqarah (2): 198)

Kedua ayat diatas secara umum menjelaskan bahwa bolehnya melakukan

perjalanan (mencari sebagian karunia Allah) dalam rangka mencari rezeki-

Nya melalui berniaga dan lain-lainya. Namun, berniagalah dengan cara

bekerja sama yang disyariatkan karena sesungguhnya Allah SWT sudah

menebarkan karunia-Nya (rezeki-Nya) di atas bumi. Hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa bolehnya melakukan akad mudharabah, dengan cara

bekerja sama (bagi hasil) dan melakukan perjalanan untuk mencari rezeki

yang sudah Allah SWT tebarkan di atas bumi.

3. Jenis-Jenis Mudharabah

Secara umum mudharabah terbagi kepada dua jenis yaitu mudharabah

muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Berikut adalah penjelasan tentang

jenis-jenis mudharabah:

65

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. 2, h. 176.

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

39

a. Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal

(pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal), di mana pemilik modal

memberikan modal kepada pengelola tanpa disertai dengan pembatasan.66

Pembatasan yang dimaksud ialah tidak adanya ketentuan mengenai

spesifikasi objek usaha, jenis usaha, waktu, daerah bisnis dan ketentuan-

ketentuan lainnya. Akad ini dapat diartikan bahwa pemilik modal

memberikan kebebasan kepada pengelola modal untuk melakukan

usahanya.

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara shahibul

maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal), di mana pemilik

modal memberikan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha kepada

si pengelola.67

Dalam hal ini jika suatu usaha dipandang bahwa pemilik modal harus

mengajukan syarat-syarat kepada si pengelola maka pengelola harus

memenuhi syarat-syarat tersebut. Apabila syarat-syarat atau batasan

tersebut tidak terpenuhi dan mengalami kerugian, maka pengelola

bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

4. Rukun dan Syarat Akad Mudharabah

Terdapat perbedaan pandangan ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama

dalam menetapkan rukun akad mudharabah. Menurut Ulama Hanafiyah,

bahwa yang menjadi rukun dalam akad mudharabah adalah ijab (ungkapan

penyerahan modal dari pemiliknya) dan qabul (ungkapan menerima modal

dan persetujuan mengelola modal dari pengelola modal). Jika pemilik modal

66

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), Cet. 2, h. 372. 67

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia,, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 172.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

40

dengan pengelola modal telah melafalkan ijab dan qabul, maka akad itu telah

memenuhi rukunnya dan sah.68

Menurut jumhur ulama bahwa rukun mudharabah ada 3 (tiga) yaitu:

a. „aqidain, yaitu pemilik modal dan pengelola

b. ma‟qud „alaih, yaitu modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan

c. shighat, yaitu ijab dan qabul

Sedangkan Syafi‟iyah menyatakan bahwa rukun mudharabah terdiri atas 5

(lima) yaitu:

a. modal

b. tenaga (pekerjaan)

c. keuntungan

d. shighat

e. „aqidain69

Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun di atas adalah:70

1. Pemilik modal dan pengelola modal („aqidain)

Pemilik modal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan

sah secara hukum. Kedua belah pihak harus mampu bertindak sebagai

wakil dan kafil dari masing-masing pihak.

2. Modal

Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pemilik dana kepada

pengelola untuk tujuan menginvestasikan hartanya dalam aktivitas

mudharabah. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya dan jenis

68

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. 2, h. 177. 69

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), Cet. 2, h. 371. 70

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet. 2, h. 175.

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

41

mata uangnya. Apabila modal berbentuk barang, maka barang tersebut

harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau

sejenisnya).

3. Keuntungan

Keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.

Keuntungan adalah tujuan akhir mudharabah. Syarat keuntungan dalam

mudharabah yaitu:

1) Harus dibagi untuk kedua belah pihak

2) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari

keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti

3) Rasio persentase (nisbah) harus dicapai melalui negosiasi dan

dituangkan dalam kontrak

4) Waktu pembagian keuntungan dilakukan setelah mudharib

mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada shahibul

maal

5) Jika jangka waktu mudharabah relatif lama, nisbah keuntungan

dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu

6) Jika penentuan keuntungan dihitung berdasarkan keuntungan kotor

(Gross profit), biaya yang timbul disepakati oleh kedua belah

pihak, karena dapat mempengaruhi nilai keuntungan.

4. Sighat (ijab dan qabul)

Shiqhat harus dilakukan dengan cara tegas dan jelas yang

menunjukkan tujuan akad. Jika sudah sah sesuai dengan syarat-syarat yang

diajukan dalam penawaran, akad bisa dilakukan secara lisan atau verbal,

secara tertulis maupun ditandatangani

Pemilik modal melafazhkan ijab, seperti “aku serahkan modal ini

kepadamu untuk usaha, jika terdapat keuntungan akan dibagi dua”,

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

42

kemudian pengelola modal mengucapkan persetujuannya yang disebut

qabul.71

D. Review Studi Terdahulu

Dalam upaya meneliti tinjauan hukum pada klausul dalam kontrak

pembiayaan mudharabah di bank syariah yang sesuai dengan Fatwa DSN

MUI, perlu dilakukan kajian pustaka sebagai salah satu dari penerapan metode

penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti akan menganalisis

mengenai aspek pembahasan dan aspek pembeda dari penelitian sebelumnya

yang bersumber dari jurnal, skripsi, dan tesis. Oleh karena itu di bawah ini

merupakan kesimpulan dari apa yang sudah peneliti dapatkan, yaitu

Muhar Affandy Lubis, skripsi Universitas Sumatera Utara, tahun 2005

yang berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Baku dalam Pembiayaan

Berdasarkan Prinsip Syariah Ditinjau dari Undang-Undang No. 10 Tahun

1998”,72

menjelaskan bahwa teknik operasional perbankan Syariah belum

menerapkan Syariah Islam sepenuhnya dan masih tunduk pada kebijakan-

kebijakan teknis perbankan konvensional. Terdapat klausul-klausul yang

bersifat baku yang dibahas adalah mengenai klausul jaminan dalam

pembiayaan mudharabah, legalitas atau pembenahan dalam syariah Islam, dan

membicarakan tentang akibat hukum yang timbul apabila perjanjian

dibatalkan. Serta tinjauan hukum yang dipakai adalah berdasarkan Undang-

Undang tentang Perbankan. Hal yang membedakan dengan penelitian tersebut

adalah peneliti fokus terhadap analisis kontrak baku dalam pembiayaan

mudharabah dan kesesuaiannya terhadap Fatwa DSN MUI.

71

Inawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 122.

72 Muhar Affandy Lubis, Aspek Hukum Perjanjian Baku dalam Pembiayaan Berdasarkan

Prinsip Syariah Ditinjau dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, (Jurusan Ilmu Hukum: skripsi Universitas Sumatera Utara, 2005)

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

43

A. Chairul Hadi, jurnal Al-Iqtishad: Vol. III, No. 2, Juli 2011,

“Problematika Pembiayaan Mudhârabah Di Perbankan Syariah Indonesia”73

,

membahas tentang persoalan bagi hasil yang belum menjadi bisnis utama bank

Syariah. Padahal, secara teoritis dalam skema pembiayaan bagi hasil dapat

lebih menyejahterakan ekonomi masyarakat. Keharusan adanya garansi

(jaminan) atau agunan berupa fixed asset dan menetapkan rasio maksimal

biaya operasional serta pembagian keuntungan berdasarkan profit and loss

sharing. Serta membahas mengenai solusi sistem bagi hasil (mudharbah)

dalam skema pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia. Hal yang

membedakan pada penelitian saya adalah meneliti analisis kontrak baku yang

terjadi pada pembiayaan mudharabah tentang proyeksi bagi hasil dan klausul-

klausul yang masih kurang jelas penjelasannya, serta penelitian ini lebih di

khususkan kepada Bank BJB Syariah KCP BSD .

Try Subakty, tesis UIN Sunan Kalijaga, tahun 2016 yang berjudul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Pembiayaan

Mudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang Sumenep”74

, membahas

mengenai pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah yang di mana lebih

unggul dari akad pembiayaan lainnya, dikarenakan akad yang digunakan

adalah akad payung (Mudharabah Wal-Murabahah). Dalam perspektif hukum

Islam, akad payung tersebut tidak diperbolehkan karena terjadi dua akad

dalam satu transaksi, yakni akad Mudharabah dan Murabahah yang

digabungkan menjadi satu transaksi. Serta upaya yang dilakukan oleh Bank

dalam menyelesaikan risikonya. Hal yang membedakan pada penelitian saya

adalah meneliti analisis kontrak baku yang terjadi pada pembiayaan

mudharabah tentang proyeksi bagi hasil serta penelitian ini lebih di khususkan

kepada Bank BJB Syariah KCP BSD .

73

A. Chairul Hadi, Problematika Pembiayaan Mudhârabah Di Perbankan Syariah Indonesia, (jurnal Al-Iqtishad: Vol. III, No. 2, Juli 2011)

74 Try Subakty, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Pembiayaan

Mudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang Sumenep, (Jurusan Hukum Bisnis Syariah: tesis UIN Sunan Kalijaga, 2016)

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

44

Muhlishotu Jannati Na‟im, Jurnal An-Nisbah, Vol. 03, No. 02, April

tahun 2017 yang berjudul “Problematika Kontrak Baku dalam Akad

Mudharabah di Lembaga Perbankan Syariah”,75

membahas tentang

ketidakselarasan aplikasi kontrak baku pada pembiayaan mudharabah yang

biasanya akad ini memerlukan musyawarah dan efek yang terjadi pada

nasabah dalam kehidupan di masyarakat. Serta tidak seimbangnya antara porsi

nasabah dan pihak bank. Peneliti juga lebih luas membahas terhadap

Perbankan Syariah. Hal yang membedakan pada penelitian saya adalah

meneliti analisis kontrak baku yang terjadi pada pembiayaan mudharabah

tentang proyeksi bagi hasil serta penelitian ini lebih di khususkan kepada

Bank BJB Syariah KCP BSD .

Ahmad Jahri, Fiat Justisia Journal of Law Volume 10 Issue 2, April-

June 2016, “Perlindungan Nasabah Debitur Terhadap Perjanjian Baku Yang

Mengandung Klausula Eksonerasi Pada Bank Umum Di Bandarlampung”76

,

membahas tentang kontrak kredit bank komersial di Bandar Lampung yang

masih mengandung pembebasan dari tuduhan klausul yang melarang UU

Penetapan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan. Ada klausul yang memerlukan debitur untuk

menyerahkan bimbingan dan peraturan semua bank, baik yang sudah ada atau

akan ditetapkan kemudian. Hal ini juga di atur oleh SEOJK Nomor

13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku. Hanya saja yang membedakan

pada penelitian saya adalah objek penelitian ini terhadap bank konvensional

sedangkan penulis pada bank Syariah. Lalu klausul yang diteliti lebih kepada

proyeksi bagi hasil dan dalam tinjauan hukum menurut Fatwa DSN MUI.

75

Muhlishotu Jannati Na’im, Problematika Kontrak Baku dalam Akad Mudharabah di Lembaga Perbankan Syariah, (Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Jurnal An-Nisbah, Vol. 03, No. 02, April 2017)

76 Ahmad Jahri, Perlindungan Nasabah Debitur Terhadap Perjanjian Baku Yang

Mengandung Klausula Eksonerasi Pada Bank Umum Di Bandarlampung, (Fiat Justisia Journal of Law Volume 10 Issue 2, April-June 2016)

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

45

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu bahwa terdapat

klausul-klausul yang bersifat baku mengenai klausul jaminan dalam

pembiayaan mudharabah, legalitas atau pembenahan dalam syariah Islam,

dan membicarakan tentang akibat hukum yang timbul apabila perjanjian

dibatalkan serta tinjauan hukum yang dipakai adalah berdasarkan Undang-

Undang tentang Perbankan; membahas tentang persoalan bagi hasil yang

belum menjadi bisnis utama bank Syariah; pelaksanaan akad pembiayaan

mudharabah yang di mana lebih unggul dari akad pembiayaan lainnya;

ketidakselarasan aplikasi kontrak baku pada pembiayaan mudharabah;

dan kontrak kredit bank komersial di Bandar Lampung yang masih

mengandung pembebasan dari tuduhan klausul yang melarang UU. Dari

masalah-masalah yang ditemukan, peneliti merucut kepada pembahsaan

tentang ketidakadilan dari kontrak baku, sistem bagi hasil dan proyeksi

bagi hasil yang dilihat dari perspektif Fatwa DSN MUI.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam mendapatkan data dan mengolahnya secara tepat diperlukan

metodologi penelitian agar hasil penelitian ini menjadi sebuah karya ilmiah

yang baik. Data yang dihasilkan dari metode penelitian menghasilkan sebuah

karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu keberadaan

sebuah metode penelitian akan memberikan petunjuk dalam pelaksanaan

penelitian. Metode penelitian ini akan diuraikan dalam beberapa tahapan,

mulai dari cara dan proses yang meliputi :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya

(bukan di dalam laboratorium) di mana peneliti tidak berusaha untuk

memanipulasi fenomena yang diamati.1 Metode penelitian kualitatif dibedakan

dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif

tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau

metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan

isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya.2

Dalam penelitian ini peneliti memecahkan suatu kasus analisis terhadap

kontrak baku dalam pembiayaan mudharabah di Bank BJB Syariah KCP

BSD.

2. Jenis Data

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan dua jenis data, yaitu:

a. Data Primer, merupakan data yang didapat dari peraturan-peraturan.

Beberapa peraturan yang terkait dengan penelitian ini yaitu:

1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

1 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: Indeks, 2012), h. 7.

2Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),

Cet. 8, h. 150.

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

47

2) Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan

Mudharabah

3) Fatwa DSN MUI No. 115/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad

Mudharabah

4) Kontrak Baku Akad Mudharabah Bank BJB Syariah dengan

Koperasi Karyawan PDAM TKR Kab. Tangerang

5) Wawancara kepada pegawai Bank BJB Syariah KCP BSD dan

pengurus Koperasi Karyawan PDAM TKR Kab. Tangerang

b. Data Sekunder, merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut

dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain,

kemudian akan peneliti proses lebih lanjut.3 didapatkan dari berbagai

literatur maupun berbagai informasi yang terkait dengan penelitian

yang penulis lakukan melalui buku, jurnal, media internet maupun

data-data yang berkaitan dengan penulisan ini sebagai data yang

teoritis.

3. Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis

empiris. Pendekatan yuridis normatif (hukum normatif), di mana hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam perundang-undangan (law in

books) atau dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

perilaku manusia yang dianggap pantas.4 Selanjutnya pendekatan yuridis

empiris yaitu pendekatan yang dilakukan peneliti untuk mengetahui lebih jauh

mengenai pelaksanaan dan penerapan dilapangan.5 Dalam hal ini terkait

tentang kontrak baku pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah KCP

BSD.

3 Husein Umar, Metode Penelitian untuk Sripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers,

2011), Cet. 11, h. 42 4 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. 2, h. 118. 5 Agus Satory, Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bisnis

Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia, (Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015), h. 131.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

48

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara untuk mendapatkan informasi, baik

berupa informasi primer maupun informasi sekunder yang berkaitan dengan

penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini

adalah teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu pengumpulan data yang

dilakukan dengan teknik kepustakaan dan teknik lapangan yang berupa

wawancara mendalam.

a. Teknik kepustakaan, yaitu menghimpun dan menganalisis dokumen-

dokumen serta data-data terkait penelitian ini yang didapatkan dari

buku, undang-undang, media internet, jurnal, skripsi, dan tesis.

b. Teknik wawancara, yaitu bentuk komunikasi antara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang

lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan

tujuan tertentu.6 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara

mendalam kepada pegawai Bank BJB Syariah KCP BSD

5. Teknik Pengolahan Data

Bahwa analisis data kualitatif terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu

mengumpulkan data dan wawancara dari informan di lapangan, membuat

data tersebut ke dalam beberapa kategori lalu mengubah data tersebut

menjadi cerita atau gambaran dan menuliskannya dalam suatu paragraph.

Untuk memudahkan dalam pemaparan data yang telah didapatkan,

peneliti mengolah data hasil wawancara kepada pegawai bank BJB

Syariah KCP BSD berupa audio visual menjadi data teks yang sesuai

dengan kebutuhan.

6. Subjek-Objek

a. Subjek penelitian ini yaitu pegawai Bank BJB Syariah KCP BSD

b. Objek penelitian ini yaitu kontrak baku akad pembiayaan mudharabah

di Bank BJB Syariah KCP BSD

6 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2013), Cet. 8, h. 180.

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

49

B. Profil Perusahaan

1. Sejarah Perkembangan Perusahaan

Pendirian Bank BJB Syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit

Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten

Tbk. pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan

jasa perbankan syariah pada saat itu.

Hingga saat ini Bank BJB Syariah berkedudukan dan berkantor pusat di

Kota Bandung, Jalan Braga No 135, dan telah memiliki 8 (delapan) kantor

cabang, 44 (empat puluh empat) kantor cabang pembantu, 54 (empat puluh

enam) jaringan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di daerah

Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta dan 49.630 jaringan ATM

Bersama.7

Visi Bank BJB Syariah ialah menjadikan Bank Syariah regional yang

sehat, terkemuka dan berdaya saing global. Misi atau strategi yang akan

dijalankannya yaitu mendorong pertumbuhan perekonomian daerah melalui

peningkatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); memberikan

layanan perbankan syariah secara amanah dan profesional; serta memberikan

nilai tambah bagi stakeholder.

2. Pembiayaan Mudharabah di Bank BJB Syariah

Akad pembiayaan mudharabah yang diterapkan pada Bank BJB Syariah

KCP BSD adalah akad mudharabah muthlaqah yang mana pengertiannya

adalah bentuk kerja sama antara kedua belah pihak pemilik modal (shahibul

maal) dan pengelola usaha (mudharib) yang mana dalam kerja sama ini

shahibul maal tidak membatasi spesifikasi jenis usaha yang harus dilakukan

oleh mudharib.

7 http://www.bjbsyariah.co.id/tentang-bjb-syariah/sekilas-bjb-syariah/, diakses tanggal

05 November 2018, 16.00 WIB

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

50

Pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah KCP BSD jarang

digunakan karena pembiayaan yang lebih sering dipakai adalah pembiayaan

konsumtif seperti murabahah, ijarah, dan musyarakah. Kalau pembiayaan

produktif seperti modal kerja ini, biasanya kepada perseorangan atau badan

usaha. Dalam hal ini, salah satu pembiayaan mudharabah yang sudah tersalur

yaitu kepada koperasi karyawan (badan usaha).

Pembiayaan mudharabah di Bank BJB Syariah tidak terbatas jumlahnya,

dalam menentukan jumlah maksimum pembiayaan mudharabah hal yang

pertama bank BJB Syariah lakukan adalah melihat usahanya terlebih dahulu

lalu melihat kebutuhannya. Kemudian bank baru melihat besarnya jaminan

yang diberikan nasabah kepada bank.8 Demikian kekuatan jaminan juga

berpengaruh dalam hal bank mengambil keputusan dalam menyalurkan

pembiayaannya. Pembiayaan mudharabah di Bank BJB Syariah salah satunya

teraplikasi pada Pembiayaan Modal Kerja (PMK) yang di mana merupakan

fasilitas pembiayaan yang diberikan perusahaan yang memerlukan

pembiayaan modal kerja

a. Jenis Pembiayaan Modal Kerja (PMK), antara lain:

1) PMK Kontraktual Jasa Pemborongan

2) PMK Menurun (Aflofend)

3) PMK Fluktuatif/ Seasonal

b. Persyaratan Umum Pembiayaan, antara lain:

1) WNI dengan status karyawan tetap, profesional/pengusaha

2) Memiliki masa kerja minimal 2 tahun karyawan, 3 tahun untuk

profesional dan pengusaha

3) Telah berusia minimal 21 tahun

8 Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP

BSD, pada Tanggal 20 September 2018.

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

51

4) Melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, yaitu:

a) aplikasi pembiayaan yang diisi dan ditandatangani oleh nasabah

b) fotocopy KTP pemohon dan KTP suami/misteri

c) fotocopy kartu keluarga dan surat nikah

d) fotocopy NPWP

e) fotocopy rekening koran/tabungan 3 bulan terakhir

f) slip gaji asli/surat keterangan gaji (PNS)

g) laporan keuangan 1 tahun terakhir (wiraswasta)

h) fotocopy legalitas; akte, SIUP, TDP, NPWP Perusahaan,

i) Akta Pendirian dan perubahannya (wiraswasta),

j) fotocopy surat izin Praktek (Profesional)

c. Persyaratan Khusus Pembiayaan Mudharabah:

1) Telah beroperasi minimum 2 (dua) tahun dan menghasilkan laba.

2) Untuk perusahaan yang belum beroperasi lebih dari 2 (dua) tahun

tetapi menjadi anggota group dari perusahaan yang telah beroperasi

secara komersial minimal selama 2 (dua) tahun dan memiliki bidang

usaha yang sama, dikecualikan dari ketentuan tersebut (tidak dianggap

sebagai perusahaan baru).

3) Operasional usaha berjalan baik.

4) Perusahaan atau perorangan yang mem iliki reputasi yang baik.

5) Perusahaan/ perorangan yang berdomisili di wilayah kerja bank bjb

syariah

6) Maksimum 80% dari modal kerja yang dibutuhkan

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

52

7) Jangka waktu PMK adalah maksimum 1 (satu) tahun dan dapat

diperpanjang sesuai dengan kebutuhan (atas dasar analisis/ review

pinjaman) dengan persetujuan komite pembiayaan.

8) Jangka waktu PMK Aflofend maksimum3 (tiga) tahun.

d. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Mudharabah

Penerapan kontrak baku pada pembiayaan mudharabah di bank BJB

Syariah KCP BSD berlangsung setelah melalui beberapa tahap yaitu

adanya pengajuan pembiayaan dari nasabah, analisa dari bank yang

bersangkutan, hingga dikeluarkannya SP4 (Surat Pemberitahuan

Persetujuan Pemberian Pembiayaan).9 Berikut ini adalah prosedur

pengajuan pembiayaan Mudharabah di Bank BJB KCP BSD

1) Pengajuan Permohonan Pembiayaan

Tahap pengajuan pembiayaan nasabah ini dengan cara nasabah

mendatangi bank, lalu mengajukan formulir permohonan pembiayan

beserta melengkapi semua syarat-syarat yang sudah ditetapkan bank.

Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bagian pembiayaan (account

officer), dalam penerapan pengajuan permohonan pembiayaan

dilakukan secara lisan untuk menggali informasi awal dari kebutuhan

nasabah.

2) Analisis dari Bank

Analisa yang dilakukan bank adalah menggunakan metode analisa

5C yaitu Character (Karakter), Capital (Modal), Capacity

(Kemampuan), Condition (Kondisi), dan Colleteral (Jaminan). Bank

juga menganalisis terhadap dokumen-dokumen yang telah dilengkapi

nasabah. Selain itu bank melakukan analisa atau proses verifikasi

terkait data misal di lakukan BI cheking dari setiap pemilik dari

9 Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP

BSD, pada Tanggal 20 September 2018.

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

53

perusahaan yaitu kepada direktur, bendahara sekretaris (dalam hal ini

jika pembiayaan dilakukan kepada badan usaha). Setelah analisis

dilakukan, selanjutnya account officer membuat usulan pembiayaan

dalam bentuk proposal tertulis yang diajukan kepada komite

pembiayaan. Jika hasil verifikasi lolos maka pembiayaan dapat

dilanjutkan pada tahap pengeluaran Surat Pemberitahuan Persetujuan

Pemberian Pembiayaan (SP4).

3) Penerbitan SP4 (Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian

Pembiayaan)

SP4 (Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan)

diterbitkan komite pembiayaan atas usulan pembiayaan oleh account

officer. Komite pembiayaan akan memberikan catatan-catatan atau

disposisi atas hal-hal yang perlu dipenuhi, dilengkapi, dan dijalankan

oleh nasabah dalam pemberian pembiayaan.

Dalam SP4 tercantum segala hal yang direkomendasikan dalam

usulan pembiayaan sebelum pembiayaannya direalisasikan. Seperti

struktur pembiayaan, agunan, biaya-biaya, syarat pencairan

pembiayaan, nisbah bagi hasil beserta proyeksi bagi hasil. SP4 ini

dikirim kepada nasabah untuk dibaca, dalam hal ini nasabah diberikan

pilihan untuk menyetujui atau menolak hasil keputusan bank. Apabila

nasabah menyetujuinya, maka nasabah harus menandatanganinya di

atas materi cukup sebagai bukti sah persetujuan nasabah dan

mengembalikannya kepada bank.

4) Realisasi Pembiayaan

Setelah nasabah menyetujui SP4, kemudian bank akan menerbitkan

kontrak pembiayaan syariah dengan klausul-klausul yang telah

dibakukan oleh bank. Sebelum tahap pencairan dana pembiayaan,

maka harus dilakukan penandatanganan kontrak pembiayaan beserta

pengikatan jaminan.

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

54

Pada tahap inilah terbentuknya kontrak pembiayaan. Bahwa semua

klausul dalam akad mudharabah ini semuanya sudah dibakukan.

Kesempatan nasabah untuk bernegosiasi sampai keluarnya SP4,

setelah SP4 disetujui maka nasabah tidak dapat melakukan negosiasi

lagi.10

Berdasarkan prosedur yang ditetapkan Bank BJB Syariah KCP

BSD pada pembiayaan mudharabah yang berlangsung melalui tahap

pengajuan permohonan pembiayaan, analisis dari bank, dan sampai

pada tahap penerbitan SP4 (Surat Pemberitahuan Persetujuan

Pemberian Pembiayaan) bahwa nasabah tidak dapat ganggu gugat atau

revisi lalu setelah itu sampai pada tahap realisasi pembiayaan dan

pencairan dana.

10

Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP BSD, pada Tanggal 20 September 2018.

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

55

BAB IV

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENERAPAN KONTRAK BAKU

PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK BJB SYARIAH

A. Penerapan Kontrak Baku pada Pembiayaan Mudharabah di Bank BJB

Syariah KCP BSD

Dalam dunia bisnis, salah satunya lembaga keuangan seperti perbankan

syariah terdapat kecenderungan untuk menggunakan sesuatu yang dinamakan

kontrak baku (standard contract). Bank BJB Syariah ialah salah satu lembaga

perbankan syariah yang juga menggunakan kontrak baku pada setiap transaksi

pembiayaan. Kontrak baku dalam transaksi pembiayaan ini sudah disediakan

pihak bank lebih awal. Pembuatan kontrak mudharabah di Bank BJB Syariah juga

sudah distandarisasi/dibakukan oleh pihak bank. Artinya nasabah tidak ikut serta

dalam pembuatan kontrak. Pihak nasabah hanya diberi kesempatan untuk

membaca dan memahami isi dari kontrak tersebut.

Hasil penelitian di Bank BJB Syariah KCP BSD menunjukan bahwa nasabah

diberi waktu untuk membaca kontrak karena nasabah harus menandatangani di

setiap lembarnya. Namun, kembali kepada kriteria nasabah itu sendiri. Ada

nasabah yang teliti dalam membaca dan ada yang tidak teliti.1 Dalam hal ini,

biasanya masyarakat tidak mengenal dengan yang namanya kontrak baku,

termasuk juga nasabah bank syariah. Kebanyakan nasabah tidak tahu apa itu

kontrak baku (standard contract). Meskipun pengaplikasian kontrak baku telah

berlangsung lama, akan tetapi masyarakat luas masih awam dengan kata “kontrak

baku (standard contract)”.

Peneliti menyimpulkan bahwa tidak semua nasabah cermat dalam membaca

dan mengerti isi kontrak tersebut secara jelas, karena setiap masyarakat

mempunyai pengetahuan yang berbeda-beda. Pengetahuan masyarakat yang

kurang membuat peluang para pengusaha dunia bisnis untuk mengambil

1 Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP

BSD, pada Tanggal 20 September 2018.

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

56

keuntungan melalui kontrak baku tersebut. Sedangkan asas kebebasan berkontrak

menyatakan bahwa suatu kontrak bisnis dapat dibuat secara bebas oleh kedua

belah pihak yang telah sepakat mengikat, bukan dibuat secara sepihak karena

setiap kontrak yang dibuat secara sepihak pasti akan menimbulkan rasa

ketidakadilan di pihak lain.

Alasan bank mengapa pihak bank dominan dalam pembuatan kontrak, bahkan

hampir seluruh klausulnya hanya pihak bank saja yang membuatnya. Menurut

pengakuan dari pihak bank yaitu Bapak Rizky selaku Marketing Pembiayaan

Bank BJB Syariah KCP BSD, beliau mengatakan bahwa “nasabah juga tidak mau

repot akan hal pembuatan kontrak”. Padahal yang kita ketahui pula bahwa di era

sekarang ini dunia bisnis dan perekonomian ditentukan oleh kedudukan ekonomi

yang kuat. Sedangkan pihak lemah mau tidak mau harus mengikuti ketentuan

yang telah dibuat oleh pihak ekonomi yang kuat.

Akan tetapi sangat disayangkan bagi masyarakat yang ekonominya kurang,

karena hanya mempunyai satu pilihan yaitu menerima atau menolak tanpa

memiliki kesempatan untuk bernegosiasi. Sedangkan masyarakat yang

ekonominya standar atau kelebihan, tentunya tidak mempermasalahkan

diaplikasikannya kontrak baku karena dapat mempercepat proses transaksi yang

dikehendaki tanpa memakan waktu yang lama (praktis). Demikianlah yang

membuat kehadiran kontrak baku diterima oleh masyarakat walaupun masih

adanya pro dan kontra terhadap pengaplikasian kontrak baku.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia saling membutuhkan manusia yang lain

untuk dapat menjalani kehidupannya. Begitu juga dalam perbankan syariah,

antara bank dan nasabah merupakan dua pihak yang saling membutuhkan. Tanpa

nasabah, bank tidak dapat menjalankan operasionalnya, sebaliknya tanpa bank

nasabah akan sulit untuk mengurusi kebutuhan ekonominya. Seharusnya kedua

pihak yang saling membutuhkan juga sama-sama saling menguntungkan, tanpa

ada pihak yang merasa dirugikan walaupun hanya sedikit.

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

57

Penerapan kontrak baku pada pembiayaan mudharabah di bank BJB Syariah

KCP BSD berlangsung setelah melalui beberapa tahap yaitu adanya pengajuan

pembiayaan dari nasabah, analisa dari bank yang bersangkutan, hingga

dikeluarkannya SP4 (Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan).2

SP4 (Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan) adalah surat yang

memuat hal-hal penting mengenai struktur pembiayaan, seperti jangka waktu,

nominal, agunan dan lain-lain. SP4 inilah yang kemudian dituangkan dalam

kontrak pembiayaan ditambah dengan klausul-klausulnya yang telah dibakukan

oleh bank. Pada prinsipnya, jika nasabah sudah setuju dengan SP4, maka tidak

ada negosiasi lagi di akad / kontrak.

Klausul yang terdapat dalam kontrak baku pembiayaan mudharabah di Bank

BJB Syariah KCP BSD yaitu:

Tabel 4. 1 Klausul Baku Pembiayaan Mudharabah di Bank BJB Syariah KCP BSD

Klausul Baku Keterangan

Definisi (Pasal 1) Klausul ini berisi definisi segala hal yang menyangkut

tentang pembiayaan mudharabah

Pelaksanaan Prinsip

Mudharabah (Pasal 3)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan dan persyaratan

pelaksanaan pembiayaan mudharabah berdasarkan

prinsip syariah

Syarat Realisasi

Pembiayaan

Mudharabah (Pasal 4)

Klausul ini berisi seluruh persyaratan untuk

merealisasikan pembiayaan mudharabah

Biaya dan Pajak

(Pasal 5)

Klausul ini berisi kewajiban-kewajiban nasabah dalam

menanggung setiap biaya-biaya dalam hal pelaksanaan

pembiayaan mudharabah

Jangka Waktu Klausul ini menyebutkan bahwa keterangan jangka

2 Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP

BSD, pada Tanggal 20 September 2018.

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

58

Pembiayaan

Mudharabah

(Pasal 6)

waktu dan jatuh tempo pembayaran sudah dijelaskan

dalam pasal 2 serta menjelaskan kepada nasabah

bahwa apabila jangka waktu pembiayaan berakhir

sedangkan masih ada sisa pokok pembayaran yang

belum dilunasi maka perjanjian ini masih terus

berlanjut sampai nasabah melunasi seluruh

pembiayaan mudharabah

Penarikan Pembiayaan

Mudharabah (Pasal 7)

Klausul ini menjelaskan bahwa penarikan dana dapat

nasabah lakukan jika syarat-syarat realisasi sudah

dipenuhi dan seketika itu nasabah mempunyai

kewajiban kepada bank

Pengembalian

Pembiayaan

Mudharabah (Pasal 8)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan yang harus

dilakukan nasabah dalam pengembalian pembiayaan

dan ketentuan apabila nasabah lalai dan/atau

melanggar kesepakatan dalam perjanjian tersebut

Kuasa Yang Diberikan

Dari Nasabah (Pasal 9)

Klausul ini menjelaskan bahwa nasabah memberikan

kuasa kepada bank untuk mendebit rekening nasabah

dalam hal pengembalian pembiayaan mudharabah

Ganti Rugi (Ta‟wid)

dan Denda (Ta‟zir)

(Pasal 10)

Klausul ini berisi ketentuan mengenai ganti rugi

(Ta‟wid) apabila nasabah lalai, menyimpang dari

dan/atau membatalkakn akad ini dan ketentuan denda

(Ta‟zir) apabila nasabah telat membayar pengembalian

pembiayaan sampai jatuh tempo

Kewajiban Nasabah

(Pasal 11)

Klausul ini berisi kewajiban-kewajiban nasabah

selama berlangsungnya pembiayaan mudharabah

Pembatasan Tindakan

Nasabah (Pasal 12)

Klausul ini berisi hal-hal yang tidak boleh dilakukan

nasabah selama pembiayaan berlangsung kecuali telah

dapat persetujuan dari bank

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

59

Pengawasan (Pasal 13)

Klausul ini menjelaskan bahwa bank berhak

melakukan pengawasan terhadap pembukuan nasabah

selama pembiayaan berlangsung

Agunan dan

Pengikatannya

(Pasal 14)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan mengenai

agunan yang sudah diberikan oleh nasabah kepada

bank. Apabila nasabah menyimpang ataupun jika

agunan yang diberikan dirasa kurang

Asuransi (Pasal 15)

Klausul ini berisi mengenai ketentuan asuransi yang

menjadi kewajiban nasabah selama berlangsungnya

pembiayaan

Nasabah Cidera Janji

(Pasal 16)

Klausul ini berisi hal atau peristiwa yang ditetapkan

bank yang termasuk jenis kelalaian/pelanggaran yang

dilakukan nasabah dalam akad ini, serta tindakan yang

dilakukan bank apabila nasabah cidera janji

Pengawasan,

Pemeriksaan dan

Tindakan Terhadap

Agunan (Pasal 17)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan yang akan

dilakukan bank terhadap agunan nasabah, mulai dari

pengawaasan, pemeriksaan, sampai tahap eksekusi

agunan apabila nasabah cidera janji

Penagihan Seketika

Seluruh Kewajiban

Nasabah (Pasal 18)

Klausul ini berisi tentang ketentuan penagihan

pembayaran pembiayaan apabila nasabah menyimpang

dari jangka waktu pembiayaan dan melakukan hal-hal

lain yang menyimpang dari akad

Penguasaan dan

Penjualan (Eksekusi)

Agunan (Pasal 19)

Klausul ini berisi tentang tindakan yang dilakukan

oleh bank terhadap agunan nasabah apabila nasabah

cidera janji dan hal-hal lain yang sudah menjadi

ketentuan bank

Pengalihan Piutang

Mudharabah Kepada

Klausul ini berisi tentang penyerahan hak nasabah

kepada bank dalam pengalihan piutang mudharabah

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

60

Pihak Lain (Cessie)

(Pasal 20)

kepada pihak lain yang sudah di tetapkan oleh bank

Pernyataan dan

Jaminan Nasabah

(Pasal 21)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan yang dibuat

dalam bentuk pernyataan bahwa nasabah menyatakan

dan menjamin hal-hal yang menyangkut pembiayaan

ini adalah benar

Berakhirnya dan

Beralihnya Hak-Hak

dan Kewajiban

Nasabah (Pasal 22)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan yang dilakukan

oleh bank kepada nasabah mengenai hak dan

kewajiban nasabah apabila perjanjian pembiayaan

telah berakhir dan telah dilunasi

Force Majeure

(Pasal 23)

Klausul ini berisi tentang ketentuan mengenai langkah

yang di ambil apabila terjadi force majeure saat

berlangsungnya pembiayaan

Hukum yang Berlaku

dan Penyelesaian

Perselisihan (Pasal 24)

Klausul ini berisi ketentuan hukum yang diambil

apabila terjadi perselisihan selama melakukan

pembiayaan

Korespondensi

(Pasal 25)

Klausul ini berisi ketentuan-ketentuan mengenai surat

menyurat yang dikirimkan ke alamat nasabah sebagai

bukti pengembalian kewajiban nasabah atau bagian

yang tidak terpisahkan dari akad ini

Lain-Lain (Pasal 26)

Klausul ini berisi ketentuan lainnya apabila belum

diatur atau yang akan diatur kemudian yang berkaitan

dengan pembiayaan mudharabah

Menurut hasil wawancara dengan pihak Bank BJB Syariah KCP BSD, bahwa

semua klausul dalam akad mudharabah ini semuanya sudah dibakukan. Hanya

klausul yang ditetapkan di dalam SP4 yaitu pada Pasal 2 mengenai Ketentuan

Pokok Akad, dalam pasal ini berisi jumlah pembiayaan yang dikeluarkan bank,

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

61

nisbah bagi hasil yang sudah disepakati, tujuan pembiayaan, jangka waktu, jatuh

tempo pembiayaan, biaya administrasi serta agunan yang dijadikan jaminan dalam

pembiayaan. Dalam pasal ini pula nasabah masih dapat melakukan negosiasi

sampai keluarnya SP4, setelah SP4 disetujui maka nasabah tidak dapat melakukan

negosiasi lagi.3

Dalam hal ini, kesempatan nasabah untuk bernegosiasi hanya pada saat

berlangsungnya pembiayaan (sebelum keluarnya SP4). Nasabah juga tidak

mempunyai kesempatan untuk ikut andil atau bernegosiasi dalam klausul-klausul

kontrak baku pembiayaan mudharabah tersebut. Nasabah harus mengikuti aturan-

aturan kontrak yang telah ditetapkan oleh Bank BJB Syariah KCP BSD. Nasabah

hanya dapat membaca isi kontrak sebelum menandatanganinya, tidak dapat tawar-

menawar ataupun merubah isi kontrak yang telah dibakukan oleh bank. Seperti

wawancara peneliti terhadap Ibu H. Heni selaku ketua Koperasi Karyawan PDAM

TKR Kab. Tangerang bahwa “untuk negosiasi tidak ada, semua ikut koridor bank

karena semuanya sudah ada aturan dan ketentuannya”4. Peneliti menyimpulkan

bahwa dalam pembuatan kontrak memang tidak ada campur tangan dari pihak

nasabah.

Penerapan kontrak baku di Bank BJB Syariah KCP BSD khususnya dalam

pembiayaan mudharabah bersifat final artinya tidak dapat diganggu gugat atau

direvisi oleh bank. Semua ketentuan-ketentuan yang dimaksud tertera di dalam

kontrak baku pembiayaan mudharabah yang telah disiapkan oleh Bank BJB

Syariah KCP BSD. Kontrak baku tersebut menjadi pedoman bagi nasabah selama

bekerja sama dengan bank.

3 Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP

BSD, pada Tanggal 20 September 2018. 4 Hasil wawancara dengan Ibu Hj. Heni, Ketua Koperasi Karyawan PDAM TKR Kab.

Tangerang, pada Tanggal 22 Oktober 2018

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

62

B. Tinjauan Hukum Terhadap Kontrak Baku Pembiayaan Mudharabah di

Bank BJB Syariah KCP BSD

Dalam suatu transaksi pembiayaan dikenal dengan yang namanya akad. Akad

menurut UU No. 21 Tahun 2008 adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah

atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-

masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah. Sedangkan, prinsip syariah adalah

prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang

dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di

bidang syariah.5

Salah satu pembiayaan dalam perbankan syariah ialah pembiayaan

mudharabah. Menurut Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000, pembiayaan

mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah

kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Pada bagian kedua poin (b)

dalam fatwa tersebut juga dijelaskan bahwa bagian keuntungan proporsional bagi

setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan

harus dalam bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan serta

perubahan nisbah harus sesuai kesepakatan6 Hal tersebut adanya kerja sama antara

dua pihak di mana pemilik dana (shahibil maal) menyediakan seluruh modal

sedangkan pihak kedua (mudharib) selaku pengelola, dan keuntungan dibagi

antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

Salah satu poin penting dalam pembiayaan mudharabah ialah besarnya

prosentase nisbah bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak. Prosentase nisbah

bagi hasil pada praktiknya, dihitung oleh bank dari perhitungan keuntungan

minimal yang harus diperoleh bank (expeted yield).7 Dalam hal ini bank telah

menentukan keuntungan yang harus dicapai bank, prosentase nisbah mengikuti

5 Lihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

6 Lihat Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah

(Qiradh). 7 Rachmania Tsabita, dkk, Mengungkap Ketidakadilan Dalam Praktik Pembiayaan

Mudharabah: Studi Fenomenologi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Jurnal El-Muhasaba, Vol. 6, No. 1, Januari 2015, h. 9.

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

63

dan sudah tidak ada tawar-menawar lagi. Karena secara riil nya memang sudah

sistem bank yang seperti itu.

Seperti halnya Bank BJB Syariah KCP BSD melalui kontrak bakunya pada

pembiayaan mudharabah pasal 1 ayat 7 dan 8 bahwa “proyeksi bagi hasil adalah

perkiraan pendapatan yang akan diterima bank dari nasabah atas pembiayaan

mudharabah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil.” Selanjutnya “nisbah

bagi hasil adalah perbandingan (rasio) pembagian atas pendapatan yang dibagikan

dari usaha kerja sama antara nasabah dan bank yang ditetapkan berdasarkan

akad.” Berdasarkan hasil penelitian bahwa nisbah bagi hasil memang ditentukan

menggunakan prosentase, namun selain itu bank juga menghitung menggunakan

proyeksi bagi hasil. Di mana keuntungan yang di dapat bank dan nasabah sudah

terlihat sejak awal pembuatan akad.

Dalam hal sistem bank syariah dalam menjalankan aktivitasnya masih

berfokus pada bagaimana mencapai keuntungan yang telah ditarget. Saat awal

dilakukannya akad mudharabah, bank telah mengitung proyeksi keuntungan

pengelola usaha. Dari laporan penghitungan tersebut akan muncul prosentase

minimal keuntungan yang harus didapatkan bank tiap periodenya. Penetapan ini

lah yang di mana nasabah harus membayar angsuran setiap bulannya. Alasan

Bank BJB Syariah KCP BSD melakukan sistem seperti ini adalah bank tidak ingin

mengambil kerugian. Seperti yang diungkapkan Pak Rizky bahwa “mau untung

atau rugi usaha mudharib tetap harus membayar segitu, karena bank juga tidak

mau rugi”.8 Dapat disimpulkan bahwa pembayaran angsuran bulanan memang

sudah ditentukan di awal, pihak bank tidak mau tahu apakah dana itu yang nanti

dikelola rugi atau tidak. Walaupun setiap bulannya pihak nasabah memberikan

laporan keuangan atau rekening koran disebutnya. Seperti yang dikemukakan oleh

Ibu Hj. Heni bahwa “nisbah bagi hasil sudah ketentuan dari bank bukan

kesepakatan kedua belah pihak. Jumlah per bulan yang harus dibayar sudah

8 Hasil wawancara dengan Bapak Rizky, Marketing Pembiayaan Bank BJB Syariah KCP

BSD, pada Tanggal 20 September 2018.

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

64

ditentukan semuanya oleh bank. Setiap bulan kita tetap kasih laporan keuangan

atau rekening koran”9

Peneliti menyimpulkan bahwa saat pembuatan kontrak, kesepakatan yang

dimaksud oleh kedua belah pihak adalah suka sama suka, bukan berdasarkan

keinginan para pihak. Secara riilnya, nasabah tidak bisa ikut menentukan nisbah

yang diberikan oleh bank. Bank menentukan prosentase bagi hasil sendiri berikut

mengenai proyeksi bagi hasil dalam jumlah nominal yang ditentukan semuanya di

awal kontrak. Walaupun pihak nasabah tetap memberikan laporan keuangannya

setiap bulannya, penentuan kebijakan pembagian hasil di awal tetap berjalan

sesuai kesepakatan di awal dan itu tidak akan berubah sampai pembiayaan

berakhir.

Penetapan sistem pembayaran dengan flat seperti ini menunjukan bahwa bank

syariah selalu menganggap bahwa usaha nasabah itu selalu mendatangkan

keuntungan. Walaupun kenyataannya bisa sebaliknya, sistem ini langsung

kebijakan dari bank, telah menjadikan bank nampak kurang dapat ambil andil

dengan apa yang menimpa usaha nasabah. Apakah nasabah mendapat keuntungan

atau tidak, ia harus memberikan bagi hasil kepada bank. Sistem ini memang dapat

membuat nasabah untung besar ketika iklim usaha baik, sebaliknya ketika iklim

kurang kondusif, nasabah bisa merugi.

Hakikatnya kerja sama mudharabah bukanlah kerja sama yang seperti itu.

Mudharabah lebih berorientasi pada solidaritas dan kebersamaan. Jika usaha dari

mudharib mendapatkan keuntungan maka bank akan menerima keuntungan, akan

tetapi jika mudharib mengalami kerugian, maka bank pun siap menerima

kerugian. Hal ini sebenarnya yang membedakan bank syariah dengan sistem

ekonomi lain, bahwa sistem perbankan Syariah tidak enggan berbagi kerugian,

tidak hanya spekulasi dan semata-mata mencari keuntungan. Namun kondisi-

kondisi tersebut tidak berlaku dalam praktik mudharabah bank syariah. Bank

9 Hasil wawancara dengan Ibu Hj. Heni, Ketua Koperasi Karyawan PDAM TKR Kab.

Tangerang, pada Tanggal 22 Oktober 2018

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

65

tidak mau menanggung kerugian jika usaha mengalami kegagalan atau kerugian.

Jika terjadi kerugian usaha, niscaya bank akan meminta kembali modal yang telah

ia kucurkan dengan utuh.

Hal tersebut terlihat ahwa akad antara perbankan dengan nasabah pelaku

usaha bukanlah mudharabah, akan tetapi hutang-piutang yang berbunga alias riba.

Jika mudharabah tidak menghasilkan suatu keuntungan, si mudharib mengalami

dua kerugian, yang pertama adalah kerugian waktu, dan yang kedua harus

membayar angsuran yang disepakati di awal. Pada praktiknya pun nasabah bank

syariah masih berfikir keuntungan yang diambil oleh bank syariah adalah bunga

bank. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Hj. Heni “selama ini kita selalu

melakukan pembiayaan di bank syariah, kita milih-milih bank ini bunganya kecil

atau engga, oh yang ini sama aja yasudah. Paling staf sama anggota aja yang bisa

melakukan pembiayaan.”10

Hal tersebut dapat dilihat bahwa perbankan syariah menampakkan wajah

aslinya dalam pelaksanaan praktek mudharabah, yaitu sama persis dengan apa

yang dilakukan oleh bank konvensional. Di mana akad antara perbankan dengan

nasabah pelaku usaha bukanlah mudharabah, akan tetapi hutang-piutang yang

berbunga alias riba. Bank juga tidak mau menanggung kerugian usaha dan

meminta jaminan asset nasabah pelaku usaha. Praktik ini sama persis dengan apa

yang dilakukan oleh bank konvensional. Hanya berbeda dalam istilah, yang satu

bernama mudharabah sementara bank konvensional bernama kredit usaha

berbunga.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa praktik kontrak baku

pembiayaan mudharabah tidak sesuai dengan keadaan di lapangan menurut Fatwa

DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah. Bahwa

proyeksi bagi hasil yang ditetapkan oleh bank mengandung unsur ketidak sesuaian

dengan praktiknya di lapangan. Istilah proyeksi yang di tetapkan bank ialah suatu

10

Hasil wawancara dengan Ibu Hj. Heni, Ketua Koperasi Karyawan PDAM TKR Kab. Tangerang, pada Tanggal 22 Oktober 2018

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

66

perkiraan. Namun, dalam praktiknya di Bank BJB Syariah KCP BSD proyeksi

bagi hasil sudah tertera dengan jelas perhitungan nilai yang pasti. Maka,

pembiayaan semacam ini tidak bisa disebut sebagai pembiayaan mudharabah,

karena bertentangan dengan Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang

pembiayaan mudharabah yang menyebutkan bahwa proporsional bagi hasil yang

ditentukan kedua belah pihak harus berupa prosentase.

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

67

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Penerapan kontrak baku pada pembiayaan mudharabah di Bank BJB

Syariah KCP BSD berlangsung melalui tahap pengajuan permohonan

pembiayaan, analisis dari bank, penerbitan SP4 (Surat Pemberitahuan

Persetujuan Pemberian Pembiayaan) dan sampai pada akhirnya

diberlakukannya kontrak baku pembiayaan mudharabah yang bersifat

final dan tidak dapat diganggu gugat atau direvisi oleh nasabah. Dalam

kontrak baku tersebut hampir seluruh klausul bersifat baku, hanya ada satu

klausul yang bersifat bebas. Dalam hal ini nasabah hanya mempunyai dua

pilihan yaitu take it or leave it (terima atau tinggalkan) tanpa ada

kesempatan untuk negosiasi.

2. Menurut Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan

mudharabah, bahwa praktik kontrak baku pembiayaan mudharabah tidak

sesuai dengan keadaan di lapangan. Bahwa proyeksi bagi hasil yang

ditetapkan oleh bank mengandung unsur ketidak sesuaian dengan

praktiknya di lapangan. Istilah proyeksi yang di tetapkan bank ialah suatu

perkiraan. Namun, dalam praktiknya di Bank BJB Syariah KCP BSD

proyeksi bagi hasil sudah tertera dengan jelas perhitungan nilai yang pasti

di awal kontrak. Maka, pembiayaan semacam ini tidak bisa disebut

sebagai pembiayaan mudharabah, karena bertentangan dengan Fatwa

DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah

yang menyebutkan bahwa proporsional bagi hasil yang ditentukan kedua

belah pihak harus berupa prosentase.

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

68

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengajukan saran-saran sebagai

berikut:

1. Sebaiknya penerapan kontrak pembiayaan mudharabah ini membuka

peluang bagi nasabah untuk menegosiasikan isi kontrak, karena sifat

mudharabah itu sendiri adalah kerja sama, di mana kedua belah pihak

selain bekerjasama dalam hal kontribusi dana, juga bekerjasama dalam

pembuatan kontrak. Tujuannya adalah untuk menciptakan kebebasan para

pihak dalam berkontrak demi mencapai keadilan dan kesetaraan hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

2. Untuk kedepannya perlu upaya mencari jalan keluar bersama,

mengembangkan produk bukan saja melibatkan sumber daya yang ada

dalam penelitian dan pengembangan, tetapi juga sumber daya yang

mengerti dan mandalami syariah. Perlunya sumber daya manusia yang

mengerti tentang prinsip syariah secara teoritis maupun praktik agar

praktik pembiayaan syariah khususnya bagi hasil (mudharabah) ini bisa

berjalan dengan semestinya sesuai teori dan hukum yang berlaku yaitu UU

dan Fatwa DSN MUI.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

69

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Cet. 2.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi,

dan Implementasi). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.

Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema

Insani Press, 2001.

Dewi, Gemala dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Cet. 3. Jakarta:

Kencana, 2007.

Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di

Lembaga Keuangan Syariah. Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Cet. 2. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Hernoka, Agus Yudha. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial. Cet. 4. Jakarta: Kencana, 2014.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Bandung: Fokusmedia, 2008.

Latif, Ah. Azharudin dan Nahrowi. Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum

Positif & Hukum Islam. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.

Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2005

Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Kencana, 2013.

Hukum Perikatan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Miru, Ahmad. Hukum Kontrak Bernuansa Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2012.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 8. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013.

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

70

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Cet. 2. Jakarta: Amzah, 2013.

Rahman, Hasanudin. Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis (Contract

Drafting). PT. Citra Aditya Bakti, 2003

Rais, Inawati dan Hasanudin. Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah Jilid 5. Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013.

Salim. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar

Grafika, 2006.

Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2007.

Saliman, Abdul Rasyid. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh

Kasus. Cet. 8. Jakarta: Kencana, 2014.

Samadani, H.U. Adil. Dasar-Dasar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media,

2013.

Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks, 2012.

Sinaga, Budiman. Hukum Kontrak & Pernyelesaian Sengketa dari Perspektif

Sekretaris. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek

Hukumnya. Jakarta; Kencana: 2015.

Subekti. Hukum Perjanjian. Cet. 21. Jakarta: PT. Intermasa, 2005.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2002.

Syahrani, Riduan. Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: PT.

Alumni, 2010.

Syaifuddin, Muhammad. Hukum Kontrak: Memahami Hukum Kontrak dalam

Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan

Hukum Perikatan). Bandung: CV. Mandar Maju, 2012.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

71

Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Sripsi dan Tesis Bisnis. Cet. 11. Jakarta:

Rajawali Pers, 2011.

Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes. Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori

dan Praktik. Bandung: Nusamedia, 2007.

Jurnal

Fidhayanti, Dwi. Perjanjian Baku Menurut Prinsip Syariah (Tinjauan Yuridis

Praktik Pembiayaan di Perbankan Syariah). de Jure, Jurnal Syariah dan

Hukum, Vol. 6 No. 2, Desember 2014.

Hadi, A. Chairul. Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah

Indonesia. Jurnal Al-Iqtishad Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta: Vol. III, No. 2, Juli 2011.

Hakim, Lukmanul dan Amelia Anwar. Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan

Syariah Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia. Universitas Bandar

Lampung, STIE Mitra Lampung AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan

Filantropi Islam, Vol. 1, No. 2, Desember 2017.

Ilyas, Rahmat. Konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syari‟ah. STAIN Syaikh

Abdurrahman Siddik Bangka Belitung: Jurnal Penelitian, Vol. 9, No. 1,

Februari 2015.

Jahri, Ahmad. Perlindungan Nasabah Debitur Terhadap Perjanjian Baku Yang

Mengandung Klausula Eksonerasi Pada Bank Umum Di Bandarlampung.

.Fiat Justisia Journal of Law Volume 10 Issue 2, April-June 2016.

Muanthe, Abdul Karim. Penggunaan Perjanjian Baku dalam Transaksi Bisnis

Menurut Hukum Islam. Jurnal Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015.

Na‟im, Muhlishotu Jannati. Problematika Kontrak Baku Dalam Akad

Mudharabah Di Lembaga Perbankan Syariah. Jurnal An-Nisbah Fakultas

Syariah IAIN Ponorogo, Vol. 03, No. 02, April 2017.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

72

Supriyadi, Ahmad. Sistem Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah (Suatu

Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di

Indonesia). Jurnal Al-Mawarid Edisi X Tahun 2003.

Satory, Agus. Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi

Bisnis Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia.

Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015.

Tsabita, Rachmania dkk. Mengungkap Ketidakadilan Dalam Praktik Pembiayaan

Mudharabah: Studi Fenomenologi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya, Jurnal El-Muhasaba, Vol. 6, No. 1, Januari 2015.

Skripsi dan Tesis

Hijri, Nurul. Analisis Penerapan Kontrak Baku pada Pembiayaan Musyarakah

menurut Hukum Islam (Studi Kasus Pada Bank Syari‟ah Mandiri Cabang

Banda Aceh). Jurusan Hukum Ekonomi Syariah: skripsi UIN Ar-Raniry

Darussalam-Banda Aceh, 2017.

Lubis, Muhar Affandy. Aspek Hukum Perjanjian Baku dalam Pembiayaan

Berdasarkan Prinsip Syariah Ditinjau dari Undang-Undang Np. 10 Tahun

1998. Jurusan Ilmu Hukum : skripsi Universitas Sumatera Utara, 2005.

Putri, Rita. Klausul-Klausul Kontrak Baku dan Model Kontrak dalam Perspektif

Hukum Islam. Jurusan Muamalat: skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2016.

Subakty, Try. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Pembiayaan

Mudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang Sumenep. Jurusan Hukum

Bisnis Syariah: tesis UIN Sunan Kalijaga, 2016.

Peraturan

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan

Mudharabah

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 115/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad

Mudharabah.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

73

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2014 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian

Baku

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Website

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pembiayaan, diakses tanggal 26 September

2018, 06.30 WIB

http://www.bjbsyariah.co.id/tentang-bjb-syariah/sekilas-bjb-syariah/, diakses

tanggal 05 November 2018, 16.00 WIB

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

74

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

75

LAMPIRAN 1

TRANSKRIP WAWANCARA

BANK BJB SYARIAH KCP BSD

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

76

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

77

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

78

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

79

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

80

LAMPIRAN 2

TRANSKRIP WAWANCARA

KOPERASI KARYAWAN PDAM TKR TANGERANG

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

81

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

82

LAMPIRAN 3

FORMULIR PERMOHONAN PEMBIAYAAN

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

83

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

84

Page 97: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

85

Page 98: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

86

LAMPIRAN 4

KONTRAK PEMBIAYAAN MUDHARABAH

Page 99: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

87

Page 100: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

88

Page 101: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

89

Page 102: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

90

Page 103: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

91

Page 104: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

92

Page 105: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

93

Page 106: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

94

Page 107: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

95

Page 108: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

96

Page 109: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

97

Page 110: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

98

Page 111: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

99

Page 112: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

100

Page 113: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

101

Page 114: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

102

Page 115: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44839/1/KHARISMA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Kharisma Inggil WekasanePublish Year: 2019

103

LAMPIRAN 5

PROYEKSI BAGI HASIL