17

Click here to load reader

07_3_1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

METODE LATIHAN LARI CEPAT 100 METER

Taufik Yudi Mulyanto

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh kemampuan daya ledak otot tungkai dan interaksi antara metode latihan dengan kemampuan daya ledak otot tungkai terhadap hasil belajar lari 100 meter. Penelitian ini diaksanakandi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta dengan metode eksperimen, dengan rancangan faktorial 2 x 2. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang mahasiswa. Analisis data yang digunakan adalah Analisis Varians (ANAVA) dua arah. Hasil penelitian menyatakan bahwa: (1) Tidak terdapat perbedaan pengaruh hasil belajar lari 100 meter antara kelompok yang dilatih dengan metode latihan percepatan lari cepat dan kelompok yang dilatih dengan metode latihan lari cepat, (2) Terdapat perbedaan pengaruh antara kemampuan daya ledak otot tungkai kuat dan kemampuan daya ledak otot tungkai lemah terhadap hasil belajar lari 100 meter, (3) Terdapat interaksi antara metode latihan dengan kemamuan daya ledak otot tungkai terhadap hasil belajar lari 100 meter.

Kata kunci: metode latihan, lari cepat, hasil belajar lari 100 meter

Lari, lompat dan lempar merupakan pola gerak dasar yang mewarnai sebagian besar cabang olahraga. Ketiga pola gerak dasar tersebut berasal dari cabang olahraga atletik, yang disebut pula sebagai induk dari seluruh cabang olahraga.

Pada lari jarak pendek dibutuhkan kemampuan suplai energi yang menyebabkan anggota tubuh bergerak cepat dan maksimal dalam melakukan gerakan dengan penguasaan teknis gerakan yang lebih kompleks dibandingkan gerakan lari jarak jauh. Gerakan lari jarak pendek memperhitungkan setiap langkah yang dilakukan mulai dari start sampai gerakan tubuh menyentuh garis finish.

143

Page 2: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

Faktor-faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan aktivitas fisik dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah: (1) faktor fisik, (2) faktor teknik, (3) faktor taktik/strategi dan (4) faktor mental (Harsono, 1988).

Lari 100 meter menggambarkan kecepatan bergerak seseorang, yang dalam mata kuliah Atletik I ikut berperan dalam hasil belajar lomptat jauh dan lari 400 meter, diperlukan adanya usaha agar batas minimal waktu yang disyaratkan dapat dilewati. Untuk itu diperlukan suatu metode latihan yang tepat agar tujuan dapat tercapai.

Usaha yang telah dilakukan selama ini dengan menerapkan beberapa metode latihan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan kecepatan bergerak yang diukut dengan lari cepat. Metode latihan tersebut adalah (1) latihan lari selang istirahat (interval training), (2) latihan lari cepat (sprint training), (3) latihan percepatan lari cepat (acceleration sprint) dan (4) latihan lari cepat lambat (hollow sprint) (Fox, 1984).

Kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap mahasiswa manyangkut unsur-unsur fisik sebagai berikut: (a) kekuatan, (b) daya tahan aerobik dan anaerobik, (c) kecepatan, (d) daya ledak, (e) koordinasi, (f) keseimbangan, (g) kelincahan, (h) ketepatan dan (i) kelentukan (Harsono, 1984). Salah satu kemampuan dasar yang mempunyai hubungan dengan metode latihan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar lari 100 meter adalah kemampuan daya ledak otot tungkai. Daya ledak atau power adalah kemampuan otot untuk mengatasi tahanan dengan kontraksi yang yang sangat cepat (Dick, 1978).

LARI 100 METERLari adalah gerak berpindah tempat maju ke depan yang dilakukan

lebih cepat dari berjalan. Pada lari ada saat keuda kaki tidak berhubungan (kontak) dengan tanah atau badan melayang di udara (Syarifudin, 1985). Hal ini berbeda dengan jalan sekalipun dilakuan dengan cepat. Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indoneisa (PB PASI) (1989) menyebutkan bahwa jalan cepat adaah gerak maju langkah kaki yang dilakukan sedemikian rupa sehingga kontak dengan tanah tetap terpelihara dan tidak terputus.

144

Page 3: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

Yang termasuk dalam lari jarak pendek ini adalah lari 100 meter, 200 meter, dan 400 meter utnuk perlombaan yang dilakukan pada gelanggang terbuka. Sedangkan untuk perlombaan yang dilakukan pada gelanggang tertutup terdapat beberapa nomor lain yang dilombakan, yaitu lari 50 meter dan 60 meter. Termasuk yang memerlukan pengembangan kecepatan berlari secara maksimal dalam jarak pendek adalah lari gawang 60 meter, 100 meter, 110 meter dan 400 meter.

Oleh karena itu lari 100 meter dapat dinyatakan sebagai rangkaian gerak kaki dan anggota tubuh dalam usaha memindahkan tubuh pada jarak 100 meter dengan waktu yang sesingkat-singkatnya.

Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan LariDalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan inti dan amat

diperlukan agar dapat dengan segera memindahkan tubuh atau menggerakkan anggota tubuh dan satu posisi ke posisi lainnya. Kecepatan adalah perubahan posisi benda pada arahnya dalam satu satuan waktu (Masnun, 1987). Sejalan dengan hal tersebut, Harsono (1988) menyatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedangkan menurut Nossek (1982) kecepatan adalah suatu kualitas bersyarat yang memungkinkan seseorang bereaksi dengan cepat, jika dirangsang untuk melakukan gerak secepat mungkin. Kecepatan adalah penbandingan antara tempat dan waktu (Bompa, 1983).

Kecepatan dalam melakukan suatu gerak ditentukan oleh berbagai faktor. Sifat motoris yang mempengaruhi kecepatan terdiri atas: (1) tenaga otot, (2) Koordinasi, (3) viskositas otot, (4) kecepatan reaksi, (5) kecepatan kontraksi, (6) ciri antropometris, dan (7) stamina an aerob umum (Jonath, Haag dan Krampel, 1987).

Tenaga otot memegang penanan penting dalam kecepatan, dan bagi para pelari pemula yang sedang menjalankan latihan, pengarahan tenaga secara terarah akan sangat membantu meningkatkan prestasi. Tenaga otot merupakan gaya internal yang akan mengatasi adanya gaya eksternal (gravitasi, hambatan udara) sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan gerak.

Dalam lari 100 meter dibutuhkan pengerahan kemampuan

145

Page 4: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

kecepatan sebesar 90%, daya tahan an-aerobik 3% dan daya tahan aerobik 2% (Pyke, 1980).

Bompa (1983) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adalah (1) keturunan, (2) waktu reaksi, (3) kemampuan mengatasi hambatan eksternal, (4) teknik, (5) konsentrasi dan kemauan keras, dan (6) elastisitas otot.

Sejalan dengan pandangan di atas, Nossek (1982) menyatakan bahwa kecepatan dipengaruhi oleh (1) mobilitas proses-proses syaraf, yakni stimuli penghentian, dan kemampuan kontraksi relaksasi, (2) elastisitas otot, yakni kapasitas peregangan kontraksi otot dan kondisi antara otot-otot sinergis-antagonis, (3) kekuatan dan daya tahan kecepatan, (4) teknik dalam keterampilan, dan (5) kemauan keras.

Dari beberapa uraian di atas maka ditarik gambaran bahwa untuk dapat meiniliki kecepatan dalam lari jarak pendek haruslah meiniliki tenaga yang berasal dan kontraksi otot-otot penggerak yang elastis, yang dikerahkan dalam rangkaian koordinasi gerak harmonis dengan kemauan yang keras. Pengembangan kecepatan tersebut dipengaruhi juga oleh keturunan, viscositas otot, kemampuan kontraksi otot dan kemampuan relaksasi otot.

Kecepatan seseorang dalam mempertahankan kecepatan lari cepat perlu mendapat perhatian mengingat setelah mencapai kecepatan maksimal pada tahapan ini, tidak mungkin lagi meningkatkan kecepatan berlari. Yang dapat dilakukan adalah usaha mempertahankan kecepatan agar tidak menurun drastis sebelum garis finish dilewati.

Secara sederhana dapat dikemukakan dengan melihat faktor penentu, maka untuk meningkatkan hasil belajar lari jarak pendek adalah dengan meningkatkan frekuensi langkah dengan panjang langkah tetap, atau memanjangkan langkah dengan frekuensi langkah tetap, atau meningkatkan kedua faktor penentu agar waktu tempuhnya menjadi makin singkat.

Enam bagian yang harus ditingkatkan agar keterampilan olahraga yang menuntut adanya faktor kecepatan dapat meningkat, yaitu: (1) reaksi, (2) kemampuan melakukan percepatan gerak, (3) keseimbangan pada waktu bergerak cepat, (4) kemampuan kecepatan maksimal, (5) kemampuan mempertahankan kecepatan maksimal, (6) kemampuan membatasi adanya efek daya tahan dalam kecepatan (Dick, 1989). Upaya

146

Page 5: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

peningkatan kecepatan dalam aktifitas olahraga memerlukan adanya pengulangan-pengulangan dalam bentuk latihan yang meningkatkan kemampuan otot dalam berbagai hal. Latihan yang dilakukan berusaha mendekatkan pada gerakan dan situasi yang sesungguhnya.

METODE LATIHANUntuk meningkatkan kemampuan dalam usaha mencapai tujuan

tertentu, diperlukan adanya pengenalan, pemahaman, dan pengenalan serta penguasaan mengenai bidang yang akan dilakukan. Dalam aktifitas motorik, hal tersebut dilakukan dalam proses latihan.

Berdasarkan klasifikasi gerak ditinjau dari otot-otot yang terlibat, lari 100 meter merupakan jenis keterampilan yang melibatkan kelompok otot-otot besar (gross motor skill) dan menuntut adanya kecepatan bergerak. Diperlukan adanya pemberian latihan yang tepat agar faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan bergerak dapat ditingkatkan, terutama faktor-faktor yang mempunyai potensi untuk ditingkatkan.

Metode adalah prosedur atau cara dalam melakukan sesuatu (Hornby, 1986). Metode adalah cara sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan (Pasaribu dan Simanungkalit, 1982). Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan (Surakhmad, 1980) Metode adalah cara yang digunakan untuk menyajikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan (Suparman, 1987).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat ditarik gambaran bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk memudahkan menyajikan isi pelajaran kepada siswa dalam mencapai tujuan.

Metode latihan yang digunakan dalam peningkatan kecepatan berlari beorientasi pada pembentukan dan pengembangan sistem energi. Metode latihan yang mendekati pada pengembangan sistem energi pada lari 100 meter adalah metode latihan percepatan lari cepat dan metode latihan lari cepat (Fox, 1984).

Metode Latihan Percepatan Lari Cepat Percepatan lari cepat (acceleration sprint) adalah lari dengan

peningkatan kecepatan secara bertahap yang dimulai dengan lari perlahan (jogging), lari langkah lebar (striding) dan kemudian lari cepat (sprinting) yang dilakukan antara 45-110 meter (50-120 yard) dalam setiap bagiannya (Fox, 1984). Sejalan dengan hal itu, Falls (1968)

147

Page 6: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

menyatakan bahwa lari cepat akselerasi adalah perubahan kecepatan secara bertahap dan lari pelan, lari langkah agak cepat kemudian lari ce-pat. Lari akselerasi adalah lari mulai dan lambat makin lama makin cepat (Harsono, 1988).

Dalam pelaksanaannya, metode latihan percepatan lari cepat mengembangkan kecepatan sebesar 90%, daya tahan an-aerobik sebesar 5% dan daya tahan aerobik sebesar 5% (Falls, 1968). Pengembangan kecepatan diartikan sebagai pengembangan sistem energi gabungan antara ATP-PC dan sistem asam laktat, pengembangan daya tahan an-aerobik diartikan sebagai pengembangan sistem energi gabungan antara asam laktat dan sistem aerobik, dan pengembangan daya tahan aerobik diartikan sebagai pengembangan sistem aerobik (sistem oksigen). Seperti yang diungkapkan oleh Fox (1984) bahwa metode latihan percepatan lari cepat mengembangkan sistem energi pada: (a) sistem phospagen dan sistem asam laktat sebesar 90%, (b) sistem asam laktat dan sistem oksigen sebesar 5%, dan (c) sistem aerobik sebesar 5%. Latihan percepatan lari cepat akan mengembangkan kecepatan dan kekuatan (Shaver, 1981).

Jarak tempuh dalam latihan percepatan lari cepat berkisar antara 45-110 meter (50–120 yard) dalam setiap bagiannya. Jika pada awalnya lari pelan dilakukan dalam jarak 50 meter, maka lari langkah lebar juga dilakukan dalam jarak 50 meter. Begitu juga dengan lari cepat dan jalan.

Lari pelan dilakukan awal kegiatan dalam setiap set sebagai langkah persiapan untuk melakukan aktivitas lari dengan kecepatan yang lebih tinggi. Secara mekanis hal tersebut memerlukan tenaga yang lebih besar dibandingkan jalan. Kaki harus melakukan tekanan ke tanah agar dapat menolakkan tubuh ke atas dan juga menerima beban yang lebih besar sebagai akibat adanya hentakan sebelumnya dan gaya tarik bumi yang bekerja pada tubuh.

Lari langkah lebar dilakukan untuk mempersiapkan tungkai bergerak dalam ayunan langkah yang lebih lebar dan lari pelan dan dengan kecepatan yang mulai meningkat. Secara mekanis lari langkah lebar memerlukan tenaga yang lebih besar dibandingkan lari pelan. Hal ini dapat dilihat melalui persamaan F = m x a (Force = massa x acceleration atau massa x percepatan). Penyebab besaran F meningkat dikarenakan unsur percepatan pada lari langkah lebar menjadi lebih besar

148

Page 7: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

dibandingkan lari pelan.Puncak kecepatan bergerak yang harus dilakukan pada metode ini

terjadi pada saat lari cepat dilakukan. Setelah melalui tahapan lari pelan dan lari langkah lebar dilakukan, maka pada tahapan ini kaki harus menolak kuat pada bidang tumpu disentai dengan inekuensi ayunan langkah kaki secepat mungkin sesuai dengan panjang tungkai. Semua itu dilakukan berulang-ulang pada jarak tempuh 45 meter. Dengan demikian tenaga yang harus dikerahkan relatif paling besar dibandingkan aktivitas sebelumnya.

Sesudah lari cepat, selanjutnya adalah gerakan langkah lepas dan jalan dalam satuan jarak yang sama. Langkah lepas dilakukan tanpa mengerahkan tenaga dan merupakan penurunan kecepatan untuk melaksanakan tahapan jalan. Dari adanya aktivitas jalan pada akhir suatu dalam metode latihan ini adalah sebagai masa jeda untuk memulihkan tenaga yang telah dikerahkan mendekati kemampuan maksimal pada bagian sebelumnya. Jonath, Haag dan Krampel (1987) menyatakan bahwa istirahat diantara setiap rangsang memegang peranan yang menentukan, sebab organ yang mendapat beban latihan sebelumnya harus dipulihkan lagi. Tiap rangsang gerak menyebabkan penggunaan energi, yang berarti energi berikutnya akan berkurang. Namun istirahat mengandung pula rangsangan bagi pembentukan energi yang baru.

Istirahat dalam latihan ini adalah istirahat aktif dalam bentuk kegiatan jalan. Istirahat aktif yang dilakukan setelah bergerak bertujuan untuk memulihkan kondisi tubuh dan membantu dalam proses penguraian kembali asam laktat yang terbentuk pada saat latihan, dan karena istirahat antara set mendekati istirahat sempurna maka latihan ini berguna untuk membangun kecepatan dan kekuatan dengan faktor ke-mungkinan cedera lebih kecil (Fox dan Mathews, 1981). Indikasi istirahat aktif atau istirahat tak penuh menurut Jonath, Haag dan Krampel (1987) adalah denyut nadi 120 kali permenit untuk memulai latihan/set berikutnya.

Metode ini memberikan penguatan koordinasi gerakan lari dengan tingkat kecepatan yang bertahap. Skinner dikutip Singer (1984) menyatakan bahwa penguatan (reinforcement) merupakan masukan bagi individu agar dapat melakukan penampilan yang mendekati keadaan sebenarnya, yang tidak hanya sekedar menunjang dan sisi aktivitas fisik,

149

Page 8: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

tetapi juga memberikan inspirasi dan motivasi dalam melakukan gerak motorik.

Metode Latihan Lari CepatLatihan lari cepat adalah lari cepat berulang-ulang menempuh jarak

50–60 meter dengan kecepatan maksimal diselingi istirahat sempurna diantara ulangannya (Smith, 1983). Sejalan dengan itu, Fox (1984) menyatakan bahwa latihan lari cepat adalah lari cepat berulang kali dengan kecepatan maksimal dan istirahat sempurna diantara pengulangan.

Pelaksanaan aktivitas metode ini dimulai pada tempat yang sama dalam setiap set pengulangan. Jarak tempuh yang dilakukan untuk lari cepat sejauh 60 meter dimulai dan garis start. Setelah melakukan lari cepat dilanjutkan dengan gerakan langkah lepas sampai gerak laju ke depan berkurang dan berhenti. Langkah lepas dilakukan dalam jarak 20 meter Kemudian kembali ke garis untuk memulai set berikutnya setelah mencapai rentang waktu istirahat yang diisyaratkan. Lari cepat dan garis sampai garis 60 meter dilakukan dengan start berdiri sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan kecepatan sampai pada keadaan maksimal.

Secara mekanis pengembangan Kecepatan berlari dalam 60 meter menuntut adanya perubahan gerak yang meningkat dan keadaan diam sampai pada kecepatan maksimal. Lari dengan pola demikian melatih periode percepatan positif dalam tahapan berlari 100 meter (Jonath, Haag dan Krampel, 1987).

Metode percepatan lari cepat menuntut tungkai dapat bergerak secepat mungkin sehingga memindahkan tubuh ke jarak 60 meter. Kedua tungkai bergantian melangkah dalam menunjang dan menggerakkan tubuh pada percepatan yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat. Pada awal jarak tempuh sesudah garis start sekitar 20 meter, kaki belum dapat melakukan frekuensi ayunan yang cepat, tetapi masih berada dalam proses menolak dan membangun kecepatan berlari. Setelah melampaui jarak tersebut akan terbentuk kecepatan maksimal dalam berlari.

Prinsip-prinsip pelaksanaan latihan lari cepat berkenaan dengan peningkatan dan pengembangan kecepatan adalah: (a) rentang waktu kerja antara 5-15 detik, (b) intensitas kerja 100 % (maksimal), (3) rentang

150

Page 9: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

waktu pemulihan 1–2 menit, (4) perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat = 1 : 5 s.d 1 : 10 (5) jumlah ulangan 5-15 kali (Pyke, 1980).

Singkatnya waktu pelaksanaan bagian lari cepat adalah untuk menampilkan kecepatan maksimal tanpa mengakibatkan kelelahan. Istirahat yang lama dapat mentolerir agar tetap pulih pada pelaksanaan set berikutnya. Jonath, Haag dan Krampel (1987) menyebutnya dengan istirahat penuh, yang ditandai dengan menurunnya denyut nadi sampai hampir tenang.

DAYA LEDAKDalam nomor lari 100 meter, tungkai merupakan alat gerak utama

untuk menunjang dalam usaha memindahkan tubuh mulai dan start sampai finish dalam waktu sesingkat mungkin. Radcliffe dan Fanentinos (1986) menyatakan bahwa kelompok otot tungkai merupakan daya gerak utama dalam cabang olahraga yang melibatkan gerakan kaki.

Untuk dapat melakukan gerak, diperlukan adanya energi mekanik yang diperoleh sebagai hasil proses pembentukan energi melalui proses kimia dalam tubuh. Terjadinya gerakan disebabkan berkontraksinya otot atau sekelompok otot dalam mengatasi hambatan atau beban. Beban tersebut dapat berupa berat tubuh sendiri seperti halnya dalam lari 100 meter, atau benda diluar tubuh yang digunakan dalam aktifitas olahraga tersebut, misalnya raket dalam tennis dan pemukul dalam softball.

Fox dan Mathews (1981) menyatakan bahwa daya ledak adalah besarnya usaha yang dilakukan dalam satu satuan waktu. Kirkendall, Gruben dan Johnson (1980) mengemukakan bahwa daya ledak adalah hasil usaha dalam satuan unit waktu, yang dilakukan ketika kontraksi otot memindahkan benda pada ruang atau jarak tententu. Wilmore dan Costill (1988) menyatakan bahwa daya ledak adalah hasil dan tenaga dan kecepatan dan hal tersebut lebih penting daripada unsur kekuatan. Harre (1982) mengemukakan bahwa daya ledak adalah kemampuan mengatasi hambatan dalam Kecepatan kontraksi otot yang tinggi.

Dick (1978) mengemukakan bahwa daya ledak merupakan unsur yang amat penting untuk nomor-nomor yang lari cepat, lari gawang, nomor-nomor lompat dan lempar pada cabang olahraga atletik.

Daya ledak setiap orang dapat dibentuk dengan dominan berasal dan kekuatan (strength doininated) atau dominan berasal dan kecepatan (speed dominated) (Kreighbaum dan Barthels, 1985). Contoh daya ledak

151

Page 10: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

yang dominan dan unsur kekuatan adalah daya ledak yang dimiliki oleh para pengangkat besi (lifter), dan daya ledak yang berasal dan kecepatan adalah daya ledak yang dimiliki oleh para penolak peluru, pelempar, pelompat, pelari atau perenang.

Berpijak dan pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa unsur daya ledak merupakan unsur yang amat menentukan dalam penampilan olahraga, terutama pada cabang-cabang olahraga yang mengerahkan tenaga secara cepat.

METODEPenelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan

faktorial 2X2. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta dengan subjek 40 orang mahasiswa semester I yang terbagi menjadi empat kelompok

Variabel bebas yang dimanipulasi dalam penelitian ini adalah metode latihan, yang terdiri dari: (a) metode latihan percepatan lari cepat dan (b) metode latihan lari cepat. Variabel bebas yang dikendali (atributif) adalah kemampuan daya ledak otot tungkai, yang terdiri dan (a) kemampuan daya ledak otot tungkai kuat dan (b) kemampuan daya ledak otot tungkai lemah. Sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar lari 100 meter, yang diukur dengan kecepatan dalam menempuh jarak 100 meter.

Penetapan perlakuan terhadap masing-masing kelompok dilakukan secara acak, sehingga diperoleh kelompok yang diberikan metode latihan percepatan lari cepat dan metode latihan lari cepat disajikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Pengelompokan sampel & Perlakuan eksperimenMetode latihan (A)

Kemampuan dayaledak otot tungkai (B)

Percepatan lari cepat

(A1)

Lari cepat (A2)

Jumlah

Kuat (B1) 10 10 20Lemah (B2) 10 10 20

Jumlah 20 20 40

152

Page 11: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tes dan pengukuran, dengan teknik analisis varians (anava) dengan rancangan faktorial dan taraf signifikansi α = 0,05.

HASIL Data yang dikumpulkan dan diolah adalah data yang dipeoleh dari

nilai tes lari 100 meter yang didapat oleh peserta sebagai hasil perlakuan selama 24 kali pertemuan. Perlakuan yang dilaksanakan adalah metode latihan percepatan lari cepat dan metode latihan lari cepat. Hasil belajar lari 100 meter yang tercatat dalam satuan ukuran waktu dikonversikan menjadi nilai sesuai dengan acuan yang diterbitkan oleh international amateur athletic federation (IAAF). Selanjutnya harga-harga n, X dan s untuk setiap perlakuan terangkum pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Data hasil penelitian

Kemampuan daya ledak otot tungkai

Metode latihanPercepatan Lari Cepat

Kuatn = 10X 1 = 501,5s = 70,301

n = 10X 2 = 381,7s = 70,549

Lemahn = 10X 3 = 342,5s = 78,047

n = 10X 4 = 421,1s = 63,856

Jumlahn = 20X = 422,0s = 108,992

n = 20X = 401,4s = 68,539

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang diberikan metode latihan percepatan lari cepat menunjukkan bahwa skor terendah 201 dan tertinggi 629, harga rata-rata 422, simpangan baku 108,92 modus dan 457,5 dan 457,5, median 428,16.

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan lari cepat menunjukkan skor terendah 283, tertinggi 504, harga rata-rata 401,4, simpangan baku 68,539, modus sebesar 353,83 dan 479,8 serta median sebesar 391,5.

153

Page 12: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan lari cepat menunjukkan skor terendah 283, tertinggi 629, harga rata-rata 442,0, simpangan baku 89,22, modus sebesar 456,5 dan median sebesar 428,5.

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan lari cepat menunjukkan skor terendah 201, tertinggi 494, harga rata-rata 381,60, simpangan baku 115,16, modus sebesar 317,5 dan median sebesar 385,2.

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan lari cepat menunjukkan skor terendah 388, tertinggi 629, harga rata-rata 501,5, simpangan baku 70,301, modus sebesar 377,5 dan median sebesar 487,5.

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan lari cepat dan memiliki kemampuan daya ledak otot tungkai kuat menunjukkan skor terendah 283, tertinggi 504, harga rata-rata 381,7; simpangan baku 70,549, modus sebesar 351,5 dan median sebesar 374,5.

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan percepatan lari cepat pada kemampuan daya ledak otot tungkai lemah menunjukkan skor terendah 201, tertinggi 418, harga rata-rata 342,5, simpangan baku 78,047, modus sebesar 389,5 dan median sebesar 365,5.

Data yang diperoleh dari hasil belajar lari 100 meter pada kelompok yang melakukan metode latihan lari cepat pada kemampuan daya ledak otot tungkai lemah menunjukkan skor terendah 337, tertinggi 494, harga rata-rata 421,7, simpangan baku 63,856, modus sebesar 355,7 dan 372,5 median sebesar 432,5.

PEMBAHASAN Hasil pengujian hipotesis pertama menyatakan bahwa metode

latihan percepatan lari cepat dan metode latihan lari cepat tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan hasil belajar lari 100 meter. Hal tersebut menyatakan bahwa kedua metode tersebut sama-sama mempunyai pengaruh untuk digunakan dalam meningkatkan kecepatan pada nomor lari 100 meter.

Dilihat dan pengembangan sumber energi yang dikerahkan pada saat aktifitas dilakukan, kedua metode latihan tersebut memperlihatkan

154

Page 13: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

perbedaan yang dapat terlihat pada teori yang dikemukakan oleh Fox (1984). Perbedaan pengembangan energi tersebut terletak pada gabungan sistem asam laktat (LA) dan sistem oksigen (02) sebesar 1 persen (metode latihan percepatan lari cepat sebesar 5%, metode latihan lari cepat sebesar 6% serta pengembangan energi pada sistem Oksigen sebesar 1% (Metode Latihan Percepatan Lari Cepat sebesar 5% dan Metode Latihan Lari Cepat sebesar 4%). Perbedaan yang ada akan mempengaruhi pada unsur daya tahan an-aerobik dalam pengembangan kecepatan dan daya tahan aerobik.

Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa tanpa memperhatikan penggunaan kedua bentuk metode latihan, kemampuan daya ledak otot tungkai kuat memberikan pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan kemampuan daya ledak otot tungkai lemah terhadap hasil belajar lari 100 meter.

Kemampuan daya ledak merupakan gabungan antara faktor kekuatan otot tungkai dan kecepatan melakukan kontraksi sehingga dapat menghasilkan kemampuan memindahkan/merubah posisi tubuh pada keadaan yang diinginkan. Dengan melihat adanya tiga faktor yang mempengaruhi kemampuan daya ledak otot tungkai (kekuatan, kecepatan dan berat tubuh), maka tidak selalu dikatakan bahwa yang memiliki kemampuan daya ledak otot tungkai adalah yang memiliki lingkar tungkai (tungkai atas dan betis) yang besar. Dengan demikian potensi kemampuan daya ledak otot tungkai dipengaruhi oleh kualitas otot dan bobot berat tubuh seseorang. Kemampuan daya ledak otot tungkai yang kuat akan menghasilkan kemampuan memindahkan atau merubah posisi tubuh ke tempat lain dalam waktu yang lebih cepat.

Penguian hipotesis ketiga memperlihatkan adanya interaksi antara metode latihan peningkatan hasil belajar lari 100 meter dengan kemampuan daya ledak otot tungkai. Hal ini menunjukkan bahwa variasi metode latihan akan memberikan hasil yang berbeda jika kemampuan daya ledak otot tungkai (kuat dan lemah) merupakan fakton yang diperhitungkan.

Dalam satu set pengulangan latihan dalam metode latihan percepatan lari cepat menempuh lintasan lebih panjang jika dibandingkan dengan satu set pengulangan latihan dalam metode latihan lari cepat. Panjang lintasan yang ditempuh dalam setiap set dilakukan dengan

155

Page 14: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

mengerahkan tenaga yang sebagian besar berasal dan kelompok otot tungkai sebagai anggota tubuh yang menjadi tumpuan utama. Tenutama dalam bagian lari cepat, kelompok otot tungkai dituntut untuk dapat mengerahkan segenap kemampuannya agar dapat memindahkan tubuh pada titik yang diharuskan dalam waktu sesingkat mungkin. Bila usaha tersebut dikaitkan dengan unsur waktu maka perpaduan keduanya merupakan unsur kemampuan daya ledak otot tungkai. Kemampuan daya ledak otot tungkai akan menggambarkan hasil yang dicapai untuk memindahkan/merubah posisi tubuh dalam dimensi satuan panjang yang diinginkan.

Dengan adanya interaksi antara metode latihan dan kemampuan daya ledak otot tungkai, pengujian hipotesis ketiga memperlihatkan bahwa metode latihan percepatan lari cepat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar lari 100 meter jika dibandingkan dengan metode latihan lari cepat pada kelompok yang memiliki kemampuan daya ledak otot tungkai kuat. Daya ledak otot tungkai dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan kontraksi senta adanya ATP dalam kandungan glikogen dalam otot. Pada daya ledak otot tungkai yang kuat memungkinkan tersedianya energi yang lebih besar untuk dipengunakan dalam aktifitas yang lebih besar volume latihannya. Makin besar volume latihan dalam intensitas tinggi makin memungkinkan tubuh beradaptasi tenhadap beban latihan dan makin besar pengaruhnya terhadap kecepatan bergerak.

Dengan metode latihan percepatan lari cepat, kemampuan daya ledak otot tungkai kuat memberikan pengaruh yang lebih baik daripada kemampuan daya ledak otot tungkai lemah terhadap hasil belajar lari 100 meter.

Metode latihan percepatan lari cepat pada kemampuan daya ledak otot tungkai kuat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar lari 100 meter daripada metode latihan lari cepat pada kemampuan daya ledak otot tungkai lemah.

Metode latihan lari cepat pada kemampuan daya ledak otot tungkai kuat tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan metode latihan percepatan lari cepat pada kemampuan daya ledak otot tungkai lemah terhadap hasil belajar lari 100 meter.

Kemampuan daya ledak otot tungkai kuat dan kemampuan daya

156

Page 15: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

ledak otot tungkai lemah tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar lari 100 meter pada metode latihan lari cepat.

Pada kemampuan daya ledak otot tungkai lemah, metode latihan lari cepat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar lari 100 meter daripada metode latihan percepatan lari cepat.

KESIMPULANBerdasarkan uraian yang dikemukakan pada kenangka berpikir dan

hasil pengujian hipotesis, kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah:

Tidak ada perbedaan pengaruh antara metode latihan percepatan lari cepat dengan metode latihan lari cepat secara keseluruhan terhadap hasil belajar lari 100 meter. Tanpa mempertimbangkan kemampuan daya ledak otot tungkai mahasiswa yang kuat dan lemah, metode latihan percepatan lari cepat tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan metode latihan lari cepat. Dengan demikian kedua metode latihan tersebut memberikan pengaruh yang sama bila dilaksanakan tanpa melihat karaktenistik daya ledak otot tungkai.

Terdapat perbedaan pengaruh antara kemampuan daya ledak otot tungkai kuat dengan kemampuan daya ledak otot tungkai lemah secara keseluruhan terhadap hasil belajar lari 100 meter. Tanpa mempertimbangkan bentuk metode latihan yang digunakan, kemampuan daya ledak otot tungkai kuat memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan kemampuan daya ledak otot tungkai lemah.

Terdapat intenaksi antara metode latihan dan kemampuan daya ledak otot tungkai terhadap hasil belajar lari 100 meter.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Arma. 1981. Olahraga Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Sastra Hudaya.

Bompa, Tudor O. 1983. Theory and Methodology Of Training. IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company.

Dick, Frank W. 1989. Training Principles. London: A & C Black

157

Page 16: 07_3_1

Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter (Taufik Yudi Mulyanto)

(publishers) Ltd.

Dyson, Geoffrey. 1981. The Mechanics Of Athletics. London: Hodder and Stoughton.

Falls, Harold B. 1968. Exercise Physiology. New York: Academic Press.

Fox, Edward L. 1984. Sport Physiology. Holt W.B. Saunders Company.

Fox, Edward L., dan Mathews, Donald K., 1981. The Physiological Bases Of Physical Education And Atheltics. New York: Saunders Publishing Company.

Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: P2LPTK, Depdikbud.

Harre D. 1982. Principles Of Sport Training Introduction To Theory And Method Of Training. Berlin: Sportverslag.

Hornby, A.S. 1986. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Curent English. New York: Oxford University Press,

Jonath V., Haag E., dan Krampel,R. 1987. Atletik. Terjemahan Soeparno. Jakarta: PT. Rosda Jaya Putra.

Kirkendall, Don R., Gruber, Joseph J., Johnson Robert E. 1980. Measurement and Evaluation For Physical Education. Dubuque, Iowa: Wm C. Brown Company Publishers

Kreighbaum, Ellen dan Barthels, Katherine M. 1985. Biomechanics, A Qualitative Approach For Studying Human Movement. Minneapolis, Minnesota: Burgess Publishing Company.

Masnun, Dadang. 1987. Kinesiologi. Jakarta: FPOK-IKIP Jakarta.

Mc Ardle, William D., Katch, Frank I., dan Katon, Victor I. (1986). Exercise Physiology. Philadelphia: Lea & Fibiger.

Nossek, Josef. 1982. General Theory Of Training. Lagos: National Institute for Sport.

Pasaribu dan Simanungkalit. 1982. Pendidikan Nasional, Tinjauan Pedagogik Teoritis. Bandung: Tarsito.

158

Page 17: 07_3_1

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.7, No.3, September 2005: 143-159

PB. PASI. 1989. Peraturan Perlombaan Dan Anggaran Dasar. Anggaran Rumah Tangga. Jakarta : PT Enka Parahiyangan.

Pate, Russell R., Mc Clenaghan, Bruce dan Rottela, Robert. 1984. Scientific Foundations Of Coaching. New York: Saunders College Publishing.

Pyke, Frank S. 1980. Towards Better Coaching. Canberra Australia Goverment Publishing.

Rahantoknam, Bernard Edward. 1988. Belajar Motorik: Teori Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Jakarta : P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud.

Schmidt, Richard A. 1988. Motor Control and Learning. Illinois: Human Kinetics Publishers Inc.

Shavers, Larry C. 1981. Essentials of Exercise Physiology. Minneapolis, Minnesota: Burgess Publishing Company.

Smith, N.J. 1983. Sport Medicine. Illinois : American Academiy of Pediatrics.

Sudjana. 1989. Desain Dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

Suparman, Atwi. 1987. Pengembangan Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

Surakhmad, Winarno L. 1980. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar Dasar Dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

Syarifudin, Aip. 1985. Olahraga Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jakarta: CV Baru.

Winkel, W. 5. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT Grasindo.

159