Upload
ngocong
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Perancangan Tata Letak Fasilitas
2.1.1. Pengertian Tata Letak Fasilitas
Tata letak fasilitas merupakan suatu pembahasan mengenai tata letak (layout)
internal dari fasilitas produksi pada suatu pabrik (Turner dkk, 1993),. Perencanaan
tata letak pabrik merupakan sesuatu yang begitu penting karena semua organisasi
biasanya harus hidup dengan tata letak (layout) dalam waktu yang lama, setiap
kesalahan dalam penentuan layout saat ini akan menimbulkan biaya yang sangat
tinggi. Kesalahan-kesalahan seharusnya hanya boleh terjadi pada saat melakukan
perencanaan, jauh sebelum peralatan fisik dan peralatan dilakukan. Karena itu
perencanaan tata letak yang hati-hati merupakan hal yang sangat penting.
Sedangkan menurut Sritomo Wignjosoebroto (2003), tata letak pabrik (plant
layout) atau tata letak fasilitas (fasilities layout) adalah tata cara pengaturan fasilitas
pabrik guna menunjang kelancaran operasi (proses produksi) dari pabrik tersebut.
Pengaturan tersebut akan coba memanfaatkan luas area (space) untuk penempatan
mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan
material, penyimpanan material, personil pekerja dan lain sebagainya.
13
James M. Apple (1990), menyatakan bahwa tata letak pabrik adalah kegiatan
yang berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu kegiatan yang
berhubungan erat dengan industri manufaktur.
2.1.2. Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Fasilitas
Secara garis besar tujuan utama dari tata letak fasilitas ialah mengatur area kerja
dan segala fasillitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi proses produksi
yang aman dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja dan performance
dari operator. Lebih spesifik lagi suatu tata letak yang baik akan dapat memberikan
keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, yaitu antara lain sebagai berikut
(Sritomo Wignjosoebroto, 2003) :
a. Menaikkan output produksi
b. Mengurangi waktu tunggu (delay)
c. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling)
d. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang, dan servis
e. Pendaya-gunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan
fasilitas produksi lainnya
f. Mengurangi inventory in process
g. Proses manufakturing yang lebih singkat
h. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja bagi operator
i. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
j. Mempermudah aktivitas supervisi
14
k. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
l. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari
bahan baku atau produk jadi
Tugas akhir milik Kelvin dengan judul ” Usulan Tata Letak Lantai Produksi
pada PT Alam Lestari Unggul untuk Mengurangi Biaya Material Handling” pada
tahun 2006 menyatakan bahwa Dalam suatu industri manufaktur, tata letak pabrik
merupakan salah satu kunci yang menentukan hasil produksinya. Suatu industri yang
mempunyai tata letak yang baik maka dapat meningkatkan efisiensi, mempersingkat
alur produksi serta dapat mengurangi biaya material handling.
Serupa dengan milik Kelvin, Stepeen Sasmita pun mengatakan pada tugas
akhirnya yang berjudul Studi Perbaikan Block Layout Lantai Produksi pada PT Indo
Keramik Inti Widya untuk Meminimalisasi Biaya Material Handling pada tahu 2007
bahwa Dalam mengevaluasi tata letak lantai Produksi guna meminimalisasi biaya
pengeluran produksi, salah satu adalah dengan menangani permasalahan biaya
material handling yang terdapat dalam lantai produksi
15
2.1.3. Metode Kualitatif Guna Menganalisis Aliran Bahan (Activity
Relationship Chart)
Aliran bahan dapat diukur menggunakan cara kualitatif dengan tolak ukur
derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas (departemen) dengan lainnya. Nilai-
nilai yang menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alasan – alasan
yang mendasarinya dalam sebuah peta hubungan aktivitas (Activity Relationship
Chart) yang telah dikembangkan oleh Richard Muther.
Pada hubungan aktivitas atau ARC adalah suatu cara atau teknik yang
sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan
derajat hubungan aktivitas – yang sering dinyatakan dalam penilaian kualitatif dan
cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subyektif – dari
masing-masing departemen.
16
Gambar 2.1 ARC
Sumber : Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga.
Guna Widya, Surabaya
17
Disini kode huruf seperti A, E, I dan seterusnya menunjukkan bagaimana
aktivitas dari masing-masing departemen tersebut akan mempunyai hubungan secara
langsung dan erat kaitannya satu sama lain. Kode-kode huruf ini akan diletakkan pada
bagian atas dari kotak yang tersedia dan pemberian warna khusus juga diberikan
untuk mempermudah analisis. Selanjutnya kode angka 1,2,3 dan seterusnya –
diletakkan di bagian bawah kotak yang ada – mencoba menjelaskan alasan pemilhan
derajat hubungan antara masing-masing departemen tersebut. Kode huruf yang
menjelaskan derajat hubungan antara masing-masing departemen ini secara khusus
telah distandarkan, yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kode Garis dalam ARD
Sumber : Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga.
Guna Widya, Surabaya
18
2.1.4. Metode Kualitatif Guna Menganalisis Aliran Bahan (Activity
Relationship Diagram)
Sebagai hasil dari ARC yang sangat berguna untuk perencanaan dan analisa
hubungan aktivitas antar masing-masing departemen, maka data yang didapat
selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menentukan letak masing-masing departemen
tersebut, yaitu melalui apa yang disebut dengan Activity Relationship Diagram atau
ARD. Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan
dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departemen
produksinya.
Data didapatkan dari ARC, dimana ARC tersebut dipindahkan ke dalam
worksheet untuk mempermudah pembacaan.
Gambar 2.3 Worksheet
Sumber : Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga.
Guna Widya, Surabaya
19
Data yang telah disusun secara lebih sistematik dalam Work Sheet ini, suatu
ARD akan dapat dengan mudah dibuat. Di sini ada dua cara yang bisa dipergunakan
untuk membuat diagram (yang selanjutnya akan dipakai sebagai landasan untuk
perencanaan tata letak departemen-departemen yang ada), yaitu sebagai berikut :
a. Dengan membuat suatu Activity Template Block Diagram
b. Dengan menggunakan kombinasi-kombinasi garis dan pemakaian kode
warna yang telah distandarkan untuk setiap hubungan aktivitas yang ada
Pada ATBD, data yang telah dikelompokkan dalam lembar kerja kemudian
dimasukkan ke dalam suatu activity template. Tiap-tiap template akan menjelaskan
mengenai departemen yang bersangkutan dan hubungannya dengan aktivitas-aktivitas
dari departemen lain. Template ini hanya bersifat memberi penjelasan mengenai
hubungan aktivitas antara departemen satu dengan departemen yang lain.
Gambar 2.4 ATBD
Sumber : Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga.
Guna Widya, Surabaya
20
Pada dasarnya kode yang tercantum dalam lembar kerja dimasukkan ke dalam
ATBD kecuali huruf U (Unimportant), karena dianggap tidak memberi pengaruh apa-
apa dari aktivitas departemen satu ke departemen lainnya. Seperti halnya pada lembar
kerja, maka disini kode angka yang menjelaskan mengenai alasan pemilihan derajat
hubungan antara departemen juga tidak dimasukkan ke dalam diagram ini. Langkah
selanjutnya adalah dengan memotong dan mengatur template tersebut sesuai dengan
urutan derajat aktivitas yang dianggap penting dan diperlukan.
2.2. Material Handling (Pemindahan Material/Bahan)
2.2.1. Pengertian Material Handling
Pemindahan bahan atau material diterjemahkan dari material handling adalah
suatu aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan produksi dan memiliki kaitan erat
dengan perencanaan tata letak fasilitas produksi. Aktivitas ini sebetulnya merupakan
aktivitas yang tergolong dalam non-produktif sebab tidak memberikan nilai
perubahan apa-apa terhadap material atau bahan yang dipindahkan.
Menurut Turner dkk (1993), pada dasarnya material handling adalah
perpindahan semua material, di semua tempat dan di semua waktu. Tetapi dalam hal
ini hanya dibatasi pada perpindahan material dalam pabrik. Dalam melakukan
kegiatan material handling terdapat peralatan dan perlengkapan yang bermacam-
macam sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Berdasarkan perumusan yang dibuat oleh American Material Handling Society
(AMHS), pengertian mengenai material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu
21
yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving),
pembungkusan/pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) sekaligus
pengendalian/pengawasan (controling) dari bahan atau material dengan segala
bentuknya.
2.2.2. Pengaruh Pemindahan Bahan Pada Perencanaan Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik merupakan suatu aktivitas desain yang berkaitan dengan
tanggung jawab dalam pengaturan lokasi dari setiap fasilitas manufakturing baik yang
berhubungan langsung dengan fungsi layanan atau service. Desain layout akan
memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan biaya dan tingkat efisiensi dari
sistem material handling yang diaplikasikan dibandingkan dengan desain lainnya.
Dengan demikian pada saat perencanaan layout suatu pabrik pada saat itulah secara
bersamaan juga dipikirkan desain fasilitas material handling yang akan diaplikasikan.
Perlu dicamkan benar-benar bahwasanya sekali pabrik itu telah berdiri, layout
fasilitas produksinya sudah ditetapkan dan mesin serta peralatan produksi lainnya
sudah terpasang. Maka disaat itu pula akan tipis kemungkinannya kita bisa
memperbaiki matode material handling akan hampir tidak ada kesempatan lagi untuk
mengeliminir operasi yang sedang berlangsung.
2.2.3. Biaya Pemindahan Bahan pada Perencanaan Tata Letak Pabrik
Perpindahan material terjadi pada semua siklus proses manufaktur produk, baik
itu sebelum maupun sesudah proses produksi. Perpindahan material merupakan
22
pekerjaan yang tidak produktif, karena tidak adanya suatu pekerjaan yang
diselesaikan. Sehingga tidak memberikan nilai tambah pada barang yang sedang
dihasilkan. Perpindahan material seringkali menimbulkan biaya antara 5 – 90 % dari
total biaya produksi, dengan rata-rata biasanya sebesar 25 %.
2.3. Membuat Plant Layout menggunakan CAD
Menurut Bedworth (1987), Computer Aided Design (CAD) adalah suatu sistem
komputer yang menampilkan grafik dari suatu alat dan program analisa sistem desain.
Dengan menggunakan CAD, suatu desain dapat dihasilkan dengan cepat dengan
kunci fungsi terminal dan pena khusus. Papan gambar konvensional, kalkulator, dan
desain manual dapat dengan mudah dikerjakan menggunakan CAD. Hard copy dapat
dibuat menggunakan suatu alat cetak (printer) yang dihubungkan ke terminal grafis.
Usaha yang sinergis dalam menuju keberhasilan suatu penggabungan antara desain
dan komputer mempunyai empat manfaat penting:
a. Perancang dapat dengan seketika melihat dan mengoreksi kesalahan di
dalam pengerjaan gambar mereka atau masukan yang telah mereka buat sebelumnya.
b. Perancang dapat memonitor kemajuan dari suatu solusi masalah dan
mengakhiri jalannya program atau memodifikasi data masukan sesuai dengan yang
diperlukan.
23
c. Perancang dapat mengambil keputusan pada poin-poin hubungan yang
kritis, yang mana akan memandu komputer di dalam melanjutkan pemecahan
masalah.
d. Tampilan grafis bisa saja tidak menampilkan data yang dapat langsung
dimengerti atau diinterpretasikan dalam daftar keluaran komputer atau bahkan dalam
keluaran yang sudah diplot. Dengan pemrograman yang pintar, komputer dapat
menampilkan dalam banyak sudut pandang, gambar bergerak, garis putus-putus, garis
lurus dalam berbagai ukuran.
Karena itulah, pembuatan layout akan lebih mudah divisualisasi menggunakan
CAD. Apalagi dengan semakin berkembangnya software-software CAD, misalnya
software Autocad 2008. Sehingga tidak perlu memindahkan barang-barang asli di
lapangan, tetapi cukup memindahkan gambar visualisasi di dalam CAD untuk
mengetahui letak yang lebih baik. Sehingga tidak membutuhkan energi dan biaya
yang banyak untuk mendapatkan letak layout yang lebih baik.
2.4. Analisis Biaya
2.4.1. Pengertian Biaya
Biaya adalah pengorbanan ekonomis untuk mendapatkan hasil yang ditentukan.
Setiap kegiatan yang memerlukan pengorbanan atau pengeluaran maka akan
didapatkan faktor-faktor yang akan menghasilkan suatu imbalan.
24
2.4.2. Metode Rasio Manfaat Terhadap Biaya
Merupakan suatu metode yang mengukur rasio dari nilai ekivalen manfaat-
manfaat terhadap nilai ekivalen biaya-biaya. Ukuran nilai ekivalen yang diterapkan
dapat berupa nilai sekarang, nilai tahunan, atau nilai masa depan.
Metode rasio manfaat terhadap biaya secara formal mengevaluasi proyek telah
menjadi prosedur yang diterima untuk mengambil keputusan pada proyek-proyek
independen dan untuk membandingkan proyek-proyek alternatif dalam sektor publik.
Berikut adalah perumusan dari metode rasio manfaat terhadap biaya yang
umum dipergunakan dalam perhitungannya:
B/C = PW (manfaat dari proyek yang diusulkan) PW (Biaya total proyek yang diusulkan)
Pembilang dari rasio manfaat / biaya termodifikasi menyatakan nilai ekivalen
manfaat dikurangi nilai ekivalen dari biaya-biaya. Dan penyebut hanya mencakup
biaya-biaya investasi awal. Proyek diterima jika rasio B/C, sebagai mana
digambarkan pada persamaan di atas lebih besar atau sama dengan 1,0.
2.4.3. Metode Lain untuk Menghitung Kelayakan Suatu Proyek
a. Metode Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return)
Metode ini menentukan tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol.
Jadi, pada metode IRR ini informasi yang dihasilkan berkaitan dengan tingkat
25
kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam
bentuk %/periode waktu. Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan
cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang
harus dipernuhi. Kemampuan inilah yang disebut dengan IRR (Internal Rate of
Return), sedangkan kewajiban disebut dengan MARR (Minimum Attractive Rate of
Return). Dengan demikian rencana investasi akan layak / menguntungkan apabila
IRR > MARR.
Nilai MARR umunya ditetapkan secara subjektif melalui suatu
pertimbangan-pertimbangan tertentu dari investasi tersebut. Dimana pertimbangan-
pertimbangan tersebut adalah :
- Suku bunga investasi
- Biaya lain yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan investasi
- Faktor resiko investasi
Pada umumnya suatu cash flow investasi dihitung nilai NPV-nya pada tingkat
suku bunga berubah/variabel. Jika suatu cash flow investasi dicari NPV-nya pada
suku bunga 0 % pada umumnya akan menghasilkan nilai NPV maksimum.
Selanjutnya jika suku bunga tersebut diperbesar, nilai NPV akan cenderung menurun.
Sampai pada tingkat suku bunga tertentu NPV akan mencapai nilai negatif. Artinya
pada suatu suku bunga tertentu NPV memotong sumbu nol. Tingkat suku bunga pada
saat NPV mencapai nilai nol tersebut dinamakan IRR
26
Perlu juga diketahui tidak semua cash flow menghasilkan IRR dan IRR yang
dihasilkan tidak selalu satu, ada kalanya IRR dapat ditentukan lebih dari satu. Cash
flow tanpa IRR biasanya dicirikan dengan terlalu besarnya rasio antara aspek benefit
dengan aspek cost.
Proses menentukan NPV = 0 dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
- Hitung NPV untuk suku bunga dengan interval tertentu sampai
dihasilkan NPV mendekati nol, yaitu NPV + dan NPV -
- Lakukan interpolasi pada NPV + dan NPV – tersebut sehingga
didapatkan tingkat suku bunga pada NPV = 0
Kriteria keputusan
Investasi layak jika IRR > MARR
Metode IRR ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan
nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas,
dengan mengeluarkan investasi awal. Caranya, dengan menghitung nilai sekarang
dari arus kas suatu investasi dengan menggunakan suku bunga yang wajar, misalnya
10 %. Kemudian di bandingkan dengan biaya investasi, jika nilai investasi lebih kecil,
maka di coba lagi dengan penghitungan suku bunga yang lebih tinggi demikian
seterusnya sampai biaya investasi menjadi sama besar. Apabila dengan suku bunga
wajar tadi nilai investasi lebih besar, maka harus di coba lagi dengan suku bunga
27
yang lebih rendah sampai mendapatkan nilai investasi yang sama besar dengan nilai
sekarang.
b. Metode NPV (Net Present Value)
Net Present Value adalah metode untuk menghitung nilai bersih (netto) pada
waktu sekarang (present). Asumsi present yaitu menjelaskan pada waktu pehitungan
bertepatan dengan saat evaluasi dilakukan atau pada periode tahun ke-nol dalam
perhitungan cash flow investasi. Dengan demikian metode NPV pada dasarnya
memindahkan cash flow yang menyebar sepanjang waktu investasi ke waktu awal
investasi atau waktu present, tentu saja dengan menerapkan konsep ekivalensi nilai
uang terhadap waktu.
Suatu cash flow investasi tidak selalu dapat diperoleh secara lengkap, yaitu
terdiri dari cash-in dan cash-out, tetapi mungkin saja hanya yang dapat diukur
langsung objek biayanya saja atau benefitnya saja. Contoh, jika kita melakukan
investasi dalam rangka memperbaiki atau menyempurnakan salah satu bagian saja
dari sejumlah rangkaian fasilitas produksi, sehingga yang dapat dihitung hanya
komponen biayanya saja, sedangkan komponen benefit-nya tidak dapat dihitung
karena masih merupakan rangkaian dari sistem tunggal. Jika demikian maka cash
flow tersebut hanya terdiri dari cash-out atau cash-in. Cash flow yang benefit saja
perhitungannya disebut dengan Present Worth Of Benefit (PWB), sedangkan jika
yang diperhitungkan hanya cash-out (cost) disebut dengan Present Worth Of Cost
(PWC). Sementara itu NPV diperoleh dari PWB-PWC.
28
Kriteria keputusan
Untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi tersebut layak ekonomis atau
tidak, diperlukan suatu kriteria tertentu untuk menentukan NPV yaitu :
Jika , NPV > 0, artinya investasi akan menguntungkan / layak (feasible)
NPV < 0, artinya investasi tidak menguntungkan / tidak layak (unfeasible)
NPV adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang
dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung
nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.
2.5. Manual Handling
Manual material handling merupakan istilah yang berasal dari kata manus
yang berarti tangan. Tiga tipe dari material handling adalah mengangkat yaitu
memindahkan suatu objek menggunakan tangan dari suatu posisi yang rendah
menjadi posisi yang tinggi, kedua adalah kebalikan dari mengangkat yakni
menurunkan, dan yang terakhir adalah mendorong dan menarik, membawa, dan
memegang.
Kemampuan manusia untuk mengangkat material dalam waktu yang lama
dalam aktivitas yang melibatkan seluruh tubuh dibatasi oleh kemampuan
metabolisme dan sirkulasi. Fakta ini menjadi makin diperhatikan dan kemudian
29
pada tahun 1981 NIOSH mengeluarkan suatu panduan yang bernama NIOSH Lifting
Equation : MMH activities yang dilakukan beberapa kali tiap harinya yang akan
mempengaruhi metabolisme dan fungsi sirkulasi. MMH berarti Manual Material
Handling .
Dalam melakukan manual material handling terdapat beberapa bahaya. Bahaya
manual material handling tersebut menurut Kroemer (2001) yaitu :
a. Back injury (sakit tulang belakang)
Luka terjadi saat regangan maksimum dari tulang, katilago, ligamen atau
otot melebihi batasannya. Karena bekerja melebihi kapasitasnya maka
akan menimbulkan luka yang menimbulkan cidera.
b. Pain (kesakitan)
Low Back pain atau sering disebut LBP merupakan indikasi umum dari
pekerjaan tubuh yang terlalu keras. Hal ini adalah tanda bahwa suatu
pekerjaan atau desain kerjanya tidak sesuai. Apabila sampai terjadi LBP,
dibandingkan orang yang tidak terkena LBP, maka kemungkinan
terjadinya degenerasi pada sambungan tulang akan sangat tinggi.
Masalahnya adalah LBP tidak langsung terasa rasa sakitnya. Sehingga
terkadang terlambat untuk menyadari dan menganalisa mengapa LBP bisa
terjadi. Bahkan terkadang, LBP terjadi bukan hanya karena satu penyebab
saja, tetapi dari beberapa penyebab.
30
2.6. NIOSH Lifting Equation
NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) merupakan
sebuah agensi federal yang bertanggung jawab pada penelitian dan membuat
rekomendasi atas kegiatan antisipasi terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Institusi ini merupakan bagian dari Centers for Disease Control and Prevention
(CDC).
Pada tahun 1981, dalam suatu diskusi panel yang bernama Work Practices
Guide for Manual Lifting for the US NIOSH. Untuk pertama kalinya, ada sebuah
dokumen yang berisi rekomendasi dari massa yang boleh diangkat yang berbeda dari
asumsi sebelumnya dimana hanya diberikan massa yang aman untuk diangkat.
Pada panduan 1981, dua batas kurva dimunculkan. Paling bawah yakni batas
aksi (Action Limit) bisa dianggap aman untuk 99% aman bagi pekerja pria dan 75%
aman bagi pekerja wanita. Nilai AL tergantung dari tinggi awal dari beban, jarak
kenaikan, jarak dari tubuh, dan frekuensi dari lifting. Jika berat beban yang
sebenarnya lebih besar dari AL yang ditetapkan, maka harus diadakan perbaikan agar
kegiatan menjadi aman. Batasan ini disebut sebagai maximum permissible load
(MPL).
NIOSH melakukan revisi terhadap teknik untuk menilai bahaya dari manual
lifting (Putz-Anderson and Waters 1991) pada satu dekade kemudian. Tidak seperti
versi yang lama, versi yang baru dibagi menjadi dua weight limit, tetapi hanya
memiliki satu Reccomended Weight Limit (RWL). Ini merupakan konsep kunci dari
31
panduan 1991. Ini mereprensentasikan maksimal berat beban yang bisa dipindahkan
pada kondisi yang memungkinkan. Dimana 90% dari warga amerika baik pria
ataupun wanita sesuai dengannya.
Perhitungan rumus 1991 menggunakan dasar perhitungan dari 1981 tetapi
mengandung beberapa variable lain. Variabel tersebut yakni maksimum beban
konstan yg boleh diangkat (Load Constant) dengan besar 23 kg atau 51 lbs. Beban
konstan mengalami pengurangan dari panduan 1981 dimana maksimalnya adalah 40
kg.
Berikut ini adalah pernyataan yang ada pada panduan 1991 :
a. Rumus tidak termasuk faktor keamanan seperti pada kondisi tertentu
dimana terjadi beban terjatuh atau untuk temperatur yang diluar dari batas
19ºC sampao 26ºC dan untuk kelembapan keluar dari jarak 35% sampai
36%.
b. Rumus tidak berlaku untuk pekerjaan menggunakan satu tangan saat
pekerja tersebut duduk atau berlutut.
c. Rumus mengasumsikan bahwa manual handling yang lain dan pergerakan
yang membutuhkan banyak energi, kurang dari 20% dari total waktu kerja
per shift.
32
d. Rumus mengasumsikan bahwa permukaan lantai produksi memiliki
koefisien gesek minimal 0,4 antara sepatu dengan lantai.
e. Rumus mungkin bisa diaplikasikan untuk mengangkat atau menurunkan
beban dengan keadaan sebagai berikut :
Durasi dari pekerjaan antara dua sampai empat detik. Dan beban
dipegang oleh dua tangan
Gerakannya lembut dan berkelanjutan.
Posturnya tidak kaku, apabila postur terlalu kaku maka gerakan
material handling menjadi lamban dan meningkatkan resiko cidera.
Gesekan dengan lantai cukup, tidak terlalu licin ataupun terlalu
kasar.
Temperatur dan kelembapan berada di area normal
Jarak horizontal antara kedua tangan tidak lebih dari 65 cm (21 inch)
Hasil output dari NIOSH Lifting Equation adalah Recommended Weight Limit
atau RWL. Dimana dikatakan bahwa 99% dari pria harus bisa melakukan kegiatan
pengangkatan dengan aman, dan untuk wanitanya cukup 75%. Nilai dari RWL
didapatkan dari persamaan berikut :
33
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM
LC = Konstanta berat (Load Constant) 23 Kg
HM = Pengali Horzontal = 25/H
VM = Pengali Vertikal = 1- (0,003IV-75I)
DM = Pengali Jarak = 0,82 + (4,5/D)
AM = asymetric Multiplier = 1-0,30032A
FM = Pengali frekuensi (Dari tabel 3.1)
CM = Pengali pegangan (Dari Tabel 3.2)
H= jarak horizontal dari titik tengah tangan ke titik tengah pergelangan kaki
V= Jarak Vertikal dari tangan ke lantai
D = Jarak kemana barang diangkat
A = sudut asimetris
F = frekuensi dari pengangkatan (Lift/min 1,2, or 8 Hour)
34
Tabel 2.1 Pengali Frekuensi
Work Duration
≤ 1h ≤ 2h ≤ 8h
Frequency
(Lifts/Min )
V<75 V≥75 V<75 V≥75 V<75 V≥75
0,2 1,00 1,00 0,95 0,95 0,85 0,85
0,5 0,97 0,97 0,92 0,92 0,81 0,81
1 0,94 0,94 0,88 0,88 0,81 0,81
2 0,91 0,91 0,84 0,84 0,65 0,65
3 0,88 0,88 0,79 0,79 0,55 0,55
4 0,84 0,84 0,72 0,72 0,45 0,45
5 0,80 0,80 0,60 0,60 0,35 0,35
6 0,75 0,75 0,50 0,50 0,27 0,27
7 0,70 0,70 0,42 0,42 0,22 0,22
8 0,60 0,60 0,35 0,35 0,18 0,18
9 0,52 0,52 0,30 0,30 0,00 0,15
10 0,45 0,45 0,26 0,26 0,00 0,13
11 0,41 0,41 0,00 0,23 0,00 0,00
12 0,37 0,37 0,00 0,21 0,00 0,00
13 0,00 0,34 0,00 0,00 0,00 0,00
14 0 0,31 0,00 0,00 0,00 0,00
15 0 0,28 0,00 0,00 0,00 0,00
>15 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
35
Tabel 2.2 Pengali Pegangan
Coupling V<75 V≥75
Good 1,00 1,00
Fair 0,95 0,95
Poor 0,90 0,90
V= Jarak vertikal dari tangan ke lantai (dalam centi meter)
NIOSH Lifting Equation bisa dilakukan kapanpun selama ada kegiatan
pengangkatan barang secara manual. Dimana yang disarankan untuk mulai dihitung
RWL nya adalah untuk pengangkatan di atas 8 kg.
36
Gambar 2.5 NIOSH Lifting Equation Tool
Sumber : Screenshot NIOSH Lifting Equation Tool dari Humantech MMH
Gambar di atas menunjukkan contoh dari salah satu software penghitung
NIOSH Lifting Equation yang dikeluarkan oleh Humantech MMH.
Yang menjadi pengganda dalam NIOSH adalah lokasi secara horisontal, lokasi
secara vertical, jarak perpindahan, perputaran tubuh dan frekuensi.
10 in HM = 1.00
(lb) (kg)30 in VM = 1.00 RWL 51.0 23.2
FIRWL 51.0 23.2
10 in DM = 1.00
deg AM = 1.00 LI 1.00FILI 1.00
CM = 1.00
1 hr(s)
0.2 l/m FM = 1.00
51 lb
Job Title
Multipliers: Model Outputs:
Recommendations:
Load Weight
Coupling
Frequency
(1 hr, 2 hrs., 8 hrs.)
Recommended Weight Limit:
Lifting Index (load/RWL):
(min 0", max 70")
Revised NIOSH Lifting Guidelines
Model Inputs:
Duration
Engineering or Administrative Controls should be implemented
(min 10", max 70")
(1=good, 2=fair, 3=poor)
(min 0.2 lifts/min)
Angle of Asymmetry (A)
(min 10", max 25")Horizontal Location (H)
Vertical Location (V)
Travel Distance (D)
1
(min 0°, max 135°)
DESCRIPTION
37
Gambar 2.6 Penjelasan Faktor NIOSH Lifting Equation
Sumber : Screenshot NIOSH Lifting Equation Tool dari Humantech MMH
Faktor pertama yakni jarak horisontal (H) diambil dari titik tengah dari kaki
pekerja dan titik tengah massa dari barang yang hendak dipindahkan (atau terkadang
bisa juga dianggap sebagai lokasi dari tangan). Nilai horisontal ini maksimumnya 25”
(64 cm) dan minimumnya 10” (25 cm).
38
Faktor kedua yakni jarak vertikal (V) dari pertama kali barang tersebut hendak
dipindahkan. Diukur mulai dari lantai sampai dengan titik tengah massa dari beban
yang hendak diangkat. Nilai maksimum yang bisa digunakan adalah 70” (178 cm)
dan minimumnya adalah 0” (0 cm).
Faktor ketiga yakni jarak perpindahan vertikal dari barang tersebut (D).
Dihitung mulai dari tempat titik tengah massa barang tersebut pertama kali diletakkan
dengan tempat titik tengah massa sesudah dipindahkan (jarak vertikal nya yang
dihitung). Kegiatan menurunkan barang juga bisa digunakan dalam perhitungan ini.
Yang terpenting adalah jarak vertikal sebelum dan sesudah barang tersebut
dipindahkan. Maksimum jarak yang diijinkan adalah 70” (178 cm) sedangkan
minimum adalah 10” (25 cm).
Twisting atau perputaran pada pinggang (T) tidak membutuhkan penggaris
untuk mengukurnya. Kita cukup menentukan titik di antara kedua kaki, kemudian
gambar garis maya antara kaki terluar dengan tangan sang pengangkat barang.
Dengan begitu bisa terlihat berapa derajat perputaran yang dilakukannya. Maksimum
perputaran adalah 135 derajat sedangkan minimumnya 0 derajat. Berikut gambar
untuk memperjelas penentuan sudut perputaran.
39
Gambar 2.7 Faktor Twisting pada NIOSH Lifting Equation
Sumber : Screenshot NIOSH Lifting Equation Tool dari Humantech MMH
Selain keempat hal di atas, perlu juga diperhatikan nilai frekuensi, durasi dan
cara memegang. Frekuensi (F) ditentukan dengan berapa kali pengangkatan terjadi
setiap menitnya. Durasi merupakan jumlah jam yang digunakan untuk melakukan
pengangkatan, dibagi menjadi 1 jam, 2 jam dan 8 jam. Faktor terakhir adalah
bagaimana cara operator tersebut mengangkat apakah baik, cukup atau buruk. Baik
berarti barang tersebut bisa diangkat dengan mudah, cukup berarti beban tersebut
masih nyaman untuk diangkat, sedangkan buruk apabila beban yang diangkat itu licin
atau sulit untuk ditahan.
40
Nilai RWL yang didapatkan nantinya adalah angka dimana berat maksimum
dari benda yang boleh diangkat pada kegiatan itu. Misalnya jika suatu kotak yang
hendak diangkat seberat 20 lb padahal RWL yang telah dihitung adalah 18 lb, maka
dipikirkanlah bagaimana mengurangi isi kotak tersebut agar tidak melebihi 18 lb.
Apabila berat dari objeknya tidak bisa diubah (misalnya satu barang yang utuh), maka
yang harus diubah adalah perubahan faktor-faktor penentu hasil RWL nya. Misalnya
dengan meningkatkan jarak vertikal pengangkatannya dengan memasang meja yang
bisa diatur posisinya, sehingga nilai RWL akan meningkat dan operator dapat bekerja
dengan lebih aman dengan jarak yang baru.
Penentuan bahaya atau tidaknya suatu pengangkatan ditentukan oleh Lifting
Index. Dimana Lifting Index didapatkan dari
LI = Berat sesungguhnya / RWL
Apabila LI dibawah angka satu maka pengangkatan itu aman dimana biasanya
diberi sinyal dengan warna hijau. Apabila antara satu sampai tiga maka memasuki
resiko tingkat menengah sehingga sebaiknya dilakukan perbaikan, dilambangkan
dengan warna kuning. Sedangkan nilai LI yang diatas tiga dimana dilambangkan
dengan warna merah, sebaiknya dihentikan dan benar-benar dilakukan perbaikan
sebelum dilanjutkan karena sudah memasuki area resiko tinggi.
41
Gambar 2.8 Lifting Index pada NIOSH Lifting Equation
Sumber : Screenshot NIOSH Lifting Equation Tool dari Humantech MMH