3
Jurnal Reading Subbagian Infeksi Dr. Ismatul Amri ... November 2012 Kepada yth. Dr............................................... DEXAMETASON INTRAVENA DOSIS TINGGI SEBAGAI TATALAKSANA PASIEN DENGAN ENSEFALOPATI TIFOID YANG MENDERITA DIARE PENDAHULUAN Demam tifoid termasuk penyakit endemis pada beberapa negara berkembang dan ensefalopati merupakan gejala yang sering ditemukan pada demam tifoid berat. Manifestasi ensefalopati tifoid berupa gangguan kesadaran seperti disorientasi, bingung, mengigau. Kejadian ensefalopati tifoid bervariasi antara 10%-30%. Pola klinis demam tifoid telah berubah dari waktu ke waktu, dan timbulnya multi drug resistance (MDR) menjadi penyulit dalam tatalaksana demam tofoid berat. Steroid telah digunakan sebagai terapi demam tifoid tanpa manfaat yang meyakinkan. Talah dilaporkan juga penggunaan kortikosteroid dosis rendah bersamaan dengan antibiotik yang sesuai pada ensefalopati tifoid mempunyai manfaat klinis. Penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi telah dilaporkan dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan pada ensefalopati tifoid. MATERIAL DAN METODE Sampel penelitian adalah pasien yang dirawat di bangsal Intensif RS Dhaka, Bangladesh antara Oktober 2006 dan Oktober 2007. Diagnosis klinis ensefalopati tifoid dibuat berdasarkan kultur kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi dari darah dan feses, atau tes Widal yang bernilai positif, dan Glasgow Coma Scale (GCS). Penelitian ini merupakan analisis retrospektif data pasien. Ditemukan 23 pasien memenuhi kriteria kasus, yaitu diare dan demam tifoid dengan ensefalopati. Dua puluh orang sembuh sementara 3 orang lainnya meninggal. Demam tifoid didiagnosis apabila ditemukan S. typhi atau S. paratyphi dari kultur darah atau feses, atau apabila widal bernilai positif dengan titer antigen somatis (O) >1:160. Diagnosis ensefalopati dibuat apabila nilai GCS <14. Dexametason diberikan dengan dosis inisial 3 mg/kgBB dan diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya. Dehidrasi didiagnosis berdasarkan kriteria WHO, dan apabila ditemukan dikoreksi menggunakan oralit peroral atau cairan intravena sesuai aturan.

136628186 Jurnal Dexa IV Dosis Tinggi Ensefalopati Tifoid 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 136628186 Jurnal Dexa IV Dosis Tinggi Ensefalopati Tifoid 2

Jurnal Reading Subbagian Infeksi Dr. Ismatul Amri ... November 2012

Kepada yth. Dr...............................................

DEXAMETASON INTRAVENA DOSIS TINGGI SEBAGAI TATALAKSANA PASIEN DENGAN ENSEFALOPATI TIFOID YANG MENDERITA DIARE

PENDAHULUAN

Demam tifoid termasuk penyakit endemis pada beberapa negara berkembang

dan ensefalopati merupakan gejala yang sering ditemukan pada demam tifoid

berat. Manifestasi ensefalopati tifoid berupa gangguan kesadaran seperti

disorientasi, bingung, mengigau. Kejadian ensefalopati tifoid bervariasi antara

10%-30%. Pola klinis demam tifoid telah berubah dari waktu ke waktu, dan

timbulnya multi drug resistance (MDR) menjadi penyulit dalam tatalaksana

demam tofoid berat. Steroid telah digunakan sebagai terapi demam tifoid tanpa

manfaat yang meyakinkan. Talah dilaporkan juga penggunaan kortikosteroid

dosis rendah bersamaan dengan antibiotik yang sesuai pada ensefalopati tifoid

mempunyai manfaat klinis. Penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi

telah dilaporkan dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan pada

ensefalopati tifoid.

MATERIAL DAN METODE

Sampel penelitian adalah pasien yang dirawat di bangsal Intensif RS Dhaka,

Bangladesh antara Oktober 2006 dan Oktober 2007. Diagnosis klinis ensefalopati

tifoid dibuat berdasarkan kultur kuman Salmonella typhi dan Salmonella

paratyphi dari darah dan feses, atau tes Widal yang bernilai positif, dan Glasgow

Coma Scale (GCS).

Penelitian ini merupakan analisis retrospektif data pasien. Ditemukan 23

pasien memenuhi kriteria kasus, yaitu diare dan demam tifoid dengan

ensefalopati. Dua puluh orang sembuh sementara 3 orang lainnya meninggal.

Demam tifoid didiagnosis apabila ditemukan S. typhi atau S. paratyphi dari

kultur darah atau feses, atau apabila widal bernilai positif dengan titer antigen

somatis (O) >1:160. Diagnosis ensefalopati dibuat apabila nilai GCS <14.

Dexametason diberikan dengan dosis inisial 3 mg/kgBB dan diikuti dengan 1

mg/kgBB setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya. Dehidrasi didiagnosis

berdasarkan kriteria WHO, dan apabila ditemukan dikoreksi menggunakan oralit

peroral atau cairan intravena sesuai aturan.

Page 2: 136628186 Jurnal Dexa IV Dosis Tinggi Ensefalopati Tifoid 2

Data dianalisis dengan program SPSS for windows versi 10,2. Nilai

kemaknaan apabila P<0,05. Kekuatan hubungan dianalisa dengan menggunakan

resiko relatif (RR) dan konfiden interval (CI).

HASIL

Diantara 23 sampel penelitian, 20 orang sembuh sedangkan 3 orang meninggal.

Rata-rata skor GCS pasien yang sembuh dan meninggal adalah 12+2. Semua

pasien yang sembuh mendapat dexametason intravena dosis tinggi, sedangkan

pasien yang meninggal tidak (100% vs 0%; P<0,001). Pasien yang sembuh sedikit

yang mengalami hipoglikemia (6% vs 67%; P=0,045). Kultur darah 12 orang

pasien yang sembuh positif ditemukan kuman S. typhi dan 4 pasien positif S.

paratyphi. Sedangkan dari 2 orang pasien meninggal ditemukan kultur positf S.

paratyphi. Sisa 4 orang yang sembuh, ditemukan S. typhi positif pada 3 orang,

dan S. paratyphi positif pada 1 orang dari kultur swab rektal. Satu orang yang

meninggal lainnya hasil kultur darah dan swab rektal bernilai negatif, tetapi tes

Widal bernilai positif dengan titer 1:320.

Seluruh hasil kultur darah dan swab rektal yang positif menunjukkan

resistensi terhadap antibiotik kloramfenikol, ampisillin, dan klotrimoksazol,

dengan kecendrungan intermediet terhadap ciprofloksasin. Dua puluh dua

pasien (96%, 20 sembuh dan 2 meninggal) diterapi dengan ceftriakson,

sedangkan 1 pasien meninggal diterapi dengan ciprofloksasin parenteral. Lama

terapi antimikroba adalah 14 hari.

DISKUSI

Penelitian ini tidak bersifat acak, percobaan klinis terkontrol, dan memiliki

keterbatasan analisis. Case Fatality Rate (CFR) antara pasien yang mendapat

dexametason dosis tinggi intravena dan yang tidak mendapat bermakna secara

statistik. Mekanisme aksi dexametason pada ensefalopati tifoid belum diketahui.

Endotoksin yang dilepaskan oleh S. typhi dan S. paratyphi mestimulasi makrofag

untuk memproduksi monokin, asam arakidonat dan metabolitnya, dan

mikroorganisme anaeraob yang mungkin berperanan terhadap efek toksiknya,

khususnya pada ensefalopati tifoid. Dexametason mungkin menurunkan atau

menetralisir efek fisiologis yang ditimbulkan oleh endotoksin tersebut, dan

berperanan sebagai antioksidan yang mengurangi kematian. Udem serebri dan

Page 3: 136628186 Jurnal Dexa IV Dosis Tinggi Ensefalopati Tifoid 2

bendungan vena pada otak sering ditemukan pada ensefalopati tifoid dan

dexametason diperkirakan berperanan dalam menurunkan kondisi ini.

Seluruh temuan kuman yang diisolasi menunjukkan hasil resisten

terhadap kloramfenikol, ampisillin, dan klotrimoksazol, dan kerentanan

intermediet terhadap ciprofloksasin. Seluruh pasien merupakan multi drug

resitant (MDR) dan mendapat terapi ceftriakson intravena.Pasien ensefalopati

tifoid dengan MDR yang mengalami diare memiliki nilai kesembuhan yang lebih

baik apabila mendapat deksametason intravena dosis tinggi disamping mendapat

terapi antibiotik yang efektif.