21
1 DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA: SEBUAH REVIU A REVIEW ON EDUCATIONAL DECENTRALIZATION IN INDONESIA Lucia H. Winingsih Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Email: luciahwyahoo.com ABSTRAK Berdasarkan Undang-Undang Nomer 221 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999, Indonesia mulai menerapkan kebijakan desentralisasi pada tahun 1999. Berdasarkan pada ke dua UU tersebut, Pemerintah Indonesia melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggungjawab pelayanan sektor publik, termasuk sektor pendidikan, ke pemerintah daerah. Pada sektor pendidikan, dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dengan harapan bahwa sistem pendidikan akan lebih efisien, lebih bermutu dan lebih berkeadilan. Ada argumentasi bahwa dengan desentralisasi maka sistem pendidikan akan lebih responsif terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan. Namun, sebenarnya konsep desentralisasi itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, dan masing pengertian akan mempunyai implikasi yang berbeda dalam pelaksanaannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas konsep desentralisasi, termasuk desentralisasi pendidikan; dan juga mendiskusikan bagaimana kebijakan ini diterapkan di Indonesia dan bagaimana pembiayan kebijakan desentralisasi terebut. Kata kunci: desentralisasi, desentralisasi pendidikan, sektor publik, efisiensi. ABTRACT Indonesia has starting implemented decentralization policy in 1999. Through Law no. 22/1999 and 25/1999, the government of Indonesia transferred the authority and responsibility in delivering public sector, including education to the local government. It is expected that by decentralizing education system management to the local government, it will improve not only the efficiency but also the quality and equality of education. There is an argument that decentralization will bring the education system more efficient and more responsive to the local need. However, the concept of the decentralization transform in to several kind of form and type, in which it will have implication in its implementation. The article aims to review the concept of decentralization, including the educational decentralization; and also to review the decentralisation in Indonesia, including how to finance it. Keywords: decentralisation, educational decentralisation, public sector, efficency. PENDAHULUAN Desentralisasi, dalam berbagai bentuk dan tingkatnya, dalam dua dasa warsa terakhir ini telah diimplementasikan secara luas di berbagai negara, baik di negara maju maupun di

2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

1

DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA: SEBUAH REVIU

A REVIEW ON EDUCATIONAL DECENTRALIZATION IN INDONESIA

Lucia H. Winingsih Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Email: luciahw@yahoo.com

ABSTRAK

Berdasarkan Undang-Undang Nomer 221 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999, Indonesia mulai menerapkan kebijakan desentralisasi pada tahun 1999. Berdasarkan pada ke dua UU tersebut, Pemerintah Indonesia melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggungjawab pelayanan sektor publik, termasuk sektor pendidikan, ke pemerintah daerah. Pada sektor pendidikan, dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dengan harapan bahwa sistem pendidikan akan lebih efisien, lebih bermutu dan lebih berkeadilan. Ada argumentasi bahwa dengan desentralisasi maka sistem pendidikan akan lebih responsif terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan. Namun, sebenarnya konsep desentralisasi itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, dan masing pengertian akan mempunyai implikasi yang berbeda dalam pelaksanaannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas konsep desentralisasi, termasuk desentralisasi pendidikan; dan juga mendiskusikan bagaimana kebijakan ini diterapkan di Indonesia dan bagaimana pembiayan kebijakan desentralisasi terebut.

Kata kunci: desentralisasi, desentralisasi pendidikan, sektor publik, efisiensi.

ABTRACT

Indonesia has starting implemented decentralization policy in 1999. Through Law no. 22/1999 and 25/1999, the government of Indonesia transferred the authority and responsibility in delivering public sector, including education to the local government. It is expected that by decentralizing education system management to the local government, it will improve not only the efficiency but also the quality and equality of education. There is an argument that decentralization will bring the education system more efficient and more responsive to the local need. However, the concept of the decentralization transform in to several kind of form and type, in which it will have implication in its implementation. The article aims to review the concept of decentralization, including the educational decentralization; and also to review the decentralisation in Indonesia, including how to finance it.

Keywords: decentralisation, educational decentralisation, public sector, efficency.

PENDAHULUAN

Desentralisasi, dalam berbagai bentuk dan tingkatnya, dalam dua dasa warsa terakhir ini

telah diimplementasikan secara luas di berbagai negara, baik di negara maju maupun di

Page 2: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

2

negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia. Secara umum, konsep desentralisasi

mengandung arti adanya proses pelimpahan sebagian wewenang dalam struktur

pengelolaan; pelimpahan sebagian kewenangan ini bisa terjadi dalam wujud kekuasaan

atau otoritas, sumber daya, dan tanggung jawab yang berasal dari Pemerintahan Pusat atau

unit di tingkat nasional kepada pemerintah daerah atau sub-unit dalam pemeritahan.

Cakupan, bentuk, dan tipe dari konsep desentralisasi juga sangat bervariasi; bisa devolusi,

delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh, di negara-negara Amerika

Latin, telah menerapkan kebijakan desentralisasi dalam berbagai bentuk, tipe, dan

tingkatnya (Burki, Perry, and Dilinger, 1999).

Ada berbagai alasan mengapa sebuah negara menerapkan kebijakan desentralisasi. Alasan

yang paling umum yang terjadi di banyak negara karena terjadinya reformasi politik dan

reformasi ekonomi; dan ini merefleksikan tren global untuk memberikan “hak” atau

“suara” pada tuntutan lokal/daerah dan untuk membawa sistem politik dan sistem ekonomi

lebih dekat kepada pemerintah daerah. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor

trategis yang di didesentralisasikan ke pemerintah daerah. Argumen yang mendasari bahwa

dengan mendesentralisasikan pendidikan ke daerah, maka sistem pendidikan akan lebih

efisien, lebih berkualitas dan berkeadilan, dan dengan didesentralisasikan kewenangan

dalam mengelola pendidikan ke daerah, maka sistem pendidikan akan lebih responsif

terhadap kebutuhan daerah.

Kebijakan desentralisasi tersebut dalam penerapannya mempunyai tingkat yang

berbeda-beda, tergantung pada bentuk atau tipe desentralisasi yang di pilih dan pada

tingkat pemerintahan mana pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut

diserahkan. Oleh karena, kebijakan desentralisasi satu negara dan negara yang lain berbeda

satu sama lain. Penerapan kebijakan ini juga akan sangat tergantung pgada tujuan yang

ingin dicapai dari penerapan kebijakan tersebut. Seberapa luas pengertian desentralisasi

dan dan bagaimana penerapannya merupakan hal mendasar yang harus dipahami dalam

penerapan kebijakan tersebut. Artikel ini berusaha untuk memahami dan menganalisis

mengenai kebijakan desentralisasi, terutama desentralisasi dalam bidang pendidikan,

tersebut diterapkan; dan bagaimana pemerintah membiayai pelaksanaan program atau

kebijakan tersebut.

Secara umum, tujuan dari artikel ini yaitu untuk melakukan reviu dan pembahasan

Page 3: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

3

mengenai kebijakan desentralisasi secara umum, dan dan secara khusus mengenai

kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia. Namun, secara lebih rinci, artikel ini

bertujuan untuk: i) mereviu konsep dan bentuk dari kebijakan atau program desentralisasi;

ii) mereviu desentralisasi pendidikan secara umum, dan melihat desentralisasi pendidikan

di Indonesia; dan iii) mereviu pembiayaan yang terjadi dalam masa desentralisasi.

Walaupun desentralisasi telah berjalan lebih dari dua dasa warsa di masyarakat

internasional dan lebih satu dasa warsa di Indonesia; namun reviu semacam ini masih

sangat diperlukan mengingat bahwa masih banyak negara-negara maju maupun negara

sedang berkembang yang menerapkan kebijakan ini; banyak negara yang menghadapi

permasalahan dalam penerapan kebijakan desentralisasi tersebut. Sebagai contoh, banyak

kebijakan desentralisasi yang ternyata tidak sesuai dengan tujuan awalnya sehingga perlu

reorientasi atau masalah lain yang muncul terkait dengan implementasi kebijakan ini.

KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN

Konsep, Bentuk, dan Tipe Desentralisasi

Desentralisasi merupakan sebuah konsep yang sangat longgar, yang mempunyai arti yang

sangat bervariasi. Konsep yang digunakan akan mempunyai implikasi pada bentuk dan

dimensi dari konsep desentralisasi yang digunakan dan pada akhirnya akan berimplikasi

pada tingkat praktek/implementasinya. Desentralisasi itu sendiri berarti:

”to decentralize means to disperse objects away from a central point”(Lauglo, 1999).

Secara sederhana, pengertian desentralisasi adalah kebalikan dari sentralisasi. Namun,

sebenarnya pengertiannya tidaklah sesederhana itu. Konsep desentralisasi merupakan

sebuah konsep yang kompleks, mempunyai banyak dimensi dan tidak mudah untuk

didefinisikan (Litvak, Ahmad, dan Bird, 1999). Desentralisasi bisa mempunyai arti yang

berbeda-beda dalam konteks yang berbeda. Desentralisasi mempunyai multi arti, sehingga

dalam prakteknya konsep ini bisa digunakan sebagai alat atau solusi bagi berbagai macam

problem sesuai dengan tujuan (Strudwick, 1992; UNDP, 1999). Longgarnya konsep

desentralisasi ini juga seperti terlihat dalam Lauglo (1995):

…also argue that decentralization is a concept with highly imprecise notion, and it becomes more imprecise when the concept is used to denote the distribution of authority in organizations such as national educational system.

Page 4: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

4

Kompleksnya konsep desentralisasi itu terlihat dari konsep desentralisasi itu tidak hanya

mengacu pada proses, namun juga pada kondisi/keadaan dari obyek yang berada jauh atau

berjarak dari Pusat (Pemerintahan Pusat). Hal ini menunjukkan adanya variasi dari

bentuk-bentuk organisasional yang berbeda, berdasarkan pada rasional dan implikasinya

dari adanya distribusi wewenang kepada agency, kelompok atau stakehorlder yang

berbeda.

Fiske (1996) menekankan bahwa konsep desentralisasi mengacu pada proses dari

berpindahnya tanggung-jawab dan kewenangan dalam membuat keputusan fungsi tertentu

dari level pemerintahan yang lebih tinggi ke level pemerintahan yang lebih rendah. Hal ini

mengenai berpindahnya kedudukan dari yang memerintah, mengenai pelimpahan sebagian

wewenang dari kedudukan/level tertentu ke level yg lain (McGinn and Welsh, 1999).

Sebagai contoh, berpindahnya wewenang dari Pusat ke tingkat Provinsi atau ke tingkat

kabupaten/kota ; atau bahkan bisa ke tingkat sekolah.

Berbagai ahli berpendapat bahwa desentralisasi bermanifestasi ke dalam empat bentuk,

yaitu politis, administratif, spatial/area, dan pasar. Pertama, desentralisasi politik terdiri

atas demokratisasi, partisipasi, dan perwakilan pemerintah. Sebagai contoh memberikan

wewenang untuk membuat keputusan di bidang pendidikan kepada penduduk atau

perwakilan mereka di tingkat yang lebih rendah, misal DPRD. Tujuan utama dari political

decentralization yaitu memberi wewenang politis kepada warganegara dan perwakilan

mereka melalui pemberian otonomi yang lebih besar dalam membuat keputusan dan

kontrol atas sumber daya yang mereka miliki. Kedua, desentralisasi administrasi yang

dipahami sebagai pelimpahan sebagian kewenangan dalam perencanaan, pengelolaan,

mencari dan mengalokasikan sumber daya dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah

organisasi publik di bawahnya. Desentralisasi bentuk ini, pada dasarnya lebih merupakan

strategi manajemen, karena kewenangan tetap berada di level teratas dari organisasi, tetapi

tanggungjawab dan kewenangan dalam perencanaan, manajemen, keuangan, dan kegiatan

lain dilimpahkan ke pemerintahan/organisasi/level yang lebih rendah (Fiske, 1996).

Strategi ini biasanya diambil sebagai tahap awal dari negara yang sangat sentralisasi

menuju kebijakan desentralisasi. Bentuk yang lain yaitu desentralisasi pasar atau yang

lebih sering disebut sebagai privatisasi. Dalam privatisasi, proses menciptakan kondisi dari

barang dan pelayanan lebih diserahkan pada mekanisme pasar.

Page 5: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

5

Bentuk lain desentralisasi yakni desentralisasi geografis/ruang, yang biasanya digunakan

untuk pengembangan kota. Desentralisasi ini lebih menekankan pada penyebaran

penduduk kota dan aktivitas ekonomi secara geografis di antara penduduk, yang

didasarkan pada ukuran konsentrasi jumlah penduduk yang berbeda berdasarkan pada satu

atau lebih daerah metropolitan yang besar. Bentuk desentralisasi ini ditujukan untuk

membangun kapasitas organisasi publik dan swasta di kota-kota pinggiran (daerah

pendukung) untuk meningkatkan pendapatan asli mereka supaya bisa menyediakan

pelayanan, fasilitas dan aktifitas yang produktif yang dibutuhkan dalam pengembangan

ekonomi suatu daerah tertentu. Desentralisasi yang menyerahkan keputusan pada pasar,

sering diartikan sebagai proses privatisasi.

Di samping bentuk-bentuk desentralisasi, desentralisasi juga bermanifestasi dalam

beberapa tipe, yang dibedakan berdasarkan pada bagaimana kewenangan itu

didesentralisasikan atau lebih sering didefisinikan sebagai degrees of transfer of authority.

Secara umum ada 4 (empat) tipe desentralisasi, yaitu dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan

privatisasi (Rondinelli, Nellis and Cheema, 1983; Strudwick, 1992; Fiske 1996; Florestal

& Cooper, 1997; Lauglo, 1999; McGinn and Welsh, 1999; UNDP, 1999).

Pertama, konsep dekonsentrasi sering dipahami sebagai:

…a transfer of functions, powers, and resources to the state offices of central agencies; in other words, a shift in responsibilities to lower levels within the same agency; with the purpose to remove some burden of central government in providing local services (McGinn and Welsh, 1999; UNDP, 1999).

Dalam dekonsentrasi hanya terjadi pelimpahan wewenang dan tanggungjawab manajemen

ke tingkat di bawahnya; dalam hal ini Pusat (Kementerian) masih memegang kontrol

karena dalam dekonsentrasi tidak termasuk pelimpahan sebagian wewenang ke tingkat

pemerintahan di bawahnya (Florestal and Cooper, 1997; Litvak, 1998). Kedua, delegasi,

di mana dalam pendelegasian tingkat pelimpahan tanggung jawab menjadi lebih intensif.

Di dalam konsep delegasi ini, pemerintah pusat (Kementerian) meminjamkan

wewenangnya ke level pemerintahan (atau ke semi otonomi organisasi) yang lebih rendah,

dengan pemahaman bahwa sewaktu-waktu wewenang yang didelegasikan ini bisa ditarik

kembali ke Pusat (Fiske, 1996). Sebagai contoh, wewenang dalam mengatur sekolah negeri

sering didelegasikan kepada perwakilan di pemerintahan yang lebih rendah yang berada di

propinsi atau di daerah. Seperti Indonesia pada jaman Orde Baru di mana masih menganut

Page 6: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

6

prinsip sentralisasi, di mana Kantor Wilayah baik di tingkat Provinsi atau di tingkat

kabupaten/kota merupakan perwakilan dari Kementerian Pendidikan.

Konsep yang ketiga yaitu devolusi. Konsep devolusi mengindikasi pemberian otonomi

kepada pemerintah daerah. Devolusi menunjuk pada pelimpahan atas kontrol dari Pusat ke

pemerintahan yang lebih rendah. Ada empat aspek dalam devolusi, yaitu: i) body/unit yang

bertanggungjawab secara legal yang terpisah dari Pusat/Kementerian; ii) body/unit ini

bertindak secara mandiri, tidak berada di bawah Pusat/kementerian; iii) body/unit ini

bertindak sesuai wewenang yang diterimanya berdasarkan hokum dan undang-undang; dan

iv) body/unit ini bertindak hanya dalam dalam batas-batas geografis yang telah ditetapkan

berdasarkan hukum dan undang-undang. Dengan devolusi, unit yang sah secara

institusional ini bisa bertindak secara mandiri tanpa harus meminta izin dari Pemerintah

Pusat/Kementerian.

Konsep yang terakhir yaitu privatisasi. Konsep ini berakar dari faham neo-liberalisme yang

mendominasi arah reformasi dunia pada awal 1980an. Berprinsip pada pendapat bahwa

dengan adanya pasar bebas maka akan dapat meningkatkan kompetisi dan reformasi

ekonomi. Argumentasi dari pandangan ini yaitu bahwa dengan pasar bebas, dan bukan

diatur oleh Negara maka individu mempunyai kebebasan politik dan kebebasan dalam

menggunakan kesempatan sehingga pilihan bisa dimaksimalkan. Dengan memberikan

“kewenangan” pada sektor swasta dan bukan pada negara, maka prasyarat untuk

meningkatkan efisiensi yang lebih besar akan dapat dicapai. Pandangan ini juga

berpendapat bahwa privatisasi pendidikan dilakukan bertujuan untuk mengoptimalkan

pelayanan pendidikan dan meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Oleh

karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut maka sektor pendidikan harus murni

berorientasi pada pasar. Tujuan utama dari pendapat ini adalah bahwa desentralisasi

pendidikan pada pasar akan mengurangi beban keuangan dan administrasi pemerintah

Pusat terhadap pendidikan.

Table 1. Aspek-aspek dalam Desentralisasi

Unit kemana wewenang di

transfer

Aspek pengelolaan yang ditransfer atau dibagi Tipe Desentralisasi Politis/

Pengambilan Keputusan

Manajemen Keuangan

Administrasi dan Pelayanan Publik

Unit lebih rendah Devolusi Devolusi Devolusi Devolusi

Page 7: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

7

yang otonom

Unit lebih rendah yang tidak otonom penuh

Delegasi Delegasi Delegasi Delegasi

Unit lebih rendah/sub-unit

Perintah/Arahan Alokasi Penugasan Dekonsentrasi

External/Swasta Deregulasi Privatisasi Kontrak Divestasi

Sumber: UNDP, 1999.

Dalam pelaksanaannya, tipe-tipe desentralisasi ini tentu saja dimplementasikan secara

bervariasi. Beberapa negara mungkin mengadopsi hanya satu dari konsep atau kombinasi

lebih dari satu konsep, baik secara simultan atau berbeda tingkat pemerintahannya. Konsep

yang dipilih untuk diimplementasikan mempunyai implikasi yang berbeda-beda dalam

penerapannya (Rondinelli, Nellis, and Cheema, 1983). Sebagai contoh, Pemerintah

Indonesia menerapkan devolusi dan dekonsentrasi secara bersamaan, dan tentu saja

pelaksanaan implementasinya berbeda. Seperti yang terjadi hingga saat ini dekonsentrasi

dilakukan di tingkat provinsi dan devolusi dilakukan di tingkat pemerintah daerah,

sehingga kewenangan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Desentralisasi Pendidikan

Seperti telah disebutkan di atas, program desentralisasi telah menjadi tren internasional,

baik di negara maju maupun negara berkembang. Sektor pendidikan, tidak terkecuali, juga

mengikuti fenomena global ini, yaitu dengan memberikan wewenang atau otonomi dalam

pengambilan keputusan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, atau bahkan sekolah,

untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas sekolah. Di samping itu, pada dasarnya, di

sebagian besar negara, program desentralisasi merefleksikan proses reformasi politik dan

ekonomi (World Bank, 2003).

Ada banyak alasan mengapa sektor pendidikan didesentralisasikan, dan alasan ini sangat

tergantung pada tujuan negara yang bersangkutan. Alasan-alasan tersebut antara lain

tekanan politis, stabilitas ekonomi makro, pelayanan umum, keadilan, effisiensi,

pemberantasan kemiskinan, peningkatan kapasitas, korupsi, pengelolaan, investasi

infrastruktur, dan penyediaan pelayanan sosial. Sebagai contoh, di negara-negara Amerika

Page 8: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

8

Latin menerapkan desentralisasi dengan tujuan untuk mencapai stabilitas politik,

meningkatkan demokratisasi, dan meningkatkan efisiensi pengelolaan sektor publik oleh

Pemerintah. Sebaliknya, di Indonesia, penerapan program desentralisasi pada awalnya

lebih untuk menghindari disintegrasi, meningkatkan demokratisasi, dan lebih

meningkatkan penyediaan lapangan kerja.

Oleh karena itu, alasan dan tujuan dari implementasi program desentralisasi berbeda di tiap

negara, tergantung pada tujuan reformasi negara yang bersangkutan. Tujuan ini bisa

diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan efisiensi administrasi,

efisiensi pembiayaan pendidikan, atau pendidikan yang berkeadilan. Sebagai contoh,

menurut para pendukung desentralisasi di tingkat sekolah, reformasi tersebut mendorong

peningkatan kualitas belajar-mengajar dengan memberi wewenang membuat keputusan

pada tingkat sekolah atau dengan mendorong guru dan daminisrator sekolah melakukan

tugasnya dengan lebih baik. Ada argumentasi bahwa dengan memberikan insentif terhadap

kinerja guru untuk lebih bermutu, maka akan membawa pada peningkatan akuntabilitas

dan kinerja sekolah (Paqueo, 2000).

Dalam desentralisasi pengelolaan administrasi, pendukung desentralisasi ini mengklaim

bahwa dengan memperkuat otoritas pada tingkat provinsi dan tingkat pemerintah daerah

akan menghasilkan sistem yang lebih efisien, karena ini akan memperkecil/membatasi

prosedur birokrasi dan memberikan motivasi pada pegawai untuk lebih produktif.

Argumentasi ini didasari pada anggapan bahwa sistem sentralisasi itu sangat birokratik dan

sia-sia. Bila birokrasi pendidikan dalam sebuah negara itu sangat tidak efisien, bahkan

korup; maka penerapan kebijakan desentralisasi sering dilihat sebagai alat untuk

menyediakan aliran, baik keuangan, ketenagaan, dan sumber daya yang lain ke sekolah.

Sebuah perencanaan program desentralisasi yang didesain dengan baik, dipercaya akan

bisa menciptakan sebuah kondisi yang bisa mendorong ke arah efisiensi administratif.

Program ini bisa mendorong penempatan fungsi-fungsi administrasi, seperti meningkatkan

penerimaan pajak, penerimaan guru, pengembangan kurikulum, dan fungsi yang lain pada

tempat yang tepat. Di samping itu, desentralisasi juga bisa menciptakan iklim atau suasana

yang ramah terhadap perencanaan pengajaran yang didesain dengan baik. Namun demikian,

desentralisasi bukanlah “obat” untuk memecahkan seluruh masalah-masalah yang dihadapi

sebuah sistem pendidikan.

Page 9: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

9

Desentralisasi juga memusatkan perhatian pada bagaimana sumber daya pendidikan digali.

Dalam banyak hal, alasan ini menjadi sangat penting, terutama bila Pemerintah Pusat

tidak cukup mempunyai dana untuk mendanai sektor pendidikan, di mana kasus ini lebih

sering terjadi di negara sedang berkembang. Paqueo (2000) menyatakan bahwa:

… desentralisasi akan meningkatkan penerimaan bagi sektor pendidikan melalui keuntungan dari pajak daerah, dan secara bersamaan mengurangi biaya operasional. Model seperti ini bertujuan untuk mengurangi beban pembiayaan pendidikan dan di bebankan kepada pemerintah provinsi, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, atau bahkan orangtua siswa. Alasan ini menarik bagi negara yangmempunyai hambatan keuangan, terutama di negara sedang berkembang. Asumsinya adalah bahwa peran aktif dari kelompok sosial akan meningkatkan sumber daya yang mungkin tersedia bagi pendidikan.

Kasus di Argentina merupakan contoh yang baik bagi pengalihan tanggung jawab

keuangan dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah, yang pada akhirnya meningkatkan

alokasi pembiayaan pendidikan. Disebutkan bahwa keseluruhan pengeluaran pendidikan di

Argentina antara tahun 1975 sampai 1985 telah meningkat dari 16.6 persen menjadi 18.7

persen; sebagai akibat dari meningkatnya peran pemerintah regional/provinsi, pemerintah

daerah dan kelompok-kelompok sosial dalam pendanaan pendidikan (Burki, Perry and

Delinger, 1999).

Namun, ada kendala yang mungkin terjadi dengan dilimpahkannay wewenang membuat

keputusan dalam pembiayaan/pengeluaran ke pemerintah daerah, karena sering terjadi

Pemda lebih tertarik membelanjakan uangnya untuk fisik atau yang memberikan

keuntungan jangka pendek, seperti jalan-jalan atau gedung-gedung; daripada

menggunakannya untuk pendidikan. Oleh karena itu efek bagi sektor pendidikan, terutama

dalam masa-masa sulit, desentralisasi bisa mendorong terjadinya pengurangan sumber

daya keuangan bagi pendidikan (Hannaway and Carnoy, 1993); sehingga pembiayaan

pendidikan akan menurun porsinya. Di samping itu, di banyak negara yang menerapkan

kebijakan desentralisasi, walaupun pemerintah daerah kemudian memiliki

wewenang/otoritas penuh berdasarkan undang-undang untuk meningkatkan penerimaan

pajak, namun sering terjadi kemampun mereka terlalu lemah dan banyak yang masih

tergantung pada subsidi Pemerintah Pusat sehingga tidak ada usaha untuk memaksimalkan

wewenang yang dimilikinya tersebut (Rondinelli, Nellis, and Cheema, 1993), sehingga

wewenang tersebut hanya terbatas pada wewenang saja dan tidak bisa memberikan

Page 10: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

10

keuntungan yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh daerah.

Dalam kaitannya dengan pendidikan yang berkeadilan, konsekuensi negatif dari

desentralisasi yaitu meluasnya gap, terutama gap dalam prestasi siswa antara daerah yang

kaya dan daerah yang miskin (Maclure, 2001). Walaupun, pada dasarnya, pendidikan yang

berkeadilan – yang ditunjukkan dari jumlah uang yang masuk maupun hasil test score --

bukanlah tujuan utama dari kebijakan atau program desentralisasi. Namun tidak bisa di

sangkal bahwa daerah yang mempunyai sumber daya keuangan dan sumber daya manusia

yang melimpah akan mempunyai kondisi yang lebih baik dalam memaksimalkan

wewenang otoritas yang diperolehnya melalui desentralisasi/transfer wewenang tersebut.

Bahkan walaupun ada pencapaian hasil pendidikan secara universal, bisa dipastikan bahwa

sekolah mempunyai sumber daya yang lebih/berlimpah yang akan mendapatkan manfaat

yang paling besar (Florestal and Cooper, 1992). Oleh karena itu, dalam beberapa kasus,

pemerintah pusat telah berusaha untuk meminimalkan gap yang yang timbul yang

diakibatkan dari program desentralisasi. Seperti misalnya yang dilakukan oleh Pemerintah

Indonesia, formula yang digunakan dalam pemberian dana DAU bertujuan untuk

meminimalkan gap tersebut.

MacLure (2001) berpendapat bahwa pilihan dalam pendidikan dan MBS bisa

meningkatkan kinerja sekolah. Di dalam desentralisasi teori tersebut akan terjadi pada

keluarga yang berkecukupan. Teori tersebut lebih menekankan bahwa desentralisasi akan

membawa kebutuhan terhadap pendidikan yang lebih besar, terutama pada sebagian

masyarakat yang kurang terlayani. Sebagai contoh, di Burkina Faso, dengan

dilimpahkannya wewenang tanggungjawab pembiayaan pendidikan ke pemerintah lokal

(Pemda) telah meningkatkan secara langsung biaya pendidikan, namun juga kesempatan

bagi kelompok siswa yang relatif tidak mampu secara ekonomi untuk putus sekolah.

Contoh lain yaitu kasus yang terjad di Chili. Reformasi di Chili menggarisbawahi adanya

masalah dalam keadilan dalam pemerataan pendidikan, di mana program desentralisasi

sedikit menyumbang sekolah yang miskin di distrik untuk mengatasi masalah-masalah

yang mereka hadapi; daerah-daerah ini juga menunjukkan rendahnya prestasi siswa. Dalam

hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem yang terdesentralisasi sekalipun, peranan Pusat

masih sangat penting terutama untuk memastikan dan mengontrol standar minimum.

Ada argumentasi bahwa desentralisasi di samping merupakan aspek yang esensial dari

Page 11: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

11

sebuah demokrasi, juga di klaim bisa meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam

pelayanan publik. Berbicara mengenai efisiensi dan efektivitas, tentu saja adalah bicara

mengenai kualitas. Oleh karena itu, berbicara mengenai kualitas pelayanan publik terkait

dengan berbicara mengenai bagaimana menyediakan pelayanan publik yang efisien dan

efektif. Terutama dalam kondisi perekonomian yang sedang mengalami penurunan, seperti

misalnya dalam kondisi kritis, di mana kondisi keuangan membebani Pemerintah dalam

berbagai level, efisiensi seringkali merupakan salah satu langkah yang dipilih, yang berarti

bahwa seluruh sistem pelayanan umum dari semua level diharuskan untuk lebih akuntabel

terhadap sumberdaya yang mereka gunakan.

Hal ini seperti yang juga terungkap dalam seminar internasional dalam sektor pendidikan

“Trends in the Planning and Funding of Educational Building” yang menyatakan bahwa:

“There is a need for monitoring and evaluation and a new emphasis on the management of educational resources. The effective management of resources is important at all levels of the (education) system, from the individual school, through the different layers of administration, to central ministries of education. There is no consideration of effective resource management can take place unless we take into account how decision-making processes at various levels operate. When we do that we come directly to the issue of decentralization. It mentioned that the best way to improve the effectiveness of services is to look at them at the point of delivery. That is where the term of effectiveness is judged, in education as in other spheres” (OECD, 2002).

Argumen dalam desentralisasi pendidikan bahwa dengan mendistribusikan tanggung jawab

dan wewenang secara lebih luas di dalam sistem pendidikan itu sendiri akan meningkatkan

efisiensi dari sistem tersebut dan sistem tersebut akan lebih responsif terhadap kebutuhan

dari konstituennya, di mana pada akhirnya akan memberikan kebebasan untuk berinovasi.

Dalam sebuah negara yang besar seperti Indonesia, kondisi-kondisi lokal sangat bervariasi

yang bisa menjadi hal menguntungakn untuk bereksperimen; dan inovasi yang bermula

dari kondisi lokal bisa menstimulasi peningkatan pendidikan bila sebuah daerah mau

belajar dari pengalaman yang terjadi di daerah lain.

Desentralisasi Pendidikan di Indonesia

Walaupun Pemerintah Indonesia baru menerapkan kebijakan desentralisasi pada tahun

2000, namun secara historis sebenarnya Indonesia telah mencoba menerapkan kebijakan

Page 12: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

12

ini jauh sebelumnya. Otonomi daerah pernah diterapkan segera setelah Kemerdekaan

Indonesia; yang kemudian diikuti dengan Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1957 untuk

memperbaharui Undang-Undang nomer 1 Tahun 1945. Namun, ini tidak berjalan karena

adanya gangguan keamanan. Kemudian, Undang-Undang nomer 5 Tahun 1974 mengenai

otonomi daerah, namun Undang-Undang ini pun tidak dilakukan, walaupun dalam

pembangunan 5 (lima) tahunan ditekankan pada pembangunan daerah. Kemudian, pada

tahun 1980, usaha desentralisasi penyediaan infrastruktur kota ke pemerintah daerah juga

dilakukan, karena Pusat sendiri tidak akan mampu untuk menyediakan kebutuhan kota

yang berkembang dengan pesat. Kemudian, pada tahun 1992, dengan Peraturan

Pemerintah Nomer 45/1992, Pusat mendevolusikan beberapa fungsi yang dimiliki oleh

Pusat ke pemerintah daerah (kabupaten/kota), dalam kurun waktu 4 (empat) tahun.

Peraturan Pemerintah ini menjadi sangat penting karena Pemerintah mulai menerima

argumen mengenai konsep federalisasi fiskal bahwa pelayanan publik akan lebih efisien

bila ditangani oleh tingkat pemerintahan yang tepat, yaitu di tingkat kabupaten/kota, dan

bukan tingkat provinsi. Pemerintah Daerah, sebelum Indonesia terkena krisis ekonomi,

Undang-Undang Nomer 18 tahun 1997 untuk memperluas wewenang pemerintah daerah

dalam perpajakan mulai diterapkan. Namun, seluruh usaha-usaha untuk memberi

wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah tersebut tidak begitu berhasil karena

peran Pusat masih sangat dominan saat itu, bahkan sejak sekitar tahun 1960-an dikenal

sebagai negara dengan sistem yang sangat centralized, dengan provinsi dan kota/kabupaten

sebagai lapis Pemerintah dibawah Pusat (Asanuma and Brodjonegoro, 2003).

Hingga pada tahun 1999, melalui Undang-Undang Nomer 22 Tahun 1999 dan

Undang-undang Nomer 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Indonesia

mulai mengubah secara drastis beberapa prinsip dasar dalam hubungan antarpemerintah

(Alm, Aten, and Bhal, 2001). Pertama, Undang-Undang tersebut mengeliminasi hubungan

herarkis antara provinsi dan pemerintah daerah; dan pemerintah daerah menjadi otonom

penuh sehingga kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada gubernur; namun

bertanggung jawab kepada DPRD yang dipilih secara lokal. Namun sebaliknya provinsi

masih mempunyai hubungan herarkis dengan Pemerintah Pusat (Alm, Aten and Bahl,

2001).

Kedua, dengan beberapa keterbatasan, Undang-Undang tersebut mendekonsentrasi

beberapa tanggungjawab ke provinsi dan mendevolusi beberapa fungsi ke pemerintah

Page 13: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

13

daerah; kecuali urusan terkait pertahanan dan keamanan, kebijakan keuangan dan fiskal,

hukum, dan agama yang masih tetap menjadi tanggungjawab Pusat yaitu 11 sektor publik,

termasuk sektor pendidikan menjadi tangungjawab pemerintah daerah. Di mana

pelimpahan sektor publik ini dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000.

Oleh karena itu berdasarkan pada Undang-Undang ini wewenang dalam pendidikan

didistribusikan kepada tiga tingkat pemerintahan, yaitu Pusat, Provinsi, dan Daerah, seperti

yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pembagian Wewenang antar Pemerintah

Pusat Provinsi Daerah

1. Pertahanan dan Keamanan 2. Sistim hukum 3. Pajak dan keuangan 4. Agama 5. Urusan luar negeri 6. Tugas khusus

Perencanaan ekonomi makro

Dana perimbangan Sistim administrasi

pemerintahan dan sistem kelembagaan ekonomi

Pengembangan sumber daya manusia/HRD

Pemanfaatan sumber daya alam dan hal-hal yang terkait tehnologi tinggi

Standardisasi dan konservasi nasional

1. Kewenangan yang meliputi hubungan antar pemerintah

2. Kewenangan yang berada di atas kemampuan pemerintah daerah

3. Kewenangan yang didelegasikan dari Pusat

4. Kewenangan lain terkait: Perencanaan makro tingkat

regional Training Alokasi SDM yg berpotensi,

dan kegiatan penelitian di tingkat provinsi

Pengelolaan pelabuhan di tingkat regional

Mengendalikan lingkungan l Promosi perdagangan,

budaya dan turisme Kontrol atas penyakit

1. Seluruh kewenangan yang bukan kewenangan Pusat dan Provinsi

2. Kewenangan wajib: Pekerjaan Umum Kesehatan Pendidikan dan Kebudayaan Pertanian Transportasi Industri dan Perdagangan Investasi Lingkungan Hidup Pertanahan Koperasi, dan Tenaga Kerja

Sumber: Undang-Undang Nomer 22 Tahun 1999 atau Undang-Undang No 32 Tahun 2004

Dalam bidang pendidikan, wewenang masing-masing pemerintah, seperti yang disebutkan

dalam Peraturan Pemerintah Nomer 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan

kewenangan Provinsi tersebut adalah sebagai berikut. Wewenang Pemerintah Pusat, antara

lain: 1) menetapkan standar nasional kompetensi peserta didik; 2) menetapkan kurikulum

nasional dan sistem penilaian; 3) menetapkan standar bahan pembelajaran, terutama untuk

mata pelajaran utama; 4) menetapkan syarat-syarat penggunaan ijazah; menetapkan

pedoman untuk pendanaan pendidikan; menetapkan syarat-syarat untuk siswa baru, pindah

sekolah, dan sertifikasi peserta didik; menetapkan kalender pendidikan; dan

mengembangkan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh; serta mengatur keberadaan

Page 14: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

14

sekolah asing/international yang beroperasi di Indonesia. Di samping itu, Pusat juga

mempunyai peranan untuk menentukan kebijakan yang mendukung pembangunan dalam

tingkat makro; dan menetapkan petunjuk standard pelayanan minimal yang harus di

lakukan oleh pemerintah daerah.

Pemerintah provinsi, setelah desentralisasi ini mempunyai wewenang yang lebih sedikit

dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Peranan mereka lebih sebagai fasilitator

terhadap pemerintah daerah. Wewenang mereka antara lain menetapkan kebijakan terkait

dengan peserta didik yang minoritas, di daerah terpencil, dan miskin; menyediakan

ketersediaan dan ketercukupan buku atau modul untuk TK, SD, SMP, SMA, dan

pendidikan non-formal; mengembangkan pendidikan tinggi, terlepas dari kurikulum,

akreditasi dan penempatan/rekrutmen personel; menyediakan sekolah luar biasa;

menyediakan dukungan administrasi untuk pengembangan karir pegawai; menyediakan

pendidikan dan training untuk promosi dan pengembangan teknis di tingkat provinsi; dan

mengalokasi serta mutasi pegawai yang potensial antar pemda atau dari pemda ke provinsi

atau sebaliknya. Dalam perkembangannya, peranan yang terakhir ini sulit dilaksanakan

karena pemerintah daerah juga mempunyai wewenang penuh terhadap pegawai di

lingkungannya.

Kemudian, selain wewenang Pusat dan provinsi seperti tersebut di atas, merupakan

wewenang pemerintah daerah, yaitu antara lain: i) mengelola dan menyelenggarakan

pendidikan dari tingkat TK sampai tingkat menengah; ii) menetapkan kurikulum muatan

lokal; iii) menyediakan, mendistribusikan, memelihara, dan memonitor fasilitas dan

infrastruktur pendidikan; iv) menyediakan, membimbing, mensupervisi, dan mengevaluasi

peserta didik, termasuk menyediakan ijazah bagi peserta didik yang lulus; v) memfasilitasi

partisipasi masyarakat; vi) merencanakan dan menyediakan buku untuk sekolah; vii)

merencanakan kebutuhan, pengangkatan, mutasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK),

termasuk pengembangan karier pegawai; viii) mengembangkan dan mengevaluasi

kurikulum muatan lokal; ix) merencanakan, mengeavaluasi, dan menetapkan kurikulum

pendidikan non-formal; x) kerjasama pendidikan dengan luar negeri; xi) pembiayaan

pendidikan, termasuk menyediakan dan mengelola anggaran pendidikan; xii) menjaga

kualitas pendidikan berdasarkan pada guideline yang ditetapkan Pusat; xiii) mengelola

pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) secara penuh, termasuk merencanakan kebutuhan,

mengangkat pegawai, mutasi, memberhentikan, menetapkan pensiun, gaji,

Page 15: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

15

insentif/tunjangan, kesejahteraan pegawai, pendidikan dan training pegawai berdasarkan

kebutuhan dan kemampuan daerah; dan melakukan supervisi dan pengawasan atas

penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan pegawai, dan pendanaan pendidikan di daerah

berdasarkan pada pedoman Pusat.

Pembiayaan: Sumber Pajak dan Sharing antar Pemerintah

Undang-Undang Nomer 22 Tahun 1999, yang kemudian diperbaharui menjadi

Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

Nomer 25 Tahun 1999, yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomer 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan dasar

bagi hubungan pusat-daerah dalam era desentralisasi. Undang-Undang yang pertama

mendevolusi beberapa fungsi atau wewenang ke pemerintah daerah, dan Undang-Undang

yang ke dua mendukung kebijakan desentralisasi melalui menyediakan sumber-sumber

fiskal bagi pemerintah daerah (Asanuma and Brodjonegoro, 2003).

Untuk menjalankan tanggungjawab baru yang diterimanya, tentu saja pemerintah daerah

harus mempunyai sumber-sumber pajak yang dapat mendukung dalam membiayai

tanggung jawab baru tersebut. Dalam Undang-Undang tersebut juga disebutkan bahwa

pemerintah daerah harus mempunyai wewenang untuk menarik pajak dan ongkos; dan

bahwa Pusat harus menstransfer atau berbagi pendapatan kepada pemerintah daerah.

Pajak-pajak yang bisa dikumpulkan dan dimiliki oleh daerah antara lain: i) pajak hotel dan

restoran; ii) pajak iklan; iii) pajak bahan bangunan; iv) pajak atas penggunaan air; v) pajak

hiburan; vi) pajak bangunan; vii) dan pungutan atau retribusi lain-lain. Pemerintah daerah

tidak bisa meningkatkan pendapatan mereka melalui pajak dari ketentuan yang sudah

diberlakukan. Oleh karena itu, dari sisi penerimaan pajak, kesempatan pemerintah provinsi

maupun pemerintah daerah sangat terbatas, sehingga pendapatan dari pajak tidak bisa

diharapkan melebihi dari yang sudah ditetapkan.

Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan sumber pendapatan dari pajak di daerah,

Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999 atau Undang-Undang Nomer 33 Tahun 2004 juga

memberikan kerangka tax sharing antara Pusat dan pemerintah daerah yang lebih adil.

Pendapatan Pusat yang bersumber dari eksploitasi sumber daya alam, seperti minyak dan

Page 16: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

16

gas, tambang, dan hutan harus dibagi berdasarkan proporsi antara Pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota. Ini merupakan ciri utama dari perencanaan keuangan dibawah

Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999, yang mempunyai implikasi penting dalam

distribusi pajak di antara pemerintah daerah yang sumber daya alamnya sangat bervariasi

(Asanuma and Brodjonegoro, 2003). Pajak pendapatan juga merupakan sumber

pendapatan yang di share antara Pusat, provinsi, dan daerah. Sebesar 20% dari pajak

pendapatan ini akan diterima oleh pemerintah daerah, dengan pembagian 40-60 antara

provinsi dan kabupaten/kota.

Table 3. Sumber Keuangan Pemerintah Daerah

Sumber Komponen 1 Pendapatan asli daerah

(PAD) a. Pajak b. Retribusi c. Pendapatan dari perusahaan and

local property d. Sumber-sumber lain

2 Dana perimbangan a. Pajak tanah dan bangunan , dan sumber-sumber alam

b. Dana alokasi umum (DAU) c. Dana alokasi khusus (DAK)

3 Dana pinjaman/loan a. Pinjaman dalam negeri b. Pinjaman luar negeri

4 Pedapatan resmi lain a. Hibah b. Hibah Darurat c. Lain-lain berdasar UU

Source: UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004

Di samping itu, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) juga

merupakan pelimpahan keuangan antarpemerintah, yaitu dari Pusat ke daerah. DAU adalah

block grant yang disediakan untuk seluruh daerah, dengan tujuan untuk mengisi

gap/perbedaan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal, kemudian didistribusikan

melalui formula yang didasarkan prinsip-prinsip yang secara umum menentukan daerah

yang miskin dan kurang berkembang harus menerima lebih dibandingkan dengan daerah

yang kaya. Pusat mempunyai kewajiban untuk mentransfer paling sedikit 25% dari

penghasilan domestiknya dalam bentuk DAU. DAU ini akhirnya menjadi instrumen untuk

mencapai keseimbangan fiskal, baik secara vertikal maupun secara horisontal. Sebaliknya,

DAK hanya diberikan kepada daerah-daerah yang dipilih dengan tujuan khusus saja yang

akan menerima dana ini dan dana didistribusikan langsung dari Pusat dengan tujuan khusus

Page 17: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

17

secara nasional. (Asanuma and Brodjonegoro, 2003). Misalnya: DAK untuk meningkatkan

dan mengembangkan perpustakaan sekolah atau DAK untuk pembangunan dan renovasi

gedung. DAK tidak bisa dialihkan untuk digunakan memenuhi kebutuhan lain.

Table 4. Dana Perimbangan antara Pusat dan Daerah

Dana perimbangan

Pusat Districts

Provinsi Daerah (produsen)

Daerah (Non-produsen)

1 Bagi hasil a. Pajak tanah dan bangunan 10 90

80 80

b. BPHTB 20 c. Tambang (umum) 20 - Sewa tanah 20 16 64 - Royalti 20 16 64 d. Tambang (minyak) 85 3 6 6 e. Tambang (Gas) 70 6 12 12 f. Hutan 20 16 64 g. Perikanan 20 80 - Areak perikanan 20 Didistribusikan secara adil ke seluruh daerah - Produk perikanan 20 Didistribusikan secara adil ke seluruh daerah 2 Dana Alokasi Umum (DAU) 10 90 3 Dana Alokasi Khusus (DAK) Di atur melalui perundangan

Source: UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004

Jelas bahwa keberadaan Undang-Undang Nomer 22 Tahun 1999 atau Undang-Undang

Nomer 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999 atau Undang-Undang

Nomer 33 Tahun 2004 dimaksudkan untuk mendukung prinsip uang mengikuti fungsi.

Berdasarkan pada prinsip ini, skema transfer fiskal antar pemerintan (intergovernmental

transfer) dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa masing-masing pemerintahan (provinsi

dan daerah) mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang menjadi tanggungjawabnya

dengan menggunakan kamampuan/kapasitas fiskalnya (Asanuma and Brodjonegoro, 2003).

Oleh karena Indonesia menganut sistem kesatuan, maka dalam implementasi kebijakan

desentralisasi ini seluruh daerah harus diperlakukan secara sama dalam menutup gap antara

kebutuhan dan kapasitasnya. Harus diyakinkan bahwa seluruh daerah (provinsi maupun

kabupaten/kota) mampu untuk menyediakan pelayanan dasar bagi seluruh warganya.

Namun hal ini bukan berarti bahwa mengalokasikan jumlah yang sama kesetiap daerah

merupakan perlakuan adil, karena masing-masing daerah mempunyai kebutuhan dan

kapasitas yang berbeda-beda.

Page 18: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

18

Alokasi harus di desain untuk bisa mengisi gap fiskal antara kebutuhan minimum mereka

dan kapasitas maksimum mereka. Oleh karena itu, DAU harus mampu untuk bertindak

menjadi dana perimbangan yang cukup untuk mengisi gap tersebut. Konsekuensinya,

bahwa setiap daerah akan menerima jumlah yang berbeda-beda. Perbedaan kebutuhan

daerah tergantung pada jumlah penduduk, kesulitan geografis, perbedaan kesejahteraan;

sementara perbedaan kemampuan fiskal suatu daerah tergantung pada pendapatan bagi

hasil pajak, bagi hasil non-pajak, dan pendapatan daerah. Daerah dengan kebutuhan yang

tinggi sementara kapasitas fiskalnya rendah akan menerima sejumlah besar DAU, dan

sebaliknya daerah yang mempunyai kebutuhan yang rendah namun mempunyai kapasitas

fiskal yang tinggil akan menerima DAU dengan jumlah yg kecil. Prinsip perimbangan

harus diterapkan secara optimal agar setiap daerah mendapat perlakuan yang adil

(Asanuma and Brodjonegoro, 2003). Dalam perkembangannya, di banyak daerah, DAU

merupakan sumber utama keuangan daerah.

Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999 atau Undang-Undang Nomer 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah ini sudah pasti merubah sistem

pelimpahan wewenang dari Pusat ke daerah, yang sebelumnya berdasarkan pada dana

Subsidi Daerah Otonom (SDO) sebagai pelimpahan dana rutin dan dana Inpres (Instruksi

Presiden). Kemudian dalam sistem pelimpahan yang baru, keduanya tergabung dalam

pelimpahan dana block grant yang disebut Dana Alokasi Umum (DAU). Total DAU yang

akan dilimpahkan adalah sebesar 25% dari total pendapatan domestik; dan distribusi di

antara pemerintah daerah akan diatur berdasarkan formula yang ditetapkan berdasarkan

Undang-Undang Pemerintah Daerah. Bagi hasil pendapatan ini juga dilakukan antara

pemerintah provinsi dan pemerintah daerah terhadap pajak atas tanah dan bangunan, pajak

atas pengalihan tanah dan bangunan, kehutanan, pertambangan, perikanan, pertambangan

minyak dan pertambangan gas; sumber-sumber pendapatan yang berasal dari pemerintah

daerah itu sendiri, seperti pendapatan dari sumber daya sendiri, sewa, denda keuntungan

dari perusahaan, pinjaman. Perimbangan fiskal ini memberikan tekanan yang cukup berat

pada anggaran Pusat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pada hasil pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal

Page 19: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

19

sebagai berikut. Pertama, hasil dari reviu mengenai konsep desentralisasi

bermanifestasi ke dalam beberapa bentuk dan tipe, yang masing-masing mempunyai

pengertian yang sedikit berbeda satu sama lain, yang pada akhirnya mempunyai implikasi

di tingkat pelaksanaannya. Misalnya, antara dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi memberi

perbedaan yang jelas bagaimana sebuah kewenangan dan tanggung jawab ditransfer atau

dishare pada masing-masing tingkat pemerintahan. Pada devolusi, Pusat akan memberikan

kewenangan dan otonomi penuh pada daerah, sementara dekonsentrasi atau delegasi Pusat

masih sebagai pemegang penuh atas kewenangan tersebut. Indonesia lebih mengadopsi

dekonsentrasi pada tingkat provinsi, sementara devolusi pada ting kabupaten/kota.

Ke dua, hasil reviu mengenai desentralisasi pendidikan memberi gambaran bahwa dengan

memberikan wewenang atau otonomi dalam pengambilan keputusan yang lebih besar

kepada pemerintah daerah atau bahkan sekolah, akan meningkatkan kinerja dan

akuntabilitas sekolah. Di samping itu, desentralisasi pendidikan juga diharapkan lebih

dapat memperkuat otoritas dalam pengelolaam administrasi di tingkat Pemerintah,

sehingga sistem akan lebih efisien dan akan memperpendek jalur birokrasi. Dengan

desentralisasi juga akan mendorong bagaimana sumber daya pendidikan digali dan

digunakan. Alasan ini menjadi sangat penting, terutama ketika Pusat tidak mempunyai

cukup dana untuk membiayai pendidikan. Namun kelemahannya bahwa bisa terjadi

pemerintah daerah lebih mengalokasikan dana pada pembangunan yang lebih bersifat fisik,

seperti pembangunan gedung dan bangunan, daripada ke pendidikan.

Ke tiga, hasil reviu mengenai penerapan desentralisasi Indonesia memperlihatkan bahwa

setelah melalui proses yang panjang untuk mengimplementasikan kebijakan desentralisasi,

maka melalui Undang-Undang Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan

Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan

Daerah mendekonsentrasikan beberapa kewenangan ke provinsi dan mendevolusikan

beberapa kewenangan yang lain ke pemerintah daerah. UU ini juga mengatur pembagian

wewenang antara Pusat, provinsi, dan daerah. Dalam pembagian kewenangan ini juga

diatur mengenai pembagian pembiayaan, melalui pelimpahan fiskal yang formulanya

sudah ditentukan.

Saran

Berdasarkan pada simpulan tersebut di atas maka bisa disarankan beberapa hal sebagai

Page 20: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

20

berikut. Pertama, dalam mengimplementasikan program/kebijakan desentralisasi harus

dipertimbangkan secara cermat implikasi dari bentuk atau tipe desentralisasi yang

diterapkan. Indonesia lebih menerapkan dekonsentrasi pada tingkat provinsi dan devolusi

pada tingkat kabupaten/kota, namun mestinya ini tidak menutup kemungkinan bila dalam

pelaksanaan kebijakan tersebut perlu di evaluasi dan jika hasilnya ternyata tidak sesuai

dengan tujuan awal, maka memperbaiki proses pelimpahan kewenangan tersebut menjadi

keniscayaan. Ke dua, bervariasinya konsep, bentuk dan tipe desentralisasi yang bisa

diterapkan memberi pilihan bagi negara untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut,

namun konsekuensinya juga harus dipertimbangkan. Bila privatisasi akan dipilih namun

memberikan dampak yang ekstrim, maka harus mempertimbangkan pilihan tersebut. Ke

tiga, desentralisasi yang diterapkan di Indonesia sekaligus memberi kerangka pembiayaan

antara Pusat dan daerah. Namun, pelimpahan dana dari Pusat masih menjadi di sumber

dana utama bagi daerah. Oleh karena itu harus dicari kerangka pembiayaan yang

mendorong daerah untuk lebih mampu menggali dana daerah, apakan berbentuk kebebasan

menggali pajak daerah atau meningkatkan sumber-sumber penghasilan lain, sehingga

daerah bisa lebih mandiri dan bisa memenuhi kebutuhan daerah tanpa harus bergantung

pada dana Pusat.

Pustaka Acuan

Alm, Aten J., Robert H., and Bahl, R. 2001. ’Can Indonesia Decentralize Successfully? Plans,Problems and Prospects’. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37(1): 83 – 102.

Asanuma, S. and Brodjonegoro, B.2003. Indonesia’s Decentralization Policy: Origins, Issues and Prospects. http:www//icds.co.jp/sympo/pdf/S4(1).pdf.

Burki, Shahid J., Guillermo E. Perry, and William R. Dillinger. (1999). Beyond the Center: Decentralizing the State of Washington, D.C. The World Bank.

Fiske, Edward B. 1996. Decentralization of education: Politics and consensus. Washington DC: The World Bank.

Florestal, K. and R. Cooper. 1997. Decentralization of Education: Legal Issues. Washington, DC: World Bank.

Jane Hannaway and Martin Carnoy. 1993. Decentralization and School Improvement: Can We Fulfill the Promise? San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Lauglo, J.1999. Forms of Decentralisation and Their Implications for Education. Comparative Education, Volume 31, No. 1, page 5 – 29.

Litvack, J., J. Ahmad and R. Bird. 1999. Rethinking Decentralization in Developing Countries, TheWorld Bank: Poverty Reduction and Economic Management.

Page 21: 2 Lucia Winingsih Desentralisasi Pendidikan.Jurna-cetaksippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · delegasi, dekonsentrasi, atau bahkan privatisasi. Sebagai contoh,

21

McClure, Maureen W. & N. Triaswati. 2001. Bridging the Generational Divide: A Strategy for School Improvement within the Context of Fiscal Decentralization.

McGinn, N. and T. Welsh. 1999. Decentralization of Education: Why, When, What and How? Fundamentals of Educational Planning No. 64. France: International Institute for Educational Planning, UNESCO.

Organisation for Economic Co-operation and Development. 2002. Programme on Educational Building: International Seminar on Educational Infrastructure. Mexico 2002.

Paqueo, V. and Lammert, J. 2000. Decentralization & School-Based Management Resource Kit. The World Bank.

PP No. 45 Tahun 1992 tentang Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II.

PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi.

Rondinelli, Dennis A; John R. Nellis, and Shabbir G.Cheema. 1983. Decentralization in Developing Countries: A Review of Recent Experiences. Working Papers No. 581. Management and Development Series No. 8. Washington, D.C.: The World Bank.

The World Bank. 2003. Decentralizing Indonesia: A Regional Public Expenditure Review. Overview Report. East Asia Poverty reduction and Economic Management Unit. 2003. http:///www-wds.worldbank.org

United Nation Development Program. 1999. Decentralization: A Sampling of Definition. United Nation Development Program and Government of Germany.

Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah.

Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1975 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

Undang-Undang Nomer 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomer 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.