22
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI (PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN) A. Masalah Utama Halusinasi Pendengaran dan Halusinasi Penglihatan B. Proses Terjadinya Masalah 1. Definisi Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998). Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119). Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar. Menurut Tim MPKP RSMM dan FK UI (2009), Halusinasi adalah gangguan persepsi di mana individu merasakan adanya stimulus melalui panca indera tanpa adanya rangsang nyata. 2. Faktor Predisposisi a. Faktor perkembangan 4

6. BAB II LP HALUSINASI.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI (PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN)

A. Masalah Utama

Halusinasi Pendengaran dan Halusinasi Penglihatan

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa

adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan

dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,

1998).

Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca

indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal

119). Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera

tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.

Menurut Tim MPKP RSMM dan FK UI (2009), Halusinasi adalah

gangguan persepsi di mana individu merasakan adanya stimulus melalui panca

indera tanpa adanya rangsang nyata.

2. Faktor Predisposisi

a. Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress (Yosep,

2011).

b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi

(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya stress (Yosep, 2011).

4

Page 2: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

c. Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh

akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti

Buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan

menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak (Yosep, 2011).

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus

pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan

klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal

(Yosep, 2011).

e. Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa

faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada

penyakit ini (Yosep, 2011).

3. Faktor presipitasi

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien

dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,

demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan

substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi

sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek

samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti

inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat

terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.

Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada

individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya

pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi

pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor

pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber

koping dan mekanisme koping (Yosep, 2011).

5

Page 3: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, persaan

tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak

mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan

tidak nyata (Yosep, 2011).

Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri

sendiri, orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend,

M.C, 1998: suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri dan orang lain.

4. Klasifikasi Halusinasi

Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,

diantaranya (Stuart, 2007) :

a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara

orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas

dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau

harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus

yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati

atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

6

Page 4: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

f. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir

melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

5. Manifestasi Klinis

Klien dengan halusinasi sering menunjukan adanya (carpenito, L.J, 1998:

363, Townsend, M.C, 1998, Stuart and Sunden 1998: 328-329):

Data Subjektif

a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat.

b. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar

suara-suara atau melihat bayangan)

c. Mengeluh cemas dan khawatir

Data Objektif

a. Mudah tersinggung

b. Apatis dan cenderung menarik diri

c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti

bicara seolah-olah mendengar sesuatu

d. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara

e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai

f. Gerakan mata yang cepat

g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah

h. Kadang tampak ketakutan

i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk

yang komplek)

6. Fase Halusinasi

a. Fase pertama (fase comporting/fase menyenangkan)

Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien

mengalami stress, cemas perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian, yang

memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan

memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

7

Page 5: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir

tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang

asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

b. Fase kedua (fase condemming)

Fase ini yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik

ringan. Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai

dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan

ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda

system saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.

Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

c. Fase ketiga (fase controlling)

Fase ini yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam

gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin

menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak

berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan

halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda

fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase keempat (fase conquering)

Pada fase ini pasien merasa panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.

Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi

mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan

orang lain di lingkungan. Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi

bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak

mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berepons

lebih dari satu orang.

8

Page 6: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

7. Rentang Respon

Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikir Gangguan pikiran

Persepsi kuat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten Reaksi emosi meningkat Sulit berespon emosi

Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Perilaku disorganisasi

Berhub. Sosial Menarik diri Isolasi social

C. Masalah Dan Data Yang Harus Dikaji

1. Halusinasi

Data Subjektif

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan

stimulus nyata

Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata

Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus

Klien merasa makan sesuatu

Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar

Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif

Klien berbicar dan tertawa sendiri

Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu

Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu

Disorientasi

2. Risiko perilaku kekerasan

Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang

mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

9

Page 7: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :

Mata merah, wajah agak merah.

Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,

memukul diri sendiri/orang lain.

Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

Merusak dan melempar barang-barang.

3. Isolasi sosial

Data Subyektif

Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab

dengan singkat ”tidak”, ”ya”.

Data Obyektif

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain,

berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam),

kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan

diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur)

D. Pohon Masalah

Akibat

Core Problem

Penyebab

(Pohon masalah Keliat, 1998: 6)

10

Risiko Perilaku Kekerasan

Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan

Isolasi sosial

Mekanisme koping tidak efektif

Page 8: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

E. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim

Diagnosa yang mungkin muncul sebagai berikut :

1. Risiko perilaku kekerasan

2. Halusinasi

3. Isolasi sosial

4. Harga diri rendah

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien

akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara

individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh

atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.

Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan

pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.

Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu

hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan

mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,

gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan

rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara

persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan

betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

a. Farmakoterapi

Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia

yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun

penyakit.

Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan

psikomotorik yang meningkat.

11

Page 9: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN Fenotiazin Asetofenazin (Tidal)

Klopromazin (Thorazine) Flufenazine (Prolixine, Permiti) Mesoridazin (Serentil) Perfenazin (Trilafon) Proklorperazin (Compazine)Promazin (Sparine) Tiodazin (Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) Trifluopromazine (Vesprin)

60-120 mg 30-800 mg

1-40 mg

30-400 mg12-64 mg 15-150 mg

40-1200 mg150-800 mg2-40 mg

60-150 mg Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen

(Navane) 75-600 mg 8-30 mg

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg

Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang

ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi

serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga

dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan

pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat

membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan

dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih

kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data

pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses

keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang

12

Page 10: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang

lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan

agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau

aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga

pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran

yang di berikan tidak bertentangan.

G. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien

Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

Tindakan Keperawatan

1. Membantu pasien mengenali halusinasi.

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya

dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang

didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,

situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi

muncul.

2. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien

agar mampu mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara

yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut

meliputi:

a. Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk

mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak

mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan

mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.

Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak

akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.

13

Page 11: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

Tahapan tindakan meliputi:

Menjelaskan cara menghardik halusinasi

Memperagakan cara menghardik

Meminta pasien memperagakan ulang

Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien

b. Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan

orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi

distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah

satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap-cakap dengan orang lain.

c. Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas

secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri

yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami

halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara

beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari

dalam seminggu.

Tahapan intervensinya sebagai berikut:

Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi.

Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien

Melatih pasien melakukan aktivitas

Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telah

dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai

tidur malam, 7 hari dalam seminggu.

Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan

terhadap perilaku pasien yang positif.

14

Page 12: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

d. Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk

menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan

jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga

akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka

untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien

perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.

Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:

Jelaskan guna obat

Jelaskan akibat bila putus obat

Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat

Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,

benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

3. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

Tujuan:

Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit

maupun di rumah

Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

Tindakan Keperawatan

Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama

pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi

untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit

(dirawat di rumah).

Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien

mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun

demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh

bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus

memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu

15

Page 13: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di

rumah sakit maupun di rumah.

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien

halusinasi adalah:

1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya

halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.

3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara

merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien

4. Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan

pasien

H. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Halusinasi

Diagnosa Keperawatan Pasien Keluarga

Halusinasi SP I

1. Mengidentifikasi

jenis halusinasi pasien

2. Mengidentifikasi isi

halusinasi pasien

3. Mengidentifikasi

waktu halusinasi pasien

4. Mengidentifikasi

frekuensi halusinasi pasien

5. Mengidentifikasi

situasi yang menimbulkan

halusinasi

6. Mengidentifikasi

respons pasien terhadap

halusinasi

7. Melatih pasien cara

kontrol halusinasi dengan

SP I

1. Mendiskusikan

masalah yang dirasakan

keluarga dalam merawat

pasien

2. Menjelaskan

pengertian, tanda dan gejala

halusinasi, dan jenis halusinasi

yang dialami pasien beserta

proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-

cara merawat pasien

halusinasi

16

Page 14: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

menghardik

8. Membimbing pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

SP II

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara

kontrol halusinasi dengan

berbincang dengan orang

lain

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

SP II

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara merawat

pasien dengan halusinasi

2. Melatih keluarga

melakukan cara merawat

langsung kepada pasien

halusinasi

SP III

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara

kontrol halusinasi dengan

kegiatan (yang biasa

dilakukan pasien).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

SP III

1. Membantu keluarga

membuat jadual aktivitas di

rumah termasuk minum obat

(discharge planning)

2. Menjelaskan follow

up pasien setelah pulang

SP IV

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara

kontrol halusinasi dengan

teratur minum obat (prinsip

5 benar minum obat).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

17

Page 15: 6. BAB II LP HALUSINASI.doc

18