Click here to load reader
Upload
arditya-putra-mardana
View
41
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SPONDYLOSIS
(Referat)
Oleh :
Hajri Yansyah0618011017
Pembimbing :dr. Haryadi, Sp.Rad
SMF RADIOLOGIRSUD. Dr. Hi. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNGJULI 2011
SPONDYLOSIS
Definisi
Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang belakang
(spine osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi sehingga
mengganggu fungsi dan struktur normal tulang belakang. Spondylosis dapat
terjadi pada leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun punggung
bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar ruas tulang
belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).
Anatomi vertebrae
Gambar 1. Anatomi Vertebrae
Gejala
Manifestasi gejala pada Spondylosis tergantung pada posisi dan bagian tulang
yang mengalami kelainan serta usia penderita. Bila degenerasi terjadi pada sendi
1
antar ruas-ruas tulang belakang, maka dapat terjadi penipisan sendi dan ruas
tulang merapat satu sama lain, sehingga tinggi badan bisa berkurang. Selain itu
juga jaringan yang terdapat di dalam sendi antar ruas tersebut bisa menonjol ke
luar yang disebut hernia discus. Bila terjadi seperti ini maka penderita spondylosis
akan merasa nyeri di punggungnya akibat penekanan struktur tersebut ke jaringan
sekitarnya. Hernia discus juga dapat menekan ke dalam sumsum tulang belakang
sehingga menimbulkan gangguan saraf baik motorik, sensorik, maupun otonom
sehingga bisa saja bermanifestasi menjadi kelumpuhan, gangguan sensori seperti
kesemutan dan mati rasa, dan gangguan otonom seperti gangguan berkeringat,
gangguan buang air besar maupun kecil.
Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan tulang rawan dan
penonjolan tulang yang disebut osteophyte atau biasa disebut pengapuran.
Akibatnya otot dan jaringan penunjang sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan
tulang tersebut dan penderita akan merasakan nyeri dan kaku.
Gejala klinis Spondylosis dapat ringan sampai berat dan sangat tergantung pada
usia penderita. Gejala Spondylosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Leher (Cervical Spine)
Rasa sakit yang hilang timbul
Nyeri yang menyebar ke bahu, lengan, tangan, atau jari
Kekakuan sendi pada bahu atau leher sehingga membatasi pergerakan
setelah bangun tidur
Mati rasa pada daerah leher atau bahu
Kelemahan atau kesemutan di leher, bahu, lengan, tangan, atau jari
Sakit kepala di bagian belakang kepala
Kehilangan keseimbangan
Kesulitan menelan (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika
sumsum tulang belakang dikompresi)
2. Punggung Tengah (Thoracal Spine)
Nyeri di bagian atas dan pertengahan punggung
2
Kaku punggung setelah bangun tidur
Terbatasnya gerak tulang punggung
3. Punggung Bawah (Lumbar Spine)
Rasa sakit yang hilang timbul
Kaku tulang punggung bagian bawah
Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga
Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah
Kelemahan pada punggung bawah
Sering terjadi kesemutan pada kaki
Kesulitan berjalan
Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin
terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi.)
Pemeriksaan
Apabila menemukan gejala tersebut dokter biasanya menanyakan keluhan dan
melakukan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan dan jangkauan gerak. Setelah itu
apabila dianggap perlu, dokter akan menyarankan penderita melakukan berbagai
pemeriksaan misalnya X-ray, CT-scan atau MRI.
Gambar 2. Spondylosis Servical
3
Gambaran Radiologis
Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai
berikut:
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang
Gambar 2. Ilustrasi Gambaran Radiologis pada Spondylosis
4
Gambar 4. Osteofit
Gambar 5. Perubahan kelengkungan vertebrae
5
Gambar 6. Penyempitan DIV dan Osteofit
Gambar 7. Penekanan akar saraf
6
Gambar 8. Osteofit atau Spur Formation
Gambar 9. Osteofit atau Spur formation
7
Penyebab
Penyebab seseorang mengalami proses degenerasi pada sendi sedangkan orang
lain tidak atau seseorang lebih cepat proses degenerasi pada tulangnya belum
dapat dipastikan. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang dapat memperberat atau
mencetuskan penyakit ini. Faktor usia dan jenis kelamin salah satunya, semakin
tua semakin banyak penderita spondylosis. Dari temuan radiografik (Holt, 1966)
kejadiannya 13% pada pria usia 30-an, dan 100% pada pria usia 70-an. Sedangkan
pada wanita umur 40-an 5% dan umur 70-an 96%. Faktor lain yang turut
meningkatkan kejadian spondylosis adalah faktor trauma, ’wear and tear’ alias
pengausan, dan genetik. Perlu diingat bahwa tulang punggung adalah penahan
berat, jadi tentunya berhubungan dengan pekerjaan dan obesitas. Misalnya orang
yang mempunyai pekerjaan sering mengangkat beban berat maka kecenderungan
terkena spondylosis lebih tinggi, dan orang yang gemuk dengan sendirinya juga
memberi beban lebih pada sendi di ruas tulang punggung sehingga meningkatkan
kemungkinan terkena spondylosis. Merokok juga dilaporkan merupakan faktor
resiko penyakit ini.
Pencegahan
Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat
proses degenerasi terjadi pada tulang punggung kita, maka ada beberapa hal yang
dapat kita lakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari.
Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan
kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan
otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu
lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja
di depan komputer, ataupun mengemudi.
8
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu
pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat
barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya
spondylosis.
Terapi
Penanganan bervariasi tergantung penilaian dokter akan kondisi dan gejala
pasiennya. Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah. Penanganan
bedah baru disarankan apabila penderita menampilkan gejala gangguan neurologis
yang mengganggu kualitas hidup penderita. Selain itu dokter juga memperhatikan
riwayat kesehatan umum pasien dalam menyarankan tindakan bedah. Apabila
tidak perlu, maka dokter akan menyarankan penanganan non bedah yang meliputi
pemberian obat antiradang (NSAID), analgesik, dan obat pelemas otot. Selain itu
apabila perlu dokter dapat menganjurkan pemasangan alat bantu seperti cervical
collar yang tujuannya untuk meregangkan dan menstabilkan posisi. Fisioterapi
berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan
otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah exercise. Dengan exercise maka otot-
otot yang lemah dapat diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak.
Terapi atau tindakan yang dapat dilakukan pada penderita Spondylosis dapat
digolongkan menjadi:
1. Tindakan Operasi: apabila ada gangguan berupa penekanan saraf/ akar
saraf yang progresif atau instabilitas yang hebat maka perlu pembedahan.
2. Obat-obatan: tujuan obat adalah untuk mengurangi nyeri dan kaku pada
leher dan lengan.
3. Rehabilitasi Medik: program rehabilitasi medik pada penderita
spondylosis cervicalis tergantung gejala klinis yang timbul, bertujuan
untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan lingkup gerak sendi,
menguatkan otot serta meningkatkan aktifitas hidup sehari-hari.
9
Terapi Fisik:
o Terapi dingin digunakan hanya pada kondisi akut saja yaitu
untuk mengurangi nyeri dan proses peradangan. Setelah lewat
fase akut baru dapat diberikan terapi panas.
o Terapi panas merupakan modalitas terapi fisik yang sering
digunakan terutama pada fase sub akut dan kronis serta bisa
digunakan sebelum dimulai terapi latihan.
o Traksi cervical: traksi adalah suatu teknik yang menggunakan
gaya tarikan, digunakan untuk meregangkan jaringan ikat dan
untuk memisahkan permukaan sendi atau fragmen tulang.
Macam kekuatan tarikan yang diberikan dapat bersifat terus
menerus (continous) atau terputus-putus (intermitens).
o Terapi latihan: beberapa kasus memberikan respon yang baik
terhadap program latihan pada otot-otot leher, sehingga akan
memperbaiki fungsi leher dan mengurangi nyeri. Tujuan
latihan ini adalah untuk relaksasi, mobilisasi sendi dan
memperkuat otot leher. Contoh: Latihan relaksasi, lingkup
gerak sendi, dan isometrik.
Terapi Okupasi:
Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan
sehari-harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan
benar.
Mekanisme badan yang baik yang diajarkan adalah:
1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher.
2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.
3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan
sehingga mata/ kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi.
4. Bila minum dari kaleng/ gelas, gunakan penghisap/ pipet.
5. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.
10
6. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar
dan hindari menyetir mobil terlalu lama.
7. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV,
sehingga kepala bisa bersandar.
8. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara
bahu dan kepala.
9. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.
Ortosis:
jika diperlukan da[at digunakan Softcollar. Softcollar dianjurkan untuk
penderita cedera akut jaringan lunak pada leher, digunakan dalam
jangka waktu pendek, tidak boleh lebih dari 3-4 hari secara terus
menerus. Pada radikulopati bagian collar yang lebih lebar dipakai
dibagian posterior sedangkan yang tipis dianterior. Hal ini
dimaksudkan agar penderita bisa fleksi tulang belakang dan membuka
foramen intervertebralisnya.
Collar juga dapat dipakai pada saat aktifitas tertentu misalnya menyetir
mobil atau tidur. Collar Philadelphia dapat digunakan pada malam hari
agar bisa memberikan posisi yang lebih kaku, agar leher dicegah
supaya tidak ekstensi dengan demikian membantu agar foramen
intervertebralis tidak menyempit.
11
KEPUSTAKAAN
1. Van der Linden S, Ankylosing Spondylitis. In: Kelly W, Harris ED,Ruddy S,
Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. 5th ed,Philadelphia-London-
Toronto-Sydney-Tokyo : WB Saunders Co 1997; pp : 969-82.
2. Parker CW. Seronegative HLA related arthritis. In : Parker CW Ed. Clinical
Inununology Vol II. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders 1980; pp :
753-73.
3. Haslock I. Ankylosing spondylitis. In : Dippe PA, Bacon PA, Bamji AN, Watt
1 Eds. Atlas of clinical rheumatology. Gower Medical Publisher, London, New
York : 1986 ; pp: 12.1-12,12.
4. Van der Linden S, Khan MA, Rentsch HU. Chest pain without radiographic
sacroiliitis in relatives of patients with ankylosing spondylitis. J Rheumatol,
1988; 15 : 836-9.
5. Mander M, Sikupson JM, Mclellan A. Studies with an enthesis index as a
method of clinical assessment in ankylosing spondylitis. Ann Rheum M, 1987;
46 : 197-202.
6. Burgos-Vargas R. Naranjo A, Castillo J. Ankylosing spondylitis in the Mexican
Mestizo : Patten of disease according to age at onset. JRheumatol 1989 ; 16 :
186-91.
7. Graham DC, Smythe HA. The carditis and aortitis of ankylosing spondylitis.
Bull Rheum Dis 1958; :171-4.
8. Boushea DK, Sundstrom WR. The pleuropulmonary manifestation of
ankylosing spondylitis Semin Arthritis Rheum 1989; 18 : 277-81.
12
9. Tyrre1 PNM, Davies AM, Evans N. Neurological disturbances in ankylosing
spondyfitis. Ann Rheum Dis. 1994 ; 53 : 714-7.
.
10. Lai KN, Li PKT, Hawkins B, et al. IgA nephropathy associated with
ankylosing epondylitis. Occurrence in women as well as in men. Ann
Rheum Dis, 1989; 48 : 435-7.
11. Calin A, Porta J, Fries JF, Schurman DJ. Clinical history of a screen test
for ankylosing spondylitis. JAMA 1977; 237 : 2613-4.
12. Van der Linden SM, Fahrer H. Occurrence of spinal pain syndrome in a
group of apparently healthy and physically fit sportsmen (orienteers).
Scand J Rheumatol 1988; 17 : 475-81.
13. Mau W, Zeidler H, Mau R, et al. Clinical feature and prognosis of
patients with possible ankylosing spondylitis : Results of a 10 year
follow-up. J Rheumatol, 1980 ; 1109-14.
14. Hart FD. Practical problem in rheumatology. Singapore, Hongkong : PG
Publishing Pte Ltd 1984.
13