Upload
edwin-bima-putra-lius
View
34
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asasdaadasdadasdasdasdasdad
Citation preview
PREVALENSI PENDERITA SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN
GEJALA DEPRESI DI RSJ Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
TAHUN 2010
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
Ahmad Muhyi
108103000051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di
Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 20 September 2011
Ahmad Muhyi
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PREVALENSI PENDERITA SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN
GEJALA DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO
HEERDJAN JAKARTA TAHUN 2010
Laporan Penelitian
Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh :
Ahmad Muhyi
NIM: 108103000051
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Prianto Djatmiko, SpKJ
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI PENDERITA SKIZOFRENIA
PARANOID DENGAN GEJALA DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA Dr.
SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA TAHUN 2010 yang diajukan oleh
Ahmad Muhyi (NIM: 108103000051), telah diujikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 20 September 2011. Laporan penelitian ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.
Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Ciputat, 20 September 2011
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie,
SpKFR
Pembimbing I
dr. Prianto Djatmiko, SpKJ
Pembimbing II
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD
Penguji I
dr. Isa Multazam Noor, SpKJ
Penguji II
dr. Poppy Candra Dewi,
SpS. MSc
Penguji III
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie,
SpKFR
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah Swt, karena
berkat taufik dan hidayah-Nya, penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul
Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena
itu, dalam kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dan Drs. H. Achmad Gholib,
MA dan Dra. Farida Hamid,M.Pd selaku Dekan dan Pembantu Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter.
3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD dan dr. Prianto Djatmiko SpKJ selaku
dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan penelitian ini.
4. Staf Litbang dan semua petugas rekam medis RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta yang telah mengizinkan penggunaan dan membantu
mempermudah penggunaan rekam medis pasien skizofrenia untuk
penelitian ini.
5. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan
kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Bapak dan Ibu serta keluarga yang telah memberikan kasih sayang, doa
dan dorongan baik moril maupun materiil.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penelitian ini
dapat terselesaikan.
Ciputat, 20 September 2011
Ahmad Muhyi
vi
ABSTRAK
Ahmad Muhyi, Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Penderita
Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010.
Skizofrenia paranoid merupakan bentuk gangguan psikosis yang sering terjadi
baik di Indonesia maupun di negara lain. Pada penderita skizofrenia paranoid
yang disertai dengan gejala depresi dapat memperburuk kualitas hidupnya seperti
perawatannya yang lebih lama dan yang paling sering adalah terjadinya bunuh
diri. Gejala depresi pada penderita skizofrenia paranoid bisa muncul pada fase
prodromal, pada fase akut dan pada fase pasca skizofrenia. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan jenis cross sectional untuk mengetahui
prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010. Populasi terjangkau sebanyak 782
penderita. Pada penelitian ini didapatkan prevalensi gejala depresi sebanyak 22 %
yang dapat terjadi pada semua fase skizofrenia dan gejala depresi yang timbul
meliputi semua episode depresi. Distribusi penderita berjenis kelamin laki-laki 70
% dan perempuan 30 % dengan rentang umur terbanyak adalah umur 25-44 tahun
sebesar 65 %. Selanjutnya, sebagian besar penderita berstatus tidak kawin yaitu
sebesar 59 %.
Kata kunci : prevalensi, skizofrenia paranoid, depresi
Abstract, Prevalence Patient of Paranoid Schizophrenia with a Depression
Symptom at Mental Hospital Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta in Year of 2010.
Paranoid schizophrenia is psychosis mental disorders that most frequent occurred
in Indonesia and in other countries. A patient of paranoid schizophrenia with
depression symptom may get a worse life quality, such as, long hospitalization
and the most often is suicide. The depression symptom for paranoid schizophrenia
can emerge on a prodromal phase, an acute phase, and the post-schizophrenia
phases. This research is used descriptive method with cross sectional type to know
the prevalence patient of paranoid schizophrenia with a depression symptom at
Mental Hospital Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta in year of 2010. Seven hundred
and eighty two ( 782) patients are counted as the sample population. We found
that the prevalence of depression symptom is 22 % which occurred for all phases
of schizophrenia. Mostly, the male patients (70 %) suffer for the depression.
Moreover, the highest distribution is occurred in patients within 25-44 years old
(65 %). Lastly, the unmarried patients are the most frequent found to have
depression (59 %).
Keyword: prevalence, paranoid schizophrenia, depression.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL.................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL..................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
2.1. Definisi Skizofrenia .............................................................................. . 5
2.2. Epidemiologi Skizofrenia ..................................................................... . 5
2.3. Etiologi Skizofrenia............................................................................... . 6
2.3.1. Organobiologik............................................................................... 6
2.3.2. Psikodinamik.................................................................................. 7
2.3.2.1. Teori homeostatik-deskriptif.............................................. 7
2.3.2.2. Teori fasilitatif-etiologik.................................................... 7
2.3.3. Psikoreligius................................................................................... 8
2.3.4. Psikososial...................................................................................... 8
2.4. Klasifikasi Skizofrenia............................................................................ 9
2.4.1. Tipe Katatonik................................................................................ 9
2.4.2. Tipe Hebefrenik (disorganized)..................................................... 9
2.4.3. Tipe Paranoid............................................................................... 10
2.4.4. Tipe Tak terinci (undifferentiated)............................................... 10
2.4.5. Tipe Residual.............................................................................. ..10
2.5. Gejala Skizofrenia................................................................................ 10
2.5.1. Gejala Positif................................................................................. 10
2.5.2. Gejala Negatif............................................................................... 11
2.6. Fase Skizofrenia................................................................................... 11
2.7. Diagnosis Skizofrenia.......................................................................... 12
2.8. Skizofrenia Paranoid............................................................................ 14
2.9. Diagnostik Skizofrenia Paranoid.......................................................... 14
2.10. Pengobatan Skizofrenia...................................................................... 15
2.10.1. Terapi Psikofarmaka................................................................ 15
2.10.2. Psikoterapi............................................................................... 16
2.10.3. Terapi Psikososial................................................................... 16
viii
2.10.4. Terapi Psikoreligius........................................................................ 17
2.11. Definisi Depresi.......................................................................................... 17
2.12. Etiologi Depresi ......................................................................................... 17
2.12.1. Faktor Biologi ............................................................................... 17
2.12.2. Faktor Genetik ............................................................................. 18
2.12.3. Faktor Psikososial.......................................................................... 18
2.13. Depresi pada Skizofrenia............................................................................ 19
2.14. Gejala Depresi............................................................................................ 20
2.15. Episode Depresi......................................................................................... 21
2.16. Kerangka Konsep....................................................................................... 23
2.17. Definisi Operasional.................................................................................. 23
2.17.1. Rekam Medis.........................................................;...................... 23
2.17.2. Prevalensi...................................................................................... 23
2.17.3. Skizofrenia ................................................................................... 24
2.17.4. Skizofrenia Paranoid..................................................................... 24
2.17.5. Depresi.......................................................................................... 24
2.17.6. Umur ............................................................................................ 24
2.17.7. Jenis Kelamin................................................................................ 24
2.17.8. Status Perkawinan......................................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 25
3.1. Desain Penelitian............................................................................... 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 25
3.3. Sumber Data...................................................................................... 25
3.4. Populasi dan Sampel .........................................................................25
3.5. Kriteria Penelitian ........................................................................... .25
3.5.1. Kriteria Inklusi .......................................................................... 25
3.5.2. Kriteria Eklusi .......................................................................... .26
3.6. Besar Sampel.....................................................................................26
3.7. Cara Kerja ........................................................................................ 26
3.7.1. Pengumpulan Data.................................................................... 26
3.7.2. Pengolahan Data ....................................................................... 27
3.7.3. Penyajian Data.......................................................................... 27
3.7.4. Analisis Data............................................................................. 27
3.7.5. Interpretasi Data ....................................................................... 27
3.7.6. Pelaporan Hasil Penelitian......................................................... 27
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28
4.1. Keterbatasan Penelitian................................................................... 28
4.2. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Depresi. 29
4.3. Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala
Depresi.............................................................................................. 30
4.3.1 Berdasarkan Jenis Kelamin..................................................... 30
4.3.2 Berdasarkan Kelompok Umur ................................................ 31
4.3.3 Berdasarkan Status Perkawinan ............................................. 32
ix
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 35
5.1. Simpulan ............................................................................................. 35
5.2. Saran.................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 37
LAMPIRAN........................................................................................................ 40
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................... 43
x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 2.16.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian ......................................... 23
Tabel 4.1. Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Depresi
Berdasarkan Jenis Kelamin di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010............30
Tabel 4.2. Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Depresi
Berdasarkan Kelompok Umur di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun
2010.....................................................................................................................31
Tabel 4.3 Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Depresi
Berdasarkan Status Perkawinan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Tahun 2010..........................................................................................................32
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Judul lampiran :
1. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin..................40
2. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 berdasarkan umur...............................41
3. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 berdasarkan status perkawinan.........42
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu bentuk gangguan psikosis fungsional dengan
prevalensi 1-1,5% dari total penduduk dunia. Menurut Kraepelin penyakit ini
dikenal dengan istilah demensia prekoks yaitu terjadi kemunduran intelegensi
sebelum waktunya.1
Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth
Edition Text Revised (DSM-IV-TR) tipe skizofrenia dibagi menjadi lima yaitu :
tipe paranoid, tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tidak terinci
(undifferentiated), tipe residual. Dari kelima tipe tersebut yang paling sering
terjadi adalah tipe paranoid.2
Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif
tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Namun bagaimanapun
juga, pada fase aktif dari kelainan ini, penderita mengalami gangguan jiwa berat,
dan gejala-gejala tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain.2
Berdasarkan Riskesdas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2007 disebutkan, rata-rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti
cemas dan depresi pada penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%,
dengan angka tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan yang
mengalami gangguan mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan
depresi berat sebesar 0,46%.3
Pada RSJ Dr. Soeharto Herdjaan Jakarta, berdasarkan hasil rekapan tahun
2009, tercatat bahwa presentase pasien dengan gangguan jiwa yang menjalani
rawat jalan sebesar 33% adalah skizofrenia paranoid, 27% adalah skizofrenia
residual, dan sisanya adalah gangguan jiwa jenis lainnya. Sedangkan yang
menjalani rawat inap sebesar 41% adalah skizofrenia paranoid, 19% adalah
skizofrenia yang tak terinci, 16% gangguan psikotik akut, dan sementara yang tak
2
terinci, dan sisanya adalah gangguan jiwa jenis lainnya. Berdasarkan angka
tersebut presentase skizofrenia paranoid tercatat yang paling tinggi dibandingkan
gangguan jiwa yang lain.4
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50%-nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah
penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita
skizofrenia pernah mencoba bunuh diri satu kali seumur hidupnya, dan 10% dari
populasi tersebut berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya
gejala depresi dan usia muda.5, 6
Berdasarkan data diatas bahwa penderita skizofrenia cukup tinggi dan tipe
skizofrenia paranoid adalah yang sering terjadi. Tindakan bunuh diri sering terjadi
pada penderita skizofrenia dan salah satu faktor resikonya adalah adanya gejala
depresi pada pasien. Oleh karena hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di
RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, dimana merupakan rumah sakit jiwa utama di Jakarta,
pada satu tahun terakhir ini (2010).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Berapa prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di
RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010?
2. Bagaimana karakteristik penderita skizofrenia paranoid dengan gejala
depresi berdasarkan jenis kelamin, umur, status perkawinan di RSJ Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010?
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan umum
1. Untuk mengetahui prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan
gejala depresi di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010.
3
1.3. 2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penderita skizofrenia paranoid dengan
gejala depresi berdasarkan jenis kelamin di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta tahun 2010.
2. Untuk mengetahui karakteristik penderita skizofrenia paranoid dengan
gejala depresi berdasarkan umur di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
tahun 2010.
3. Untuk mengetahui karakteristik penderita skizofrenia paranoid dengan
gejala depresi berdasarkan status perkawinan di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta tahun 2010.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Manfaat bagi Peneliti
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian.
2. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama menjalani
pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.2. Manfaat bagi Perguruan Tinggi
1. Mewujudkan tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan
tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
2. Mewujudkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah sebagai
universitas riset dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara mahasiswa dan staf
pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
4. Mendapatkan data awal tentang prevalensi dan karakteristik penderita
skizofrenia paranoid dengan gejala depresi berdasarkan jenis kelamin,
umur, status perkawinan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010
yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
4
1.4.3. Manfaat bagi masyarakat
1. Memberikan gambaran mengenai prevalensi dan karakteristik penderita
skizofrenia paranoid dengan gejala depresi berdasarkan jenis kelamin,
umur, status perkawinan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun `
2010.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri, merupakan sindroma
klinis dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu serta
melibatkan proses pikir, persepsi, emosi, gerakan dan tingkah laku.7
Skizofrenia merupakan sindrom yang heterogen yang mana diagnosisnya
belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu, diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan sekumpulan gejala yang dinyatakan karakteristik untuk
skizofrenia.8
2.2. Epidemiologi Skizofrenia
Data WHO menunjukkan bahwa di tahun 2002 saja diketahui tidak kurang
dari 154 juta penduduk dunia yang depresi, 25 juta skizofrenia, 91 juta mengalami
gangguan mental akibat alkohol, 15 juta gangguan mental karena penyalahgunaan
obat, 50 juta epilepsi, dan 24 juta alzheimer dan demensia lainnya. Hal yang lebih
mencengangkan lagi bahwa terdapat rata-rata 877.000 orang bunuh diri setiap
tahun.5
Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.
Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang
lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.2
Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat (Skizofrenia) di
Indonesia adalah sebesar 4,6. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI
Jakarta (20,3) yang kemudian secara berturut turut diikuti oleh Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (18,5), Sumatera Barat (16,7), Nusa Tenggara
Barat (9,9), Sumatera Selatan (9,2). Prevalensi terendah terdapat di Maluku
(0,9).3
6
Pada tahun 2009 di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta jumlah penderita
skizofrenia paranoid yang rawat jalan sebanyak 33% dan yang rawat jalan
sebanyak 41%. Angka ini menunjukkan bahwa skizofrenia paranoid tercatat
paling tinggi dibandingkan gangguan jiwa lainnya.4
2.3. Etiologi Skizofrenia
Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia
diperlukan pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.9
2.3.1. Organobiologik
Ada banyak faktor yang berperan serta bagi muculnya gejala-gejala
skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui
penyebab skizofrenia, antara lain : faktor genetik, virus, auto-antibody, malnutrisi
(kekurangan gizi).9
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang
abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya
yang disebut faktor epigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia
baru muncul bila terjadi interaksi antara gen abnormal dengan : 9
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu
perkembangan otak janin.
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.
4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama
kehamilan.
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia ditemukan
perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal penghantar
saraf (neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi
zat neuro-kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata mempengaruhi
fungsi-fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor
(perilaku) yang terlihat dalam bentuk gejala positif dan negatif skizofrenia.13
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian
dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak penderita
7
skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan anatomi
otak tersebut antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi korteks bagian depan.
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).13
Dengan diketahuinya perubahan-perubahan pada sistem transmisi saraf di
sel-sel susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan skizofrenia maka para
ahli telah menemukan jenis obat yang dapat memperbaiki gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga mampu mengobati gejala-gejala negatif maupun positif
skizofrenia.
2.3.2. Psikodinamik
Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut
psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu :
2.3.2.1. Teori homeostatik-deskriptif
Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu
gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance)
atau homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan
jiwa tersebut.9
2.3.2.2. Teori fasilitatif-etiologik
Dalam teori ini diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi)
penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya
dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan.9
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi
dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat tiga
unsur psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego dan Super-Ego.9
Menurut teori freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorang berupa
dorongan atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan
pemenuhan dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu
mekanisme pertahanan diri, sebagai contohnya misalnya dorongan atau nafsu
makan, minum, seksual, agresivitas dan sejenisnya.
Unsur Super-Ego sifatnya sebagai badan penyensor yang memiliki nilai-
nilai moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana
yang baik mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya,
8
atau dengan kata lain merupakan hati nurani manusia. Sedangkan unsur Ego
merupakan badan pelaksana yang menjalankan kebutuhan Id setelah disensor
dahulu oleh Super-Ego.9
2.3.3. Psikoreligius
Dari sudut pandanga agama islam teori Freud tersebut sebenarnya sudah
ada hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam islam Id dikenal denga istilah
nafsu yang berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk melaksanakan
kebutuhan nafsu manusia dibekali dengan iman yang berfungsi sebagai self
control. Dengan adanya iman ini manusia dapat menbedakan mana yang baik
mana yang buruk dan mana yang halal mana yang haram. Dalam teori freud
istilah iman sama dengan Super-Ego.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk
perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak.
Akhlak sesorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik
antara nafsu dan iman. Dalam konsep freud akhlak ini disebut Ego.9
2.3.4. Psikososial
Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stresor psikososial.stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga
orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stresor
(tekanan mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan
timbulnya berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah skizofrenia.9
Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud meliputi
permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal,
pekerjaan, kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah hukum,
adanya penyakit fisik yang kronis.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengalami
konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal dan konflik eksternal.
Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga
orang tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai
kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day
dreaming), hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-
9
gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya.
Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas (reality testing ability-RTA,
terganggu) dan pemahaman diri (insight) buruk, yang merupakan perjalanan awal
skizofrenia.9
2.4. Klasifikasi Skizofrenia
Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth
Edition Text Revised (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas subtipe secara
klinik yaitu : 2
2.4.1. Tipe katatonik
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia katatonik adalah sebagai berikut :
1. Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas
terhadap lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas
spontan sehingga nampak sepreti patung atau diam membisu (mute).
2. Negativisme katatonik, yaitu suatu perlawanan yang nampaknya tanpa
motif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan dirinya.
3. Kekakuan (rigidity) katatonik, yaitu mempertahankan suatu sikap kaku
terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya.
4. Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik, yang nampaknya
tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar.
5. Sikap tubuh katatonik, yaitu sikap yang tidak wajar dan aneh.
2.4.2. Tipe hebefrenik (disorganized)
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia hebefrenik adalah sebagai berikut :
1. Inkoherensi, yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubunganya satu dengan yang lain.
2. Alam perasaan (mood, affect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi.
3. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa
puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham tidak jelas dan tidak sistematis sebagai suatu kesatuan dan
biasanya tidak menonjol.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir
sebagai satu kesatuan dan biasanya tidak menonjol.
10
6. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri,menunjukkan gerakan-
gerakan yang aneh, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstirm dari hubungan sosial.
2.4.3. Tipe paranoid
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut :
1. Waham (delusion) yang menonjol misalnya waham kejar, waham
kebesaran dan lain sebagainya.
2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual
dan lain sebagainya.
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
2.4.4. Tipe tak terinci (undifferentiated)
Adanya gambaran simtom fase aktif, tetapi tidak sesuai dengan kriteria
untuk skizofreniaia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua kriteria
untuk skizofreniaia katatonik, disorganized, dan paranoid terpenuhi.
2.4.5. Tipe residual
Merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi gejala fase aktif tidak
lagi dijumpai.
2.5. Gejala skizofrenia
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu gejala
positif dan gejala negatif.13
2.5.1. Gejala positif
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah
sebagai berikut :
1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional yang tidak
sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang budaya. Meskipun
telah dibutikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional,
namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada. Misalnya penderita
mendengar suara-suara/bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada
sumber dari suara/bisikan itu.
11
3. Kekecauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
2.5.2. Gejala negatif
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah
sebagai berikut :
1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
4. Pola pikir stereotip
2.6. Fase Skizofrenia
Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang
melalui fase-fase : 11
1. Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif.
2. Fase prodromal
Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul gejala psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa
minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai
5 tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang
mendasar (pekerjaan sosial dan rekreasi) dan muncul gejala yang nonspesifik,
misal gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang,
mudah lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan
penarikan sosial. Gejala positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase
prodromal dan berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis.
3. Fase psikotik
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase
stabilisasi dan kemudian fase stabil.
12
a. Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau.
Gejala negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak
mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.
b. Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute
treatment.
c. Pada fase stabil terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif. Di
mana gejala positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah
dibandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai
asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami gejala nonpsikotik
misalnya, merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia.
2.7. Diagnosis Skizofrenia
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi
ketiga (PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok
penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis.
Kelompok gejala tersebut :
14
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau,
- thought insertion or withdrawal : isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan,
- thought broadcasting : isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
(b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau,
- delusion of passivitiy : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus).
13
- delusional perception : pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik :
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien atau,
- mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal
dan salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa, misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain.
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(a) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
(d) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
14
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
2.8. Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di
negara manapun.menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostik pada skizofrenia
paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi.
Adapun kriteria diagnostik lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan
gejala-gejala negatif namun ini tidak dominan.2
Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan
tipe-tipe yang lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.2
2.9. Diagnostik skizofrenia paranoid
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ -111) :
14
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan berupa :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah,atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
15
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity),dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam
adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
2.10. Pengobatan skizofrenia
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung
berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan
watu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan
sekecil mungkin kekambukan (relaps). Terapi pada skozofrenia bersifat
komprehensif yaitu meliputi terapi psikofarmaka, psikoterapi, terapi psikososial
dan terapi psikoreligius.9
2.10.1 Terapi psikofarmaka
Skizofrenia diobati dengan obat antipsikotik yang tipikal dan atipikal.10
Obat yang golongan tipikal meliputi : Klorpromazin,Flufenazin, Tioridazin,
Haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat golongan atipikal meliputi : Klozapin,
Olanzapin, Risperidon, Quetapin, Aripiprazol dan lain-lain.
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih
ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi
gejala negatif dan kemunduran kognitif.12
Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal
dan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:
Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik,
misalnya pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma
metabolik.12
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila
memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres
16
emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain,dan merusak
sekitar.11
Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs,
dan pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.12
2.10.2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat
diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas (reality testing ability/RTA) sudah kembali
pulih dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan
catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.9
Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar
belakang penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh mislanya :
psikoterapi suportif, psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif,
psikoterapi kognitif, psikoterapi psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi
keluarga.
Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur
kepribadian, mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego
(ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan kepercayaan
diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti
dan bermanfaat (meaningfulness of life).9
2.10.3. Terapi psikososial
Salah satu dampak dari gangguan jiwa skozofrenia adalah terganggunya
fungsi sosial penderita atau hendaya (impairment). Dengan terapi psikososial ini
dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan
sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak
menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap
menjalani terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani
psikoterapi. Kepada penderita skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri,
tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul
(silaturrahmi/sosialisasi).9
17
2.10.4. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat. Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya membandingkan
keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita skizofrenia. Dari kelompok
yang mendapat terapi keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa
skizofrenia lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya
(impairment) lebih cepat teratasi, kemapuan adaptasi lebih cepat dibandingkan
dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan.9
Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah
berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian
kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagianya.
Pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan
terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan adanya gejala-
gejala waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola
sentral keagamaan.9
Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral
keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan
penderita dapat dipulihkan kembali ke jalan yang benar.
2.11. Definisi depresi
Depresi merupakan suatu keadaan terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.1
2.12. Etiologi Depresi
Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor
biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.1
2.12.1. Faktor biologi
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien
bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran
mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi.1
18
Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut
tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin,
dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah
disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti
tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi.1
2.12.2. Faktor Genetik
Penelitian Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak
disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam
ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat
individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah
genetik.1
2.12.3. Faktor psikososial
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, teori kognitif dan dukungan sosial.1
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan.1
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah.1
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi.1
19
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif
tersebut menyebabkan perasaan depresi.1
2.13. Depresi pada skizofrenia
Timbulnya gejala depresi pada penderita skizofrenia akan menimbulkan
kualitas hidup penderita lebih buruk seperti perawatannya lebih lama,
meningkatnya angka kematian akibat bunuh diri serta memperburuk respon terapi.
Prevalensi penderita skizofrenia dengan gejala depresi cukup besar sekitar 7-
75%.6 Gejala depresi pada penderita skizofrenia susah dibedakan dengan gejala
negatif, untuk membedakannya dapat digunakan alat ukur menggunakan skala
CDSS (Calgary Depression Scale for Schizophrenia).6
Gejala depresi pada penderita skizofrenia dapat muncul pada saat gejala
prodromal, pada saat fase akut dan post-skizofrenia. Sekitar 50% gejala depresi
bisa muncul pada fase prodromal. Gejala depresi yang timbul pada fase prodromal
merupakan faktor yang bisa mempercepat terjadinya skizofrenia.15
Orang yang depresi akan mengalami konflik kejiwaanya yang bisa
bersumber dari konflik internal maupun eksternal. Orang yang tidak mampu
menyelesaikan konflik ini akan jatuh pada frustasi yang mendalam, sebagai
kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day
dreaming), hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-
gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya.
Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas (reality testing ability-RTA,
terganggu) dan pemahaman diri (insight) buruk, yang merupakan perjalanan awal
skizofrenia.9
Gejala depresi yang timbul pada fase akut bisa berhubungan dengan
perjalanan penyakit itu sendiri atau karena efek samping dari obat anti psikosis.
Sekitar 22-80 % penderita skizofrenia mengalami gejala depresi pada fase akut.
Gejala depresi yang muncul pada fase akut dibutuhkan perawatan yang baik
karena mempunyai resiko terjadinya bunuh diri pada pasien.15
20
Gejala depresi yang terjadi setelah skizofrenia bisa muncul akibat adanya
gangguan psikis pada pasien misalnya karena adanya rasa kekhawatiran terjadinya
relaps, adanya gangguan masalah pekerjaan, meningkatnya angka mortalitas
akibat bunuh diri dan lain sebagainya. Sekitar 25% gejala depresi bisa muncul
setelah skizofrenia. Jika gejala depresi lebih dominan dan gejala skizofrenia sudah
tidak muncul maka diagnosisnya menjadi depresi pasca skizofrenia.15
2.14. Gejala depresi
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ 111), Gejala utama depresi (gejala ini muncul pada derajat ringan, sedang
dan berat) meliputi : 14
1. Afek depresi.
2. Kehilangan minat dan kegembiraan.
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya :
1. Konsentrasi dan perhatian kurang.
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis.
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
6. Tidur terganggu.
7. Nafsu makan berkurang.
2.15. Episode depresi
21
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ 111) episode depresi dibagi atas :12
a. Episode depresi ringan :
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi.
2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.
3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
4. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu.
5. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
b. Episode depresi sedang :
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dai 3 gejala utama depresi.
2. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
3. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik :
1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
2. Sitambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
3. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok maka pasien mungkin tidak mau atau tidak ampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat
dibenarkan.
22
4. Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
5. Sangat tidak ungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik :
1. Semua kriteria episode depresif berat tanpa gejala psikotik terpenuhi
2. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan waham atau halusinasi dapat sitentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood-congruent).
23
2.16. Kerangka konsep
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.16.1. Skema kerangka konsep penelitian
2.17. Definisi operasional
2.17.1. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dalam bentuk dokumen
mengenai identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan, baik rawat
jalan maupun rawat inap pasien skizofrenia paranoid pada tahun 2010.
2.17.2. Prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada
suatu waktu tertentu di suatu wilayah ( jumlah kasus lama dan kasus baru
dibagi jumlah keseluruhan kasus saat itu ).
24
2.17.3. Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri, merupakan sindroma
klinis dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu serta
melibatkan proses pikir, persepsi, emosi, gerakan dan tingkah laku.
2.17.4. Skizofrenia paranoid adalah salah satu tipe skizofrenia yang gejalanya
predominan delusi ( waham ) dan halusinasi.
2.17.5. Depresi adalah suatu keadaan terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta
bunuh diri
2.17.6. Umur, berdasarkan data yang tertera dalam rekam medis pasien
berdasarkan tanggal kelahirannya atau momen penting yang diingatnya
berdasarkan informasi keluarga, hitung dalam tahun saat dirawat di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010.
2.17.7. Jenis Kelamin, dikategorikan menjadi laki laki dan perempuan.
2.17.8. Status Perkawinan, dikategorikan menjadi kawin, tidak kawin, cerai dan
tidak ada keterangan. Kriteria tidak kawin meliputi penderita yang belum
kawin, sedangkan kriteria tidak ada keterangan adalah yang tidak
disebutkan status perkawinannya.
25
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian
studi cross-sectional.
3.2. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dan
dilakukan pada bulan Januari sampai April 2011.
3.3. Sumber Data
Data yang dipakai adalah data sekunder yang didapat dari rekam medis
penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi Di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta tahun 2010.
3.4. Populasi dan sampel
1. Populasi penelitian
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah penderita skizofrenia paranoid
dengan gejala depresi di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010.
2. Sampel penelitian
Seluruh populasi menjadi sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
Penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta tahun 2010.
26
3.5.2. Kriteria Eksklusi
Penderita skizofrenia paranoid yang rekam medisnya tidak lengkap, yaitu
yang tidak disebutkan gejala depresinya.
3.6. Besar sampel
Rumus perhitungan besar sampel untuk desain deskriptif kategorik adalah
sebagai berikut : 29
n : Jumlah sampel
Z : Ditentukan oleh tingkat kepercayaan pada = 0,05; Z = 1,96
P : Proporsi outcome of interest = 50% = 0,5
q : 1 p = 1 0,5 = 0,5
d : 10% = 0,1
Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah sampel minimum
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 96 penderita skizofrenia paranoid
dengan gejala depresi di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Januari -
Desember 2010. Peneliti mengambil sampel sebanyak 170 penderita dengan
harapan dapat mewakili populasi sampel.
3.7. Cara kerja
3.7.1. Pengumpulan Data
Data diambil dengan melihat rekam medis penderita skizofrenia paranoid
dengan gejala depresi di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010.
n = (Z)2 .p . q
(d)2
n = (1, 96)2 .0, 5 . 0, 5 = 96
(0, 1)2
27
3.7.2. Pengolahan Data
Data dimasukkan ke dalam komputer melalui data entry pada program
SPSS versi 16.0 untuk windows yang kemudian diverifikasi.
3.7.3. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, dan tabel.
3.7.4. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi,
prevalensi.
3.7.5. Interpretasi Data
Data diinterpretasikan secara deskriptif.
3.7.6. Pelaporan Hasil Penelitian
Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan penelitian yang
dipresentasikan di hadapan staf pengajar program studi pendidikan dokter FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
28
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSJ Soeharto Heerdjan
Jakarta pada bulan Februari 2011. Pada penelitian ini, data yang didapat adalah
rekam medik pasien skizofrenia paranoid dengan gejala depresi di RSJ Soeharto
Heerdjan Jakarta pada tahun 2010.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi gejala depresi pada
pasien skizofrenia paranoid di RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2010
berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status pernikahan.
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995 di beberapa negara
menunjukkan bahwa hari-hari produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life
Years (DALY's) sebesar 8,1% dari Global Burden of Disease, disebabkan oleh
masalah kesehatan jiwa. Status jiwa yang buruk akan menurunkan produktifitas
sehingga menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Jenis psikosis yang
tersering secara epidemiologi baik di dunia maupun di Indonesia adalah
skizofrenia paranoid.
Penderita skizofrenia paranoid yang disertai dengan gejala depresi akan
menimbulkan kualitas hidup penderita tersebut lebih buruk seperti perawatannya
lebih lama, meningkatnya angka kematian akibat bunuh diri serta memperburuk
respon terapi.
4.1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan kali ini mempunyai keterbatasan dan
kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Diantaranya yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional atau potong lintang
sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.
2. Dalam penelitian ini tidak diketahui jenis instrumen yang digunakan
dalam menilai adanya depresi, sehingga gejala depresi yang didapat hanya
berdasarkan data pada rekam medis.
29
3. Dalam penelitian ini data mengenai usia pasti dan status perkawinan untuk
masing-masing penderita tidak dapat didapatkan secara pasti karena
adanya keterbatasan informasi pada rekam medis pasien jiwa.
4.2. Prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi
Dari hasil pengumpulan data di instalasi rekam medik RSJ Soeharto
Heerdjan, didapatkan jumlah keseluruhan pasien skizofrenia paranoid pada tahun
2010 adalah 782 orang, kemudian didapatkan jumlah pasien dengan diagnosis
skizofrenia paranoid dengan gejala depresi adalah sebanyak 170 penderita.
Sedangkan rumus prevalensi adalah :
Keterangan : = jumlah; konstanta = 100%.
Dari rumus tersebut, maka prevalensi skizofrenia paranoid dengan gejala
depresi di RSJ Soeharto Heerdjan tahun 2010 sebesar 22 %, sedangkan menurut
penelitian terdahulu didapatkan prevalensi gejala depresi pada penderita
skizofrenia sebesar 7-75 %.6
Gejala depresi pada penderita skizofrenia paranoid dapat timbul pada semua
fase skizofrenia dan gejala depresi yang muncul dapat meliputi semua episode
depresi.21
James dan Martin dalam penelitiannya menjelaskan bahwa hampir
sepertiga dari penderita skizofrenia menunjukkan gejala depresi.22
Hal ini
bersesuaian dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, dimana prevalensi
jumlah dari pasien skizofrenia paranoid dengan gejala depresi mencapai hampir
sepertiga dari jumlah pasien skizofrenia paranoid secara keseluruhan yaitu sebesar
22 %. Gejala-gejala depresi yang ditemukan pada penelitian ini meliputi :
perasaan sedih, berkurangnya minat, cenderung diam, menarik diri, gagasan mau
melakukan bunuh diri.
Penyebab munculnya gejala depresi pada skizofrenia sangat multifaktorial
dan masih kontroversial, Galdi (1983) berhipotesa bahwa faktor genetik dan
riwayat keluarga merupakan faktor presdiposisi munculnya gejala depresi pada
skizofrenia,23
sementara Becker dan Siris (1991) menjelaskan bahwa karakteristik
seseorang juga merupakan faktor presdiposisi.24
Selain dua pendapat tersebut juga
30
masih banyak pendapat lain yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan
gejala depresi pada penderita skizofrenia.
4.3. Pola Distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi
4.3.1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi Berdasarkan
Jenis Kelamin di RSJ Soeharto Herdjaan Tahun 2010
Jenis kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
Laki-laki 119 70
Perempuan 51 30
Total 170 100
Dari hasil yang didapat ( Tabel 4.1 ), penderita skizofrenia paranoid dengan
gejala depresi lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki dibandingkan dengan
pasien perempuan, hampir dua pertiga dari populasi.
Hal ini bisa terjadi karena onset terjadinya skizofrenia pada laki-laki lebih
awal dibandingkan pada perempuan. Bersesuaian dengan studi yang dilakukan
Bresnahan et al, (2000), bahwa angka kejadian skizofrenia pada pria dua kali lipat
dibandingkan pada wanita yaitu 0.93 : 0.35 dan rata-rata resiko terjadinya
skizofrenia pada usia 38 tahun.1 Beberapa studi menyatakan bahwa
meningkatkanya kejadian depresi terjadi pada kelompok usia muda, terutama pada
laki-laki. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian
bunuh diri pada kelompok usia tersebut.17
Gejala depresi yang muncul pada laki-laki dapat dipengaruhi oleh kondisi
penyakitnya sehingga peningkatan kejadian skizofrenia dapat mempengaruhi
timbulnya gejala depresi sering pada laki-laki. Dalam beberapa studi dijelaskan
bahwa hormon estrogen berhubungan dengan timbulnya gejala depresi pada
perempuan. Timbulnya depresi pada perempuan terlihat dari perubahan kadar
estrogen pada siklus hidup wanita. Perubahan kadar estrogen yang besar pada
siklus hidup perempuan mempunyai resiko besar terjadinya depresi khususnya
setelah peningkatan estrogen selama usia pubertas (10-14 tahun), setelah
31
penurunan kadar estrogen pada postpartum dan kadar estrogen yang fluktuatif
selama usia perimenopause (37-55 tahun).25
Pada perempuan setelah usia pubertas
mempunyai kecenderungan depresi yang konstan/menetap.26
Estrogen mempunyai
efek protektif pada perempuan terhadap timbulnya gejala depresi.27
Pada orang
yang depresi kadar serotonin dalam otak mengalami penurunan dan estrogen
mempunyai peran dalam mengembalikan kadar serotonin dalam keadaan
seimbang.27
Beberapa studi menyatakan bahwa laki laki memiliki kemungkinan
besar mudah mengalami gangguan akibat gejala negatif daripada perempuan, dan
bahwa perempuan mempunyai fungsi sosial yang lebih baik dari laki laki.
Umumnya, outcome pasien skizofrenia perempuan lebih baik dari pasien
skizofrenia laki laki.1 Faktor faktor di atas, kemungkinan merupakan penyebab
banyaknya penderita laki laki pada skizofrenia paranoid yang mengalami gejala
depresi. Hal ini sesuai dengan penelitian ini.
4.3.2. Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 4.2 Distribusi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi Berdasarkan
Kelompok Umur di RSJ Soeharto Herdjaan Tahun 2010
Kelompok umur Jumlah (Orang) Persentase (%)
15-24 tahun 40 24
25-44 tahun 111 65
45-64 tahun 19 11
>64 tahun 0 0
Total 170 100
Data penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi berdasarkan
kelompok umur pada penelitian ini menunjukkan bahwa gejala depresi muncul
paling tinggi pada kelompok umur 25-44 tahun yaitu sebanyak 65 %.
Gejala depresi sering muncul pada seseorang dengan umur dibawah 45
tahun dan rata-rata gangguan terjadinya depresi terjadi pada rentang umur 30-35
tahun. Gejala depresi yang muncul pada usia muda dapat dicetuskan oleh faktor
lingkungan sedangkan gejala depresi yang muncul pada usia tua lebih dipengaruhi
oleh faktor biologik.20
Penelitian yang dilakukan oleh Fombonne et al;
bahwasanya angka kejadian depresi pada dewasa muda (20-40 tahun) lebih besar
dibandingkan pada remaja, dimana rata-rata perbandinganya 3-4 %.18
32
Menurut Hurlock (1995), masa dewasa muda adalah periode dimana
terjadi penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial
yang baru. Pada tahapan usia ini, manusia mengalami perubahan yang signifikan.
Hal ini dapat dilihat pada tuntutan yang diharapkan dari dewasa muda tersebut
untuk memiliki peran-peran baru, seperti peran suami atau istri, pekerja, orang
tua, dan juga perkembangan diri yang menuntut individu untuk mampu
mengambil sikap, keinginan, dan nilai sesuai dengan tujuan individu tersebut.28
Beban tanggung jawab yang besar dapat menjadi sumber stresor bagi individu
yang tidak bisa beradaptasi sehingga individu tersebut akan mudah sakit misalnya
gangguan psikologis seperti depresi.
Menurut Hawari (2006), bahwasanya stresor psikososial dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi tingginya angka usia produktif menjadi skizofrenia
paranoid. Diantaranya; perubahan perubahan sosial yang serba cepat (rapid
social changes) sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu
pengetahuan, dan teknologi, yang telah mempengaruhi tata nilai kehidupan
keluarga. Tidak semua orang mampu beradaptasi dengan perubahan -perubahan
sosial tersebut yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat jatuh sakit.9
Meskipun sebaliknya pada kondisi terkena penyakit medis yang kronis,
keterbatasan kemampuan dalam bersosial, kehilangan kontak personal gejala
depresi sering muncul pada usia tua ( > 45 tahun).1
4.3.3. Berdasarkan Status Perkawinan
Tabel 4.3 Distribusi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi Berdasarkan
Status Perkawinan di RSJ Soeharto Herdjaan Tahun 2010
Status perkawinan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Kawin 43 25
Tidak kawin 101 59
Cerai 8 5
Tidak ada keterangan 18 11
Total 170 100
Data penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi berdasarkan
status perkawinan menunjukkan bahwa gejala depresi muncul paling tinggi pada
kelompok penderita yang tidak kawin sebanyak 59 %. Pada penelitian ini juga
didapatkan kelompok penderita dengan kategori tidak ada keterangan/Dinas
33
Sosial (Dinso) yang pada rekam medis tidak disebutkan status perkawinannya
yaitu sebanyak 11 %.
Status perkawinan mempunyai hubungan dengan gangguan mood depresi.
Misalnya orang yang belum kawin, cerai mempunyai resiko menjadi depresi.
Resiko terjadinya depresi paling tinggi adalah pada orang-orang yang berpisah
atau cerai. Wanita yang belum menikah mempunyai resiko lebih rendah terjadinya
depresi dibandingkan dengan wanita yang sudah menikah, sebaliknya terjadi pada
pria yang belum menikah mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan dengan
pria yang sudah menikah.1
Menurut Hawari, orang yang hidup dalam perkawinan dapat memiliki
resiko yang lebih rendah untuk mengalami gangguan jiwa dibandingkan mereka
yang hidup tanpa perkawinan. Karena dengan perkawinan dapat terbentuk faktor
kejiwaan yang lebih mendasar seperti rasa kasih sayang, mencintai dan dicintai,
rasa aman dan terlindung.9 Rasa tidak aman dan terlindung membuat jiwa
seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenangan hidup yang lama kelamaan
daya tahan seseorang menurun sehingga jatuh sakit.
Dalam agama Islam, perkawinan adalah suatu yang dianjurkan bagi
pemuda yang telah mampu berkeluarga. Manfaat dari perkawinan dipertegas
dalam al-Quran surat al-Furqaan ayat 74 Dan orang orang yang berkata: "Ya
Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.19
Namun begitu, menurut Hawari, perkawinan pun dapat merupakan sumber
stres yang dialami seseorang; misalnya dalam kondisi pertengkaran, perpisahan,
perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya.9
Oleh karena itu, dapat dikatakan pula bahwa stresor perkawinan ini dapat
menyebabkan seseorang jatuh sakit.
Studi yang dilakukan oleh Nyer et al. (2010) bersesuaian dengan hasil
penelitian ini, dimana ditemukan adanya hubungan antara status perkawinan
dengan gejala depresi, kualitas hidup penderita, dan ide untuk melakukan bunuh
diri pada penderita skizofrenia. Hasil studi menjelaskan bahwa perkawinan
34
mempunyai peran penting untuk mencegah terjadinya bunuh diri dan mempunyai
pengaruh yang baik pada kualitas hidup penderita. Pada penderita yang sudah
kawin mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dan pada penderita yang tidak
kawin mempunyai kualitas hidup yang paling buruk. Apabila dilihat dari adanya
ide untuk melakukan bunuh diri, penderita yang mengalami perceraiann dalam
rumah tangganya mempunyai resiko besar melakukan bunuh diri sedangkan yang
mempunyai resiko terendah adalah penderita yang berstatus menikah.16
.
35
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
simpulan sebagai berikut :
1. Prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi pada
tahun 2010 di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan sebanyak 22 %.
2. Distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2010 di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
pada laki-laki lebih banyak dibandingkan pada perempuan.
3. Distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi
berdasarkan kelompok umur pada tahun 2010 di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan menunjukkan bahwa gejala depresi muncul paling tinggi pada
kelompok umur 25-44 tahun dan paling rendah pada kelompok umur
diatas 64 tahun.
4. Distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi
berdasarkan status perkawinan pada tahun 2010 di RSJ Dr. Soeharto
Heedrjan menunjukkan bahwa gejala depresi muncul paling tinggi pada
kelompok tidak kawin dan yang paling rendah pada kelompok cerai.
5.2. Saran
Penderita gangguan jiwa di masyarakat semakin meningkat sehingga perlu
penyuluhan tentang kesehatan jiwa kepada masyarakat secara keseluruhan
sehingga masyarakat mempunyai pengetahuan untuk mengenali lebih dini gejala-
gejala gangguan jiwa yang bisa mengarah pada skizofrenia dan segera dibawa
untuk berobat sedini mungkin agar prognosisnya lebih baik.
Munculnya gejala depresi pada skizofrenia juga perlu diwaspadai dan
ditangani dengan baik agar kualitas hidup penderita tidak semakin buruk serta
mencegah penderita agar tidak melakukan bunuh diri.
36
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara
skizofrenia paranoid dengan depresi, sehingga kedepannya ditemukan langkah-
langkah yang baik untuk mencegah munculnya gejala depresi sehingga
diharapkan kualitas hidup penderita skizofrenia lebih baik dalam pribadi dan
sosialnya.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition.Philadhelpia : Lippincott
Williams & Wilkins, 2009.p.1434.
2. Katherine and Patricia. Psyciatric Mental Health Nursing 3rd edition. Philadhelpia : Lippincott Williams & Wilkins, 2000.
3. Departemen Litbang Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS 2007.Jakarta : Balai Penerbit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2007.
4. Djatmiko, prianto. Rekapan : Grafik 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan dan Rawat Inap RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, 2009.
5. Luana N.A. Makalah Skizofrenia dan Gangguan Psikotik Lainnya.disampaikan dalam Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia.Jakarta, 27 Oktober 2007.
6. Hausmann A, Fleischaker WW. Differential diagnosis of depressed mood in schizophrenia; a diagnostic algorithm based on review. Acta Psychiatr Scand,
2002;106: 83-96.
7. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In : Sadock BJ,Sadock VA, eds. Kaplan and Sadocks Comprehensive Textbook of Psychiatry.8
th ed. Philadhelpia : Lippincott Williams and Wilkins,
2005.p.1329.
8. First M.B., Tasman A. Schizophrenia. In: DSM-IV-TR Mental Disorders Diagnosis, Etiology and Treatment. London: Wiley, 2004. p. 640-700.
9. Hawari, D : Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia edisi 2 cetakan ke-3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006.
10. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comprehensive Treatment and Management. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002.
11. Lehman A.F et al. Practice Guideline for The Treatment of Patients with Schizophrenia. 2nd ed. Arlington: American Psychiatric Association, 2004.
12. Addington D et al. Clinical Practice Guidelines Treatment of Schizophrenia. Can J Psychiatry, 2005 (suppl 1): 15-565.
13. Kaplan-Sadock. Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences Clinical Psychiatry 7
th edition.New York : Saus Tatue, 1994.
38
14. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2003.
15. Ciaran Mulholland and Stephen Cooper. The symptom of depression in schizophrenia and its management. Advances in Psychiatric Treatment 6,
2000 : 169-177.
16. Nyer M et al. The relationship of marital status and clinical characteristics in middle-aged and older patients with schizophrenia and depressive symptoms.
Ann Clin Psychiatry, 2010 : 22(3):172-179.
17. Fombonne E. The epidemiology of child and adolescent depression psychiatric disorders: recent developments and issues. Epidemiol Psychiatric
Soc, 1998;7:1616.
18. Fombonne E.True trends in affective disorders. In: Cohen P, Slomkoski C, Robins LN, eds. Historical and Geographical Influences on Psychopathology.
New Jersey: Laurence Erlbaum, 1999 :11539.
19. Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta : PT. Syamil Cipta Media, 2005.
20. Blazer DG. Mood disorders : Epidemiology. In : Sadock BJ, Sadock VA,editors. Comprehensive textbook of psychiatry 7
th edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins, 2000 : 1299 - 1307.
21. Connolly J. Depression, suicide and schizophrenia. Journal of Crisis Intervention and Suicide Prevention, 2003; 24(3): 91-92.
22. Harrow, M et al. Vulnerability to delusions over time in schizophrenia, schizoaffective, and bipolar and unipolar affective disorders: A multifollowup
assessment. Schizophrenia Bulletin,1995 : 21(l):95-109.
23. Galdi, J. The causality of depression in schizophrenia. British Journal of Psychiatry,1983 142:621-624.
24. Sins, S.G. Diagnosis of secondary depression in schizophrenia. Schizophrenia Bulletin, 1991: 17(l):75-98.
25. Jensvold MF, Halbreich U, Hamilton JA, eds. Psychopharmacology and Women: Sex, Gender and Hormones. Washington, DC: American Psychiatric
Press, 1996.
26. Stahl SM. Essential Psychopharmacology 2 nd ed. New York, NY: Cambridge University Press, 2000.
27. Shapira et al : Lack of efficacy of estrogen supplementation to imipramine in resistant female depressives. Biol Psychiatry, 1985; 20:576579.
39
28. Hurlock,E.B. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi ke-5. Jakarta : Erlangga, 1993.
29. Priyo, Sutanto. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM UI, 2007.
40
LAMPIRAN
1. Pola Distribusi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 Berdasarkan Jenis Kelamin
41
2. Pola Distribusi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 Berdasarkan Kelompok Umur
42
3. Pola Distribusi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 Berdasarkan Status Perkawinan
43
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PERSONAL
Name : Ahmad Muhyi
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Jepara,25 Desember 1989
Alamat : Desa Clering RT/RW 01/03 Kec. Donorojo Kab. Jepara
Jawa Tengah
Usia : 21 tahun
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
No. HP : 085641912379
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996-2002 : SD Negeri Clering 01 Kec. Donorojo Kab. Jepara
Jawa Tengah
2002-2005 : MTs Nurul Huda Clering Kec. Donorojo Kab. Jepara
Jawa Tengah
2005-2008 : MA Raudlatul Ulum Guyangan Kab. Pati Jawa Tengah
2008-Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2009-Sekarang : Pengurus USMR (UIN SYAHID MEDICAL RESCUE)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009-2011 : Pengurus Komfakkes PMII cabang Ciputat
2010-2011 : Pengurus Forum Mahasiswa Dokter Muslim UIN Jakarta
2010-Sekarang : Pengurus BEMJ Pendidikan Dokter UIN Jakarta
2009-2010 : Pengurus CSS MoRA UIN Jakarta