Upload
vananh
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
AKTIVITAS ANTIBAKTERI PROPOLIS Trigona spp. PADA
DUA KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP CAIRAN
RUMEN SAPI
DEDY SUSENO
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
AKTIVITAS ANTIBAKTERI PROPOLIS Trigona spp. PADA
DUA KONSENRASI BERBEDA TERHADAP CAIRAN
RUMEN SAPI
DEDY SUSENO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
3
Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri Propolis Trigona spp. pada Dua
Konsentrasi Berbeda Terhadap Cairan Rumen Sapi
Nama : Dedy Suseno
NIM : G44104040
Disetujui
Ir. H.A.E. Zainal Hasan, M.Si Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. drh. Hasim, DEA
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Tanggal Lulus:
4
ABSTRAK
DEDY SUSENO. Aktivitas Antibakteri Propolis Trigona spp. pada Dua
Konsentrasi Berbeda Terhadap Cairan Rumen Sapi. Dibimbing oleh A.E
ZAINAL HASAN dan I MADE ARTIKA.
Ditemukannya resistensi mikroba dan residu antibiotik pada produk ternak
akibat penggunaan antibiotik sintetik telah mengilhami pencarian produk
alternatif penggantinya. Propolis merupakan alternatif baru obat yang dapat
digunakan sebagai antibiotik alami. Kandungan antibakteri dalam propolis
menyebabkan propolis dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan baik pada
manusia ataupun ternak. Lingkungan rumen yang asam ditakutkan akan
menghambat kerja propolis sebelum mencapai usus, oleh sebab itu sediaan
propolis perlu ditambahkan bahan penyalut dan kapsul. Penelitian ini bertujuan
menguji aktivitas antibakteri propolis Trigona spp. terhadap cairan rumen sapi
secara in vitro. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode
difusi sumur. Propolis yang dihasilkan diekstrak menggunakan etanol 70% dan
menghasilkan rendemen sebesar 10.6228%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapsul yang digunakan ternyata tidak mampu menahan lepasnya senyawa aktif
propolis tetapi kapsul dapat diaplikasikan untuk melindungi rasa dan bau propolis.
Kapsul 4% dan 2% ukuran 1, 2% ukuran 00 dan propolis Merk-X dapat
diaplikasikan ke sapi tetapi tidak untuk kapsul 4% ukuran 00 dan ampisilin.
5
ABSTRACT
DEDY SUSENO. Activity of Propolis as Antibacteria in Two Different
Concentrations To Cow’s Rumen Liquid. Under the direction of A.E ZAINAL
HASAN and I MADE ARTIKA.
Microbial resistance and antibiotic residue finding on cattle’s product as
antibiotic synthetic usage has been giving the idea to look for alternative to
substitute antibiotic synthetic. Propolis is one of new alternative medicine that can
be used as natural antibiotic. Propolis containing antibacterial agent causes
propolis can be used as growth promoter in human and cattle. Acidity of rumen
atmosphere will expectedly inhibit propolis activity before entering intestine.
Based on that case, propolis needs to be added filler material and capsule. This
research was purposed to antibacterial activity Trigona spp. propolis to cow’s
rumen liquid through in vitro. Antibacterial activity determination was done by
difusi sumur method. Propolis product has been extracted by ethanol 70% and
produce rendemen 10.622%. Result of this research showed that capsule which
has been used can not hold the releasing of propolis active substance but the
capsule can be applied to cover taste and smell of propolis. Capsule 4% and 2%
size 1, 2% size 00 and Merk-X propolis can be used to cattle but capsule 4% size
00 and ampicillin can not be used.
6
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada sang pencipta alam semesta ALLAH
SWT karena atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis mampu menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Aktivitas Antibakteri Propolis Trigona spp. pada Dua
Konsentrasi Berbeda Terhadap Cairan Rumen Sapi. Penelitian ini mulai
dilaksanakan dari bulan Juni sampai November 2008 di laboratorium penelitian
Biokimia IPB. Penelitian ini terlaksana berkat bantuan dana Dr. Ir. I Made Artika,
M.App.Sc dan Ir. H.A.E. Zainal Hasan, M.Si sebagai bagian dari proyek
penelitian.
Rasa terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada ayah, ibu dan
adikku yang telah banyak memberikan do’a, dukungan moral maupun material
yang tak pernah henti-hentinya. Selain itu tak lupa kepada teman-teman
seperjuangan (Intan, Indra, Mba Desi, Mba Dian), teman-teman di Pondok Catra
(Nandha, Falakh, Aav, Abi, dan Mas Budi), serta teman-teman Biokimia 41 atas
segala bantuan do’a, semangat dan kekompakan yang tak akan pernah terlupakan.
Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Dosen (Kak Dimas dan
Bu Rini) atas bantuan ilmu-ilmunya, Laboran Biokimia (Bu Iis, Bu Mery, Bu
Tuti, Mba Martini, Pak Arya, Pak Yadi, dan Pak Nana) atas bantuan tenaga dan
kebersamaanya selama penulis melakukan penelitian. Akhir kata semoga karya
ilmiah ini mampu memberikan manfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang bikimia.
Bogor, Januari 2009
Dedy Suseno
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 29 September 1986 dari
ayahanda Edy Suyono dan ibunda Sujiamah. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Serpong dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik
Lapangan di Laboratorium Biorekayasa Lingkungan, Lembaga Ilmu dan
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor selama periode Juli sampai dengan Agustus
2007 dengan judul Biodegradasi Senyawa Aromatik Oleh Bakteri Laut.
Disamping itu penulis aktif menjadi pengurus HIMPRO Biokimia, Community of
Research and Education in Biochemistry (CREBs), pada Departemen
Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2005/2006, Ketua Umum CREBs
periode 2006/2007 dan pengurus Badan Pengawas CREBs periode 2007/2008.
Penulis merupakan salah satu staf pengajar matematika di Lembaga
Bimbingan Tes Alumni 8 (BTA 8) Bogor. Selain itu penulis pernah menjadi
asisten praktikum mata kuliah Biokimia Umum untuk mahasiswa S1 THP
(Teknologi Hasil Perikanan), Akademi Keperawatan dan D3 Perikanan tahun
ajaran 2007/2008, Struktur Fungsi dan Subseluler untuk mahasiswa S1 Biokimia
tahun ajaran 2007/2008, Struktur Fungsi dan Biomolekul untuk mahasiswa S1
Biokimia tahun ajaran 2008/2009, dan Biokimia Umum untuk mahasiswa S1
Kedokteran Hewan tahun ajaran 2008/2009.
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................viii
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Propolis ................................................................................................. 1
Lebah Madu Trigona spp. ..................................................................... 2
Pemacu Pertumbuhan ............................................................................. 3
Rumen dan Mikrob Rumen Sapi ........................................................... 3
Kapsul .................................................................................................... 4
Mikroenkapsulasi .................................................................................. 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ....................................................................................... 4
Metode Penelitian .................................................................................. 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Propolis .................................................................. 6
Mikroenkapsulasi Propolis .................................................................... 6
Ketahanan Kapsul ................................................................................. 8
Kelarutan Senyawa Aktif ...................................................................... 8
Efektivitas Penghambatan Kapsul Berisi Propolis Terhadap
Propolis Merk-X ................................................................................... 9
Efektivitas Penghambatan Kapsul Berisi Propolis Terhadap
Ampisilin ................................................................................................. 9
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10
LAMPIRAN ....................................................................................................... 13
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Lebah madu Trigona spp. .......................................................................... 2
2 Saluran pencernaan sapi .............................................................................. 3
3 Ilustrasi penyebaran senyawa aktif ............................................................ 4
4 Hasil mikroenkapsulasi .............................................................................. 7
5 Diagram pelepasan senyawa aktif mikrokapsul dosis 390 mg
terhadap waktu ............................................................................................. 7
6 Diagram pelepasan senyawa aktif mikrokapsul dosis 227 mg
terhadap waktu ............................................................................................ 7
7 Diagram pelepasan senyawa aktif mikrokapsul 4% dan kapsul 4%
00 terhadap waktu ....................................................................................... 8
8 Diagram pelepasan senyawa aktif berbagai kapsul ..................................... 9
9 Efektivitas penghambatan kapsul propolis terhadap
propolis Merk-X .......................................................................................... 9
10 Efektivitas penghambatan kapsul propolis terhadap ampisilin ................... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tahapan ekstraksi propolis .......................................................................... 14
2 Tahapan uji ketahanan kapsul ....................................................................... 14
3 Hasil rendemen ekstrak propolis ................................................................... 15
4 Komposisi pembuatan mikrokapsul ............................................................ 15 5 Data diameter zona bening kapsul ukuran 00 ............................................... 15
6 Data diameter zona bening kapsul ukuran 1 ................................................. 16
7 Data diameter zona bening kontrol ............................................................... 17
8 Efektivitas antibakteri kapsul berisi propolis ................................................ 18
9 Uji duncan berbagai ukuran kapsul terhadap konsentrasi dan waktu ........... 19
10 Diameter zona bening berbagai ukuran kapsul ............................................. 21
1
PENDAHULUAN
Banyak kendala yang dialami oleh para
peternak sapi lokal di Indonesia,diantaranya
rendahnya tingkat pertambahan bobot badan,
tingkat pertumbuhan sapi, dan panjangnya
jarak beranak sapi. Ketiga faktor tersebut
antara lain dipengaruhi oleh efisiensi
konversi pakan untuk tumbuh dan
berkembang biak.
Beberapa senyawa antibiotik digunakan
dalam hewan ternak pada dosis subterapi
sebagai bahan pemacu pertumbuhan.
Senyawa antibiotik yang biasa digunakan
sebagai pemacu pertumbuhan sebenarnya
merupakan obat untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Pemacu
pertumbuhan ini akan meningkatkan
efisiensi pencernaan makanan pada hewan
sehingga pertumbuhannya cepat (Fatoni
2008). Penisilin, eritromisin dan tetrasiklin
merupakan antibiotik yang biasa digunakan
pada ternak sebagai pemacu pertumbuhan.
Ditemukannya resistensi mikroba dan
residu antibiotik pada produk ternak akibat
penggunaan antibiotik sintetik telah
mengilhami pencarian produk alternatif
penggantinya (Ulfa 2007). Propolis
merupakan alternatif baru obat yang dapat
digunakan sebagai antibiotika alami.
Kandungan antibakteri dalam propolis
menyebabkan propolis dapat digunakan
sebagai pemacu pertumbuhan baik pada
manusia ataupun ternak. Sifatnya yang alami
menyebabkan propolis tidak akan
menyebabkan efek samping tidak seperti
pada antibiotik sintetik (Winingsih 2004).
Ekstrak propolis yang digunakan diharapkan
mampu menekan jumlah bakteri patogen
dalam usus tetapi tidak mengganggu
populasi bakteri baik.
Sapi memiliki 4 lambung yang
berfungsi untuk mencerna makanan.
Lambung-lambung tersebut yaitu retikulum,
omasum, abomasum, dan rumen. Setelah
sapi makan maka makanan akan menuju
rumen lalu akan dimuntahkan kembali ke
retikulum. Setelah di retikulum maka
makanan akan menuju omasum, abomasum,
rumen lalu usus (Anonim 2008).
Lingkungan rumen yang asam ditakutkan
akan menghambat kerja propolis sebelum
mencapai usus, oleh sebab itu sediaan
propolis perlu ditambahkan bahan penyalut
dan kapsul. Kapsul dan bahan penyalut ini
diharapkan tahan terhadap kondisi asam di
rumen dan baru akan hancur di usus
sehingga semua propolis akan sampai dalam
keadaan utuh dan mulai menunjukkan
aktivitas di usus.
Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas
antibakteri propolis Trigona spp. pada cairan
rumen sapi. Hipotesis penelitian yaitu
mikrokapsul propolis diharapkan tahan
terhadap kondisi rumen sapi yang asam
sehingga dapat bertahan sampai usus dan
terjadi penyerapan mikrokapsul propolis
dengan baik. Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi tentang aktivitas
antibakteri mikrokapsul propolis pada cairan
rumen sapi yang akan mengurangi jumlah
bakteri patogen di usus sehingga pertumbuhan
sapi menjadi lebih baik. Selain itu, di masa
yang akan datang diharapkan propolis dapat
digunakan sebagai alternatif pemacu
pertumbuhan alami menggantikan pemacu
pertumbuhan sintetik.
TINJAUAN PUSTAKA
Propolis Kata propolis telah dikenal sejak zaman
Yunani kuno, dalam Bahasa Yunani asli, kata
propolis merupakan kombinasi 2 kata yaitu
pro dan polis. Pro memiliki arti pertahanan,
dan polis memiliki arti kota. Secara umum arti
kata propolis adalah pertahanan kota. Kota
yang dimaksud dalam hal ini adalah sarang
lebah, yaitu tempat dimana lebah bekerja dan
hidup. Serangan dan gangguan yang
mengancam kehidupan lebah dan tempat
tinggal mereka bisa berupa bakteri yang
menimbulkan penyakit, bisa pula berupa
binatang-binatang kecil yang berusaha masuk
untuk mengganggu mereka (Brown’s 1993).
Propolis adalah bahan perekat atau
dempul yang bersifat resin yang dikumpulkan
oleh lebah pekerja dari kuncup, kulit
tumbuhan, atau bagian-bagian lain dari
tumbuhan (Gojmerac 1993 dalam Anggraini
2006). Propolis diproduksi oleh lebah dari
getah yang diambil dari bagian tumbuh-
tumbuhan yang menghasilkan getah terutama
tunas tumbuhan. Getah inilah yang menjadi
bahan dasar pembentuk propolis. Getah ini
dibawa ke dalam sarang lebah oleh para lebah
pekerja dan dicampur dengan ”wax” (sejenis
lilin) dan serbuk sari bunga. Dengan bantuan
air liur lebah, campuran ini dibuat menjadi
lentur, dan ini disebut propolis. Propolis
memiliki variasi warna antara coklat kehijauan
dan coklat tua. Bagi para lebah, propolis
merupakan zat penting yang sangat
fundamental yang mereka perlukan untuk
sterilisasi sarang lebah dari serangan bakteri,
jamur dan penyakit. Telah diperkirakan bahwa
2
200.000 lebah madu menghasilkan 20 gram
kandungan propolis setiap tahunnya.
Propolis umumnya lembut, lentur, dan
lengket pada suhu 25 0C - 45
0C, tetapi pada
suhu dibawah 15 0C propolis akan bertekstur
keras dan rapuh. Pada suhu 60 0C sampai
70 oC propolis akan berwujud cairan.
Beberapa jenis propolis memiliki titik didih
sampai diatas 100 oC (Krell 2004).
Kandungan dan Manfaat Propolis
Sarang lebah terdiri dari sekitar 50%
senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat),
30% lilin lebah, 10% minyak aromatik, 5%
polen, dan 5% berbagai senyawa aromatik.
Senyawa kimia utama dalam propolis terdiri
atas senyawa golongan flavonoid, fenolik,
dan berbagai senyawa aromatik. Senyawa-
senyawa tersebut sulit larut dalam air,
sebagian besar mudah larut dalam alkohol,
dan kadang sulit larut dalam pelarut
hidrokarbon. Propolis juga mengandung
minyak terbang, terpena, polen, dan lilin
lebah yang tidak berperan secara signifikan
dalam bioaktivitasnya (Pietta et al. 2002
dalam Fatoni 2008).
Propolis disebut “antibiotik alami”
karena kemampuan antimikrobnya. Senyawa
aktif yang memberikan efek antibakteri
adalah pinocembrin, galangin, asam kafeat,
dan asam ferulat. Senyawa antifunginya
yaitu pinocembrin, pinobaksin, asam kafeat,
benzilester, sakuranetin, dan pterostilbena.
Senyawa antifunginya adalah pinocembrin,
pinobaksin, asam kafeat, benzil ester,
sakuranetin, dan pterostilbena. Senyawa
antiviralnya yaitu asam kafeat, lutseolin, dan
quersetin. Zat aktif yang diketahui bersifat
antibiotik adalah asam ferulat. Zat ini efektif
terhadap bakteri gram positif dan negatif.
Asam ferulat juga berperan dalam
pembekuan darah sehingga bisa
dimanfaatkan untuk mengobati luka dan
diberikan dalam bentuk salep (Winingsih
2004).
Kelebihan propolis sebagai antibiotik
alami dibandingkan dengan bahan sintetik
adalah lebih aman serta efek samping yang
kecil. Satu-satunya efek samping yang
terjadi dan itu pun jarang yaitu timbulnya
reaksi alergi jika digunakan secara lokal
sedangkan bila diberikan secara peroral
tidak menimbulkan alergi. Selain itu
propolis sebagai antibiotik memiliki
selektivitas tinggi. Propolis hanya
membunuh penyebab penyakit sedangkan
mikroba yang berguna seperti flora usus
tidak terganggu (Winingsih 2004).
Propolis yang digunakan dalam penelitian
ini berasal dari lebah madu Trigona spp.
Lebah ini merupakan serangga sosial yang
hidup berkelompok membentuk suatu koloni.
Lebah ini mudah dijumpai di daerah tropis dan
subtropois di Amerika Selatan, setengah
bagian Afrika Selatan dan Asia Tenggara.
Koloninya terdiri atas 300-800.000 ekor lebah
(Free 1982). Jumlah madu yang dihasilkan
lebah ini lebih sedikit dan lebih sulit diekstrak,
namun jumlah propolis yang dihasilkan lebih
banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain
(Singh 1962).
Lebah Madu Trigona spp.
Lebah Trigona spp. banyak ditemukan
hidup di Amerika Selatan, setengah Afrika
bagian Selatan, dan Asia Selatan. Lebah ini
akan menggigit musuhnya atau membakar
kulit musuhnya dengan larutan basa. Mata,
hidung, dan telinga musuh akan dikelilingi
oleh lebah lain dalam satu koloninya. Lebah
ini dapat juga dilengkapi sistem kekebalan
untuk menyerang serangga lain (Free 1982).
Koloni lebah madu terdiri atas dua
golongan, yaitu golongan reproduktif (lebah
jantan dan ratu) dan golongan nonreproduktif
(lebah pekerja). Satu sama lainnya dapat
dibedakan dari bentuk, rupa, warna, dan
tingkah laku. Satu koloni lebah hanya
memiliki satu ekor ratu, ratusan ekor lebah
jantan, dan ribuan ekor lebah pekerja
(Sumoprastowo 1980).
Lebah madu Trigona spp. menghasilkan
jumlah madu yang sedikit bila dibandingkan
dengan lebah Apis spp. Sarang lebah Trigona
spp menghasilkan madu kurang lebih 1
kg/tahun sedangkan Apis spp. menghasilkan
madu mencapai 75 kg/tahun. Madu yang
dihasilkan Trigona spp. mempunyai aroma
khusus, campuran rasa manis dan asam seperti
lemon. Aroma madu tersebut berasal dari resin
tumbuhan dan bunga yang dihinggapi lebah
(Fatoni 2008).
Gambar 1 Lebah Madu Trigona spp.
3
Pemacu Pertumbuhan Definisi pemacu pertumbuhan adalah
zat aditif yang ditambahkan kedalam pakan
untuk mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan produktivitas. Selama ini
bahan yang biasa digunakan sebagai pemacu
pertumbuhan adalah antibiotik dan hormon.
Namun dari ketiga bahan tersebut masih ada
bahan lain seperti obat herbal,
imunomodulator, probiotik dan prebiotik
(Sutisna 2008).
Perubahan komposisi mikroflora di
dalam saluran pencernaan hewan dapat
berpengaruh positif atau negatif terhadap
kesehatan dan pertumbuhan ternak.
Penggunaan antibiotik sebagai pemacu
pertumbuhan dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pakan dan pertumbuhan pada
berbagai ternak. Penggunaan antibiotik
secara terus menerus menimbulkan
resistensi pada beberapa bakteri termasuk
bakteri patogen, sehingga timbul
pelanggaran-pelanggaran dalam peternakan
(Lu et al. 2003 dalam Fatoni 2008).
Mekanisme kerja pemacu pertumbuhan
belum diketahui secara pasti. Percobaan
menggunakan ayam bebas penyakit
menunjukkan bahwa pemacu petumbuhan
berhubungan erat dengan daya antibakteri.
Empat hipotesis diusulkan untuk
menjelaskan kerja pemacu pertumbuhan
yaitu, (1) makanan tidak lagi dicerna bakteri
sehingga semua makanan dicerna inang, (2)
absorbsi makanan dapat meningkat karena
rintangan di usus halus berkurang, (3)
antibiotik dapat menurunkan produksi toksin
oleh bakteri usus, dan (4) turunnya kejadian
infeksi subklinis di dalam usus (Feigher &
Dashkevicz 1987 dalam Fatoni 2008)
Rumen dan Mikrob Rumen Sapi Rumen adalah suatu ekosistem yang
kompleks yang dihuni oleh beraneka ragam
mikrob anaerob yang keberadaannya sangat
banyak tergantung dari makanannya. Mikrob
tersebut terdiri atas bakteri, protozoa, dan
fungi yang memegang peran penting dalam
pencernaan pakan (Preston & Leng 1987).
Bakteri, protozoa dan fungi tersebut
mengubah nutrien pakan secara fermentatif
menjadi senyawa lain yang berbeda dari
molekul asalnya, misalnya protein dirombak
menjadi amonia, karbohidrat diubah menjadi
asam lemak volatil, CO2, dan gas metan
(Fahay & Berger 1988).
Kondisi dalam rumen sapi dapat
mencapai pH 4.75-4.81 bahkan lebih rendah
lagi sehingga terjadi asidosis. Hal ini dapat
diakibatkan oleh banyaknya asupan makanan
berserat kasar tinggi (contohnya pati dan
selulosa) ke rumen sehingga bakteri
penghidrolisis makanan tersebut berkembang
sangat cepat dan hasil metabolismenya yang
berupa asam laktat pun meningkat.
Peningkatan konsentrasi asam laktat ini
menyebabkan pH rumen menjadi rendah
(Murwarni 1989 dalam Arora SP 1989).
Mikrob rumen yang bersifat anaerob
adalah penting dalam proses fermentasi rumen
karena dapat melakukan berjenis-jenis reaksi
dan interaksi dengan makanan yang
dikonsumsi ternak untuk menghasilkan
komponen-komponen zat makanan yang dapat
diserap dan selanjutnya dapat dimanfaatkan
oleh ternak. Selain sifatnya yang anaerob,
mikrob rumen juga memerlukan kondisi-
kondisi yang meliputi pH 5.7-7.3 dan suhu 38-
41 oC (Hoover & Miller 1992). Jenis mikrob
penting yang menghuni rumen adalah bakteri,
protozoa dan fungi.
Sutardi (1997) menyatakan bahwa adanya
bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen
menyebabkan ruminansia dapat mencerna
bahan makanan yang mengandung serat kasar
tinggi. Adanya berbagai jenis mikrob, masing-
masing memiliki produk fermentasi antara dan
akhir yang bermacam-macam sehingga
menyebabkan kehidupan didalam rumen
sangat kompleks.
Bakteri merupakan penghuni terbesar
dalam rumen yaitu 1010
-1012
/ml cairan rumen,
sedangkan populasi protozoa berkisar antara
105-10
6/ml cairan rumen (Ogimoto & Imai
1981). Jenis bakteri yang umum terdapat
dalam rumen yaitu Bakteroides amylophilus,
B.ruminicola, B.succinogenes, Butyrivibrio
fibrisolvent, Escherichia coli, Lactobacilus sp,
Methanobacterium mobilis, M. ruminatium,
Ruminococcus albus, R. flavefaciens,
Selenomonas ruminantium, dan Streptococcus
faecium (Shin et al. 1989).
Gambar 2 Saluran Pencernaan Sapi
4
Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai
bentuk sediaan padat, dimana satu macam
bahan obat atau lebih atau bahan inert
lainnya yang dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya
dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel 1989).
Kapsul dibuat dari campuran gelatin, zat
pewarna, bahan pengeruh, bahan pelentur,
dan bahan pengawet. Gelatin yang
digunakan umumnya berasal dari tulang
hewan dan kulit babi. Untuk pembuatan
kapsul, gelatin yang dgunakan memiliki 2
tipe, yaitu gelatin tipe A dan B. Gelatin tipe
A diperoleh dari prekusor yang ditambah
asam dan memberikan titik isolistrik pada
pH 9 sedangkan gelatin tipe B diperoleh dari
prekusor yang ditambah basa dan memiliki
titik isolistrik pada pH 4.7 (Lachman 1994).
Kapsul dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu, kapsul gelatin lunak dan kapsul
gelatin keras. Kapsul gelatin keras lebih
sedikit mengandung uap air dibandingkan
dengan kapsul gelatin lunak yaitu sekitar 9-
12%. Kapsul memiliki kemampuan dalam
menutup rasa dan bau, serta memberikan
perlindungan bahan aktif terhadap oksidasi
dan kelembaban. Selain itu kapsul
memberikan tampilan elegan yang mudah
untuk diberikan identitas dengan melakukan
printing merk atau identitas lainnya, selain
warna yang digunakan (Ansel 1989).
Kapsul gelatin kosong dibuat dengan
berbagai macam ukuran, bervariasi baik
panjang maupun diameternya. Pemilihan
ukuran kapsul tergantung pada berapa
banyak isi bahan yang akan dimasukkan ke
dalam kapsul dan dibandingkan dengan
kapasitas isi dari cangkang kapsul.
Tabel 1 Dosis obat pada berbagai ukuran
kapsul gelatin
Ukuran kapsul Dosis obat (mg)
000 650
00 390
0 325
1 227
2 195
3 130
4 97
5 64
(Ansel 1989)
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu teknik
untuk menyalut bahan yang berukuran
sangat kecil, dengan diameter rerata 15-20
mikron atau kurang dari setengah diameter
rambut manusia (Yoshizawa 2002). Bahan ini
disebut mikrokapsul. Dalam bentuk yang
sangat sederhana, mikrokapsul merupakan
suatu daerah bola (sphere) yang dikelilingi
oleh dinding yang homogen. Bahan yang
disalut dalam mikrokapsul disebut inti, fase
internal, atau isi, sedangkan dindingnya
disebut kulit, penyalut, atau membran.
Mikroenkapsulasi memiliki banyak
keuntungan diantaranya melindungi senyawa
aktif dari penguraian dan mengendalikan
senyawa pelepasan senyawa aktif, misalnya
obat. Pelepasan obat terkendali dilakukan agar
penggunaan obat lebih efisien, memperkecil
efek samping, serta mengurangi frekuensi
penggunaan obat (Sutriyo et al. 2004).
Senyawa aktif yang dienkapsulasi
umumnya mudah bereaksi dengan senyawa
lain atau cenderung tidak stabil. Senyawa aktif
hasil enkapsulasi dapat terletak ditengah-
tengah membran dan bertindak sebagai inti
atau tersebar diseluruh membran (Gambar 3).
Polimer yang bisa digunakan pada proses
enkapsulasi suatu senyawa aktif adalah yang
bersifat biokompatibel dan biodegradabel. Hal
ini dikarenakan mikrokapsul yang dihasilkan
akan dimasukkan ke dalam tubuh. Selain itu,
polimer sebagai penyalut tidak boleh bereaksi
secara kimia dengan senyawa aktif. Polimer
yang biasa digunakan yaitu kitosan etil
selulosa dan maltodekstrin ( Putra 2008).
Pembuatan mikrokapsul dapat dilakukan
secara kimia dan fisika. Metode kimia yang
sering digunakan yaitu polimerisasi
antarmuka, penguapan pelarut dan pemisahan
fase. Sedangkan metode fisika antara lain
pengeringan semprot, piringan pemutar, dan
pelapisan suspensi udara.
(a) (b)
Gambar 3 Ilustrasi penyebaran senyawa
aktif tepat ditengah membran
(a), tersebar diseluruh membran
(b).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah 15
buah sarang lebah Trigona spp. yang berasal
dari Bukittinggi Padang, stok bakteri
5
Escherichia coli, cairan rumen sapi,
maltodekstrin, media padat PYG (Peptone
Yeast Glukose), media cair TSB (Triptone
Soy Broth), propilen glikol, media padat
TSA (Triptone Soy Agar), etanol 70%,
media EMB (Eosin methilene blue) , dan
akuades
Alat-alat yang digunakan yaitu laminar
air flow cabinet, inkubator, autoklaf,
penangas air bergoyang, rotavapor, lemari
es, autopipet, jangka sorong, jarum ose,
neraca analitik, alumunium foil, kapas,
cawan petri, dan beberapa alat gelas lainnya.
Metode Penelitian
Ekstraksi Propolis Propolis diekstraksi dengan metode
Harbone (1987) dan Matienzo & Lamonera
(2004). Ekstraksi dilakukan secara maserasi
dengan pelarut etanol 70%. Sebanyak
kurang lebih 150 gram propolis yang
diperoleh dari 15 buah sarang lebah Trigona
spp. direndam dengan etanol 70%, ditutup
lalu disimpan dalam ruangan gelap selama 1
minggu. Setiap hari dilakukan pengocokan.
Setelah satu minggu, filtrat diambil dan
disaring serta sisanya dilakukan ekstraksi
kembali. Selanjutnya filtrat diambil setiap
hari selama satu minggu hingga pelarut
jernih.
Setelah filtrat ekstrak propolis
diperoleh, dilakukan pemekatan dengan
menggunakan rotavapor pada suhu ± 40 oC.
Ekstrak pekatnya ditimbang sehingga
dihasilkan rendemen. Ekstrak ini dilarutkan
dalam propilen glikol dengan perbandingan
1:1. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas
antibakteri.
Pembuatan Mikrokapsul Propolis Ekstrak propolis 100% yang didapatkan
ditambahkan propilen glikol dengan
perbandingan 1:1. Ekstrak propolis ini lalu
ditambahkan maltodekstrin dengan
perbandingan tertentu. Campuran ini
kemudian dimasukkan ke dalam vakum
drying hingga kering dan terbentuklah
mikrokapsul. Mikrokapsul kemudian
dimasukkan ke dalam kapsul berukuran 00
dan 1 sebanyak 3/4 dari tinggi kapsul dan
ditekan-tekan agar tersebar merata. Persiapan Cairan Rumen Sapi dan Uji
Ketahanan Kapsul Sebanyak 2 liter cairan rumen sapi
diambil lalu disaring dengan menggunakan
kain blacu dan ditempatkan dalam termos.
Cairan rumen ini lalu dipindahkan sebanyak
100 mL ke dalam labu Erlenmeyer 125 mL
dan diinkubasi pada suhu 37 oC didalam
penangas air bergoyang.
Kapsul berisi mikrokapsul propolis yang
telah disediakan lalu dimasukkan kedalam
cairan rumen tersebut dan diamati selama 0, 3,
6, 9, 12 dan 24 jam. Pengamatan didasarkan
pada hancur atau tidaknya kapsul propolis.
Jika kapsul hancur maka residu propolis dalam
cairan rumen diambil lalu diukur aktivitas
antibakterinya. Jika kapsul tidak hancur
sampai jam ke 24 maka kapsul dibuka
kemudian diukur aktivitas antibakterinya.
Regenerasi Bakteri E. coli
Sebelum digunakan, bakteri yang akan
dipakai diregenerasikan terlebih dahulu.
Bakteri yang berasal dari kultur primer mula-
mula dibiakkan ke dalam agar miring.
Sebanyak satu ose bakteri digoreskan ke agar
miring lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama
24 jam. Biakan ini merupakan aktivitas awal
stok bakteri yang disimpan pada suhu 4-5 o
C.
Uji Pendahuluan Aktivitas Antibakteri Uji pendahuluan aktivitas antibakteri
dilakukan dengan metode difusi sumur.
Sebanyak satu ose bakteri dari stok biakan
diambil lalu diinkubasi ke dalam 10 mL media
TSB selama 18-24 jam pada suhu 37 oC dan
sambil dikocok menggunakan penangas air
bergoyang. Setelah itu, dari biakan diambil
sejumlah bakteri yang disebarkan di dalam
cawan petri yang telah berisi media EMB
kemudian bakteri diratakan dengan
menggunakan spreader. Setelah tersebar
merata, agar dilubangi dengan diameter ± 5
mm. Ke dalam lubang tersebut dimasukkan
ekstrak propolis sebanyak 50 µL lalu
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.
Uji Aktivitas Antibakteri Metode Difusi
Sumur
Konsentrasi propolis yang digunakan
yaitu 2% dan 4% b/b. Konsentrasi propolis ini
nantinya akan digunakan untuk menguji
aktivitas antibakteri dengan metode difusi
sumur. Sampel yang digunakan selain sediaan
kapsul berisi propolis yaitu akuades sebagai
kontrol negatif dan ampisilin kapsul 500 mg
sebagai kontrol positif.
Sebanyak satu ose bakteri dari stok biakan
diambil lalu diinkubasi ke dalam 10 mL media
cair TSB selama 18-24 jam pada suhu 37 oC
dan sambil dikocok menggunakan penangas
air bergoyang. Setelah itu dari biakan diambil
sejumlah bakteri yang disebarkan di dalam
cawan petri yang telah berisi media EMB,
6
kemudian bakteri diratakan dengan
menggunakan spreader. Setelah tersebar
merata, agar dilubangi dengan diameter ± 5
mm. Ke dalam lubang tersebut dimasukkan
residu propolis dalam cairan rumen. Setelah
itu, media diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 24 jam. Daerah bening yang terlihat
disekeliling lubang menandakan adanya
aktivitas antibakteri. Pengambilan volume
bakteri tergantung dari absorbannya. Jika
absorbannya kurang dari 1, maka bakteri
diambil 100 µL, sedangkan bila lebih dari 1
maka bakteri diambil sebanyak 50 µL.
Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan dalam
pengolahan data adalah rancangan
percobaan dua faktor dalam rancangan acak
lengkap faktorial in time (Mattjik dan
Sumertajaya 2002).
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk = nilai pengamatan pada faktor A
taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan
ulangan ke k.
µ = komponen aditif dari rataan.
αi = pengaruh utama faktor A
βj = pengaruh utama faktor B
(αβ)ij = komponen interaksi faktor A dan
faktor B
εijk = pengaruh acak yang menyebar
normal (0,σ2)
Data yang diperoleh dianalisis dengan
ANOVA (Analysis of variance) pada tingkat
kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Uji
lanjut yang digunakan adalah uji Duncan.
Seluruh data dianalisis dengan
menggunakan program SAS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Propolis
Propolis yang dihasilkan dari sarang
lebah Trigona spp. diekstraksi dengan
metode maserasi dengan menggunakan
pelarut alkohol 70%. Maserasi adalah teknik
ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang
tidak tahan panas dengan cara perendaman
didalam pelarut dengan lama waktu tertentu
(Anggraini 2006). Pemilihan alkohol 70%
dibandingkan dengan pelarut lainnya
dikarenakan pelarut ini mampu mengekstrak
flavonoid yang merupakan senyawa
terbanyak dalam propolis (Harbone 1987).
Krell (2004) melaporkan bahwa ekstrak
alkohol 70% memberikan hasil yang terbaik
dalam beberapa penelitian karena memiliki
efek antibakteri dan anti jamur. Senyawa
yang berperan sebagai antibakteri dan
antijamur adalah golongan flavonoid, alifatik,
asam aromatik, ester, dan triterpen (Hady
2001). Semua senyawa tersebut mampu
terekstrak dengan baik dalam alkohol 70%, hal
ini dikarenakan alkohol 70% bersifat
semipolar sehingga semua komponen aktif
dengan kepolaran yang berbeda didalam
propolis dapat terekstrak (Anggraini 2006).
Ekstrak propolis yang diekstrak dengan
alkohol 10-20% larut didalam air sedangkan
bila menggunakan alkohol absolut maka
ekstrak propolis yang dihasilkan lebih larut
dalam pelarut organik dan minyak. Senyawa
yang terekstrak dalam propolis akan sangat
tergantung dari pemilihan jenis pelarut yang
digunakan (Sosnowski 1984 dalam Krell
2004).
Propolis yang dihasilkan berwarna coklat
muda dengan rendemen sebesar 10.6228%.
Senyawa dalam resin yang sangat berperan
dalam menentukan warna propolis yaitu
golongan flavonoid (Woo 2004). Semakin
banyak komponen flavonoidnya maka warna
propolis akan semakin gelap. Fatoni (2008)
menyebutkan bahwa senyawa aktif dalam
propolis asal Bukittinggi yang berperan
sebagai anti bakteri yaitu flavonoid dan tanin.
Senyawa-senyawa dalam propolis akan
tetap terjaga bila propolis yang dihasilkan
ditempatkan dalam ruang gelap, tidak terkena
sinar matahari langsung dan disimpan pada
suhu 10-11 0C. Penyimpanan lebih dari 12
bulan akan menghilangkan kemampuan
antibakteri sehingga propolis tidak dapat
digunakan lagi (Krell 2006).
Mikroenkapsulasi Propolis
Gelatin dan pati merupakan salah satu
bahan yang biasa digunakan dalam teknik
penyalutan obat. Harganya yang murah dan
mudah didapat menjadikan gelatin dan pati
sering digunakan sebagai alternatif bahan
penyalut (Rahmawati 2000). Penelitian ini
menggunakan maltodekstrin sebagai penyalut
propolis. Pemilihan maltodekstrin dikarenakan
strukturnya yang lebih pendek dibandingkan
pati sehingga pada saat mikroenkapsulasi
menghasilkan mikrokapsul yang lebih kering,
berukuran seragam, dan tidak lengket.
Maltodekstrin (MDE) merupakan gula
tidak manis dan berbentuk bubuk berwarna
putih dengan sifat larut dalam air. Gula ini
dapat dibuat dari hidrolisis pati jagung secara
tidak sempurna dengan bantuan asam atau
enzim. Gula ini merupakan polimer disakarida
terdiri atas D-glukosa yang berikatan terutama
dengan ikatan α-1,4 glikosidik (Schenk &
7
Hebeda dalam Yudha 2008). Dalam
mikroenkapsulasi, struktur MDE yang
berongga akan diisi oleh propolis sehingga
senyawa aktif dalam propolis dapat
terlindungi oleh MDE. Hal ini sangat
penting karena suasana asam dirumen akan
mempengaruhi senyawa aktif propolis.
Metode yang digunakan dalam
pembuatan mikrokapsul yaitu penguapan
pelarut. Dalam prosesnya pelarut yang
digunakan yaitu air dan propilen glikol akan
menguap dengan panas yang digunakan
sehingga akan dihasilkan serbuk
mikrokapsul. Ukuran mikrokapsul yang
dihasilkan dengan metode ini berkisar antara
5-5000 µm (Lachman 1994).
Sutriyo et al. (2004) menyatakan bahwa
keberhasilan mikroenkapsulasi tergantung
dari kecepatan dan lama pengadukan.
Pengadukan yang cepat akan menghasilkan
ukuran mikrokapsul yang kecil begitu pula
sebaliknya. Sutriyo et al. (2004)
menggunakan kecepatan pengadukan 3000
rpm selama 3 jam. Hasil uji SEM (Scanning
Electron Micrograph) memperlihatkan
ukuran partikel mikrokapsul sebesar ± 850
mikron Penelitian ini menggunakan
kecepatan pengadukan 120 rpm selama 3
jam dengan suhu vakum 40-50 0C. Proses
pengadukan yang lebih lambat dibandingkan
penelitian sebelumnya diperkirakan
menghasilkan mikrokapsul dengan ukuran
yang lebih besar. Mikrokapsul yang
dihasilkan berwarna putih kekuningan
dengan tekstur kasar.
Hasil uji ketahanan mikrokapsul
memperlihatkan pelepasan senyawa aktif
maksimum pada jam ke 24 baik pada
mikrokapsul 4% maupun 2% dosis 390 mg
(kapsul 00), sedangkan pada dosis 227 mg
(kapsul 1) memperlihatkan pelepasan zat
aktif maksimum pada jam ke 3 sampai 12.
Mikroenkapsulasi 4% (MK 4%) dan 2%
(MK 2%) menggunakan maltodekstrin
sebanyak 91% dan 93%. Tidak berbedanya
hasil pelepasan zat aktif pada MK 4% dan
2% dikarenakan perbedaan penggunaan
bahan penyalut yang tak berbeda jauh.
Semakin banyak bahan penyalut yang
digunakan maka pelepasan zat aktif akan
diperlambat.
Prihatiningsih (2004) menyatakan
bahwa penggunaan untuk bahan penyalut
terhadap obat dengan perbandingan 9 : 1
lebih memperlama proses pelepasan obat
dibandingkan formulasi lainnya. Setiadi
(2000) yang menggunakan selak sebagai
bahan penyalut menyatakan bahwa, semakin
banyak selak yang digunakan dalam
formulasinya maka pelepasan senyawa
aktifnya dapat diperlambat
Perbedaan jumlah dosis akan
mempengaruhi banyaknya jumlah bahan
penyalut dan senyawa aktif dalam pengisisan
sebuah kapsul. Hal ini terlihat dalam
penggunaan dosis 390 mg dengan 227 mg
MK 4% dan MK 2%. Dosis yang berbeda
memperlihatkan pelepasan zat aktif dan
diameter zona bening yang berbeda pula.
Semakin besar dosisnya maka pelepasan zat
aktif dapat diperlambat dan diameter zona
bening yang dihasilkan pun lebih besar.
(a) (b)
Gambar 4 Hasil mikroenkapsulasi (a)
Mikrokapsul 2%, (b)
Mikrokapsul 4%.
Gambar 5 Diagram pelepasan senyawa aktif
mikrokapsul dosis 390 mg terhadap
waktu: Mikrokapsul 2% ( ),
Mikrokapsul 4% ( ).
Gambar 6 Diagram pelepasan senyawa aktif
mikrokapsul dosis 227 mg terhadap
waktu: Mikrokapsul 2% ( ),
Mikrokapsul 4% ( ).
8
Ketahanan Kapsul Obat-obatan tertentu dapat larut dengan
cepat ataupun lambat tergantung dari
sediaan formulasi yang digunakan. Sediaan
formulasi lepas lambat merupakan salah satu
metode yang dimaksudkan agar zat aktif
obat melarut dengan kecepatan yang lambat
didalam tubuh. Banyak hal yang mendasari
pemilihan obat dengan sediaan formulasi
lepas lambat yang digunakan, salah satunya
yaitu adanya pengrusakan senyawa obat oleh
cairan lambung atau dalam ternak yaitu
cairan rumen sehingga obat tidak sampai
usus dengan baik (Ansel 1989). Untuk
melindungi obat dari lingkungan asam
lambung tersebut maka digunakan teknik
penyalutan obat dengan mikroenkapsulasi
dan penggunaan kapsul sebagai pelindung
mikroenkapsul. Nilai pH cairan rumen yang
digunakan yaitu 8. Hal ini dikarenakan
proses pengambilan rumen yang aerob
sehingga banyak protozoa dan bakteri
anaerob yang mati. Bakteri Escherichia coli
bersifat anaerob fakultatif, oleh sebab itu ada
atau tidaknya oksigen bakteri ini masih
dapat hidup dalam cairan rumen yang
digunakan (Pelczar & Chan 1998).
Kapsul yang digunakan merupakan tipe
B. Kapsul tipe B biasanya dibuat dari tulang
dan kulit jangat sapi (Yudha 2008). Selain
itu kapsul yang didapat dari PT. Kapsulindo
Nusantara ini pun telah terjamin
kehalalannya. Penggunaan kapsul gelatin
keras diharapkan mampu menahan laju
pelepasan obat dikarenakan sifat gelatin
yang dapat membentuk gel pada medium
berair dengan suhu 30-40 oC (Rahmawati
2000). Gel gelatin yang terbentuk akan
melindungi melarutnya zat aktif ke dalam
cairan rumen dalam waktu singkat.
Secara fisik kapsul gelatin yang
digunakan telah larut pada jam ke 3. Adanya
aktivitas antibakteri pada jam ke 0 pada
kapsul 4% 00 dapat disebabkan karena
adanya mikrokapsul propolis pada sela-sela
kapsul gelatin pada saat pengisian. Hal ini
memungkinkan senyawa aktif propolis telah
larut terlebih dahulu sebelum kapsul gelatin
hancur. Berdasarkan Gambar 6
memperlihatkan bahwa penggunaan kapsul
ternyata tidak mampu menahan laju
pelepasan obat sampai jam ke 24. Hal ini
dapat dilihat dari ukuran zona bening pada
jam ke 24 Mikrokapsul 4% (MK 4%) dan
kapsul 4% (KP 4%) yang tidak berbeda
jauh. Uji statistik menunjukkan bahwa
pengaruh perlakuan dan waktu terhadap
diameter zona bening tidak berbeda nyata.
Semakin besar diameter zona bening
menandakan semakin banyak mikrokapsul
yang larut didalam cairan rumen. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunan kapsul tidak
akan mempengaruhi pelepasan senyawa aktif
propolis sehingga penggunaan kapsul pada
sediaan propolis hanya untuk melindungi rasa
dan bau propolis serta memudahkan
penggunaan secara oral. Oleh sebab itu,
mikroenkapsulasi memegang peranan penting
dalam proses sediaan lepas lambat.
Gambar 7 Diagram pelepasan senyawa aktif
Mikrokapsul 4% dan Kapsul 4% 00
terhadap waktu: Mikrokapsul 4%
( ), Kapsul 4% 00 ( ).
Kelarutan Senyawa Aktif
Banyak faktor yang mempengaruhi cepat
atau lambatnya mikrokapsul larut didalam
tubuh diantaranya luas permukaan
mikrokapsul propolis. Ada 2 faktor yang dapat
dimodifikasi untuk mengendalikan kecepatan
disolusi yaitu luas permukaan efektif obat dan
kelarutan obatnya (Parrot 1970 dalam
Rahmawati 2000). Dalam penelitian ini
mikroenkapsulasi memegang peranan penting
karena proses pembuatannya mempengaruhi
ukuran dan bentuk mikrokapsul. Semakin
kecil ukuran mikrokapsul maka luas
permukaannnya semakin besar sehingga
kemampuan untuk melarutnya pun semakin
baik (Ansel 1989).
Gambar 8 memperlihatkan adanya variasi
diameter zona bening dalam rentang waktu 0
sampai 24 jam terhadap berbagai konsentrasi.
Perbedaan ukuran kapsul 00 dengan 1 terletak
pada dosis obat yang diberikan. Kapsul 00
mengandung 390 mg mikrokapsul propolis
sedangkan kapsul 1 mengandung 227 mg
mikrokapsul propolis. Banyaknya jumlah
dosis yang berikan maka zona bening yang
terlihat akan semakin besar. Anggraini (2007)
menyatakan bahwa semakin banyak propolis
yang digunakan maka aktivitas antibakterinya
semakin besar.
9
Untuk sediaan lepas lambat, zat aktif
setidaknya baru larut dalam tubuh 3 sampai
9 jam setelah pemberian obat pada manusia
(Ritschel 1992 dalam Rahmawati 2000). Hal
ini terlihat dari penggunaan ampisilin
sebagai kontrol positif. Absorpsi ampisilin
pada pemberian peroral umumnya ber-
langsung selama 2 jam, tetapi jumlah
ampisilin yang diabsropsi sangat bervariasi
(20 - 70% dosis). Absorpsi ampisilin yang
tidak sempurna ini disebabkan oleh sifat-
sifat amfoternya serta keterbatasan kelarutan
dalam air dan kecepatan disolusinya
(Ringoringo et al. 2008). Oleh sebab itu,
penggunaan ampisilin sebagai pemacu
pertumbuhan pada sapi tidak efektif karena
makanan baru akan masuk ke usus halus
sapi setelah di mamah biak selama 9-12 jam
(Murwarni 1989 dalam Arora 1989). Selain
tidak efektif, penggunaan ampisilin yang
berlebihan pada sapi akan meningkatkan
residu antibiotik pada daging dan susu.
Residu antibiotik yang biasa ditemukan pada
susu diantaranya sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol, dan streptomisin (Agarwal
1992 dalam Rahayu 2007).
Pelepasan senyawa aktif pada kapsul
2% dan 4% ukuran 1 dan 2% ukuran 00
serta propolis Merk-X terjadi pada jam ke 9.
Hal ini menunjukkan bahwa keempat kapsul
tersebut dapat diaplikasikan ke sapi. Hal
yang berbeda ditunjukkan pada penggunaan
kapsul 4% 00 pada jam ke 24. Terlalu
lamanya pelepasan senyawa aktif propolis
menyebabkan propolis lama bekerja sebagai
antibakteri sehingga jika diaplikasikan ke
sapi hasilnya kurang maksimal.
Gambar 8 Diagram pelepasan senyawa aktif
berbagai kapsul: Aquades ( ),
Kapsul 4% 00 ( ), Kapsul 2%
00 ( ), Kapsul 4% 1 ( ),
Kapsul 2% 1 ( ), Propolis
Merk-X ( ), Ampisilin ( ).
Efektivitas Penghambatan Mikrokapsul
Propolis Terhadap Propolis Merk-X Kemampuan suatu senyawa sebagai
antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi
antibakteri, jumlah bakteri, dan jenis bakteri
yang digunakan (Pelzczar & Chan 1988).
Semakin besar konsentrasi antibakteri maka
daya hambatnya pun semakin besar. Hal ini
terlihat dari hasil penelitian. Penggunaan dosis
yang lebih besar menghasilkan diameter zona
bening yang lebih besar pula.
Jika dibandingkan, kapsul 2% dan 4% 00
memiliki efektivitas yang lebih besar dari
propolis Merk-X yaitu 808.0952% dan
591.4286%. Hal ini berbeda dengan kapsul
2% dan 4% 1 yang memiliki efektivitas yang
lebih kecil yaitu 290.4762% dan 236.3492%.
Berdasarkan uji statistik, efektivitas berbagai
ukuran kapsul dan konsentrasi propolis tidak
berbeda nyata terhadap propolis Merk-X
kecuali pada kapsul 2% 00, artinya
penggunaan kapsul 4% dan 2% 1 serta 4% 00
akan memiliki efek antibakteri yang sama
dengan propolis Merk-X.
Senyawa aktif yang berperan sebagai
antibakteri yaitu flavonoid. Mekanisme
flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri
yaitu dengan menyebabkan terjadinya
kerusakan permeabilitas dinding sel,
mikrosom dan lisosom. Selain itu gugus
hidroksil pada gugus flavonoid dapat
menyebabkan perubahan komponen organik
dan transpor nutrisi yang akhirnya akan
mengakibatkan timbulnya efek toksik bagi
bakteri (Carlo et al. dalam Sabir 2005).
Gambar 9 Efektivitas penghambatan kapsul
propolis terhadap propolis Merk-
X: Kapsul propolis ( ) Propolis
Merk-X ( ).
Efektivitas Penghambatan Kapsul Berisi
Propolis Terhadap Ampisilin
Ampisilin bekerja dengan menghambat
pembentukan peptidoglikan di dinding sel.
Struktur beta laktam akan terikat pada enzim
10
transpeptidase yang berhubungan dengan
molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini
akan melemahkan dinding sel bakteri ketika
membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini
dapat menyebabkan perpecahan sel ketika
bakteri mencoba untuk membelah diri
(Anonim 2008).
Efektivitas kapsul berisi propolis
terhadap ampisilin 500 mg berturut-turut
untuk kapsul 4% 00, 2% 00, 4% 1, dan 2% 1
adalah 54.0313%, 73.8254%, 26.5271%,
dan 21.5922%. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa diameter
penghambatan kapsul berisi propolis
berbagai konsentrasi dan ukuran terhadap
ampisilin berbeda nyata, artinya penggunaan
ke-4 kapsul tidak akan menghasilkan efek
antibakteri yang sama terhadap ampisilin.
Siswandono dan Soekarjo (1995)
menyatakan bahwa penghambatan ampisilin
terhadap bakteri E. coli dengan cara
menembus membran terluar selubung
bakteri secara difusi pasif melalui saluran
yang terbentuk oleh pori protein. Ampisilin
nantinya akan menyerang enzim serin
protease yang berperan dalam biosintesis
dinding sel.
Gambar 10 Efektivitas penghambatan
kapsul propolis terhadap
Ampisilin: Kapsul propolis
( ) Ampisilin ( ).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rendemen propolis yang dihasilkan dari
ekstraksi yaitu 10.6228%. Mikrokapsul
propolis yang dihasilkan berwarna kuning
kecoklatan dengan tekstur kasar. Kapsul
yang digunakan ternyata tidak mampu
menahan lepasnya senyawa aktif propolis
tetapi kapsul dapat diaplikasikan untuk
melindungi rasa dan bau propolis serta
memudahkan dalam pemberian secara oral
pada sapi. Mikrokapsul yang dihasilkan
mampu menahan lepasnya zat aktif sampai
jam ke 24. Kapsul 4% dan 2% ukuran 1, 2%
ukuran 00 dan propolis Merk-X dapat
diaplikasikan ke sapi tetapi tidak untuk kapsul
4% ukuran 00 dan ampisilin.
Saran
Perlu dilakukan pengujian dengan
menggunakan ukuran kapsul yang lebih kecil
guna melihat keefisienan bahan. Dapat
digunakan metode mikroenkapsulasi dengan
penyalut selain maltodekstrin sebagai bahan
penyalut mikrokapsul. Penelitian lebih lanjut
dapat dilakukan secara in vivo pada sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini AD. 2006. Potensi propolis lebah
madu Trigona spp. sebagai bahan
antibakteri [skripsi]. Bogor: Program
Studi Biokimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Pertanian Bogor.
[Anonim]. 2008. Antibiotika.
http://en.wikipedia.org/wiki/antibiotika.
html. [14 Maret 2008].
[Anonim]. 2008. Escherichia coli.
http://en.wikipedia.org. html [16 Maret
2008].
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Farida I, penerjemah: Jakarta:
UI Press. Terjemahan dari: Introduction
to Pharmaceutical Dosage Form.
Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba Pada
Ruminansia. Yogyakarta: UGM Pr.
Brown’s R. 1993. Bee Hive Product Bible.
Pennsylvania: Paragon Pr.
Dharmayanti NLP, Sulistyowati E,
Tejolaksono MN, Prasetya R. 2000.
Efektifitas pemberian propolis lebah dan
royal jeli pad abses yang disebabkan
Sthapylococcus aureus. Berita Biologi 5:
41-48.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor:
PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor.
Fatoni A. Pengaruh propolis Trigona spp asal
Bukittinggi terhadap beberapa bakteri
usus halus sapi dan penelusuran
komponen aktifnya [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor; 2008.
Feighner SD, Dashkevicz MP. 1987.
11
Subtherapeutic levels of antibiotics in
poultry feeds and their Effects on
weight gain, feed efficiency, and
bacterial cholytaurin hidrolase activity.
Appl Environ Microbiol 53:331-336.
Free JB. 1982. Bees and Mankind. London:
George Allen & Unkwin.
Ganiwarna SG et al. 1995. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: UI Pr.
Gojmerac WL. 1983. Bee, Beekeeping,
Honey and Pollination. Westport: Avi.
Gunawan AW, Suminar SA, Laksmi A.
2008. Pedoman Penyajian Karya
Ilmiah. Volume ke-2. Bogor: IPB Pr.
Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar
Dalam Paktik. Jakarta: Gramedia.
Hady AE, Faten K, Hegazi AG. 2002.
Chemical composition, antiviral and
antimicrobial activities of east nile
delta propolis. Z Naturforsch 57:386-
394.
Harbone HB.1987. Metode Fitokimia.
Volume ke-1. Padwaminat K,
penerjemah: Bandung: ITB Pr.
Terjemahan dari: Phytochemical
Methode.
Hasanah F. 2006. Formulasi granul
effervesenct berbahan baku yogurt
probiotik bubuk dengan metode
granulasi basah. [skripsi]. Bogor:
Program Studi Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.
Krell L. 2004. Value –added product from
beekeeping. http://www.fao.org/. pdf
[23 Oktober 2008].
Lachman L, Herbert AL, Joseph LK. 1989.
Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Volume ke-1. Siti S, penerjemah:
Jakarta. UI Pr. Terjemahan dari: The
Theori and Practice of Industrial
Pharmacy.
Lachman L, Herbert AL, Joseph LK. 1989.
Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Volume ke-2. Siti S., penerjemah:
Jakarta. UI Pr. Terjemahan dari: The
Theori and Practice of Industrial
Pharmacy.
Lachman L, Herbert AL, Joseph LK. 1989.
Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Volume ke-3. Siti S, penerjemah:
Jakarta. UI Pr. Terjemahan dari: The
Theori and Practice of Industrial
Pharmacy.
Lasmayanty M. 2007. Potensi antibakteri
propolis lebah madu Trigona spp.
terhadap bakteri kariogenik
(Streptococcus mutans) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Lu J et al. 2003. Diversity and successtion of
the intestinal bacterial community of the
maturing broiler chicken. App and Env
Microbiol 69:6816-6824.
Markham KR. 1988. Cara Mengekstraksi
Flavonoid. Bandung. ITB Pr.
Matienzo AC, Lamonera M. 2004. Extraction
and initial characterization of propolis
from stingless bee (Trigona biroi friese).
Di dalam: Proceeding of the 7th
Asian
Apicultural Association Conference and
10th
BEENET Symposium and
Technofora; Los Banos, 23-27 Februari
2004. Los Banos: Univ Philippines. hlm
321-329.
Mattjik AA, Sumettajaya M. 2002.
Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Volume ke-1. Bogor:
IPB Pr.
Pelczar MJ, Chan ESC. 1998. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Volume ke-1. Ratna SH
dkk, penerjemah; Jakarta: UI Pr.
Terjemahan dari: Elements of
Microbiology.
Pelczar MJ, Chan ESC. 1998. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Volume ke-2. Ratna SH
dkk, penerjemah; Jakarta: UI Pr.
Terjemahan dari: Elements of
Microbiology.
Prihatiningsih B. 2008. Mikroenkapsulasi
ibuprofen dengan penyalut poli(asam
laktat). [skripsi]. Bogor: Departemen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor.
Rahmawti F, Tedjo Y. 2000. Profil pelepasan
zat aktif pada sediaan lepas lambat tablet
teofilin dengan menggunakan gelatin.
Majalah Farmasi Indonesia 11:241-248.
Rahayu TA. 2007. Validasi metode analisis
residu antibiotik golongan kloramfenikol
dalam susu sapi secara kromatografi cair
kinerja tinggi [skripsi]. Bogor:
12
Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Institut Pertanian Bogor.
Ringoringo SV, Erni S, Yuniwati AC. 2008.
Bioavabilitas komparatif 3 preparat
tablet ampisilin 500 mg. Cermin Dunia
Kedokteran 31: 41.
Rosalita YN. 2008. Emulsifikasi untuk
mikroenkapsulasi propanolol
hidroklorida dengan penyalut alginat
[skripsi]. Bogor: Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor.
Salomao K et al. 2004. Chemical
compotition and microbidal actifity of
extracts from Brazilian and Bulgarian
propolis. Letters In Applied
Microbiology 38: 87-92.
Setiyadi G, Abdul KZ. 2003. Preformulasi
sediaan granul lepas terkontrol
kloferinamin maleat dengan matrik etil
selulosa dan selak. Pharmacon 4: 63-68.
Singh S. 1962. Beekeeping in India. New
Delhi: Indian Council Agricultural
Research.
Siswandono SB. 1995. Kimia Medisinal.
Surabaya: Airlangga Univ. Pr
Sumaprastowo RM, Supapto RA. 1980.
Berternak Lebah Madu Modern.
Jakarta: Bharatara Karya Aksara.
Sutisna A. 2008. Amankah alternatif pemacu
pertumbuhan.http://infovet.blogspot.co
m/. html [3 Maret 2008].
Yoshizawa H. 2004. Trends in
microencapsulation research. KONA
20:23-31.
Yudha KB. 2008. Optimasi formula
mikroenkapsulasi minyak sawit merah
menggunakan pektin, gelatin, dan
maltodekstrin melalui proses thin layer
drying [skripsi]. Bogor: Departemen
Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Yundana Y. 2008. Mikroenkapsulasi obat
anti peradangan ketoprofen yang
tersalut gel kitosan-karboksimetil
selulosa [skripsi]. Bogor: Program Studi
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor.
Winingsih W. 2004. Kediaman lebah sebagai
antibiotik dan antikanker.
http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0904
/16/cakrawala/lainnya6. html [ 24
November 2008].
Woo KS. 2004. Use of bee venom and
propolis for apitherapy in korea. Di
dalam: Proceeding of the 7th
Asian
Aplicultural Assosiation Conference and
10th
BENET Symposium and Technofora;
Los Banos, 23-27 Feb 2004. Los Banos:
Univ Philippines. hlm 311-315.
14
Lampiran 1 Tahapan ekstraksi propolis
Lampiran 2 Tahapan Uji ketahanan kapsul berisi propolis
15 sarang Trigona spp.
Maserasi dengan pelarut
etanol 70% selama 7 hari
Filtrat Endapan
Maserasi kembali selama 7
hari filtrat diambil setiap
hari
Ekstrak pekat
Ekstrak propolis
100%
Ekstrak Propolis
100%
Uji Pendahuluan
Uji Ketahanan Kapsul
Mikrokapsul
Kapsul Berisi
Propolis
15
Lampiran 3 Hasil rendemen ekstrak propolis
Bobot propolis kasar = 150.62 gram
Bobot ekstrak propolis pekat = 16 gram
Rendemen = %100×kasarpropolisbobot
pekatpropolisekstrakbobot
= %10062.150
16×
g
g
= 10.6228% b/b
Lampiran 4 Komposisi pembuatan mikrokapsul
a) Mikrokapsul 2% b) Mikrokapsul 4%
Propolis = 2% b/b Propolis = 4% b/b
Maltodekstrin = 93% b/b Maltodekstrin = 91% b/b
Magnesium Stearat = 5% b/b Magnesium Stearat = 5% b/b
Lampiran 5 Data diameter zona bening kapsul ukuran 00
Jam ke- Sampel Diameter zona bening (cm) Rata-rata
UL-1 UL-2 UL-3
0
MK 2%
0.5067 0.1783 0.0000 0.2283
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.2150 0.0000 0.0717
24 0.8294 0.8946 0.7934 0.8391
0
MK 4%
0.0000 0.0000 0.7150 0.2383
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.1917 0.0000 0.0000 0.0639
24 0.7867 1.0983 0.7960 0.6283
0
Kapsul 4%
0.0000 0.5250 0.0000 0.1750
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.6640 1.0800 0.5813
0
Kapsul 2%
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.2600 0.6717 0.3950 0.4422
24 0.7894 0.6986 0.8946 0.7942
16
Lampiran 6 Data diameter zona bening kapsul ukuran 1
Jam ke- Sampel Diameter zona bening (cm) Rata-rata
UL-1 UL-2 UL-3
0
MK 2%
0.0000 0.0000 0.4037 0.1346
3 0.2987 0.4257 0.0000 0.2415
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.1103 0.0000 0.0000 0.0368
0
MK 4%
0.0000 0.0000 0.272 0.0907
3 0.1990 0.1670 0.0000 0.1220
6 0.0000 0.0000 0.2173 0.0724
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.2017 0.2460 0.0000 0.1492
24 0.0000 0.2087 0.1770 0.1286
0
Kapsul 4%
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
3 0.0000 0.0000 0.2777 0.0926
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.4057 0.1352
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0
Kapsul 2%
0.0000 0.0000 0.2227 0.0742
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.4987 0.1662
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
17
Lampiran 7 Data diameter zona bening kontrol
Jam ke- Sampel Diameter zona bening (cm) Rata-rata
UL-1 UL-2 UL-3
0
Ampisilin
0.4400 0.2200 0.4360 0.3653
3 1.4855 1.4155 1.2365 1.3792
6 1.165 1.2450 1.4400 1.2833
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0
Aquades
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0
Alkohol
70%
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0
Propilen
Glikol
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0
Propolis
Komersial
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
3 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
6 0.0000 0.0000 0.2927 0.0987
9 0.0000 0.0000 0.3780 0.1260
12 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
18
Lampiran 8 Efektivitas antibakteri kapsul berisi propolis
Kapsul Uji Diameter Zona
Bening (cm)
Keefektivan
kapsul berisi
propolis terhadap
Merk-X (%)
Keefektivan
kapsul berisi
propolis terhadap
ampisilin (%)
2% 00 0.7942 808.0952 73.8254
4% 00 0.5813 591.4286 54.0313
2% 1 0.1662 290.4762 26.5271
4% 1 0.1352 236.3492 21.5922
Contoh perhitungan kapsul uji 2% 00 :
� Diameter zona bening berdasarkan dosis propolis Merk-X
= kapsul dosis
X-Merk dosis x kapsul bening zonadiameter
= mg 390
mg 500 x 7942.0
= 1.0182 cm.........................................(A)
� Efektivitas kapsul berisi propolis terhadap propolis Merk-X
%100X-Merk propolisdiameter
A)(×=
%1001260.0
0182.1×=
= 808.0952%
� Efektivitas kapsul berisi propolis terhadap ampisilin
%100ampisilindiameter
A)(×=
%1001.3792
0182.1×=
= 73.8254%
19
Lampiran 9 Uji duncan berbagai ukuran kapsul terhadap konsentrasi dan waktu
Class Level Information
Class Levels Values
A 2 A_0 A_1(ukuran)
B 6 Ampisilin MK_2 MK_4 kapsul_2 kapsul_4 komersial
C 6 0 3 6 9 12 24(waktu)
r 3 1 2 3
Duncan Grouping Mean N Perlakuan
A 13.797 3 A0AMPI3
A 13.797 3 A1AMPI3
B 5.020 3 A0AMPI6
B 4.188 3 A0MK424
B 3.821 3 A0KP424
C 1.287 3 A1AMPI6
C 0.839 3 A0MK224
C 0.794 3 A0KP224
C 0.442 3 A0KP212
C 0.365 3 A0AMPI0
C 0.365 3 A1AMPI0
C 0.241 3 A1MK23
C 0.238 3 A0MK40
C 0.228 3 A0MK20
C 0.175 3 A0KP40
C 0.166 3 A1KP29
C 0.149 3 A1MK412
C 0.135 3 A1KP49
C 0.135 3 A1MK20
C 0.129 3 A1MK424
C 0.126 3 A1KMR9
C 0.122 3 A1MK42
C 0.098 3 A1KMR6
C 0.093 3 A1KP43
C 0.091 3 A1MK40
C 0.074 3 A1KP20
C 0.072 3 A1MK46
C 0.072 3 A0MK212
C 0.064 3 A0MK412
C 0.037 3 A1MK224
C 0.000 3 A0KP29
C 0.000 3 A0MK29
C 0.000 3 A0KMR9
C 0.000 3 A0AMPI12
C 0.000 3 A0KP412
C 0.000 3 A0KMR6
C 0.000 3 A1AMPI12
C 0.000 3 A0MK46
C 0.000 3 A0KP49
C 0.000 3 A0MK42
C 0.000 3 A0KMR3
20
Lanjutan Lampiran 9
Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
C 0.000 3 A1KMR0
C 0.000 3 A1KMR12
C 0.000 3 A0KP20
C 0.000 3 A1KMR3
C 0.000 3 A0KP46
C 0.000 3 A0KMR12
C 0.000 3 A0KP26
C 0.000 3 A1KP212
C 0.000 3 A1KP224
C 0.000 3 A1KP23
C 0.000 3 A1KMR24
C 0.000 3 A0KP43
C 0.000 3 A1AMPI24
C 0.000 3 A1KP412
C 0.000 3 A1KP424
C 0.000 3 A1AMPI9
C 0.000 3 A1KP46
C 0.000 3 A0MK23
C 0.000 3 A0MK26
C 0.000 3 A1MK212
C 0.000 3 A1KP40
C 0.000 3 A0KP23
C 0.000 3 A1MK26
C 0.000 3 A1MK29
C 0.000 3 A0AMPI24
C 0.000 3 A0MK49
C 0.000 3 A1KP26
C 0.000 3 A0AMPI9
C 0.000 3 A0KMR0
C 0.000 3 A1MK49
21
Lampiran 10 Diameter zona bening berbagai ukuran kapsul
Keterangan : MK 4% = Mikrokapsul 4%
MK 2% = Mikrokapsul 2%
4% = Mikrokapsul 4% + Kapsul gelatin keras
2% = Mikrokapsul 2% + Kapsul gelatin keras
Kom = Propolis Merk-X
et-OH = Etanol 70%
PG = Propilen glikol
Aq = Akuades
Kapsul 1 Jam ke 3
(ulangan ke-1)
Kapsul 1 Jam ke 0
(ulangan ke-3)
Kapsul 1 Jam ke 6
(ulangan ke-3)
Kapsul 1 Jam ke 9
(ulangan ke-2)
Kapsul 1 Jam ke 12
(ulangan ke-2)
kontrol
Jam ke 24
(ulangan ke-1)