20
Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Faktor Prognostik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rumah Sakit Husada Jakarta Tahun 2015 Tommy Toar 1 , Saptawati Bardosono 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2 Departemen Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Email: [email protected] Abstrak Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko terjadinya dan mortalitas akibat Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Namun, hasil yang didapatkan dari aktivitas fisik oleh pasien DM tipe 2 berbeda-beda. Selain aktivitas fisik terdapat juga beberapa faktor lain yang memiliki hubungan signifikan terhadap faktor prognostik pasien DM tipe 2. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktor lain pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional pada 57 subjek pasien di Rumah Sakit Husada Jakarta yang dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik (p > 0,05) antara aktivitas fisik terhadap faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, status gizi, asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein dan pemberian tata laksana pada pasien DM tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat dilakukan pada pasien DM tipe 2 tanpa harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. Kata kunci: aktivitas fisik; diabetes mellitus tipe 2; status gizi; asupan energi Physical activity and the Related Factors associated with Prognostic Factors in Diabetes Mellitus Type 2 patients at Husada Hospital 2015 Abstract The effect of physical activity is known to be useful in Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM). However, the outcome of physical activity in T2DM patient is varied. Physical activity is not the only factor for the outcome for T2DM. This study Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Faktor Prognostik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rumah

Sakit Husada Jakarta Tahun 2015

Tommy Toar1, Saptawati Bardosono2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta 2Departemen Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko terjadinya dan mortalitas akibat Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Namun, hasil yang didapatkan dari aktivitas fisik oleh pasien DM tipe 2 berbeda-beda. Selain aktivitas fisik terdapat juga beberapa faktor lain yang memiliki hubungan signifikan terhadap faktor prognostik pasien DM tipe 2. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktor lain pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional pada 57 subjek pasien di Rumah Sakit Husada Jakarta yang dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik (p > 0,05) antara aktivitas fisik terhadap faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, status gizi, asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein dan pemberian tata laksana pada pasien DM tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat dilakukan pada pasien DM tipe 2 tanpa harus memperhatikan faktor-faktor tersebut.

Kata kunci: aktivitas fisik; diabetes mellitus tipe 2; status gizi; asupan energi

Physical activity and the Related Factors associated with Prognostic Factors in Diabetes Mellitus Type 2 patients at Husada

Hospital 2015

Abstract

The effect of physical activity is known to be useful in Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM). However, the outcome of physical activity in T2DM patient is varied. Physical activity is not the only factor for the outcome for T2DM. This study

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 2: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

objectives is to find the relation between those factors to physical activity in T2DM patient. A cross-sectional study was designed in this study and 57 subject in Husada Hospital Jakarta is analyzed by using chi-square analysis. The result of this study shows that there are no significant relation (p > 0.05) between physical activity and related factors such as gender, age, nutritional status, energy intake, protein intake, carhbohydrate intake, fat intake and pharmacology therapy in T2DM patients. This result means that physical activity could be done in T2DM patients with or without the other related factors.

Keywords: physical activity; type 2 diabetes mellitus; nutritional status; energy intake

Pendahuluan

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

serius. Pada tahun 2014, prevalensi diabetes secara global diduga mencapai 9%

dari total orang dewasa usia diatas 18 tahun. Indonesia sendiri masuk ke dalam

sepuluh besar negara dengan penderita diabetes terbanyak, dimana pada tahun

2015 penderita diabetes diduga mencapai angka 12 juta. Namun, hanya 30,4%

penderita DM yang telah terdiagnosis sebelumnya.1

Aktivitas fisik telah terbukti dapat mengurangi risiko dan manifestasi klinis dari

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Di Indonesia sendiri, tercatat sebanyak 26,1%

penduduknya berisiko terkena DM tipe 2 akibat kurang melakukan aktivitas fisik.1

Maka dari itu, penting untuk mengetahui tingkat aktivitas fisik pada pasien DM

tipe 2.

Sebanyak 8% kasus kematian pada pasien DM tipe 2 disebabkan oleh faktor-

faktor yang berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik. Keadaan ini

diperparah dengan tingginya kasus DM tipe 2 di Indonesia, dimana pada tahun

2015 pasien DM tipe 2 di Indonesia mencapai angka 10 juta. Sangat penting untuk

mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktornya pada pasien DM

tipe 2.1

Tidak banyak penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan (seperti usia,

jenis kelamin, status gizi, asupan energi, tata laksana pasien, dan tingkat sosial

ekonomi) dengan aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Faktor-faktor yang

terdapat pada pasien DM perlu diketahui hubungannya dengan aktivitas fisik.

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 3: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Karena itu, peneliti tertarik untuk mencari tahu hubungan antara aktivitas fisik

dengan faktor-faktor yang berhubunagn pada pasien DM tipe 2. Pentingnya

penelitian ini adalah agar dapat menjadi referensi untuk penanganan, dalam hal ini

penanganan melalui aktivitas fisik, terhadap pasien DM tipe 2.2,3,4

Tinjauan Pustaka

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disertai dengan

terganggunya metabolisme glukosa yang biasanya disebabkan oleh resistensi

insulin sehingga tubuh tidak dapat merespon insulin dengan baik. Hal ini

menyebabkan kondisi hiperglikemi pada tubuh. Gejala yang paling sering

ditunjukkan adalah polyuria (frekuensi berkemih yang meningkat), sedangkan

gejala lain yang cukup sering terjadi adalah polyphagia (fsering merasa lapar) dan

polydipsia (sering merasa haus).4,5

Prevalensi dari DM tipe 2 telah meningkat dalam beberapa decade terakhir. Pada

tahun 2014, WHO mencatat sebanyak 8,5% terdiagnosis menderita DM tipe 2 dan

diprediksi pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian tertinggi ketujuh di

seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2015 angka kejadian DM tipe 2

mencapai 10 juta jiwa.7

Etiologi dari DM tipe 2 merupakan gabungan antara faktor genetik dan

lingkungan. Keduanya berperan dalam perubahan patofisiologis utama dari DM

tipe 2 yakni resistensi insulin dan disfungsi dari sel- β pankreas. Namun, kedua

perubahan ini diduga memiliki etiologi yang berbeda. Resistensi insulin

disebabkan oleh adanya kelainan pada sinyal insulin (defek pada jaras IRS-1 dan

PI-3-Kinase), kelainan pada transport/fosfolirasi glukosa, dan/atau lipotoksisitas.

Kelainan-kelainan tersebut mengubah pengolahan glukosa di dalam tubuh,

sehingga menyebabkan hiperglikemia.7

Untuk memeriksa DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan urin maupun

pemeriksaan darah. Baik dalam pemeriksaan urin dan darah pemeriksaan

dilakukan dengan mengukur kadar glukosa dan keton. Glukosa pada plasma

ditentukan menggunakan tabung natrium florida yang akan menghambat glikolisis

sel darah merah. Kriteria WHO untuk intoleransi glukosa adalah gula darah puasa

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 4: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

dibawah 140 mg/dL dan gula darah setelah makan 2 jam diantara 140 mg/dL –

200 mg/dL.

Tata laksana DM tipe 2 dapat dilakukan dengan terapi farmakologis atau dengan

perubahan gaya hidup. Tata laksana farmakologis yang utama untuk pasien DM

tipe 2 adalah biguanid. Obat ini diberikan jika perubahan gaya hidup sendirian

tidak mampu untuk meraih kadar glikemik yang diinginkan. Biguanid sendiri

bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa pada hati. Pemberian obat anti

glikemi tambahan (seperti GLP-1 reseptor agonis atau insulin) diberikan jika

monoterapi noninsulin pada dosis maksimal tidak dapat memenuhi target

pengobatan dalam kurun waktu 3 bulan. Namun jika masih belum berhasil,

pilihan terakhir adalah dengan memberikan insulin dosis insentif.9

Selain terapi farmakologis, intervensi gaya hidup merupakan tata laksana yang

penting bagi penderita DM tipe 2. Tidak hanya berguna untuk mencegah DM,

mengatur pola makan, aktivitas fisik yang sesuai, dan penurunan berat badan

memberikan keuntungan medis bagi penderita DM. Asupan makanan yang

dibatasi sebanyak 1.100 kkal/hari dapat menurunkan kadar gula darah puasa pada

penderita obesitas. Setelah penurunan gula darah selama beberapa hari,

sensitivitas insulin pada pasien juga meningkat secara signifikan.10,11

Aktivitas fisik merupakan suatu aktivitas yang meningkatkan kesehatan dan dapat

mengurangi risiko-risiko dari penyakit-penyakit kronik, salah satunya adala DM

tipe 2. Manfaat dari aktivitas fisik untuk pasien DM tipe 2 bervariasi, antara lain

seperti meningkatkan kebugaran kardiorespi, meningkatkan control glikemik,

menurunkan resistensi insulin, memperbaiki kadar lemak dalam tubuh,

mengurangi tekanan darah dan berat badan. 12

Aktivitas fisik sendiri dapat diukur menggunakan kuesioner yang telah divalidasi

oleh WHO. Kuesioner tersebut terdiri dari 16 pertanyaan mengenai aktivitas fisik

pada sehari-hari. Aktivitas fisik yang diteliti adalah aktivitas fisik saat melakukan

pekerjaan, menggunakan transportasi, dan saat melakukan kegiatan rekreasi. Hasil

dari kuesioner ini dibagi ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Pada pasien diabetes tipe 2, aktivitas fisik yang diharapkan adalah minimal

melakukan aktivitas fisik yang sedang. 13

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 5: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Jenis Kelamin memiliki hubungan terhadap DM tipe 2. Hal ini dijelaskan pada

penelitian yang dilakukan oleh Sobers-Grannum (2015) yang menyatakan bahwa

perempuan mengalami risiko lebih tinggi terkena DM tipe 2 karena memiliki

tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah dan lebih berisiko untuk mengalami

obesitas.14,15

Usia merupakan faktor yang berpengaruh dalam DM tipe 2. Semakin

meningkatnya usia disertai dengan meningkatnya prevalensi DM. Di Amerika

Serikat, lebih dari 25% pada individu diatas 65 tahun mengalami diabetes. Hal ini

disebabkan oleh menurunnya metabolisme dalam tubuh dan meningkatnya gaya

hidup sedenter sehingga meningkatkan berat badan.16

Status gizi dapat dihitung menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Klasifikasinya dibagi menjadi berat badan kurang, berat badan ideal, berat badan

berlebih dan obesitas. Sekitar 80-90% pasien DM tipe 2 mengalami berad badan

berlebih atau obesitas. Risiko kematian akibat dari penyakit kardiovaskuler dan

beberapa jenis kanker dihubungkan dengan tingginya akumulasi lemak dalam

tubuh. Pada penelitian prospektif ditemukan bahwa seseorang dengan IMT diatas

25 kg/m3 memiliki angka kematian lebih tinggi dari 30%.17

Seiring dengan tingginya IMT berhubungan dengan risiko DM tipe 2, maka

asupan energi juga perlu diperhatikan. Aktivitas fisik yang diiringi dengan asupan

makanan yang direkomendasikan berguna untuk menatalaksana DM tipe 2.

Asupan energi yang disarakan adalah 1.100 kkal/hari.10

Asupan energi dalam makanan dibagi-bagi lagi menjadi asupan karbohidrat,

asupan protein, dan asupan lemak. Ketiga makronutrien ini dinilai kecukupannya

berdasarkan persentase dari total kalori yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan

makronutrien yang ideal adalah 45% karbohidrat, 25% protein, dan 30% lemak.10

Salah satu tata laksana dalam pasien DM tipe 2 adalah dengan pemberian obat-

obatan. Penanganan farmakologis pada pasien DM tipe 2 dapat berupa pemberiian

obat anti diabetik. Obat anti diabetik lini pertama merupakan golongan biguanid

atau metformin. Metformin bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa

dalam hati. Pemberian obat pada pasien DM tipe 2 diberikan jika penanganan

melalui aktivitas fisik dan pengaturan gaya hidup belum mencapai hasil yang

diinginkan.9

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 6: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan memakai data

sekunder dari penelitian thesis “Asupan makronutrien dan gaya hidup serta

hubungannya dengan status HbA1c penyandang diabetes mellitus tipe 2” oleh

Imelda Wiradarma. Variabel bebas penelitian adalah jenis kelamin, usia, status

gizi, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, dan

pemberian tata laksana obat. Variabel terikat penelitian adalah aktivitas fisik.

Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang dirawat di Rumah

Sakit Husada pada bulan Mei-Juni 2015. Kriteria eksklusi penelitian adalah

subjek tidak memiliki data rekam medis yang dibutuhkan yakni jenis kelamin,

usia, status gizi, asupan energi, dan pemberian tata laksana. Jumlah subjek yang

dianalisis adalah 57 pasien.

Hasil Penelitian

Karateristik subjek

Mayoritas subjek pada penelitian ini adalah memiliki tingkat aktivitas fisik yang

rendah, perempuan, usia 50-64 tahun, status gizi obesitas, asupan energi kurang,

asupan protein cukup, asupan lemak lebih, asupan karbohidrat lebih dan sudah

diberi terapi farmakologis. Distribusi data karateristik dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Sebaran subjek menrut karateristik demografis (n=57)

Karateristik n (%)

Jenis Kelamin

Perempuan 46 (80,7)

Laki-laki 11 (19,3)

Usia (tahun)

30-49 9 (15,8)

50-64 32 (56,1)

65+ 16 (28,1)

Aktivitas Fisik

Rendah 31 (54,4)

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 7: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Tabel 1 Sebaran subjek menrut karateristik demografi (n=57) (lanjutan) Karateristik n (%)

Sedang – Tinggi 26 (45,6)

Status Gizi (IMT)

Rendah

Normal (18,5-22,9)

0 (0)

11 (19,3)

Gemuk (23-24,9) 14 (24,6)

Obese ( >25) 32 (56,1)

Asupan Energi (%)

Kurang (<90) 37 (64,9)

Cukup (90-110) 19 (33,3)

Lebih (>110) 1 (1,8)

Anjuran Kisaran Sebaran Energi Gizi Makro

Energi Protein (%)

Kurang (<5) 0 (0)

Cukup (5-15) 20 (35,1)

Lebih (>15) 37 (64,9)

Energi Lemak (%)

Kurang (<25) 3 (5,3)

Cukup (25-35) 31 (54,4)

Lebih (>35) 23 (40,3)

Energi Karbohidrat (%)

Kurang (<40) 1 (1,8)

Cukup (40-60) 52 (91,2)

Lebih (>60) 4 (7)

Tatalaksana

Telah diberikan obat 54 (94,7)

Belum diberikan obat 3 (5,3)

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 8: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan faktor-faktor yang berhubungan

Karateristik Aktivitas Fisik

Ringan (%) Sedang-Berat (%)

Jenis Kelamin

Perempuan 25 (54,3) 21 (45,7)

Laki-laki 6 (54,5) 5 (45,5)

Usia (tahun)

30-49 4 (44,4) 5 (55,6)

50-64 18 (56,25) 14 (43,75)

65+ 9 (56,25) 7 (43,75)

Status Gizi (IMT)

Rendah (< 18,5) 0 (0) 0 (0)

Normal (18,5-22,9) 6 (54,5) 5 (45,5)

Gemuk (23-24,9) 10 (71,4) 4 (28,6)

Obese ( >25) 15 (46,9) 17 (53,1)

Asupan Energi (%)

Kurang (<90) 22 (59,5) 15 (40,5)

Cukup (90-110) 9 (38,9) 10 (61,2)

Lebih (>110) 0 (0) 1 (100)

Energi Protein (%)

Kurang (<5) 0 (0) 0 (0)

Cukup (5-15) 10 (50) 10 (50)

Lebih (>15) 21 (46,9) 16 (53,1)

Energi Lemak (%)

Kurang (<25) 2 (66,7) 1 (33,3)

Cukup (25-35) 16 (51,6) 15 (48,4)

Lebih (>35) 13 (56,5) 10 (43,5)

Energi Karbohidrat (%)

Kurang (<40) 1 (100) 0

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 9: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan faktor-faktor yang berhubungan (lanjutan) Karateristik Aktivitas Fisik

Ringan (%) Sedang-Berat (%)

Cukup (40-60) 25 (48,1) 27 (42,9)

Lebih (>60) 3 (75) 1 (25)

Tatalaksana

Telah diberikan obat 29 (53,7) 25 (46,3)

Belum diberikan obat 2 (66,6) 1 (33,4)

 

Pada penelitian ini ditemukan bahwa aktivitas fisik yang rendah paling banyak

ditemui pada 50 tahun keatas, status gizi normal dan lebih, asupan energi yang

kurang dan lebih, dan asupan karbohidrat kurang dan lebih. Sebaran berdasarkan

aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 3 Hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktornya pada pasien DM tipe 2

Karateristik Aktivitas Fisik

Ringan

(%)

Sedang-Berat

(%)

p-value

Jenis Kelamin

Perempuan 25 (54,3) 21 (45,7) 0,991**

Laki-laki 6 (54,5) 5 (45,5)

Usia (tahun)

30-49* 4 (44,4) 5 (55,6)

0,86** 50-64* 18 (56,25) 14 (43,75)

65+ 9 (56,25) 7 (43,75)

Status Gizi (IMT)

Rendah (< 18,5) 0 (0) 0 (0)

0,306** Normal (18,5-22,9) 6 (54,5) 5 (45,5)

Gemuk (23-24,9) 10 (71,4) 4 (28,6)

Obese ( >25) 15 (46,9) 17 (53,1)

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 10: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

* Dilakukan penggabungan sel

** Uji chi-square

*** Uji Fischer

Pada penelitian ini, hubungan antara aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2 di RS

Husada dengan faktor-faktornya diolah secara analisis statistik chi-square dan

Fischer. Tingkat aktivitas fisik dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang,

dan berat. Namun pada data rekam medis yang tersedia, data aktivitas fisik pada

Tabel 3 Hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktornya pada pasien DM tipe 2

Karateristik Aktivitas Fisik

Ringan

(%)

Sedang-Berat

(%)

p-value

Asupan Energi (%)

Kurang (<90) 22 (59,5) 15 (40,5)

0,296** Cukup (90-110)* 9 (38,9) 10 (61,2)

Lebih (>110)* 0 (0) 1 (100)

Energi Protein (%)

Kurang (<5) 0 (0) 0 (0) 0,991**

Cukup (5-15) 10 (50) 10 (50)

Lebih (>15) 21 (46,9) 16 (53,1)

Energi Lemak (%)

0,86** Kurang (<25)* 2 (66,7) 1 (33,3)

Cukup (25-35)* 16 (51,6) 15 (48,4)

Lebih (>35) 13 (56,5) 10 (43,5)

Energi Karbohidrat (%)

0,993*** Kurang (<40)* 1 (100) 0

Cukup (40-60)* 25 (48,1) 27 (42,9)

Lebih (>60) 3 (75) 1 (25)

Tatalaksana

Telah diberikan obat 2 (66,7) 1 (33,3) 1***

Belum diberikan obat 29 (53,7) 25 (46,3)

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 11: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

intensitas sedang dan berat digabung. Pada Tabel 3 ditemukan bahwa tidak

terdapat satu pun variabel yang berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.

Pembahasan

Dari penelitian ini ditemukan baik perempuan (54,3%) dan laki-laki (54,5%)

masing-masing kurang melakukan aktivitas fisik. Untuk perempuan, hal ini

sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Han et al.,

2015; Howitt et al., 2015).18,19 Namun, kedua penelitian tersebut menunjukkan

bahwa laki-laki lebih banyak memiliki tingkat aktivitas yang cukup. Jumlah

sampel laki-laki yang terlalu sedikit bisa menjadi faktor pembeda pada hasil

penelitian ini.

Dilihat dari karateristik usia pasien, rentang usia lansia (50-64 tahun) dan manula

(65 tahun keatas) memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Akmal (2012), dimana ditemukan pada

lansia dan manula terdapat keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik

dikarenakan kurangnya fasilitas yang mendukung untuk melakukan aktivitas fisik

dengan baik.20 Pada penelitian Irawan (2012) juga menjelaskan bahwa aktivitas

fisik pada lansia dan manula menurun dikarenakan tingginya gangguan depresi.21

Pada penelitian yang dilakukan oleh Windi & Tafal (2014) ditunjukkan bahwa

semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan, semakin kecil juga resiko terjadinya

obesitas. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pada penelitian ini, dimana pada pasien

obesitas ditemukan tingkat aktivias fisik dalam tingkat sedang-berat (53,1%).22

Hal ini mungkin disebabkan karena pasien pada penelitian ini sudah melakukan

aktivitas fisik dalam tingkat sedang-berat sebagai salah satu tata laksana untuk

DM tipe 2. Hal tersebut ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Putra et

al (2015) dimana pasien DM tipe 2 memiliki tingkat aktivitas fisik yang baik

setelah diberikan informasi kepada pasien mengenai tata laksana DM Tipe 2.23

Pada penelitian ini didapatkan baik pasien yang memiliki Angka Kecukupan

Energi (AKE) kurang atau pun lebih banyak memiliki tingkat aktivitas fisik

rendah. Sedangkan pasien yang memiliki AKE yang cukup lebih banyak memiliki

tingkat aktivitas yang sedang-berat. Hal ini tidak terlalu sesuai dengan penelitian

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 12: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

yang dilakukan oleh Tucker et al (2015) dimana ditemukan bahwa lebih banyak

aktivitas fisik yang tinggi pada asupan energi yang tinggi. Hal ini disebabkan

karena asupan energi yang tinggi digunakan untuk melakukan tingkat aktivitas

fisik sedang-berat. Perbedaan ini dapat terjadi akibat perbedaan pada karateristik

subjek, dimana pada penelitian ini subjek telah dirawat di rumah sakit sehingga

asupan energi telah diatur sedemikian rupa.24

Karateristik angka kecukupan protein pada penelitian ini menunjukkan pasien

yang memiliki angka kecukupan protein lebih kebanyakan memiliki tingkat

aktivitas fisik ringan. Hal ini tidak sesuai dengan teori pada penelitian systematic

review yang dilakukan oleh Pedersen et al (2013) dimana dijelaskan bahwa

tingkat aktivitas fisik yang berat membutuhkan lebih banyak protein untuk

membentuk dan memperbaiki jaringan otot pada saat melakukan aktivitas fisik.

Perbedaan ini dapat terjadi karena penelitian Pederrsen tidak dilakukan

sepenuhnya pada pasien DM tipe 2. Hal ini perlu dipelajari lebih lanjut untuk

mengetahui perbedaan sebaran aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Masih

sedikit sekali studi yang meneliti hubungan antara aktivitas fisik dan asupan

protein pada pasien DM tipe 2.25

Penelitian ini menemukan bahwa pada asupan lemak, kebanyakan pasien DM tipe

2 memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah pada semua kelompok. Hal ini

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh He et al (2012) menunjukkan

bahwa subjek yang melakukan aktivitas fisik yang rendah lebih banyak terdapat

pada asupan lemak yang tinggi. Sedangkan untuk subjek dengan asupan lemak

yang rendah kebanyakan ditemui memiliki tingkat aktivitas fisik yang cukup.26

Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan karena pada penelitian ini subjek

yang memiliki asupan lemak yang rendah hanya sedikit (n = 3).

Berdasarkan karateristik asupan karbohidrat, ditemukan bahwa kebanyakan pasien

DM tipe 2 memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah pada semua kelompok. Hal

ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh He et al (2012) dimana

aktivitas fisik yang rendah dikaitkan hanya pada subjek yang memiliki asupan

karbohidrat rendah. Sedangkan untuk subjek dengan asupan karbohidrat yang

cukup dan berlebih kebanyakan ditemui memiliki tingkat aktivitas fisik yang

cukup.26 Perbedaan ini mungkin terjadi karena pada penelitian tersebut (He.,

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 13: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

2012), subjek yang memiliki asupan karbohidrat yang tinggi juga memiliki asupan

lemak yang rendah. Sedangkan pada penelitian ini, pasien memiliki tingkat

asupan karbohidrat dan lemak yang bervariasi antar satu sama lain. Hal ini

menunjukkan bahwa pengaturan kandungan makanan pada pasien DM tipe 2

perlu dievaluasi lebih lanjut.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien DM tipe 2 kebanyakan memiliki

tingkat aktivitas fisik yang rendah baik pada yang sudah maupun belum diberikan

obat sebagai tata laksana. Hal ini sama halnya pada penelitian yang dilakuka oleh

Abu-Ashour et al (2016) dimana baik pada pasien yang sudah maupun terlambat

menerima obat insulin, kedua kategori tersebut menunjukka bahwa kebanyakan

masih memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah.27

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara

aktivitas fisik dengan jenis kelamin pada pasien DM tipe 2 (p = 0,991). Penelitian

ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Han et al (2015) yang

menyatakan bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik

dengan jenis kelamin pada pasien DM, dilandaskan dengan teori yang mendukung

dari Cantu & Fleuriet (2008) bahwa perempuan memiliki lebih banyak batasan

untuk melakukan aktivitas fisik, seperti tanggung jawab rumah tangga dan

mengasuh anak.31 Hasil penelitian meta-analisis dari Sobers-Grannum et al (2015)

juga mendapatkan bahwa pasien DM perempuan di Karibia lebih cenderung untuk

kurang melakukan aktivitas fisik dibandingkan dengan laki-laki. Empat belas dari

lima belas penelitian yang dianalisa menunjukkan bahwa perempuan memiliki

tingkat sedenter yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.15 Perbedaan

yang terjadi pada penelitian ini kemungkinan terjadi karena kebanyakan pasien

pada penelitian ini memiliki usia yang tua sehingga membuat data antar jenis

kelamin menjadi homogen.

Pada penelitian ini, didapatkan ditemukan hubungan yang tidak bermakna antara

usia dengan aktivitas fisik (p = 0,86). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Han et al (2015) yang menyatakan adanya hubungan bermakna

antara usia dan aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2, dimana pada usia yang lebih

tua ditemukan lebih banyak yang melakukan aktivitas fisik. Hal ini didukung oleh

teori dalam penelitian Cantu & Fleuriet (2008) dimana adanya peningkatan

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 14: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

motivasi pada usia tua dikarenakan meningkatnya resiko untuk terkena penyakit.18

Perbedaan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kategori usia berdasarkan

buletin lansia pusdatin tidak memiliki hubungan yang signifikan dalam

pengaturan aktivitas fisik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Panagiotakos (2007), juga ditemukan adanya

hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan DM tipe 2 pada usia tua. Penelitian

tersebut didukung oleh teori bahwa aktivitas fisik yang cukup pada lansia dapat

mencegah komplikasi akibat DM tipe 2.28 Perbedaan pada penelitian ini

kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan dalam mengkategorikan subjek,

dimana pada penelitian sebelumnya usia dibagi ke dalam kategori yang lebih

banyak atau diuji sebagai data numerik

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara

aktivitas fisik dengan status gizi pada pasien DM tipe 2 (p = 0,306). Hal ini tidak

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siddiquee (2015) di Bangladesh

yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan

aktivitas fisik pada subjek yang beresiko terkena DM tipe 2. Perbedaan ini

kemungkinan terjadi karena subjek pada penelitian ini sudah didiagnosis DM tipe

2 sehingga terdapat perbedaan dalam perlakuan aktivitas fisik. Perbedaan ini

menunjukkan bahwa status gizi merupakan variabel yang penting dalam

mencegah DM tipe 2, sedangkan saat telah didiagnosis DM tipe 2 aktivitas fisik

harus dilakukan tanpa melihat status gizi.29

Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara

aktivitas fisik dan AKE pada pasien DM tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Jarvandi et al (2014) dimana ditemukan bahwa tidak ada

hubungan yang berarti antara asupan energi saat sarapan dengan aktivitas fisik

pada pasien DM tipe 2.30 Pada penelitian yang dilakukan oleh Andrews et al

(2011) juga tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada aktivitas fisik

dan asupan energi. Pada penelitian tersebut, asupan makanan telah diatur sesuai

dengan pedoman untuk pasien DM tipe 2.31

Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan

asupan protein. Hal ini sejalan pada penelitian yang dilakukan oleh Sluijs et al

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 15: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

(2010), meskipun ditemukan adanya penurunan tingkat aktivitas fisik rendah

seiring meningkatnya asupan protein, tidak ditemukan adanya hubungan yang

signifikan antara kedua variabel tersebut.32 Pada penelitian systematic review oleh

Pedersen et al (2013) dinyatakan bahwa tidak banyak studi-studi yang meneliti

mengenai asupan protein dan aktivitas fisik. Studi-studi yang berhubungan dengan

asupan protein dan aktivitas fisik kebanyakan berdurasi pendek, penelitian pada

atlet, atau penelitian terhadap protein yang spesifik atau suplemen asam amino.

Kurangnya penelitian-penelitian yang berdurasi panjang mengakibatkan hasil

penelitian yang berbeda-beda.33

Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya signifikansi (p = 0,79)

antara aktivitas fisik dan asupan lemak pada pasien DM tipe 2. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Martinez-Gonzales et al (2008) yang

menyebutkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel

tersebut pada pasien DM tipe 2. Pada penelitian tersebut subjek penelitiannya

adalah orang-orang yang melakukan diet makanan Mediterranean (rendah

kandungan lemak)34, dimana hal tersebut serupa dengan jenis makanan tradisional

Indonesia yang memiliki kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan

makanan barat. Penelitian yang dilakukan di Surabaya oleh Linarda & Sindy

(2013) menyatakan bahwa masyarakat Surabaya masih sering untuk mengonsumsi

masakan tradisional Indonesia.35

Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dan

aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2 (p = 0,993). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Han et al (2012), dimana asupan karbohidrat tidak memiliki

hubungan yang signifikan terhadap tingkat aktivitas fisik. Pada penelitian

teresebut dijelaskan bahwa asupan karbohidrat pada pasien DM tipe 2 dipengaruhi

oleh adanya perubahan pada tingkat TG, HDL-C, dan LDL sehingga secara tidak

langsung menjelaskan bahwa perubahan asupan karbohidrat tidak hanya

dipengaruhi oleh aktivitas fisik saja.26 Dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan

oleh Stephenson et al (2014) bahwa asupan karbohidrat berpengaruh pada DM

tipe 2 terlepas dari tingkatan aktivitas fisik.36

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tata

laksana obat-obatan dengan aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Hal ini tidak

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 16: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koponen et al (2016) yang

menunjukkan bahwa adanya hubungan positif. Pada penelitian tesebut juga

dijelaskan bahwa pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan insulin

cenderung untuk melakukan aktivitas fisik yang lebih rendah dibandingkan

dengan pemberian tata laksana obat oral.37

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan kelompok yang memiliki tingkat aktivitas fisik ringan

adalah usia 50 tahun keatas, status gizi normal dan lebih, asupan energi yang

kurang dan lebih, dan asupan karbohidrat kurang dan lebih.

Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan faktor-faktor seperti jenis

kelamin, usia, status gizi, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan

karbohidrat, dan pemberian tata laksana pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.

Saran

Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan data primer fsn dan desain

studi cohort untuk dapat mengkategorikan data dengan lebih terkontrol.

Dikarenakan banyak sekali perbedaan dengan penelitian sebelumnya, disarankan

memakai sampel yang lebih banyak atau mencari subjek dengan karakteristik

yang lebih homogeny. Dilakukan penelitian serupa dengan menambahkan faktor-

faktor lain seperti tingkat glukosa dalam darah, kondisi sosio-ekonomi, durasi

terjadinya diabetes, faktor psikologis, dan faktor-faktor lainnya

Daftar Pustaka

1. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan analisis

diabetes. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.

2. Schwingshackl L, Missbach B, Dias S, König J, Hoffmann G. Impact of

different training modalities on glycaemic control and blood lipids in

patients with type 2 diabetes: a systematic review and network meta-

analysis. Diabetologia. 2014;57(9):1789–97.

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 17: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

3. Colberg SR, Sigal RJ, Fernhall B, Regensteiner JG, Blissmer BJ, Rubin

RR et al. Exercise and type 2 diabetes: the American College of Sports

Medicine and the American Diabetes Association: joint position statement.

Diabetes Care. 2010; 33: 2692–6.

4. Lee I-M, Shiroma EJ, Lobelo F, Puska P, Blair SN, Katzmarzyk PT. Effect

of physical inactivity on major non-communicable diseases worldwide: an

analysis of burden of disease and life expectancy. Lancet.

2012;380(9838):219–29.

5. Mohammadi S, Karim NA, Talib RA, Amani R. Knowledge, attitude and

practices on diabetes among type 2 diabetic patients in Iran: a cross-

sectional study. Diabetes Metab Syndr. 2015;3(4):520.

6. Roglic G, World Health Organization. Global report on diabetes. Geneva,

Switzerland: World Health Organization; 2016. p 86.

7. Mathers CD, Loncar D. Projections of global mortality and burden of

disease from 2002 to 2030. Samet J, editor. PLoS Medicine.

2006;3(11):e442.

8. Mari A, Tura A, Natali A, Anderwald C, Balkau B, Lalic N, et al.

Influence of Hyperinsulinemia and Insulin Resistance on In Vivo -Cell

Function: Their Role in Human -Cell Dysfunction. Diabetes.

2011;60(12):3141–7.

9. American Diabetes Association. 7. Approaches to Glycemic Treatment.

Diabetes Care. 2015;38(Supplement_1):S41–8.

10. Fowler MJ. Diagnosis, Classification, and Lifestyle Treatment of Diabetes.

Diabetes Care. 2010;28(2):79–86.

11. Taylor R. Type 2 Diabetes: Etiology and reversibility. Diabetes Care.

2013;36(4):1047–55.

12. Armstrong MJ, Sigal RJ. Physical Activity Clinical Practice Guidelines:

What’s New in 2013? Can J Diab. 2013;37(6):363–6.

13. Palermo M, Sandoval MA. Assessment of physical activity level among

patients with type 2 diabetes mellitus at the up – phillipine general hospital

diabetic clinic. Journal of the Asean Federation of Endocrine Societies.

2016;31(2):144-9

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 18: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

14. Jelantik IMG, Haryati E. Hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin,

kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di

wilayah kerja puskesmas matara. Media Bina Ilmiah. 2014;1(8)

15. Sobers-Grannum N, Murphy MM, Nielsen A, Guell C, Samuels TA,

Bishop L, et al. Female gender is a social determinant of diabetes in the

Caribbean: a systematic review and meta-analysis. PLoS One.

2015;10(5):e0126799

16. Kirkman MS, Briscoe VJ, Clark N, Florez H, Haas LB, Halter JB, et al.

Diabetes in Older Adults. Diabetes Care. 2012;35(12):2650–64.

17. Wharton S, Sharma AM, Lau DCW. Weight Management in Diabetes.

Can J Diabetes. 2013;37:S82–6.

18. Han BH, Sadarangani T, Wyatt LC, Zanowiak JM, Kwon SC, Trinh-

Shevrin C, et al. Correlates of physical activity among middle-aged and

older Korean Americans at risk for diabetes. J Nurs Scholarsh.

2015;48(1):48-57

19. Howitt C, Hambleton IR, Rose AMC, Hennis A, Samuels TA, George KS,

et al. Social distribution of diabetes, hypertension and related risk factors

in Barbados: a cross-sectional study. BMJ Open. 2015;5(12):e008869

20. Akmal HF. Perbedaan asupan energi, protein, aktivitas fisik dan status gizi

antara lansia yang mengikuti dan tidak mengikuti senam bugar lansia.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012. Available from:

http://eprints.undip.ac.id/37552/1/Hilda_Fauzia_A-G2A008093-

LAP.KTI.pdf

21. Irawan H. Gangguan depresi pada lanjut usia. CDK-210. 2013;40(11):815-

9.

22. Widianti W, Tafal Z. Aktivitas fisik, stres, dan obesitas pada pegawai

negeri sipil. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2014 Feb;8(7):330-6.

23. Putra GPK, Rondhianto, Wijaya D. Pengaruh perencanaan diet diabetes

mellitus dengan model self care terhadap diet self care behar dan kolesterol

total pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas

rambipuji Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2015

May;3(2):319-26

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 19: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

24. Tucker LA, Erickson A, LeCheminant JD, Bailey BW. Dairy Consumption

and Insulin Resistance: The Role of Body Fat, Physical Activity, and

Energy Intake. J Diabetes Res. 2015;2015:1–11.

25. Pedersen AN, Kondrup J, Børsheim E. Health effects of protein intake in

healthy adults: a systematic literature review. Food Nutr Res.

2013;57:21245.

26. He YN, Feskens EJ, Li YP, Zhang J, Fu P, Ma GS, et al. Association

between high fat-low carbohydrate diet score and newly diagnosed type 2

diabetes in Chinese population. Biomed Environ Sci. 2012:25(4):373-82

27. Abu-Ashour W, Chibrikova L, Midodzi W, Twells L, Gamble J. Factors

associated with early insulin initiation in Type 2 diabetes: a Canadian

cross-sectional study. Diabet Med. 2016 Jan 19.

28. Panagiotakos DB, Polystipioti A, Polychronopoulos E. Prevalence of type

2 diabetes and physical activity status in elderly men and women from

Cyprus (the MEDIS Study). Asia Pac J Public Health. 2007;19:22-8.

29. Siddiquee T, Bhowmik B, Da Vale Moreira NC, Mujumder A, Mahtab H,

Khan AKA, et al. Prevalence of obesity in a rural Asian Indian

(Bangladeshi) population and its determinants. BMC Public Health. 2015

Dec;15(1):1-9

30. Jarvandi S, Schootman M, Racette SB. Breakfast intake among adults with

type 2 diabetes: influence on daily energy intake. Public Health Nutr.

2015;18(12):2146–52.

31. Andrews R, Cooper A, Montgomery A, Norcross A, Peters T, Sharp D, et

al. Diet or diet plus physical activity versus usual care in patients with

newly diagnosed type 2 diabetes: the Early ACTID randomised controlled

trial. Lancet. 2011;378(9786):129–39.

32. Sluijs I, Beulens JWJ, van der A DL, Spijkerman AMW, Grobbe DE, van

der Schouw YT. Dietary intake of total, animal, and vegetable protein and

risk of type 2 diabetes in the European Prospective Investigation into

Cancer and Nutrition (EPIC) NL study. Diabetes Care. 2010; 33: 43–8.

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016

Page 20: Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

33. Pedersen AN, Kondrup J, Børsheim E. Health effects of protein intake in

healthy adults: a systematic literature review. Food Nutr Res.

2013;57:21245.

34. Martinez-Gonzalez MA, Fuente-Arrillaga C d. l., Nunez-Cordoba JM,

Basterra-Gortari FJ, Beunza JJ, Vazquez Z, et al. Adherence to

Mediterranean diet and risk of developing diabetes: prospective cohort

study. BMJ. 2008 Jun 14;336(7657):1348–51.

35. Linarda F, Sindy. Perilaku masyarakat Surabaya terhadap keputusan

pembelian makanan tradisional Indonesia ditinjau dari faktor eksternal &

internal. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa. 2013;1(2):514-28.

36. Stephenson EJ, Smiles W, Hawley JA. The relationship between exercise,

nutrition and type 2 diabetes. Med Sport Sci. 2014;60:1-10.

37. Koponen AM, Simonsen N, Suominen S. Determinants of physical activity

among patients with type 2 diabetes: the role of perceived autonomy

support, autonomous motivation and self-care competence. Psychol Health

Med. 2016 Mar 7;1–13.

Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016