44
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Aplikasi material FRP sebagai fungsi perbaikan dan perkuatan struktur beton yang sudah ada telah berkembang pesat di beberapa negara seperti Amerika Utara (Labossiere et.al. 1997; Hasen et.al. 1998; Grace and Abdel-Sayed 2003), Eropa (Meier et.al. 1992; Steiner 1996; Nanni 1997; Matthys et.al. 2004; Blasi et.al. 2004; Rostasy et.al. 2004) dan di Jepang (Ichimasu et.al. 1993; Katsumata et.al. 2001). Teknik perkuatan seperti ini dapat dibuat efisien, tidak menyebabkan karat seperti plat baja external. Fungsi perkuatan dengan sistim komposit FRP adalah untuk meningkatkan kekuatan atau memberikan peningkatan kapasitas lentur, geser, axial dan daktilitas, atau berbagai kombinasi diantaranya. Daya tahan FRP yang tinggi lebih ekonomis digunakan pada lingkugan korosif dimana baja akan mudah berkarat. Penggunaan FRP lebih populer mengingat banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh seperti bobot unit yang kecil, mudah diaplikasikan dan ditangani, biaya instalasi dan pemeliharaan yang rendah. Kerugian yang paling prinsip penggunaan FRP sebagai sistim perkuatan adalah harga material yang relatif lebih mahal. Pada situasi tertentu, bagaimanapun, FRP memberikan jalan keluar yang paling ekonomis dalam masalah perkuatan karena secara dramatis dapat menekan biaya tenaga kerja [Meier and Erki, 1997]. FRP dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang, lentur pelat, desak, geser dan lentur kolom. FRP dalam bentuk lembaran, plat atau batangan dapat dipasang pada permukaan balok atau plat yang

ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Aplikasi material FRP sebagai fungsi perbaikan dan perkuatan struktur

beton yang sudah ada telah berkembang pesat di beberapa negara seperti Amerika

Utara (Labossiere et.al. 1997; Hasen et.al. 1998; Grace and Abdel-Sayed 2003),

Eropa (Meier et.al. 1992; Steiner 1996; Nanni 1997; Matthys et.al. 2004; Blasi

et.al. 2004; Rostasy et.al. 2004) dan di Jepang (Ichimasu et.al. 1993; Katsumata

et.al. 2001). Teknik perkuatan seperti ini dapat dibuat efisien, tidak menyebabkan

karat seperti plat baja external. Fungsi perkuatan dengan sistim komposit FRP

adalah untuk meningkatkan kekuatan atau memberikan peningkatan kapasitas

lentur, geser, axial dan daktilitas, atau berbagai kombinasi diantaranya. Daya

tahan FRP yang tinggi lebih ekonomis digunakan pada lingkugan korosif dimana

baja akan mudah berkarat. Penggunaan FRP lebih populer mengingat banyaknya

keuntungan yang dapat diperoleh seperti bobot unit yang kecil, mudah

diaplikasikan dan ditangani, biaya instalasi dan pemeliharaan yang rendah.

Kerugian yang paling prinsip penggunaan FRP sebagai sistim perkuatan adalah

harga material yang relatif lebih mahal. Pada situasi tertentu, bagaimanapun, FRP

memberikan jalan keluar yang paling ekonomis dalam masalah perkuatan karena

secara dramatis dapat menekan biaya tenaga kerja [Meier and Erki, 1997].

FRP dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser balok

beton bertulang, lentur pelat, desak, geser dan lentur kolom. FRP dalam bentuk

lembaran, plat atau batangan dapat dipasang pada permukaan balok atau plat yang

Page 2: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

8

mengalami peregangan sebagai perkuatan lentur. Sebagai perkuatan geser balok,

lembaran FRP dapat direkatkan pada sisi balok. Penggunaan pada kolom,

lembaran FRP atau pelapisan dapat ditempatkan pada bagian luar kolom untuk

meningkatkan daktilitas dan kekuatan.

2.1.1 Beton bertulang

Material konstruksi beton bertulang mempunyai sifat yang unik

dibandingkan dengan material lain seperti kayu, baja, aluminium atau plastik

karena beton bertulang adalah material konstruksi yang menggunakan dua jenis

bahan yang berbeda secara bersamaan. Beton bertulang adalah merupakan

gabungan yang logis dari dua jenis bahan: beton polos, yang memiliki kekuatan

tekan yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang rendah, dan

batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan

kekuatan tarik yang diperlukan. Dengan demikian prinsip-prinsip yang mengatur

perencanaan struktur dari beton bertulang dalam beberapa hal berbeda dengan

prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari bahan yang terdiri dari

satu macam saja.

Gambar 2.1 memperlihatkan kekuatan balok yang secara nyata dapat

ditingkatkan dengan menambahkan batangan-batangan baja di daerah tarik. Baja

tulangan yang mampu menerima tekan dan tarik juga dimanfaatkan untuk

menyediakan sebagian dari daya dukung kolom beton dan kadang-kadang di

dalam daerah tekan balok.

Page 3: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

9

Gambar 2.1

Kedudukan batang-batang tulangan dalam balok beton bertulang

Baja dan beton dapat bekerja sama atas beberapa alasan yaitu (1) lekatan

(bond, atau interaksi antara batangan baja dengan beton keras disekelilingnya)

yang mencegah slip relatif antara baja dan beton, (2) campuran beton yang

memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah

karat baja dan (3) angka kecepatan muai yang hampir serupa yaitu dari 0,0000055

sampai dengan 0,000075.

2.1.2 Perekat (Adhesive)

FRP direkatkan pada permukaan elemen struktur secara kimiawi dengan

perekat. Perekatan secara kimiawi sangat praktis karena tidak menyebabkan

terjadinya konsentrasi tegangan, lebih mudah dilaksanakan dibandingkan dengan

perekat mekanis dan tidak menyebabkan kerusakan pada material dasar atau

material kompositnya. Perekat yang paling cocok digunakan pada material

komposit adalah perekat yang mempunyai bahan dasar epoxy resin. Perekat ini

dibuat dari campuran dua komponen. Komponen utamanya adalah cairan organik

yang diisikan kedalam kelompok epoxy, mengikat susunan satu atom oksigen dan

dua atom karbon. Reaksi ini ditambahkan pada campuran untuk mendapatkan

campuran akhir. Permukaan yang akan dilekatkan harus dipersiapkan untuk

P A

A

Baja

Tulangan

Baja Tulangan

Potongan A-A

Garis netral

Beton Daerah tekan

Daerah tarik

Page 4: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

10

mendapatkan lekatan yang efektif. Permukaan harus bersih dan kering, bebas dari

kontaminan seperti: oxida, oli, minyak dan debu.

2.1.3 FRP

Material komposit dibentuk oleh dua material atau lebih yang mempunyai

sifat alami dan makroskopik yang berbeda. Pada fiber komposit, dua material itu

adalah fiber mutu tinggi dan resin. Sifat mekanik komposit adalah yang paling

bertanggung jawab pada jenis ini, tergantung dari arah dan jumlah serat.

Sedangkan fungsi resin adalah untuk mentransfer tegangan dari dan ke serat fiber.

2.1.4 Fiber

Secara spesifik, fiber sebagai material yang diaplikasikan sebagai

perkuatan dapat berupa serat kaca, karbon dan kevlar. Masing-masing mempunyai

kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Nilai karakteristik masing-

masing fiber diberikan pada Tabel 2.1. Nilai elastiknya linear untuk semua fiber,

tetapi nilai lelehnya tidak signifikan. Pemilihan tipe fiber untuk aplikasi tertentu

sangat tergantung pada beberapa faktor seperti: tipe struktur, beban yang

direncanakan, kondisi lingkungan dan lain-lain.

Fiber diproduksi berbentuk:

1. Lembaran, pada umumnya mempunyai arah serat sembarang meskipun ada

yang mempunyai arah serat biaxial dan triaxial, diatas lapisan bagian belakang

yang dapat dilepas atau berbentuk anyaman.

2. Fiber yang sebelumnya dicairkan dengan resin (“pre-preg material”), dimana

perawatannya dilakukan di site dengan pemanasan atau dengan cara lain.

Page 5: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

11

Fiber produksi pabrik, kemungkinan mempunyai perbandingan kekuatan

searah serat 70 % dan ke arah melintang serat sebesar 30 %. Fiber mempunyai

ketebalan minimum 0,1 mm dengan lebar 500 mm atau lebih.

Tabel 2.1

Karakteristik fiber

Fibre

Tensile

strength

(N/mm2)

Modulus of

Elasticity

(kN/mm2)

Elongation

(%)

Specific

density

Carbon high strength

Carbon high module

Carbon ultra high

module

Aramid

Glass

4300-4900

2740-5490

2600-4020

3200-3600

2400-3500

230-240

294-329

510-610

424-430

70-85

1.9-2.1

0.7-1.9

0.4-0.8

2.4

3.5-4.7

1.8

1.78-1.81

1.91-2.12

1.44

2.6

Sumber: Simonelli (2005)

2.2 Dasar teori

Menurut Banthia (2003) penambahkan bahan fiber komposit pada

permukaan yang tertarik dapat meningkatkan kapasitas momen dari balok atau

pelat.

Mode Keruntuhan Lentur dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:

1. Kehancuran beton

2. Melelehnya baja diikuti oleh hancurnya beton

3. Melelehnya baja diikuti oleh putusnya FRP

4. Terkelupasnya FRP dekat atau pada hubungan beton/FRP

Page 6: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

12

Gambar 2.2. menunjukkan diagram distribusi tegangan dan regangan

penampang beton bertulang dengan perkuatan FRP.

Gambar 2.2

Diagram tegangan regangan penampang beton bertulang dengan perkuatan FRP

2.2.1 Tarikan pada baja tulangan

Berdasarkan Gambar 2.2, Banthia (2003) menetapkan hubungan sebagai

berikut:

)()( chcdcbifrpsc (2.1)

Gaya-gaya dalam yang bekerja pada penampang :

cbfC 1

,

cfrp1 (2.2)

ysssss untukAfT (2.3)

yssyss untukAfT (2.4)

dimana fs dan As masing-masing adalah tegangan dan luas penampang baja, fy

dan εy masing-masing adalah tegangan dan regangan leleh baja.

Gaya yang bekerja pada FRP didapatkan dengan:

frpufrpfrpfrpfrpfrpfrp untukAET (2.5)

b

h

bfrp

d

Cc c a=β1c

Ts

Tfrp ffrp εfrp εbi

εst εsi

εci

fs

α1f’c f’c εct

N.A

Page 7: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

13

frpufrpfrp untuk0T (2.6)

Keseimbangan gaya-gaya dalamnya adalah:

frpsc TTC dengan momen tahanan Mr =Ts(d – a/2)-Tfrp(h – a/2) (2.7)

2.2.2 Keruntuhan desak pada beton

Pada kasus ini, mode kegagalan lentur dimulai oleh kehancuran beton (εc=

εcu= 0,0035 untuk struktur dan 0,003 untuk jembatan), regangan FRP dan baja

dapat dihitung dengan persamaan berikut:

εs = εcu{(d – c)/c} . (2.8)

εfrp = εcu{(d – c)/c} – εbi (2.9)

Jarak c dihitung dari permukaan penampang yang tertekan sampai ke garis netral.

Dianggap baja tarik tidak mengalami leleh:

0)(

))((2

1

'

1

cufrpfrpfrpsss

bicufrpfrpfrpcussscc

hAEdAE

cAEAEbcf (2.10)

Momen tahanan terfaktor dapat dihitung sebagai:

)2

()2

( ahAEadAfM frpfrpfrpfrpsssr (2.11)

Dianggap baja tarik mengalami leleh

0hAEc)Af)(AE(bcf cufrpfrpfrpsysbicufrpfrpfrp

2

1

'

cc1 (2.12)

)2

ah(AE)2

ad(AfM frpfrpfrpfrpsysr (2.13)

Page 8: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

14

2.2.3 Keruntuhan tarik FRP

Menurut Banthia (2003), jika tegangan tarik pada FRP terjadi lebih dahulu,

sementara regangan tarik baja lebih besar dari regangan lelehnya maka regangan

pada beton dan baja dapat dihitung sebagai berikut.

)ch/cd)(( bifrpus (2.14)

)ch

c)(( bifrpus (2.15)

Jarak c dari garis netral ke permukaan atas penampang tertekan dihitung menurut

rumus:

(2.16)

dan momen terfaktornya adalah:

(2.17)

2.2.4 Interaksi antara beton dengan FRP

Mekanisme transfer gaya antara beton dengan FRP pada bagian ini

menjelaskan secara diskriptif persamaan dasar sederhana yang dapat memberikan

klarifikasi masalah phisik.

Dalam dua dimensi mekanisme tersebut disebut sebagai mode I dan mode

II. Mode I adalah pergeseran relatif antara dua permukaan yang dilekatkan

sedangkan mode II berhubungan dengan transfer displacement. Kedua mode pada

umumnya simultan dalam proporsi yang berbeda. Pada kasus interaksi beton

dengan FRP pada elemen struktur yang mengalami lentur, mode II adalah

dominan. Mode II menyebabkan tegangan geser. Tegangan geser akan diteruskan

Page 9: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

15

ke beton penutup tulangan melalui lekatan. Persamaan keseimbangan pada elemen

plat adalah:

d

dEt

d

dt

mfrp

frpfrp

mfrp

frp (2.18)

dimana: τ adalah tegangan geser, tfrp, Efrp, σmfrp,εmfrp, χ berturut-turut adalah tebal,

Modulus Young, tegangan axial rata-rata, regangan axial rata-rata dan panjang

FRP.

Rumus dasar tegangan geser lekatan antara FRP dan balok adalah:

frp

frp

Ib

yVA (2.19)

dimana: τ = tegangan geser lekatan; V=gaya geser yang bekerja pada penampang;

Ap= luas penampang FRP; y =jarak antara garis netral penampang ke titik berat

penampang FRP; I=Inersia penampang terhadap garis netral; bp=luas penampang

FRP.

2.3 Deskripsi Metode Elemen Hingga

Pada tahap analisis struktur, seringkali dipergunakan model matematis

yang biasanya diekspresikan dalam hubungan atau ketergantungan antara satu

atau beberapa besaran dengan satu atau beberapa besaran lainnya. Hubungan ini

umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan difrensial biasa, persamaan

difrensial parsial atau persamaan lainya. Kenyataannya banyak persoalan analisis

struktur yang sangat rumit sehingga solusi dari model struktur tidak dapat

diselesaikan dengan cara eksak, yaitu cara penyelesaian matematis yang solusinya

secara eksak harus memenuhi hukum-hukum pembentukan model struktur

Page 10: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

16

(hukum keseimbangan, kompatibilitas, dan hukum bahan) disetiap titik dalam

model struktur tersebut.

Cara mengatasi persoalan analisis struktur yang terlalu rumit diselesaikan

secara eksak adalah dengan menggunakan aproksimasi. Meskipun solusi yang

dihasilkan tidak eksak, tetapi dapat dibuat sangat dekat dengan hasil yang

sebenarnya.

Ada bermacam-macam metode yang sering digunakan untuk

menyelesaikan persamaan difrensial parsial atau partial diffrensial equation

(PDE) secara numerik, yang pada umumnya melakukan deskritisasi untuk

menyederhanakan PDE menjadi persamaan diskrit simultan, antara lain metode

finite difference, metode finite volume, metode boundary element dan metode

elemen hingga. Diantara beberapa metode tersebut, metode elemen hingga

menjadi salah satu yang diterima dan dipakai secara luas dalam berbagai aplikasi

engineering, termasuk dalam analisis problem elastisitas struktur.

Metode elemen hingga memerlukan prosedur diskritisasi (descritization)

untuk dapat mengubah persamaan difrensial menjadi satu set persamaan aljabar

(diskrit) yang terdiri dari matrik kekakuan, vektor gaya (force vector), dan vektor

displacement yang belum diketahui. Prinsip dari diskritisasi pada metode elemen

hingga adalah memodelkan struktur atau memodelkan elemen struktural menjadi

suatu kumpulan elemen-elemen kecil (assemblage). Bentuk geometrik tiap elemen

dibuat sesederhana mungkin sehingga lebih mudah dianalisis daripada strukur

aslinya. Proses diskritisasi dilakukan dengan cara menentukan titik-titik tertentu

untuk menjadi pemodelan struktur sesungguhnya, yang dinamakan titik nodal

Page 11: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

17

(nodal point), dimana pendifinisian elemen dan analisis selanjutnya hanya

mengacu pada titik-titik tersebut, bukan lagi pada struktur sesungguhnya yang

masih merupakan media kontinyu. Informasi dari titik nodal serta pendifinisian

elemen dipakai untuk membentuk shape functions, yang digunakan

menginterpolasikan respon titik-titik nodal ke semua lokasi domain yang ditinjau.

Prosedur penentuan titik-titik nodal dan mendifinisikan elemen-elemen untuk

mendiskritkan domain struktur yang ditinjau inilah yang disebut dengan

“meshing”.

Akan tetapi karakteristik dan bentuk geometri struktur yang ditinjau dapat

berubah seiring berubahnya kondisi struktur, seperti akibat penyebaran retak

(crack propagation) dan deformasi yang besar. Untuk mengatasi hal seperti ini

biasanya perlu dilakukan deskritisasi ulang, dalam kasus metode elemen hingga

disebut dengan remeshing disetiap konfigurasi domain struktur yang berubah

sehingga mesh tetap sesuai dengan bentuk geometri yang baru.

Hasil analisis yang diperoleh dari analisis elemen hingga akan berbeda jika

dibandingkan dengan hasil analisis yang diperoleh dari eksperimen, terutama yang

berkenaan dengan kapasitas ultimit struktur. Salah satu penyebabnya adalah

respon struktur yang komplek dengan berbagai ketidak linearan yang dimiliki oleh

material beton bertulang yang tidak dapat dimodel secara akurat.

2.4 Manual Program FEA LUSAS versi 13.57

LUSAS versi 13.57 merupakan salah satu program yang berbasis elemen

hingga. Penyajian model adalah dalam bentuk grafis yang terdiri dari berbagai

Page 12: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

18

macam geometri seperti titik, garis, bidang, volume dan pendifinisian atribut yang

berupa material, beban, tumpuan dan mesh. Program LUSAS menyediakan 100

jenis elemen yang diklasifikasikan dalam kelompok elemen sesuai dengan

fungsinya yaitu: Bars, Beams, 2D Continum elements, 3D Continum elements,

Plates, Shell, Membranes, Joints, Field Elements dan Interface Elements.

Program LUSAS secara umum menggunakan Sistem Keseimbangan Statis

tiga dimensi yaitu: surface forces, body forces dan concentrated load.

Benda (elemen 3-dimensi) dapat berdeformasi dari konfigurasi semula sebesar u

dengan memberikan kenaikan regangan ε yang berhubungan dengan tegangan σ.

Di dalam analisis finit elemen benda dianggap sebagai kumpulan elemen kecil

yang terhubung pada titik nodal. Perpindahan setiap elemen merupakan interpolasi

dari perpindahan titik nodal yang menghubungkan setiap elemen.

2.4.1 Analisis Statis Non Linear

Sifat nonlinear mungkin terbangun dari beberapa bentuk termasuk defleksi

yang besar, tegangan yang besar, hukum tegangan-regangan, deformasi yang

tergantung dari kondisi batas, dan deformasi yang tergantung dari besarnya beban.

(1) Analisis Material Non Linear

Jenis analisis ini harus dapat digunakan jika hubungan tegangan-regangan

material benar-benar non linear. Sebagai contoh idealisasi hubungan tegangan-

regangan untuk baja batangan seperti Gambar 2.3.

Page 13: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

19

Gambar 2.3

Idealisasi hubungan tegangan-regangan untuk baja batangan

Gambar 2.3 menunjukkan linear pada batas elastis dimana Analisis Elastis

dapat memperkirakan konfigurasi deformasi yang akurat bila batas tegangan leleh

tidak dilampaui. Jika leleh terjadi diikuti dengan menurunnya kekakuan baja

masih dapat mengikuti aturan tegangan-regangan. Oleh karena itu peningkatan

beban masih dapat diijinkan untuk menggambarkan respon semua material.

Gambar 2.4 adalah contoh sederhana penggabungan dua material baja.

Page 14: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

20

Gambar 2.4

Contoh sederhana penggabungan dua material baja

LUSAS memiliki beberapa model material yang berbeda dengan variasi

cara pemodelan pisik material yang diijinkan termasuk baja elastis, beton, busa

dan tanah.

Page 15: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

21

(2) Analisis Geometri Non Linear

Dalam analisis ini yang menjadi pertimbangan adalah mengubah efek

deformasi struktur kedalam kekakuan struktur dan posisi beban yang dikerjakan.

Gambar 2.5 adalah sebagai ilustrasi, balok diatas tumpuan sederhana dengan

beban yang terdistribusi merata. Solusi linear sederhana dapat memprediksi

momen lentur tumpuan dan gaya aksial nol. Tetapi kenyataannya, sebagai balok

yang mengalami lentur dan juga adanya sudut inklinasi balok pada tumpuan

menyebabkan terjadinya komponen gaya aksial. Gaya ini menjadi signifikan jika

deformasi dan sudut inklinasi tumpuan menjadi besar.

Gambar 2.5

Respon Geometri Non Linear Balok dengan tumpuan sederhana

(3) Ketergantungan Deformasi terhadap Kondisi Batas

Dalam Analisis ini kondisi batas dimodifikasi selama keadaan dimana

analisis tergantung pada bentuk deformasi struktur. Gambar 2.6 adalah sebagai

contoh ilustrasi, dimana masa sebagai subyek yang menerima beban P dan

diinisialkan berada diatas tumpuan pegas tunggal. Jika beban meningkat, kontak

Page 16: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

22

dapat terjadi pada pegas kedua yang mana akan merubah respon beban-deformasi

struktur.

Gambar 2.6

Respon pegas-masa dengan kondisi tumpuan non linear

2.4.2 Pentahapan Waktu (Time Steping) dan Tangen Modulus Matrik

Untuk memecahkan masalah respon nonlinear material dan geometri

struktur, prosedur pentahapan waktu dan beban harus digunakan. Jika derajat

nonlinearitas terjadi secara signifikan selama tahap beban, tegangan-tegangan

yang terintegrasi mengikuti derajat struktur tidak akan mencukupi keseimbangan

Page 17: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

23

gaya luar. Konsekuensinya adalah terjadinya gaya residu (sisa). Maka koreksi

akan dilakukan terhadap prosedur untuk memperoleh keseimbangan. Korektor

paling sederhana yang mungkin digunakan adalah pengembangan dari seri Taylor

untuk memperoleh pendekatan terhadap hasil.

Prosedur keseimbangan iterasinya dikenal sebagai Iterasi Newton-Raphson

dan ditunjukkan pada Gambar 2.7 yang juga menampilkan sifat pisik yang

signifikan dari Tangen Modulus sebagai tangen hubungan antara Tegangan-

Regangan dari konfigurasi yang sudah ada.

Gambar 2.7

Ilustrasi Iterasi Newton-Raphson untuk Respon Derajat

Kebebasan Tunggal

Page 18: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

24

2.4.3 Prosedur Iterasi

(1) Iterasi Newton

Walaupun Iterasi Newton-Raphson adalah stabil dan converges

quadratically (menyajikan estimasi awal yang sangat mendekati hasil), namun

punya kekurangan pada saat tangen matrik kekakuan memerlukan inversi

(kebalikan) pada masing-masing iterasi. Juga, mungkin akan gagal mencapai

konvergen jika terdapat material struktur dengan nonlinearitas ekstrim. Untuk

kasus ini, Modifikasi Iterasi Newton mungkin lebih efektif. Dengan Iterasi

Newton modifikasi, tangen matrik kekakuan semula akan diganti dengan matrik

kekakuan sebelumnya, dinyatakan dari awal kenaikan. Hal ini dapat mengurangi

biaya komputasi/iterasi sebagai faktorisasi tangen matrik kekakuan tidak

diperlukan untuk setiap iterasi.

Gambar 2.8 (a), (b) dan (c) menunjukkan bentuk dasar Modifikasi

Newton-Raphson yang terdiri dari Initial Stiffness Method, KT1 Method dan KT2

Method.

Nilai konvergensi Iterasi Newton Modifikasi bukan quadratik dan

prosedurnya sering menjadi divergen. Bagaimanapun, jika dipasangkan dengan

prosedur pencarian baris bentuknya sebagai iterasi algoritma dan terutama sekali

cocok untuk struktur yang mempunyai material dengan nonlinearitas ekstrim.

Iterasi Newton-Raphson lebih efektif untuk persoalan geometri non-linear dari

pada Iterasi Newton Modifikasi.

Page 19: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

25

Gambar 2.8a

Initial Stiffness Method

Gambar 2.8b

KT1 Method

Gambar 2.8c

KT2 Method

Page 20: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

26

(2) Pelacakan Baris

Teknik Pelacakan Baris (Line Searches) didisain untuk meningkatkan nilai

konvergensi antara Iterasi Newton Penuh dan Modifikasi. Teknik ini melibatkan

modifikasi terhadap kenaikan lendutan terakhir untuk Iterasi.

Proses ini berulang sampai kriteria konvergensi terpenuhi atau sampai

dengan jumlah pelacakan baris per iterasi yang telah dirancang terlebih dahulu

bersesuaian (Gambar 2.9). Pelacakan baris tidak dapat dilakukan bila interval

penghitungan mendekati satuan atau mendekati nol. Jika interval langkah

mendekati satuan, pelacakan baris masih sedikit diperlukan. Jika interval langkah

mendekati nol, telah dibuat sedikit pengembangan terhadap hasil, dan arah

kenaikan yang baru akan diberikan oleh pengulangan hasil yang bersifat

menguntungkan.

Gambar 2.9

Prosedur Pelacakan Baris

(3) Konvergensi

Jika menggunakan solusi algoritma kenaikan/iteratif, ukuran konvergensi

dari solusi digunakan untuk menggambarkan saat keseimbangan dapat diterima.

Page 21: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

27

Pemilihan kriteria konvergensi yang sesuai adalah yang paling penting. Toleransi

yang sering terlalu ketat mungkin menghasilkan iterasi yang tidak perlu dan

konsekuensi lainnya adalah menyia-nyiakan sumber daya komputer dan jika

toleransi terlalu longgar mungkin tidak akan menghasilkan jawaban yang akurat.

Menetapkan nilai toleransi sangat berarti dalam suatu pengujian. Pada

umumnya, persoalan geometri nonlinear yang sensitif memerlukan urutan kriteria

konvergensi yang ketat untuk menjaga hasil dalam keseimbangan yang akurat,

sedangkan toleransi yang longgar biasanya lebih efektif dengan sebagian besar

persoalan material nonlinear dimana residu lokal yang tinggi masih mungkin

ditoleransi.

2.4.4 Prosedur Inkrementasi

Untuk menggambarkan alur solusi nonlinear diperlukan prosedur

kombinasi inkrementasi/iteratif. Tersedia dua metode dalam Program Lusas yaitu:

1. Constant load level incrementation (inkrementasi level beban konstan)

2. Modifikasi inkrementasi panjang busur (termasuk metode Crisfield atau

Rheinboldt)

(1) Level Beban Konstan

Dengan prosedur inkrementasi/iteratif level beban konstan (Gambar 2.10),

beban diaplikasikan kedalam inkrementasi tetap yang khas dan pilihan algoritma

iteratifnya digunakan untuk memperoleh konfergensi hasil pada setiap level

beban. Dalam LUSAS, level beban mungkin lebih spesifik dilakukan secara

manual sama seperti mencocokkan rangkaian beban, atau secara otomatis

Page 22: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

28

menggunakan perintah INCREMENTATION. Dengan inkrementasi manual,

kegagalan konvergensi iterasi algoritmanya akan mengakibatkan penghentian

analisis. Tetapi penghentian otomatis analisis mungkin diabaikan, sehingga

inkrementasi beban berikutnya akan diterapkan pada konfigurasi yang tidak

konvergen sebelumnya.

Gambar 2.10

Prosedur Inkrementasi/iteratif Level Beban Konstan

Jika hasil gagal mencapai konvergen dengan ikrementasi otomatis, ukuran

ikrementasinya akan direduksi dan konvergensinya dicari dalam level beban yang

baru. Tetapi reduksi beban ini mungkin juga diabaikan, sehingga hasilnya

mungkin juga berakhir atau dilanjutkan dengan mengaplikasikan ikremen beban

selanjutnya.

Page 23: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

29

Metode inkrementasi level beban konstan gagal jika solusi mencapai limit

point (Gambar 2.11) dan metode ini tidak bisa diterapkan pada pembebanan paksa

(pressure loading).

Gambar 2.11

Ilustrasi Limit Point untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal

(2) Metode Modifikasi Panjang Busur (Metode Crisfield)

Metode umum yang dapat mengikuti seluruh alur solusi limit point disebut

Metode Modifikasi Panjang Busur (Gambar 2.12). Implementasi Algoritma dalam

Program LUSAS mengikuti usulan Crisfield tetapi harus dimodifikasi untuk dapat

menerima modifikasi beban yang proporsional atau tidak proporsional.

Yang khas dalam Metode Modifikasi Panjang Busur adalah bahwa tingkat beban

tidak tetap selama ikrementasi beban yaitu selama prosedur iterasi, beban

dimodifikasi sampai konvergensi mendekati limit point tercapai.

Manfaat pembatasan panjang busur lainnya adalah menstabilkan proses iteratif.

Hal ini mempunyai arti yang sangat penting pada saat menggunakan metode

Page 24: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

30

iterasi Newton. Metode panjang busur mungkin juga dapat meningkatkan efisiensi

hasil/solusi bahkan ketika limit point dilibatkan.

Gambar 2.12

Modifikasi Incrementasi Beban Panjang Busur untuk

Respon Derajat Kebebasan Tunggal

(3) Kontrol Panjang Busur (Metode Rheinboldt)

Metode Panjang Busur mungkin diingat sebagai bentuk umum kontrol

lendutan yang dapat diterapkan, secara phisik, persoalan ini tidak melibatkan

kontrol lendutan. Ini secara efektif dapat diterima dalam metode panjang busur

Crisfield, dimana Standar Enclidean mengenai inkrementasi lendutan dibatasi

pada nilai yang tetap.

(4) Pelacakan Baris dengan Metode Panjang Busur

Implementasi metode pelacakan baris yang tepat secara Matematika

dengan modifikasi metode panjang busur adalah sangat komplek, sebab dalam

melakukan penyesuaian terhadap interval setiap langkah beban menyebabkan

persamaan limitnya tidak dapat digunakan.

Page 25: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

31

Sedangkan metode ini efektif, jika gagal untuk menghitung penyesuaian

tingkat beban sebenarnya selama pelacakan baris benar-benar mengubah arah

iterasi sampai mencapai energi minimum. Disamping itu, pelacakan baris harus

digunakan secara hati-hati pada saat menelusuri alur keseimbangan yang tidak

stabil, karena posisi keseimbangan tidak boleh bersamaan dengan status energi

minimumnya.

(5) Penyesuaian beban secara otomatis

Inkrementasi panjang busur disesuaikan untuk setiap inkremen, sehingga

inkremen beban yang besar dapat digunakan untuk level beban dengan sedikit

linearitas, inkremen beban yang kecil akan digunakan untuk tingkat beban dimana

respon adalah sangat tidak linear. Hal ini dapat dicapai dengan mencoba

mempertahankan nilai iterasi yang konstan pada setiap langkah.

Pada kejadian dimana konvergensi gagal setelah iterasi mencapai nilai

maksimum, inkrementasi dimulai lagi dengan mereduksi inkremen panjang busur.

2.4.5 Software Analisis Finite Elemen LUSAS

Analisis Finit Elemen secara lengkap terdiri dari 3 (tiga) langkah, yaitu:

Pre-Processing, Finite Element Solver dan Result Processing. Sistem pada

Program Finit Elemen LUSAS, mengandung dua bagian pelaksanaan analisis finit

elemen secara lengkap yaitu:

1. LUSAS Modeller, sangat interaktif bagi pengguna dalam pemodelan grafis

sebelum dan sesudah proses.

2. LUSAS Solver, untuk melaksanakan Analisis Finit Elemen.

Page 26: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

32

Memodel struktur dilaksanakan pada tahap pra-proses. Model disajikan

dalam bentuk grafis dengan dua bagian besar yaitu fitur geometri dan asign

atribut. Terdapat empat fitur geometri pada LUSAS yaitu titik, garis, permukaan

dan volume. Dasar penggambaran geomeri adalah beberapa titik yang

dihubungkan menjadi garis; garis dengan garis yang berhubungan menjadi

permukaan dan kombinasi beberapa permukaan menjadi volume. Seluruh

geometri harus dipastikan menurut sistim sumbu Cartesian demikian juga untuk

sistim sumbu lokal dan sistim sumbu global.

Define dan Assign Attribute adalah untuk mengidentifikasi dan

memasukkan data propertis model struktur. Yang termasuk didalam sistim atribut

LUSAS adalah mesh, geometri, material dan beban.

Berikutnya adalah tahap solusi yang dikenal sebagai Finite Element

Solver. Metode kekakuan akan diproses pada tahap ini dan menghasilkan file data

yang diperlukan. Tahap akhir adalah proses hasil dengan melibatkan penggunaan

perangkat untuk melihat dan menganalisis jawaban yang dihasilkan oleh LUSAS

Solver.

2.4.6 Element 1-dimensi

Elemen 1-dimensi hanya digunakan jika perpindahan atau tempratur

mempunyai fungsi untuk satu kordinat saja. Jenis elemen ini harus mempunyai

sekurang-kurangnya dua titik dalam sumbu kontroidalnya. Elemen ini dapat

mempunyai 2 titik, 3 titik, 4 titik dan seterusnya, semakin banyak titik akan

memberikan hasil dengan akurasi yang lebih tinggi, tetapi pada saat yang sama

Page 27: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

33

membutuhkan kalkulasi yang lebih komplek. Contoh elemen 1-dimensi adalah

elemen linear quadratic dan elemen kubik. Gambar 2.13 menunjukkan elemen 1-

dimensi dan Gambar 2.14 menunjukkan penambahan beban yang bekerja pada

model kantilever yang menggunakan elemen 1-dimensi.

Gambar 2.13

Elemen 1-dimensi

Gambar 2.14

Penambahan beban yang bekerja pada model kantilever yang

menggunakan elemen 1-dimensi

2.4.7 Elemen 2-dimensi

Elemen 2-dimensi digunakan jika perpindahan atau tempratur mempunyai

fungsi untuk dua kordinat x dan y. Jenis elemen ini merupakan layer yang

mempunyai tiga titik penghubung atau lebih. Contoh untuk elemen 2-dimensi

adalah elemen linear triangular, yang paling mudah untuk dimodel, elemen linear

Page 28: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

34

rektangular, elemen kurva triangular dan elemen kurva rektangular. Lihat Gambar

2.15.

Gambar 2.15

Elemen 2-dimensi

2.4.8 Elemen 3-dimensi

Elemen 3-dimensi digunakan jika perpindahan atau tempratur mempunyai

fungsi untuk tiga kordinat x, y dan z. Masing-masing panjang tepi sangat

menentukan sebab tidak terdapat dimensi elemen yang lebih besar dari 2-dimensi

lainnya. Elemen 3-dimensi paling banyak diterapkan sampai saat ini sehubungan

dengan tingkat akurasinya. Gambar 2.16 menunjukkan beberapa variasi elemen 3-

dimensi.

Gambar 2.16

Beberapa variasi elemen 3-dimensi

Page 29: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

35

Berdasarkan jenis material (material properties) terdapat enam model joint

pada FEA LUSAS yaitu spring stiffness only, general properties, elasto-plastic

uniform tension and compression with isotropic hardening, elasto-plastic general

with isoropic hardening, smooth contact with an initial gaps, dan frictional

contact with an initial gap.

2.5 Penelitian-penelitian mengenai balok dengan perkuatan lembar CFRP

Penelitian oleh Jumaat dan Alam (2006) mereview beberapa masalah yang

timbul dalam pemakaian lapisan perekat atau metode perekatan dalam perkuatan

balok beton bertulang. Bahwa setiap elemen struktur didisain menurut tipe

pembebanannya. Demikian pula pada sejumlah elemen struktur sipil, seperti balok

beton bertulang yang sering memerlukan tambahan perkuatan dalam kaitannya

dengan peningkatan beban. Menurut situasi dan ekonomi, menambah perkuatan

balok beton bertulang masih lebih baik dilakukan daripada penggantian. Material

dan metode yang berbeda seperti beton yang disemprotkan (sprayed concrete),

ferrocement, plat baja, dan Fibre Reinforced Polymer (FRP) dapat digunakan

sebagai perkuatan balok beton bertulang yang sudah ada, dimana metode

pelapisan dengan plat baja dan lembaran FRP adalah yang paling populer

dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Sasaran utama penelitiannya adalah

meninjau kembali metode perkuatan yang sudah ada, perhatian terhadap perkuatan

menggunakan lembaran baja dan FRP dan perhatian terhadap masalah yang

ditimbulkan oleh metode dengan perekatan.

Page 30: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

36

Perkuatan plat baja adalah metode yang populer dalam kaitannya dengan

ketersediaan, murah, sifat material yang seragam, kemudahan pengerjaan serta

mempunyai kekakuan dan kekuatan terhadap kelelahan yang tinggi. Sedangkan

efektifitas dari metode ini tergantung dari penyiapan permukaan dan metode

perekatan antara permukaan beton dan plat baja.

Disimpulkan pula bahwa penambahan plat baja yang direkatkan pada

balok beton bertulang dapat meningkatkan kekakuan lentur, mereduksi retak dan

deformasi pada setiap tahap pembebanan dan memberikan kontribusi terhadap

mode peningkatan kapasitas lentur ultimit. Reduksi terhadap retak dan deformasi

meningkat dengan meningkatnya ketebalan plat baja dan ketebalan perekat,

walaupun bukan pada waktu yang bersamaan. Juga dilaporkan bahwa plat baja

memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap kontrol retak daripada kontrol

terhadap deformasinya. Kekakuan balok beton yang diperkuat menurun sebanding

dengan meningkatnya ketebalan plat.

Studi mengenai perkuatan struktur menggunakan FRP terus mengalami

peningkatan beberapa tahun terakhir. Secara umum FRP mempunyai keunggulan

sangat baik dalam hal ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap kelelahan

(mungkin dengan beberapa perkecualian FRP berbahan dasar serat kaca),

kepadatan yang rendah, kekakuan dan kekuatan yang tinggi dan mempunyai

koefisien muai panas yang sangat rendah searah serat. Material FRP mempuyai

sifat mekanis dan fisik diatas baja, terutama pada kekuatan terhadap regangan dan

kelelahan. Maka dari itu FRP banyak digunakan pada daerah dengan perbedaan

suhu yang tinggi. Tingkat kegagalan yang rendah selama pemakaian bertahun-

Page 31: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

37

tahun dalam struktur teknik sipil menjadikan pemakaian FRP lebih efisien

dibandingkan dengan plat baja, walaupun harga material FRP lebih mahal dari

material baja.

FRP lebih efektif jika digunakan untuk perkuatan lentur dibandingkan

dengan perkuatan geser sehubungan dengan sifat material yang unisotropic, FRP

sebagai perkuatan geser dapat digunakan dengan baik dengan mengubah arah

serat. Peningkatan luas penampang GFRP dan perekat memberikan peningkatan

kekuatan lentur pada balok beton bertulang yang direhabilitasi dengan lembaran

GFRP. Hasil pengujian mendekati hasil teoritis menggunakan teori balok beton.

[seperti dilaporkan oleh Saadatmanesh and Ehsani, University of Arizona dalam

Jumaat and Alam, 1990].

Kegagalan dini pada perekat adhesive merupakan masalah yang sangat

komplek dan juga merupakan masalah yang sangat penting dan ekstrim sebab

mekanisme pengelupasan perekat bersifat getas dan tiba-tiba. Penelitian

menunjukkan bahwa tiga mekanisme pengelupasan dikenal sebagai flexural

peeling, shear peeling dan axial peeling

Alfano et.al. (2005), menganalisis mekanisme kegagalan balok beton

bertulang yang diperkuat dengan FRP dengan model finit-elemen 2D. Balok

disimulasi dengan tiga tipe, yaitu balok kontrol tanpa perkuatan FRP dan dua

balok yang masing-masing diperkuat dengan lapisan pultruded CFRP dan lembar

pre-preg CFRP. Disebutkan bahwa mekanisme kegagalan balok beton bertulang

dengan perkuatan FRP melibatkan pengelupasan ujung fibre reinforced

composite, lepasnya ikatan FRP atau lepasnya ikatan penutup beton memerlukan

Page 32: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

38

model komposit yang lebih canggih daripada berdasarkan hipotesis penampang

melintang setelah terjadinya deformasi. Analisis finit elemen 2D dengan empat

titik beban, Gambar 2.17 dapat memberikan gambaran hasil percobaan mengenai

perilaku non linear balok beton bertulang, pola retak dalam balok, mekanisme

slip baja tulangan dan kemungkinan lepasnya FRP.

Gambar 2.17

Balok beton bertulang: geometri dan pembebanan

Model finit element ini disajikan hanya dalam setengah model karena

simetris, pola retak didifinisikan dengan 14 retak vertikal yang dirancang masing-

masing berjarak 100 mm, jarak yang diperkirakan sama dengan hasil penelitian

yang telah dilaporkan. Hypotesa yang telah dibuat adalah plane strain dengan

lendutan yang kecil.

Dari hasil penelitiannya, tampak bahwa retak yang terbatas pada suatu area

yang sangat kecil mempunyai efek signifikan dalam penentuan tegangan geser

2800

1100 800 1100

300

150

Ø12

Ø20

Ø12 FRP

300

Page 33: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

39

pada permukaan beton dengan FRP, yang mana sesuai dengan model non linear

yang dikembangkan. Pada kasus retak tegangan geser pada permukaan beton

dengan FRP dengan cepat menghilang pada bagian sebelah kiri beban yang

bekerja, yaitu pada area momen konstan balok.

Gorji (2009) menganalisis Perkuatan FRP pada balok beton bertulang

menggunakan Metode Variasi Energi (Variation Energy Methode). Dalam

penelitiannya, Gorji (2009) menyajikan metode analisis untuk memprediksi

lendutan rektangular balok beton bertulang yang diperkuat dengan FRP pada

bagian bawah balok.

Balok yang diuji adalah balok bentang tunggal diatas dua tumpuan sendi

dan rol. Model balok selengkapnya disajikan pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Geometri balok Gorji

Bentang bersih : 10000 mm

Page 34: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

40

Lebar x tinggi (b x h) : 300x750 mm2

d : 677 mm

tf : 3,00 mm

d2 : 73 mm

As1; As2 : 2453 mm2 (5Ø25); 1257 mm

2 (4Ø20)

Pada analisis numerik dengan program ANSYS 3-D yang dilakukan

dengan memodel seperempat bagian balok yang mewakili keseluruhan balok dan

beban yang simetris, Gorji (2009) mengambil asumsi-asumsi dasar sebagai

berikut:

Bidang datar tetap datar dan distribusi regangan elemen pada penampang

melintang adalah linear setinggi penampang.

Tidak ada slip diantara baja tulangan dengan beton atau beton dengan FRP.

Beton hanya bekerja pada bagian desak saja dan hubungan antara teganga-

regangan adalah linear.

Balok dibebani merata sebesar 60kN/m’ yang digunakan sebagai

perbandingan antara metode variasi dan metode finit elemen. Dengan keseluruhan

detail balok, lendutan balok dapat dihitung dengan metode variasi.

Page 35: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

41

Gambar 2.19

Hubungan beban-lendutan antara model variasi dengan model finit elemen

Gorji (2009) menyimpulkan model finit elemen menunjukkan persamaan

perilaku yang sangat baik dibandingkan dengan model variasi. Walaupun pada

tahap awal terjadi perbedaan perilaku beban-lendutan antara model finit elemen

dan model variasi, tetapi itu tidak terlalu signifikan. Perbedaan tersebut terjadi

karena tensile strength balok beton bertulang diperhitungkan pada model FE tetapi

pada model variasi diabaikan. Model variasi energi sangat efektif digunakan untuk

memprediksi besarnya lendutan pada setiap bagian balok beton yang diperkuat

dengan FRP.

Studi mengenai parameter pengujian balok beton yang diperkuat dengan

merekatkan lembaran komposit, beberapa diantaranya dilaporkan oleh Jumaat

M.Z. and Alam (2006), Raoof and Zang (1998), Alfano at.al. (2005), Garden et.al.

(1997), Changji at.al. (2003), Dewobroto (2005) dan Lamana at.al. (2004).

Berbagai konfigurasi penampang plat dan beban yang bekerja telah banyak diteliti

Page 36: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

42

dan terungkap bahwa lembaran yang direkatkan dapat meningkatkan kapasitas

ultimit balok tetapi disisi lain mengurangi daktilitas. Lembaran yang direkatkan

secara proporsional, efektif memberikan peningkatan momen kopel dalam setelah

lelehnya baja tulangan. Pada semua kasus, kegagalan berhubungan dengan

tegangan geser longitudinal yang relatif tinggi pada permukaan perekat-beton,

namun kegagalan beton pada semua pengujian dan lepasnya perekat dari beton

tidak dapat diobservasi. Tertundanya kegagalan penjangkaran ujung plat

disebabkan oleh ketahanan plat terhadap pemisahan tetapi tidak meningkatkan

kekakuan struktur sampai dengan melelehnya baja tulangan.

Garden et.al. (1997) memodel balok beton bertulang dengan bentang satu

meter dengan empat titik beban seperti Gambar 2.20. Beton menggunakan semen

portland biasa dengan perbandingan air bebas : semen = 0,4 : 1 dan semen :

agregat kasar : agregat halus = 1 : 1,1 : 1,9. Diameter maksimum agregat kasarnya

adalah 10 mm sedangkan diameter maksimum agregat halusnya adalah 5 mm.

Pengujian dilakukan adalah untuk mengetahui perilaku struktur dengan beberapa

variasi parameter yaitu aspek ratio plat (antara tebal dan lebar) dengan luas

penampang yang sama; perbandingan antara tinggi/lebar balok; dan bentuk

pengangkeran akhir plat.

Page 37: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

43

Gambar 2.20

Geometri dan penampang melintang balok

Hasil pengujian yang dilakukan Garden at.al. (1997) menunjukkan bahwa

balok tanpa plat perkuatan mengalami mode kegagalan biasa dengan retak karena

lendutan yang besar dengan momen yang konstan. Melelehnya baja tulangan

memindahkan sumbu netral jauh ke atas yang menyebabkan hancurnya beton.

Retak geser juga terjadi, tetapi tidak begitu lebar sepanjang balok diberi tulangan

geser yang cukup. Semua kasus pada plat, kegagalan disebabkan oleh pemisahan

penutup beton dimulai dari baja tulangan tarik.

Teknik perekatan Fibre Reinforced Plastic (FRP) pada permukaan lentur

atau sisi lain dari balok beton bertulang menjadi sangat populer penggunaannya

sebagai perkuatan atau perbaikan. Mode kegagalan balok beton bertulang dengan

perkuatan bervariasi. Salah satu diantaranya yang paling kritis adalah putusnya

lembaran FRP. Penelitian oleh Changjie et.al. (2003) menyajikan metode numerik

untuk mensimulasi kegagalan putus lembaran FRP. Simulasi kegagalan

menggunakan empat balok uji dan salah satu hasil pengujian dikomparasi dengan

metode numerik. Kesimpulan menunjukkan mode kegagalan perkuatan FRP pada

balok beton bertulang dapat tersimulasi dengan baik dengan metode ini.

Page 38: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

44

Dari empat balok uji, balok pertama diperkuat dengan lembaran Carbon

FRP (CB1), balok kedua dengan CFRP prategang (CB2), balok ketiga diperkuat

dengan lembaran CFRP dengan dua tulangan prategang didalam balok (PB1) dan

yang keempat diperkuat dengan lembaran CFRP prategang dan juga dengan dua

tulangan prategang di dalam balok beton bertlang (PB2). Gambar 2.21

menunjukkan geometri dan penampang melintang balok.

Gambar 2.21

Geometri dan penampang melintang balok

(Sumber: Changjie et.al., 2003)

Changji at.al. (2003) melakukan pemodelan 2-D balok hanya setengah

bentang dengan pertimbangan geometri dan beban balok yang simetris. Beton

dimodel sebagai elemen yang solid, lembar FRP dan baja tulangan dimodel

sebagai elemen garis. Sebagai elemen garis (baja tulangan atau lembar CFRP)

dianggap melekat sempurna dengan beton, dan regangan baja tulangan (atau

lembar FRP) diestimasi mengikuti regangan balok bertulang induknya. Demikian

Page 39: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

45

pula untuk bantalan tumpuan dan beban dimodel sebagai elemen baja solid (pejal).

Pemodelan ini dilakukan dengan program ATENA 2-D.

Hasil komparasi antara pengujian dan pemodelan disajikan dalam Gambar

2.22 berikut:

Gambar 2.22

Komparasi antara pengujian dan pemodelan.

(Sumber: Changjie et.al., 2003)

Dewobroto (2005) melakukan analisis non-linear untuk mensimulasi

keruntuhan balok beton bertulang dengan program yang berbasis metode elemen

hingga (m.e.h) komersiil ADINA (2003). Dalam pemodelan ini, Dewobroto

(2005) menganggap baja sebagai material homogen yang propertinya terdefinisi

dengan jelas dan material beton merupakan material heterogen dari semen, mortar

dan agregat batuan, yang properti mekaniknya bervariasi dan tidak terdefinisi

Page 40: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

46

dengan pasti dianggap material homogen dalam konteks macro. Sebagai

benchmark data uji balok eksperimen, Dewobroto menggunakan seri pengujian

balok dari Universitas Toronto (Vechio-Shim, 2004), Gambar 2.25, yang

konfigurasinya sama dengan uji eksperimen Bresler-Scordelis (1963) dengan

alasan pengujian ini mempunyai dokumentasi yang lengkap dan berkualitas tinggi.

Gambar 2.25

Setup Pengujian Balok Bench-mark (VecchioShim, 2004)

Analisis pemodelan metode elemen hingga ini menggunakan pendekatan

plane-stress sehingga digunakan elemen 2-D solid untuk material beton,

sedangkan untuk tulangan menggunakan elemen Truss (gaya aksial) yang

digabung dengan material bi-linear dari material baja.

Keruntuhan lentur pada penelitian ini diidentifikasi dari hubungan kurva

beban-lendutan yang menjadi datar (horisontal) dimana kekakuan struktur menjadi

nol. Sedangkan pada keruntuhan geser menjadi berbeda, bagian kurva yang datar

tidak selalu dijumpai, meskipun demikian keduanya (lentur dan geser)

menghasilkan kesulitan numerik yang sama. Proses perhitungan pada daerah itu

menjadi “fail”, yaitu iterasi yang menjadi tidak konvergen. Apabila hal tersebut

terjadi maka beban inkremental perlu diperkecil dan proses incremental ditambah.

Page 41: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

47

Program ADINA yang digunakan menyediakan fasilitas penambahan beban

secara otomatis (Automatic Time Stepping). Fasilitas Automatic Time Stepping

juga dapat ditemui pada program LUSAS.

Investigasi awal terhadap kelayakan perkuatan beton bertulang dalam

menahan lentur menggunakan perekat bubuk aktif untuk merekatkan lembaran

komposit dengan beton dilakukan oleh Lamanna et.al. (2004). Berdasarkan

kriteria kegagalan awal pada sistim perekatan, tujuan utama dari penelitiannya

adalah kegagalan desak beton setelah baja tulangan mengalami leleh pertama, dan

untuk mendapatkan mode kegagalan daktilitas semu. Sasaran penelitian lainnya

adalah untuk membandingkan kesimpulan dari hasil percobaan dengan prediksi

teoritis.

Spesimen yang diuji ditunjukkan pada Gambar 2.26, adalah beton

bertulang dengan disain mutu 21 MPa (C 21) dan 24 MPa (C 24). Bentang beton

spesimennya adalah 1220 mm, dengan luas penampang 153x153 mm2 dan dicetak

di laboratorium, disediakan oleh suplier lokal. Lembar FRP direkatkan sejauh 2.5

cm (1 inchi) dari tumpuan dan tidak mempunyai angker mekanis pada setiap

ujung FRP.

Page 42: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

48

Gambar 2.26

Spesimen uji beton bertulang

(Sumber: Lamanna et.al., 2006)

Gambar 2.27

Skema pembebanan dan pengujian

(Sumber: Lamanna et.al., 2006)

Ukuran balok dan luas tulangan sama untuk semua pengujian, didisain

mengikuti peraturan ACI 138. Tulangan tariknya adalah 2 batang No. 4 grade 60,

sedangkan tulangan desaknya adalah 2 batang No. 3 grade 60 yang dipasang

Page 43: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

49

untuk menjaga agar sengkang tetap berada pada posisinya selama proses

pengecoran.

Balok diperkuat dengan lembaran material “pultruded glass vinylester

FRP composite” yang bervariasi dan dibuat khusus untuk penelitian ini. Pengujian

beton bertulang dengan ukuran kecil dapat memberikan gambaran bahwa

pemasangan lembaran komposit dengan perekat bubuk-aktif cukup memadai

untuk diaplikasikan dengan cepat sebagai perkuatan pada balok beton bertulang.

Perkembangan retak pada beton berkaitan dengan penetrasi perekat. Retakan

merupakan fungsi dari jenis perekat dan lebarnya, panjang dan jarak ujung ke

tumpuan. Awal retakan akibat penetrasi perekat dapat diamati hampir pada semua

pengujian, sampai pada jarak 76,2 mm. dari ujung balok uji. Retakan lebih

tertahan pada balok dengan perkuatan akibat meningkatnya momen ultimit yang

dicapai selama lembaran FRP masih melekat.

Pada beban batas, deformasi yang besar dan retak beton tampaknya

menurunkan efisiensi metode ini, tetapi pada semua pengujian beton dengan

perkuatan dapat menunjukkan peningkatan yang memuaskan dalam kaitannya

dengan leleh sampai beban batas. Perkuatan beton bertulang dengan lembaran

komposit dengan perekat bubuk-aktif merupakan pilihan yang tepat untuk

dilakukan apalagi kecepatan instalasi merupakan prioritas utama.

Suta (2008) melakukan penelitian dengan program FEA LUSAS terhadap

balok T standar Bina Marga dengan variasi bentang 10, 15, 20 dan 25 meter.

Masing-masing bentang diberi perkuatan plat baja dengan variasi ketebalan 4,0

mm, 6,0 mm, 8,0 mm dan 10,0 mm. balok diuji dengan 3 (tiga) titik beban, dua

Page 44: ANALISA PERKUATAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN

50

titik merupakan tumpuan sendi dan rol, sedangkan satu titik adalah posisi beban

titik di tengah bentang. Balok diuji sampai mencapai lendutan ijin. Balok, lem dan

plat dimodel dengan elemen bidang (surface element), sedangkan tulangan balok

dimodel dengan elemen batang (bar element). Sebagai verifikasi terhadap

kehandalan FEA LUSAS, Suta (2008) menggunakan model 2-D dan 3-D balok

sederhana yang diambil dari example FEA LUSAS dengan bentang 3300 mm,

ukuran penampang 150 x 300 mm2. Perbedaan hasil hubungan “beban-lendutan”

antara 2-D dan 3-D yang diperoleh ditampilkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.2.

Perbandingan hasil beban-lendutan saat beban layan

Cara Analisis P

(kN)

Selisih

(%)

Lendutan

(mm)

Selisih

(%)

Keterangan

Balok 2-D (full) 16,289 +0,02 3,08 -5,52 FEA LUSAS

Balok 3-D (full) 16,286 0,00 2,06 0,00 FEA LUSAS

Sumber: Suta (2008)

Pada akhir simpulan penelitiannya, Suta (2008) merekomendasi untuk

bentang 10 m digunakan panjang plat 6000 mm dengan tebal 4,0 mm dan 6,0 mm

serta lebar 320 mm. Untuk bentang 15 m digunakan panjang 10200 mm, dengan

4,0 mm dan 6,0 mm tebal serta 350 mm lebar. Untuk bentang 20 m digunakan

panjang 13200 mm, dengan 6,0 mm dan 8,0 mm tebal serta 460 mm lebar. Untuk

bentang 25 m digunakan panjang 16200 mm, dengan tebal 8,0 mm dan 10,0 mm

serta lebar 680 mm.