PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN BESI …
of 137/137
PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN BESI YANG TERKOROSI (FLEXURAL BEHAVIOR OF REINFORCED CONCRETE BEAMS WITH CORRODED STEEL BARS) DISERTASI AKSA H. MARDANI P0800311030 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN BESI …
Text of PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN BESI …
(FLEXURAL BEHAVIOR OF REINFORCED CONCRETE BEAMS WITH CORRODED STEEL
BARS)
DISERTASI
yang atas izinnya sehingga penelitian dan penulisan ini yakni
“Perilaku
Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Besi Yang Terkorosi”
dapat
terselesaikan. Dalam melaksanakan penelitian ini upaya dan
perjuangan
keras kami lakukan dalam menyelesaikannnya.
Kami menyampaikan penghargaan yang sangat tinggi dan amat
mendalam kepada bapak Prof. Dr. H. M. Wihardi Tjaronge, ST.,
M.Eng,
atas bimbingan, arahan dan petunjuknya sehingga penelitian
dan
penyusunan disertasi ini dapat kami laksanakan dengan baik. Ucapan
dan
penghargaan yang sama kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir.
Victor
Sampebulu, M.Eng dan Prof. Dr. Rudy Djamaluddin, ST., M.Eng
selaku
Co-Promotor yang banyak memberikan waktu, arahan dan
bimbingannya
kepada kami. Kepada bapak kami mengucapkan terima kasih dan
penghormatan yang setingi-tingginya atas bimbingan yang begitu
tulus
danikhlas.
Ucapan dan penghargaan kami sampaikan kepada Prof. Ir. Priyo
Subprobo, MS., Ph.D, selaku penguji eksternal dari Institut
Sepuluh
Novemver Surabaya (ITS) dan Prof. Dr-Ing Ir. Herman Parung, Ir.
H.
Achmad Bakri Muhiddin, M.Sc., Ph.D, Dr. Eng. Hj. Rita Irmawaty,
ST.,
MT dan Dr. Eng. A. Arwin Amiruddin, ST., MT selaku tim penguji
yang
banyak memberikan arahan dan masukan kepada kami. Kepada
iii
setingi-tingginya atas masukan dan arahan demi kelengkapan
disertasi ini.
Penghargaan yang setinggitingginya kepada ; Rektor
Universitas
Hasanuddin (Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA), bapak Prof.
Dr.
Muhammad Ali, SE, MS. (Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin), bapak Dr-lng. Ir. Wahyu Haryadi Piarah, MS.ME.
(Dekan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin), bapak Dr. Ir. H. Muh.
Arsyad
Thaha, MT (Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin),
bapak Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, ST. M.Eng (Ketua Program
Studi
S3 Teknik Sipil Universitas Hasanuddin) dan bapak/ibu dosen
Pascasarjana Universitas Hasanuddin yang telah mengarahkan
dan
membimbing dalam proses perkuliahan. Bapak/ibu staf
Pascasarjana
Unhas dan staf Prodi S3 Teknik Sipil yang sangat membantu
dalam
proses administrasi, kami sampaikan banyak terima kasih.
Ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada Dr. M.
Akbar
Caronge, ST. M.Eng., Miswar Tumpu, ST., Awad Akbar ST, dan
Mahasiswa S1 dan S2 serta kepada bapak/ibu yang telah
membantu
dalam semua aktivitas, sehingga disertasi ini dapat selesai. Atas
segala
keikhlasan, pikiran dan tenaganya yang tidak ternilai.
Terima kasih saya haturkan kepada keluarga Saya, Bapak Saya
Latjutjeng H. Mardani (alm), Ibu Saya Hj. Haripa MS (almh) Bapak
Mertua
Ir. Naufal Ellong (alm) Ibu Mertua Soraya Ambarak, dan Ipar saya
Bapak
H. Helmy D. Yambas, SE. MH, Drs. Mubin Abidin, MA, Bustamil Balla
SE,
iv
Gazali Salampaga, Rosni Damang dan Kakak saya Dra. Hj. Nurfa L.
H.
Mardani, SH, Dra. Idha L. H. Mardani, MA dan adik saya Mas’ulung L.
H.
Mardani, SH., Royani L. H. Mardani, SE., Mawarni L. H. Mardani, SE
serta
istri saya Nidya Zwayza, anak saya Muhammad Raihan Putra
Mardani,
Khalishah Afifah Putri Mardani dan Amirah Maumun Putri Mardani
yang
telah memberikan dukungan dan sabar menunggu sampai
selesainya
studi ini. Hanya dengan doa semoga Allah SWT, dapat
membalasnya.
Akhirnya kami ucapkan salam sejahtera buat kita semua.
Makassar, 22 November 2017
v
ABSTRAK
AKSA H. MARDANI. Perilaku Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Besi
Yang Terkorosi (dibimbing oleh H. M. Wihardi Tjaronge, Victor
Sampebulu dan Rudy Djamaluddin).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh yang
timbul
akibat korosi yang terjadi dan efektifitas penggunaan tulangan yang
di coating terhadap perilaku lentur balok beton bertulang.
Ada empat jenis benda uji dan tiga diantara jenis benda uji
tersebut dilakukan percepatan korosi yaitu balok beton normal
dengan tulangan biasa (N), balok beton normal dengan tulangan biasa
yang diberikan percepatan korosi (N acc), balok beton air laut
dengan tulangan biasa yang diberikan percepatan korosi (SW acc) dan
balok beton air laut dengan tulangan di coating yang diberikan
percepatan korosi (SW acc C). Percepatan korosi baja yang di
induksi pada arus listrik 1,45 A selama 21 hari berdasarkan
persamaan faraday dan akselerasi korosi dilakukan dengan
menggunakan air laut. Pengujian kuat lentur dilakukan dengan two
point load. Pembebanan bersifat monotonic dengan kecepatan ramp
actuator konstan sebesar 0.05 mm/dt sampai benda uji gagal.
Hasil dari penelitian menunjukkan terjadi penurunan kuat lentur
beton bertulang akibat korosi pada tulangan yaitu pada benda uji N
acc, SW acc dan SW acc C sebesar 7,95%, 14,57% dan 8,87% terhadap
beton normal (N). Penggunaan besi coating pada beton bertulang yang
menggunakan air laut dan pasir laut memiliki kapasitas lentur yang
hampir sama dengan beton normal yang diakselerasi korosi (N acc).
Sehingga besi coating dapat digunakan sebagai alternatif pada beton
yang menggunakan air laut dan pasir laut.
Kata kunci : Beton bertulang, Akselerasi korosi, Perilaku
lentur
vi
ABSTRACT
AKSA H. MARDANI. Flexural Behavior of Reinforced Concrete Beams
With Corroded Steel Bar(supervised by H. M. WihardiTjaronge, Victor
Sampebulu and Rudy Djamaluddin).
This study aims to determine the effect of corrosion and the
effectiveness of coating steel bar to flexural behavior of
reinforced concrete beams.
There were four types of test specimens and three of them has treat
by corrosion acceleration. The speciment are normal reinforced
concrete beams with normal reinforcement (N), normal reinforced
concrete beams with normal reinforcement given accelerated
corrosion (N acc), seawater concrete beams reinforced with normal
reinforcement given accelerated corrosion (SW Acc) and seawater
concrete beams reinforced with coating reinforcement given
accelerated corrosion (acc SW C) with steel induced by the electric
current of 1.45 A for 21 days based of equality and accelerated
corrosion faraday done using seawater.Flexuralof tests were
performed with two point load. The loading is monotonic with a
constant ramp actuator speed of 0.05 mm/second until the tested
beams failed.
Results from the study showed a decrease in the flexural strength
of reinforced concrete reinforcement due to corrosion at specimen
Nacc, SWacc and SW acc C are 7.95%, 14.57% and 8.87% of the normal
concrete (N). At the mean time the application of coatingiron on
reinforced concrete using sea water and sea sand has a flexural
capacity similar with normal concrete accelerated corrosion (N
acc). Therefore the coating iron can be applied as an alternative
to the concrete using sea water and sea sand.
Keywords :Reinforced concrete, Accelerated corrosion, Flexural
behavior
vii
G. Sistematika Penulisan
.............................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
............................................. 12
C. Karakteristik Beton
.................................................... . 27
D. Tulangan Coating………………. ............................... ..
32
viii
G. Korosi Pada Baja Tulangan.......................................
47
H. Percepatan Korosi Tulangan .....................................
51
I. Kerangka Pikir Penelian
............................................ 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
B. Rancangan Penelitian
............................................... 58
C. Benda Uji
..................................................................
59
A. Karakteristik Fisik dan Mekanik Material ...................
75
B. Akselerasi Korosi Pada Beton Bertulang ...................
81
C. Pengujian Lentur Balok Beton Bertulang ...................
87
D. Studi Komparasi Penelitian Terdahulu ......................
114
E. Temuan Empirik
........................................................ 116
A. Kesimpulan
................................................................
117
B. Saran
.......................................................................
118
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................
119
1. Syarat Fisika Semen Portland Komposit
................................. 20
2. Syarat – Syarat Gradasi Agregat Kasar
.................................... 22 3. Syarat – Syarat Gradasi
Agregat Halus .................................... 24
4. Ambang Batas Klorida Dengan Berbagai Kondisi (Ann, K. Y.
dan
Song, H. W. 2007)
.....................................................................
37
5. Lebar Retak Maksimum Yang
Diizinkan.................................... 46
6. Karakteristik Fisik Agregat
......................................................... 75
7. Karakteristik Kimia Air Laut
....................................................... 76
8. Komposisi Campuran Beton Untuk (kg/m3)
............................... 77
9. Hasil Pengujian Nilai Slump
...................................................... 77
10. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton 28 hari
................................ 78
11. Nilai Modulus Elastisitas Secara Teori
...................................... 80
12. Lebar Retak Yang Dapat di Toleransi
....................................... 84
13. Tabel Rekapitulasi Pengujian Kuat Lentur
................................ 93
14. Pengujian Kuat Lentur Secara Teori (kondisi elastis)
............... 94
15. Pengujian Kuat Lentur Secara Teori (kondisi ultimit)
............... 94
16. Rekapitulasi Pola Retak Akibat Pembebanan
........................... 102
17. Tabel Rekapitulasi Hasil Pengujian Kuat Tarik Tulangan
.......... 111
18. Tabel Rekapitulasi Penurunan Massa Dan Luas Tulangan.......
112
19. Tabel Rekapitulasi Seluruh Parameter Pengujian
..................... 113
x
1. Korosi PadaBeton Bertulang
..................................................... 4
2. Mekanisme Terjadinya Korosi Pada Baja Tulangan ................
. 5 3. Hubungan Antara Tingkat Korosi (
2 × 100%) Dan Kekuatan
Lentur Balok
..............................................................................
16
6. Hubungan Tegangan dan Regangan Liniear
............................ 31
7. Hubungan Tegangan dan Regangan Non Liniear ....................
31
8. Pola Pembebanan Pada Pengujian Kuat
Liniear....................... 39
9. Perilaku Lentur Pada Beton
....................................................... 40
10. Perilaku Lentur Dekat Beban Ultimit
.......................................... 41
11. Balok Tegangan Ekivalen Whitney
........................................... 42
12. Retak Pada Balok
......................................................................
45
13. Deskripsi Singkat Dari Fenomena Korosi
.................................. 49
14. Konsekuensi Akibat Korosi Pada Baja Tulangan
....................... 51
15. Skema Kolam Perendaman
....................................................... 53
16. Kerangka PikIr Penelitian
...........................................................
55
17. Bagan Alir Penelitian
..................................................................
57
18. Dimensi Balok Beton Bertulang
................................................. 60
19. Sketsa Pembebanan Balok Beton
Bertulang............................. 60
xi
22. Potongan Memanjang Dan Melintang Balok Beton Bertulang
Normal
.......................................................................................
62
Laut
...........................................................................................
63
25. Benda Uji Silinder
......................................................................
68
26. Uji Balok Beton Bertulang Dengan Indikator Pengukuran .........
70
27. Positioning Dial Indicator Lendutan
........................................... 71
28. Skema Benda Uji Pada Pengujian Half – Cell Potential
............ 72
29. Set Up Benda Uji Kuat Tarik Baja ……………………………….. 73
30. Grafik Hubungan Tegangan Dan Regangan Beton Umur 28
Hari
............................................................................................
79
31. Pola Retak Balok Normal Akselerasi Akibat Korosi (N acc) ......
83
32. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Akibat Korosi (SW acc) ..
83
33. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Coating Akibat
Korosi
(SW acc C)
................................................................................
84
35. Histogram Beban Maksimum
.................................................... 87
36. Histogram Persentase Penurunan Kapasitas Beban Balok ......
88
37. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Normal Tanpa
Akselerasi Korosi (N)
.................................................................
89
(N acc)
.......................................................................................
90
39. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Air Laut
Akselerasi
(SW
acc)....................................................................................
91
40. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Air Laut
Akselerasi
Coating (SW acc C)
..................................................................
92
41. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Normal (N) .................
95
42. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Normal Akselerasi
(N acc)
.......................................................................................
96
(SW
acc)....................................................................................
96
Coating (SW acc C)
...................................................................
97
45. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Untuk Seluruh Benda
Uji
..............................................................................................
98
47. Pola Retak Balok Normal Akibat Pembebanan
......................... 100
48. Pola Retak Balok Normal Akselerasi Akibat Pembebanan ........
100
49. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Akibat Pembebanan .......
100
50. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Coating Akibat
Pembebanan
..................................................................................................
100
xiii
57. Tulangan SW acc C 1
...............................................................
106
58. Tulangan SW acc C 2
...............................................................
106
59. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan N
............................ 108
60. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan N acc .....................
109
61. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan SW acc ..................
110
62. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan SW acc C ..............
111
63. Set up Pengujian Dengan Dua Pembebanan
............................ 115
xiv
MPa = Mega Pascal
SNI = Standar Nasional Indonesia
PCC = Portland Composite Cement
UTM = Universal Testing Machine
N acc = Benda uji balok normal akselerasi
SW acc = Benda uji balok air laut akselerasi
SW acc C = Benda uji balok air laut akselerasi tulangan
coating
1
beton semakin banyak dipilih sebagai suatu bahan konstruksi.
Konstruksi
beton banyak memiliki keuntungan selain bahannya mudah
diperoleh,
juga harganya relatif lebih murah, mempunyai kekuatan tekan
tinggi,
mudah dalam pengangkutan dan pembentukannya, serta mudah
dalam
hal perawatannya. Hampir 60% material yang digunakan dalam
pekerjaan
konstruksi menggunakan beton yang pada umumnya dipadukan
dengan
baja (composite) atau dengan jenis lainnya, seperti pada
pembuatan
gedung- gedung, jalan (rigid pavement), bendung, dermaga, saluran
dan
lain-lain (Mulyono, 2003).
Namun, beton mempunyai perilaku yang spesifik yaitu memiliki
kuat
tarik yang jauh lebih kecil dari kuat tekannya. Oleh karena itu
material
beton umumnya digabungkan dengan material lain yang mempunyai
kuat
tarik yang besar, seperti baja tulangan sehingga merupakan
satu
kesatuan struktur komposit yang disebut beton bertulang.
Di sisi lain, peningkatan penduduk yang semakin pesat
berdampak
pada ketersediaan sumber daya alam di seluruh dunia. Salah
satunya
penggunaan air bersih. Dikatakan bahwa pada tahun 2025 setengah
dari
umat manusia akan tinggal di daerah di mana air tawar tidak
lagi
2
Badan Meteorologi Dunia (WMO) memaparkan bahwa pemenuhan
kebutuhan air bersih di seluruh dunia akan semakin memburuk.
Menurut
Ban Ki-Moon selaku Sekjen PBB, pada tahun 2030 hampir separuh
dari
populasi kita akan menghadapi krisis air dimana tingkat
permintaan
melonjak 40% lebih tinggi dari persediaan yang ada.
Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah perairan
laut.
Penggunaan air laut dan pasir laut sebagai material penyusun
beton
memberikan pengaruh terhadap kekuatan dan terjadinya proses
karbonasi
pada beton.
Penggunaan air laut dan pasir laut saat ini menjadi salah
satu
pembahasan yang ramai sebagai solusi alternatif dalam bidang
konstruksi
beton. Dalam dunia teknik sipil, hal ini menjadi tantangan
tersendiri untuk
melakukan inovasi dalam teknologi pembuatan beton. Beberapa
penelitian
telah dilakukan dalam penggunaan air laut sebagai material
pencampuran
beton, baik untuk beton struktural maupun beton non
struktural.
Dalam beberapa penelitian terdahulu, diperoleh data bahwa
beton
dengan menggunakan air laut sebagai bahan pencampuran
memiliki
kekuatan awal yang sedikit lebih tinggi (Anisa Junaid, dkk., 2009
dan
Ristinah Syamsuddin., dkk., 2011). Meskipun demikian, masih
perlu
dilakukan beberapa penelitian lanjutan untuk mengklarifikasikan
dengan
jelas.
3
penggunaan air laut sangat memungkinkan penggunaan
pencampuran
mortar beton, namun untuk kondisi tertentu diperlukan perlakuan
khusus
utamanya dalam mencegah korosi. Jika penggunaan air laut
sebagai
bahan beton diizinkan, maka akan sangat mudah dan ekonomis
dalam
pembangunan khususnya konstruksi beton, terutama pada kawasan
pesisir pantai dan lingkungan yang rentan terhadap terjadinya
korosi.
Dalam standar beton bertulang memberikan batasan tingkat
klorida
(Cl-) yang diizinkan. Penggunaan air laut karena resiko terjadinya
korosi
awal yang lebih besar, disebabkan oleh unsur klorida (Cl-) dalam
senyawa
air laut. Air laut dihindari untuk digunakan sebagai pencampuran
air untuk
beton bertulang, karena meningkatkan resiko korosi batang baja
pada
beton.
untuk perawatan beton telah dilakukan pada beberapa
penelitian
sebelumnya. Efek dari pencampuran air laut akan di uji dan
dijadikan
acuan dalam pencampuran beton. Selanjutnya dalam pengembangan
penggunaan air laut pada mortar beton kemudian akan di teliti
dalam
penggunaannya dalam beton bertulang. Namun karena terjadinya
korosi
dapat tercapai dalam waktu yang relatif lama, maka penelitian
ini
digunakan tulangan beton yang mendapat perlakuan percepatan
korosi.
4
terjadi pada tulangan.
Gambar 1 memperlihatkan terjadinya korosi pada baja tulangan
yang
merupakan reaksi kimia antara baja tulangan dengan
lingkungannya.
Proses korosi baja tulangan di dalam beton berlangsung secara
karbonasi, degradasi oleh sulfat, klorida dan leaching pada
tulangan baja
yang terkorosi merupakan awal kerusakan beton, yang secara
keseluruhan akan memperpendek usia konstruksi.
Proses korosi untuk bahan bersifat baja senantiasa terjadi
akibat
adanya pengaruh klorida. Proses ini dapat berlangsung secara cepat
atau
5
lama tergantung perlakuan pada baja. Untuk beton bertulang, korosi
pada
baja tulangan dapat terjadi karena adanya retak pada beton, celah
rongga
beton dan sifat air yang terkandung dalam beton.
Banyak ditemukan kerusakan beton bertulang yang disebabkan
oleh
korosi. Penyebab kerusakan tersebut meliputi masuknya garam atau
ion
klorida (Cl-) di dalam beton dan proses karbonasi pada beton. Salah
satu
kondisi yang rentan sekali terhadap serangan korosi tersebut
terjadi pada
struktur beton yang terekspos di daerah pantai. Proses korosi
pada
tulangan baja dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme terjadinya korosi pada baja tulangan
Beberapa dekade terakhir, penelitian tentang pengaruh korosi
tulangan pada sifat mekanik beton bertulang menjadi fokus dalam
dunia
konstruksi. Untuk mempercepat laju korosi pada tulangan,
beberapa
penelitian menggunakan metode korosi buatan yang dipercepat
di
6
Yingang, Du, dkk (2007) meneliti pengaruh korosi tulangan pada
sifat
mekanik beton bertulang. Pengujian dilakukan pada balok beton
bertulang
ukuran 150 x 200 x 2100 mm dengan tingkat korosi tulangan 10%
pada
daerah tekan dan tarik benda uji. Nilai lekatan besi-tulangan dan
daktalitas
mengalami penurunan akibat korosi tulangan serta pola
keruntuhan
tergantung dari lokasi dan tingkat korosi tulangan.
Selain itu, J, Rodriguez, dkk (1996) meneliti pengaruh korosi
tulangan terhadap kapasitas lentur beton bertulang. Dari hasil
penelitian
kapasitas lentur balok mengalami penurunan sebesar 23% dengan
tingkat
korosi 14%.
C. A. Juarez, dkk (2011) meneliti pengaruh korosi tulangan
geser
pada kapasitas geser balok beton bertulang dengan parameter
penelitian
meliputi jarak sengkang dan tingkat korosi. Hasil penelitian
menunjukkan
nilai kapasitas geser balok beton bertulang mengalami penurunan
sebesar
30% dengan tingkat korosi 10%-14%. Selain itu, nilai daktalitas
mengalami
penurunan akibat korosi pada tulangan geser yang ditunjukkan
terjadinya
pola keruntuhan langsung pada benda uji.
Peneltian oleh Shanhua, Xu dkk (2017), menunjukkan bahwa
nilai
kuat geser dipengaruhi oleh span-depth ratio dan tingkat korosi
tulangan
geser. Korosi tulangan geser mengurangi kapasitas ikatan antara
agregat
beton, daktalitas dan kapasitas lentur benda uji.
7
mencoba mensimulasikan di laboratorium tentang perilaku lentur
balok
beton bertulang dengan besi yang terkorosi dalam hal ini
diberikan
perlakuan percepatan korosi besi beton. Pengujian ini dimaksudkan
untuk
mengetahui perilaku lentur balok beton dalam waktu yang singkat
akibat
adanya korosi yang dipercepat.
pemakaian bahan yang baik, mempertebal selimut beton, dan
penambahan dimensi struktur serta pemampatan beton, atau
penggunaan tulangan non korosif seperti stainless steel, galvanis,
FRP
rebars dan tulangan coating.
dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana perilaku lentur yang timbul pada balok beton
bertulang
dalam kondisi normal dan beton air laut yang diberikan
perlakuan
percepatan korosi.
lentur beton bertulang.
korosi terhadap kapasitas lentur balok beton bertulang.
8
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini tentang penggunaan
air
laut untuk bahan campuran beton dengan percepatan korosi pada
tulangan baja adalah :
1. Menganalisis perilaku lentur yang timbul pada balok beton
bertulang
dalam kondisi normal dan beton yang mengalami percepatan
korosi.
2. Mengetahui efektifitas penggunaan beton air laut terhadap
kapasitas
lentur beton bertulang.
D. Batasan Masalah
dibatasi terhadap hal-hal yaitu :
1. Pengujian ini menggunakan 4 tipe balok beton dimana type 1
beton
normal akan digunakan sebagai acuan terhadap beton yang
mengalami
akselesari korosi. Sementara 3 tipe beton lainnya diberikan
perlakuan
percepatan korosi.
2. Beton yang diberikan perlakuan percepatan korosi terbagi dalam 3
tipe
yaitu : 1) beton normal akselerasi (Nacc); 2) beton air laur
akselerasi
(SWacc); 3) beton air laut coating akselesasi (SWacc C).
9
3. Dari ke empat tipe benda uji, hal yang akan di teliti adalah
perilaku
lentur, dengan pengujian tekan beton, half-cell potential dan
pengujian
lentur.
diharapkan dari penelitian ini :
menggunakan air laut.
2. Pemanfaatan beton bertulang yang menggunakan air laut pada
lokasi
yang susah mendapatkan air tawar.
3. Menjadi referensi bagi bangunan struktur yang berdekatan
dengan
daerah pantai yang bersentuhan langsung dengan air laut dan
referensi
bagi peneliti selanjutnya.
Dalam penelitian ini lingkup penelitian yang dilakukan
berdasarkan
karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah :
a. Benda uji yang dipakai berupa beton yang berbentuk balok
dengan
dimensi penampang lebar 15 cm x tinggi 20 cm dan panjang 160
cm.
b. Beton normal yang dipakai adalah dengan mutu K-300.
10
c. Beton yang digunakan pada balok menggunakan air laut
dengan
mutu K-300.
1. Tulangan pada daerah tekan : 2 8
2. Tulangan pada daerah tarik : 2D16
3. Tulangan sengkang : 1110-150
Perletakan balok adalah perletakan sederhana (sendi dan rol)
e. Dimensi cetakan silinder yang digunakan dengan diameter 10 cm
dan
tinggi 20 cm.
f. Tulangan tarik yang dipakai terdiri dari dua type yaitu :
Tulangan
biasa dan tulangan coating. Bahan coating yang digunakan
adalah
cat tipe Zincromate Nippon.
G. Sistematika Penulisan
akan dilakukan dapat diurutkan yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika
penulisan.
11
dengan balok beton yang menggunakan air laut dengan
menggunakan tulangan normal maupun menggunakan
tulangan coating, dengan mekanisme percepatan korosi
(acceleration corrosion).
perhitungan dimensi alat, bahan uji, pemasangan alat dan
persiapan penyediaan bahan, sampai pengujian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini terdiri dari analisa hasil pengujian benda uji meliputi
:
hasil pengujian kuat tekan, pengujian half cell potential,
dan
pengujian lentur pada balok beton normal dan balok beton air
laut.
Merupakan bab yang menyimpulkan hasil dari analisis
penelitian
dan memberikan saran-saran dan rekomendasi penelitian.
12
Teknologi Jepang (JST), tulisan terkait beton campuran air laut
mulai
dipublikasikan sejak tahun 1974 hingga saat ini.
Taylor, Michael A. dan Kuwairi, Adam (1978) melakukan
pengujian
terkait pengaruh garam laut terhadap kuat tekan beton polos pada
umur 28
hari. Air laut buatan dihasilkan dengan menambahkan garam ke air
suling.
Parameter yang diteliti adalah jenis semen, konsentrasi garam dalam
air
suling. Air suling digunakan untuk membuat air laut dan sebagai
bahan
referensi dengan hanya menggunakan satu rancang campuran. Kuat
tekan
nominal yang direncanakan 13 MPa. Penelitian ini menunjukkan
adanya
peningkatan kuat tekan hingga 12% pada beton yang menggunakan
semen
tipe II dengan kadar kalsium klorida 0,1%. Demikian pula besaran
kenaikan
yang ditunjukkan pada kurva kekuatan terhadap salinitas meningkat
pada
level 5% hingga 7%. Satu-satunya pengecualian adalah pada
penggunaan
semen tipe V yang menunjukkan penurunan kekuatan hingga 5%.
Pengaruh
air garam pada beton disebabkan oleh zat kimia yang terkandung
pada
semen.
13
Menurut Neville dan Brooks (1981) kerusakan beton di air laut
disebabkan klorida yang terkandung di air laut, yaitu NaCl dan
MgCI2.
Senyawa ini bila bertemu senyawa semen menyebabkan gypsum dan
kalsium sulpho aluminat terjadinya ettringite dalam semen yang
mudah larut.
Air laut umumnya mengandung 35.000 ppm (3,5 %) larutan garam,
sekitar 78
% adalah sodium klorida dan 15 % adalah magnesium sulfat.
Mohammed, Tarek Uddin, dkk., (2002, 2004) melakukan
penelitian
terkait kuat tekan, mineralogi, intrusi klorida dan korosi baja
tulangan
tertanam pada beton yang dibuat dengan air laut dan air tawar.
Penelitian
dirangkum berdasarkan beberapa penyelidikan terhadap paparan
jangka
panjang pada lingkungan pasang surut. Penelitian dilakukan dalam
dua seri.
Seri pertama menggunakan semen Portland tipe I, semen terak dan
semen
fly ash. Dalam seri kedua, menggunakan semen Portland tipe I,
semen
Portland dengan kekuatan awal tinggi, semen Portland dengan panas
hidrasi
sedang dan semen blast furnace slag. Benda uji dibuat dalam bentuk
silinder
dan prisma. Benda uji silinder terdiri dari beton polos dan beton
bertulang
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Tiga batang baja
bulat
diameter 9 mm ditanam pada 20, 40, dan 70 mm dari selimut benda
uji. Pada
benda uji prisma (100 x 100 x 600 mm), satu batang baja bulat
diameter 9
mm dan panjang 500 mm ditanam ditengah bagian. Sebelum
pemaparan,
celah lentur dibuat ditengah spesimen prisma. Penyelidikan pada
seri
pertama dilakukan pada umur 28 hari dan 15 tahun. Sedangkan
penyelidikan
14
untuk seri kedua dilakukan pada 28 hari, 15 tahun dan 20 tahun dari
paparan.
Beton campuran air laut menunjukkan kekuatan awal yang tinggi.
Setelah 20
tahun dari paparan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
kekuatan
tekan beton yang diamati untuk campuran beton dengan air laut dan
airkeran.
Jumlah awal klorida (akibat penggunaan air laut) dapat menyebabkan
inisiasi
korosi pada lokasi dari batang baja yang memiliki rongga/celah
pada
interface baja-beton segera setelah pengecoran beton. Penggunaan
air laut
menghasilkan pembentukan lubang korosi yang lebih dalam
dibandingkan
dengan air keran.
Hartini, dkk., (2014) melakukan pengujian kuat tekan dan
modulus
elastisitas pada beton dengan membandingkan antara beton normal
dengan
beton yang menggunakan air laut dan pasir laut sebagai bahan
pencampur.
Berdasarkan studi yang dilakukan diperoleh data bahwa dengan faktor
air
semen yang sama, beton air laut mencapai kuat tekan dan
modulus
elastisitas yang lebih tinggi daripada beton air tawar dengan
persentase
kenaikan kuat tekan sebesar 1,02 % dan persentase kenaikan
modulus
elastisitas sebesar 1,03 %.
Tjaronge, M. W., dkk. (2011) meneliti pengaruh air laut pada
kekuatan
beton berongga yang menggunakan semen Portland komposit dan
serat
mikro monofilament polypropylene. Uji kuat tekan dan kuat lentur
dilakukan
pada 3, 7 dan 28 hari menunjukkan kekuatan meningkat di air laut.
Hasil ini
15
air laut.
Otsuki, Nobuaki (2011) mempelajari air laut sebagai air
pencampur
menggunakan OPC (Ordinary Portland Cement) dan semen BFS
(Blast
Furnace Slag) serta dicampur air tawar. Perbedaan daya tahan beton
dengan
air tawar dan dengan air laut tidak banyak, tetapi perbedaan beton
OPC dan
BFS sangat besar. Penggunaan air laut menurunkan jumlah pori -
pori,
meningkatkan kuat tekan beton BFS dibandingkan menggunakan air
tawar.
Penggunaan air laut aman digunakan sebagai air pencampuran
dengan
ketentuan menggunakan semen BFS, bukan semen OPC, dan
menggunakan
inhibitor korosi atau diperkuat dengan stainless steel atau
penguatan tahan
korosi.
Mangat, S. Pritpal dan Elgarf, S. Mahmoud (2006) meneliti model
untuk
memprediksi konsentrasi klorida dalam jangka panjang dari
data
pemeriksaan rutin konstruksi beton telah dilakukan. Metode lapangan
untuk
menentukan tingkat korosi pada beton bertulang telah dikembangkan,
yang
membantu dalam prediksi umur layanan beton. Pengamatan
selanjutnya
diperlukan dalam prediksi umur layanan akibat korosi pada struktur
adalah
pengetahuan tentang kekuatan dari elemen beton bertulang yang
dipengaruhi oleh tingkat korosi.
beton bertulang akibat korosi. Telah dikemukakan bahwa 10 sampai
25
16
kerusakan berdasarkan indikasi visual, seperti noda karat dan
modifikasi
warna. Penelitian dilakukan dengan beberapa benda uji dengan
tingkat korosi
yang berbeda seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan antara tingkat korosi ( × 100%) dan kekuatan
lentur
balok.
Jika dalam struktur beton bertulang periode korosi setelah
inisiasi
adalah T tahun, maka kehilangan logam setelah T tahun = RT
(cm).Oleh
karena itu, pengurangan persen pada diameter tulangan dalam T
tahun
dapatdinyatakan dalam persamaan ( × 100 %). Hal ini
menunjukkan
bahwa penurunan kekuatan ikatan antar permukaan pada baja dan
(% Kuat lentur)
terjadinya kerusakan pada beton. Kapasitas lentur balok terkorosi
dari
penyelidikan ini bukan pengurangan tulangan cross section.
Gambar 4 menggambarkan efek dari laju korosi pada kapasitas
beban
lentur yang memperlihatkan kerusakan pada balok akibat tingkat
korosi yang
diberikan. Tingkat korosi atau laju korosi yang diberikanyaitu
berbeda-beda :
1, 2, 3, dan 4 mA/cm. Sampai tingkat korosi 3,75 persen ( = 3,75
persen).
Gambar 4. Pengaruh laju korosi pada kekuatan lentur balok
B. Material Penyusun Beton
Material penyusun beton terdiri atas semen portland komposit
(PCC),
agregat baik berupa agregat kasar maupun agregat halus dan air
pencampur
yang digunakan untuk membuat adonan beton.
% Kuat Lentur
Semen merupakan zat berbentuk bubuk dan akan membentuk pasta
setelah bercampur dengan air. Pasta semen ini yang akan melekatkan
dan
mengikat agregat pada campuran beton. SNI-15-7064 pasal 3.1
(2004)
mendefinisikan semen portland komposit sebagai bahan pengikat
hidrolis
hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips
dengan
satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara
bubuk
semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan
anorganik
tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag),
pozzolan, senyawa
silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6%-35 %
dari massa
semen portland komposit.
digunakan untuk konstruksi umum seperti pada pekerjaan beton,
pekerjaan
pasangan bata, pekerjaan selokan, jalan, pekerjaan pagar dinding
dan
pekerjaan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton
pracetak,
beton pratekan ataupun beton prategang, panel-panel beton, bata
beton
(paving block) dan sebagainya.
1) Kapur (CaO), dari batu kapur
2) Silika (SiO2), dari lempung
3) Aluminium (AL2O3), dari lempung
Sedangkan bahan utama campuran semen portland adalah :
19
5) Gypsum (CaSO4.2H2O)
diperlukan oleh semen dari keadaan cair menjadi mengeras disebut
waktu
pengikatan (setting time). Waktu pengikatan (setting time) sangat
dipengaruhi
oleh jenis semen dan senyawa C3S dan C2S yang terkandung dalam
jenis
semen yang digunakan.
Syarat kimia untuk semen portland komposit, yaitu berupa SO3
maksimum dengan persyaratan sebesar 4,0 % dengan syarat fisika
semen
portland komposit seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Syarat
fisika dari
semen portland komposit terdiri dari beberapa jenis pengujian
yaitu
kehalusan dengan alat blaine, kekekalan bentuk dengan autoclave,
waktu
pengikatan dengan alat vicat berupa pengikatan awal dan pengikatan
akhir,
kuat tekan pada umur 3 hari, umur 7 hari dan umur 28 hari,
pengikatan semu
berupa penetrasi akhir yang terjadi dan kandungan udara yang
terdapat
dalam mortar.
No. U r a i a n Satuan Persyaratan
1. Kehalusan dengan alat blaine m2/kg min. 280
2.
- pengikatan awal
- pengikatan akhir
b. Agregat
Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam
menentukan besarnya kekuatan beton. Menurut SNI 2847-2013
agregat
adalah bahan berbutir, seperti pasir, kerikil, batu pecah dan slag
tanur (blast-
furnace slag), yang digunakan dengan media perekat untuk
menghasilkan
21
beton atau mortar semen hidrolis. Pada beton biasanya terdapat
sekitar 60%
sampai sebesar 80% volume agregat (Nawy, Edward G., 2010). Sifat
agregat
bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga
mempengaruhi
ketahanan (durability, daya tahan terhadap kemunduran mutu akibat
siklus
dari pembekuan-pencairan). Oleh karena itu, agregat lebih murah
dari semen
maka secara logis agregat lebih tinggi presentasenya. Dengan
demikian
agregat biasa diatur tingkatannya berdasarkan ukuran yang dimiliki
oleh
agregat dan suatu campuran yang layak terhadap presentase agregat
kasar
dan agregat halus serta persentase semen yang tergabung dalam mix
design
atau rancangan campuran beton (Wang, Chu-Kia, 1993).
Berdasarkan SNI 03-2847-2013, agregat merupakan material
granular,
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar yang
dipakai
bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton
atau
adukan semen hidrolik. Agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas
dan
kekuatan beton. Pada beton konvensional, agregat menempati 70%
sampai
75% dari total volume beton.
1. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alami
dari
batuan-batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan atau
diperoleh
dari industri pemecah batu (stone crusher) dan mempunyai ukuran
butir yaitu
berada di antara 5 mm sampai dengan sebesar 40 mm (SNI
03-2847-2013).
22
tidak melebihi :
b. 1/3 ketebalan slab, ataupun
c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan atau kawat, bundel
tulangan,
atau tendon prategang, atau selongsong.
Syarat-syarat gradasi agregat kasar yang diperoleh dari buku
concrete
technology, A. M. Neville dan J. J. Brooks, 1981 dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Syarat - syarat gradasi agregat kasar (Concrete
Technology, A. M.
Nevile & J.J Brooks, 1981)
50
38
19
9,5
4,75
100
Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil dari disintegrasi
alami
batuan atau pasir yang dapat dihasilkan oleh industri pemecah batu
dan
mempunyai ukuran butir 5 mm (SNI 03-2847-2013).
23
adalah :
a. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.
b. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau
hancur oleh
pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan
larutan
jenuh garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang
hancur
adalah 10% berat.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%
(terhadap
berat kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus
dicuci.
Gradasi agregat halus adalah distribusi ukuran butiran dari
agregat
halus yang digunakan dalam salah satu bahan utama pencampuran
beton.
Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama atau biasa
dikenal
dengan ukuran seragam maka volume pori akan semakin besar.
Sebaliknya
bila ukuran butir-butirnya bervariasi atau gradasinya tidak seragam
akan
terjadi volume pori yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena
butiran yang
kecil akan mengisi pori yang terletak diantara butiran yang besar
pada
campuran beton, sehingga pori-porinya akan semakin sedikit, dengan
kata
lain kemampatan beton semakin tinggi. Pada agregat untuk pembuatan
beton
sedapat mungkin diinginkan suatu butiran yang memiliki kemampatan
yang
tinggi, karena volume porinya sedikit maka bahan pengikat yang
dibutuhkan
juga sedikit dalam campuran beton. Oleh karena, bahan pengikat
yang
24
dibutuhkan sedikit maka biaya juga yang dibutuhkan semakin kecil.
Syarat-
syarat gradasi agregat halus dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat-syarat gradasi agregat halus (Concrete Technology,
A. M.
Nevile & J.J. Brooks, 1981)
9,5
4,75
2,36
1,18
0,60
0,30
0,15
100
Pasir laut sebagai salah satu alternatif material agregat halus
memiliki
ketersediaan dalam jumlah yang besar, walaupun kualitas dari
penggunaannya masih perlu dikaji lebih lanjut. Pada umumnya, pasir
laut
merupakan gradasi yang halus, bulat dan seragam yang dapat
mengurangi
daya lekat antarbutiran sehingga dapat mempengaruhi kekuatan
dan
durabilitas beton. Selain itu, pasir laut juga banyak mengandung
garam-
garam klorida (Cl-) dan sulfat (SO4 -2) yang dapat memicu
terjadinya karat
pada baja tulangan dalam beton. Garam sulfat, seperti magnesium
sulfat
(MgSO4) secara agresif dapat bereaksi dengan semen yang akan
25
dan pada akhirnya akan merusak beton.
Penggunaan pasir laut pada dasarnya masih memiliki banyak
kekurangan, dimana beton yang dihasilkan meskipun memiliki kekuatan
awal
yang besar dari beton normal, setelah umur 28 hari kekuatannya akan
lebih
rendah (Nugraha dan Paul Antoni, 2007).
c. Air
diperlukan dalam proses hidrasi semen. Selain itu, juga digunakan
dalam
perawatan beton. Umumnya air yang digunakan adalah air yang
dapat
diminum dan tidak mengandung bahan-bahan lain yang dapat
merusakkualitas beton.
Air laut sendiri tidak disarankan dalam penggunaannya pada
beton
karena mengandung garam yang tinggi yang dapat menggerogoti
kekuatan
dan keawetan beton. Hal ini disebabkan klorida (Cl-) yang terdapat
pada air
laut merupakan garam yang bersifat agresif terhadap bahan lain
termasuk
beton. Menurut A.M. Neville dan J. J. Brooks (1981) kerusakan beton
di air
laut disebabkan klorida yang terkandung di air laut, yaitu NaCl dan
MgCI.
Garam-garam sodium yang terkandung dalam air laut dapat
menghasilkan substansi yang bila berkombinasi dengan agregat alkali
yang
reaktif, sama seperti dengan kombinasi dengan semen alkali. Karena
itu air
26
laut tidak boleh dipakai untuk beton yang diketahui mempunyai
potensi
agregat alkali reaktif, bahkan bila kadar alkalinya rendah.
(Syamsuddin,
Ristinah, dkk., 2011).
Namun bila air bersih tidak tersedia, air laut dapat digunakan
meskipun
sangat tidak dianjurkan. Meskipun kekuatan awal dengan penggunaan
air
laut ini lebih tinggi daripada beton biasa, setelah 28 hari,
kekuatannya akan
lebih rendah. Pengurangan kekuatan ini dapat dihindari dengan
mengurangi
faktor air semen (Nugraha dan Paul Antoni, 2007).
Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut yaitu
mencapai 70,8% (Rompas, R.M. dkk., 2009 dalam Erniati, dkk., 2013).
Air
laut merupakan campuran dari 96,50 % air murni dan 3,50 % material
lainnya
seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan
partikel-
partikel tak terlarut.
Air yang ada dalam perairan tidak berbentuk murni namun
terasosiasi
dan terionisasi dengan beberapa garam, para ahli sepakat bahwa
ukuran
garam-garam yang terlarut dalam air laut menggunakan satuan
salinitas
(salinity). Salinitas air laut umumnya berkisar antara 23 % hingga
37 %
tergantung pada kondisi masing-masing wilayah, yakni yang banyak
curah
hujan, muara sungai, limpasan es dan salju dan daerah setengah
tertutup.Air
laut memiliki kadar garam rata-rata sekitar 35.000 ppm atau 35
g/liter.
Kandungan kimia utama dari air laut adalah klorida (Cl-), natrium
(Na).
magnesium (Mg), Sulfat (SO4 -2). Kebanyakan air laut mempunyai
komposisi
27
yang serupa, berisi sekitar 3.5% garam larut dengan pH air laut
sangat
bervariasi yaitu berkisar antara 7,5 hingga 8,4 dengan rata-rata
yaitu sekitar
8,2.
C. Karakteristik Beton
1. Kuat tekan
Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimum f’c dengan
satuan
N/mm atau MPa. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai
10 - 65
MPa. Untuk struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton
dengan
kuat tekan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang
digunakan
beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30 - 45 MPa.
Mutu beton
dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya, yaitu :
a. Mutu beton dengan f’c kurang dari 10 MPa, digunakan untuk beton
non
struktur (misalnya kolom praktis, balok praktis).
b. Mutu beton dengan f’c antara 10 MPa sampai 20 MPa, digunakan
untuk
beton struktur (misalnya balok, kolom, pelat, maupun
pondasi).
c. Mutu beton dengan f’c sebesar 20 MPa ke atas, digunakan untuk
struktur
beton yang direncanakan tahan gempa.
Nilai kuat tekan beton diperoleh melalui tata cara pengujian
standar,
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan
bertingkat
dengan kecepatan peningkatan beban tertentu dengan benda uji
silinder
28
(diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Kuat tekan
masing-masing
benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi f’c yang dicapai
benda uji
umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian
dicatat
bahwa tegangan f’c bukanlah tegangan yang timbul saat benda uji
hancur,
melainkan tegangan maksimum saat regangan beton εc mencapai nilai
±
0,002. Gambar 5 memperlihatkan hubungan tegangan dan regangan
benda
uji beton.
2. Kuat Tarik Beton
Kuat tarik beton dilakukan dengan pengujian split cylinder yang
hasilnya
mendekati kuat tarik yang sebenarnya, dimana diperoleh nilai kuat
tarik dari
beberapa kali pengujian adalah 0,50-0,60 kali √f’c, sehingga untuk
beton
normal digunakan 0,57√f’c. Pengujian kuat tarik beton ini juga
menggunakan
29
benda uji yang sama dengan uji kuat tekan, yaitu silinder beton
berdiameter
150 mm dan panjang 300 mm, yang diletakkan pada arah memanjang
diatas
alat penguji.
Kemudian silinder akan diberikan beban merata searah tegak dari
atas
pada seluruh panjang silinder. Ketika kuat tariknya terlampaui,
maka benda uji
akan terbelah menjadi dua bagian, dimana tegangan tarik yang timbul
pada
saat benda uji tersebut terbelah disebut split cylinder strength,
diperhitungkan
pada persamaan 1 yaitu :
P = Beban pada waktu belah (N)
L = Panjang benda uji silinder (m)
D = Diameter benda uji silnder (m)
3. Perilaku Tegangan-Regangan Beton
beton dengan luas penampang beton. Keadaan ini dapat dinyatakan
seperti
pada persamaan 2 :
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang yang
terjadi (ΔL) terhadap panjang mula-mula (L) benda uji dimana
regangan
dinotasikan dengan ε dan tidak mempunyai satuan. Regangan yang
terjadi
pada beton dinyatakan dalam persamaan 3 :
ε = ΔL/L……………………………………………...…………………………….(3)
Jika hubungan tegangan dan regangan yang terbentuk dibuat
dalam
bentuk grafik dimana setiap nilai tegangan dan regangan yang
terjadi pada
benda uji dipetakan kedalamnya dalam bentuk titik-titik, maka
titik-titik yang
terbentuk tersebut terletak dalam suatu garis lurus sehingga
terdapat
kesebandingan antara hubungan tegangan dan regangan yang terjadi
pada
hasil pengujian benda uji. Gambar 6 memperlihatkan hubungan
tegangan dan
regangan linear.
Hubungan tegangan–regangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar
6
adalah hubungan yang linear, dimana regangan berbanding lurus
dengan
tegangannya. Hukum Hooke berlaku dalam keadaan ini. Akan tetapi
dalam
kondisi yang sebenarnya, tegangan tidak selalu berbanding lurus
dengan
regangan, hubungan tersebut apabila dipetakan dalam bentuk
titik-titik, maka
akan berbentuk seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan tegangan regangan non linear
32
Zinc chromate adalah salah satu deretan meni besi, zinc
chromate
mengandung pigment zinc yang mempunyai sifat kharakteristik anti
korosi
yang sangat baik serta dipadukan dengan resin alkali resin sehingga
aplikasi
zinc chromate dapat berfungsi sebagai cat anti korosi. Zinc
chromate
umumnya bercorak warna hijau kekuningan atau hijau
kecoklatan.
Zinc chromate diaplikasikan secara umum untuk pengecatan
steel
structure, steel construction, tangki penyimpanan, kontainer, jalur
perpipaan
dan material besi lainnya. Zinc chromate dikategorikan sebagai
sistem
konvensional dalam dunia coating. karena resin yang dipergunakan
adalah
teknologi terakhir yaitu alkali resin. Tipe resin yang umum dipakai
pada zinc
chromate yaitu short alkali resin, medium alkali resin, long oil
alkali resin.
Pada penelitian ini menggunakan type medium alkali resin. Tata
cara
Coating secara konvensional pada tulangan baja dimaksudkan
untuk
memberikan petunjuk kepada para pihak-pihak yang berkepentingan
dalam
mengerjakan pengecatan logam. Cara Coating besi dan baja
dilakukan
sebagai yaitu :
1) Membersihkan semua debu, kotoran, minyak, gemuk dan
sebagainya
dengan cara mencuci dengan “white spray” atau solvent lain yang
cocok,
kemudian dilap dengan kain bersih.
33
2) Menghilangkan semua karat dan kerok dengan cara mengeruk
atau
menggosok dengan sikat kawat bila perlu dengan sand blasting.
3) Memberi cat dasar Coating dan harus dijaga jangan sampai
terkotori lapis
debu, kotoran, minyak, lemak, dan sebagainya sebelum diberi cat
antara
dan cat tutup.
4) Bagian-bagian logam harus disikat dengan sikat kawat atau
dikerok untuk
menghilangkan karat. Kemudian baru di Coating. Jumlah lapisan
Coating
tergantung jenis struktur.
Dalam proses hidrasi semen yang bercampur dengan air laut
akan
mempengaruhi ikatan kimia yang terjadi antara semen dan air laut
dengan
membentuk fase baru dalam mikrostruktur beton sehingga
mempengaruhi
sifat mekanis beton terutama pada durabilitas beton. Adanya klorida
yang
terkandung pada campuran beton merupakan penyebab utama dari
kerusakan struktur beton yang berpotensi dalam pembentukan
mekanisme
karat atau korosi yang terjadi pada baja tulangan yang ada dalam
struktur
beton. Apabila ion klorida yang terkandung dalam air bereaksi
dengan
semen, maka sebagian produk hidrasi semen akan mengikat ion
klorida
dalam beton baik melalui pengikatan secara kimiawi maupun
pengikatan
melalui adsorbsi secara fisik. Ion klorida yang tidak terikat oleh
produk hidrasi
34
akan menyebar melalui pori-pori yang ada dalam beton dan
dapat
terpenetrasi kedalam lapisan galvanis baja (Marinescu, M.V.A dan
Brouwers,
H.J.H., 2010). Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui
pengaruh klorida dalam campuran beton, diantaranya Tjaronge, M.W.,
dkk.,
(2014), Mohammed, Tarek Uddin, dkk., (2004(a),(b)), Otsuki,
Nobuaki, (2011)
dimana klorida sangat berpengaruh besar dalam campuran beton.
Tidak
menutup kemungkinan bahwa air laut akan digunakan sebagai
bahan
pencampur beton dimana beberapa penelitian diantaranya telah
menyebutkan bahwa pada tahun 2025 umat manusia akan kekurangan
air
bersih (Otsuki, Nobuaki, 2011). Oleh sebab itu, diperlukan
adanya
penanganan secara komprehensif untuk mencegah terjadinya
kerusakan
pada beton dan terjadinya korosi yang terjadi pada tulangan baja
yang dapat
merusak beton.
Ann, Ki Yong dan Song, Ha-Won (2007), juga telah meneliti
tentang
ambang batas klorida yang dapat terkandung dalam beton, dimana
jumlah
klorida yang terikat dalam beton sudah mencapai titik maksimum
dalam arti
bahwa sudah tidak ada lagi unsur atau senyawa dari semen yang
dapat
mengikat klorida. Ketika konsentrasi klorida berada pada ambang
batas
tertentu dan interface kekuatan beton tercapai pada umur puncak dan
korosi
dari besi beton baja mulai bereaksi. British Standard dalam
Corrosion
Science memberikan batas klorida untuk beton bertulang yaitu
sebesar 0,4%
dari berat semen yang digunakan dalam rancang campuran beton atau
mix
35
kondisi. Kondisi-kondisi yang dimaksud adalah pore solution,
specimen
dengan internal klorida (Cl-), specimen dengan external klorida
(Cl-), dan
beton struktural dalam penerapan beton di lapangan sehingga
beton
struktural yang direncanakan mampu mencapai target yang ada
dan
memenuhi spesifikasi standar nasional Indonesia. Metode deteksi
yang
digunakan untuk mengetahui kadar klorida yang terkandung dalam
beton
bermacam-macam yaitu diantaranya half-cell potential, polarisation,
AC,
macrocell, current, impedance, mass-loss, polarisation not
mentioned, dan
lain-lain.
mengetahui kadar klorida yang boleh terkandung di dalam beton
sehingga
pada umumnya korosi yang dapat terjadi pada beton akibat klorida
dapat
ditangani dan di perbaiki sedini mungkin sehingga tidak dapat
merusak beton
yang ada.Penelitian yang telah dilakukan oleh Marinescu dkk.,
2010,
menunjukkan salah satu parameter paling penting yang dapat
mempengaruhi
kapasitas pengikatan klorida adalah komposisi dari semen tersebut
yang ada
dipakai dalam pembuatan beton. Kandungan C3A dalam semen
sangat
menentukan jumlah fase AFm, sementara kandungan dari C3S dan
C2S
dapat dihubungkan dengan jumlah CSH yang diperoleh pada hidrasi
yang
ditimbulkan oleh semen.
36
(C3A.3CaSO4.10H2O). Dari hidrat, Aft dan Ca(OH)2 memiliki kapasitas
kecil
untuk mengikat klorida, C-S-H memiliki permukaan yang sangat besar
dan
mampu mengikat berbagai macam ion-ion yang ada dan termasuk ion
klorida
tersebut. Selanjutnya, kapasitas pengikatan klorida C-S-H yang
dapat terjadi
tergantung pada komposisi kimia yang ada dan luas permukaan serta
jenis
larutan klorida dan kondisi eksperimental yang dilakukan (Mien, T.
Van dkk.,
2008). Berdasarkan kedua fase hidrasi yang dapat mengikat klorida
tersebut
sehingga yang lebih banyak yaitu CSH dan AFm, memiliki dua
mekanisme
pengikatan klorida utama yang terjadi yaitu pengikatan melalui
adsorpsi
secara fisik dan pengikatan melalui reaksi kimia yang terjadi. Fase
CSH
dapat diketahui mampu mengikat klorida melalui penyerapan,
sedangkan
AFm mengikat klorida melalui reaksi kimia yang terjadi dan dapat
membentuk
garam friedel. Proses pengikatan klorida pada beton dapat
dijelaskan dengan
reaksi kimiayang terjadi. Senyawa NaCl dan senyawa MgCl setelah
bereaksi
dengan kapur padam (Ca(OH)2) dengan hasil hidrasi semen dari
kalsium
klorida (CaCl), akan menjadi larut dimana akan menyebabkan kerugian
dan
pelemahan pada beton sehingga aturan standar nasional Indonesia
melalui
SNi 03-2847-2013 Perencanaan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung
memberikan gambaran tentang batas maksimum kandungan klorida
yang
dapat terkandung pada beton.
37
Tabel 4. Ambang batas klorida dengan berbagai kondisi (Ann, Ki Yong
dan Song, Ha-Won (2007))
kondisi Ambang batas Metode
0,14-0,22
8-63
Polarisation Macrocell
current AC
mentioned
Structure 0,2-1,5 Mass loss Catatan : SRPC :Sulphate resistant
portland cement, PFA : pulverized fly ash, GGBS : ground granulated
blast furnace slag, OPC : ordinary Portland cement
38
menunjukkan peranan hidrasi semen dalam pengikatan klorida.
Ca(OH)2 + 2NaCl CaCl2 + 2NaOH (4)
CaCl2 + (3CaO).Al2O3 + 10H2O (3CaO)Al2O3.CaCl2.10H2O (5)
Ca(OH)2 + MgCl2 CaCl2 + Mg(OH)2 (6)
F. Kekuatan Lentur Pada Balok Beton Bertulang
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan
jumlah
tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan
dengan atau
tanpa prategang, dan dapat direncanakan berdasarkan asumsi bahwa
kedua
bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya
(SNI03-2847–2002,
Pasal 3.13). Baja tulangan memiliki sifat kuat terhadap gaya tarik,
sedangkan
beton memiliki sifat kuat terhadap gaya tekan, namun lemah terhadap
tarik.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan kedua material tersebut,
maka
lahirlah beton bertulang menjadi satu kesatuan yang komposit
dalam
menerima beban tekan maupun beban tarik.
Beton bertulang mempunyai sifat yang sangat sesuai dengan sifat
bahan
penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban
tekan
yang diberikan. Beban tarik pada beton bertulang dapat ditahan oleh
baja
tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton itu
sendiri. Beton
39
juga dapat melindungi baja dari kebakaran dankarat atau korosi yang
terjadi
dengan tujuan beton agar tetapawet.
Lenturan murni adalah lenturan yang terjadi pada balok dengan
mengkondisikan gaya lintangnya sama dengan nol, yaitu dengan
meletakkan
balok beton pada tumpuan sederhana yang dibebani secara simetris
sejauh a
dari tumpuan seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pola pembebanan pada pengujian kuat lentur
1. Analisa Balok Beton Bertulang
Ketika suatu gelagar balok diberi beban sehingga menimbulkan
momen
lentur, maka akan terjadi deformasi (regangan) lentur dalam balok
tersebut.
Pada kejadian momen lentur positif, maka bagian atas akan
mengalami
regangan tekan dan bagian bawah mengalami regangan tarik.
Regangan-
regangan tersebut akan menimbulkan tegangan-tegangan yang harus
dipikul
40
oleh balok, dimana tegangan tekan akan terjadi dibagian atas dan
tegangan
tarik di bagian bawah.
Pada saat beban kecil, belum terjadi retak pada beton, dalam
kondisi ini
beton dan baja tulangan bersama-sama akan menahan tegangan
yang
terjadi. Distribusi tegangan akan tampak linear, bernilai nol pada
garis netral
dan sebanding dengan regangan yang terjadi. Gambar 9
memperlihatkan
perilaku lentur pada beton.
Ketika beban diperbesar lagi, nilai regangan dan tegangan tekan
akan
semakin meningkat, dan cenderung untuk tidak sebanding lagi,
dimana
tegangan beton akan membentuk kurva non linear. Bentuk tegangan
beton
tekan pada penampangnya akan berupa garis lengkung dimulai dari
garis
netral sampai ke serat atas balok, seperti yang terlihat pada
Gambar 10.
41
Nd adalah resultan gaya tekan dalam sedangkan Nt adalah
resultan
gaya tarik dalam. Kedua gaya ini memiliki garis kerja sejajar, sama
besar,
tetapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga
membentuk
kopel momen tahanan dalam, dimana nilai maksimumnya disebut kuat
lentur
atau momen tahanan penampang komponen struktur terlentur.
a. Analisa Balok Lentur Tulangan Tarik
Untuk merencanakan balok pada kondisi pembebanan tertentu
maka
harus diketahui komposisi dimensi balok beton seperti lebar balok
(b), tinggi
balok (h), dan jumlah serta luas tulangan baja (As), f’c dan fy
sehingga dapat
menimbulkan momen tahanan dalam sama dengan momen lentur
maksimum
yang ditimbulkan oleh beban.
karena hubungan dengan bentuk diagram tegangan tekan diatas garis
netral
42
dapat berbentuk garis lengkung. Untuk mempermudah perhitungan,
maka
Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai
distribusi
tegangan beton tekan ekivalen dan juga telah diatur dalam Standar
Nasional
Indonesia (SNI). Standar SKSNI 03-2847-2002 pada pasal 12.2.7.1
juga
menetapkan bentuk tersebut sebagai ketentuan. Selain itu, menurut
SK SNI
T-15-1991-03 kuat lentur nominal untuk balok penampang persegi
dapat
diturunkan dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen. Gambar
11
memperlihatkan balok tegangan ekivalen Whitney.
Gambar 11. Balok tegangan ekivalen Whitney
Persamaan 7 sampai persamaan 15 memperlihatkan persamaan yang
digunakan untuk membuat balok tegangan ekivalen Whitney.
……………………………………………………………….(7)
……………………………………………………………………….. (8)
43
…….………………………………………………………… (9)
………..………………………………………………. (10)
…………………………………………………………………….(11)
…………………………………………………………………..…(12)
………………………………………………………………..(13)
……….…………………………………………………………..(14)
………………………………………………………………………...(15)
Keterangan :
Nt = Resultan seluruh gaya tarik di bawah garis netral
Mr = Momen tahanan
c = Jarakserat tekan terluar ke garis netral
fy = Tegangan luluh tulangan baja
f’c = Kuat tekan beton
Asb = Luas tulangan balok
β = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
b. Retak Pada Balok Bertulang Ada 3 jenis retak yang terjadi pada
balok beton bertulang, yaitu:
1. Retak lentur
Retak lentur adalah retak vertikal yang memanjang dari sisi tarik
balok
dan mengarah ke atas sampai daerah sumbu netralnya serta terjadi
pada
daerah momen lentur yang besar. Jika balok memiliki web yang sangat
tinggi,
jarak retak akan sangat dekat, dengan sebagian retak terjadi
bersamaan
sampai di atas tulangan, dan sebagian lagi tidak sampai ke
tulangan. Retak
ini akan lebih lebar di pertengahan balok daripada di bagian
dasarnya. Pada
penelitian ini, jenis retak inilah yang akan diidentifikasi.
2. Retak miring
Retak miring dapat disebabkan karena gaya geser yang dapat
terjadi
pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas
atau
perpanjangan dari retak lentur. Retak geser web kadang-kadang dapat
terjadi
pada web-web penampang prategang, terutama dapat terjadi pada
penampang dengan flens yang besar dan web yang tipis. Jenis retak
geser
45
miring yang paling umum ditemukan adalah retak geser lentur yang
terjadi
pada balok prategang dan non prategang.
3. Retak puntir
Retak puntir cukup mirip dengan retak geser, namun retak ini
melingkar
di sekeliling balok. Jika sebuah batang beton tanpa tulangan
menerima torsi
secara murni maka batang tersebut akan retak dan runtuh di
sepanjang garis
spiral dengan sudut sebesar 45º karena adanya gaya tarik diagonal
yang
disebabkan oleh tegangan puntir. Gambar 12 memperlihatkan retak
pada
balok beton bertulang.
Beton bertulang akan mengalami retak yang disebabkan oleh
kekuatan
tarik beton yang cukup rendah. Retak tidak dapat dicegah dan
dihindari
namun dapat dibatasi ukurannya dengan menyebar atau
mendistribusikan
tulangan pada beton. Nilai lebar retak maksimum yang dapat diterima
sangat
bervariasi yaitu dari sekitar 0,004 sampai 0,016 dan nilai ini
sangat tergantung
46
pada balok beton bertulang.
sejumlah perkiraan lebar retak maksimum yang dapat diizinkan untuk
batang
beton bertulang dalam berbagai situasi dan kondisi yang terjadi
seperti pada
beton bertulang yang bersentuhan dengan udara kering, udara
lembab,
tanah, larutan bahan kimia, air laut dan percikan air laut dan
digunakan dapa
struktur penahan air. Nilai-nilai lebar retak ini dapat dilihat
dalam Tabel 5
(Jack C. Mc Cormac, 2004). Tabel 5 memperlihatkan lebar retak
maksimum
yang dapat diizinkan berdasarkan lebar retak yang ditentukan oleh
Komite
ACI 224 dalam berbagai situasi dan kondisi yang ada diantaranya
udara
kering, udara lembab, air laut maupun percikan air laut dan
lain-lain.
Tabel 5. Lebar retak maksimum yang diizinkan
Batang yang bersentuhan dengan Lebar retak yang diizinkan
(inch)
Udara kering 0,016
Digunakan pada struktur penahan air 0,004
47
Baja merupakan bahan dengan kuat tarik yang tinggi dan
koefisien
pemuaian yang hampir sama dengan beton. Sedangkan beton
mempunyai
kelemahan pada nilai kuat tariknya. Hal ini menjadi
pertimbangan
penggunaan baja sebagai tulangan pada beton yang menerima gaya
tarik.
Secara umum, tulangan baja di dalam beton tidak akan terkorosi
karena
pada lapisan baja terdapat lapisan pasif baja yang tipis yang
berfungsi
sebagai pelindung. Lapisan pasif baja akan bereaksi dengan larutan
asam
atau akan larut dalam kondisi asam. Karena sifat beton alkali,
yaitu basa
dengan pH sekitar 12-13, baja tulangan didalam beton aman terhadap
korosi.
Jika dilihat secara makro, beton merupakan material yang kuat,
tetapi jika
dilihat secara mikro maka beton adalah material yang berpori
dengan
diameter kecil. Pori–pori tersebut masih memungkinkan senyawa –
senyawa
disekitar beton untuk berinfiltrasi kedalam beton dengan cara
berdifusi.
Proses ini dapat terjadi karena perbedaan konsentrasi di dalam dan
di luar
beton.
tetapi menimbulkan karat pada tulangan besi, tidak baik untuk
beton
bertulang. Zat-zat garam tidak di pikirkan pada saat pencampuran
yang
menyebabkan umur layanan beton bertulang menjadi pendek.
Diperkirakan
48
pada masa berfungsi beton bertulang 10 – 60 tahun dengan kondisi
baja
tulangan mengalami korosi.
Baja tulangan pada beton akan terkorosi bila lapisan pasif ini
rusak yaitu
pH lingkungan pada bidang kontak baja dan beton turun hingga lebih
kecil
dari 9,5. Kondisi ini yang biasanya disebabkan oleh proses
karbonasi,
degradasi oleh klorida, serangan sulfat, serangan asam dari bakteri
atau
degradasi oleh garam magnesium.
Pada korosi baja tulangan, kerusakan terjadi pada tulangan di
dalam
beton. Hal ini disebabkan karena tulangan di dalam beton bereaksi
dengan
air dan membentuk karat. Karat yang terbentuk pada tulangan
ini
mengakibatkan penambahan volume besi tulangan tersebut yang
kemudian
mendesak sehingga beton tersebut menjadi retak.
Lapisan pelindung yang pasif pada permukaan tulangan baja
yang
terbentuk dengan sendirinya setelah dimulainya proses hidrasi semen
terdiri
atas Fe2O3. Selama lapisan oksida tersebut ada, tulangan baja akan
tetap
utuh. Namun ion klorida dapat merusak lapisan tersebut, ditambah
dengan
adanya air dan oksigen yang menyebabkan korosi (karat)
terjadi.
Gambar 13 memperlihatkan deskripsi singkat dari fenomena
korosi.
Ketika terjadi perbedaan potensial listrik sepanjang tulangan baja
di dalam
beton, sebuah lapisan elektrokimia akan terbentuk yaitu ada yang
berbentuk
anoda dan katoda, dihubungkan dengan elektrolit yang terbentuk dari
air
dalam campuran pasta semen. Ion positif Fe+ pada anoda masuk ke
dalam
49
larutan sedangkan elektron bebas bermuatan negatif e- melewati baja
ke
katodadimana mereka diserap oleh konstituendari elektrolit
dan
dikombinasikan dengan air dan oksigen membentuk ion hidroksil
(OH)-.
Perjalanan menuju elektrolit ditambah dengan ion besi
membentuk
ferrichydroxide yang diubah oleh proses oksidasi lanjutan menjadi
karat.
Persamaan reaksinya adalah :
4Fe(OH)2 + 2H20 + O2 4Fe(OH)3 (ferrichydroxide) (17)
Reaksi katodik:
Gambar 13. Deskripsi singkat dari fenomena korosi
Terlihat bahwa oksigen terserap sedangkan air diperbarui, hal
ini
diperlukan agar proses dapat tetap berlanjut. Maka itu, korosi
tidak akan
50
terjadi pada beton yang telah mengering, pada tingkat kelembapan
sekitar
60%; begitu juga pada beton yang dibenamkan penuh di dalam air,
kecuali
jika beton menyerap udara, yang salah satunya dapat disebabkan
oleh
gelombang. Kadar kelembapan optimum korosi mencapai 70 hingga
80%.
Kelembapan yang makin tinggi menyebabkan penurunan tingkat
penyerapan
oksigen.
Perbedaan energi elektrokimia dapat disebabkan oleh perbedaan
kondisi lingkungan pada beton, contohnya ketika beton terendam di
air laut.
Kondisi yang sama dapat timbul ketika ada perbedaan besar pada
ketebalan
dari selimut baja yang tersambung secara elektris. Sel elektrokimia
juga
terbentuk karena variasi dari konsentrasi garam didalam air atau
karena
adanya perbedaan cara penyerapan oksigen.
Agar korosi dapat dimulai, lapisan pasif harus dapat ditembus.
Ion
klorida mengaktifkan permukaan baja untuk membentuk anode,
permukaan
lapisan pasif menjadi katoda. Reaksinya adalah :
Fe+ + 2Cl- → FeCl2 (19)
Oleh karena itu, klorida dapat terbentuk sehingga proses karat
terjadi,
meskipun terbentuk klorida besi pada tahap peralihan. Sel
elektrokimia yang
membutuhkan anoda dan katoda yang saling terhubung oleh pori air,
juga
51
oleh baja tulangan itu sendiri, dan sistem pori pada pasta semen
yang telah
mengeras menjadi faktor utama penyebab korosi.
Konsekuensi dari korosi tulangan yaitu korosi dapat
menyebabkan
volume tulangan menjadi beberapa kali lebih besar dibanding dengan
volume
tulangan asli sehingga dapat menyebabkan retak, spalling atau
delaminasi
pada beton. Gambar 14 memperlihatkan mekanisme konsekuensi
yang
diakibatkan oleh korosi pada baja tulangan.
Gambar 14. Konsekuensi akibat korosi pada baja tulangan
H. Percepatan Korosi Tulangan
mensimulasikan bagaimana korosi dapat merusak ke dalam beton.
Proses
korosi dimulai dengan memberikanarus listrik sebesar 1 mA / cm2.
Pada
metode ini, sebuah energi potensial positif yang konstan (arus
listrik)
diberikan pada tulangan yang tertanam pada beton sebagai elektrode
yang
dapat dihitung secara berkala.
Proses korosi tulangan dilakukan di kolam / tangki yang terisi
larutan
NaCl sebesar 3,5 % sebagai elektrolit. Rendaman beton dalam tangki
telah
disesuaikan sedikit melebihi dari penutup beton di tambah diameter
tulangan,
untuk memastikan perendaman yang memadai terhadap tulangan
tarik.
Pemilihan intensitas arus listrik dan periode korosi pada balok
beton
disesuaikan pada tingkat yang di inginkan. Persentase tingkat
korosi dipilih
sebagai bagian pengurangan kekuatan tulangan tarik dalam skala
waktu
yang singkat. Hubungan antara besarnya arus korosi dan
besarnya
kehilangan berat logam akibat korosi ditentukan dengan
menggunakan
hukum faraday sebagai berikut :
A = berat atom besi (56 g)
I = arus korosi (amp)
t = waktu berlalu (detik)
F = Konstanta faraday (96.500 amp detik)
Berdasarkan hukum faraday tersebut yang mengekspresikan
kehilangan berat logam yang telah di berikan arus sebesar
persentase
ampere yang di inginkan maka penurunan diameter tulangan akibat
korosi
dapat di definisikan sebagai berikut :
53
………………………………………………………… (22)
2R T/D = Penurunan diameter tulangan akibat korosi (T tahun)
R = Laju korosi untuk arus i (R = 1156 i) (cm / tahun)
i = Besarnya arus korosi (amp / cm2)
Model perendaman Impressed Voltage adalah untuk mempercepat
korosi pada tulangan beton yang di rendam dengan air laut.
Metode
ImpressedVoltage merupakan salah satu metode percepatan korosi,
yang
secara tidak langsung memberikan informasi mengenai
karakteristik
penyerapan dari beton. Alat yang digunakan dalam pengujian ini
meliputi
sumber daya DC, benda uji, bak perendaman yang mengandung
larutan
NaCl sebesar 3,5 %, satu stainless plat, serta data logger. Alat
dan bahan
yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Skema kolam perendaman
54
pembangunan infrastrukturakibat material agregat yang didatangkan
dari luar
daerah.Penggunaanair laut dan pasir laut sebagai material pembentuk
beton
masih relatif minim digunakan di daerah-daerah yang terisolir
dengan air
bersih. Hal ini disebabkan karena kandungan klorida atau ion Cl-
yang
terkandung dalam pasir laut maupun air laut sehingga dapat
menyebabkan
tulangan yang digunakan dapat berkarat. Oleh karena itu, penelitian
ini
mencoba melakukan eksperimental di laboratorium dengan menggunakan
air
laut dan pasir laut sebagai bahan pembentuk beton dan
mensimulasikan
dengan proses akselerasi karat atau korosi. Gambar 16
memperlihatkan
kerangka pikir penelitian.
K ESIM
PU LA
N D
A N
SA R
A N
ISU STRATEGIS
Ketersediaan air bersih sebagai pencampur beton yang semakin
berkurang dari waktu ke waktu sangat membutuhkan perhatian
khusus
Pembangunan infrastruktur nasional di daerah terpencil
Pengembangan teknologi beton menggunakan alternatif material
penyusun dari laut (air laut dan pasir laut)
IDENTIFIKASI MASALAH
Bagaimana perilaku lentur yang timbul pada balok beton bertulang
dalam kondisi normal dibandingkan dengan beton air laut yang
diberikan percepatan korosi
Bagaimana efektivitas penggunaan air laut terhadap kapasitas lentur
beton bertulang
Bagaimana dampak penggunaan tulangan beton yang mengalami korosi
terhadap kapasitas lentur beton
UJI LABORATORIUM
Pengujian kuat tekan beton dari semua variabel pengujian dalam
penelitian
Pengujian half- cell potential pada balok beton
Pengujian kuat lentur balok yang diakselerasi korosi
HASIL PENELITIAN
Mendapatkan nilai half-cell potential pada balok beton
Mendapatkan nilai kapasitas lentur balok beton bertulang
Mendapatkan nilai kuat tarik baja tulangan akibat akselerasi
korosi
Pengujian kuat tarik baja tulangan akibat akselerasi korosi
56
penelitian itu meliputi proses dari perencanaan serta
pelaksanaan
penelitian hingga hasil dan kesimpulan dari suatu penelitian.
Rancangan
penelitian meliputi semua prosedur dari penelitian sejak dari
tujuan
penelitian hingga analisis data. Pembuatan rancangan penelitian
sendiri
bertujuan agar penelitian bisa dijalankan dengan lancer dan
tanpa
terjadinya kendala-kendala yang tidak diharapkan.
Penelitian ini diawali dengan studi pustaka dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
oleh
peneliti sebelumnya yaitu penelitian yang ada kaitannya
dengananalisis
korosi pada baja tulangan, percepatan korosi pada baja tulangan
serta
kuat lentur balok beton bertulang. Jenis penelitian ini selain
kajian pustaka
juga dilakukan uji eksperimental yang secara garis besar
dilaksanakan di
laboratorium Struktur dan Bahan Universitas Hasanuddin Fakultas
Teknik.
Secara garis besar prosedur pelaksanaan penelitian mengikuti
skema
bagan alir pada Gambar 17.
57
B.
C.
D.
MULAI
Sampel Selinder Berton Air Tawar Sebagai Camupuran Air Semen
Sampel Selinder Berton Air Laut Sebagai Campuran Air Semen
dan
Pasir Laut
Semen dan Tulangan Biasa
Sampel Balok (15x20x160) Menggunakan Air Laut Sebagai Air Semen dan
Tulangan Non Korosif
Uji Lentur balok beton
Hasil Tes dan Pengolahan Data
Pembahasan dan Kesimpulan
Pada penelitian ini, benda uji dibuat menjadi 4 tipe, yaitu
1. Balok beton bertulang normal dengan tulangan biasa dengan
ukuran
baja 2D16 mm.
2. Balok beton bertulang normal dengan tulangan biasa dengan
ukuran
baja 2D16 mm yang diberikan percepatan korosi.
3. Balok beton bertulang air laut dengan tulangan biasa dengan
ukuran
baja 2D16 mm yang diberikan percepatan korosi.
4. Balok beton bertulang air laut dengan tulangan coating dengan
ukuran
baja 2D16 mm yang diberikan percepatan korosi.
Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan desain campuran
beton
normal dengan air laut dan pasir laut sebagai bahan pencampur.
Agregat
kasar yang digunakan merupakan material batu pecah yang diambil
di
sekitar lokasi Sungai Bili-bili. Agregat halus yang digunakan
terdiri dari 2
lokasi pengambilan, yaitu material pasir sungai yang diambil di
sekitar
lokasi Sungai Bili-bili dan material pasir laut yang diambil di
sekitar lokasi
Pantai Barombong, Makassar.
dimana beton dicuring kering selama 7 hari dan dilakukan
akselerasi
korosi selama 21 hari. Berdasarkan persamaan Faraday maka
akselerasi
dilakukan dengan menggunakan air laut, sementara tulangan baja
di
induksi dengan arus listrik 1,45 Ayang menjadi variabel bebas
dalam
59
balok beton bertulang.
beton bertulang berumur 28 hari. Selain itu, dilakukan pengujian
half-cell
potential untuk mengetahui penyebaran korosi yang terjadi pada
balok
beton bertulang. Selanjutnya pengumpulan data kapasitas lentur
balok
dilakukan dengan memberikan pembebanan statik hingga mencapai
kekuatan batas balok. Data yang diperoleh digunakan untuk
menganalisis
karakteristik balok beton bertulang dengan semua jenis variasi
balok beton
bertulang dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini, benda uji yang digunakan terbagi menjadi
balok
beton bertulang dengan campuran air tawar dan pasir sungai serta
balok
beton bertulang dengan campuran air laut dan pasir laut. Selain
itu,
beradsarkan benda uji yang dibuat dibedakan lagi berdasarkan
perlakuan
percepatan korosi yang diberikan.
Gambar 18 menunjukkan benda uji menggunakan tulangan 28
pada daerah tekan dan 2D16 pada daerah tarik. Pada balok,
dilakukan
pemasangan sebuah strain gauge pada tulangan daerah tarik dan
tiga
buah di daerah tengah balok beton. Jenis strain gauge yang
digunakan
dibedakan atas dua, yaitu strain gauge tipe FLA-2L-11 (gauge factor
2,12
± 1%) dan strain gauge tipe PL-60-11 (gauge factor 2,07 ± 1%)
untuk
60
P
menggunakan beban terpusat pada 2 titik pembebanan.
Gambar 18. Dimensi balok beton bertulang
Gambar 19.Sketsa pembebanan balok beton bertulang
D. Pembuatan Benda Uji
Langkah langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan benda
uji
silinder adalah :
a. Menyiapkan cetakan silinder dengan ukuran diameter 10 cm
dan
tinggi 20 cm sebanyak jumlah sampel silinder yang
direncanakan
0,5 m 0,5 m 0,6 m
61
beton diambil sampel 3 buah silinder). Gambar 21
memperlihatkan
cetakan benda uji silinder.
b. Mengoleskan vaseline ke dalam cetakan silinder dengan
tujuan
untuk memudahkan saat proses pelepasan beton dari cetakan
c. Menyiapkan bahan-bahan yang digunakan sebagai campuran
beton yaitu semen, pasir, kerikil, dan air laut sesuai
perbandingan
mix design yang direncanakan. Gambar 22 memperlihatkan bahan
adukan benda uji.
62
2. Persiapan Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang Normal
Langkah langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan benda
uji
balok beton bertulang adalah :
a. Menyiapkan cetakan yang sesuai untuk balok berukuran 15 x 20 x
160
cm.
dengan gambar perencanaan yang telah dibuat sebelumnya
seperti
yang terlihat pada Gambar 23.
Gambar 22. Potongan memanjang dan melintang balok beton bertulang
normal
c. Menyiapkan bahan-bahan penyusun beton seperti semen,
pasir,
kerikil, dan air sesuai dengan perbandingan dalam perencanaan
mix
design yang telah dibuat sebelumnya.
d. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam proses
pencampuran beton.
3. Persiapan Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang Air
Laut
Langkah langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan benda
uji
63
balok beton bertulang air laut adalah :
a. Menyiapkan cetakan yang sesuai untuk balok berukuran 15 x 20 x
160
cm.
dengan gambar perencanaan yang telah dibuat sebelumnya
seperti
Gambar 24. Demikian pula halnya sama dengan beton bertulang
yang
menggunakan tulangan yang di Coating cat.
Gambar 23. Potongan memanjang dan melintang balok beton bertulang
air laut
c. Menyiapkan bahan-bahan penyusun beton seperti semen, pasir
laut,
kerikil, dan air laut sesuai dengan perbandingan dalam
perencanaan
mix design yang telah dibuat sebelumnya.
d. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam proses
pencampuran
beton.
Langkah-langkah yang dilakukan saat proses pengecoran benda
uji
balok beton bertulang normal adalah :
a. Meletakkan mesin pengaduk/molen pada lokasi yang rata dan
stabil
kemudian hidupkan mesinnya.
membasahi permukaan dalam molen.
c. Menuangkan pasir ke dalam molen sesuai dengan takaran yang
telah
direncanakan dalam mix design.
perencanaan mix design.
mempermudah pencampuran antara pasir dan semen.
f. Memasukkan kerikil ke dalam molen.
g. Membiarkan seluruh bahan tercampur dalam molen selama ± 5
menit
agar campuran semakin tercampur dengan baik.
h. Menuangkan campuran beton ke dalam alat uji slump untuk
mengetahui nilai slump campuran beton hingga tercapai nilai
slump
yang ditentukan.
telah persiapkan sebelumnya.
semakin padat dan dapat mengisi secara penuh ke dalam cetakan
balok
dengan sendok semen.
4. Perawatan Benda Uji Pasca Pengecoran
Perawatan beton atau yang dikenal dengan curing adalah
kegiatan
penjagaan beton paska pengecoran dan finishing pengecoran
dengan
tujuan menjaga kelembaban beton sehingga ikatanantara semen
dan
agregat semakin kuat dan kualitas beton semakin baik. Selain
itu,
perawatanbeton juga dilakukan untuk menghasilkan beton dengan
permukaan yang bagus, lebih awet danperlindungan terhadap
besi
tulangan beton yang lebih baik.
Perawatan beton dilakukan segera setelah beton mengeras atau
mencapai final setting. Perawatan dilakukan minimal selama 7
(tujuh) hari
dan untuk beton berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga)
hari serta
harus dipertahankan dalam kondisi lembab, kecuali dilakukan
dengan
66
beberapa cara yaitu:
b. Menempatkan beton segar dalam genangan air.
c. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.
d. Menyirami permukaan beton secara terus menerus.
Pada penelitian ini, perawatan beton untuk silinder dan balok
beton
dilakukan dengan cara menyelimuti beton segar dengan karung
basah
sehingga seluruh permukaan silinder tertutupi selama 28 hari.
E. Metode Akselerasi Korosi
persamaan 21 dan persamaan 22.
Menurut Mangat dan Elgraf pada kondisi lapangan besar arus
korosi
adalah 900μA/cm2 untuk proses akselerasi korosi. Misalkan
target
kehilangan korosi 7,5% terhadap luas permukaan tulangan D16
maka,
besarnya arus yang dibutuhkan adalah :
I = i x 3.14 x D x L
= 900μA/cm2 x 3.14x1.6 x 320
= 1.446.912 μA
= 1,45 A
67
7,5 = 2312 . 0,9 16
= 7,5 130,05
dimulai dengan memberikan energy anodic yang konstan sebesar 40
V.
Pengujian percepatan korosi juga pernah diteliti oleh peneliti
lain. Pada
metode ini, sebuah energi potensial positif yang konstan diberikan
pada
tulangan yang tertanam pada beton dan arus dari baja tulangan
untuk
melawan electrode dan dihitung secara berkala.
Spesimen beton tetap dibenamkan pada larutan NaCl 3% selama
21
hari untuk mendapatkan tingkat korosi 7,5%. Tulangan kemudian
dihubungkan ke terminal positif (tulangan berperan sebagai anode)
dari
sumber energi DC sedangkan terminal negatif terhubung ke
stainless
steel. Larutan NaCl untuk spesimen beton digunakan untuk
menginduksi
ion klorida masuk ke dalam spesimen. Energi Potensial anodik
konstan
sebesar 40 V diaplikasikan ke semua spesimen selama 21 hari.
Retak
pada sampel diperiksa secara visual setiap hari sedangkan
arussecara
terus menerus dipantau. Lebar retak diukur setelah 21 hari.
68
Pengujian kuat tekan beton dalam penelitian ini dilakukan
pada
benda uji berbentuk silinder dengan ukuran tinggi 20 cm dan
diameter 10
cm setelah beton berumur 28 hari.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian kuat tekan
beton
silinder adalah :
1. Mengeluarkan benda uji silinder yang akan diuji kekuatan
tekannya
dari bak perendam setelah beton berumur 28 hari kemudian
diamkan
selama 1 hari agar benda uji berada dalam kondisi kering saat
pengujian atau dimasukan kedalam oven. Gambar 26
memperlihatkan
benda uji silinder.
69
3. Meletakkan permukaan atas benda uji ke dalam cetakan
pelapis
secara tegak lurus dan diamkan selama beberapa detik sampai
mortar
belerang mengeras dan menempel pada permukaan atas benda uji,
pemberian mortar belerang pada kedua sisi silinder.
4. Menimbang benda uji.
5. Meletakkan benda uji pada mesin tekan Compression Machine
secara
centris.
7. Melakukan pembebanan sampai jarum penunjuk beban tidak naik
lagi
dan catat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk.
2. Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulang
Pada penelitian ini, pengujian lentur dilakukan pada 1 (satu)
buah
balok beton bertulang, Langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengujian
lentur balok beton bertulang adalah :
1. Mengatur perletakan sesuai dengan jarak yang telah
direncanakan
sebelumnya.
2. Meletakkan benda uji di atas kedua perletakan sendi-rol yang
telah
disiapkan.
bentang yang berjarak 60 cm.
70
4. Memasang 3 (tiga) buah Dial Indicator yang digunakan untuk
menghitung lendutan yang terjadi dengan jarak 75 cm. Pastikan
dial
ini telah menyentuh dasar balok dan berada dalam posisiangka
nol.
5. Meletakkan jack ditengah bentang diatas besi pembebanan
dan
naikkan beban setiap 10 kg dengan membaca Manometer Jack.
6. Mencatat setiap penurunan yang terjadi pada dial ketika
beban
dinaikkan dan perhatikan retak yang terjadi.
7. Melakukan pembacaan hingga balok mencapai keruntuhan.
Gambar
27 memperlihatkan uji balok beton bertulang dengan indikator
pengukuranpada pengujian kuat lentur balok bertulang baik
balok
beton bertulang normal maupun balok beton bertulang air laut.
Gambar 26. Uji balok beton bertulang dengan indikator
pengukuran
Untuk pengujian balok lentur digunakan beban terpusat pada 2
titik
pembebanan seperti terlihat pada Gambar 27.
71
P
3. Pengujian Half-Cell Potential
kemungkinan relatif aktivitas korosi pada beton bertulang dengan
cara
elektrokimia. Pengujian dilaksanakan berdasarkan ASTM C 876.
Dalam
pengujian ini, sebuah voltmeter dengan impedansi yang tinggi
disambungkan diantara baja tulangan dan tembaga, temabaga
sulfat
berfungsi sebagai elektroda pada permukaan beton dimana
pengukuran
dapat dilakukan dengan metode Half Cell Potential. Skema benda
uji
dapat dilihat pada Gambar 28.
Benda uji berupa beton bertulang seperti yang digunakan pada
pengujian Impressed Voltage juga di curing selama 28 hari dengan
dua
tipe curing. Kemudian, benda uji ini dibenamkan dalam kolam
berisi
larutan klorida 3% di dalam laboratorium pada suhu 20±2oC.
Perkembangan korosi pada tulangan baja diamati dengan metode
half-cell
potential.
72
Alat yang dapat juga di gunakan untuk menyelidiki tingkat
korosi
pada baja ialah Scanning Electron Microscopy (SEM). Elektron
memiliki
resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya
mampu
mencapai 200 nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai
0,1
– 0,2 nm.Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga
bisa
mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk
keperluan
karakterisasi. Jika e