79

Analisis Faktor-faktor Ekonomi Makro Yang Mempengaruhi Harga Saham Pada Industri Telekomunikasi Yang Tercatat Di BEI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ekonomi

Citation preview

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah

    dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan thesis ini dengan baik. Thesis ini

    merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master of Business

    Administration. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih

    kepada pihak yang telah membantu proses penyelesaian thesis ini, yaitu:

    1. Kedua orang tua saya, Bapak Drs. Umar Rusdi dan Ibu Susy Suryaningsih

    tersayang yang selalu memberikan doa, perhatian, kasih sayang, dorongan

    semangat moril dan materiil hingga penulis bisa menyelesaikan

    penyusunan thesis ini tepat pada waktunya.

    2. Kapten. Inf. Hendra Suryaningrat suami tercinta, terima kasih atas

    kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengambil kuliah S2 ini.

    3. Anakku tersayang Muhammad Umar Suryaningrat, yang selalu

    memberikan penulis senyuman dan keceriaan setiap hari.

    4. Adik-adikku tercinta Hilda Rusiani Viryana, S.H, M.Hum dan Muhammad

    Ramadhan Ariefbillah yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

    5. Kedua mertua penulis Bapak M. Toha Suryaningrat dan Ibu Yusmin

    Ponglabba dan adik-adik ipar Suhendar Suryaningrat dan Linda Sari

    Ponglabba. Terima kasih atas doa dan dorongan semangat kepada penulis.

    6. Bapak Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc. selaku dosen pembimbing, yang

    telah membimbing, memberikan sumbangan pikiran, perhatian dan

    kesempatan untuk mengerjakan thesis ini selesai pada waktunya.

  • v

    7. Bapak dan Ibu dosen Program Magister Manajemen Universitas Gadjah

    Mada yang telah membagikan ilmunya, dan seluruh karyawan Program

    Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta dan

    Yogyakarta yang telah membantu penulis hingga menyelesaikan program

    ini tepat waktu.

    8. Teman-teman MM UGM Eksekutif 24B, terima kasih atas

    kebersamaannya selama kuliah ini. Kita sangat kompak selama

    perkuliahan berlangsung, saling tolong menolong dan selalu memberi

    semangat dan berbagi ilmu pengetahuan.

    9. Teman-teman Persit Kartika Chandra Kirana Keke, Nisa, Nita, Citra, Beby

    yang selalu memberikan penulis semangat dan keceriaan.

    10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan oleh penulis satu per satu, yang

    selalu memberikan dukungan, semangat sehingga perkuliahan ini selesai

    pada waktunya.

    Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam thesis

    ini. Selanjutnya apa bila terdapat kesalahan dalam penyajian thesis ini, penulis

    memohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata, semoga apa yang tersaji dalam

    penulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

    Yogyakarta, 17 Maret 2011

    Penulis

    (Dewi Rusiana Aquasari)

  • vi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL i

    HALAMAN PENGESAHAN...... ii

    HALAMAN PERNYATAAN .. iii

    KATA PENGANTAR . iv

    DAFTAR ISI vi

    DAFTAR TABEL..... ix

    DAFTAR GAMBAR.... x

    DAFTAR LAMPIRAN xi

    INTISARI ... xii

    ABSTRACT xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang.1

    1.2 Perumusan Masalah.3

    1.3 Tujuan Penelitian.4

    1.4 Manfaat Penelitian...4

    1.5 Sistematika Penulisan..5

    BAB II LANDASAN TEORI

    2.1 Pasar Modal Indonesia.7

    2.2 Sejarah Pasar Modal Indonesia8

    2.2.1 Periode Pertama (1912-1942): Periode Jaman Belanda..8

  • vii

    2.2.2 Periode Kedua (1952-1960): Periode Orde Lama9

    2.2.3 Periode Ketiga (1977-1988): Periode Orde Baru.9

    2.2.4 Periode Keempat (1988-Mei 1995): Periode Bangun dari

    Tidur yang Panjang 10

    2.2.5 Periode Kelima (Mulai Mei 1995): Periode Otomatisasi ..11

    2.2.6 Periode Keenam (Mulai Agustus 1997- September 1998):

    Krisis Moneter 12

    2.3 Harga Saham .. 12

    2.4 Analisis Kondisi Ekonomi . 15

    2.4.1 Pengaruh Produk Domestik Bruto Pada Harga Saham... 16

    2.4.2 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Pada Harga Saham 18

    2.4.3 Pengaruh Tingkat Inflasi Pada Harga Saham .. 20

    2.4.4 Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Pada Harga Saham . 21

    2.5 Hubungan Variabel Makro dengan Pasar Modal . 23

    2.6 Penelitian Terdahulu ... 24

    2.7 Kerangka Pemikiran 25

    2.8 Hipotesis .. 26

    BAB III METODA PENELITIAN

    3.1 Populasi dan Penentuan Sampel .. 28

    3.2 Jenis dan Sumber Data . 28

    3.3 Definisi Operasional Variabel .. 29

    3.4 Alat Analisis . 30

    BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

  • viii

    4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 34

    4.1.1 Perkembangan PDB . 35

    4.1.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga 37

    4.1.3 Perkembangan Tingkat Inflasi ..38

    4.1.4 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) .40

    4.2 Deskriptif Statistik ..... 41

    4.3 Hasil Analisis . 42

    4.3.1 Uji Asumsi Klasik .. 43

    4.3.1.1 Uji Normalitas 43

    4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas 45

    4.3.1.3 Uji Multikolinearitas ... 48

    4.3.1.4 Uji Autokorelasi .. 49

    4.3.2 Koefisien Determinasi .. 50

    4.3.3 Pengujian Hipotesis .. 51

    4.3.3.1 Uji Simultan (Uji-F) 51

    4.3.3.2 Uji Parsial (Uji-T) ... 53

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ........................... 56

    5.2 Saran 58

    DAFTAR PUSTAKA . 59

    LAMPIRAN 61

  • ix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Emiten yang Masuk Perhitungan Priode Januari 2005-Desember

    2010 .. 35

    Tabel 4.2 Perkembangan PDB . 37

    Tabel 4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga 38

    Tabel 4.4 Perkembangan Inflasi .. 39

    Tabel 4.5 Perkembangan Kurs 40

    Tabel 4.6 Deskriptif Statistik Variabel Penelitian .. 41

    Tabel 4.7 Hasil Pengujian Normalitas dengan Menggunakan Uji

    Kolmogorov-Smirnov . 44

    Tabel 4.8 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas .. 46

    Tabel 4.9 Pengujian Multikolinearitas 48

    Tabel 4.10 Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi . 49

    Tabel 4.11 Hasil Pengujian Autokorelasi . 50

    Tabel 4.12 Hasil Pengujian Model Fit .. 51

    Tabel 4.13 Hasil Pengujian Simultan (Uji-F) .. 52

    Tabel 4.14 Hasil Pengujian Parsial (Uji-T) .. 53

    Tabel 4.15 Urutan Variabel-Variabel Dominan Terhadap Harga Saham 55

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran 26

    Gambar 2. Hasil Pengujian Normalitas . 45

    Gambar 3. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas .... 47

    Gambar 4. Hasil Pengujian Autokorelasi . 50

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Daftar Harga Saham dan Indikator Ekonomi Makro Periode 2005-

    2010 . 61

    Lampiran 2 Perhitungan Regresi Linear Berganda 62

  • xii

    INTISARI

    Dewasa ini teknologi telekomunikasi merupakan bagian dari kebutuhan

    hidup manusia, selain untuk memudahkan kegiatan bisnis suatu perusahaan,

    telekomunikasi juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia.

    Industri telekomunikasi merupakan perusahan yang mampu berkontribusi kepada

    pendapatan negara, dan saham industri telekomunikasi merupakan salah satu

    saham yang aktif diperdagangkan di lantai bursa. Tujuan dari penelitian ini adalah

    mengkaji pengaruh indikator ekonomi makro, yaitu produk domestik bruto, suku

    bunga, inflasi dan nilai tukar mata uang terhadap harga saham pada indsutri

    telekomunikasi selama periode 2005-2010.

    Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear

    berganda. Data diperoleh dari Monthly Statistics dari Bursa Efek Indonesia (BEI),

    indikator ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS), suku bunga SBI dan nilai

    tukar mata uang dari Bank Indonesia. Populasi yang digunakan sama dengan

    sampel, yaitu industri telekomunikasi yang tercatat di BEI.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel laju PDB berpengaruh

    negatif dan signifikan, variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan dan

    variable kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham industri

    telekomunikasi, sedangan suku bunga hanya signifikan apabila diuji secara

    bersamaan (simultan) dan tidak berpengaruh signifikan bila diuji secara parsial.

    Kata kunci: Laju PDB, Suku Bunga, Inflasi, Kurs, Harga Saham Industri

    Telekomunikasi

  • xiii

    ABSTRACT

    Nowadays, communications technology have become part of human

    needs, its also became a lifestyle of Indonesian people and tools to facilitate business. Telecommunications industry has given contribution to national income,

    and shares of telecommunications industry is one of the active traded stocks on

    stock market. The objective of this study is to appraise the impact of macro-

    economic indicators, i.e gross domestic product, interest rates, inflation factors

    and currency exchange rates to stock prices of the telecommunications industry

    during the period of 2005-2010.

    The method used in this study is multiple regression analysis. Data that

    has been collected from the monthly statistics of The Indonesia Stock Exchange

    (IDX), economic indicators of The Central Agency of Statistics (BPS), the SBI

    interest rate and currency exchange rate of Bank of Indonesia. The use of

    population is the same as sample of the telecommunications industry registered in

    IDX.

    The result shows that GDP, inflation factor, currency exchange rate have

    significant impact, whereas interest rate only significant if tested simultaneously

    and not significant effect if tested partially.

    Keywords: GDP, interest rate, inflation, currency exchange rate, stock prices of

    telecommunication industry

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Keputusan perusahaan untuk melakukan go public merupakan salah satu

    cara dalam mendapatkan sumber pembiayaan melalui penerbitan saham. Pasar

    modal merupakan salah satu alternatif untuk menjembatani hubungan antara

    pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan pihak

    yang membutuhkan dana yang disebut emiten (perusahaan yang go public). Pada

    umumnya tujuan utama yang diharapkan investor dari dana yang ditanamkannya

    dalam bentuk saham berupa capital gain dan dividen. Capital gain adalah selisih

    antara harga beli dan harga jual, dan dividen adalah pembagian keuntungan yang

    diberikan perusahaan berasal dari keuntungan yang dihasilkan.

    Investasi dalam bentuk saham memerlukan berbagai informasi akurat yang

    berhubungan dengan fluktuasi harga saham. Dengan alasan tersebut, maka bagi

    investor yang akan berinvestasi di pasar modal perlu mempertimbangkannya

    dengan matang. Harga saham merupakan salah satu ukuran indeks prestasi

    perusahaan, yaitu seberapa jauh manajemen telah berhasil mengelola perusahaan

    atas nama pemegang saham.

    Keberhasilan perusahaan mencapai laba ditentukan oleh faktor-faktor

    ekonomi makro disamping kinerja dari manajemen perusahaan dan lingkungan

    industrinya. Investor dalam menanamkan modalnya harus mengetahui pengaruh

    variabel-variabel ekonomi makro terhadap fluktuasi tingkat pengembalian saham

    yang akan diterima. Faktor-faktor ekonomi makro yang dapat mempengaruhi

  • 2

    harga saham diataranya produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga,

    tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang.

    Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh

    pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian

    suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat

    kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan

    tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan

    tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana,

    kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk

    tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang

    diperdagangkan dalam pasar modal.

    Krisis moneter yang pernah terjadi ditandai dengan merosotnya nilai tukar

    mata uang rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar mengakibatkan

    tingkat suku bunga deposito dan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia

    (SBI) naik dan inflasi pun mengalami kenaikan. Hal tersebut mengakibatkan

    harga saham menjadi turun.

    Di antara berbagai saham yang ditawarkan di Bursa Efek Indonesia, sektor

    industri telekomunikasi mempunyai prospek cukup cerah dimasa yang akan

    datang, dimana saat ini industri telekomunikasi di Indonesia banyak

    menggunakan teknologi modern yang berasal dari luar negeri, dengan perkataan

    lain masih mengacu pada teknologi negara-negara maju. Perusahaan

    telekomunikasi tidak terlepas dari kondisi ekonomi nasional, terutama bagi

    perusahaan yang sudah go public. Salah satu indikator keberhasilan kinerja

  • 3

    perusahaan adalah tingkat pengembalian investasi sahamnya. Saham Industri

    telekomunikasi merupakan salah satu saham yang aktif diperdagangkan di lantai

    bursa, bahkan saham PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) dan PT.

    Indosat, Tbk (ISAT) merupakan saham blue chip, yaitu suatu istilah dalam pasar

    modal yang mengacu pada saham dari perusahaan besar yang memiliki

    pendapatan stabil dan liabilitas dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.

    Saat ini teknologi telekomunikasi merupakan bagian dari kebutuhan

    manusia, selain untuk memudahkan kegiatan bisnis suatu perusahaan,

    telekomunikasi juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia,

    seperti layanan telepon selular, internet dan lain sebagainya. Selain itu,

    perusahaan telekomunikasi merupakan perusahan yang mampu berkontribusi

    besar terhadap pendapatan negara. Fenomena-fenomena di atas menjadi menarik

    untuk diteliti, yaitu untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor kinerja saham pada

    waktu terjadinya perubahan variabel makro dan pengaruhnya terhadap perusahaan

    telekomunikasi. Dari uraian di atas penulis termotivasi untuk melakukan

    penelitian dengan judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI

    MAKRO YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA INDUSTRI

    TELEKOMUNIKASI YANG TERCATAT DI BURSA EFEK

    INDONESIA.

    1.2 Perumusan Masalah

    Berdasarkan uraian diatas, maka disusun beberapa perumusan masalah

    penelitian, antara lain:

  • 4

    1. Apakah produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi

    dan nilai tukar mata uang berpengaruh terhadap harga saham pada

    industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

    2. Faktor-faktor manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap harga

    saham pada industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek

    Indonesia (BEI)?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik bruto (PDB), tingkat

    suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang terhadap harga

    saham pada industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek

    Indonesia (BEI).

    2. Untuk menganalisis pengaruh yang paling dominan antara produk

    domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar

    mata uang terhadap harga saham pada industri telekomunikasi yang

    tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan

    pertimbangan untuk mengidentifikasi dan menentukan sensitifitas harga saham

    yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi makro seperti produk domestik

    bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang.

  • 5

    Dengan demikian diharapkan para investor dapat memanfaatkan hasil analisis ini

    untuk menjadi dasar pengambilan keputusan investasi di pasar modal (Bursa Efek

    Indonesia).

    Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi

    bagi akademisi yang memiliki kepentingan dalam topik ini sebagai acuan dalam

    penelitian dimasa mendatang.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan terdiri dari lima bab yang masing-masing bab

    menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

    BAB I: Pendahuluan

    Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang penelitian,

    perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

    sistematika dari penulisan thesis ini.

    BAB II: Landasan teori

    Pada bab ini dibahas mengenai landasan teori untuk menjustifikasi

    kerangka pemikiran dan hipotesis yang diajukan, serta hasil

    penelitian terdahulu.

    BAB III: Metoda penelitian

    Pada bab ini dijelaskan mengenai populasi dan sampel, jenis dan

    sumber data yang digunakan, definisi operasional variabel yang

    digunakan dalam penelitian, pengujian asumsi klasik dan

    pengujian hipotesis.

  • 6

    BAB IV: Analisis dan Pembahasan

    Pada bab ini dijelaskan mengenai data penelitian dan hasil analisis

    dengan metode penelitian yang digunakan.

    BAB V: Kesimpulan dan Saran

    Merupakan bab penutup yang dibuat berdasarkan pembahasan bab

    sebelumnya, dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya agar

    dapat lebih baik dan bermanfaat.

  • 7

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Pasar Modal Indonesia

    Pasar modal Indonesia memiliki peran besar bagi perekonomian negara.

    Dengan adanya pasar modal (capital market), investor sebagai pihak yang

    memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya pada berbagai sekuritas

    dengan harapan memperoleh imbalan (return). Perusahaan sebagai pihak yang

    memerlukan dana dapat memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan

    proyek-proyeknya. Dengan alternatif pendanaan dari pasar modal, perusahaan

    dapat beroperasi dan mengembangkan bisnisnya dan pemerintah dapat membiayai

    berbagai kegiatannya sehingga meningkatkan kegiatan perekonomian negara dan

    kemakmuran masyarakat luas.

    Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan

    pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan

    perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek. Definisi ini

    menyiratkan bahwa, pasar modal Indonesia dibentuk seperti pasar modal pada

    umumnya, pasar modal Indonesia dibentuk untuk menghubungkan investor

    (pemodal) dengan perusahaan atau institusi pemerintah. Investor merupakan pihak

    yang mempunyai kelebihan dana, sedangkan perusahaan atau institusi pemerintah

    memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar

    modal berfungsi sebagai pengalokasi dana dari investor ke perusahaan atau

    institusi pemerintah. Agar alokasi dana menjadi efektif, berbagai jenis sekuritas

  • 8

    (efek/surat berharga), diciptakan dan diperdagangkan di pasar modal untuk

    mempertemukan kedua pihak tersebut (Tandelilin, 2010).

    Pasar modal Indonesia memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai.

    Pertama, untuk memobilisir dana di luar sistem perbankan. Kedua, untuk

    memperluas distribusi kepemilikan saham-saham, terutama ke pemodal-pemodal

    kecil. Ketiga, untuk memperluas dan memperdalam sektor keuangan (Husnan,

    2005).

    2.2 Sejarah Pasar Modal Indonesia

    Era pasar modal di Indonesia dapat dibagi menjadi enam periode. Periode

    pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun

    didirikannya pasar modal pertama. Periode kedua adalah periode orde lama yang

    dimulai tahun 1952. Periode ketiga adalah periode orde baru dengan

    diaktifkannya kembali pasar modal pada tahun 1977. Periode keempat dimulai

    tahun 1988 adalah periode bangunnya pasar modal dari tidur yang panjang.

    Periode kelima adalah periode otomatisasi pasar modal mulai tahun 1995. Periode

    keenam adalah periode krisis moneter mulai bulan agustus 1997 (Hartono, 2009).

    2.2.1 Periode Pertama (1912-1942): Periode Jaman Belanda

    Pada tanggal 14 desember 1912, suatu asosiasi 13 pialang dibentuk di

    Jakarta. Asosiasi ini diberi nama sebagai Vereniging voor Effectenhandel yang

    merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I,

    pasar modal di Surabaya mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925.

  • 9

    Karena masih dalam jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga

    didirikan oleh Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan disana juga

    merupakan saham-saham Belanda dan afiliasinya yang tergabung dalam Dutch

    East Indies Trading Agencies. Pasar-pasar modal ini beroperasi sampai

    kedatangan Jepang di Indonesia di tahun 1942.

    2.2.2 Periode Kedua (1952-1960): Periode Orde Lama

    Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1 September 1951

    dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 12 yang kemudian dijadikan Undang-

    Undang No. 15/1952 tentang pasar modal. Melalui Keputusan Mentri Keuangan

    No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya

    dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952.

    Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi

    pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang

    lain adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya

    diperdagangkan di pasar modal di Jakarta lari ke luar negri.

    2.2.3 Periode Ketiga (1977-1988): Periode Orde Baru

    Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode

    orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No.52 tahun 1976. Keputusan ini

    menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal,

    pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa.

  • 10

    Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai

    dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatat di BEJ, yaitu

    hanya 24 perusahaan saja (selama empat tahun, 1985-1988). Kurang menariknya

    pasar modal pada periode ini dari segi investor mungkin disebabkan oleh tidak

    dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan dividen dikenakan

    pajak penghasilan sebesar 15%.

    2.2.4 Periode Keempat (1988-Mei 1995): Periode Bangun dari Tidur yang

    Panjang

    Sejak diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai tahun 1988 BEJ

    dikatakan dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun. Sebelum tahun

    1988 hanya terdapat 24 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Setelah 1988, selama

    tiga tahun saja, yaitu sampai tahun 1990, jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ

    meningkat sampai dengan 128. Sampai dengan akhir tahun 1994 jumlah

    perusahaan yang sudah IPO menjadi 225. Pada periode ini, Initial Public Offering

    (IPO) menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai periode lonjakan

    IPO (IPO boom).

    Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek

    Surabaya (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya

    Stock Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada

    awalnya, BES mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES

    hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk meningkatkan indeks gabungannya dari

    nilai 100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340. Mulai tanggal 19 September

  • 11

    1996, BES merubah nilai dasar indeks gabungannya menjadi nilai dasar 500. Pada

    akhir tahun 1996, IHSG-BES mencapai nilai 568,585 poin. Sampai kuartal ketiga

    tahun 1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham.

    Jumlah ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan

    nilai kapitalisasi sebesar Rp 19,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di BEJ

    juga secara otomatis diperdagangkan di BES.

    2.2.5 Periode Kelima (Mulai Mei 1995): Periode Otomatisasi

    Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas

    manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di

    bursa. Jika sebelumnya di lantai bursa terlihat dua deret antrian (sebuah untuk

    antrian beli dan yang lainnya untuk antrian jual) yang cukup panjang untuk

    masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi dicatat di papan tulis,

    maka setelah otomatisasi, sekarang yang terlihat di lantai bursa adalah jaringan

    komputer-komputer yang digunakan oleh pialang.

    Sistem otomatisasi yang diterapkan di BEJ diberi nama Jakarta Automated

    Trading System (JATS) yang mulai dioperasikan pada 22 Mei 1995. Sistem

    manual hanya mampu menangani sebanyak 3.800 transaksi setiap harinya,

    sedangnkan JATS mampu menangani sebanyak 50.000 transaksi setiap harinya.

    Untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat di

    BES, maka pada tanggal 19 September 1996 BES menerapkan sistem otomatisasi

    yang disebut dengan Surabaya Market Information & Automated Remote Trading

  • 12

    (S-MART). Sistem S-MART ini diintegrasikan dengan sistem JATS di BEJ dan

    sistem di KDEI (Kliring Deposit Efek Indonesia) untuk penyelesaian transaksi.

    2.2.6 Periode Keenam (Mulai Agustus 1997-September 1998): Krisis

    Moneter

    Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda negara-negara Asia,

    termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak

    banyak perusahaan yang melakukan IPO pada periode krisis ini, yaitu hanya

    sebanyak 18 perusahaan. Krisis moneter yang terjadi ini dimulai dari penurunan

    nilai-nilai mata uang negara-negara Asia terhadap dollar Amerika. Penurunan

    nilai mata uang ini disebabkan karena spekulasi dari pedagang-pedagang valas,

    kurang percayanya masyarakat terhadap nilai mata uang negaranya sendiri dan

    yang tidak kalah pentingnya adalah kurang kuatnya pondasi perekonomian

    Untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang bergejolak ini,

    pemerintah mengumumkan melikuidasi 16 bank swasta nasional. Pengumuman

    yang cukup mengejutkan ini tidak banyak membantu memperbaiki lesunya pasar

    saham.

    2.3 Harga Saham

    Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang

    paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan

    ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham

    merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham

  • 13

    mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Menurut Bursa Efek

    Indonesia (BEI) saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal

    seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perseroan atau perseroan terbatas.

    Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham.

    Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini disebut

    dengan saham biasa (common stock). Untuk menarik investor potensial lainnya,

    suatu perusahaan mungkin juga mengeluarkan kelas lain dari saham, yaitu yang

    disebut dengan saham preferen (preferred stock). Saham preferen mempunyai

    hak-hak prioritas.

    Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan

    perusahaan. Kekuatan pasar ditunjukkan oleh terjadinya transaksi perdagangan

    saham pasar modal. Pada prinsipnya semakin baik prestasi perusahaan dalam

    menghasilkan keuntungan, maka akan meningkatkan permintaan saham

    perusahaan tersebut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pula harga

    saham perusahaan.

    Melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar,

    yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental mencoba

    memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan memperkirakan

    (estimate) nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di

    masa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut

    sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini sering disebut sebagai share

    price forecasting model. Dalam melakukan peramalan harga saham langkah yang

    penting adalah mengidentifikasi faktor-faktor fundamental (penjualan,

  • 14

    pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan dividend dan sebagainya) yang

    diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Banyak faktor yang

    mempengaruhi harga saham, maka untuk melakukan analisis fundamental

    diperlukan beberapa analisis, yaitu kondisi makro ekonomi atau kondisi pasar,

    analisis industri dan analisis kondisi spesifik perusahaan.

    Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham

    (kondisi pasar) dengan mengamati perubahan harga saham di waktu yang lalu.

    Berlainan dengan pendekatan fundamental, analisis teknikal tidak memperhatikan

    faktor-faktor fundamental (kebijakan pemerintah, pertumbuhan ekonomi,

    pertumbuhan penjualan perusahaan, pertumbuhan laba, perkembangan tingkat

    bunga dan sebagainya) yang mungkin mempengaruhi harga saham.

    Pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah bahwa harga saham

    mencerminkan informasi yang relevan, bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh

    perubahan harga di waktu yang lalu dan perubahan harga saham akan mempunyai

    pola tertentu. Analisis teknikal menggunakan grafik (charts) dan berbagai

    indikator teknis. Informasi tentang harga dan volume perdagangan merupakan alat

    utama untuk analisis.

    Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan

    kapan akan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham (keluar dari pasar),

    dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis ataupun menggunakan analisis

    grafis. Beberapa indikator teknis yang sering dipergunakan adalah moving

    average, new highs and lows, volume perdagangan, dan short-interest ratio.

    Penggunaan grafik diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai pola, seperti key

  • 15

    reversals, head and shoulders, triple tops, ascending and descending tringles dan

    sebagainya.

    2.4 Analisis Kondisi Ekonomi

    Analisis risiko ekonomi merupakan bagian dari analisis saham yang

    berdasarkan analisis teknikal, dimana analisis teknikal adalah analisis saham yang

    dilakukan berdasarkan pada informasi dari luar perusahaan. Umumnya analisis ini

    mempertimbangkan kondisi negara, seperti kondisi ekonomi, politik, keuangan

    suatu negara.

    Analisis kondisi ekonomi merupakan analisis terhadap faktor-faktor

    eksternal dan bersifat makro berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar

    perusahaan dan mempengaruhi semua perusahaan sehingga tidak dapat

    dikendalikan oleh perusahaan. Analisis kondisi ekonomi merupakan langkah awal

    yang penting sebelum melakukan investasi. Pergerakan arah ekonomi

    mempengaruhi pergerakan pasar modal yang berguna bagi pengambilan

    keputusan para investor. Pertumbuhan ekonomi yang stabil merupakan kabar baik

    bagi para investor, sehingga berpengaruh secara positif terhadap pasar modal.

    Demikian juga sebaliknya, jika kondisi ekonomi tidak stabil atau labil, maka

    investor akan berhati-hati dalam melakukan investasi (Husnan, 2005).

    Fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang

    terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro, seperti harga obligasi akan sangat

    tergantung dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan tingkat suku bunga ini akan

    dipengaruhi oleh perubahan ekonomi makro ataupun kebijakan ekonomi makro

  • 16

    yang ditentukan pemerintah. Disisi lain, harga saham merupakan cerminan dari

    ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earnings, aliran kas dan tingkat return

    yang disyaratkan investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga dipengaruhi oleh

    kinerja ekonomi makro.

    Siegel (1991) meyimpulkan adanya hubungan yang kuat antara harga

    saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan pada harga

    saham selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi. Terdapat dua alasan

    yang mendasari hal tersebut pertama, harga saham yang terbentuk merupakan

    cerminan ekspektasi investor terhadap earnings, dividen, dan tingkat bunga yang

    akan terjadi. Hasil estimasi investor terhadap ketiga variabel tersebut akan

    menentukan berapa harga saham yang sesuai. Dengan demikian, harga saham

    yang sudah terbentuk itu akan merefleksikan ekspektasi investor atas kondisi

    ekonomi di masa datang, bukan kondisi ekonomi saat ini. Kedua, kinerja pasar

    modal akan berekasi terhadap perubahan-perubahan ekonomi makro seperti

    tingkat suku bunga, inflasi, atau jumlah uang yang beredar. Ketika investor

    menentukan harga saham yang tepat sebagai refleksi perubahan variabel ekonomi

    makro yang akan terjadi, maka masuk akal jika dikatakan harga saham terjadi

    sebelum perubahan ekonomi makro benar-benar terjadi (Tandelilin, 2010).

    2.4.1 Pengaruh Produk Domestik Bruto Pada Harga Saham

    Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa

    total suatu negara. PDB memberikan informasi mengenai jumlah agregat barang

    dan jasa yang telah diproduksi oleh ekonomi nasional untuk suatu periode

  • 17

    tertentu, biasanya dalam satu tahun. PDB nominal mengukur pertumbuhan

    ekonomi yang disebabkan oleh bertambahnya produk barang dan jasa yang

    dihasilkan oleh ekonomi nasional dan inflasi, yaitu meningkatnya harga-harga

    barang dan jasa tersebut. Oleh karenanya, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi

    nasional secara riil, pengaruh inflasi harus dihilangkan dari PDB nominal

    sehingga diperoleh PDB maksimal (Harianto dan Sudomo, 1998).

    Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan

    ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun

    akan meningkat dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan

    untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan,

    maka kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin

    meningkat.

    PDB dipengaruhi oleh konsumsi dan investasi swasta, konsumsi dan

    investasi pemerintah, besarnya ekspor serta besarnya impor. Pertumbuhan PDB

    akan meningkat dengan meningkatnya faktor-faktor ini kecuali impor. Semakin

    banyak kebutuhan barang dan jasa konsumen dipenuhi dari luar negri, semakin

    kecil pertumbuhan PDB (Harianto dan Sudomo, 1998).

    Konsumsi yang dilakukan oleh pihak swasta adalah konsumsi yang

    dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari

    seperti sandang, papan dan pangan. Investasi yang dilakukan oleh swasta adalah

    pengeluaran jangka panjang untuk membeli tanah, mesin dan faktor-faktor

    produksi lainnya yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha. Konsumsi

    pemerintah adalah pengeluaran rutin yang dilakukan oleh pemerintah untuk

  • 18

    kebutuhan belanja pegawai dan barang serta pembayaran bunga dan cicilan

    hutang luar negri. Sementara investasi pemerintah adalah pengeluaran

    pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek

    pemerintah (Harianto dan Sudomo, 1998).

    Kebijakan ekonomi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi PDB dari

    sudut pengeluaran dikenal sebagai kebijakan pengelolaan agregat. Tiga kebijakan

    ekonomi untuk mengelola permintaan agregat adalah kebijakan fiskal

    (meningkatnya PDB melalui kebijakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara),

    kebijakan moneter (mempengaruhi PDB dengan cara mengatur jumlah uang yang

    beredar di dalam perekonomian nasional), dan kebijakan nilai tukar rupiah atau

    kebijakan neraca pembayaran (ditetapkan untuk mempengaruhi arus barang dan

    jasa serta modal dari dan ke dalam Indonesia).

    2.4.2 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Pada Harga Saham

    Menurut ahli ekonomi klasik tingkat suku bunga ditentukan oleh,

    penawaran tabungan oleh rumah tangga dan permintaan tabungan oleh penanam

    modal (investor). Pandangan ini telah menjadi salah satu alasan kepada keyakinan

    ahli-ahli ekonomi klasik bahwa tingkat penggunaan tenaga kerja penuh selalu

    dicapai dalam perekonomian, sedangakan menurut Keynes tingkat bunga

    ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang (Sukirno, 2001).

    Faktor yang yang mendorong investor untuk melakukan investasi, yaitu

    apabila tingkat keuntungan yang diharapkan lebih rendah dari tingkat suku bunga

    maka investasi tidak dilakukan. Tingkat suku bunga adalah persentase dari pokok

  • 19

    pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai

    imbal jasa yang dilakukan dalam suatu periode tertentu yang telah disepakati

    kedua belah pihak (Rahardja dan Manurung, 2001).

    Menurut Harianto dan Sudomo (1998) tingkat suku bunga adalah ukuran

    keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh pemodal dan juga merupakan

    ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan

    dana dari pemodal. Bank Indonesia akan menurunkan tingkat suku bunga sebagai

    alat mengendalikan jumlah uang beredar. Untuk mendorong investasi, BI akan

    menurunkan tingkat suku bunga sehingga perusahaan-perusahaan akan lebih

    mudah melakukan investasi. Dalam kondisi seperti ini jumlah uang beredar

    dimasyarakat akan meningkat. Kebijakan bunga rendah mendorong masyarakat

    untuk lebih memilih melakukan investasi dan konsumsi dari pada menabung.

    Sebaliknya, dalam kondisi inflasi, BI akan melakukan kebijakan uang ketat

    dengan meningkatkan suku bunga sehingga masyarakat lebih suka menabung dari

    pada melakukan investasi atau konsumsi (Nugraheni, 2001).

    Kenaikan tingkat suku bunga akan mempengaruhi harga saham melalui

    mekanisme internal perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat risiko

    hutang terhadap modal sendiri (leverage) yang tinggi maka kenaikan tingkat

    bunga dapat menyebabkan meningkatnya biaya modal sehingga laba perusahaan

    menurun. Laba perusahaan yang menurun berarti kemampuan perusahaan untuk

    membayar dividen juga menurun sehingga dapat memicu penjualan saham oleh

    investor.

  • 20

    Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang

    (present value) aliran kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi

    yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan

    meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu

    tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang disyaratkan

    investor dari suatu investasi akan meningkat (Tandelilin, 2010)

    Menurut Ang (1997), jika tingkat suku bunga naik maka akan memberikan

    pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas. Penurunan suku bunga akan mengurangi

    beban emiten dan lebih lanjut dapat menaikkan harga saham. Penurunan suku

    bunga juga bisa mendorong investor untuk mengalihkan investasinya dari

    tabungan ke pasar modal.

    2.4.3 Pengaruh Tingkat Inflasi Pada Harga Saham

    Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum

    dan terus-menerus. Indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui

    laju inflasi selama satu periode tertentu yaitu, Indeks Harga Konsumen

    (Consumer Price Index), Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price

    Index), Indeks Harga Implisit (GDP Deflator) (Rahardja dan Manurung, 2001).

    Indeks harga konsumen adalah indeks yang menunjukkan tingkat harga barang

    dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK

    diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang

    dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Jika IHK melihat inflasi dari

    sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari

  • 21

    sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai Indeks Harga

    Produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima

    produsen pada berbagai tingkat produksi. GDP (gross domestic products) deflator

    mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk kedalam perhitungan GDP,

    sehingga jumlahnya lebih banyak daripada IHK dan IHPB. Dari ketiga indikator

    inflasi tersebut yang akan digunakan sebagai proxy dalam penelitian ini adalah

    indeks harga konsumen (IHK). Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya

    keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi

    kurang kompetitif (Ang, 1997).

    Tingkat inflasi yang tinggi dapat dikaitkan dengan penurunan harga saham

    hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi yang mengalami permintaan atas

    produk-produk yang ditawarkan secara berlebihan sehingga harga-harga barang

    mengalami kenaikan. Harga yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya beli

    masyarakat dan mempengaruhi laba perusahaan dan pada akhirnya akan

    berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sehingga mengalami penurunan.

    Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penuruan, maka harga dari

    produk-produk yang ditawarkan tidak mengalami kenaikan sehingga daya beli

    masyarakat pun meningkat dan mempengaruhi laba dan harga saham perusahaan.

    2.4.4 Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) Pada Harga Saham

    Nilai mata uang atau kurs (exchange rate) adalah harga mata uang asing

    dalam satu satuan mata uang domestik (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Mata

    uang asing diperjualkan belikan di perusahaan eceran (retail) seperti bank dan

  • 22

    perusahaan yang memiliki spesialisasi dibidang tersebut. Saphiro (1999)

    megatakan:

    An exchange rate is, simply, the price of one nations currency in terms of another. For example, the yen/dollar exchange rate is just

    the number of yen that one dollar will buy. Equivalently, the

    dollar/yen exchange rate is the number of dollars one yen will buy.

    Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya

    terdapat perbandingan nilai tukar antar keduanya. Nilai tukar pada dasarnya

    adalah semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Sebagaimana halnya dengan

    pertukaran antar dua mata uang yang berbeda akan terdapat perbandingan nilai

    atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan kedua nilai ini sering

    disebut nilai tukar mata uang atau kurs (exchange rate).

    Terdapat dua macam nilai tukar mata uang, yaitu nilai tukar nominal dan

    nilai tukar riil. Saphiro (1999) mendefinisikan:

    Nominal exchange rate is the price quoted on lending and

    borrowing transactions. It is expressed as the rate of exchange

    between current and future units of currency unadjusted for

    inflation. Real exchange rate is the spot rate adjusted for relative

    price level changes since a base period.

    Nilai tukar nominal adalah nilai tukar mata uang yang semata-mata

    dikaitkan dengan nilai atau harga atas pertukaran kedua mata uang tersebut. Nilai

    tukar riil adalah nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio antara indeks harga

    barang-barang di luar negeri dengan indeks harga barang-barang dalam negri.

    Nilai tukar riil berguna untuk mengukur daya saing (competitive advantage).

    Bagi investor, dampak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD bersifat

    tidak pasti. Nilai tukar rupiah terhadap USD yang relatif rendah akan mendorong

  • 23

    peningkatan ekspor dan dapat mengurangi laju peningkatan impor. Disisi lain,

    nilai tukar rupiah terhadap USD yang rendah mengakibatkan daya beli menurun

    dan dapat memicu resesi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang

    asing (rupiah terhadap USD) memberikan pengaruh negatif terhadap pasar

    ekuitas, karena pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik (Ang, 1997).

    2.5 Hubungan Variabel Makro dengan Pasar Modal

    Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi

    operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan

    meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa datang akan sangat berguna dalam

    pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan, sehingga investor harus

    memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka

    dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro (Tandelilin, 2010).

    Karena perannya yang vital di dalam perekonomian, kebijakan moneter dipandang

    mempunyai dampak penting bagi perekonomian maupun harga saham. Dengan

    demikian untuk memahami perubahan harga saham, para pemodal perlu

    memahami berbagai variabel moneter. Untuk memperkirakan kondisi

    perekonomian, para pemodal secara tradisional selalu memperhatikan

    kemungkinan perubahan jumlah uang beredar (Husnan, 2005)

    Menurut Jones (1994), umumnya diharapkan akan terdapat hubungan

    antara perubahan jumlah uang beredar dengan perubahan harga saham. Beberapa

    studi awal memang menunjukkan bahwa terdapat hubungan tersebut, dan jumlah

    uang yang beredar akan mempengaruhi harga saham. Meskipun demikian

  • 24

    beberapa penelitian berikutnya menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak

    selalu synchronous, tetapi mungkin menunjukkan bahwa perubahan pasar

    dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang beredar di masa yang akan datang

    (Husnan, 2005).

    Dalam teori terdapat berbagai faktor untuk mengukur variabel makro

    diantaranya faktor politik, ekonomi, tingkat pengangguran, anggaran defisit,

    investasi swasta, neraca perdagangan dan pembayaran. Namun, variabel yang

    digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang secara langsung dapat

    dikendalikan melalui kebijakan moneter dengan mekanisme pasar keuangan.

    Variabel-variabel ini meliputi PDB, inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar

    mata uang USD terhadap Rupiah.

    2.6 Penelitian Terdahulu

    Penelitian mengenai harga saham yang dipengaruhi oleh variabel ekonomi

    makro sudah menjadi pembahasan oleh para akademisi dan praktisi, diantaranya

    menurut Tsoukalas (2003), peneliti menyimpulkan variabel ekonomi makro, yaitu

    produk industri, nilai tukar mata uang, uang yang beredar dan index harga

    konsumen (IHK) berpengaruh sangat besar terhadap harga saham yang

    diperdagangkan di Cypriot stock market.

    Penelitian yang dilakukan oleh Merikas dan Merika (2006), meneliti

    variabel ekonomi riil produk domestik bruto berpengaruh positif terhadap reaksi

    pasar saham dan berpengaruh negatif pada pertumbuhan lapangan kerja di

    Jerman. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa pertumbuhan lapangan kerja di

  • 25

    Jerman memiliki efek besar pada permintaan agregat sebagai orang yang baru

    bekerja memiliki kecenderungan tingkat konsumsinya lebih tinggi. Dengan

    demikian pasar saham bereaksi negatif terhadap tingkat pertumbuhan lapangan

    kerja yang tinggi.

    Penelitian yang dilakukan oleh Kyereboah-Coleman dan Agyire-Tettey

    (2008), meneliti variabel ekonomi makro seperti suku bunga pinjaman dan inflasi

    mempengaruhi kinerja pasar modal di Ghana. Hasil ini menunjukkan bahwa

    indikator ekonomi makro harus dipertimbangkan oleh investor terutama di negara

    berkembang.

    Peneltian yang dilakukan Liu dan Shrestha (2008), variabel-variabel

    ekonomi makro, yaitu jumlah uang beredar, produk industri, inflasi, nilai tukar

    mata uang, dan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap kinerja pasar

    saham dalam jangka panjang.

    Hussainey dan Ngoc (2009) menyimpulkan variabel ekonomi makro, yaitu

    produk industri berpengaruh positif terhadap harga saham di Vietnam dan tingkat

    suku bunga jangka pendek dan jangka panjang tidak berpengaruh terhadap harga

    saham di Vietnam.

    2.7 Kerangka Pemikiran

    Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu maka ada beberapa faktor

    yang diidentifikasi mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi

    yaitu PDB, tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang. Untuk

    itu akan dilakukan pengujian sejauh mana pengaruh variabel bebas tersebut

  • 26

    terhadap harga saham. Dengan demikian kerangka pemikiran dalam penelitian ini

    dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 1.

    Skema Kerangka Pemikiran

    2.8 Hipotesis

    Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang

    diajukan adalah sebagai berikut:

    H: Produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai

    tukar mata uang secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham pada

    industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Harga Saham

    (Y)

    PDB

    X1

    Tingkat Suku Bunga

    X2

    Inflasi

    X3

    Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

    X4

  • 27

    Analisis selanjutnya akan dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling

    dominan yang mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi yang

    tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

  • 28

    BAB III

    METODA PENELITIAN

    3.1 Populasi dan Penentuan Sampel

    Populasi yang digunakan sama dengan sampel adalah industri

    telekomunikasi yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 2005-

    2010, yaitu: PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), PT. Indosat, Tbk,

    (ISAT), PT. XL Axiata, Tbk (EXCL), PT. Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT.

    Mobile-8 Telecom, Tbk (FREN), PT. Inovisi Infracom, Tbk (INVS).

    3.2 Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

    bersifat sekunder yaitu meliputi:

    1. Data PDB dan inflasi diambil data tahunan periode 2005-2010 indikator

    ekonomi dari BPS.

    2. Data tingkat suku bunga diperoleh dari suku bunga SBI jangka waktu tiga

    bulan periode 2005-2010 dari Bank Indonesia.

    3. Data nilai tukar mata uang asing (USD) jangka waktu harian periode

    2005-2010 dari Bank Indonesia.

    4. Data kinerja perusahaan industri telekomunikasi seperti harga saham yang

    dipublikasikan divisi riset pengembangan BEI yang berupa Monthly

    Statistics.

  • 29

    3.3 Definisi Operasional Variabel

    Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel tergantung

    (dependen) dalam hal ini adalah harga saham, dan variabel bebas (independen)

    dalam hal ini adalah variabel ekonomi makro yang terdiri atas PDB, tingkat suku

    bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang. Definisi variabel yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Harga Saham (Y)

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham, yaitu harga

    saham penutupan (closing price) dengan interval waktu bulanan, lalu

    dicari selisih dengan periode sebelumnya. Harga saham dalam peneltian

    ini adalah perusahaan telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek

    Indonesia selama periode 2005-2010. Harga saham merupakan salah satu

    indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan. Kekuatan pasar

    ditunjukkan oleh terjadinya transaksi perdagangan saham pasar modal

    harga saham dinyatakan dalam besaran Rupiah (Rp).

    2. Produk Domestik Bruto (X1)

    Variabel Produk domestik bruto adalah nilai barang dan jasa akhir

    berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian

    dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor

    produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. Laju

    pertumbuhan PDB diperoleh melalui perhitungan PDB atas dasar harga

    konstan yang diperoleh dari BPS.

    3. Tingkat suku bunga (X2)

  • 30

    Variabel tingkat suku bunga dapat dikaitkan dengan keadaan ekonomi

    secara keseluruhan jika dilihat dari perspektif makro. Proxy untuk tingkat

    suku bunga adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

    Dalam penelitian ini digunakan tingkat suku bunga SBI tiga bulanan yang

    di publikasikan oleh BI kemudian diambil rata-rata.

    4. Tingkat inflasi (X3)

    Variabel inflasi adalah salah satu indikator makro ekonomi yang

    digunakan untuk mengukur kondisi ekonomi (angka indeks yang

    menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen

    dalam satu periode tertentu). Variabel ini diukur sesuai dengan data inflasi

    nasional yang diperoleh dari BPS.

    5. Nilai tukar mata uang (X4)

    Variabel kurs dalam penelitian ini menggunakan nilai tukar rupiah

    terhadap dollar Amerika. Variabel ini diukur dengan menggunakan kurs

    tengah USD terhadap Rp yang dipublikasikan oleh BI dan Statistik

    Ekonomi Keuangan Indonesia, kemudian diambil rata-rata per bulan.

    3.4 Alat Analisis

    Untuk menjawab permasalahan yang ada dan menguji hipotesis diperlukan

    uji asumsi-asumsi klasik karena dalam analisis regresi linear berganda perlu

    menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak menimbulkan masalah

    dalam penggunaan analisis linear berganda.

    1. Pengujian Asumsi Klasik

  • 31

    a. Uji Normalitas

    Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

    variable terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi

    normal atau tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau

    tidak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis grafik dan analisis

    statistik.

    b. Uji Heteroskedastisitas

    Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

    terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

    pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

    pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika

    berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

    yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.

    c. Uji Multikolinearitas

    Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

    ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model

    regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

    bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini

    tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai

    korelasi antara sesama variable bebas sama dengan 0.

    d. Uji Autokorelasi

    Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model

    regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggunaan pada periode t

  • 32

    dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi,

    maka dinamakan adanya problem autokorelasi. Model regresi yang baik

    adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

    2. Pengujian Hipotesis

    Metode analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah

    metode statistik regresi linear berganda, yang bertujuan untuk melihat

    hubungan antara variabel dalam bentuk ketergantungan satu dengan

    lainnya

    Regresi Linear Berganda:

    Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 - b4X4 + e

    Dimana: Y = Harga saham

    a = Intercept

    b1-b2-b3- b4 = Koefisien Regresi

    X1 = Produk Domestik Bruto (PDB)

    X2 = Tingkat suku bunga

    X3 = Inflasi

    X4 = Nilai tukar mata uang

    e = Error

    (Boedijoewono, 1999).

    Uji hipotesis statistik dilakukan dengan cara:

    1. Pengujian terhadap koefisien regresi simultan (Uji-F)

    Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel

  • 33

    independen secara bersama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen.

    Untuk pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Uji F. Hasil F hitung

    dibandingkan dengan F table dengan = 0,05

    Jika:

    a. fhitung ftabel : maka seluruh variabel independen secara

    bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

    variabel dependen.

    b. fhitung ftabel : maka seluruh variabel independen secara

    bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

    dependen.

    2. Pengujian terhadap regresi parsial (Uji-T)

    Pengujian dilakukan dengan Uji t, yaitu dengan membandingkan t

    table dan t hitung dengan = 0,05

    Jika:

    a. thitung < ttabel : maka variabel independen tidak berpengaruh

    signifikan terhadap variabel dependen.

    b. thitung > ttabel : maka variabel independen berpengaruh signifikan

    terhadap variabel dependen (Gujarati, 1998).

    Dari nilai t yang diperoleh maka akan dipilih variabel yang paling signifikan

    mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi.

  • 34

    BAB IV

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Penelitian

    Perusahaan yang terdaftar di BEI terdiri atas sembilan klasifikasi industri,

    yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri

    barang konsumsi, properti dan real estat, infrastruktur, utilitas dan trasportasi,

    keuangan dan yang terakhir perdagangan, jasa dan investasi. Jenis industri

    dilakukan pada penelitian ini adalah industri telekomunikasi yang termasuk pada

    klasifikasi industri infrastruktur, utilitas dan transportasi terdiri dari 6 perusahaan,

    yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), PT. Indosat, Tbk, (ISAT), PT.

    XL Axiata, Tbk (EXCL), PT. Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT. Mobile-8

    Telecom, Tbk (FREN), PT. Inovisi Infracom, Tbk (INVS).

    Penelitian ini menggunakan harga saham sebagai variabel dependen

    dengan empat variabel independen yaitu laju PDB, inflasi, suku bunga, dan kurs.

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data

    harga saham perusahaan serta variabel ekonomi makro. Penelitian ini

    membahahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham

    pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI periode triwulanan 2005-

    2010. Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 138 data triwulanan yang terdiri

    dari enam perusahaan telekomunikasi periode triwulanan selama tahun 2005

    sampai dengan tahun 2010.

  • 35

    Untuk lebih jelas nama emiten yang masuk ke dalam perhitungan

    penelitian periode Januari 2005-Desember 2010 dijelaskan pada tabel 4.1 sebagai

    berikut:

    Tabel 4.1

    Emiten yang masuk perhitungan Periode Januari 2005-Desember 2010

    No. Nama Perusahaan Kode Tanggal Terdaftar

    1 PT. Indosat, Tbk ISAT 19 Oktober 1994

    2 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk TLKM 14 Nopember 1995

    3 PT. XL Axiata, Tbk EXCL 29 Septemeber 2005

    4 PT. Bakrie Telecom, Tbk BTEL 3 Februari 2006

    5 PT. Mobile-8 Telecom, Tbk FREN 29 Nopember 2006

    6 PT. Inovisi Infracom, Tbk INVS 3 Juli 2009

    Sumber: Annual Report

    Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris

    mengenai pengaruh dari variabel laju PDB, suku bunga, inflasi, dan kurs terhadap

    harga saham pada perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa

    Efek Indonesia (BEI).

    4.1.1 Perkembangan PDB

    Pendapatan nasional menggambarkan tingkat produksi suatu negara yang

    dicapai dalam satu tahun tertentu. Untuk meningkatkan kemakmuran atau

    kesejahteraan suatu negara maka Pendapatan Nasional negara harus ditingkatkan.

    Tingkat pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertambahan barang dan jasa yang

    diproduksi oleh suatu negara. Untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi

    yang dicapai oleh suatu negara perlu dihitung Produk Domestik Bruto (PDB) dan

  • 36

    Produk Nasional Bruto (PNB). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk

    yang mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga meningkat, maka dibutuhkan

    penambahan pendapatan setiap tahunnya.

    Laju pertumbuhan perekonomian Indonesia yang digambarkan pada

    perkembangan PDB kurun waktu 2005-2010 mengalami pertumbuhan yang

    positif. Kinerja perekonomian Indonesia mencapai 8,58% pada tahun 2005,

    hampir semua sektor ekonomi yang membentuk PDB mengalami pertumbuhan.

    Pertumbuhan paling tinggi pada sektor pengangkutan dan telekomunikasi, pada

    triwulan keempat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2006 sedikit

    menurun dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2005. Seluruh sektor ekonomi

    yang membentuk PDB pada tahun 2006 mencatat pertumbuhan yang positif,

    terjadi perlambatan pada triwulan kesatu 1,13% dan mulai meningkatkan kembali

    pada triwulan ketiga 3,19%. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 mengalami

    peningkatan, seluruh sektor ekonomi mengalami ekspansi dan yang tertinggi pada

    sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa

    pada tahun 2007 sedikit mengalami perlambatan, sebaliknya impor barang jasa

    mengalami peningkatan yang terlihat pada triwulan keempat. Pada tahun 2008

    pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan yang tertinggi terjadi pada

    triwulan ketiga 7%, kinerja ekonomi makro Indonesia semakin baik. Pada

    triwulan keempat PDB mengalami penurunan yang tajam, hal ini dikarenakan

    krisis global yang terjadi pada akhir 2008 yang berdampak hingga tahun 2009.

    Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi semakin stabil dan mengalami

    peningkatan hingga 6,1% dibandingkan dengan tahun 2009.

  • 37

    Tabel 4.2 Perkembangan PDB

    Periode Januari 2005-Desember 2010

    PDB

    TRIWULAN 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    I 3.38 1.13 3.25 4.68 0.33 1.79

    II 3.72 1.75 2.00 7.00 2.61 2.52

    III 3.38 3.19 3.10 4.83 1.46 1.88

    IV 8.58 2.25 3.16 0.82 1.83 1.60

    Sumber: Badan Pusat Statistik

    4.1.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga

    Tingkat suku bunga SBI pada tahun 2005 terendah pada triwulan pertama,

    yaitu 7,29%, dan tertinggi pada triwulan keempat pada akhir tahun 2005 sebesar

    12,54%. Faktor yang menyebabkan berfluktuasinya tingkat suku bunga SBI

    karena kecendrungan nilai tukar rupiah yang masih melemah meskipun pada

    periode ini relatif stabil. Pada tahun 2006 pun tidak terjadi perubahan yang besar,

    SBI masih tetap sama pada kisaran 9%-12%, tetapi pada triwulan keempat SBI

    turun menjadi 9,50%, penurunan ini berlangsung hingga tahun 2007. Pada

    triwulan pertama 2008 SBI kembali meningkat hingga mencapai 11,28% pada

    triwulan keempat. Peningkatan SBI disebabkan pemerintah mengendalikan

    jumlah uang beredar. Penurunan SBI dimaksudkan untuk menumbuhkan sektor

    riil melalui pinjaman investasi dengan bunga rendah.

    Krisis global yang terjadi pada akhir 2008 berimbas pada peningkatan SBI

    hingga triwulan pertama periode 2009. SBI pada tahun tersebut berkisar 7%-10%.

  • 38

    SBI terendah terjadi pada triwulan keempat 6,59%, selanjutnya SBI ini cukup

    stabil hingga tahun 2010.

    Tabel 4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga

    Periode Januari 2005-Desember 2010

    Tingkat Suku Bunga

    TRIWULAN 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    I 7.29 12.85 8.10 7.99 9.68 6.58

    II 7.79 12.40 7.83 8.43 7.63 6.58

    III 8.75 11.36 7.83 9.70 6.70 6.58

    IV 12.54 9.50 7.83 11.28 6.59 6.58

    Sumber: Bank Indonesia

    4.1.3 Perkembangan Tingkat Inflasi

    Tingkat inflasi merupakan proksi dari IHK gabungan dari 45 kota pada

    tahun 2005-2006 dan 66 kota pada tahun 2007-2010 di Indonesia. Tingkat inflasi

    tahunan tertinggi terjadi pada periode 2005 sebesar 17,11%. Tingginya tingkat

    inflasi pasca krisis moneter yang terjadi di Indonesia (1997/1998) diperkirakan

    karena faktor tingginya harga minyak di pasar internasional yang menyebabkan

    pemerintah berusaha untuk menghilangkan subsidi BBM. Inflasi terendah terjadi

    pada triwulan kedua sebesar 0,35%, sedangkan pada tahun 2006 tingkat inflasi

    mengalami penurunan menjadi 6,6% terendah terjadi pada triwulan kedua, yaitu

    sebesar 0,29%. Kondisi ini membaik dikarenakan kebijakan pemerintah untuk

    mengalihkan subsidi BBM ke subsidi sektor lain walaupun pada aktivitas sehari-

    hari masyarakat merasa diberatkan dengan harga BBM yang terkait dengan

    pengeluaran rutin masyarakat. Pada periode 2007 perekonomian nasional

  • 39

    mengalami percepatan pertumbuhan. Pulihnya daya beli konsumen, prospek laju

    inflasi mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat pada 2007.

    Pada tahun 2008 inflasi mengalami kenaikan yang drastis yaitu sebesar

    11,06% walaupun masih dibawah inflasi yang terjadi pada tahun 2005. Inflasi

    pada tahun 2008 pada triwulan keempat terjadi walaupun terdapat penurunan

    BBM, kenaikan inflasi karena perayaan natal dan tahun baru dimana konsumsi

    masyarakat akan kebutuhan pokok meningkat. Inflasi pada periode 2009

    mengalami penuruan 2,78% terendah terjadi pada triwulan ke dua -0,05%,

    penurunan ini dikarenakan terjadinya deflasi pada barang-barang yang harganya

    ditetapkan oleh pemerintah, seperti harga bahan bakar minyak dan tarif listrik.

    Pada tahun 2009 tidak ada kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga. Pada

    tahun 2010 tingkat inflasi mengalami kenaikan sebesar 4% menjadi 6,96%.

    Kenaikan ini terjadi pada triwulan kedua, karena kenaikan harga minyak mentah

    dunia yang mencapai $80 per barrel.

    Tabel 4.4 Perkembangan Inflasi

    Peridoe Januari2005-Desember 2010

    Inflasi

    TRIWULAN 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    I 1.06 0.66 0.63 1.12 0.12 0.33

    II 0.35 0.29 0.06 1.48 -0.05 0.47

    III 0.67 0.39 0.76 0.95 0.69 0.92

    IV 3.32 0.80 0.69 0.18 0.16 0.53

    Tahunan 17,11 6,6 6,59 11,06 2,78 6,96

    Sumber: Badan Pusat Statistik

  • 40

    4.1.4 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

    Nilai kurs USD terhadap rupiah pada tahun 2005 cenderung melemah.

    Pada triwulan pertama nilai kurs dollar terhadap rupiah cukup stabil dan pada

    triwulan ketiga harga dollar terhadap rupiah melemah hingga Rp 10.006. Dilihat

    dari perkembangan rupiah terhadap dollar AS, perekonomian Indonesia bisa

    disebut mulai stabil. Perkembangan kurs USD terhadap rupiah selama tahun 2006

    yang dicatat oleh BI bergejolak pada kisaran Rp 9.250 hingga Rp 9.500. Pada

    triwulan pertama kurs menembus Rp 9.306 dan pada triwulan berikutnya kurs

    rupiah menguat hingga pada triwulan keempat sebesar Rp 9.136.

    Pada tahun 2007 nilai tukar USD terhadap rupiah relatif kembali stabil

    dimana tidak ada pengaruh pelemahan rupiah secara tajam. Gejolak kurs pada

    periode 2007 berkisar Rp 9.100 hingga Rp 9.200. Pada tahun 2008, melemahnya

    kurs Rupiah terhadap USD terjadi cukup signifikan yang terjadi pada triwulan

    keempat hingga mencapai Rp 10.000/USD, hal ini berlangsung hingga tahun

    2009. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD sebagai imbas pasar

    keuangan global. Nilai tukar rupiah pada tahun 2010 kembali menguat sebagai

    pertanda stabilnya perekonomian di Indonesia.

    Tabel 4.5 Perkembangan Kurs

    Periode Januari 2005-Desember 2010

    Kurs

    TRIWULAN 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    I 9273 9306 9100 9257 11623 9312

    II 9545 9095 8975 9265 10542 9165

    III 10006 9121 9248 9218 9997 9044

  • 41

    IV 9997 9136 9235 11028 9470 9008

    Sumber: Bank Indonesia

    4.2 Deskriptif Statistik

    Deskriptif statistik menunjukkan tentang karakteristik data yang

    digunakan dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, mean (rata-rata), dan

    standar deviasi. Nilai minimum merupakan nilai terendah untuk setiap variabel,

    sedangkan nilai maksimum merupakan nilai tertinggi untuk setiap variabel dalam

    penelitian. Nilai mean merupakan nilai rata-rata dari setiap variabel yang diteliti.

    Standar deviasi merupakan sebaran data yang digunakan dalam penelitian yang

    mencerminkan data itu heterogen atau homogen yang sifatnya fluktuatif.

    Data dalam penelitian ini berjumlah 138 (pooled data) yang terdiri dari

    enam perusahaan telekomunikasi selama 6 (enam) tahun periode triwulanan, yaitu

    pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Perusahaan-perusahaan yang diteliti

    adalah perusahaan telekomunikasi yang sudah go public dan terdaftar di Bursa

    Efek Indonesia (BEI). Berikut ini adalah deskriptif statistik dari perusahaan-

    perusahaan yang diteliti:

    Tabel 4.6

    Deskriptif Statistik Variabel Penelitian

    Sumber: Data diolah

    Descriptive Statis tics

    138 -1,426.00 3,843.00 93.28 577.74

    138 .00 .09 .0291 .01886

    138 .07 .13 .0874 .02024

    138 .00 .03 .0067 .00670

    138 8,975.00 11,623.00 9,551.87 676.74

    138

    dHarga Saham

    Laju PDB

    Suku bunga

    Inf lasi

    Kurs

    Valid N (lis tw ise)

    N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

  • 42

    Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) variabel

    penelitian dengan jumlah data secara keseluruhan sebanyak 138. Pada variabel

    harga saham mempunyai nilai minimum sebesar Rp -1.426,00 yang menunjukkan

    bahwa terdapat perubahan harga saham terkecil pada perusahaan PT.

    Telekomunikasi Indonesia, Tbk pada periode penelitian sedangkan nilai

    maksimum sebesar Rp 3.843 dengan nilai rata-rata Rp 93,28 dan nilai standar

    deviasi sebesar Rp 577,74

    Variabel Laju PDB memiliki nilai minimum sebesar 0,00 sedangkan nilai

    maksimum sebesar 0,09 dengan nilai rata-rata sebesar 0,0291 dan nilai standar

    deviasi sebesar 0,01886. Variabel Suku bunga memiliki nilai minimum sebesar

    0,07 sedangkan nilai maksimum sebesar 0,13 dengan nilai rata-rata sebesar

    0,0874 dan nilai standar deviasi sebesar 0,02024. Variabel Inflasi memiliki nilai

    minimum sebesar 0,00 sedangkan nilai maksimum sebesar 0,03 dengan nilai rata-

    rata sebesar 0,0067 dan nilai standar deviasi sebesar 0,00670. Variabel Kurs

    memiliki nilai minimum sebesar Rp 8.975/USD sedangkan nilai maksimum

    sebesar Rp 11.623/USD dengan nilai rata-rata sebesar Rp 9.551,87/USD dan nilai

    standar deviasi sebesar 676,74.

    4.3 Hasil Analisis

    Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis terhadap pengolahan data

    selama periode penelitian. Ringkasan hasil penelitian dengan bantuan SPSS dapat

    dilihat pada lampiran.

  • 43

    4.3.1 Uji Asumsi Klasik

    Uji asumsi klasik dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat

    untuk digunakan dalam peneltian ini. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi

    uji normalitas dengan melakukan analisis grafik dan analisis statistik, uji

    heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat

    (ZPRED) dengan residual (SRESID), uji multikolinearitas yang dilakukan dengan

    melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), uji autokerelasi

    dengan menggunakan Durbin Watson.

    4.3.1.1 Uji Normalitas

    Uji normalitas data dalam model regresi ini bertujuan untuk mengetahui

    apakah distribusi penyampelan data yang digunakan telah terdistribusi normal

    atau tidak normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan analisa One-Sampel

    Kolmogorov Smirnov Test dan analisis grafik Normal P-P Plot.

    Hipotesis:

    Ho: Data terdistribusi normal

    Ha: Data terdistribusi tidak normal

    Dasar pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas:

    Jika probabilitas > alpha 0,05, maka Ho diterima, artinya data berdistribusi

    normal.

    Jika probabilitas < alpha 0,05, maka Ho ditolak, artinya data berdistribusi

    tidak normal.

  • 44

    Dari hasil pengolahan data statistik diperoleh tabel hasil pengujian

    normalitas sebagai berikut:

    Tabel 4.7

    Hasil Pengujian Normalitas dengan Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov

    Variabel Sig. Kesimpulan

    Laju PDB 0,000 Data tidak berdistribusi normal

    Suku bunga 0,000 Data tidak berdistribusi normal

    Inflasi 0,000 Data tidak berdistribusi normal

    Kurs 0,000 Data tidak berdistribusi normal

    Perubahan Harga saham 0,000 Data tidak berdistribusi normal

    Sumber: Data diolah

    Pada tabel di atas diketahui bahwa masing-masing variabel penelitian

    memiliki nilai Signifikansi kurang dari 0,05 yang berarti bahwa masing-masing

    variabel penelitian memiliki data yang tidak berdistribusi normal.

    Pengujian normalitas juga dilakukan dengan analisis grafik Normal P-P

    Plot, yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik

    normal. Dasar pengambilan keputusannya:

    Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

    diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

    Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah

    garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

    Berikut ini hasil pengujian normalitas dengan grafik Normal P-P Plot

    yang ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut:

  • 45

    Gambar 2.

    Hasil Pengujian Normalitas

    Sumber: Data diolah

    Dilihat dari grafik normalitas di atas (Normal P-Plot of Regression

    Standardized Residual) terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis

    diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian

    dapat dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

    4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas

    Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varians dari setiap error bersifat

    heterogen yang berarti melanggar asumsi klasik yang mensyaratkan bahwa

    varians dari error harus bersifat homogen.

    Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser (Glejser Test)

    dan dengan menggunakan scatterplot. Uji glejser dilakukan dengan meregresikan

    variabel independen terhadap variabel dependennya, dengan langkah-langkah

    sebagai berikut:

    Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

    Dependent Variable: dHarga Saham

    Observed Cum Prob

    1.00.75.50.250.00

    Expe

    cted

    Cum

    Prob

    1.00

    .75

    .50

    .25

    0.00

  • 46

    Hipotesis:

    Ho: Tidak ada heteroskedastisitas

    Ha: Ada heteroskedastisitas

    Dasar pengambilan keputusan:

    Jika Sig. > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada heteroskedastisitas)

    Jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak (ada heteroskedastisitas)

    Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan SPSS didapat hasil

    pengujian heteroskedastisitas seperti ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:

    Tabel 4.8

    Hasil Pengujian Heteroskedastisitas

    Variabel Sig. Kesimpulan

    Laju PDB 0,289 Tidak ada heteroskedastisitas

    Suku bunga 0,460 Tidak ada heteroskedastisitas

    Inflasi 0,973 Tidak ada heteroskedastisitas

    Kurs 0,140 Tidak ada heteroskedastisitas

    Sumber: Data diolah (lihat lampiran)

    Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada masing-masing variabel

    independen memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (tingkat

    kesalahannya), yang berarti bahwa pada model regresi terhindar dari masalah

    heteroskedastisitas.

    Pengujian heteroskedastisitas dapat juga dilakukan dengan menggunakan

    scatterplot, yaitu variable dependen pada sumbu X adalah ZPRED dan variable

    independen pada sumbu Y adalah residualnya SRESID.

    Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

  • 47

    Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

    yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

    mengindikasikan telah terjadi pelanggaran heteroskedastisitas.

    Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

    bawah angka nol pada sumbu Y, maka asumsi homoskedastistas telah

    terpenuhi.

    Berikut adalah hasil pengujian heteroskedastisitas dengan scatterplot:

    Gambar 3.

    Pengujian Heteroskedastisitas

    Sumber: Data diolah

    Berdasarkan gambar scatterplot di atas dapat diketahui bahwa tidak

    terdapat permasalahan heteroskedastisitas karena pada gambar scatterplot tidak

    terdapat pola yang jelas pada gambar tersebut dan titik-titik menyebar secara acak

    di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y.

    Scatterplot

    Dependent Variable: dHarga Saham

    Regression Standardized Predicted Value

    3210-1-2

    Re

    gre

    ss

    ion S

    tud

    enti

    ze

    d R

    es

    idua

    l

    8

    6

    4

    2

    0

    -2

    -4

  • 48

    4.3.1.3 Uji Multikolinearitas

    Multikolinearitas menunjukkan bahwa antara variabel independen

    mempunyai hubungan langsung (berkorelasi). Cara mendeteksi apakah ada atau

    tidaknya gangguan multikolinearitas ini adalah dengan melihat besaran Variance

    Inflatation Factor (VIF) dan toleransi pedoman dari suatu model regresi yang

    bebas dari gangguan multikolinearitas adalah sebagai berikut:

    Jika mempunyai nilai VIF < 10 atau Tolerance > 0,10, maka tidak terdapat

    gejala multikolinearitas.

    Jika mempunyai nilai VIF > 10 atau Tolerance < 0,10, maka terdapat

    gejala multikolinearitas.

    Dari hasil pengolahan data statistik diperoleh tabel hasil pengujian

    multikolinearitas sebagai berikut:

    Tabel 4.9

    Pengujian Multikolinearitas

    Variabel Independen TOL VIF Kesimpulan

    Laju PDB 0,301 3,325 Tidak ada multikolinearitas

    Suku Bunga 0,839 1,192 Tidak ada multikolinearitas

    Inflasi 0,289 3,460 Tidak ada multikolinearitas

    Kurs 0,898 1,113 Tidak ada multikolinearitas

    Sumber: Data diolah (lihat lampiran)

    Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa masing-masing variabel

    independen yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai VIF < 10 (atau

    Tolerance > 0,10), hal ini menunjukkan bahwa pada model regresi terhindar dari

    masalah multikolinearitas.

  • 49

    4.3.1.4 Uji Autokorelasi

    Autokorelasi menunjukkan bahwa ada korelasi antara error dengan error

    periode sebelumnya dimana pada asumsi klasik hal ini tidak boleh terjadi. Uji

    autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson. Langkah-langkah

    pengujian autokorelasi dilakukan sebagai berikut :

    Hipotesa:

    Ho: Tidak ada autokorelasi

    Ha: Ada autokorelasi

    Keputusan:

    Tabel 4.10

    Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi

    Hipotesa Nol (Ho) Keputusan Kriteria

    Tidak ada autokorelasi positif H0 ditolak 0 < d

  • 50

    Tabel 4.11

    Hasil Pengujian Autokorelasi

    (n = 138, k = 4)

    dl du 4-du 4-dl DW Kesimpulan

    1,592 1,758 2,242 2,408 1,810 Tidak ada autokorelasi

    Berdasarkan hasil regresi, untuk data (n) = 138 dan jumlah variabel

    independen (k) = 4 diketahui bahwa nilai dl = 1,592 dan nilai du = 1,758 dengan

    nilai Durbin-Watson sebesar 1,810 terletak diantara du dan 4-du (du

  • 51

    Tabel 4.12

    Hasil Pengujian Model Fit

    Sumber: Data diolah

    Dari hasil pengolahan regresi berganda, diketahui bahwa koefisien

    determinasi R2 = 0,117 menunjukkan bahwa seluruh variabel independen (laju

    PDB, suku bunga, inflasi, dan kurs) mampu menjelaskan variasi dari variabel-

    variabel dependen (harga saham) adalah sebesar 11,7%, sedangkan sisanya (100%

    - 11,7% = 88,3%) mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak

    diikutsertakan dalam model.

    4.3.3 Pengujian Hipotesis

    Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan UjiF (Uji Simultan),

    Uji-T (Uji Parsial).

    4.3.3.1 Uji Simultan (Uji F)

    Tujuan dari ujiF adalah untuk menguji pengaruh dari seluruh variabel

    independen yang digunakan dalam penelitian terhadap variabel dependennya

    dengan pengambilan keputusannya dilakukan dengan ketentuan:

    Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas:

    Jika sig.(F) < tingkat kesalahan (), maka H0 ditolak, Ha diterima

    Model Summ aryb

    .342a .117 .091 550.95210 1.810

    Model

    1

    R R Square

    Adjusted

    R Square

    Std. Error of

    the Estimate

    Durbin-W

    atson

    Predictors: (Constant), Kurs, Inf las i, Suku bunga, Laju PDBa.

    Dependent Variable: dHarga Sahamb.

  • 52

    Jika sig.(F) > tingkat kesalahan (), maka H0 diterima, Ha ditolak

    Perumusan hipotesis:

    Ho: b1 = b2 = b3 = b4 = 0

    Secara bersama-sama seluruh variabel independen tidak mempunyai pengaruh

    yang signifikan terhadap variabel dependennya.

    Ha: b1 b2 b3 b4 0

    Secara bersama-sama seluruh variabel independen mempunyai pengaruh yang

    signifikan terhadap variabel dependennya.

    Hasil pengujian simultan (uji F) ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:

    Tabel 4.13

    Hasil Pengujian Simultan (Uji F)

    Sumber: Data diolah dengan SPSS

    Dari pengujian regresi dengan melihat tabel Anova, diketahui F-hitung =

    4,412 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari alpha 0,05 maka H0

    ditolak. Artinya jika diuji secara simultan maka secara bersama-sama seluruh

    variabel independen (laju PDB, suku bunga, inflasi, dan kurs) berpengaruh

    signifikan terhadap variabel dependennya (harga saham).

    ANOVAb

    5357066 4 1339266.427 4.412 .002a

    40371912 133 303548.213

    45728978 137

    Regression

    Residual

    Total

    Model

    1

    Sum of

    Squares df Mean Square F Sig.

    Predictors: (Constant), Kurs, Inf lasi, Suku bunga, Laju PDBa.

    Dependent Variable: dHarga Sahamb.

  • 53

    4.3.3.2 Uji Parsial (Uji-T)

    Uji T dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel

    independen terhadap variabel dependennya. Pengambilan keputusan berdasarkan

    nilai probabilitas:

    Jika Signifikansi < tingkat kesalahan (), maka H0 ditolak

    Jika Signifikansi > tingkat kesalahan (), maka H0 diterima

    Dari hasil pengujian regresi didapat hasil uji-t adalah sebagai berikut:

    Tabel 4.14

    Hasil Uji Parsial (Uji T)

    Sumber: Data diolah

    Berdasarkan tabel diatas, maka model persamaan regresi yang terbentuk

    adalah sebagai berikut :

    Y = 2.196,132 14.646,4 X1 4.702,190 X2 + 30.154,482 X3 0,154 X4 + e

    Hipotesis 1

    H01 = Laju PDB tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Ha1 = Laju PDB memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,002 lebih kecil dari

    0,05 maka H01 ditolak, yang berarti bahwa laju PDB memiliki pengaruh yang

    signifikan terhadap harga saham.

    Coefficientsa

    2196.132 707.114 3.106 .002

    -14646.4 4551.207 -.478 -3.218 .002 .301 3.325

    -4702.190 2538.436 -.165 -1.852 .066 .839 1.192

    30154.482 13073.123 .350 2.307 .023 .289 3.460

    -.154 .073 -.180 -2.096 .038 .898 1.113

    (Constant)

    Laju PDB

    Suku bunga

    Inf lasi

    Kurs

    Model

    1

    B Std. Error

    Unstandardized

    Coeff icients

    Beta

    Standardized

    Coeff icients

    t Sig. Tolerance VIF

    Collinearity Statistics

    Dependent Variable: dHarga Sahama.

  • 54

    Hipotesis 2

    H02 = Suku bunga tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Ha2 = Suku bunga memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,066 lebih besar dari

    0,05 maka H02 diterima, yang berarti bahwa suku bunga tidak memiliki pengaruh

    yang signifikan terhadap harga saham.

    Hipotesis 3

    H03 = Inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Ha3 = Inflasi memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,023 lebih kecil dari

    0,05 maka H03 ditolak, yang berarti bahwa inflasi memiliki pengaruh yang

    signifikan terhadap harga saham.

    Hipotesis 4

    H04 = Kurs tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Ha4 = Kurs memiliki pengaruh terhadap harga saham

    Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,038 lebih kecil dari

    0,05 maka H04 ditolak, yang berarti bahwa kurs memiliki pengaruh yang

    signifikan terhadap harga saham.

    Dari uji statistik yang telah dilakukan dari empat variabel independen (laju

    PDB, suku bunga, inflasi dan kurs), variabel yang dominan terhadap harga saham

    industri telekomunikasi dijelaskan tabel sebagai berikut:

  • 55

    Tabel 4.15

    Urutan Variabel-Variabel Dominan Terhadap Harga Saham

    Variabel Sig.

    Laju PDB 0,002

    Inflasi 0,023

    Kurs 0,038

    Suku Bunga 0,066

    Sumber: Data diolah

    Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa variable laju PDB mempunyai

    pengaruh paling dominan terhadap harga saham industri telekomunikasi sebesar

    signifikansi 0,002, inflasi sebesar signifikansi 0,023, kurs signifikansi 0,038 dan

    suku bunga tidak memiliki signifikansi sebesar 0,066.

  • 56

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Setelah menganalisis data dan membahas hasil penelitian dapat

    disimpulkan hasil analisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), suku bunga,

    inflasi, nilai tukar (kurs) terhadap harga saham industri telekomunikasi sebagai

    berikut:

    1. Hasil penelitian menunjukkan variabel laju PDB berpengaruh negatif dan

    signifikan terhadap harga saham industri telekomunikasi, artinya apabila laju

    PDB meningkat, maka pendapatan di industri manufaktur dan jasa akan lebih

    menguntungkan dari pada berinvestasi di pasar modal pada industri

    telekomunikasi, sehingga harga saham di industri telekomunikasi cenderung

    akan turun.

    2. Hasil penelitian menunjukkan variabel suku bunga berpengaruh negatif,

    namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industri

    telekomunikasi, artinya apabila suku bunga turun tidak serta merta investor

    akan menginvestasikan dananya di pasar modal pada industri telekomunikasi,

    akibatnya pengaruh terhadap harga saham tidak signifikan, dan apabila suku

    bunga naik maka tidak serta merta investor akan melepaskan sahamnya,

    dengan demikian tidak akan berpengaruh signifikan terhadap harga saham di

    industri telekomunikasi

    3. Variabel inflasi memiliki berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga

    saham perusahaan telekomunikasi, artinya apabila harga barang-barang

  • 57

    meningkat akibat inflasi, maka investor akan mengalihkan dananya untuk

    berinvestasi di pasar modal (saham), sehingga harga saham di industri

    telekomunikasi akan meningkat.

    4. Hasil penelitian menunjukkan variabel kurs berpengaruh negatif dan

    signifikan terhadap harga saham industri telekomunikasi, artinya apabila kurs

    rupiah melemah, maka investor lebih memilih untuk berinvestasi di pasar

    modal, sehingga harga saham industri telekomunikasi meningkat.