36
ABSTRAK Maharajabdinul. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar Penelitian ini bertujuan : 1) Untuk mengetahui karateristik individu pelaut pelayaran rakyat kota makassar. 2) Untuk mengetahui pengaruh besar kapal, jarak tempuh kapal, pendidikan dan pengalaman melaut terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat yang diterima sebulan. 3) Untuk mengetahui perbedaan penghasilan pelaut pelayaran rakyat menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, jabatan dan status perkawinan, yang diterima dalam sebulan. Metode penelitian yang digunakan adalah survey sampel pada 31 buah kapal pelayaran rakyat yang melakukan aktivitas bongkar muat di pelabuhan potere. Sampel diambil masing-masing seorang nahkoda, seorang perwira, dan seorang sawi yang diambil secara acak dengan syarat memiliki pengalaman melaut minimal satu tahun. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dengan dibantu daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kapal, jarak tempuh mempunyai pengaruh nyata terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat di kota Makassar sementara pendidikan dan pengalaman melaut tidak berpengaruh nyata terhadap penghasilan pelaut di kota Makassar. Penghasilan pelaut pelayaran rakyat Kota Makassar berbeda nyata menurut sistem pengupahan, frekuensi berlayar, dan jabatan sementara tidak berbeda nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat menurut status perkawinan.

Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

ABSTRAK

Maharajabdinul. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar

Penelitian ini bertujuan : 1) Untuk mengetahui karateristik individu pelaut pelayaran rakyat kota makassar. 2) Untuk mengetahui pengaruh besar kapal, jarak tempuh kapal, pendidikan dan pengalaman melaut terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat yang diterima sebulan. 3) Untuk mengetahui perbedaan penghasilan pelaut pelayaran rakyat menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, jabatan dan status perkawinan, yang diterima dalam sebulan.

Metode penelitian yang digunakan adalah survey sampel pada 31 buah kapal pelayaran rakyat yang melakukan aktivitas bongkar muat di pelabuhan potere. Sampel diambil masing-masing seorang nahkoda, seorang perwira, dan seorang sawi yang diambil secara acak dengan syarat memiliki pengalaman melaut minimal satu tahun. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dengan dibantu daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kapal, jarak tempuh mempunyai pengaruh nyata terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat di kota Makassar sementara pendidikan dan pengalaman melaut tidak berpengaruh nyata terhadap penghasilan pelaut di kota Makassar.Penghasilan pelaut pelayaran rakyat Kota Makassar berbeda nyata menurut sistem pengupahan, frekuensi berlayar, dan jabatan sementara tidak berbeda nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat menurut status perkawinan.

Kata kunci: Upah, Pelayaran rakyat, Pelaut Tradisional

Page 2: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Latar Belakang

Industri jasa transportasi pelayaran rakyat sangat berguna dalam

sub transportasi laut dalam menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi yang tidak dijangkau oleh kapal-kapal nasional, dan merupakan

salah satu industri jasa yang padat karya dan melibatkan ekonomi

menengah ke bawah (Jinca, 2002).

Menjadi awak kapal pada armada pelayaran rakyat adalah alternatif

lain dari bekerja sebagai nelayan dan menjadi sumber penghasilan bagi

warga pesisir yang tidak memiliki keterampilan lain yang dapat dijual

dipasar kerja.

Sebagai suatu pilihan pekerjaan yang mempunyai resiko kerja yang

cukup besar, dibutuhkan keterampilan khusus untuk menjaga

keselamatan kapal, muatan, dan diri pelaut itu sendiri selama dalam

pelayaran. Untuk itu kompensasi pengganti dari resiko kerja ini

semestinya juga lebih besar dari pilihan pekerjaan lainnya, belum

termasuk biaya kesempatan (opportunity cost) pekerjaan ini sangat tinggi

dimana selama dalam pelayaran pelaut tidak dapat melakukan hal lain

yang mungkin dapat memberikan penghasilan tambahan atau

memberikan bantuan yang dapat mengurangi biaya pengeluaran rumah

tangga.

Upah bagi pelaut jika dilihat dari jam kerja yang mesti digunakan

ditambah dengan biaya kesempatan (Opportunity Cost) dan resiko kerja

yang mesti ditanggung oleh pelaut selama dalam pelayaran, terutama

bagi sawi masih jauh di bawah UMP. Nampak sangat bertentangan

dengan pernyataan “semakin besar resiko kerja maka semakin besar pula

kompensasi atau upah kerja yang mesti diterima” (Arfida, 1996; Campbell,

1999).

Sama halnya dengan pekerja atau profesi lain, upah bekerja

sebagai pelaut dipengaruhi juga oleh pendidikan, pengalaman, jabatan

sebagai mana dikatakan oleh Meckel (2004) bahwa ada perbedaan upah

Page 3: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

terhadap tenaga kerja yang memiliki skill dan tidak memiliki skill demikian

juga dinyatakan oleh Barry T (2004) serta Majid (2004).

Jadi penghasilan pelaut menarik untuk diteliti sebagai pengaruh

dari karateristik armada pelayaran rakyat dan individu pelaut kota

Makassar secara keseluruhan sehingga dapat dilihat apakah berdasar

pada karateristik tersebut mempunyai pengaruh terhadap besar

penerimaan upah atau penghasilan pelaut armada pelayaran rakyat yang

mungkin salah satu penyebab sebagian besar yang bekerja pada sektor

ini tidak sejahtera dalam ekonomi.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karateristik individu pekerja/pelaut jasa

angkutan pelayaran rakyat kota makassar.

2. Untuk mengetahui pengaruh besar kapal, jarak tempuh kapal,

pendidikan dan pengalaman melaut terhadap penghasilan pelaut

pelayaran rakyat yang diterima sebulan.

3. Untuk mengetahui perbedaan penghasilan pelaut pelayaran rakyat

menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, jabatan dan status

perkawinan, yang diterima dalam sebulan.

TINJAUAN TEORITIS

A. Upah

Dalam suatu organisasi masalah kompensasi adalah hal yang

sangat kompleks, namun paling penting bagi karyawan/pekerja maupun

organisasi itu sendiri. Pemberian kompensasi kepada karyawan harus

mempunyai dasar yang logis dan rasional, namun demikian faktor-faktor

emosional dan perikemanusiaan tidak boleh diabaikan.

Kompensasi sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai

individu, karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau

ukuran nilai pekerjaan karyawan/pekerja itu sendiri. Sebaliknya besar

kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan

Page 4: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

kepuasan karyawan/pekerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi

produktivitas organisasi (Soekidjo, 1998).

Di lain pihak pengusaha tentu tidak bersedia membayar pekerja

lebih besar dari nilai usaha kerja yang diberikan karyawan kepada

pengusaha. Dilihat dari segi pekerja, karyawan tersebut tidak bersedia

menerima upah lebih rendah dari nilai usaha kerjanya. Bila pengusaha

membayar pekerja lebih rendah dari usaha kerjanya maka pekerja

berhenti dan mencari pekerjaan di tempat lain yang mampu membayar

sama dengan usaha kerjanya, dengan asumsi adanya mobilisasi

sempurna, karyawan akan memperoleh upah senilai pertambahan hasil

marginalnya. Dalam rangka memaksimumkan keuntungan, pengusaha

memberikan imbalan kepada setiap faktor produksi sebesar nilai

tambahan hasil marjinal masing-masing faktor produksi tersebut maka

imbalan terhadap modal di berbagai alternatif investasi juga sama

(Simanjuntak, 1985).

Perbedaan Tingkat Upah

Dengan asumsi mobilitas sempurna dari faktor-faktor produksi

maka setiap faktor produksi menerima imbalan senilai tambahan hasil

marginal dan imbalan tersebut sama untuk setiap alternatif penggunaan

atau proses produksi. Lebih lanjut dikatakan setiap pengusaha adalah

price taker sehingga pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar

atau dengan kata lain pengusaha menjual hasil produksi dengan harga

pasar dan pengusaha membeli faktor produksi dengan harga pasar. Ini

berarti bahwa tingkat upah di mana saja harus sama (Simanjuntak, 1984),

maka perbedaan upah terjadi pada suatu sub pasar kerja akan

mendorong tenaga kerja berpindah ke sub pasar kerja yang lebih

menguntungkan yang pada gilirannya masing-masing sub pasar akan

menyusaikan sendiri dengan upah kesetimbangan (Campbell, 1999).

Page 5: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Perbedaan kompesasi salah satu penyebab berbedanya

penerimaan pendapatan karyawan/pekerja dan pembayaran ekstra ini

disebabkan oleh sumber yang sangat bervariasi antara lain:

- Resiko Pekerjaan

Akibat dari besar kecilnya resiko atau kemungkinan mendapat

kecelakaan di lingkungan pekerjaan menjadikan sedikit suplai

tenaga kerja pada jenis pekerjaan ini sehingga kompensasi yang

diterima pekerja tinggi, jadi semakin tinggi kemungkinan mendapat

resiko semakin tinggi tingkat kompensasi yang akan diterima

(Arfida, 1996; Campbell, 1999). Sebagaimana ditemukan dalam

studi (Greg 1983; Cousineau,1992; Viscusi, 1993; dan

Hwang,1992)

- Status Pekerjaan

Ada beberapa jenis pekerjaan yang memiliki prestise tensendiri

sehingga kompensasi yang diberikan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan perusahaan yang kurang membanggakan, seperti

perusahaan elektronika dan perusahaan pengelolah limbah maka

pekerja yang memiliki skill yang sama memperoleh kompensasi

hasil kerja yang berbeda (Campbell, 1999).

Perbedaan distribusi pendapatan yang berbeda yang disebabkan

oleh perbedaan stok human capital disebabkan oleh beberapa karateristik

yang berbeda seperti lama sekolah, kualitas pendidikan, jabatan, dan

latar belakang keluarga.

Pendidikan

Adanya pebedaan skill membuat munculnya perbedaan upah, hal

ini disebabkan karena peningkatan skill membutuhkan biaya yang cukup

tinggi dan opportunity cost yang tinggi. Sebagai contoh perusahaan X

membutuhkan lulusan sarjana S1 sedang perusahaan Y membutuhkan

lulusan diploma, jika upah yang diberikan sama besarnya maka orang

cenderung memilih perusahaan Y karena perusahaan X lebih tinggi

Page 6: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

biayanya (biaya pertemuan, harga buku, pengorbanan tidak memperoleh

pendapatan selama sekolah).

Investasi pada Human Capital melalui pendidikan dan pelatihan

mencerminkan pendapatan seumur hidup di mana pendapatan pekerja

yang berpendidikan tinngi lebih besar jika dibandingkan pendapatan

pekerja yang memiliki pendidikan rendah dan juga pendapatan pekerja

yang memiliki pendidikan tinggi lebih cepat berkembang jika dibandingkan

dengan pekerja yang berpendidikan rendah. (Campbell, 1997). Dalam hal

jenis kelamin, laki-laki cenderung menginvestasi human capital dengan

upah yang tinggi, sedang bagi perempuan memilih investasi human

capital pada aktivitas bukan pasar (Filer, 1985).

Jadi Investasi terhadap Human Capital sangat besar pengaruhnya

termasuk di antaranya struktur upah dan menjadi fokus studi oleh para

ekonom (Arrow, 1973; Stiglitz, 1975; Amjad, 1987; Schultz, 1988; Becker

1993). Pada umumnya penelitian ini memberikan perhatian yang cukup

serius mengenai pengembalian atas investasi jadi analisis ini dalam area

bagaimana pengaruh investasi SDM (pendidikan, training, kesehatan dan

lainnya) terhadap individual market earning.

Pengalaman Kerja

Pemilikan stock human capital yang sangat beragam serta

beragamnya preference yang menjadi penyebab perbedaan struktur upah

dari aspek non upah terhadap suatu pekerjaan bagi setiap

pekerja.kemudian oleh Echrenberg dan Smith (1994), melihat bahwa

pekerja dengan paruh waktu akan memperoleh lebih sedikit human capital

karena sedikit jam kerja dan pengalaman kerja yang kemudian oleh

Jacobsen (1998) menyatakan bahwa peningkatan pengalaman kerja akan

meningkatkan penerimaan di masa datang.

Page 7: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Sistem Pengupahan

Ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak berlangsung terus namun

hanya secara temporary saja seperti jenis pekerjaan pada proyek-proyek

tertentu (pekerja konstruksi, konsultan, tenaga penjualan berdasarkan

komisi) sehingga membutuhkan pendapatan lebih untuk antisipasi ketika

tidak ada pekerjaan (Abowd,1981 dan Daniel, 1990).

Skala Perusahaan

Perbedaan tingkat upah juga dapat ditemui karena menurut besar

kecilnya perusahaan di mana perusahaan besar dapat mendominasi

pasar sehingga perusahaan besar mempunyai tingkat upah yang

cenderung lebih tinggi dilain pihak sistem pengelolaan perusahaan yang

efisien juga dapat mempengaruhi tingkat upah (simanjuntak, 1985).

Pebedaan ini dapat disebabkan juga oleh adanya serikat pekerja yang

mana serikat ini dapat mengeluarkan alasan yang wajar dan biasanya

cara ini cukup banyak yang berhasil dalam mengusahakan kenaikan upah

(Afrida, 1996)

Jabatan

Menurut Bellante (1983) Munculnya perbedaan upah sebagai

akibat dari jabatan disebabkan oleh:

1. Biaya untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan untuk

memasuki berbagai macam jabatan itu berbeda

2. Manusia berbeda-beda dalam tingkat preferensi waktu intern

mereka

3. Aspek-aspek non upah pada jabatan (aspek gengsi, kondisi

pekerjaan, dll) sangat berbeda-beda tiap orang

4. Orang berbeda dalam penilaian mereka, atau cita rasa mereka,

terhadap aspek-aspek non-upah ini

5. Jabatan berbeda sehubungan dengan berbagai ragam peghasilan

(derajat resikonya ) dalam jabatan

Page 8: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

6. Manusia sangat berbeda besar dalam kesediaan mereka untuk

memerima resiko.

Latar Belakang Keluarga

Perbedaan latar belakang keluarga lebih disebabkan oleh

perbedaan pendidikan dan pendapatan orang tua, pekerjaan orang tua,

serta jumlah anggota keluarga. Sebagai contoh Sebuah keluarga yang

kepala keluarganya memiliki posisi penting di tempat kerjanya maka dia

memiliki koneksi dan relasi yang cukup banyak untuk meminta supaya

anaknya dapat dipekerjakan dan menempati posisi penting yang

mempunyai pendapatan cukup besar, sebagaimana dikemukakan oleh

Tomes (1981).

Keluarga yang lebih makmur memiliki kesempatan yang sangat

besar untuk menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang lebih

bermutu sedang bagi keluarga yang kurang mampu meyekolahkan anak-

anaknya merupakan pengeluaran yang cukup besar sehingga harus

mengambil alternatif untuk meminjam uang untuk biaya sekolah (Edwar,

1980)

Status Perkawinan

Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa ada perbedaan upah

antara masih bujang dan telah menikah yang berkisar rata-rata 8 sampai

40 persen lebih tinggi bagi yang telah menikah (Campbell, 1999) namun

dalam beberapa kasus juga ditemukan tidak ada korelasi antara menikah

dengan tingkat upah yang tinggi seperti yang diungkapkan oleh Kenny

(1983). Lain halnya dengan pendapat Korenman (1991) yang menyatakan

bahwa orang yang telah menikah lebih produktif jika dibandingkan dengan

yang belum menikah sehingga upah mengalami peningkatan.

Page 9: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

B. Studi Empiris

Barry T (2004) dengan menggunakan data CPS-ORG (sebuah

sensus yang menginterview individu dan rumah tangga jika bekerja sendiri

dan jika individu keluar dari tempat kerja) menguji skill kerja yang

diperhadapkan dengan tingkat upah dan menganilisis spesifik skill

seseorang yang mengindikasikan hubungan yang lemah antara komposisi

rasial dengan upah. Sebagai hasil dari studi ini menemukan bahwa ada

perbedaan upah yang cukup siginifikan antara laki-laki dan perempuan

serta perbedaan rasial yang yang dilatar belakangi oleh kualitas pekerja

dan perbedaan skill kemudian mengajukan saran bahwa jika perbedaan

skill pekerja sebagai dorongan dari sikap rasial tenaga kerja dan

perbedaan upah maka perlu adanya pelatihan bagi kaum minoritas di

dalam dan di luar sekolah.

Lalith M (2004) dengan menggunakan data National Longitudinal

Survey of Youth (NLSY) di Amerika Serikat tahun 1979 sampai dengan

tahun 1994 yang bertujuan mengetahui efek mobilitas pekerja terhadap

upah dan pekerjaan dan menggunakan alat analisis OLS, ditemukan

bahwa pengalaman berpengaruh nyata dan negatif terhadap upah.

Ditemukan pula bahwa pekerja yang menetap memiliki penghasilan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan pekerja yang berpindah.

Nooman Majid (2004), menggunakan data time series terhadap

negara-negara berpendapatan sedang dan berpendapatan rendah

menurut pembagian bank dunia, menyatakan bahwa pada suplai tenaga

kerja yang besar, meskipun terjadi peningkatan permintaan tenaga kurang

skill namun upah tidak juga meningkat umumnya terjadi pada negara-

negara berkembang.

Rahmatia (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa wanita

pekerja Sul-Sel masih dominan berpendidikan rendah (61,08%) dan rata-

rata tingkat pendidikan wanita di Makassar adalah 9,3%, ditemukan pula

bahwa pendidikan yang pernah dialami wanita pekerja perkotaan Sul-Sel

masih dapat dianggap belum memiliki Vocation Content untuk

Page 10: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

mempermudah berbagai penyelesaian rumahtangga. Dalam penelitiannya

juga ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin

sedikit waktu yang dialokasikan untuk kegiatan kemasyarakatan dan

pengembangan karir karena upah yang rendah.

C. Kerangka Pikir Penelitian

Sebagian dari keluarga pelaut khususnya yang bekerja di

pelayaran rakyat hidup kurang sejahtera dari segi ekonomi maka variabel

yang paling tepat untuk mengukur kesejahteran ekonomi ini adalah

penghasilan pelaut. Penghasilan keluarga pelaut diperoleh dari upah

bekerja sebagai pelaut ditambah pendapatan nonupah dan pendapatan

rumah tangga. Upah/gaji dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman

melaut, jabatan di atas kapal, status keluarga namun karena beberapa

perusahaan pelayaran rakyat masih menggunakan sistem bagi hasil

dalam penentuan upah maka faktor pendapatan kapal juga dimasukkan

sebagai variabel bebas yaitu besar kapal, frekuensi kapal berlayar dalam

sebulan, jarak tempuh kapal, serta sistem pengupahan yang digunakan.

Untuk menganalisis variabel bebas yang mempengaruhi

pendapatan pelaut digunakan model analisis kovarian (Analisis of

Covariance Models) diharapkan model ini dapat menjelaskan setiap

variabel seperti besar kapal, frekuensi kapal berlayar dalam sebulan, jarak

tempuh (rute), dan variabel bebas individu pelaut yaitu pendidikan,

pengalaman melaut, status keluarga dan jabatan di atas kapal serta

sistem pengupahan yang dianut oleh perusahaan, mempengaruhi besar

penerimaan upah pelaut armada pelayaran niaga rakyat.

METODE PENELITIAN

A.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kota Makassar dan khususnya di

daerah pelabuhan kota Makassar yaitu pelabuhan pelalayaran rakyat

Potere.

Page 11: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah awak kapal armada pelayaran rakyat

niaga di kota makassar.

2. Sampel

Pengambilan data menggunakan metode survey sampel dan

penentuan besar sampel diambil dengan cara memilih 31 buah kapal

pelayaran rakyat yang sedang melakukan aktivitas bongkar muat, yang

kemudian setiap awak kapal tersebut diberikan kuisioner dan dilakukan

wawancara langsung kepada nahkoda, perwira dan sawi. Khusus sawi

diambil secara acak dengan syarat memiliki pengalaman melaut minimal

satu tahun.

Penelitian ini juga menggunakan data sekunder sebagai data

pelengkap yang diperoleh dari dinas perhubungan kota Makassar, PT.

Pelabuhan Indonesia IV (persero), dan dinas tenaga kerja kota Makassar.

C. Teknik Analisis Data

Untuk keperluan analisis inferensial data akan diproses dengan

menggunakan model regresi linear berganda (multiple regession), secara

umum model ini dikenal dengan nama model analisis kovarian (Analisis of

Covariance models) dan dinyatakan sebagai berikut:

Y = f (Bk, Fb, R, S, Pm, J, K, SP) (1)

Dimana diketahui bahwa Y = gaji/penghasilan; Bk= Besar kapal; Fb=

Frekuensi berlayar; R= Jarak tempuh kapal (rute); S= pendidikan; Pm =

Pengalaman Melaut; J = jabatan; K = status; SP = Sistem pengupahan

yang digunakan di tempat pelaut bekerja.

Yi = ßo Bk β1 R

β2S β3P

β4 e (β5Fb+β6J1+β7J2+β8K+β9SP + μ) (2)

Persamaan di atas dapat dituliskan dalam persamaan alamiah logaritma

menjadi:

lnYi=lnßo+β1lnBk+β2lnR+β3lnS+β4lnP+

Page 12: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

β5Fb+ β6J1+β7J2+β8Sk+β9SP+μ (3)

ßo = konstanta

ß1…..ß9 = Koefisien regresi

μ = Error Term (gangguan stokastik)

Dari hasil regresi ini diharapkan dapat diperoleh besar pengaruh

tiap variabel yaitu besar kapal, frekuensi berlayar, jarak tempuh,

pendidikan, pengalaman melaut, jabatan, status keluarga, dan sistem

pengupahan terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat.

D. Definisi Operasional

1. Gaji/Penghasilan (Y)

Variabel ini juga dapat merupakan variabel terikat yaitu rata-rata

gaji/penghasilan bersih yang diterima sebulan yang lalu.

2. Besar kapal (Bk)

Variabel ini merupakan variabel bebas dan numerik yang diambil

berdasarkan tonase kapal yang diukur dalam Gross Tonnage (GT),

karena satuan besar kapal armada pelayaran rakyat dalam perhitungan

jasa tarif pelabuhan adalah Gross Tonnage.

3. Jarak Tempuh/rute (R)

Variabel ini merupakan variabel numerik yang diukur berdasarkan

jarak berlayar dalam mil laut per sekali berlayar membawa muatan.

4. Pendidikan (S)

Variabel ini merupakan variabel numerik yang diukur dengan

melihat lama menempuh pendidikan formal dalam tahun sekolah dan

pendidikan non formal kemaritiman.

5. Pengalaman Melaut (Pm)

Pengalaman melaut merupakan variabel numerik yang diukur

berdasarkan lamanya bekerja/melaut pada armada pelayaran rakyat.

6, Frekuensi Berlayar (Fb)

Variabel ini merupakan variabel dummy yaitu bernilai 1 untuk sekali

pelayaran dalam sebulan dan bernilai nol jika berlayar lebih dari sekali

Page 13: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

dalam sebulan, yang diukur berdasarkan besarnya jumlah berlayar dan

mempunyai muatan dalam sebulan.

7. Jabatan (J)

Jabatan merupakan variabel kategorik yang akan digunakan dalam

analisis diskriptif dan anlisis inferensial yang dibagi dalam tiga golongan:

J1 adalah Jabatan Sawi (Anak Buah Kapal)

J2 adalah Jabatan Menengah (Masinis)

J3 adalah Jabatan Kepala (Nahkoda)

Jabatan kepala (J3) diambil sebagai pembanding (kategori kontrol) maka

jabatan bawahan (J1) bernilai satu dan lainnya bernilai nol (J2 = J3 = 0);

jabatan menengah (J2) benilai satu maka lainnya bernilai nol (J1 = J3 = 0).

8. Status Perkawinan (Sk)

Variabel ini merupakan variabel dummi akan digunakan dalam

analisis inferensial dan analisis diskriptif, status perkawinan di

kelompokkan dalam 2 kategori, yaitu; bernilai 1 (K=1) jika telah menikah

dan bernilai 0 (K=0) jika masih berstatus bujang.

9. Sistem Pengupahan (SP)

Sistem pengupahan adalah variable dummi yang menunjukkan

perbedaan sistem pengupahan yang berlaku di atas kapal rakyat yaitu SP

bernilai satu (SP=1) jika sistem bagi hasil dan bernilai nol (SP=0) jika

pelaut menerima gaji bulanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dalam penelitian ini setelah diolah dapat dilihat

dari hasil estimasi penghasilan pelaut pelayaran rakyat dan faktor-faktor

yang mempengaruhi.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan taraf signifikansi

(probabilitas) 5%, maka kedelapan variabel bebas cocok dan layak

digunakan sebagai model penghasilan pelayaran rakyat kota makassar

dengan R2 = 0,762 yang berarti 76,2 persen penghasilan pelaut pelayaran

Page 14: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

rakyat di kota Makassar dapat dijelaskan oleh besar kapal, frekuensi

berlayar, jarak tempuh, pendidikan, pengalaman melaut, sistem upah,

jabatan, dan status perkawinan, dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini

Tabel 4.9Hasil Analisis Uji-t dan Uji-F TerhadapVariabel Bebas Penghasilan Pelaut

Pelayaran Rakyat Kota Makassar

Di lihat dari tabel 4.9 dapat ditarik sebuah persamaan model

analisis kovarian (ACOV) sebagai berikut:

ln Y = ln 14,212 + 0,247 ln Bk – 0,537 ln R – 0,026 ln S + 0,077 ln P –

0,34 Fb + 0,605 Sp – 0,449 J1 – 0,322 J2 + 0,094 Sk

Kemudian dikembalikan ke persamaan bentuk aslinya adalah:

Y = 14,212 Bk0,247R-0,537S-0,026P0,077e-0,34Fb+0,605Sp-0,449J1-0,322J2+0,094Sk

Page 15: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Untuk melihat secara parsial pengaruh masing-masing variabel

bebas terhadap variabel terikat , dilakukan dengan menggunkan uji-t .

Berdasarkan hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pada taraf signifikansi

5%, variabel yang siginifikan terhadap penghasilan pelaut adalah variabel

besar kapal, frekuensi berlayar, jarak tempuh, pengalaman melaut,

sistem upah, dan jabatan. Sedangkan variabel pendidikan, pengalaman

melaut, dan status perkawinan tidak signifikan.

Hasil analisis berganda dengan R2 sebesar 0.762 menunjukkan

bahwa 76,2% penghasilan pelaut pelayaran rakyat di kota Makassar dapat

dijelaskan menurut besar kapal, frekwensi berlayar, jarak tempuh,

pendidikan, pengalaman melaut, jabatan, dan status perkawinan, serta

21,3% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya, sehingga hasil perhitungan

regresi ini dapat digunakan untuk memprediksi besar penghasilan pelaut

pelayaran rakyat sebagai akibat dari perubahan variabel terikatnya.

Diketahui hasil perhitungan uji-F menunjukkan nilai F hitung

sebesar 37,915 dengan signifikansi 0,000 mengindikasikan bahwa model

regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi penghasilan pelaut karena

probabilitasnya (0,000) jauh lebih kecil dari 0,05, yang beraati ada

perbedaan nyata pada tiap variabel bebasnya.

Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat

Untuk mengetahui besar hubungan tiap variabel bebas terhadap

penghasilan pelaut pelayaran rakyat dapat dilihat sebagai berikut:

Konstanta sebesar 1.487.000 adalah nilai dari anti ln untuk 14,212

mengindikasikan bahwa meskipun semua variabel bebas tidak

diperhitungkan maka penghasilan pelaut pelayaran rakyat dapat mencapai

Rp1.487.000

Dilihat dari nilai Rp1.487.000, merupakan nilai yang cukup bagi

keluarga pelaut pelayaran rakyat untuk hidup lebih sejahtera, tapi pada

kenyataannya nilai tersebut adalah nilai dari penghasilan nahkoda yang

jumlahnya tidak begitu besar pada armada pelayaran rakyat.

Page 16: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

a. Besar Kapal

Variabel besar kapal pada analisis ini diperoleh nilai β1 sebesar

0,247 dan signifikansi sebesar P= 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05

berarti dapat disimpulkan bahwa besar kapal berpengaruh nyata terhadap

penghasilan pelaut pelayaran rakyat.

Koefisien sebesar 0,247 menunjukkan bahwa setiap peningkatan

1% GT kapal akan meningkatkan penghasilan pelaut pelayaran rakyat

sebesar 0,246%. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh

simanjuntak (1985) bahwa perbedaan tingkat upah juga dapat ditemui

karena menurut besar kecilnya perusahaan di mana perusahaan besar

dapat mendominasi pasar sehingga perusahaan besar mempunyai tingkat

upah yang cenderung lebih tinggi.

b. Jarak Tempuh

Variabel jarak tempuh berpengaruh negatif terhadap penghasilan

pelaut pelayaran rakyat dengan ditunjukkannya tanda negatif pada

koefisien β2 yaitu – 0,537 dan signifikan pada P = 0,021 (lebih kecil dari

0,05), yang berarti jarak tempuh kapal mempunyai pengaruh nyata

terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat.

Koefisien – 0,537 mengindikasikan bahwa setiap penambahan

jarak 1 mill laut akan mengurangi penghasilan pelaut pelayaran rakyat

sebesar 0,537 persen, hal ini disebabkan oleh bertambahnya biaya

operasional kapal (harga bahan bakar, kebutuhan bahan makanan di atas

kapal selama pelayaran juga meningkat), jarak yang bertambah juga

mengurangi frekuensi kapal memperoleh muatan karena waktu yang

ditempuh dalam perjalanan menjadi lebih lama. Seperti yang diungkap

oleh Abbas (1993) bahwa salah satu komponen biaya kapal adalah jarak

tempuh, maka bertambahnya jarak maka bertambah pula biaya yang

mesti dikeluarkan untuk biaya operasional kapal.

c. Pendidikan

Hasil uji menunjukkan variabel pendidikan tidak signifiikan β3 = -

0,026 pada P= 0,748 dengan taraf siginifikansi 0,05 (0,748 > 0,05) yang

Page 17: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

berarti pendidikan tidak berngaruh nyata pada penghasilan pelaut

pelayaran rakyat, hal ini terjadi karena umumnya pekerja yang bekerja

pada sektor informal tidak begitu memperhatikan pendidikan dan sistem

penggajian yang berlaku di atas kapal umumnya adalah bagi hasil yang

tidak memperhatikan kelas atau dengan kata lain, hasil perolehan kapal

dibagi rata oleh seluruh awak setelah tiba di pelabuhan tujuan atau

setelah merapat kembali di pelabuhan Potere.

Koefisien variabel pendidikan mengindikasikan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan, menjadikan bekerja sebagai pelaut pada

pelayaran rakyat untuk memperoleh penghasilan tidak menjadi menarik

karena dengan pendidikan yang tinggi dapat bekerja di darat atau bekerja

pada kapal-kapal yang lebih modern. Hal ini diperlihatkan dengan tanda

negatif yaitu β4 = -0,026 yang berarti penghasilan pelaut pelayaran rakyat

akan menurun jika tingkat pendidikan dinaikkan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh

Campbell (1997) dan penelitian yang dilakukan oleh Stiglitz (1975) dan

Schultz (1988), seperti juga yang dijelaskan oleh Simanjuntak (1985)

bahwa seseorang lebih mudah bergabung bekerja di sektor informal

meskipun dengan pendidikan yang sangat rendah asal memiliki hubungan

keluarga atau persahabatan.

d. Pengalaman Melaut

Hasil uji menunjukkan variabel pengalaman melaut signifikansi

pada P = 0,162, jadi pada taraf 0,05 koefisien regresi pengalaman melaut

β4 = 0,077 adalah tidak signifikan, yang berarti bertambahnya pengalaman

melaut tidak dengan serta merta meningkatkan penghasilan pelaut

pelayaran rakyat sementara investasi human capital semakin bertambah

sementara pembagian upah tidak menurut banyak atau lamanya bekerja

sebagai pelaut tapi berdasar pada pembagian merata pada seluruh awak

kapal dan memperoleh insentif berdasar pada besarnya tanggung jawab

di atas kapal.

Page 18: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Meskipun dalam penelitian ini diperoleh data bahwa faktor

pengalaman melaut menjadi acuan dalam penentuan jabatan di atas kapal

yang dengan sendirinya akan meningkatkan penghasilan pelaut pelayaran

rakyat, namun dalam hal ini tidak semua pelaut yang berpengalaman

menempati posisi yang penting di atas kapal karena disamping penentuan

posisi berdasarkan pengalaman tapi juga masih melihat kedekatan

hubungan dengan nahkoda kapal atau pemilik kapal.

Secara teori penelitian ini bertentangan dengan pernyataan bahwa

meningkatnya pengalaman kerja maka meningkat pula penghasilan

karena adanya penambahan stok human capital dan penelitian ini juga

bertentangan dengan penelitian yang diungkap oleh Barry T (2004) yang

menyatakan bahwa ada perbedaan upah pekerja dengan skill yang

rendah dan skill yang tinggi. Namun sejalan dalam penelitian Lalith M

(2004) menemukan adanya hubungan yang negatif antara pengalaman

kerja dan upah.

e. Frekuensi Berlayar

Hasil uji menunjukkan bahwa faktor frekuensi berlayar signifikan

pada P = 0,000 pada taraf signifikansi sebesar 0,05 (5%), dapat

dinyatakan bahwa ada perbedaan nyata penghasilan pelaut yang berlayar

antara satu kali dalam sebulan dengan yang berlayar lebih dari satu kali

dalam sebulan.

Koefisein frekuensi berlayar dalam sebulan sebesar -0,34 berarti

untuk awak kapal yang berlayar cuma sekali dalam sebulan lebih kecil dari

yang berlayar lebih dari satu kali dalam sebulan sebesar 0,34.

Perbedaan ini dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

ln Y = 14,212 – 0,34 untuk frekuensi sekali sebulan

ln Y = 14,212 untuk frekuensi berlayar lebih dari sekali

Uraian di atas dapat dinyatakan bahwa semakin sering kapal

berlayar (membawa muatan) maka semakin besar pula penghasilan

pelaut pelayaran rakyat, hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan

Page 19: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

semakin produktif suatu perusahaan maka semakin besar pula upah bagi

pekerja seperti yang dikemukakan oleh Afrida (1996) dan Simanjuntak

(1985).

f. Sistem Pengupahan

Hasil uji pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa probabilitas P= 0,001

pada taraf signifikansi 0,05 (0,001<0,05), yang berarti ada perbedaan

nyata antara kapal yang menerapkan sistem bagi hasil dan kapal yang

menerapkan sistem gaji bulanan terhadap penghasilan pelaut pelayaran

rakyat.

Koefisien variabel sistem pengupahan sebesar β6= 0,605

menunjukkan bahwa upah sistem bagi hasil sebesar 0,653 lebih tinggi jika

di bandingkan dengan sistem gaji bulanan, sehingga dengan demikian

pelaut pelayaran rakyat lebih menyukai sistem penggajian dengan sistem

bagi hasil jika dibandingkan dengan sistem gaji bulanan karena mereka

dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar meskipun ada

ketidakpastian pada masa paceklik yaitu pada bulan Februari dan Juni,

yang mana pada masa ini banyak kapal yang tidak memperoleh muatan

selama sebulan bahkan dalam dua bulan.

Perbedaan ini dapat dilihat dari persamaan di bawah ini jika variabel

lainnya dianggap konstan:

Untuk sistem bagi hasil : ln Y = 14,212 + 0,605

Untuk gaji bulanan ln Y = 14,212

Penelitian ini sejalan dengan yang di ungkap oleh Abowd (1981) dan

Daniel (1990). Yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis pekerjaan

yang tidak berlangsung terus namun hanya secara temporary sehingga

membutuhkan pendapatan lebih untuk antisipasi ketika tidak ada

pekerjaan.

g. Jabatan

Hasil uji pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa probabilitas P= 0,000

lebih kecil dari taraf signifikansinya α= 0,05 berarti hipotesis diterima yang

Page 20: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

menyatakan bahwa jabatan sawi memiliki perbedaan nyata dengan

jabatan lain dalam penghasilan pelaut pelayaran rakyat.

Koefisien β7= -0,449 menunjukkan bahwa variabel jabatan sawi

memiliki penghasilan 0,449 lebih kecil jika dibandingkan dengan kategori

kontrolnya yaitu nahkoda.

Hasil uji (tabel 4.8) memperlihatkan probabilitas P=0,000 lebih kecil

dari taraf signifikansinya α= 0,05 sehingga hipotesis diterima yang

menyatakan bahwa penghasilan perwira memiliki perbedaan nyata

dengan jabatan lainnya di atas kapal.

Koefisien β8 = -0,322 menunjukkan bahwa jabatan perwira

mempunyai penghasilan lebih kecil 0,322 dari kategori kontrolnya yaitu

nahkoda.

Jika semua variabel dianggap konstan kecuali jabatan, maka

penghasilan nahkoda adalah ln Y = 14,212 atau sebesar 1.487.000

Secara keseluruhan hasil analisis tersebut, dapat dituliskan

persamaan yang memperlihatkan perbedaan penghasilan menurut

jabatan adalah sebagai berikut:

ln Y = 14,212 – 0,449 untuk posisi sebagai sawi

ln Y = 14,212 – 0,322 untuk posisi sebagai perwira

ln Y = 14,212 untuk posisi sebagai nahkoda

Hasil penelitian sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bellante

(1983) bahwa munculnya perbedaan upah sebagai akibat dari perbedaan

jabatan karena biaya untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan untuk

memasuki berbagai macam jabatan, dan juga jabatan berbeda

sehubungan dengan berbagai ragam peghasilan (derajat resikonya )

dalam jabatan.

h. Status Perkawinan

Variabel status perkawinan berdasarkan hasil uji (tabel 4.8)

memperlihatkan probabilitas pada P= 0,185 pada taraf signifikansi α=

0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan

Page 21: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat yang telah menikah dan masih

bujang.

Penelitian bertentangan dengan yang diungkapkan oleh Campbell

(1999) yang menyatakan bahwa ada perbedaan upah antara masih

bujang dan telah menikah yang berkisar rata-rata 8 sampai 40 persen

lebih tinggi bagi yang telah menikah, juga bertentangan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Korenman (1991) yang menyatakan bahwa orang

yang telah menikah lebih produktif jika dibandingkan dengan yang belum

menikah sehingga upah mengalami peningkatan. Namun penelitian ini

sejalan dengan Kenny (1983).yang menemukan tidak ada korelasi antara

menikah dengan tingkat upah yang tinggi.

SIMPULAN

1. Pelaut pelayaran rakyat yang ada di kota makassar sebagian besar

merupakan tenaga kerja usia sangat produktif, berpendidikan rendah

(sekolah dasar), telah menikah dan selalu terdapat regenerasi yang

kemudian mulai berhenti setelah bekerja lebih dari 21 tahun sebagai

pelaut pelayaran rakyat.

2. Penghasilan pelaut pelayaran rakyat dipengaruhi secara signifikan

oleh faktor dari kapal yaitu besar kapal, jarak tempuh, sementara faktor

pada pelaut itu sendiri yaitu pendidikan, dan pengalaman melaut tidak

berpengaruh secara signifikan.

3. Ada perbedaan yang nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat

menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, dan jabatan di atas

kapal, sementara tidak ada perbedaan nyata penghasilan pelaut

pelayaran rakyat menurut status perkawinnya.

Daftar Pustaka

Abbas, 1993, Manejemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta

Page 22: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Abowd J M and Orley A 1981. Anticipated Unemployment, Temporary Layoffs and Compensating Wage Differential, in Sherwin Rosen (ed). Studuy in Labor Markets, Chicago: University of Chicago Press

Ananta, 1987 a. Landasan Ekonometrika, PT Grtamedia, Jakarta

Amjad. Rasyid, 1987, Human Resource Planning: The Asian Experience, New Delhi: ARTEP

Alfrida. 2003, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta

Arrow, K J 1973. Higher Education as Filter, Journal of Public Economics Vol 2: 193-316.

Barry T, 2004. Wage Sorting on Skill and The Racial Compensating on Jobs, Journal of Labor Economics vol 22 no 1. University of Chicago, USA

Becker, Gary S 1993. Human Capital 3rd Edition Chicago: University of Chicago Press

Bellante and Jackson, 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan (terjemahan). LD-FEUI Jakarta

Billas, Richard A, 1987 Micro Economic Theory, 3rd Edition McGraw-Hill Book Company, USA

Blinder, A.S abd Y.Wess, 1976, Human Capital and Labor Supply: A Synthesis Journal of Political Economy Vol. 3 The University of Chicago

Cain. G Glen and Martin D Dooley, 1976, Estimation of a Model of Labor Suply, Fertility and Wages of Women. Journal of Political Economy Vol. 84 No 4, pt 2. The University of Chicago.

Campbell Mc Connell, Stanley L, Brue and David A. Macpherson, 1999 Contemporary Labor Economic, 5th Edition, McGraw-Hill Ney York

Daniel S H and John R W 1990, Compensation Wage Differentials and The Duration of Job Loss, Journal of Labor Economics, pp S175-S197

Delacroix, A, 2004, Sticky Bargained Wages, Journal of Macroeconomics, Vol. 26 Elsevier, Netherlands

Page 23: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Echrenberg, Ronald G and Robert S. Smith, 1988, Modern Labor Economics, 1st Edition McGraw-Hill New York

Edward Lazear, 1980, Family Background and Optimal Schooling Decision, Review of Economics and Statistics, pp 42-51

Filippin, A and Ichino A, 2005, Gender Wage Gap in Expectation and Realization, Journal Labor Economics Vol. 12, 125-145, Elsevier

Filer, Randal K, 1985, Male-Female Wage Differences: The Importance of Compensation Differentials, Industrial and Labor Relation Review, Vol.3

Greg J. Duncan and Bertill Holmiund, 1983, Was Adam Smith Right after All? Another test of the Theory on Compesation Wage Differentials, Journal of Labor Economics, October 1983, pp 366-379

Gruber, Jonathan 2000, Disability Insurance Benefit and Labor Supply, Journal of Political Economic Vol. 108 No 6 University of Chicago USA

Cousineau J. M, Lacroix R and Girard A M, 1992, Occupational Hazard and Wage Compensating Differential, Review of Economics and Statistics, Februari 1992, pp 166-169

Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar, terjemah Sumarsono Zain, Erlangga Jakarta

Gunawan, 2001, Pengantar Ekonometrika, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta

Henderson M James and Richard E Quandt 1980, Microeconomic Theory, A Mathematical Approach, 3rd Edition McGraw-Hill New York

Husni, Lalu, 2001, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Indonesia, Jakarta

Hwang, Hae-Shin, Robert E Reed and Carlton Hubbard, 1992, Compensating Wage Differential and Unobsorved Productivity, Journal of Political Economy, Agustus 1992, pp 835-838

Jinca, 2002, Transportasi Laut Kapal Layar Motor Pinisi Teknologi dan Manajemen Industri Pelayaran Rakyat, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, Makassar

Kasnawi, M Tahir, 1999, Produktivitas Tenaga Kerja Per Sub Sektor di Propensi Sulawesi Selatan, Analisis tahun 1, No 1, Makassar

Page 24: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Kenny, 1983, The Accumulation of Human Capital During Marriage by Males, Economic Inquiry, pp 223-231

Korenman, 1991, Does Marriage Really Make Men More Productive?, Journal of Human Resources. Spring pp 282 - 307

Madris, 1998, Penawaran Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan, Tesis untuk Mencapai Gelar Megister dalam PSKK-PPSUI, Jakarta

Majid, Nomaan, 2004, What is The Effect of Trade Openness on Wages?, Employment Strategi Papers, ILO

Morley G, Douglas H, and James E P, 1992, Wage-Pension Trade-offs in Collective Agreements, Oktober 1992, pp. 146-160

Mankiw N. Gregory, 2000, MacroEconomics 4th Edition, (terjemahan), penerbit Erlangga Jakarta

Meckl. J, 2004, Accumulation of Technological Knowledge, Wage Differential, and Unemployment, Journal of Macroeconomics, Vol 26, Elsevier, Netherlands

Nasution, 2004, Manajemen Transportasi, edisi kedua, Ghalia Indonesia

Rahmatia, 2004, Pola dan Efisiensi Konsumsi Wanita Pekerja Perkotaan SULSEL: Suatu Aplikasi Model Ekonomi Rumah Tangga Untuk Efek Human Capital dan Social Capital, Desertasi PPS Universitas Hasanuddin

Salvatore Dominick, 1994, Teori Mikroekonomi, terjemah penerbit Erlangga, Jakarta

Schultz, Theodore W 1988, Education Investment and Returns in Handbook of Development Economics, (ed), Hollis Chenery and T N Srinivasan, Vol. 1, New York

Siebert W S and Wei X, 1994, Compensating Wage Differential for Work Place Accident: Evidence for Union and Nonunion Workers, Journal of Risk and Uncertainty, July 1994, pp. 61-76

Simanjuntak, Payaman J, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia Edisi ke-2, LP FEUI, Jakarta

Stiglitz, J E. 1975, The Theory of Screening Education and The Distribution of Income, American Economics Review, 65: 283-300

Page 25: Analisis Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar (Jurnal)

Sugiono, 2004, Statistika untuk Penelitian, Edisi Ke-6 Penerbit Alfabeta, Bandung

Sukidjo Notoatmadjo, 1998, Pengembangan Sumberdaya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta

Tomes Nigel, 1981, The Family Inheritance and the Intergenerational Transmission of inequality, Journal of Political Economics, October 1981, pp 928-958

Viscusi, W Kip. 1993, The Value of Risks to Life and Health, Journal of Economic Literature, December 1993 pp. 1912-1946