Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS YURIDIS ATAS GUGATAN PERBUATAN MELAWAN
HUKUM YANG DILAKUKAN PT.BANK MANDIRI TERHADAP
PENERBITAN SURAT TAGIHAN PALSU
(STUDI PUTUSAN NOMOR 84/Pdt.G/2014/PN.SKT)
S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
CHAIRUL BINSAR SITOMPUL
NIM : 150200536
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan akan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan kasih-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Adapun skripsi ini berjudul : “Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum yang Dilakukkan PT Bank Mandiri Terhadap Penerbitan
Surat Tagihan Palsu (Studi Putusan Nomor 84/Pdt.G/2014/PN.Skt)”.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi dan masih jauh
dari kata sempurna.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua penulis: Tumpul Rapsarimatua Sitompul, SE dan Mariany
Surbakti, S.Pd yang memberikan begitu banyak dukungan, semangat pantang
menyerah, serta doa yang terus dipanjatkan untuk penulis.
Melalui kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
2. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
3. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
4. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
5. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Perdata Universitas Sumatera Utara;
6. Syamsul Rizal, SH., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara;
7. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan
arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.
8. Dr. Edy Ikhsan, SH., MH selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak melaungkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan
arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
10. Terima kasih banyak kepada kakak kandung saya: Devi Rahmawyta Sitompul, S.Pd.,
M.Hum atas arahan dan masukan serta cambukan motivasi yang diberikan
kepada saya untuk bersemangat menulis skripsi ini;
11. Terima kasih banyak juga kepada Aulia Utari Silalahi. Terima kasih;
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
12. Terima kasih kepada sepupu-sepulu saya: Eky, Bang Kindi, Eza, Bang Wahyu
yang telah memberikan semangat positif kepada penulis agar penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini dengan baik.
13. Terima kasih kepada seluruh Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam
(HmI) yang telah banyak membantu penulis dalam bidang Akademik maupun
Non-Akademik, membentuk karakter penulis dan mengeluarkan potensi besar
yang ada di dalam diri penulis, serta mengajarkan penulis untuk terus
bersyukur dan ikhlas dalam berhimpun di organisasi maupun masyarakat yang
di ridhoi Allah SWT;
14. Terima kasih kepada Nisa Isyarah, Putri D.A, Bayu Syahputra yang setia
untuk tetap memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;
15. Terima kasih kepada semua teman-teman penulis yang tidak bisa dituliskan
satu persatu namanya yang telah memberikan kontribusi/saran/nasehat kepada
penulis dalam penulisan skripsi ini, terima kasih banyak.
Akhir kata semoga skripsi ini membawa manfaat yang sangat besar bagi
pembaca dan perkembangan Hukum di Indonesia. Terima kasih.
Medan, Juli 2019
Penulis,
Chairul Binsar Sitompul
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Permasalahan........................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 4
E. Jenis Penelitian ..................................................................................... 4
F. Sistematika Penulisan........................................................................... 6
G. Keaslian Penulisan ............................................................................... 7
BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI PERBUATAN
MELAWAN HUKUM
A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum ................................................ 11
B. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum ........................................... 14
C. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum ........................................ 17
D. Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi ................ 30
E. Pembuktian dalam Perbutan Melawan Hukum ................................ 33
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
BAB III PENGATURAN PENERBITAN KARTU KREDIT
A. Pengertian Perjanjian ...................................................................... 36
B. Perjanjian Kredit ............................................................................. 44
C. Gambaran Umum Surat Tagihan .................................................... 52
BAB IV ANALISIS YURIDIS ATAS GUGATAN PERBUATAN
MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN PT.BANK
MANDIRI TERHADAP PENERBITAN SURAT TAGIHAN
PALSU
A. Posisi Kasus ................................................................... 56
1. Konpensi ................................................................... 57
2. Rekonpensi ................................................................... 60
B. Putusan Kasus ................................................................... 68
C. Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Yang
Dilakukan Pt.Bank Mandiri Terhadap Penerbitan Surat Tagihan
Palsu ................................................................... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 73
B. Saran ..................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
ABSTRAK
Chairul Binsar*
Saidin**
Edy Ikhsan***
Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan
onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri
sebenarnya hanya berartisalah (wrong). Akan tetapi, khususnya dalam bidang
hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti
kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian.
Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige
daad dalam sistim hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental
lainnya. Perkembangan sejarah hukum tentang perbuatan melawan hukum di
negeri Belanda sangat berpengaruh terhadap perkembangan di Indonesia, karena
berdasarkan asas konkordansi, kaidah hukum yang berlaku di negeri Belanda akan
berlaku juga di negeri jajahannya, termasuk di Indonesia. Sementara
perkembangan perbuatan melawan hukum didasarkan pada hukum tidak tertulis
ini menjadi wilayah yang terbuka untuk diisi oleh putusan-putusan hakim yang
berisi penemuan hukum.
Skripsi ini membahas mengenai kasus antara seorang pengusaha meubel,
bapak sutrisno dengan PT. Bank Mandiri, dimana terdapat suatu perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri. Dalam kasus ini PT.
Bank mandiri melakukan Perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan surat
tagihan palsu kepada Bapak sutrino yang mengakibatkan permohonan fasilitas
kredit modal usaha bapak sutrisno ditolak oleh beberapa lembaga keuangan.
Perbuatan melawan hukum dalam kasus ini ditinjau dari keberlakuan pasal 1365
KUHPerdata dan teori-teori perbuatan melawan hukum lainnya.
Metode penelitian yang dipakai penulis dalam penulisan skripsi ini
menggunakan metode penelitian Normatif Yuridis dimana sebagian besar data
dari penelitian ini berasal dari studi kepustakaan.Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa PT. Bank Mandiri telah memenuhi unsur-unsur perbuatan
melawan hukum dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada bapak sutrisno.
Perbuatan yang dilakukan PT. Bank Mandiri mengakibatkan kerugian bagi Usaha
Dagang Tuan sutrisno karena kelalaian dalam mengeluarkan surat tagihan yang
menyatakan Usaha Dagang Tuan sutrisno mengalami tunggakan sebesar Rp.
8.000.000,- (delapan juta rupiah).
Kata kunci: Perbuatan Melawan Hukum, Surat Tagihan, Perjanjian Kredit
Usaha, PT. Bank Mandiri.
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utar
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia seiring perkembangan jaman tentu kebutuhan manusia betambah oleh
karena itu ekonomi terus menerus mengalami perkembangan dan perubahan.
Perubahan yang secara umum terjadi pada perekonomian yang dialami suatu
Negara seperti inflasi, pengangguran, kesempatam kerja, hasil produksi, dan
sebagainya jika hal ini ditangani dengan tepat maka suatau Negara mengalami
keadaan ekonomi yang stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk
yang ada di Negara tersebut. Globalisasi dan kemajuan Teknologi yang telah kita
rasakan saat ini sudah diakui dan dapat dirasakan secara langsung, memberikan
banyak kemudahan serta kenyamanan bagi umat manusia. Salah satu dampak
perkembangan media komunikasi dan Informasi bisa kita temukan dalam Bidang
Ekonomi. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi
kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru
dalam melakukan aktifitas manusia. Namun, disamping kemudahan yang
diciptakan dari Perkembangan zaman yang berkembang pesat pasti ada saja Error
dalam pelaksanaannya.
Berkembangnya Teknologi di bidang Ekonomi, salah satunya ialah,
penggunaan Kartu Kredit dengan berbagai kemudahan-kemudahan yang
ditawarkan agar Transaksi jadi lebih mudah, Praktis, memberikan keamanan dan
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
kenyamanan, fleksibel dan lain sebagainya. Perlindungan terhadap para pengguna
kartu kredit merupakan suatu yang mutlak untuk dilakukan, hal ini timbul seiring
dengan kemajuan zaman terutama menyangkut penggunaan masyarakat luas
terhadap layanan kartu kredit. Dalam penggunaan kartu kredit masyarakat pemilik
kartu kredit seringkali dirugikan baik dalam kaitannya dengan hubungan hukum
perdata maupun hukum pidana (perbuatan para pelaku kejahatan kartu kredit).
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang menawarkan kemudahan-
kemudahan tersebut, memberikan solusi untuk memudahkan masyarakat dalam
bertransaksi melalui fasilitas perjanjian kredit. Sebelum memberikan fasilitas
kredit kepada nasabahnya, kedua belah pihak, yaitu Bank dan nasabah, terlebih
dahulu membuat suatu perjanjian kredit. Prof Subekti S.H., mengatakan bahwa
kredit ialah kepercayaan, sehingga jika debitur mendapatkan kredit dari Bank
melalui suatu perjanjian kredit berarti debitur tersebut telah mendapatkan
kepercayaan dari bank1
Perjanjian kredit disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu pihak kreditur,
dalam hal ini adalah Bank, dengan debitur yaitu nasabah sebagai suatu wujud dari
asas kebebasan berkontrak. Dalam pasal 1338 KUHPerdata disebutkan:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.”
Namun, yang menjadi permasalahan ialah bagaimana apabila terjadi
penerbitan surat tagihan palsu dari kreditur yaitu Bank terhadap debitur atau pihak
1Subekti,Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,Cipta
Aditya Bakti.Bandung.1991.hal.1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
nasabah. Contoh dalam kasus ini, PT Bank Mandiri yang melakukan suatu
Perbuatan Melawan Hukum terhadap Tuan Sutrisno seorang pengusaha mikro
yang bergerak dibidang meubel yaitu dalam hal pembuatan meubel, kusen, meja,
buffet, almari dan sebagainya sesuai dengan pesanan konsumen. Apakah dasar
pihak Bank mengeluarkan surat tagihan palsu tersebut? Dapatkah pihak Bank
digugat dengan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum?
Maka pertanyaan diatas itu penting untuk dibahas mengingat tidak hanya
ada pihak yang dirugikan, namun juga terdapatnya pelanggaran ketentuan hukum
dan norma atau kaedah hukum yang sepatutnya berlaku. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka penulis melakukan penelusuran mengenai
permasalahan bahwa bagaimana Bank sebagai lembaga keuangan yang saat ini
sering digunakan masyarakat melakukan Perbuatan Melawan Hukum, atau
bagaimana agar mempelajari agar kejadian ini tidak terjadi lagi.
Jika dilihat dari konsep dasar Perjanjian, maka perlu adanya semua syarat
sahnya Perjanjian tersebut yang terdapat pada 1320 KUHPerdata dan Pasal 1313
KUHPerdata yang menegaskan bahwa perjanjian yang mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Syarat sahnya perjanjian
yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata ialah :
1. Kesepakatan Para pihak
2. Kecakapan Para Pihak
3. Suatu hal tertentu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
4. Suatu sebab yang halal
Poin Pertama yakni Kesepakatan antara para pihak dalam suatu perjanjian
tidak dilakukan karena Paksaan serta objeknya harus jelas diperkenankan oleh
undang-undang tidak terjadi karena Penipuan dan Kekhilafan. Maka yang
dilakukan PT Bank Mandiri sudah jelas Perbuatan Melawan Hukum
(onrechtimage) yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata sampai pasal 1380
KUHPerdata.
Pada Pasal 1365 menyebutkan bahwa :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian itu.”
Kerugian dalam pasal diatas ialah, harus disebabkan karena
perbuatan melawan hukum tersebut. Dengan kata lain, antara kerugian dan
perbuatan harus ada hubungan sebab akibat (causalitas) yang langsung.
Dari perumusan diatas maka penulis menjadikan sebagai dasar
bahwa Syarat sahnya suatu perjanjian tidak berlaku di dalam kasus ini,
serta pengertian Perbuatan Melawan Hukum menjadi tidak hanya diartikan
sebagai melawan undang-undang, tapi juga bertentangan dengan kepatutan
dalam pergaulan masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan
diajukan oleh penulis adalah :
1. Bagaimana Tinjauan Umum mengenai Perbuatan Melawan Hukum?
2. Bagaimana Pengaturan Penerbitan Kartu Kredit?
3. Bagaimana Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
yang dilakukan PT.Bank Mandiri terhadap penerbitan surat tagihan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini mengacu pada pokok permasalahan yang telah
diuraikan diatas, yang dibagi atas 2 tujuan, yakni:
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah penulis ingin memberikan
sumbangan dalam rangka memperluas wawasan masyarakat di bidang hukum
keperdataan. Penelitian ini mengkaji aspek perbuatan melawan hukum yang
dilakukan PT Bank Mandiri terhadap penerbitan surat tagihan palsu.
2. Tujian Khusus
a. Untuk mengetahui suatu konsep dari perbuatan melawan hukum.
b. Untuk mengetahui apakah dalil penggugat, sudah sesuai dengan pasal
1365 KUHPerdata sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan
hukum.
c. Untuk mengetahui apakah keputusan hakim terhadap kasus tersebut sudah
tepat atau belum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
D. Manfaat Penulisan
Pada umumnya suatu penulisan yang dibuat diharapkan dapat memberikan
manfaat, begitu juga yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Besar harapan
penulis, bahwa adanya penulisan skripsi ini dapat meningakatkan pengetahuan
bagi perkembangan ilmu hukum keperdataan pada umumnya, yaitu :
1. 1.Diharapkan penulisan ini bermanfaat sebagai bahan kepustakaan Hukum
Perdata agar skripsi ini dijadikan bahan penelitian lanjutan, baik sebagai
dasar ataupun sebagai perbandingan dengan penelitian lain yang lebih
luas.
2. Khususnya pada masalah Perbuatan Melawan Hukum tentang penerbitan
surat tagihan palsu.
3. Penulis ingin memberikan suatu analisis terhadap putusan Mahkamah
Agung tentang Perbuatan Melawan Hukum atas penerbitan surat tagihan
palsu dari sudut pandang pendekatan Keadilan dan Kepastian Hukum.
E. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif yaitu berdasarkan peraturan perundang-undangan dan empiris, yaitu
mengemukakan kasus yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan data sekunder.2
2 Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi,PT.Pustaka
Bangsa Press.Jakrta.2005. hal.23.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
1. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer, yaitu Putusan MA
N0.84/Pdt.G/2014/PN.SKT serta Putusan bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan di bidang hukum perdata yang mengikat antara lain. Bahan
hukum sekunder yaitu, bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku,
pendapat-pendapat pakar hukum, rancangan, dan hasil-hasil penelitian yang
berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.
Bahan hukum tersier atau bahan penunjang, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer
dan/atau bahan hukum sekunder yakni, kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
2. Analisis Data/Bahan Hukum
Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke
dalam penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan
kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas.
Analisis data dilakukan dengan :
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan
yang diteliti;
b. Memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
c. Menjelaskan hubungan-hubungan hukum antara berbagai konsep, pasal
yang ada;
d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif.
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan
dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan
menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya
melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar
sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mepertautkan
bahan hukum yang ada. Mengolah dan mengintepretasikan data guna mendapat
kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang
dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan
dalam bentuk pernyataan dan tulisan.3
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian
kepustakaan yang akan digunakan adalah penelitian kepustakaan. Adapun
penelitian kepustakaanakan dilakukan secara normatif yuridis yaitu: “penelitian
yang dilakukan dengan cara penelitinan pustaka atau data sekunder”4
F. Keaslian Penulisan
Pembahasan ini berjudul : Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum Yang Dilakukan PT Bank Mandiri Terhadap Penerbitan Surat
Tagihan Palsu (Studi Putusan Nomor 84/Pdt.G/2014/Pn.Skt) ini merupakan benar
hasil karya sendiri dari penulis, tanpa meniru Karya Tulis milik orang lain, dengan
3 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Bahan Ajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan. 2009.hal. 54. 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press.Jakarta.2005.Cetakan
ketiga, hal. 113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
demikian Penulisan Skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan baik
secara moral maupun akademik.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 Bab,dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab,untuk mempermudah dan memaparkan materi dan skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan,bab ini merupakan gambaran Umum yang
berisi tentang Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan. Manfaat
Penulisan ,Jenis Peneltian, Sistematika Penulisan, dan Keaslian Penulisan.
BAB II : Tinjauan Umum mengenai Perbuatan Melawan Hukum
dibagi atas Sejarah Perbuatan melawan hukum, Pengertian Pengertian
Melawan hukum, Unsur-unsur Perbuatan melawan hukum, Perbedaan
Perbuatan Melawan Hukum dan wanprestasi, dan Pembuktian dalam
Perbuatan Melawan hukum.
BAB III : Pengaturan Penerbitan Kartu Kredit dibagi atas Pengertian
Kartu Kredit, Para Pihak yang terlibat Kartu Kredit, dan Tanggung Jawab
Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit
BAB IV : Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
yang dilakukan PT.Bank Mandiri terhadap penerbitan surat tagihan dibagi
atas sub-bab Posisi kasus, dibagi lagi konpensi dan rekonpensi lalu sub-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
bab kedua Putusan Kasus lalu Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum yang dilakukan PT.Bank Mandiri terhadap penerbitan
surat tagihan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab Kesimpulan dan
saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya ,yang berisikan
kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya yang dibuat
berdasarkan juraian skripsi ini yang dilengkapi dengan saran-saran yang
mungkin berguna dan dapat dipergunakan unutk menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM
A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum
Berdasarkan asas konkordansi, dimana kaidah hukum yang berlaku di
negeri Belanda akan berlaku juga di Negara jajahannya, membuat perkembangan
hukum dalam sejarah Indonesia sangat terpengaruh oleh perkembangan hukum di
Belanda, term asuk ke dalamnya, yaitu mengenai perbuatan melawan hukum.5
Terdapat dua aliran dimana pengartian dari perbuatan melawan hukum itu
sendiri berbeda, yaitu sebelum tahun 1919 dan setelah tahun 1919. Dahulu
pengadilan menafsirkan “melawan hukum” sebagai hanya pelanggaran dari pasal-
pasal hukum tertulis semata (pelanggaran perundang-undangan yang berlaku),
dimana sebelum tahun 1919 perbuatan melawan hukum dalam pasal 1365 KUH
Perdata mengandung pengertian yang sempit sebagai pengaruh dari ajaran
legisme.
Ajaran tentang melawan hukum pada umumnya dikuasai oleh satu aturan
pokok yang umum yang dinyatakan dalam pasal 1365 BW. Tetapi, sejak
berlakunya Burgerlijk Wetboek, baik di Indonesia maupun di Nederland,
mengenai perbuatan melawan hukum oleh pemerintah, walaupun tak ada pasal-
pasal dalam BW yang melarang penggunaan pasal 1365 BW itu, berlakulah
5 Munir fuady, perbuatan melawan hukum (pendekatan kontemporer), (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2002), hal. 29
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari aturan-aturan mengenai perbuatan
melawan hukum pada umumnya yang dimuat dalam pasal 1365 BW itu.6
Meskipun penyimpangan ketentuan tadi menimbulkan pula ajaran
tersendiri mengenai perbuatan melawan hukum oleh pemerintah, tak ada salahnya
kalau kita meninjau terlebih dahulu ajaran mengenai perbuatan melawan hukum
oleh pemerintah. Dalam ajaran tentang perbuatan melawan hukum kita akan
dapati unsur-unsur pokok yang kita jumpai kembali pada ajaran mengenai
perbuatan melawan hukum oleh pemerintah.
Perkembangan sejarah hukum tentang perbuatan melawan hukum di
negeri Belanda sangat berpengaruh terhadap perkembangan di Indonesia, karena
berdasarkan asas konkordansi, kaidah hukum yang berlaku di negeri Belanda akan
berlaku juga di negeri jajahannya, termasuk di Indonesia. Di negeri Belanda
perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum dapat dibagi menjadi 3
(tiga) periode sebagai berikut :7
a. Periode sebelum tahun 1838 Kodifikasi pada tahun 1983 membawa
perubahan besar mengenai pendapat tentang makna dan ruang lingkup dari
pengertian onrechtmatige daad. Pada waktu itu dianut pendirian bahwa
onwetmatig, yang berarti bahwa suatu perbuatan baru dianggap melawan hukum
bilamana perbuatan itu adalah bertentangan dengan ketentuan Undang – Undang.
73)Sampai dengan kodifikasi Burgerlijk Wetboek (BW) di negeri Belanda pada
tahun 1838, maka ketentuan seperti Pasal 1365 KUH Perdata di Indonesia saat ini
6 Sudikno mertokusomo, perbuatan melawan hukum oleh pemerintah, hal. 13
7 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
belum tentu ada di Belanda. Karenanya kala itu, tentang perbuatan melawan
hukum ini, pelaksanaannya belum jelas dan belum terarah.
b. Periode antara tahun 1838 – 1919 Setelah BW Belanda dikodifikasi, maka
mulailah berlaku ketentuan dalam Pasal 1401 (yang sama dengan Pasal 1365
KUH Perdata Indonesia) tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad). Meskipun kala itu sudah di tafsirkan bahwa yang merupakan perbuatan
melawan hukum, baik perbuatan suatu (aktif berbuat) maupun tidak berbuat
sesuatu (pasif) yang merugikan orang lain, baik yang disengaja maupun yang
merupakan kelalaiansebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1366 KUH Perdata
Indonesia, tetapi sebelum tahun 1919 dianggap tidak termaksud ke dalam
perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut hanya merupakan tindakan
yang bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan putusan
masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang lain.
c. Periode setelah tahun 1919 Dalam tahun 1919 terjadi suatu perkembangan
yang luar biasa dalam bidang hukum tentang perbuatan melawan hukum
khususnya di negeri Belanda, sehingga demikian juga di Indonesia.
Sementara perkembangan perbuatan melawan hukum didasarkan pada
hukum tidak tertulis ini menjadi wilayah yang terbuka untuk diisi oleh putusan-
putusan hakim yang berisi penemuan hukum. Dengan kata lain ada suatu role
expectasi dari hukum untuk dijalankan oleh hakim. Pengadilan diharapkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
menghasilkan konsep-konsep perbuatan melawan hukum yang dasarnya hukum
tidak tertulis.8
B. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan
onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri
sebenarnya hanya berartisalah (wrong). Akan tetapi, khususnya dalam bidang
hukum, kata tortitu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti
kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian.
Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige
daad dalam sistim hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental
lainnya.
Kata “tort” berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa
Perancis, seperti kata “wrong” berasal dari kata Perancis “wrung” yang berarti
kesalahan atau kerugian (injury). Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya
suatu sistim hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum ini
adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa bahasa
Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum
cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan
orang lain, dan memberikan orang lain haknya).9
Ketentuan perbuatan melawan hukum yang tercantum dalam pasal
1365 KUH Perdata (pasal 1401 BW lama) yang berasal dari pasal 1382 Code
8Munir Fuady, Perbuatan melawan hukum (Pendekatan Kontempor er), op, cit., hal. 1.
9 www.progresifjaya.com/NewsPage.php?, diakses pada tanggal 4 April 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Civil Perancis yang berbunyi:
”Tout fait quelconque de I’home, qui cause un dommaga, oblige celui par la faute
duquel il est arrive, a le reparer”10
Pasal 1401 di BW Belanda Lama menyatakan bahwa:
”Elke onrecht matige daad, aardoor aan een schade wordt toegebragt, stelt
dangene door wiens, schuld die scade veroorzaakt is in deverpligting om dezel
tevergoeden.”11
Beberapa sarjana menggunakan istilah ”perbuatan melanggar hukum” dan ada
beberapa yang menggunakan istilah ”perbuatan melawan hukum”.
Beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli hukum terhadap perbuatan
melawan hukum adalah sebagai berikut:
1. Sudargo Gautama (perbuatan melawan hukum)
Pada dasarnya perbuatan melawan hukum adalah kumpulan dari prinsip-
prinip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku
berbahaya untuk hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur
perilaku berbahaya untuk memberikan tanggung jawab atas suatu
kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti
rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.12
10 John H. Crabb, The French Civil Code, (as amended to July 1, 1976) Translated with an introduction, (New Jersey: Fred B. Rothman & Co, 1997), pages 253. Dikutip oleh Rosa Agustina,
Perbuatan Melawan Hukum. 11 Engelbrecht, de Wetboeken, Wetten en Verordeningen Benevens De Grondwet Van
De Republiek Indonesie (Jakarta: P. T. Ichtiar baru-Van Hoeve 1984), hal 329. 12
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, (Bandung: Alumni, 1973), hal. 49.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
2. Subekti juga menggunakan istilah perbuatan melanggar hukum Yang
tertuang dalam pasal 1365 KUH Perdata yang dimaksud dengan perbuatan
melawan hukum adalah:
”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.”13
3. Mariam Darus Badrulzaman
menggunakan terminologi ”Perbuatan Melawan Hukum” dengan
mengatakan bahwa pasal 1365 KHPerdata menentukan bahwa setiap
perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada
seseorang, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian ini
mengganti kerugian tersebut, selain itu pasal 1365 KUHPerdata ini sangat
penting artinya karena melalui pasal ini, hukum yang tidak tertulis
diperhatikan oleh Undang-Undang.14
Sifat dari yang telah di manfaatkan dengan istilah “Perbuatan Melanggar
Hukum” ialah bahwa perbuatan itu mengakibatkan kegoncangan dalam necara
keseimbangan dari masyarakat.15
”onrechtmatigde daad” dalam bahasa Belanda lazimnya mempunyai arti
yang sempit, yaitu arti yang dipakai dalam pasal 1365 Burgerlijk wetboek dan
hanya berhubungan dengan penafsiran pasal tersebut, sedang kini istilah
perbuatan melanggar hukum ditujukan kepada hukum yang pada umumnya
13
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk wetboek), op. Cit., ps. 1365 14
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata-buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, op.
Cit., hal. 146 15
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum Dipamdang Dari Sudut Hukum Perdata,
hal. 7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
berlaku di Indonesia. Selain itu istilah perbuatan melanggar hukum yaitu tidak
hanya perbuatan yang secara langsung melanggar hukum tetapi juga secara tidak
langsung melanggar peraturan lain selain peraturan hukum, yakni kesusilaan,
keagamaan dan sopan santun.16
Dan perbuatan melanggar hukum tidak dimasukan
dalam golongan hukum perjanjian karena suatu perikatan yang bersumber pada
perbuatan melawan hukum, tidak mengandung suatu anasir janji.17
C. Unsur-Unsur dalam Perbuatan Melawan Hukum
Unsur-unsur yang dimaksudkan dalam hal perbuatan melawan hukum
adalah syarat-syarat materil yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sehingga menjadi dasar untuk
menuntut ganti-kerugian.
Hoffman menerangkan bahwa untuk adanya suatu perbuatan melawan
hukum harus dipenuhi empat unsur, yaitu:
1. Ada yang melakukan perbuatan
2. Perbuatan itu harus melawan hukum
3. Perbuatan itu menimbulkan kerugian terhadap orang lain
4. Perbuatan itu dapat dicelakakan kepadanya
Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk
pada ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. Unsur-unsur dari pasal KUHPerdata itu
adalah:
16
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, op. Cit., 17
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
1. Adanya suatu perkara
2. Melawan hukum
3. Adanya suatu kesalahan
4. Adanya suatu kerugian
5. Adanya hubungan kausal (sebab-akibat) antara perbuatan yang dilakukan
dengan kerugian yang ditimbulkan.
Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini bersifat kumulatif
yang artinya semua unsur tersebut harus dipenuhi secara keseluruhan, artinya
apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka tidaklah suatu perbuatan dikatakan
merupakan perbuatan melawan hukum.
Adanya suatu perbuatan
Suatu perbuatan melawan hukum merupakan unsur utama yang harus
terpenuhi. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan dalam bentuk aktif maupun
dalam bentuk pasif, dimana si pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu, dengan tidak dilakukannya perbuatan yang
menjadi kewajibannya maka itu sebagai pemenuh perbuatan dalam unsur
perbuatan melawan hukum. Dengan penekanan bahwa kewajiban tersebut tidak
didasarkan pada suatu kesepakatan (kontrak), karena jika kewajiban hukum
tersebut bersumber dari suatu kesempatan maka perbuatan perbuatan tersebut
termasuk wanprestasi bukan perbuatan melawan hukum.
Istilah “perbuatan” dalam pasal 1365 KUHPerdata mencakup dua
pengertian, yakni:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
1. Sebagai perbuatan dengan segi positif
Artinya perbuatan itu merupakan perwujudan dari “berbuat semua”
2. Sebagai perbuatan dengan segi negatif
Artinya perbuatan yang berupa “mengabaikan suatu keharusan”.18
Perbuatan yang melawan hukum
sebagaimana diuraikan sebelumnya, sejak putusan hoage road tanggal 31
januari 1919 dalam perkara Cohen v Lindenbaum, konsep perbuatan melawan
hukum telah berkembang.19
Dimana sejak saat itu peradilan selalu menafsirkan
“melawan hukum” dalam artian luas. Suatu perbuatan dapat dikatakan melawan
hukum apabila:
a. Melanggar hak orang lain
b. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri
c. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik
d. Bertentangan dengan keharusan dan kepatutan yang harus
diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau
benda
Kriteria pertama dan kedua berhubungan dengan hukum tertulis,
sedangkan kriteria ketiga dan keempat berhubungan dengan hukum tidak tertulis.
Melanggar hak orang lain
18
M. A. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta: hal.
57 19
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana UI. Jakarta. 2003: hal. 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain maksudnya
bertentangan dengan hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan
subjektiefrecht, dimana arti dari subjektiefrecht adalah kewenangan yang berasal
dari suatu kaedah hukum.20
Sifat hakekat daripada Subjective Recht menurut
Meyers adalah wewenang khusus yang diberikan oleh hukum pada
seseorang yang memperolehnya demi kepentingan sendiri. Melanggar hak
subjektif orang lain (inbreuk opeens anders recht) termasuk salah satu perbuatan
yang dilarang oleh pasal 1365 KUHPerdata. Menurut Meyers, hak subjektif
menunjuk kepada suatu hak yang diberikan oleh hukum kepada seseorang secara
khusus untuk melindungi kepentingannya.21
Melanggar hak subyektif orang lain, berarti melanggar wewenang
khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Hak subjektif yang paling
penting yang diakui oleh yurisprudensi adalah22
:
a. hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten) seperti hak atas
kebebasan, hak atas kehormatan dan nama baik
b. hak-hak kekayaan (vermogensrecht) seperti hak kebendaan dan
hak mutlak lainnya, karena pelanggaran atas hak kekayaan pribadi,
yakni hak menuntut, hak-hak relatif kebanyakan menmbulkan
wanprestasi yang akibatnya diatur secara tersendiri dalam undang-
undang. Kerugian kekayaan (vermogensrecht) pada umumnya
mencakup kerugian yang diderita oleh penderita dan
20
M. A. Moegni Djojodirdjo, PerbuatanMelawan Hukum. Op.Cit.,hal. 36 21
Rahmad setiwan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Op.Cit., hal. 12 22
M. A. Moegni Djojodirdjo, PerbuatanMelawan Hukum. Op.Cit.,hal. 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
keuntungannya yang didapat diharapkan diterimanya
(gederfdewinst).
Perbuatan yang secara langsung melanggar hak subjektif orang
lain merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu
secara langsung melanggar hak subyektif orang lain. Dan menurut pandangan
dewasa ini diisyaratkan adanya pelanggaran terhadap tingkah laku berdasarkan
hukum tertulis maupun tidak tertulis yang seharusnya tidak dilanggar oleh pelaku
dan tidak ada alasan pembenar menurut hukum.23
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
Termasuk ke dalam kategori perbuatan melawan hukum jika itu
merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang.
Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelakunya.
Kewajiban hukum (rechtslicht) adalah suatu kewajiban yang diberikan oleh
hukum terhadap seseorang. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
berarti perbatan tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang baik
berupa suatu keharusan atau larangan. Menurut pendapat umum dewasa ini,
hukum mencakup keseluruhan norma-norma baik tertulis maupun tidak tertulis.
Jadi bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku adalah perbuatan yang
selain bertentangan dengan hukum si pelaku adalah perbuatan yang selain
bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijkplicht), juga bertentangan dengan
hak orang lain menurut Undang-Undang (wettelijkrecht), karena itu juga istilah
yang dipakai adalah onrechtmatigedaad, bukan onwetmatigedaad.
23
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Op.Cit., hal. 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Bertentangan dengan kesusilaan yang baik
Bertentangan dengan kesusilaan yang baik adalah salah satu
perbuatan yang diangap perbuatan melawan hukum. Kesusilaan yang baik
dimaksudkan dengan norma-norma moral, sepanjang dalam kehidupan
masyarakat telah diterima sebagai norma-norma hukum. Utrecht menulis bahwa
yang dimaksudkan dengan kesusilaan adalah semua norma yang ada di dalam
kemasyarakatan, yang tidak merupakan hukum, kebiasaan atau agama.
Bertentangan dengan keharusan dan kepatutan yang harus diindahkan
dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.
Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam
pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda bilamana perbuatan
tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu, yang menurut hukum tidak tertulis
harus diindahkan dalam lalu lintas masyarakat. Kriterium ”bertentangan dengan
kesusilan yang kiranya tercakup dalam kriterium zorgvuldigheid”, yang harus
dilakukan dalam pergaulan masyarakat mengenai benda atau orang lain.
Norma zorgvuldigheid tersebut sekalipun nampak merupakan
kriterium yang tidak penting dibandingkan kriterium lain dalam onrechtmatigheid,
sering diputuskan dalam putusan pengadilan, hal ini membuktikan akan
pentingnya kriterium zorgvuldigheid. Seringkali ditegaskan, bahwa sejak
diterapkannya norma tersebut, ketiga kriteria lainnya tidak diperlukan lagi. Suatu
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik atau
dengan mana dilanggar hak orang lain, selalu merupakan perbuatan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang seyogyanya dilakukan dalam
pergaulan masyarakat.
Suatu perbuatan yang masuk dalam kategori bertentangan
dengan kepatutan apabila:
1. perbuatan tesebut sangat merugikan orang lain tanpa kepentingan
yang layak.
2. perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi
orang lain, yang berdasarkan pemikiran yang normal perlu
diperhatikan.24
Adanya suatu kesalahan
Untuk dapat dituntut berdasarkan perbuatan melawan hukum, pasal
1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan. Pembuat undang-
undang berkehendak dengan adanya unsur kesalahan dalam pasal 1365
KUHPerdata, pelaku perbuatan melawan hukum hanya bertanggung jawab atas
kerugian yang ditimbulkannya bila kerugian tersebut dapat dipersalahkan
kepadanya. Apabila seseorang pada waktu melakukan perbuatan melawan hukum
itu tahu betul bahwa perbuatannya akan berakibat pada suatu keadaan tertentu
yang merugikan pihak lain, maka dapat dikatakan bahwa pada umumnya
seseorang tahu betul akan adanya akibat itu, ialah bahwa seseorang itu tahu akan
24
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum. Pasca Sarjana FH UI, Jakarta: 2003. Hal
46.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
adanya keadaan-keadaan yang menyebabkan kemungkinan akibat itu akan
terjadi.25
Dalam hukum pidana telah diterima asas tidak ada perbuatan pidana
tanpa kesalahan (asas legalitas). Sedangkan dalam hukum perdata tidak ada
pertanggungjawaban untuk akibat-akibat dari perbuatan melawan hukum tanpa
kesalahan.26
Istilah kesalahan juga digunakan dalam arti kealpaan sebagai lawan
dari kesengajaan. Kesalahan mencakup dua pengertian, yaitu:
1. kesalahan dalam arti luas bila terdapat unsur kealpaan dan kesengajaan
2. kesalahan dalam arti sempit bila berupa kesengajaan saja. Unsur kengajaan
akan terpenuhi jika pada waktu seseorang melakukan perbuatan atau pada
waktu melalaikan kewajibannya, ia sudah mengetahui bahwa akibat yang
merugikan itu akan timbul tapi ia tetap melakukan perbuatannya atau
melalaikan kewajibannya atau dapat dikatakan bahwa kesalahan dalam arti
sempit hanya berupa kesengajaan.
Istilah kesalahan ini terletak pada suatu perhubungan
kerohanian (psychisch verband) antara alam pikiran dan perasaan si subjek, dan
perkosaan terhadap suatu kepentingan tertentu.27
Tentang kesalahan ini menurut Voolmar dapat diartikan dalam arti
objektif dan subyektif.28
1. Dalam arti subjektif (konkrit)
25
Ibid., hal 47 26
Ibid., hal. 20 27
Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Op.Cit., hal. 28 28
Ibid., hal 66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Harus dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia
yang normal dapat menduga timbulnya kemungkinan timbulnya
akibat, dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik
untuk berbuat atau tidak berbuat, sehingga apakah pelaku dapat
mencegah timbulnya akibat dari perbuatannya.
2. Dalam arti subyektif (abstrak)
Harus diteliti, apakah si pelaku berdasarkan keahlian yang
dimilikinya akan menduga akibat dari perbuatannya dan apakah
perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya. Apakah keadaan
jiwanya adalah sedemikian rupa sehingga dia dapat menyadari
maksud dan arti perbuatannya. Selain itu, orang yang melakukan
perbuatan melawan hukum harus dapat mempertanggungjwabakan
perbuatannya.
Pembuat undang-undang. Menerapkan sebuah istilah untuk kesalahan
(schuld) dalam beberapa arti, yaitu:
1. pertanggungjawaban si pelaku atas perbuatan dan kerugian
yang ditimbulkan karena perbuatan tersebut.
2. kealpaan, sebagai lawan kesengajaan
3. sifat melawan hukum
Mengenai diperlukannya suatu unsur kesalahan disamping unsur
melawan hukum ada beberapa aliran yang menjelaskan mengenai kedudukan
unsur kesalagan dan melawan hukum serta ketertarikan keduanya, yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
1. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum saja aliran
ini berkembang di Negara Belanda yang dianut oleh Van Oven, menurut
aliran ini unsur kesalahan sudah termasuk ke dalam unsur melawan
hukum. Namun pengertian melawan hukum dalam arti luas yang dimaksud
sudah mencakup unsur kesalahan sehingga unsur kesalahan tidak lagi
dibutuhkan, cukup dengan melawan hukum.29
2. Aliran yang menyatakan cukup hanya dengan unsur kesalahan saja aliran
ini juga berkembang di Belanda dan dianut oleh Van Goudver. Aliran ini
menyatakan bahwa dengan unsur kesalahan sudah termasuk juga unsur
melawan hukum di dalamnya, sehingga tidaklah lagi diperlukan unsur
”melawan hukum” terhadap suatu perbuatan melawan hukum.30
3. Aliran yang menyatakan diperlukan, baik unsur melawan hukum maupun
unsur kesalahan. Aliran ini menyatakan bahwa suatu perbuatan melawan
hukum dan unsur kesalahan sekaligus, karena dalam unsur melawan
hukum saja belum tentu dapat mencakup unsur kesalahan. Kesalahan yang
diisyaratkan oleh hukum dalam perbuatan melawan hukum maupun
”kesalahan sosial”. Dalam hal ini hukum menafsirkan kesalahan sebagai
suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni
sikap yang biasa dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat. Hal
tersebut yang kemudian hidup di dalam masyarakat yang menjadikannya
hal yang wajar.
29
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer) Op,Cit., hal. 12 30
Ibid., hal. 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Van Bemmelen dan Evan Hattum telah mengemukakan adagium
”tiada hukuman tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld) dan Rutten telah
berusaha menerapkan adagium tersebut dalam bidang perdata dengan
mengemukakan tiada pertanggungan gugat atas akibat-akibat daripada
perbuatannya yang melawan hukum tanpa kesalahan atau sebagaimana
dikemukakan oleh Meyers, perbuatan melawan hukum mengharuskan adanya
kesalahan (een onrechtmatige daad verlangt schuld).31
Adanya suatu kerugian (Schade)
Untuk memenuhi unsur 1365 KUHPerdata suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum jika perbuatan
tersebut menimbulkan keruian bagi korban. Akibat dari adanya perbuatan
melawan hukum adalah timbulnya kerugian bagi korban. Kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:
1. Kerugian materiil
yang terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya
diperoleh, dan
2. Kerugian moril atau immaterial yang bersifat idiil
berupa ketakutan, penghinaan, rasa sakit, tekanan jiwa, jatuh
nama baik dan kehilangan kesenangan hidup.
Pada kerugian moril, ganti rugi yang berhubungan dengan tekanan
mental (mental disturbance).32
Merupakan ganti rugi yang biasanya berupa
pemberian sejumlah uang, yang diberikan kepada korban dari perbuatan melawan
31
M. A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Op,Cit., hal. 68 32
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer),Op.Cit., hal.
142
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
hukum disebabkan korban telah menderita tekanan mental atau yang lebih dikenal
dengan ganti rugi immateriil. Ganti rugi immateriil merupakan pemberian
sejumlah uang yang tidak dapat diperhitungkan secara matematis, namun biasaya
ditetapkan pada kebijaksanaan hakim yang diisyaratkan pada jumlah ganti rugi
sewajarnya. Kewajaran dari jumlah ganti rugi tersebut tergantung dari beberapa
keadaan atau hal seperti berat beban mental yang dipikul korban, situasi dan
kedudukan dari korban, situasi dimana perbuatan melawan hukum terjadi, situasi
dan kondisi dimana mental dari korban, situasi dan kondisi dari pelaku, latar
belakang dilakukannya perbuatan melawan hukum, jenis perbuatan melawan
hukum, yakni ada unsur kesengajaan, kelalaian dan tanggung jawab mutlak.
Hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian (oorzakelijk verband)
Dari perumusan pasal 11365 KUHPerdata dapat diktahui bahwa
suatu perbuatan tertentu dapat disebut sebagai sebab (causa efficiens) dari
suatu peristiwa tertentu. Yang dimaksud dengan sebab adalah sesuatu yang
dengan bekerjanya menimbulkan perubahan, yang telah menimbulka akibat.
Hubungan kausal atau hubungan sebab akibat menjadi persyaratan penting karena
untuk membuktikan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
kerugian yang dialami harus terhubung dalam suatu kerangka kausalitas. Dalam
hukum pidana pentingnya ajaran kausalitas ini adalah untuk menentukan siapakah
yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap timbulnya suatu akibat
(strafrechtelijke aansprakelijkheid) dan dalam bidang hukum perdata ajaran
kausalitas digunakan untuk meneliti apakah ada hubungan kausal antara perbuatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat
dipertanggungjawabkan.33
Dalam hukum perdata ajaran kausalitas terutama mengenai
persoalan apakah terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan
kerugian terdapat beberapa teori, yaitu:
1. teori conditio sine qua non dari Von Buri
Teori ini melihat bahwa tiap-tiap masalah yang merupakan syarat untuk
timbulnya suatu akibat adalah menjadi sebab dari akibat.34
Adapun
contohnya adalah:
”A memukul si B sehingga mendapat luka ringan pada kulitnya ,
yang tidak akan mengakibatkan matinya si B, tapi B
membutuhkan pertolongan dokter kemudian B berjalan kaki menuju
rumah dokter. Di tengah jalan B ditabrak mobil yang dikendarai C
sehingga seketika itu juga meninggal.35
Menurut ajaran Von Buri maka perbuatan A memukul B
yang menimbulkan luka ringan harus diangga sebagaip syarat matinya
B setelah menderita luka berat karena ditabrak C tersebut.
2. Teori Adequate (adequate veroorzaking) dari Von Kries Adequate adalah
seimbang, pada teori ini bahwa perbuatan yang harus dianggap sebagai
sebab daripada akibat yang timbul adalah perbuatan yang seimbang
dengan akibat. Dasar untuk menentukan perbuatan yang seimbang tersebut
33
M. A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Op.Cit., hal. 83 34
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Op.Cit., hal. 66 35 M. A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Op.Cit., hal. 83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
adalah perhitungan yang layak, sehingga menurut teori ini digunakan
kriterium ”kemungkinan terbesar”.
3. Teori relatifitas (schutznorm theory) dari Ven Gelein Vitringa Teori ini
mengemukakan bahwa apabila seseorang melakukan perbuatan melawan
hukum, maka ia wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang
ditimbulkan apabila norma yang dilanggar bertujuan untuk melindungi
kepentingan orang yang dirugikan.36
Orang yang menuntut ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan
hukum harus membuktikan, bahwa pada dasarnya si pelaku telah melanggar suatu
norma yang bertujuan melindungi kepentingan orang yang dirugikan. Ini berarti
perbuatan melawan hukum bersifat relatif, yaitu tidak terhadap setiap orang
merupakan perbuatan melawan hukum, tetapi hanya terhadap orang yang
mempunyai kepentingan saja yang dilindungi oleh norma tersebut.37
Misalnya
dalam contoh di suatu daerah ada seorang yangmengaku dokter yang membuka
praktiknya secara illegal, yang tentu mengakibatkan dokter lain di daerah itu
berkurang pasiennya. Sekalipun perbuatan tersebut melawan hukum namun
dokter-dokter lain tersebut tidak dapat menuntut ganti rugi, karena norma yang
dilanggar bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan bukan
melindungi kepentingan penghasilan para dokter tersebut.
36
Rahmad setiwan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Op.Cit., hal. 29. 37
Ibid., hal 29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
D. Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi
Di Indonesia, pengaturan perbuatan melawan hukum dalam KUH
Perdata hanya dalam beberapa pasal saja, sebagaimana juga terjadi di Negara-
negara eropa kontinental lainnya, tetapi dilihat dari kenyataan di lapangan
menunjukan bahwa gugatan perdata yang ada di pengadilan mayoritas ialah
gugatan perbuatan melawan hukum. Yang dimaksudkan dari perbuatan melawan
hokum dalam hal ini ialah sebagai perbuatan melawan hukum dalam bidang
keperdataan, sebab untuk tindakan perbuatan melawan hukum pidana (delik) atau
yang disebut dengan istilah ”perbuatan pidana” mempunyai arti, konotasi dan
pengaturan hukum yang berbeda sama sekali.
Demikian juga dengan perbuatan melawan hukum oleh penguasa
negara atau yang disebut dengan ”onrechtmatige overheidsdaad” juga memiliki
arti, konotasi dan pengaturan hukum yang juga berbeda.38
Maka untuk istilah
perbuatan melawan hukum ini, dalam bahasa belanda disebut dengan
istilah ”onrechtmatige daad” atau dalam bahasa inggris disebut dengan istilah
”Tort”.
Terminologi ”perbuatan melawan hukum” merupakan terjemahan dari kata
onrechtmatige daad yang diatur dalam KUHPerdata buku III tentang perikatan.
Menurut pasal 1233 KUHPerdata,39
sumber perikatan adalah perjanjian dan
undang-undang. Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-
undang saja atau dari undang-undang akibat perbuatan manusia (pasal 1352
38
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer),Op.Cit., hal. 1 39
R. Sukbekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PT Pradnya Paramita, Jakarta
1996. hal 327
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
KUHPerdata).40
Perikatan-periktan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai
akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar
hukum (pasal 1353 KUHPerdata).41
Perlu dibedakan antara perikatan karena
undang-undang (verbintesisuit daad) yang juga mencakup perikatan karena
perbuatan melawan hukum (verbintesis uit onrechtmatige daad) dengan perikatan
karena perjanjian, karena dua bidang tersebut merupakan dua hal yang berbeda.42
Perbedaan diantara keduanya tidak berarti bahwa satu perbuatan tidak dapat
masuk ke dalam dua pengertian ini sekaligus. Jadi suatu perbuatan yang berupa
perbuatan yang tidak memenuhi perjanjian, pada saat yang sama, juga dapat
masuk ke perbuatan melawan hukum. Hal ini dimungkinkan jika disamping tidak
memenuhi perjanjian, perbuatan yang sama juga melanggar kewajiban hukum,
yang diumpamakan dengan kasus:
”Jika dalam suatu perjanjian pengangkutan, barang yang diangkut rusak
karena kesalahan pengangkutan maka biasanya hanya kewajiban yang timbul
dari perjanjian itu saja yang dilanggar, yaitu kewajiban untuk memelihara barang
itu seperlunya. Akan tetapi, apabila di dekat itu ada barang orang lain yang tidak
masuk dalam perjanjian itu yang ikut rusak akibat kelalaian, maka ada
perbuatan melawan hukum.”
Dilihat sepintas lalu, memang wanprestasi juga termasuk
perbuatan melawan hukum karena bagaimanapun juga telah memenuhi unsur-
40
R. Sukbekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PT Pradnya Paramita, Jakarta
1996. Hal. 344
41
Ibid., hal 344 42
H.M Asril Dalam Majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor 4 tahun 1981
Binacipta Jakarta 1981. Hal. 65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
unsur perbuatan melawan hukum. Namun apabila dilihat dari sumber perikatan
dan akibatnya maka akan tampak berbeda.
Sehingga dalam mengajukan gugatan kita harus meyakini apakah
dasar gugatan tersebut merupakan wanprestasi ataukah perbuatan melawan
hukum, hal ini juga diakibatkan tidak adanya kewajiban untuk mempergunakan
pengacara dalam proses beracara di pengadilan di Indonesia, sebagaimana diatur
dalam pasal 118 (1) HIR maka sulit bagi masyarakat awam yang tidak mengerti
hukum untuk menentukan apa dasar gugatan tersebut.43
Dalam hal masyarakat tidak mengetahui secara persis dasar
hukum gugatannya maka dimungkinkan secara lisan maupun tulisan menggugat
atau menghadap ketua pengadilan dengan mengutarakan peristiwa yang terjadi
secara lengkap yang menjadi dasar gugatannya (posita) dan mengemukakan apa
yang
dituntut (petitum). Berdasarkan pasal 119 HIR, ketua pengadilan
dapat memberikan bantuan kepada penggugat yang mengajukan gugatan.44
E. Pembuktian Dalam Perbuatan Melawan Hukum
Dalam hal beban pembuktian, prinsip yang dianut oleh pasal 1365
KUHPerdata yaitu: „liability based on fault‟,dimana beban pembuktian terdapat
pada korban atau penderita. Prinsip „liability based on fault‟ ini sejalan dengan
pasal 1865 KUH Perdata yang menentukan bahwa setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri
maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
43 R. Susilo. RIB/HIR dengan penjelasan. Politea. Bogor. 1995. hal 76
44
Ibid., hal. 79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.45
Dengan
berkembangnya industri yang makin menghasilkan resiko yang bertambah besar
dan makin rumitnya hubungan sebab-akibat maka teori hukum telah
meninggalkan konsep kesalahan dan berpaling ke konsep resiko.46
Konsep
tanggung jawab mutlak diartikan terutama sebagai kewajiban mutlak yang
dihubungkan dengan kewajiban kerusakan yang ditimbulkan. Salah satu
ciri utama tanggung jawab mutlak adalah tidak ada persyaratan tentang perlu
adanya kesalahan.
Namun juga terdapat peraturan perundang-undangan yang
memberikan koreksi terhadap pasal 1365 KUH Perdata yang dianggap tidak
memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat seperti UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 8 Tahun 1999 Perlindungan
Konsumen dimana apabila dalam perkara lingkungan dan perkara perlindungan
konsumen diterapkan prinsip beban pembuktian kesalahan ada pada korban, maka
keadilan tidak akan tercapai karena biaya untuk membuktikan adanya pencemaran
lingkungan atau adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku
usaha tidaklah sedikit, biaya tersebut tidak mungkin dipikul oleh masyarakat kecil
sebagai korban.
Sampai saat ini prinsip tanggung jawab mutlak dalam pasal 1365
KUHPerdata tersebut masih schuldaansprakelijkheid. Strict Liability hanya
diterapkan secara khusus dalam pasal-pasal tertentu misalnya antara lain pasal
1367 KUHPerdata yang mengatur mengenai tanggung jawab terhadap perbuatan
45 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Op.Cit., hal. 22 46 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Op.Cit., hal. 54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
melawan hukum yang dilakukan orang lain misalnya tanggung jawab orang
tua/wali terhadap anak-anaknya yang belum dewasa, majikan-majikan terhadap
bawahan mereka, guru dan kepala tukang bertanggungjawab terhadap murid-
murid dan tukang-tukang mereka.47
47 Paulus Efendi Lotulung. Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Hakim. PT Citra Aditya
Bakti. Bandung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
BAB III
TEORI UMUM MENGENAI PENERBITAN SURAT TAGIHAN
A . Perjanjian
Perjanjian pada KUH Perdata terdapat pada Pasal 1233, perjanjian
melahirkan perikatan,yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih
pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitur dalam
perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditur dalam perjanjian untuk menuntut
pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut.
Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam
perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut.
Dalam hal debitur tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tersebut,
maka kreditur berhak untuk menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang
belum, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang telah
dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan,
dengan atau tidak disertai dengan penggantian berupa bunga, kerugian dan biaya
yang telah dikeluarkan oleh kreditur.
Pengertian Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu
pebuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.48
Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan antara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya .Definisi tersebut oleh para Sarjana
48
Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan
Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Pradnya Paramita,Jakarta.1980.hlm.183
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Hukum dianggap memiliki kelemahan karena disatu pihak kurang lengkap dan
dipihak lainnya terlalu luas. Dianggap kurang lengkap karena hanya merumuskan
perjanjian sepihak saja, padahal dalam kehidupan sehari-hari di samping
perjanjian sepihak juga dapat dijumpai suatu perjanjian yang para pihaknya
mempunyai hak dan kewajiban. Perjanjian inilah yang disebut dengan perjanjian
timbal-balik. Perjanjian timbal-balik ini juga merupakan perjanjian yang
seharusnya tercakup dalam batasan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata
tersebut.49
Atas dasar alasan-alasan itulah maka para Sarjana Hukum merasa perlu
untuk merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian. Subekti
memberikan definisi perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.50
Sudikno Mertokusumo memberikan definisi perjanjian adalah hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum.51
Dalam bentuknya,perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Itulah
sebabnya dikatakan, bahwa perjanjian adalah salah satu sumber utama perikatan.
Dan karenanya ada yang mengatakan, bahwa perjanjian yang diatur di dalam
Pasal 1313 KUHPerdata adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan atau
perjanjian obligatoir. Sebagai dikatakan di depan, perikatan di sini merupakan
49 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung,
hlm.45 50 Ibid,hlm.46 51
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
1991.hlm.97.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam lapangan hukum kekayaan, di
mana pada satu pihak ada hak dan pada pihak yang lain ada kewajiban. Hal itu
berarti, bahwa perjanjian sebagai yang dimaksud oleh Pasal 1313 (baru)
menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban (saja). Ini membedakannya dari
perjanjian-perjanjian yang lain (yang riil). Perjanjian merupakan sumber
terpenting yang melahirkan perikatan. Memang, perikatan itu paling banyak
diterbitkan oleh suatu perjanjian,tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi,ada juga
sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan .Sumber –sumber lain ini tercakup
dengan nama undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari ”Perjanjian” dan
ada perikatan yang lahir dari “Undang-undang”.
Asas adalah pedoman atau patokan serta batas atau rambu dalam mengatur
dan membentuk suatu hal. Asas dalam dalam perjanjian adalah pedoman atau
patokan serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk
perjanjian yang dibuat sehingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku
bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya atau pemenuhannya.
Fungsi asas adalah menjadi batas atau rambu dalam mengatur suatu perjanjian.
Jika diperhatikan rumusan dan pengertian yang telah dijelaskan diatas,
semua hal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian dibuat dengan pengetahuan
dan kehendak bersama dari para pihak, dengan tujuan untuk menciptakan atau
melahirkan kewajiban pada salah satu atau kedua belah pihak yang membuat
perjanjian tersebut. Dengan demikian, sebagaimana telah disinggung, perjanjian
sebagai sumber perikatan berbeda dari sumber perikatan lain, yaitu undang-
undang, berdasarkan pada sifat kesukarelaan dari pihak yang berkewajiban untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
melakukan prestasi terhadap lawan pihaknya dalam perikatan tersebut. Dalam
perjanjian, pihak yang wajib untuk melakukan suatu prestasi, dalam hal ini
debitur, dapat menentukan terlebih dahulu dengan menyesuaikan pada
kemampuannya untuk memenuhi prestasi dan untuk menyelaraskan dengan hak
(dan kewajiban) yang pada lawan pihaknya, apa, kapan, di mana dan bagaimana ia
akan memenuhi prestasinya tersebut52
Untuk menegatahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah
maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Pasal 1320
KUHPerdata menentukan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang diperkenankan.
Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif Krena kedua
syarat tersebut harus dipenuhi oleh subjek hukum.Sedangkan syarat ketiga dan
keempat disebut sebagai syarat objektif karena kedua syarat ini harus dipenuhi
oleh perjanjian53
. Tidak dipenuhinya syarat subjektif akan mengakibatkan suatru
perjanjian menjadi dapat dibatalkan.Maksudnya ialah perjanjian tersebut dapat
menjadi batal apabila ada yang memohonkan untuk pembatalan. Sedangkan tidak
dipenuhinya syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi
52 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, RajaGrafindo
Persada , Jakarta. 2004, hlm. 14 53 Komariah,Hukum Perdata.Malang.Universitas Muhammadiyah Malang.
2002.hlm.175-177
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
hukum .Artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian
dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Berikut adalah penjelasan dari syarat-syarat tersebut.
Sepakat Bagi Mereka Yang Mengikatkan Dirinya
Ialah para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai
hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.54
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Ialah pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap
untuk mebuat perikatan kecuali undang-undnag menenytukan bahwa ia tidak
cacao. Menganai orang-orang yang tidak cakap untuk mebuat suatu perjanjian
dapat kita temukan dalam Pasal 1330 KUH Perdat yaitu :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampua
3. Orang-orang perempuan yang telah kawin.Ketentuan ini menjad hapus
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Karena pasal 31 undang-undang ini menentukan bahwa hak dan kewajiban suami
istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
Suatu Hal tertentu
Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam Pasal 1332 dan 1333 KUH
Perdata. Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa :
54
P.N.H Simanjuntak.Pokok-pokok hukum perdata Indonesia.Djambatan.Jakarta.hlm 334
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menajdi
pokok suatu perjanjian”
Sedangkan Pasal 1333 KUH Perdata menentukan :
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok barang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya”
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja
jumlah itu terkemudian dapat ditentukan dan dihitung.
Suatu Sebab yang di perkenankan
Maksunya adalah isi dari perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang
atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337
KUHPerdata). Selain itu Pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu
perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau
terlarang adalah tidak mepunyai kekuatan hukum.
Jenis – jenis Perjanjian
Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir 55
. Perjanjian obligatoir adalah
perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar
sesuatu. Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak
mewajibkan seseorang untuk emneyerahkan atau membayar sesuatu
Perjanjian Obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Perjanjian sepihak dan Perjanjian timbal balik Adalah perjanjian yang
membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya perjanjian hibab,
55
Komariah,Hukum Perdata.Malang.Universitas Muhammadiyah Malang. 2002.hlm.169
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
perjanjian penanggungan (borgtocht) dan perjanjian pemberian kuasa tanpa upah
sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan prestasi
pada kedua belah pihak, misalnya jual beli.56
2. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban Adalah perjanjian di mana
pihak yang satu meberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya misalnya, hibah,pinjam pakai,pinjam
meminjam tanpa bunga dan penitipan barang tanpa biaya. Sedangkan perjanjian
atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk elakukan
prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain,
contoh perjanjian atas beban adalah jual beli , sewa menyewa dan pinjam
meminjam dengan bunga.57
3. Perjanjian Konsensuil, perjanjian rill dan perjanjian formil Adalah perjanjian
yang mengikat sjak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Contohnya
perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa58
. Sedangkan perjanjian rill
adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan , namun juga
mensyaratkan penyerahan objek perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian
penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai.59
Perjanjian formil adalah perjanjian
yang selain dibutuhkan kata sepakat juga dibutuhkan formlitas tertentu sesuai
56
Herlien Budiono.Ajaran umum hukum perjanjan dan penerapannya di bindang
kenotariatan.Citra aditya.Bandung.2010.hlm 54-55 57
Ibid , hlm 59 58
Komariah,Op.cit.hlm.171 59
Herlien Budiono.Op.cit.,hlm 46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
dengan apa yang sudah diatur oleh undang-undang. Contohnya pembebanan
jaminan fidusia.60
4. Perjanjian bernama,perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran. Adalah
perjanjian khusus diatur dalam undang-undang .Perjanjian tak bernama adalah
perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam undang-undang. Misalnya
perjanjian leasing,franchising dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran
adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian
bernama . Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang meruopakan campuran
dari perjanjian sewa-menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan
(mencuci baju,menyetrika baju, dan membersihkan kamar)61
Perjanjian non Obligatoir terbagi menjadi:
1. Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan dipindahkannya
suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya balik nama atas tanah62
2. Bevift overeenkomst adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu63
3. Liberatoir overeenkomst adalah perjanjian dimana seseorang membebaskan
pihak lain dari suatu kewajiban64
4. Vaststeling overenkomst adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan
mengenai isi dan luas perhubungan hukum di antara para pihak.
60
Ibid.,hlm 47-48 61
Ibid.,hlm35-36 62
Komariah.,Op cit.hlm 171 63
Ibid., hlm 171 64
Ibid.,hlm.172
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
B. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit adalah perjanjian konsensuil antara debitur dan kreditur
(dalam hal bank) yang melahirkan hubungan utang-piutang dimana debitur
berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur dengan
berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati para pihak. Salah satu yang
penting dalam perjanjian kredit adalah tentang jaminan. Pokok-pokok ketentuan
tentang jaminan adalah sifatnya accesoir (melekat pada perjanjian pokok) , yang
berarti bila perjanjian pokok berakhir,maka jaminan juga akan hapus (berakhir).
Kemudian bentuk jaminan tergantung pada jenis objeknya ,yaitu benda tetap
(bergerak), benda bergerak, benda bergerak melebihi 20-M3, benda yang
didirikan dan/atau melekat di atas alas hak milik pihak lain dan benda yang
bertubuh/tak bertubuh. Dengan demikian dalam menentukan jaminan dengan
sejumlah resiko yang melekat padanya.
Setelah perang dunia ke-II, perdagangan antar pulau berkembang
pesatnya, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika. Sejalan dengan
perkembangan perdagangan, berkembang pula dalam dunia perbankan karena
bank merupakan sarana yang utama dalam menyediakan fasilitas modal.
Untuk memperlancar arus perdagangan tersebut, selain uang tunai
digunakan sebagai alat pembayaran, dipergunakan pula bentuk alat pembayaran
lainnya berupa cek, karena cek juga dirasa lebih praktis dan aman. Cek itu adalah
termasuk surat tagihan hutang (schuldvorderingspapier) yang bersifat suatu
“perintah untuk membayar”, sebagaimana halnya sepucuk wesel yang juga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
termasuk surat tagihan hutang yang bersifat perintah untuk membayar65
.
Penggunaan alat pembayaran dalam bentuk cek berkembang dengan pesat pada
saat itu sehingga timbul lah bermacam-macam manipulasi cek termasuk cek
kosong.
Oleh karena semakin banyaknya orang-orang melakukan manipulasi
dengan menggunakan cek kosong, maka pemerintah pada tahun 1964, membuat
dan mengeluarkan suatu undang-undang yang mengatur tentang larangan
penerbitan cek kosong.66
Akan tetapi UU No. 17 Tahun 1964 tersebut dicabut
dengan UU No. 12 tahun 1971. Karena kekhawatiran di kalangan pedagang-
pedagang di Amerika dan Eropa dan juga keengganan untuk mempergunakan
uang tunai dan cek, maka timbul lah gagasan dari kalangan pengusaha bank yaitu
Bank Of America Overseas Bank, menciptakan suatu alat pembayaran yang dirasa
lebih praktis yaitu Americard. Atau dapat disebut juga sebagai credit card (kartu
kredit yang dikeluarkan oleh Bank of America).
Para Pihak Yang Terlibat Kartu Kredit
Perjanjian perjanjian yang terjadi antara para pihak dalam perjanjian
penerbitan dan perjanjian penggunaan kartu kredit yang mengakibatkan adanya
hubungan hukum berupa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Bank penerbit dengan calon pemegang kartu kredit membuat perjanjian
penerbitan kartu kredit. Setelah itu penerbit (issuer) dari kartu ini memberikan
65
Emmy Pangaribuan Simanjuntak. Hukum Dagang Surat-surat Berharga (Seri Hukum
Dagang) Yogyakarta; 1993. Hal 144 66
Undang-Undang Nomor. 17 tahun 1964 tentang Larangan Penerbitan Cek Kosong
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
sejumlah pinjaman kepada pemegang kartu kredit (cardholderuser) sehingga
dapat “meminjam” uang untuk melakukan pembayaran ke merchant. Kartu Kredit
memungkinkan pelanggan untuk “menunda” tagihan mereka, namun akan
menambah denda yang harus mereka bayar.
Pemegang kartu akan melakukan transaksi dengan merchant, kemudian
penandatanganan nota transaksi/sales slip, yang diikuti dengan penyerahan
barang/jasa. Setelah itu pedagang/merchant akan mengajukan klaim uang sesuai
nota transaksi/sales slip. Penerbit/bank penerima tagihan kartu kredit akan
mentransfer uang kepada merchant dengan potongan komisi untuk bank penerima,
misal, 3%. Setelah itu bank penerbit akan melakukan penagihan kartu kredit
kepada pemegang kartu kredit sesuai dengan nota transaksi/sales slip. Pemegang
kartu yang menerima tagihan tersebut akan melakukan pembayaran sesuai dengan
nota transaksi/sales slip. Penerbit akan mengeluarkan tagihan kartu kredit pada
hari yang telah ditentukan dalam satu bulan. Pemegang kartu kredit harus
membayar sebelum masa tenggang berakhir, selebihnya, denda keterlambatan
harus dibayar.
Proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terdapat beberapa pihak yang
terlibat, adapun pihak-pihak tersebut adalah:67
1. Pihak Penerbit (issuer)
Pihak penerbit adalah bank atau lembaga keuangan lain selain bank yang
membuat rekening dan mengeluarkan kartu pembayaran bagi card holder. Pihak
67
Abdul Kadir Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem
Keamanan dan Hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2005, hlm. 16.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
penerbit menjamin pembayaran untuk transaksi yang terotorisasi menggunakan
kartu pembayaran yang dikeluarkannya, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan
oleh pemegang merek kartu dan pemerintah setempat.
2. Pihak Pengelola (acquirer)
Acquirer adalah bank atau lembaga keuangan selain Bank yang melakukan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa:68
a. Financial acquirer, yaitu acquirer yang melakukan pembayaran terlebih
dahulu atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit.69
b. Technical acquirer, yaitu acquirer yang menyediakan saran yang
diperlukan dalam pemrosesan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu;
3. Pihak Pemegang Kartu Kredit (cardholder)
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi pemegang
kartu kredit, yaitu :
a. Penghasilan yang hitungan jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan
fasilitas melalui kartu kredit yang diberikan. Pemenuhan syarat ini dapat
dilihat melalui slip gaji, laporan keuangan usaha, mutasi rekening bank,
dan lain-lain.
b. Kontinuitas penghasilan. Penghasilan yang tinggi tidak menjamin
keberlanjutan dari pemenuhan kewajiban pemegang kartu kredit untuk
memenuhi kewajibannya kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas dari
68
UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat 14. 69
UU Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerbankan Pasal 1 ayat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
penghasilan yang cukup lebih dapat memberikan keyakinan atas
kemampuan calon pemegang kartu kredit untuk melunasi kewajibannya.
c. Niat baik dari calon pemegang kartu kredit untuk selalu memenuhi
kewajibannya. Salah satu cara untuk melihat niat baik dari calon
pemegang kartu kredit adalah dengan melihat apakah calon pemegang
kartu kredit yang bersangkutan termasuk ke dalam daftar hitam milik
bank, bank sentral, atau lembaga keuangan lain. Seseorang yang namanya
tercantum di dalam daftar hitam biasanya dianggap kurang dapat dipercaya
dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
d. Pihak Pemegang barang dan/ atau jasa (merchant)
Merchant adalah pedagang barang dan/ atau jasa yang telah bekerja sama
dengan issuer dan acquirer untuk menerima alat pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit.
Proses permohonan dan penerbitan kartu kredit ada beberapa tahapan yang
harus dilalui, yaitu :
1. Dari segi pemegang kartu kredit Dalam proses pengajuan permohonan
penerbitan kartu kredit, nasabah wajib memenuhi persyaratan sebagaimana
tercantum di dalam formulir aplikasi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Data pribadi
Dicantumkan nama pribadi secara lengkap sesuai dengan identitas
pemohon (KTP, Paspor), nomor identitas, kewarganegaraan, tanggal lahir,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
alamat lengkap pemohon dan status kepemilikannya, serta pendidikan
terakhir pemohon;
b. Data pekerjaan
Data pekerjaan yang dimaksud dengan pekerjaan dapat berwiraswasta atau
pegawai swasta atau kalangan profesional tertentu. Disebutkan nama
perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan departemen,
lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah karyawan;
c. Data penghasilan dan referensi Bank Penghasilan pemohon dihitung
besarnya per tahun dari penghasilan pokok dan penghasilan tambahan.
Aktivitas pemohon dalam menatabukukan penghasilan yang
diperolehnya pada lembaga keuangan bank dan bukan bank disertai
dokumen-dokumen rekening koran, tabungan, deposito, atau
pendukung lainnya;
d. Data kartu tambahan diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan
kartu tambahan. Untuk kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen
pribadi yang dipersyaratkan;
e. Persyaratan pemohon umumnya dalam setiap aplikasi, terdapat
pernyataan dari pemohon tentang kebenaran dari informasi yang
diberikan kepada bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima
alasan-alasan terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan
kesediaan untuk terikat dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-
ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kartu kredit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
2. Dari segi penerbit.
Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh nasabah kemudian akan diproses
dengan memperhatikan segi keamanan, antara lain:
a. Memeriksa keaslian KTP/Paspor;
b. Melakukan cross checking (rating) kepada penerbit lain apabila pemohon
mempunyai kartu kredit lain;
c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia atau Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia;
d. Bila diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan lapangan;
e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji yang ada untuk
menetapkan apakah pemohon layak diberikan kartu kredit.
Setelah pemeriksaan tersebut di atas selesai dilaksanakan, selanjutnya
penerbit akan menentukan apakah permohonan pemohon untuk mendapatkan
kartu kredit disetujui atau tidak disetujui. Apabila disetujui, maka langkah
selanjutnya adalah:
a. Bagian analisa kartu kredit akan mengirimkan data calon pemegang kartu
kredit ke bagian data entry untuk dilakukan pemasukan data ke dalam
database bank;
b. Dilakukan pengecekan silang terhadap data yang dimasukkan dengan
formulir permohonan calon pemegang kartu kredit;
c. Selanjutnya bagian pencetakan kartu mencetak kartu kredit sesuai dengan
daftar permintaan pencetakan (bila terjadi kesalahan cetak, kartu tersebut
akan dimusnahkan dengan suatu berita acara pemusnahan);
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
d. Kartu yang sudah dicetak disimpan pada tempat penyimpanan khusus dan
tercatat yang selanjutnya dikirimkan ke bagian pengiriman kartu;
e. Bagian pengiriman akan mengirimkan kartu kepada pemegang kartu kredit
melalui kurir yang ditunjuk dengan suatu perjanjian khusus, pihak kurir
akan memberikan bukti penerimaan kartu kepada bagian pengiriman
(bank) setelah kartu diterima oleh pemegang kartu kredit. Apabila dalam
jangka waktu tertentu kartu tidak disampaikan kepada pemegang kartu
kredit, kartu tersebut akan dikembalikan ke bank untuk disimpan dan
selanjutnya pihak bank akan mengirimkan pemberitahuan kepada
pemegang kartu kredit untuk mengambil kertu tersebut di kantor penerbit.
Hak dan Kewajiban Penerbit Kartu Kredit
Hak dan kewajiban penerbit kartu kredit tercantum di dalam perjanjian
yang telah ditetapkan oleh penerbit.
a. Bank penerbit/lembaga pembiayaan mempunyai hak-hak sebagai berikut :70
1. Menerima iuran tahunan (annual fee) dan menagih serta memperoleh
pembayaran dari pemegang kartu termasuk bunga, biaya administrasi,
denda, dan sebagainya;
2. Membatalkan/memperpanjang keanggotaan pemegang kartu secara
sepihak, serta menarik kembali kartu kredit baik yang masih berlaku
maupun yang sudah tidak berlaku lagi;
70 Ibrahim, Johannes, Kartu Kredit : Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan PT Refika
Aditama Bandung ,2004, hlm.33.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
3. Menerima uang komisi dari penjual atas tagihan yang dibayarkan secara
langsung oleh penerbit;
4. Menolak transaksi kartu kredit jika pemegang kartu belum memenuhi
kewajibannya kepada penerbit, dan atau penerbit meragukan transaksi
yang dilakukan oleh pemegang kartu.
b. Kewajiban bank penerbit/perusahaan pembiayaan sebagai berikut:
1. Memberikan kartu kredit kepada pemegang kartu;
2. Memberikan informasi yang jelas serta transparan kepada pemegang kartu;
3. Memberitahukan kepada pemegang kartu setiap tagihan dalam periode
tertentu biasanya setiap satu bulan;
4. Memberitahukan kepada pemegang kartu berita mengenai hak, kewajiban,
dan kemudahan baginya.
C . Gambaran Umum Surat Tagihan
Surat Tagihan adalah surat yang dikirmkan dari penjual kepada pembeli
yang isnya mengingatkan supaya phak pembeli segera melunasi sisa pembayaran
yang sudah jatuh tempo. Surat tagihan bukan hanya untuk menagih melainkan
juga untuk memprtahankan hubungan baik dengan phak pembeli sehingga harus
dilakukan dengan bijaksana. Pihak penjual harus mengetahui alasan yang
diberikan pihak pembeli sebagai pertimbangan dalam memberikan jangka waktu
atau tempo pelunasan tagihan tersebut. Mungkin pihak pembeli lupa membayar
karena Kesibukan,kesulitan dalam keuangan atau lagi dalam musibah.
Surat Tagihan ada 3 macam yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
1. Surat Tagihan I isinya masih sekedar mengingatkan pembeli dan
memberikan kelonggaran dalam melunasi hutang dalam bahasa yang
sopan
2. Surat Tagihan II isinya mengingatkan dan sudah mulai mendesak pihak
pembeli untuk segera melunasi dan tetap dalam bahasa yang sopan
3. Surat Tagihan III isinya mengingatkan secara tegas dan menyatakan bahwa
jika belum juga membayar maka pihak penjual akan melaporkan hal tersebut
ke pihak yang berwajib.
Ketika pelanggan kamu berhutang, kamu harus memberikan dia Invoice
secara berkala. Hal tersebut dilakukan agar pelanggan kamu tidak lupa ketika
harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang pembeli. Namun, dalam
beberapa kasus, ada saja pelanggan yang membandel atau pura-pura lupa. Lantas,
apa yang harus kamu lakukan?
Para pengusaha yang telah lama menggeluti bidang tersebut, biasanya
akan mengirimkan surat tagihan kepada para pelanggan yang membandel tersebut.
Dalam konteks lain, surat penagihan tersebut bisa juga dikatakan sebagai surat
hutang karena memang fungsinya sebagai „alat‟ penagih. Namun, bagaimana cara
membuat dokumen tertulis tanpa menyinggung hati pelanggan?
Perasaan tidak enak selalu menjadi „hantu‟ bagi para pengusaha yang hendak
mengirimkan surat hutang kepada pelanggan. Akan tetapi, jika surat tersebut tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
diberikan, hutang bisa menjadi momok tersendiri bagi Laporan Keuangan bisnis
yang kamu geluti.
Surat Hutang dibuat bertujuan agar pelanggan mau melunasi tunggakan
yang ia miliki. Namun, ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, seperti
penggunaan kata kasar ataupun kata-kata non formal. Sebab, bisa saja mereka
lupa membayar karena sibuk dengan urusan lain ataupun ada kegiatan lainnya
yang tidak bisa ditinggalkan.
Dalam membuat Surat Hutang kepada pelanggan, kamu harus memperhatikan
beberapa hal di bawah ini. Atau, kamu bisa juga mencantumkan poin-poin di
bawah ini ke dalam surat yang nantinya akan diberikan kepada mereka. Poin-poin
yang dimaksud adalah:
1. Kepastian belum membayar tunggakan, lihat dari buku Laporan Keuangan.
2. Jumlah Invoice tunggakan yang telah dikirimkan ke pelanggan.
3. Berikan penjelasan mengenai jatuh tempo yang sudah terlewat.
4. Tambah waktu jatuh tempo, sekitar 1 atau 2 minggu dengan harapan tagihan
sudah dilunasi.
Lebih lanjut, Surat Tagihan dikirim sebanyak 3 kali secara bertahap.
Apabila telah mencapai surat yang ketiga, kamu bisa mendatanginya secara
langsung dengan niatan pengambilan pembayaran. Atau, kamu juga bisa
menggunakan jalur hukum apabila hutang yang belum dilunasi berjumlah besar.
Sebab, hal tersebut bisa dihitung sebagai penipuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Surat penagihan pembayaran ini dibuat dan dikirimkan ke Alamat Anda oleh
penjual untuk mengingatkan bahwa Anda harus melakukan pembayaran.
Kewajiban melakukan pembayaran ini dikarenakan Anda masih memiliki hutang
kepada penjual atas barang yang Anda beli.
1. Surat penagihan pembayaran ini memiliki beberapa hal pokok yang
tercantum dalam surat, yaitu:
2. Penjual meminta Anda sebagai pembeli untuk segera melunasi hutang
3. Mencantumkan bukti bahwa Anda belum melunasi/membayar hutang
4. Menjelaskan detail pesanan, pengiriman dan faktur atas pembelian Anda
5. Mengingatkan tanggal jatuh tempo
6. Menuliskan jumlah hutang yang harus di bayar
7. Menuliskan harapan agar Anda sebagai pembeli untuk segera membayar
sesuai dengan batas waktu
Beberapa surat penagihan pembayaran memberikan waktu selama 2 minggu
setelah batas jatuh tempo untuk dikirimkan surat penagihan yang kedua. Jika
dalam surat tagihan yang kedua, pembeli belum juga melunasi tagihan, maka akan
dikirmkan sirat penagihan yang ketiga. Masing-masing penjual memiliki batas
akhir terhadap surat penagihan yang dikirimkan, bisa 3 kali atau selama
mendapatkan itikad baik dari pembeli. Apabila setelah surat penagihan ketiga
pembeli tidak merespon apapun maka permasalahan tagihan ini bisa dibawa
hingga ranah hukum. Pembeli bisa dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang
berlaku.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
BAB IV
ANALISIS YURIDIS ATAS GUGATAN PERBUATAN MELAWAN
HUKUM YANG DILAKUKAN PT. BANK MANDIRI TERHADAP
PENERBITAN SURAT TAGIHAN PALSU
A. Posisi Kasus
Tuan Sutrisno merupakan seorang pungusaha mikro yang bergerak di
bidang kayu meubel, yaitu dalam pembuatan meubel, kusen, meja, buffet, almari
dan sebagainya sesuai pesanan konsumen dengan nama Usaha Dagang (UD)
“Anugerah” sebagai seorang pelaku usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
dengan 2 (dua) tenaga pembantu, bermaksud ingin mengembangkan usaha dengan
cara mengajukan permohonan fasilitas kredit modal usaha kepada lembaga
keuangan. Namun demikian bertolak dari harapan Penggugat secara melawan
hukum Tergugat melalui BM. Div. Kartu Kredit, telah menerbitkan surat taghan
(invoice) tertanggal 6 Maret 2013, atas tunggakan penggunaan kartu kredit senilai
Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah), padahal penggugat tidak pernah melakukan
perjanjian penggunaan fasilitas kartu kredit Tergugat, apalagi melakukan transaksi
pembelian dengan kartu kredit Tergugat. Penggugat tidak pernah melakukan
perjanjian dan menggnakan fasilitas kartu kredit Tergugat (Tergugat lalai), dalam
surat tagihan (invoice) a quo jelas dan nyata terdapat perbedaan nama dan Alamat
usaha penggugat, dikarenakan tertulis a/n CV. “Mulia Jaya” Jl. Raya Puncang
sawit No. 205, RT.003/RW.005, Kel. Puncangsawit, Kec. jebres, Kota Surakarta
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Penggugat telah berulang kali berusaha menyelesaikan permasalahan a
quo baik secara lisan maupun surat, yaitu sebagai berikut :
1. Surat tertanggal 7 Februari 2014;
2. Surat tertanggal 14 Februari 2014;
3. Surat tertanggal 23 Februari 2014;
Namun demikian, tidak terdapatnya iktikad baik dari Tergugat untuk
menyelesaikan permasalahan a quo. dengan demikian jelas dan nyata Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) yang merugikan
kepentingan penggugat baik secara materil dan non-materil.
1). Konpensi
PT. Bank Mandiri secara Melawan Hukum telah menerbitkan Surat
Tagihan Palsu atas Penggugat yang mengakibatkan Penggugat di Blacklist oleh
Bank Indonesia sehingga tidak dapat membuat permohonan fasilitas kredit kepada
Lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu Tuan Sutrisno mengajukan Gugatan
kepada PT. Bank Mandiri dengan dalil-dalil sebagai berikut :
1. PT. Bank Mandiri melakukan kelalaian sehingga melakukan Perbuatan
Melawan Hukum, di samping surat tagihan (invoice) cacat formil, maka
terhadap surat tagihan tanggal 6 Maret 2013 haruslah dinyatakan batal
demi hukum dengan segala akibat ukumnya;
2. PT. Bank Mandiri atas perbuatan melawan hukum mengakibatkan
permohonan fasilitas kredit modal usaha Penggugat di tolak oleh beberapa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
lembaga keuangan tersebut, maka jelas dan nyata penggugat mengalami
kerugian secara materill.
3. PT. Bank Mandiri atas perbuatan melawan hukum membuat 2 (dua)
tenaga pekerja Penggugat bersikap curiga dan menaruh sikap tidak percaya
lagi kepada penggugat, keluarga penggugat merasa malu kepada tetangga
karena telah di black list oleh Bank Indonesia, sehingga jelas dan nyata
merugikan kepentingan non- materill Penggugat.
Berdasarkan dalil-dalil di atas maka Tuan Sutrisno menganggap tindakan
PT. Bank Mandiri betentangan dengan hukum. Oleh karena itu Tuan Sutrisno
mengajukan tuntutan dalam pokok perkara, yaitu :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan yang diletakkan Penggugat;
3. Menyatakan Tergugat telah lalai dan melakukan Perbuatan Melawan
Hukum karena penerbitan surat tagihan (invoice) tanggal 6 maret 2013;
4. Menyatakan Surat Tagihan (invoice) tanggal 6 maret 2013 adalah batal
demi hukum dengan segala akibat hukumnya, dikarenakan cacat formil;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materill Penggugat
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yang dibayar secara tunai
dan seketika;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian non-materill
penggugat sebesar Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) yang dibayar
secara tunai dan seketika;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
7. Menghukum Tergugat menyerahkan sebidang tanah berikt bangunan yang
berdiri di atasnya a/n PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk, Kantor
Cabang Solo Sriwedari terletak di JL. Brigjend Slamet Riyadi No. 249
Surakarta, Jawa tengah,dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Utara : Hak Milik - Selatan : Jalan Raya
b. Timur : Hak Milik - Barat : Hak Milik
c. Secara sukarela dan tanpa syarat kepada Penggugat, apabila perlu
dengan menggunakan bantuan alat Negara dan juru sita Pengadilan
Negeri Surakarta untuk dilakukan penjualan secara umum (lelang
terbuka);
8. Menghukum Tergugat untuk melaksanakan putusan terlebih dahulu,
walaupun terdapat upaya verzet, banding maupun kasasi (uit voerbaar bij
voorraad).
9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara
a quo;
Dalam pokok perkara PT. Bank Mandiri menolak seluruhnya dalil-dalil
Penggugat kecuali terhdap hal-hal yang diakui secara tegas. PT. Bank Mandiri
juga kebaratan dengan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Bahwa unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penanganan
produk kartu kredit sejak proses aplikasi, analisa, dan persetujuan,
hingga pengawasan adalah Kantor Pusat Tergugat yang
berkedudukan hukum di Jakarta Selatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
2. Bahwa Cabang Tergugat tidak memiliki kewenangan dan tanggung
jawab apapun atas hubungan hukum yang timbul antara Tergugat
dengan Nasabah Kartu Kredit, Sehingga gugatan terhadap
permasalahan yang timbul tidak dapat dipertanggungjawab kan
kepada Cabang Tergugat.
3. Bahwa atas dasar fakta hukum tersebut di atas maka gugatan yang
diajukan oleh Penggugat tersebut telah keliru dan salah, karena
Penggugat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri
Surakarta yang bukam merupakan Wilayah domisili Tergugat,
seharusnya yang benar bahwa mengingat Tergugat berdomisili di
wilayah hukum Jakarta Selatan maka penanganan perkara a quo
seharusnya diajukan melalui Pengadilan Jakarta Selatan;
4. Dengan demikian, Tergugat mohon kepada majelis hakim
Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa Perkara a quo agar
menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang untuk memeriksa perkara a
quo.
2). Rekonpensi
Dalam rekonpensi atau gugat balik, PT. Bank Mandiri
menyampaikan beberapa dalil-dalil, yaitu :
1. Bahwa hal-hal yang telah disebutkan dalam Eksepsi sepanjang terkait dengan
Pokok Perkara mohon dianggap tercantum dan terulang kembali di sini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
2. Bahwa sebelum Tergugat memberikan tanggapan terhadap gugatan Penggugat,
terlebih dahulu Tergugat akan menyampaikan fakta-fakta hukum sbb:
a. Bahwa bulan januari 2013, Penggugat telah mengajuka permohonan
fasilitas Kartu Kredit kepada tergugat.
b. Bahwa atas permohonan penggugat tersebut, tergugat telah melakukan
proses penilaian. Tergugat mengakui dalam surat pengaduan tanggal 27
Desember 2013 telah dihubungi melalui telepon oleh petugas Tergugat
atas permohonan yang diajukannya.
c. Bahwa berdasarkan proses penilaian permohonana Penggugat telah
disetujui dengan limit Rp.8.000.000,- dan kartu kredit telah dikirimkan ke
alamat sesuai yang dicantumkan penggugat dalam aplikasi yang telah
ditanda tanganinya.
d. Bahwa berdasarkan data Tergugat, kartu kredit di aktifkan dan di
digunakan pada tanggal 28 Maret 2013 sebesar Rp. 7.990.500,-
e. Bahwa atas penggunaan kartu kredit tersebut telah ditagihkan oleh
Tergugat kepada Penggugat melalui alamat yang disebut Penggugat dalam
aplikasi yang ditandatanganinya.
. f. Bahwa atas penagihan yang disampaikan Tergugat, Penggugat tidak
pernah melakukan pembayaran, hingga akhirnya kartu kredit atas nama
Penggugat sesuai ketentuan yang berlaku harus dilaporkan Tergugat
kepada Bank Indonesia sebagai kartu kredit bermasalah karena memiliki
tunggakan tagihan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
. g. Bahwa hingga akhirnya Tergugat menerima pengaduan dari Penggugat
pada tanggal 27 Desember 2013 yang pada intinya menjelaskan hal
sebagai berikut :
1) Bahwa memang benar Penggugat pernah mengajukan
permohonan kartu kredit;
2) Bahwa memang benar Penggugat pernah dihubungi petugas
Tergugat untuk kepentingan memproses permohonan kartu
kredit yang diajukan Penggugat;
3) Bahwa Penggugat tidak pernah menerima kartu kredit
tersebut namun Penggugat menerima tagihan kartu kredit
sehingga Penggugat tidak bisa mengajukan pinjaman di
bank;
h. Bahwa atas keluhan Penggugat dimaksud, Tergugat telah melakukan
proses investigasi dan hasil investigasi dimaksud telah disampaikan
kepada Penggugat sesuai surat Nomor CFS.CCD/CSD.3261/2014 tanggal
30 april 2014, yang pada intinya menyampaikan :
1. Kartu kredit Mandiri yang pernah diterbitkan bukan
merupakan kartu kredit Penggugat sehingga transaksi yang
timbul bukan merupakan transaksi yang dilakukan
Penggugat;
2. Proses penghapusan nama Penggugat dari Sistem Informasi
Debitur Bank Indonesia baru dapat dilakukan periode bulan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
April 2014 dan akan ter-update setelah tanggal 12 Mei
2014;
3. Bahwa dalam gugatannya Penggugat telah mendlilkan bahwa permohonan
fasilitas kredit modal usaha Tergugat kepada sejumlah lembaga keuangan telah
ditolak, yaitu :
a. Dari PT.Permodalan Nasional Madani (Persero) UlaMM Wonogiri melalui
surat Nomor 01/rjct/wngr/1/2014 tanggal 10 Januari 2014;
b. Dari PT.Bank Bukopin Cabang Pembantu 31-Primkopti Wonogiri melalui surat
Nomor 18479/TSL/TOLAK/2014 tanggal 12 Februari 2014;
c. Dari PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk Kantor Cabang Wonogiri melalui surat
Keterangan tanggal 11 Februari 2014 ;
4. Bahwa Penggugat mendalilkan penolakan permohonan kredit Penggugat
tersebut di atas disebabkan masuknya nama Penggugat ke dalam daftar debitur
bermasalah Bank Indonesia yang disebabkan adanya tunggakan kartu kredit dari
Tergugat senilai Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah).
5. Bahwa Tergugat membantah keseluruhan dalil Penggugat tersebut dengan
alasan :
a. Bahwa Tergugat menerima permohonan dari Penggugat
sebagaimana telad diakui oleh Penggugat sendiri;
b. Bahwa Tergugat telah melakukan proses penilaian terhadap
permohonan Penggugat tersebut antara lain dengan melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
wawancara melalui telepon. Dalam wawancara dilakukan
konfirmasi ulang atas data yang tercantum dalam aplikasi dan tidak
terdapat sanggahan maupun koreksi dari Penggugat, sehingga
Tergugat menilai apliakasi Penggugat benar adanya. Hal ini lazim
dilakukan dalam praktek perbankan untuk proses penelitian
aplikasi kartu kredit;
c. Bahwa Tergugat telah menyetujui permohonan Penggugat tersebut
sehingga Tergugat mengirimkan kartu kredit yang dimohonkan ke
alamat yang dituliskan Penggugat dalam aplikasinya;
d. Bahwa secara faktual terhadap kartu kredit yang diajukan
Penggugat telah diterima dan telah diaktifkan untuk kemudia pada
tanggal 28 Maret 2013 telah dipergunakan sehingga menimbulkan
tagihan sebesar Rp. 7.990.500,- (tujuh juta Sembilan ratus
Sembilan puluh lima ratus rupiah);
e. Bahwa namun demikian terhadap tagihan tersebut tidak dilakukan
pembayaran kembali hingga kewajiban atas pembayaran kembali
tersebut digolongkan tagihan kartu kredit bermasalah (non
performing);
f. Bahwa sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007
tanggal 30 Nopember 2007 tentang Sistem Informasi Debitur dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/47/DPNP tanggal 23
Desember 2008 tentang Sistem Informasi Debitur, maka Tergugat
selaku bank yang menyalurkan pinjaman dalam bentuk kredit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
(termasuk di dalamnya kartu kredit) berkewajiban melaporkan
keseluruhan dan kualitas kredit yang disalurkannya, termasuk kartu
kredit atas nama Penggugat, Pelanggaran terhadap ketentuan
dimaksud dapat berpengaruh pada penilaian kesehatan bank
terhadap Tergugat;
g. Bahwa oleh karenanya berdasarkan data faktual yang diterima
Tergugat terkait kualitas kredit yang mengatasnamankan
Penggugat wajib pula dilaporkan Tergugat dalam Sistem Informasi
Debitur Bank Indonesia (SID BI) ;
h. Bahwa SID BI bukan merupakan alasan bagi kreditur untuk
menyetujui atau menolak suatu surat permohonan kredit, karena
tujuan adanya SID BI adalah dalam rangka memperlancar proses
Penyediaan Dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi
kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku serta
meningkatkan disiplin pasar. Informasi Debitur yang diperoleh
hanya dapat digunakan untuk keperluan dalam rangka kelancaran
proses Penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, dan
identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku;
i. Bahwa oleh karenanya akurasi data dlam SID BI digantungkan
pada validitas data yang diperoleh Pelapor dari Debitur sendiri;
j. Bahwa aplikasi/permohonan kartu kredit Penggugat telah
ditandatangani oleh Penggugat sendiri dengan dilampiri data yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
telah diyakini kebenarannya melalui proses konfirmasi yang
dilakukan Tergugat kepada Penggugat sendiri, sehingga Tergugat
berkeyakinan data dimaksud layak untuk menjadi dasar pelaporan
SID BI;
k. Bahwa oleh karenanya tidak diragukan lagi pelaporan Tergugat
dalam SID BI menganai Kartu Kredit atas nama Penggugat adalah
benar adanya;
l. Bahwa apabila kemudian Penggugat menyanggah data bahwa
nama dimaksud dalam SID BI sebagai pemegang kartu kredit yang
diterbitkan Tergugat atas nama Penggugat maka pada dasarnya
Penggugat telah menyanggah tanda tangan yang telah diakuinya
dalam aplikasi/permohonan kartu kredit yang diajukannya dan
telah pula dikonfirmasi oleh Tergugat kepada Penggugat. Sikap
Penggugat demikian sungguh kontradiktif dan tidak konsisten
karena di satu sisi Penggugat mengakui telah mengajukan aplikasi
dan telah mengkonfirmasi aplikasi dimaksud kepada Tergugat,
namun di lain pihak Penggugat telah menyanggahnya pula;
m. Bahwa apabila pun yang terjadi adalah kekeliruan data, maka pada
dasarnya kekeliruan data tersebut tidak dapat dipertanggung
jawabkan sebagai kesalahan Tergugat karena data yang
dipergunakan Tergugat adalah data yang bersumber dari Penggugat
sendiri;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
n. Bahwa apabila kemudian Penggugat mempermasalahkan daftar
SID BI sebagai penyebab ditolaknya permohonan kredit Penggugat
kepada sejumlah lembaga keuangan, maka Tergugat dengan ini
mensomasi Penggugat untuk membuktikan bahwa ditolaknya
permohonan kredit Penggugat memang semata-mata disebabkan
dicantumkannya nama Penggugat dalam daftar SID BI oleh
Tergugat. Satu dan lain hal, proses analisa atas kelayakan
pemberian kredit didasarkan pada aspek karakter (character),
kemampuan mengembalikan utang(capacity), jaminan (collateral),
capital (modal) dan kondisi perekonomian (codition of economy),
sehingga SID BI bukan merupakan petimbangan utama dan satu-
satunya dalam menilai kelayakan pemberian kredit.
6. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa timbilnya
kekeliruan tidak dapat dibebankan terhadap Tergugat, karena kekeliruan tersebut
disebabkan Penggugat telah mengkonfirmasi permohonan yang diajukan
Penggugat kepada Tergugat sehingga Penggugat menyatakan data yang diajukan
Penggugat adalah benar adanya;
7. Bahwa Terdapat telah menjalankan proses atas dasar Iktikad baik dan tanpa ada
maksud melakukan perbuatan melawan hukum yang meneyebabkan hal yang
dinilai Penggugat sebagai kerugian;
8. Bahwa oleh karenanya Tergugat menolak posita dan petitum Penggugat
mengenai tuntutan ganti kerugian baik materil maupun immaterial;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
9. Bahwa Tergugat dengan tegas menolak pula peletakan sita atas tanah berikut
bangunan Cabang Solo Sriwedari karena bersifat mengada-ada dan tidak berdasar
hukum;
10. Bahwa Tergugat dengan demikian tentu menolak pula tuntutan Penggugat
untuk melaksanakan putusan terlebih dahulu karena tidak berdasar hukum;
11. Bahwa demikian juga, Tergugat menolak posita gugatan Penggugat yang
meminta agar biaya perkara dibebankan kepada Para Tergugat;
12. Bahwa berdarkan fakta-fakta hukum sebagaimana tercantum pada butir-butir 1
sampai dengan butir 8 di atas, maka Tergugat T I menolak seluruh dalil gugatan
dan petitum yang diajukan oleh Penggugat.
B. Putusan Kasus
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menimbang, bahwa
setelah dicermati gugatan penggugat konpensi, yaitu Tuan Sutrisno dan Jawaban
dari PT. Bank Mandiri serta memperhatikan pula bukti-bukti surat serta saksi
yang diajukan oleh kedua belah pihak yang berperkara ini ialah menyangkut
masalah Penerbitan Surat tagihan palsu antara Tuan Sutrisno dengan PT. Bank
Mandiri. PT, Bank Mandiri dan pihak-pihak yang terkait telah melakukan suatu
perbuatan melawan hukum yang merugikan Tuan Sutrisno karena telah
menerbitkan surat tagihan palsu, sedangkan tuan sutrisno merasa belum menerima
dan tidak pernah menggunakan kartu kredit tersebut karena bukan alamat
Penggugat tetapi Tergugat tetap mengeluarkan tagihan tunggakan kartu kredit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Majelis Hakim dalam pertimbangannya, juga menimbang bahwa apabila
pengertian perbuatan melawan hukum seperti dalam pasal 1365 KUHPerdata
yang menjelaskan bahwa:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian bagi
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menertibkan
kerugian itu, mengganti kerugian itu”
Dan berdasarkan doktrin-doktrin dan yurisprudensi kriteria perbuatan
melawan hukum, Yaitu:
1. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.
2. Perbuatan bertentangan dengan hak subjektif orang lain.
3. Perbuatan yang betentangan dengan tata susila.
4. Perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan
kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang
baik.
Bahwa setelah dihubungkan pengertian Perbuatan Melawan Hukum
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dan doktrin-doktrin serta Yurisprudensi
dengan dalil Gugatan Tuan Sutrisno dan fakta hukum yang terungkap di
persidangan yang didasarkan pada pengakuan pihak-pihak yang berperkara dan
bukti surat yang diajukan oleh para pihak, maka Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan atau setidak-tidaknya menyatakan
tidak dapat diterimanya gugatan PT. Bank Mandiri dalam pokok perkara. Dan
dalam rekonpensi, Majelis Hakim Pengadilan Negara Jakarta Selatan :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan
Hukum;
3. Menyatakan Surat Tagihan (invoice) tertanggal 6 Maret 2013
adalah batal demi hukum dan cacat formil;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugikepada
Penggugat sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah);
5. Membebankan Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini sebesar Rp. 231.000,- (dua ratus tiga puluh satu ribu
rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
C. Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang
dilakukan PT. Bank Mandiri terhadap Surat Tagihan Palsu.
Penulis akan melakukan analisi terhadap Kasus Tuan Sutrisno dan PT.
Bank Mandiri. Untuk mengetahui siapakah yang sebenarnya melakukan suatu
Perbuatan Melawan Hukum, maka harus dilihat apakah perbuatan dari pihak-
pihak tersebut telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Unsur-
unsur Perbuatan melawan hukum adalah syarat-syarat materill yang harus
dipenuhi secara keseluruhan agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai
suatu perbuatan melawan hukum sehingga dapat dijadikan dasar untuk menuntut
ganti rugi. Berdasarkan Bukti-bukti dalam kasus Tuan Sutrisno dan PT. Bank
Mandiri. Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata
dibawah ini akan diuraikan apakah perbuatan–perbuatan PT. Bank Mandiri
memenuhi unsur perbuatan melawan hukum:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
1. Adanya suatu perbuatan
Perbuatan yang dimaksud tidak hanya perbuatan yang bersifat aktif,
namun juga meliputi perbuatan yang bersifat pasif. Perbuatan aktif atau yang
disebut dengan perbuatan positif adalah suatu perbuatan yang dengan positif
dilakukan oleh seseorang dengan sengaja dan perbuatan tersebut menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Sedangkan perbuatan yang pasif atau negative adalah
dengan tidak melakukan suatu perbuatan, dapat menimbulkan kerugian bagi orang
lain. PT. Bank Mandiri dalam hal ini melakukan perbuatan aktif menyebabkan
kerugian pada pihak lain, dengan tidak adanya permohonan dari tuan sutrisno
terhadap fasilitas kartu kredit kepada PT. Bank Mandiri lalu pada tanggal 6 Maret
2013 mengeluarkan surat tagihan dengan jumlah Rp. 8.000.000,- (delapan juta
rupiah) dan mengakibatkan tuan sutrisno di black list oleh Bank Indonesia
sehingga tuan sutrisno tidak dapat meminjam kepada lembaga keuangan lainnya.
2. Perbuatan yang bersifat melawan hukum
Pengertian suatu perbuatan yang melawan hukum seperti dalam ketentuan
pasal 1365 KUH Perdata selain perbuatan yang bertentangan dengan undang-
undang juga meliputi perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum
sendiri dan kesusilaan. Suatu perbuatan yang dapat dikatakan sebagai perbuatan
melawan hukum apabila:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
1. Melanggar Hak Subjektif Orang lain.
Dalam arti, melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh hukum
kepada seseorang seperti hak-hak perorangan dan hak-hak atas kekayaan /
kebendaan.
2. Bertentangan dengan Kewajiban Hukum si pelaku.
Perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku, bertentangan dengan ketentuan
dalam undang-undang baik yang merupakan suatu keharusan, larangan,
tertulis maupun tidak tertulis.
3. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Kaidah kesusilaan berhubungan akhlak pribadi manusia yang dapat
menentukan tindakannya tergolong perbuatan yang baik atau jahat.
4. Bertentangan dengan Kepatutan dalam masyarakat.
Kaedah ini ditujukan kepada sikap dari pelaku yang bersifat konkrit dami
ketertiban masyarakat dan bertujuan untuk menciptakan perdamaian, tata
tertib dalam lalu lintas antar manusia yang bersfat lahiriah71
. Yang
termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan adalah :
a. Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang
layak.
71
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum.Citra Aditya
Bakti.Bandung.1993 hal 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
b. Pebuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi
orang lain, yang berdasarkan pemikiran yang normal perlu
diperhatikan.
Penerbitan surat tagihan palsu yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri
ialah melanggar hukum karena Tuan sutrisno merasa tidak merasa mengajukan
pembuatan fasilitas kartu kredit kepada PT. Bank Mandiri tetapi tertanggal 6
Maret 2013 PT.Bank Mandiri mengeluarkan Surat tagihan menyakatan Tuan
sutrisno memiliki tunggakan sebear Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah) dan
menyebabkan Usahan Meubel yang didirikan Tuan Sutrisno di blacklist oleh Bank
Indonesia karena kredit macet dan mengakibatkan tuan sutrisno tidak dapat
meminjam di lembaga kauangan lainnya.
3. Adanya Kesalahan.
Kesalahan terjadi apabila pelaku tidak menginginkan timbulnya akibat
yang terjadi, tetapi ketika melakukan perbuatan tidak mengupayakan kehati-hatian
yang diperlukan sehingga akibat yang tidak dinginkan terjadi. Pasal 1366
KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, namun juga untuk kerugian yang
sebabkan oleh kelalaian.
4 Adanya Kerugian yang timbulkan.
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
a. Kerugian materil yang terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan
keuntungan yang seharusnya diperoleh.
b. Kerugian moril yang bersifat idiil, berupa ketakutan,rasa sakit, dan
kehilangan kesenangan hidup.
Ganti rugi immaterial dilakukan dengan pemberian sejumlah uang yang
biasanya ditetapka pada kebijaksanaan hakim yang diisyaratkan pada
jumlah ganti rugi yang sewajarnya. Kewajaran dari jumlah ganti rugi
tergantung dari keadaaan atau kondisi kedua belah pihak. Kerugian-
kerugian yang timbul dalam kasus ini ialah melainkan dari Pihak Tuan
Sutrisno.
5. Terdapat hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Suatu perbuatan tertantu merupakan sebab dari suatu peristiwa tertentu.
Hubungan kausal atau sebab akibat menjadi syarat yang penting karena
untuk membuktikan antara dilakukannya suatu perbuatan melawan hukum
dengan kerugian yang dialami memiliki suatu alur sebab akibat.
Perbuatan yang dilakukan PT. Bank Mandiri mengakibatkan kerugian bagi
Usaha Dagang Tuan sutrisno karena kelalaian dalam mengeluarkan surat
tagihan yang menyatakan Usaha Dagang Tuan sutrisno mengalami
tunggakan sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah).
Dengan terpenuhinya kelima unsur tersebut secara kumulatif, maka
PT. Bank Mandiri dapat dikatakan telah melakukan suatu perbuatan
melawan hukum. Perbuatan yang dilakukan PT. Bank Mandiri memenuhi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
unsur-unsur perbuatan melawan hukum, dimana PT. Bank Mandiri tidak
beriktikad baik dengan Tuan sutrisno setelah penerbitan surat tagihan
tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai tanggung
jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat melalui fasilitas pemberian
kredit guna memberikan dana untuk setiap bidang usaha masyarakat seperti salah
satunya kredit modal usaha yaitu kredit yang diberikan untuk kepentingan
kelancaran modal usaha yang sesuai dengan tujuan perbankan yang diatur dalam
Undang-Undang perbankan.
Bank dalam melakukan perjanjian kredit dimungkinkan untuk melakukan
suatu perbuatan yang melawan hukum apabila tindakannya menyebabkan
kerugian bagi kepentingan pihak lain, dalam hal ini ialah nasabahnya. Terhadap
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh bank dapat dilakukan gugatan
perdata ke pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan guna menuntut
pemenuhan hak atau ganti kerugian.
Akibat debitur yang lalai terhadap perbuatan yang dilakukannya
menjadikan kerugian untuk
1. Tindakan yang dilakukan oleh PT.Bank Mandiri ialah telah lalai dalam
Penerbitan Surat Tagihan Tersebut dan tidak menunjukkan Iktikad baik
setelah adanya Gugatan dari Usaha Dagang Tuan Sutrisno, PT. Bank
Mandiri menjelaskan bahwa memang tuan sutrisno memiliki tunggakan
76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah) yang menyebabkan di black
list-nya Usaha Dagang milik Tuan Sutrisno.
2. Bahwa Usaha Dagang milik Tuan Sutrisno merasa tidak pernah membuat
perjanjian mengenai fasilitas kartu kredit.
3. Akibat dari Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Bank
Mandiri Usaha Dagang milik bapak sutrisno tidak diberikan izin untuk
meminjam uang pada Lembaga keuangan lain,dikarenakan masalah kredit
macet yang diduga di alami oleh Usaha Dagang Tuan Sutrisno.
Hal-hal diatas merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
PT. Bank Mandiri terhadap Usaha Dagang Tuan Sutrisno. Oleh karena itu, Tuan
Sutrisno selaku pihak yang dirugikan dapat juga melakukan gugatan perdata ke
pengadilan untuk menuntut pemenuhan hak dan atau ganti kerugian dengan dalil
debitur telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang menyebabkan
kerugian bagi kepentingan Usaha dagang milik Tuan Sutrisno.
Dengan terpenuhinya kelima unsur secara kumulatif yang terkandung
dalam ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata dimana suatu perbuatan dapat
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, kalau bertentangan dengan hak
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri atau
bertentangan dengan kesusilaan yang baik atau bertentangan dengan keharusan
yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau
benda atau menyebabkan kerugian bagi orang lain. Maka PT. Bank Mandiri telah
melakukan suatu perbuatan melawan hukum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
B. Saran
1. Pihak Bank dan Nasabah dalam setiap Perjanjian harus jelas isi dan syarat-
syarat Perjanjian yang akan dibuat. Mengenai pembukuan dalam
penerbitan kartu kredit harus melalui prosedur yang transparan, adanya
edukasi kepada para pihak mengenai Perjanjian agar teliti sehingga
nantinya pihak Bank ataupun Nasabah tidak merasa dirugikan.
2. Kepada pihak nasabah yang akan melakukan Perjanjian Kredit contohnya
harus memilih dan memilah tempat untuk melakukan perjanjian, mengenai
segala masalah yang akan terjadi kedepannya harus dapat diatasi apalagi
perjanjian yang menyangkut lemaga keuangan maka pihak nasabah harus
selalu teliti.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Agustina Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana UI. Jakarta.2003
Ansari Tampil Siregar, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi,PT.Pustaka
Bangsa Press.Jakrta.2005.
Badrulzaman Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata-buku III, Hukum
Perikatan dengan Penjelasan,PT.Aditya Bakti.Bandung.2015
Budiono Herlien.Ajaran umum hukum perjanjan dan penerapannya di bindang
kenotariatan.Citra aditya.Bandung.2010.
Barkatullah Abdul Kadir dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem
Keamanan dan Hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2005,
Crabb John H The French Civil Code, (as amended to July 1, 1976) Translated
with an introduction, (New Jersey: Fred B. Rothman & Co, 1997),
Djojodikoro.M. A. Moegni, PerbuatanMelawan Hukum. Pradnya Paramitha.1992
Engelbrecht, de Wetboeken, Wetten en Verordeningen Benevens De Grondwet
Van De Republiek Indonesie (Jakarta: P. T. Ichtiar baru-Van Hoeve
1984).
Fuady Munir.perbuatan melawan hukum (pendekatan kontemporer), Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2002
Gautama Sudargo, Pengertian Tentang Negara Hukum, (Bandung: Alumni,
1973).
Harun, H. M. Hazniel.Perjanjian kredit Bank, Jakarta: Yayasan tritura.
79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
H.P.N. Simanjuntak.Pokok-pokok hukum perdata Indonesia.Djambatan.Jakarta
Ikhsan Edy dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum
Sebagai Bahan Ajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan.
2009.
Ibrahim Johanes , Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, PT
Refika Aditama, Bandung: 2004.
Ismail, Managemen Perbankan, Kencana Pernada Media Group Jakarta: 2010.
Komariah,Hukum Perdata.Malang.Universitas Muhammadiyah Malang. 2002.
Lotulung,Paulus Effendi. Penegakan Hukum Lingkungan oleh hakikPT.Citra
Aditya Bakti, Bandung:
Muhammad Abdulkadir, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga,Alumni,
Bandung: 1979.
Muljadi Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, RajaGrafindo
Persada , Jakarta. 2004.
Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta.
1991.
Prodjodikoro Wirjono, Perbuatan Melanggar Hukum Dipamdang Dari Sudut
Hukum Perdata,Mandar maju.Bandung.1953
Pangaribuan Emmy Simanjuntak. Hukum Dagang Surat-surat Berharga (Seri
Hukum Dagang) Yogyakarta; 1993.
Purwaningsih Endang, Hukum Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta : 2010.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Purbacaraka Purnadi dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum.Citra Aditya
Bakti.Bandung.1993
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan,Mandar Maju.Bandung.1994
Setiawan. Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung: Alumni,
1992
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press.Jakarta.2005.
Subekti,Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia,Cipta Aditya Bakti.Bandung.1991.
Setiawan, Rahmat. Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Bandung:
Alumni, 1982.
Widjaja Gunawan, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia
Pustaka Utama Jakarta: 2001.
B. Undang- undang
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor. 17 tahun 1964 tentang Larangan Penerbitan Cek Kosong
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
C. Artikel
www.progresifjaya.com/NewsPage.php?, diakses pada tanggal 4 April 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA