Upload
cahya-daris-triwibowo
View
51
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL
Digunakan guna melengkapitugas Kepaniteraan klinikBagian Ilmu Penyakit DalamDi RSUD Tugurejo Semarang
Disusun Oleh :Cahya Daris Tri Wibowo
H2A008008
Pembimbing :dr. Setyoko, Sp. PD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG2012
Artikel Original Iran J Pediatr
Jun 2012; Vol 22 (No 2), Pp: 231-236
Keterlibatan Organ Hepar dalam Penyakit
Akibat Infeksi Virus Dengue pada Pasien Anak/Pediatri
Kaleanahalli Jagadishkumar, MBBS, MD; Puja Jain, MBBS; Vaddambal G.
Manjunath, MBBS, DCH, DNB, dan Lingappa Umesh, MBBS, DCH
Departemen Pediatri/Ilmu Kesehatan Anak, JSS Medical College,
JSS University, Mysore, India
15 Mei 2011; Revisi Akhir: 16 Desember 2011; Diterima: 4 Januari 2012
Abstrak
Tujuan penelitian: disfungsi hepar merupakan keadaan yang sering terjadi pada
infeksi virus dengue dan derajat dari disfungsi hepar pada pasien anak/pediatri
bervariasi derajatnya antara cedera ringan dengan peningkatan/elevasi kadar
transaminase hingga cedera berat yang disertai dengan jaundice/kuning. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan spektrum keterlibatan hepar pada infeksi virus dengue
pasien anak/pediatri.
Metode penelitian: sampel penelitian sejumlah 110 anak dengan hasil serologi
positif, dikonfirmasi menderita demam dengue berusia antara 2 bulan hingga 14
tahun, diperiksa untuk menjadi sampel penelitian dengan pemeriksaan fungsi hepar
baik secara klinis maupun secara biokimiawi setelah mengeksklusi pasien
pediatri/anak yang menderita malaria, demam enteric, Hepatitis A dan Hepatitis B
dengan menggunakan pemeriksaan yang relevan terhadap kelainan-kelainan tersebut.
Hasil penelitian: Seluruh sampel penelitian dikelompokkan menjadi kelompok kasus
DD (Demam dengue), DBD (Demam berdarah dengue) berdasarkan kriteria WHO.
Berdasarkan hasil penelitian, spektrum dari manifestasi klinik pada hepar didapatkan
hasil terjadinya kondisi hepatomegali pada 79% dari keseluruhan kasus, pengenyalan
hepar terjadi pada 56% dari keseluruhan kasus, jaundice/kuning terjadi pada 4,5 %
dari keseluruhan kasus, peningkatan kadar enzim aspartat transaminase (AST) terjadi
pada 93 % dari keseluruhan kasus, peningkatan kadar enzim alanin transaminase
(ALT) terjadi pada 78 % kasus, peningkatan enzim alkalin fosfatase (AP) terjadi pada
57 % dari keseluruhan kasus, pemanjangan protrombin time (PT) terjadi pada 20 %
dari keseluruhan kasus, dan menurunnya kadar serum albumin terjadi pada 66 % dari
keseluruhan kasus, serta gambaran abnormalitas dari hasil ultrasonografi abdomen
terjadi pada 65 % dari keseluruhan kasus.
Kesimpulan: Disfungsi hepar yang berhasil diobservasi pada kelompok kasus
demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue kemudian dibandingkan dengan
kelompok kasus demam dengue. Sebanyak 17,27 % dari keseluruhan kasus demam
berdarah dengue terjadi peningkatan kadar enzim hepar sebesar lebih dari 10 kali
lipat dari harga normal. Tidak terdapat korelasi antara derajat dari pembesaran hepar,
atau pengenyalan hepar dengan abnormalitas dari hasil uji tes hepar/Liver Function
Test. Setiap anak yang menderita demam, jaundice/kuning, dan hepatomegali dengan
perabaan hepar kenyal yang ditemukan pada area-area/daerah yang secara geografis
bersifat endemis terhadap kejadian infeksi virus dengue, harus dipikirkan
kemungkinan diagnosis banding menderita penyakit akibat infeksi virus dengue
dengan kecurigaan kuat.
Iranian Journal of Pediatrics, Volume 22 (Nomor 2), June 2012, Halaman:
231-236
Kata kunci: Dengue, hepatomegali, enzim hepar, pasien anak/pediatri,
kuning/jaundice
Pendahuluan
Infeksi dengue merupakan infeksi yang menyebar paling cepat di antara
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh gigitan nyamuk di
seluruh dunia serta diperkirakan 50 juta kasus akibat infeksi virus dengue terjadi
setiap tahunnya [1]. Angka kejadian kasus fatal/case fatality rate/CFR dari penyakit
infeksi virus dengue di regio Asia Tenggara adalah 1 %, namun demikian di beberapa
negara seperti negara India, Indonesia, dan Myanmar, terjadi kejadian luar
biasa/outbreak/wabah focal yang telah berhasil dilaporkan di mana angka kejadian
fatal/CFR dari kasus infeksi virus dengue pada negara-negara tersebut adalah berkisar
pada angka 3 %-5% [1]. Manifestasi klinis yang abnormal yang biasa terjadi
mencakup terlibatnya organ hepar dan sistem syaraf pusat telah berhasil dilaporkan
dapat terjadi pada infeksi virus dengue [2,3]. Derajat keparahan dari disfungsi hepar
pada pasien anak/pediatri dengan infeksi virus dengue dapat bersifat bervariasi mulai
dari cedera ringan yang ditandai dengan peningkatan dari enzim-enzim transaminase
hepar hingga cedera hepar berat yang mencakup kuning/jaundice disertai dengan
kerusakan sel hepar/gagal hepar [4-7]. Insidensi dari disfungsi hepar lebih sering
terjadi pada sindrom syok dengue/SSD/Dengue shock syndrome/DSS dan demam
berdarah dengue/DBD/dengue hemorrhagic fever (DHF) [2,4-10] dibandingkan pada
kasus demam dengue. Kadar enzim aminotransferase hepar merupakan parameter
yang penting dan berguna untuk memprediksi kejadian disfungsi hepar dan
perdarahan spontan [4]. Pada penelitian terbaru dari India dan Thailand, infeksi virus
dengue merupakan penyebab utama terbanyak terjadinya kegagalan hepar akut pada
pasien anak/pediatri di mana infeksi virus dengue berkontribusi menyebabkan
kegagalan hepar akut pada pasien anak sebesar 18,5 % di India dan sebesar 34,3% di
Thailand dari keseluruhan kasus gagal hepar akut pada pasien anak yang diteliti pada
penelitian di India dan Thailand tersebut secara berturut-turut [11,12]. Oleh karena
itu, deteksi dini dan terapi inisial berupa terapi suportif yang tepat dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas dari penyakit akibat infeksi virus dengue. Kebanyakan data
yang dilaporkan mengenai abnormalitas fungsi hepar pada infeksi virus dengue
merupakan data dari penelitian retrospektif [2,6,8,9]. Oleh karena itu, pada penelitian
belah lintang/cross sectional ini dengan data terbaru dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan spektrum dari keterlibatan hepar pada pasien anak/pediatri dengan
infeksi virus dengue.
Subjek penelitian dan metode penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian prospektif yang dilakukan di
Departemen Ilmu Kesehatan anak/Pediatric Department, JSS Medical College
Hospital, Mysore, India, dari bulan November 2008 hingga Juli 2010. Seluruh pasien
anak/pediatri yang disangka secara klinis menderita penyakit akibat infeksi virus
dengue berdasarkan kriteria WHO berusia antara 2 bulan hingga 14 tahun kemudian
dilakukan uji penapisan dan hanya yang terbukti berdasarkan hasil konfirmasi tes
serologi menderita infeksi virus dengue dengan pemeriksaan ELISA IgM virus
dengue dijadikan kasus inklusi. Persetujuan komite etik dan medis didapatkan dari
komite etik/Ethical Committee dari JSS Medical college Hospital, Mysore dan
seluruh sampel penelitian dimintakan persetujuan berupa informed consent/lembar
persetujuan yang didapatkan dari orangtua pasien tersebut. Anamnesis yang
mendetail mengenai riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik yang seksama
dilakukan pada keseluruhan kasus. Data dikumpulkan dicatat pada rekam medis
penelitian sementara/prewritten proforma. Kasus-kasus malaria, demam enteris,
Hepatitis A, dan Hepatitis B dieksklusi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjung. Seluruh kasus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
pemeriksaan ELISA IgM virus Dengue, Hemoglobin (Hb), hitung total leukosit/total
count (TC) leucocyte, hitung jenis Leukosit/differential leukocyte count (DLC),
Hitung jumlah trombosit/Platelet Count, kadar Hematocrit (HCT), Hapusan Darah
Perifer/Tepi (Peripheral Blood Smear), pemeriksaan kadar bilirubin perum,
pemeriksaan kadar enzim alanine transaminase (ALT), aspartate transaminase (AST),
alkaline phosphatase (AP), serum albumin, serum globulin, total protein, Prothrombin
time (PT) Activated partial thromboplastin time (APTT), Quantitative Buffy Coat
untuk parasit malaria, kultur darah/blood culture, X-Foto Thorax/chest x-ray, tes
Widal, IgM Anti Hepatitis A virus, HbSAg, pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan
thorax.
Besar sampel minimal yang diperkirakan dibutuhkan untuk penelitian ini
adalah 100 kasus infeksi virus dengue. Metode penghitungan/kalkulasi statistik
dilakukan dengan Software penghitungan statistik yaitu SPSS for Windows (Versi
16.0). Metode statistik yang digunakan untuk analisis data antara lain analisis
deskriptif statistik, Cross tab, tes kai kuadrat/Chi-Square test untuk luaran variabel
kategorikal dan uji t test untuk membandingkan rerata variabel numerik. Uji beda
multivariat yang digunakan adalah dengan uji One Way-ANOVA. Total sampel yang
didapatkan dari hasil pemeriksaan berjumlah 115 kasus yang didapat dari hasil
penelitian kemudian dilakukan eksklusi sebanyak 5 pasien karena terjadi infeksi virus
lain (yaitu terjadi 5 kasus Hepatitis A).
Hasil penelitian
Sampel penelitian terdiri dari 110 dengan kriteria inklusi yaitu anak berusia
antara 2 bulan hingga 14 tahun, memenuhi kriteria WHO untuk demam dengue dan
kriteria eksklusi adalah pasien yang menderita malaria, demam enteric, Hepatitis A
dan Hepatitis B [13]. Seluruh anak yang terdiri dari 110 sampel penelitian kemudian
dikelompokkan menjadi kelompok kasus demam dengue (sebesar 53,6 %), kelompok
kasus demam berdarah dengue (sebesar 23,6 %), dan kelompok kasus sindrom syok
dengue (sebesar 22,5 %) berdasarkan kriteria WHO [13]. Kebanyakan sampel
penelitian adalah pasien anak berusia lebih dari 5 tahun (yaitu sebesar 76 %).
Keluhan utama yang paling banyak diderita oleh seluruh kasus adalah demam (100%
dari seluruh sampel), dan gejala penyerta lain yang mengikuti antara lain bercak
kemerahan pada kulit seperti digigit nyamuk (sebanyak 57%), nyeri pada daerah
abdomen (sebesar 47%), muntah (40%), bengkak pada daerah facialis (sebesar 40%),
dan kemerahan pada kulit (sebesar 36%). Petichiae dan purpura terlihat pada 30 %
dari keseluruhan kasus, di mana 19 % dari kasus mengalami perdarahan mukosa.
Lima anak (4,5 %) menderita jaundice/kuning. Dari 110 anak, sebanyak 79 % dari
keseluruhan kasus infeksi virus dengue mengalami hepatomegali di mana didapatkan
sebesar 88,5% dari keseluruhan kasus demam berdarah mengalami tanda klinis
berupa hepatomegali dan sebesar 96% dari keseluruhan kasus sindrom syok dengue
mengalami tanda klinis berupa hepatomegali, dibandingkan hanya 67,7% dari
keseluruhan kasus demam dengue yang didapatkan adanya tanda klinis berupa
hepatomegali (p=0,006). Pengenyalan hepar dapat diobservasi pada 36,3% dari
keseluruhan kasus infeksi virus dengue, di mana lebih sering terjadi pada kelompok
kasus demam berdarah dengue (sebesar 53,8% dari keseluruhan kasus demam
berdarah dengue mengalami pengenyalan hepar), dan kelompok kasus sindrom syok
dengue (sebesar 56% dari keseluruhan kasus sindrom syok dengue mengalami
pengenyalan hepar) dibandingkan dengan kelompok kasus demam dengue (sebesar
20,3% dari keseluruhan kasus demam dengue mengalami pengenyalan hepar)
(p=0,001). Profil dari hasil tes fungsi hepar (Liver Function Test/LFT) dan
pemeriksaan ultrasonografi abdomen terdapat perbedaan antar kelompok penelitian
yang berbeda pada spektrum infeksi virus dengue terlihat pada Tabel 1. Seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1, terlihat abnormalitas pada fungsi hepar lebih signifikan
terjadi pada kelompok kasus sindrom syok dengue dan kelompok kasus demam
berdarah dengue dibandingkan kelompok kasus demam dengue. Tabel 2
menunjukkan perbandingan kadar ALT dan AST antar kelompok penelitian.
Peningkatan kadar dari enzim-enzim tersebut lebih signifikan terjadi pada kelompok
kasus demam berdarah dengue dan pada kelompok kasus sindrom syok dengue.
Sebagai tambahan, peningkatan kadar enzim-enzim hepar (seperti ALT dan AST)
sebesar hampir 10 kali lipat dari harga normal terutama dapat diobservasi pada
kelompok kasus demam berdarah dengue dan kelompok kasus sindrom syok dengue
dibandingkan pada kelompok kasus demam dengue.
Tabel 1: Profil dari hasil tes uji fungsi hepar dan pemeriksaan ultrasonografi pada kelompok yang berbeda pada infeksi virus dengue
Parameter DD DBD SSD Nilai pBilirubin total serum Mean/rerata bilirubin total serum
0 (0%)
0.79
1 (0.03%)
0.84
2 (0,08%)
1,1
0,025
0,1
Peningkatan kadar ALT (U/l)Mean/rerata ALTRange
41 (69,4 %)
78,7(16-374)
22 (84,6 %)
157,3(25-481)
23 (92%)
504,6(24-3414)
<0,001
0,001
Peningkatan kadar AST (U/l)Mean/rerata ASTRange
52 (88,1%)
134(45-268)
26 (100%)
280(18-450)
24 (96%)
883,4(43-899)
<0,001
0,002
Peningkatan kadar AP (U/l)Mean/rerata APRange
27 (45,7 %)
118,6(36-277)
17 (65,3%)
157,7(54-683)
18 (72%)
188,2(58-523)
0,049
0,03
Mean/rerata albumin serum (gm/l)Range
33,7
(28-42)
32,3
(25-42)
33,7
(26-40)
0,9
Mean/rerata globulin serum (gm/l)Range
19
(6-32)
28
(20-30)
28
(20-32)
<0,001
Mean/rerata protein total (gm/l)Range
62
(55-79)
59
(50-70)
61
(50-73)
0,6
Pemanjangna INR (>1,5) 1 (1,6 %) 8 (30,7 %) 13 (52 %) 0,001Abnomal APTT (> 3 detik di atas kontrol)Mean/rerata APTT (dtk)
0
31
4 (15,3%)
34
5 (20%)
33
0,5
0,3
Asciters 20 (33,9) 20 (76,9%) 18 (72 %) <0,001Efusi Pleura 19 (32,2%) 19 (73,1%) 17 (68%) <0,001Penebalan vesica felea (>5 mm)
30 (50,8%) 21 (80,8%) 20 (80%) 0,005
DD: demam dengue (dengue fever/DF), DBD: demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever/DHF), SSD: sindrom syok dengue (dengue syok syndrome/DSS); ALT: alanine transaminase; AST: aspartate transaminase; AP: alkaline phosphatase; APTT: Activated partial thrombo-plastin time, INR: International Normalized Ratio
Tabel 2. Perbandingan kadar AST pada kelompok demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD)
0-45 (u/l) 46-200 (u/l) 201-400 (u/l) 401-600(u/l) >600 (u/l) Nilai p DDALT DBD SSD
18 (30,5%)4 (15,4%)2 (8%)
39 (66,1%)15 (57,7%)14 (56%)
2 (3,4%)5 (19,2%)5 (20%)
0 (0%)2 (7,7%)0 (0%)
004 (16%)
X2=0,47p=<0,001
DDAST DBD SSD
7 (11,9%)0 (0%)1 (4%)
39 (66,1%)10 (38,5%)7 (28%)
11 (18,6%)10 (38,5%)6 (24%)
2 (3,4%)5 (19,2 %)6 (24%)
01 (3,8%)5 (20%)
X2=0,47p=<0,001
Tabel 3 Perbandingan hasil tes fungsi hepar terhadap kejadian hepatomegali dan ada tidaknya
pengenyalan hepar
ParameterHepatomegali
Nilai pPengenyalan hepar
Nilai pYa
(n=87)Tidak(n=23)
Ya(n=40)
Tidak(n=47)
Mean/Rerata bilirubin serum Range (mg/dl)
0,9
(0,4-4,92)
0,8
(0,5-1,60)
0,5 0,8
(0,6-2,3)
0,8
(0,2-4,48)
0,8
Mean/rerata ASTRange (U/l)
390
(19-7390)
145
(30-275)
0,2 232
(44-1230)
304
(18-7390)
0,6
Mean/rerataALTRange (U/l)
228
(16-3414)
78
(30-143)
0,2 127
(22-654)
178
(16-2907)
0,5
Mean/rerata APRange (U/l)
145(36-683)
134(54-234)
0,6 138(47-523)
147(36-683)
0,7
Mean/rerata protein serumRange (gm/l)
61
(50-79)
63
(56-73)
0,06 61
(50-70)
61
(50-79)
0,6
Mean/rerataAlbumin serumRange (gm/l)
33
(25-42)
33
(29-42)
0,8 33
(2,6-4,0)
3,3
(1,8-4,2)
0,9
Mean/rerataGlobulin serumRange (gm/l)
24
(10-34)
25
(15-32)
0,5 2,4
(1,1-3,2)
2,5
(1-3,3)
0,5
Mean/rerata INRRange
1,2
(1-4,48)
1,1
(1-1,6)
0,1 1,2
(1-2,4)
1,1
(1-2,1)
0,02
Mean/rerata APTTRange (detik)
32
(31-33)
32
(31-33)
0,1 32
(32-33)
32
(32-33)
0,7
Tabel 3 menunjukkan perbandingan dari hasil tes fungsi hepar (Liver
Function Test/LFT) terhadap insidensi ada atau tidaknya hepatomegali serta
perbandingan hasil tes fungsi hepar (Liver Function Test/LFT) terhadap ada atau
tidaknya pengenyalan hepar pada kasus-kasus dengan tanda klinis berupa
hepatomegali. Hal yang menarik dapat diamati bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam hal hasil pemeriksaan tes fungsi hepar/Liver Function Test pada
anak-anak terhadap insidensi ada atau tidaknya hepatomegali. Selain itu, di antara
sampel penelitian dengan gambaran tanda klinis berupa hepatomegali, juga tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal hasil pemeriksaan tes fungsi hepar
(Liver Function Test/LFT) terhadap insidensi ada atau tidaknya pengenyalan hepar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ultrasonografi, didapatkan penebalan dinding
empedu/vesica felea, ascites, dan efusi pleura lebih sering terjadi pada kelompok
kasus demam berdarah dengue (masing-masing berturut-turut sebesar 80%, 77%, 73
%) dan pada kelompok kasus sindrom syok dengue (masing-masing berturut-turut
sebesar 80%, 72%, 68%) dibandingkan pada kelompok kasus demam dengue
(masing-masing berturut-turut sebesar 50,8%; 33,9%; 32,2 %). Jaundice/kuning
terjadi pada 5 dari 110 anak (sebesar 4,5%). Keseluruhan dari pasien anak tersebut
mengalami hepatomegali dengan pengenyalan hati, penurunan hitung jumlah
trombosit, peningkatan hematokrit, dan peningkatan enzim-enzim hepar. Sebanyak 4
anak berhasil sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu baik diukur dengan parameter
secara klinis maupun secara biokimiawi dan 1 pasien drop out dikarenakan tidak
mengikuti follow up penelitian setelah dipulangkan dari rumah sakit. Dari 110 pasien,
sebanyak satu anak dengan usia 6 bulan mengalami peningkatan hasil tes fungsi
hepar/LFT, sindrom gagal nafas lanjut/adult respiratory distress syndrome/ARDS,
koagulopati dan disfungsi multi organ juga terjadi.
Diskusi dan Pembahasan
Keterlibatan organ hepar dalam perjalanan penyakit akibat infeksi virus
dengue sering terjadi dengan tanda klinis berupa hepatomegali dengan peningkatan
kadar enzim transaminase hepar derajat ringan hingga berat. Timbulnya kondisi
jaundice/kuning merupakan tanda klinis yang penting karena menandakan terjadinya
stimulasi hepatitis akut. Pada penelitian terbaru didapatkan mortalitas yang tinggi
terjadi pada anak-anak dengan infeksi virus dengue akut dengan adanya peningkatan
risiko gagal hepar atau kerusakan sel hepar [2,11,12,14]. Hepatomegali merupakan
tanda klinik yang paling sering muncul pada infeksi virus dengue. Dari 110 kasus
yang diteliti pada penelitian ini, sebanyak 79% dari keseluruhan kasus infeksi virus
dengue yang diteliti didapatkan tanda klinis berupa hepatomegali di mana
hepatomegali lebih sering terjadi pada kelompok kasus demam berdarah dengue
(yaitu sebesar 88,5% dari keseluruhan kasus demam berdarah dengue) dan pada
kelompok kasus sindrom syok dengue (yaitu sebesar 96% dari keseluruhan kasus
sindrom syok dengue) dibandingkan dengan kelompok kasus demam dengue.
Asosiasi yang sama telah berhasil dilaporkan pada penelitian sebelumnya yaitu
hepatomegali terjadi sebanyak 43%-100% dari keseluruhan kasus infeksi virus
dengue pada pasien anak [4-6,9,15-18]. Faktanya, Petdachai dan Faridi et al
melaporkan bahwa hepatomegali terjadi pada seluruh anak dengan sindrom syok
dengue [4,16]. Pengenyalan hepar juga berhasil diobservasi pada 36,3% dari
keseluruhan pasien anak dengan infeksi virus dengueyang diteliti pada penelitian ini
dan kejadian pengenyalan hepar lebih sering terjadi pada kelompok kasus demam
berdarah dengue (yaitu sebesar 53,8% dari keseluruhan kasus demam berdarah
dengue) serta kelompok kasus sindroma syok dengue (yaitu sebesar 56 % dari
keseluruhan kasus sindroma syok dengue) sehingga hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian observasional yang dilakukan di Thailand [15]. Abnormalitas
enzim-enzim hepar pada infeksi virus dengue telah berhasil dilaporkan oleh banyak
peneliti dan jangkauan angka kejadiannya bervariasi antara 36,4%-96% pada pasien
infeksi virus dengue anak-anak dan dewasa [4-9,16,19,20]. Peneliti mengobservasi
terjadinya peningkatan kadar enzim hepar ALT yaitu sebesar 69,4% pada kelompok
kasus demam dengue, sebesar 84,6% pada demam berdarah dengue, dan sebesar 92%
pada kelompok kasus sindrom syok dengue, dan peningkatan kadar enzim AST pada
88 % dalam kasus demam dengue, 100 % dalam kasus demam berdarah dengue, dan
sebesar 96 % dalam kelompok kasus sindrom syok dengue. Enzim-enzim hepar
meningkat secara signifikan pada kelompok sindrom syok dengue dan kelompok
demam berdarah dengue dibandingkan dengan kelompok demam dengue di mana
hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya [4-10].
Petdachai melaporkan bahwa 34,2% dari anak dengan sindrom syok dengue
mengalami peningkatan kadar enzim ALT sebesar 5 kali lipat [4]. Peneliti
menemukan peningkatan kadar enzim AST meningkat lebih dari 10 kali lipat dari
harga normal pada 44% dalam kelompok kasus sindrom syok dengue, 22,8% dalam
kelompok kasus demam berdarah dengue, dan hanya 3,4% dalam kelompok kasus
demam dengue. Peningkatan kadar enzim ALT lebih dari 10 kali lipat harga normal
terjadi pada 16 % pada kelompok kasus sindrom syok dengue, sebesar 7,7% pada
kelompok kasus demam berdarah dengue dan sebesar 0% pada kelompok kasus
demam dengue yang berhasil diobservasi pada penelitian ini. Peningkatan kadar
enzim transaminase hepar sebesar lebih dari 10 kali lipat dari harga normal terutama
berhasil diobservasi pada kelompok kasus sindrom syok dengue dan kelompok kasus
demam berdarah dengue dibadingkan kelompok kasus demam dengue di mana hasil
tersebut bermakna secara statistik. Pada satu penelitian dengan skala besar di Brazil,
dengan sampel sebanyak 1585 kasus infeksi virus dengue, peningkatan kadar enzim
hepar AST dan ALT terlihat pada 63,4% dan 45% kasus masing-masing secara
berturut-turut, dengan 3,8% dari kasus tersebut mengalami peningkatan kadar enzim
transaminase hepar sebesar 10 kali lipat [20]. Hasil yang sama juga terjadi pada
penelitian lain di mana terjadi peningkatan lebih dari 10 kali lipat pada hasil observasi
kadar enzim-enzim di hepar pada pasien dewasa dengan angka berkisar antara 1.8%-
11.2% [8,19,20]. Insidensi yang lebih tinggi untuk terjadinya peningkatan kadar
enzim hepar lebih dari 10 kali lipat harga normal juga berhasil diobservasi pada
penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan serial harga normal
dewasa. Hal ini mengindikasikan bahwa, anak-anak merupakan kelompok yang lebih
tinggi risikonya/lebih rentan untuk terjadinya keterlibatan kerusakan organ hepar
dibadingkan pasien dewasa. Deteksi dini dari abnormalitas kadar enzim transaminase
yang meningkat di antara pasien-pasien dengan infeksi virus dengue merupakan hal
yang penting karena parameter tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya
ensefalopati hepar lanjutan yang dapat dipredisiksi sebelumnya [2]. Perlu diingat
sebagai sesuatu hal yang menarik adalah bahwa pada penelitian ini didapatkan hasil
tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal rerata kadar enzim
hepar pada kasus-kasus dengan atau tanpa hepatomegali/ dan terhadap kejadian
dengan atau tanpa adanya pengenyalan hepar yang berhasil diobservasi pada
penelitian ini. Kadar AP serum pada penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan
pola yang mirip pada penelitian lain sebelumnya di mana pada penelitian ini terjadi
peningkatan kadar AP pada 45% dari kelompok kasus demam dengue, 65,3% dari
kelompok kasus demam berdarah dengue, dan 72% dalam kelompok kasus sindrom
syok dengue dan sehingga dapat disimpulkan adanya peningkatan kadar AP yang
secara statistik berbeda bermakna secara signifikan pada kelompok-kelompok dengan
infeksi berat (kelompok kasus demam berdarah dengue dan kelompok kasus sindrom
syok dengue). Peningkatan kadar enzim AST lebih signifikan dibandingkan
pengingkatan kadar enzim ALT pada penelitian ini dan hasil penelitian observasional
yang sama juga dilaporkan oleh peneliti-peneliti lainnya sebelumnya [4,10,14,21].
Peningkatan kadar enzim AST yang lebih tinggi dibandingkan kadar enzim ALT
kemungkinan dikarenakan keterlibatan dari miosit pada infeksi virus dengue [10,21].
Hal ini berbeda polanya dengan hepatitis yang disebabkan oleh virus lainnya, di mana
kadar enzim ALT lebih tinggi meningkat atau sebanding dengan peningkatan kadar
enzim AST hepar [10,21]. Peneliti menemukan bahwa terdapat pemanjangan PT
(INR>1.5) dengan nilai sebesar 20% pada keseluruhan kasus infeksi virus dengue
yang diobservasi pada penelitian ini dan hal tersebut merupakan temuan yang
signifikan terjadi pada kelompok kasus demam berdarah dengue (yaitu sebesar 31%
dari keseluruhan kasus demam berdarah dengue) dan pada kelompok kasus sindrom
syok dengue (yaitu sebesar 13% dari keseluruhan kasus sindrom syok dengue).
Hipoalbuminemia berhasil diobservasi pada 66% dari keseluruhan kasus.
Hipoglobinemia didapatkan pada kelompok kasus demam berdarah dengue (yaitu
sebesar 69%) dan pada kelompok kasus sindrom syok dengue (yaitu sebesar 60%)
dibandingkan pada kelompok kasus demam dengue yang hanya 17%. Wong et al
melaporkan rendahnya kadar globin pada 14,2 % dari keseluruhan pasien dewasa
dengan infeksi virus dengue dan rendahnya kadar albumin pada 16.5% kasus infeksi
virus dengue pasien dewasa, pemanjangan PT dan APTT pada 42.5% kasus infeksi
virus dengue pasien dewasa [8]. Namun demikian, Itha A, dkk melaporkan
hypoalbumenemia terjadi pada 76%, pemanjangan PT dan APTT pada 7% kasus
infeksi virus dengue dewasa [7]. Reduksi dari globulin serum merupakan faktor yang
penting terhadap kemungkinan terjadinya perembesan cairan intravaskuler ke
jaringan intersisial di mana hal tersebut menandakan keparahan derajat penyakit
infeksi virus dengue. Jaundice berhasil dilaporkan berkisar pada angka 2%-25% dari
seluruh kasus infeksi virus dengue oleh beberapa peneliti [5,14,21]. Pada penelitian
ini ditemukan jaundice yang berhasil diobservasi sebesar 5 (4,5%) dari seluruh kasus
dan tidak ada yang mengalami ensefalopati. Seluruh pasien dalam penelitan ini
mengalami kondisi penyembuhan secara sempurna. Nimmannitya et al melaporkan
bahwa jaundice dan ensefalopati terjadi pada 18 kasus demam berdarah dengue di
mana 10 dari 18 orang tersebut meninggal [14]. Penelitian terbaru dari India dan
Thailand, didapatkan hasil bahwa infeksi virus dengue merupakan penyebab yang
paling penting terhadap terjadinya kegagalan hepar akut pada anak dan berkontribusi
menyumbangkan angka gagal hepar sebesar 18.5% di India dan 34.3% di Thailand
masing-masing secara berturut-turut pada negara-negara tersebut [11,12]. Pada
area/lokasi geografis yang endemis infeksi virus dengue, maka diagnosis demam
dengue/demam berdarah dengue harus dipikrikan sebagai diagnosis banding pada
setiap pasien anak yang datang dengan keluhan demam dan gagal hepar fulminan
[3,12,13]. Mekanisme dari terjadinya cedera sel hepar pada infeksi virus dengue
kemungkinan adalah akibat dari efek langsung virus atau akibat dari respon imun sel
inang yaitu pada sel hepar, kondisi sirkulasi yang mengompensasi, asidosis
metabolic, dan/atau hipoksia yang disebabkan oleh hipotensi ataupun akibat
perembesaan cairan intravaskuler ke jaringan intersisial yang terlokalisasi pada hepar
[5,7,10,14,22]. Penelitian-penelitian telah berhasil didemonstrasikan adanya afinitas
yang tinggi virus dengue terhadap sel liver/hepar manusia dan virus dengue telah
berhasil diisolasi pada kasus gagal hepar yang fatal [10,23]. Sebuah penelitian dari
Meksiko dengan menggunakan hewan coba mencit dan manusia telah berhasil
mendemostrasikan korelasi antara kerusakan hepar dan infeksi virus dengue
berdasarkan parameter aktivitas dari enzim AST hepar [23]. Shivbalan et al
menemukan bahwa peningkatan kadar ALT, pengenyalan hati dengan hepatomegali
serta nyeri abdomen pada bagian kanan atas secara signifikan dapat menjadi
parameter prediktor untuk perdarahan pada infeksi virus dengue pasien anak [24].
Pada sebuah penelitian di India, dilaporkan bahwa terdapat korelasi antara mortalitas
dan keparahan disfungsi hepar pada pasien anak dengan infeksi virus dengue [17].
Faktor-faktor yang bersifat dapat mempredisiksi/prediktif terhadap kerusakan hepar
yang berhasil diidentifikasi antara lain terjadinya demam berdarah dengue, sindrom
syok dengue, infeksi sekunder, trombositopenia, peningkatan kadar hematokrit, jenis
kelamin wanita dan anak-anak seperti yang dilaporkan oleh Wong et al [8].
Peningkatan kadar transaminase telah berhasil diajukan sebagai marker potensial
untuk membedakan antara bentuk infeksi virus dengue dengan infeksi viral lain
selama masa febris awal oleh peneliti yang sama [8].
Kelebihan dan kekuatan penelitan: beberapa penelitian sebelumnya merupakan
penelitian retrospektif, beberapa penelitian lain juga menyertakan kasus dengue
dengan seronegatif, dan beberapa penelitian lainnya tidak mengeksklusi penyakit-
penyakit lain yang mungkin bukan dengan diagnosis demam dengue pada penyakit
infeksi tropis. Pada penelitian ini, kriteria inklusi hanya pada pasien dengan hasil
serologi positif sehingga mengonfirmasi seluruh pasien menderita infeksi virus
dengue. Pada negara-negara tropis keterlibatan organ hepar dapat terjadi pada pasien
malaria, demam enterik, dan hepatitis virus. Oleh karena itu kebanyakan penelitian
lain tidak mengekslusi penyakit-penyakit tersebut secara klinis dan pemeriksaan
penunjang sedangkan dalam penelitian ini memiliki kelebihan dibandingkan
penelitian lain yaitu dilakukan pengekslusian kasus-kasus tersebut dengan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjuang.
Keterbatasan penelitian: Karena memperhatikan segi etik medis penelitian,
pemeriksaan biopsi hepar tidak dilakukan untuk mendiagnosis pasti/gold standar
pemeriksaan hepar pada pasien anak.
Kesimpulan
Spektrum dari keterlibatan hepar dalam infeksi virus dengue bervariasi mulai dari
jaundice/kuning hingga peningkatan enzim-enzim hepar. Hepatomegali merupakan
tanda klinis yang paling penting. Peningkatan dari enzim-enzim pada hepar juga
dapat terjadi dengan atau tanpa hepatomegali. Peningkatan yang signifikan dari
enzim-enzim hepar dapat meningkatkan pengenalan dari bentuk infeksi berat virus
dengue (yaitu demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue). Dengan adanya
demam, jaundice/kuning, dan hepatomegali pada daerah/area yang endemis, harus
dipikirkan kecurigaan diagnosis hepatitis dari dengue.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Narayanappa, Dr.
Ravi, Dr. Vijay Kumar dan Dr. Srinivasa Murthy atas dukungan dan semangat untuk
penelitian ini. Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Basavana
Gowdappa, Kepala dari JSS Medical College atas semangat yang terus menerus
diberikan dan menetap.
Konflik kepentingan dalam penelitian: Tidak ada