Asuhan Keperawatan Dengan Anemia Aconk

Embed Size (px)

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ANEMIA PADA Tn. K DI BANGSAL AB RSU PANDAN ARANG BOYOLALI

Oleh : SUNTONO 002691

AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2005

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANGAnemia defisiensi zat besi sering ditemukan di Indonesia. Anemia defisiensi zat besi merupakan suatu penyakit yang dapat mengakibatkan efeka yang sangat serius pada fungsi jantung dan paru jika tidak segera ditangani. Selain itu juga dapat menyebabkan kematian. Anemia defisiensi besi sering terjadi pada pria atau wanita pasca menopause. Menurut Sneltzer (2002) bahwa penyebab tersering pada anemia yang dialami oleh pria ataupun wanita pasca menopause disebabkan karena kurangnya masukan nutrisi. Selain pada pasca menopause juga dapat terjadi pada bayi. Menurut Sylvia (1995) bahwa bayi yang hanya diberi makan susu belaka sampai usia antara 12 24 bulan cenderung terjadi defisiensi zat besi. Pada wanita hamil juga banyak yang mengalami anemia defisiensi zat besi. Menurut Mochtar (1998) bahwa anemia yang pada ibu hamil terjadi pada triwulan pertama dan triwulan III. Anemia pada kehamilan dikarenakan jumlah darah bertambah yang terjadi karena pengenceran darah karena sel-sel darah tidak sebanding pertambahannya dengan plasma darah. Prognosis penyakit anemia ini cukup baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama dengan pengobatan, meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan kambuh dan mendapat komplikasi makin besar misalnya pada fungsi jantung dan paru. Prevalensi anemia difesiensi zat besi 62,3% diderita oleh ibu hamil. Penyebab dan mengganti darah yang hilang, perawatan di Rumah Sakit bertujuan untuk memantau dan mengendalikan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hematokrit yang rendah. Jadi fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat kasus anemia dalam pemberian asuhan keperawatan.

TUJUAN PENULISANTujuan umum : Menerapkan asuhan keperawatan secara langsung di Rumah Sakit khususnya pada pasien dengan anemia defisiensi besi.

Tujuan khusus : 1. Penulis mampu mengetahui masalah pada pasien dengan anemia. 2. Penulis mampu menganalisa data pada pasien dengan anemia. 3. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan yang akan diberikan pada pasien dengan anemia. 4. Penulis mampu memberikan tindakan keperawatan sesuai yang direncanakan pada pasien dengan anemia. 5. Penulis mampu mengevaluasi dari semua asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia.

METODE PENGUMPULAN DATAPengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Yaitu menggunakan tanya jawab secara langsung dengan pasien, keluarga maupun tim medis yang mengetahui masalah yang berhubungan dengan pasien. Untuk mengumpulkan data pada Tn. K. Penulis melakukan tanya jawab dengan Tn. K, dan tim medis yang merawat Tn. K. 2. Observasi Yaitu mengadakan pengamatan atau ikut berperang serta dalam memberikan asuhan keperawatan. Untuk mengetahui perkembangan penyakit Tn. K penulis mengadakan pengamatan terhadap Tn. K sehingga penulis memperoleh gambaran Hg masalah yang dialami oleh Tn. K. 3. Studi Dokumentasi Yaitu mendapatkan data dengan mempelajari catatan medik, catatan perawatan, dan data penunjang medis. Untuk mengumpulkan data pada Tn. K, penulis mempelajari catatan medik Tn. K. catatan perawat Tn. K dan data penunjang medis Tn. K. 4. Studi Kepustakaan Yaitu mempelajari literatur yang dapat digunakan untuk memperkuat landasan teori dalam mengumpulkan dan menganalisa data. Untuk melengkapi materi sebagai landasan teori, penulis menggunakan berbagai buku untuk memproleh data. Data yang menunjang.

SISTEMATIKA PENULISANDalam penulisan keperawatan, penulis membagi dalam 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut : BAB I BAB II : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan. : Tinjauan teori yang terdiri dari definisi, etiologi, pathofisiologi, pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan Diagnostik. BAB III : Tinjauan kesehatan, kasus yang terdiri dari pengkajian, pengkajian fungsional, pemeriksaan riwayat fisik,

pengkajian nyeri, data penunjang, pengelompokkan data, analisa data, daftar masalah, rencana tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan. BAB IV BAB V Daftar Pustaka : Pembahasan : Implikasi

BAB II TINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR PENYAKITDEFINISI Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. (Brunner and Suddarth, 2002) Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. (Sylvia A. Price, 1995) Anemia dapat diklasifikasikan menjadi 2 : a. Anemia hipoproliferatifa, yaitu defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah. Yang termasuk anemia hipoproliferatifa yaitu : 1. Anemia aplastik : anemia yang disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak, dapat terjadi secara kongenetal maupun didapat. 2. Anemia pada penyakit ginjal : anemia yang disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritropoetin. 3. Anemia pada penyakit kronis : anemia terjadi karena adanya supresi sumsum tulang, biasanya pada penyakit : artritis rematord, abses paru, osteomielitres, TBC, dll. 4. Anemia defisiensi besi : kandungan besi tubuh turun total dibawah normal (besi untuk sintesa HB). 5. Anemia megablastik : anemia yang disebabkan oleh defisiensi litBR dan asam folat. b. Anemia hemolitika turunan (destruksi sel darah merah) a. Sfero sitosis turunan Suatu anemia hemolitika ditandai dengan sel darah merah kecil berbentuk sferis dan pembesaran limpa (spleno megali)

b. Anemia sel sabit Anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul HB dan disertai dengan serangan nyeri. (Brunner and Suddart, 2000) ETIOLOGI Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Anemia disebabkan oleh : a. Produksi sel darah merah tidak mencukupi b. Sel darah merah prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan c. Kehilangan darah d. Kekurangan nutrisi e. Faktor keturunan f. a. Penyakit kronis (Rematoid arthriks, TBC, abses paru, osteomeiliks) (Brunner & Suddart, 2002) Defisiensi vit B12 b. Defisiensi asam folat c. Gangguan metabolisme vit B12 dan asam folat d. Gangguan sinteks DNA, akibat dari: a. Defisiensi enzim kongenetal b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu e. Tradiasi : dapat berpengaruh pada stroma sumsum tulang f. Kelainan imunologis (Boedi Warsono, 2003) PATOFISIOLOGI Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misal, berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kehilangan nutrisi, pujanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat akibat defek sel darah

merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (desolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, rilirubin, yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisi) segera direfleksikan dengan peningkatan siliraen plasma. (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan skterik pada sklera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemogloeislemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas). Untuk mengikat semuanya (misalnya, apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl). Hemoglobin akan terdifusi dalam glumerulus ginjal dan ke dalam urin (Hemoglubinuria). Jika ada tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobumeria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut. (Brunner & Suddart, 2000) MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang muncul pada anemia yaitu : a. Kelemahan b. Pucat c. Lesuk nafas pada waktu latihan d. Demam e. Faringitis akut f. Perdarahan akibat dan trombisilonea g. Lidah merah, halus nyeri dan diare ringan h. Konfusi i. j. Perestesia ekstremitas Kesulitan menjaga keseimbangan (Brunner & Suddart, 2000)

k. Kadar HB dibawah normal

a. Skterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit memendek. b. Glositis (lidah bengkak, merah, stomatitis angularis, gejala-gejala sindron malaosorbsi ringan. c. Purpura trombositopenik karena materasi megatiaribsit terganggu. d. Kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat simetris otenetama mengenai kedua kaki, pasien mengalami kesulitan berjalan dan mudah jatuh. (Boedi Warsono, 2001) PATHWAYD e f is ie n s i z a t b e s i P ro d u k s i s e l d a ra h m e ra h m e n u ru n Kadar H B m e n u ru n

S u p la y O 2 k e ja n t u n g m e n u r u n

R eaksi kom pensasi B e b a n ja n tu n g m e n u ru n

H ip o x ia ja r .

s a lu r a n c e rn a

P e ru b a h a n p e rfu s i ja r in g a n

a n o r e x ia

K e le la h a n

a s u p a n n u t r is i m e n u ru n D e f is it n u t r is i

R e s ti p e m e n u h a n n u r is i le b ih d a r i k e b u tu h a n tu b u h

I n t o le r a n a k t iv it a s

S ir k u la s i K u lit k e r in g / m u k o s a b ib ir k e r in g

K e r u s a k a n in t e g r it a s ja r in g a n k u lit

EVALUASI DIAGNOSTIK c. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan Hemotokrit. 1. Jumlah eritrosit 2. Jumlah retikulosit 3. Pewarnaan SDM 4. Res kerapuhan eritrosit menurun (DB) 5. SDP : jumlah sel total sama dengan SDM d. Jumlah trombosit e. TBC semai f. Masa perdarahan : mungkin meningkat g. Tes schrlling : penurunan eseswesi vit B12 urin h. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan PH dan tak adanya asam hidroklorik bebas. (Doengres, 2000)

KONSEP DASAR KEPERAWATANPENGKAJIAN Dasar data pengkajian pasien. a. Aktivitas istirahat 1. Gejala : keletihan, kelemahan, malaria uamu 2. Tanda : takikardia, letargi b. Sirkulasi : adanya riwayat perdarahan c. Eliminasi d. Integritas ego e. Makanan / cairan : dsit f. Hrgene : kurang ketenaga g. Nensosensori : sakit kepala, berdenyut, pusing h. Nyeri / kenyamberan : nyeri asdonan i. Pernafasan : riwayat TB, abses paru, dll. (Doengres, 2000)

FOKUS INTERVENSI 1. Perubahan perfasi jaringan berdasarkan penurunan komponen seluler, yang diperlukan untuk pengisian O2 / nutrien ke otak. Tujuan : perfusi jarengan adekuat Intervensi : a. Awasi TTV b. Tinggikan kepala c. Awasi upaya pernafasan d. Selidiki keluhan nyeri dada dan palpitasi e. Kaji kehilangan keseimbangan gaya jalan f. Awasi PX lae HB dan Ht (Doengoes, 2000) 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan kegagalan mencerna atau ketidak mampuan mencerna / absorbsi nutrien. (Doengoes, 2000) Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi : a. Kaji riwayat nutrisi b. Timbang BB / hari c. Observasi dan catat kejadian mual / muntah d. Berikan / bantu Hiegene mulut yang baik e. Kolaborasi dengan tim medis f. Kolaborasi dengan tim gizi 3. Gangguan neurologis. (Doengoes, 2000) Tujuan : integritas kulit terjaga Intervensi : a. c. d. e. Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor kulit b. Ubah posisi secara periodik Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih Batasi penggunaan sabun Bantu untuk latihan rentang gerak aktif dan pasif Integritas Kulit berdasarkan perubahan sirkulasi dan

BAB III RESUME KEPERAWATAN

PENGKAJIANPengkajian ini dilakukan pada tanggal 28 Maret 2005 jam 09.00 di bangsal AB RSU Pandan Arang Boyolali. Identitas pasien Nama Tn. K, umur 80 tahun, pendidikan SD, pekerjaan Petani, agama Islam, jenis kelamin laki-laki, alamat Tangkilan Jatinom Boyolali, tanggal masuk 27 Maret 2005, No. Reg 176238, Diagnosa medis Anemia. Identitas penanggung jawab Nama Bp. S, umur 58 tahun, pekerjaan petani, alamat Tangkilan Jatinom Boyolali dan hubungannya dengan pasien sebagai anak.

RIWAYAT KESEHATANPada waktu dilakukan pengkajian pada tanggal 28 Maret 2005 keluhan utamanya pasien mengatakan badannya lemas, kepala pusing dan susah tidur dan kadang juga merasa gemetar. Riwayat kesehatan sekarang Pasien mengatakan 1 bulan yang lalu merasa badannya lemas, mudah capek, sering gemetar, sesak nafas dan sering pusing. Namun pasien menganggap itu penyakit biasa. Bahkan pasien tidak pernah mengeluh dengan keadaanya yang sakit. Dan pasien masih melakukan aktivitasnya sehari-hari sebagai petani. Dan akhirnya pada waktu pagi hari tanggal 27 Maret 2005 pasien merasakan badannya lemas dan gemetaran kemudian oleh keluarganya pasien dibawa ke IGD RSU Pandan Arang Boyolali dan oleh dokter dianjurkan untuk opname karan memerlukan perawatan lebih lanjut. Data saat dikaji pada tanggal 28 Maret 2005 pasien mengatakan tubuhnya masih lemas, pusing dan BAB keras dengan warna hitam.

Riwayat kesehatan dahulu Pasien mengatakan belum pernah menderita sakit seperti saat ini dan pasien tidak pernah opname di rumah sakit. Pasien tidak mempunyai penyakit menular, keturunan maupun alergi. Riwayat kesehatan keluarga Dalam keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit seperti yang diderita pasien. Dan keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit menular, penyakit keturunan maupun penyakit kronis.

GENOGRAM

K e te ra n g a n : = m e n in g g a l = L a k i- la k i = P e re m p u a n = P a s ie n = T in g g a l s e r u m a h

PENGKAJIAN POLA FUNGSIONALPada pengkajian pola fungsional menurut V. Handerson telah didapatkan data-data sebagai berikut. Pola nutrisi, yaitu sebelum sakit pasien mengatakan makan 3x sehari dengan komposisi nasi, lauk dan sayur dan minum 7 8 gelas/hari ( 1.500 cc). Dan selama sakit pasien makan 3x sehari dengan diit dari Rumah sakit dan habis porsi dan minum 5 6 gelas/hari ( 800 cc).

Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan BAB 2x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning dan BAK 3 4 x sehari ( 1.000 cc) dengan warna kuning jernih dan bau khas amoniak. Dan selama sakit pasien sulit BAB. Dan biasanya hanya 1 x/hari dengan konsistensi keras, warna hitam. BAK 3 4 x/hari ( 1.000 cc) dengan warna kuning, bau khas amoniak. Dan pola gerak dan keseimbangan pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik sebagai seorang petani dan selama sakit pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik, pasien hanya bedrest karena kondisinya yang lemas dan dalam beraktivitas pasien masih dibantu untuk keluarganya.

PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 28 Maret 2005 jam 09.30 WIB diruang AB ditemukan data-data sebagai berikut: keadaan umum pasien lemah, pucat dan kesadaran composmentis. Tanda-tanda vital TD : 100/70, Nadi 84 x/menit, suhu 36,80C, respiratory rate 24 x/menit, tinggi badan 165 cm, berat badan 55 kg. Rambut lurus, pendek, sedikit beruban, tidak terdapat lesi, bersih, tidak mudah rontok dan penyebarannya merata. Mata simetris, pupil isokor, konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan tidak memakai alat bantu. Hidung simetris, bersih, tidak ada pembesaran polip, tidak ada penumpukan sekret, dan tidak menggunakan alat bantu pernafasan. Mulut mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis. Lidah bersih, tidak terdapat karies, gusi tidak berdarah. Telinga simetris, tidak ada penumpukan serumen dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, dan tidak ada pembesaran vena jugularis. Paru-paru pada pemeriksaan inspeksi simetris, tarikan interkosta tak tampak, palpasi tidak ada nyeri tekan, taktil fremitus teraba sama, perkusi bunyi resonan dan auskultasi bunyi vesikuler, tidak terdengar ronchi dari wheezing. Jantung inspeksi ictus kordis tampak, palpasi denyut apikal teraba, perkusi tidak dilakukan dan auskultasi terdengar s1 dan s2 reguler. Abdomen bentuk datar tidak ada asites, auskultasi peristaltik usus 8 x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan tidak ada distensi vesika urinaria dan perkusi tympani. Pada genetalia bersih tidak terpasang kateter. Ektremitas superior terpasang infus Nad 20 tpa, Rom odem, Rom+ +

tonus otot kanan: 4 kiri: 8 dan tidak ada oedem. Dan pada inferior tidak ada+ +

tonus otot kanan: 4 kiri: 4. Pada kulit turgornya baik, tidak ada

lesi, warna kulit pucat. Dan pada pengkajian nyeri provokatiknya pusing karena penurunan suplai O2 kejang ringan otak, quality: pusing seperti berputar-putar dan hilang jika untuk berbaring terlentang, region nyeri (pusing) di kepala, skalanya 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Time: dirasakan terus menerus.

DATA PENUNJANGHasil laboratorium hematologi pada tanggal 28 Maret 2005 ditemukan hasil yaitu WBC: 3,4.103/ul dengan nilai normal 4,5 11,00.103/ul, RBC: 1,88.106/ul dengan nilai normal laki-laki 4,6 6,2.106/ul, HGB: 4,2 g/dl dengan normal laki-laki 13,5 18,0 g/dl. HCT: 5,8% dengan nilai normal 40 90%, MCU: 60,6 Kl dengan nilai normal 80 94 Kl MCH 16,2 dengan nilai normal 27 32 pl, MCHC: 30,2 g/dl dengan nilai normal > 32 g/dl, Lym: 36,5% dengan nilai normal 22 40%. Dari hasil laboratorium urinenya glukosa: normal, protein: negatif, bilirubbin: negatif, urobilin: normal, PH: 8,5, keton: negatif, nitrit: negatif dan lekosit negatif. Dan mendapat therapy infus NaCl 20 tpm, injeksi furosemid 3x1 amp. Antrain 3x1 amp dan tranfusi darah 4 kalf. Dan infus D5% 20 tpm.

PENGELOMPOKAN DATAHasil pengkajian yang sudah dilakukan dapat dikelompokkan data subyektif, pasien mengatakan badanya lemes dan gemetar, pusing, dan BAB keras warna hitam dan data Obyektif pasien bedrest, Aktivitas pasien masih dibantu, pasien tampak menahan pusing, BAB keras warna hitam, muka pucat KU lemah, TD: 100/70 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 24 x/menit, HGB: 4,2 g/dl, HCT: 5,8% RBC: 1,88 106/ml, skala nyeri 5, Tonis otot peristaltik usus 5 x/menit.4 4 4 4

, kapilarefil 4 detik,

ANALISA DATASetelah dilakukan pengkajian pada Tn. K pada hari senin tanggal 28 Maret 2005 jam 09.30 WIB, maka ditemukan 3 masalah keperawatan, yang pertama yaitu gangguan perkusi jaringan, data yang menunjang adalah data subyektif pasien mengatakan kepalanya pusing dan data obyektifnya antara lain pasien nampak menahan nyeri. TD: 100/70 mmHg, Nadi: 84 x/menit, muka pucat, RBC: 1,88.106/ul, HGB: 4,2 g/dl, FKT: 5,8% dengan skala nyeri 5, konjungtiva anemis, kemungkinan penyebab adalah penurunan jumlah eritrosit sehingga suplai O2 kejaringan otak menurun dan terjadi hipoksia jaringan otak sehingga menyebabkan pusing. Masalah yang kedua yaitu intoleran aktivitas, data yang menunjang adalah data subyektifnya pasien mengatakan badannya lemas dan gemetar, dan data obyektifnya antara lain: pasien bedrest, aktivitas pasien dibantu, KU lemah, terpasang infus, kemungkinan penyebabnya adalah penurunan jumlah eritrosit sehingga terjadi penurunan Hb, sehingga suplai darah ke jaringan perifer menurun yang mengakibatkan suplai O2 ke jaringan perifer menurun selain itu juga terjadi reaksi kompensasi jantung sehingga beban jantung meningkat dan akhirnya mengalami keletihan dan kelelahan. Masalah yang ketiga adalah konstipasi, data yang menunjang adalah data subyektifnya pasien mengatakan sulit BAB dan data obyektifnya antaralain BAB 1 x/hari, dengan konsistensi keras, warna hitam, peristaltik usus 5 x/menit. Dan kemungkinan penyebabnya adalah penurunan jumlah eritrosit yang menyebabkan suplai darah ke gastro intestinal menurun sehingga suplai O2 dan nutrisi menurun sehingga terjadi penurunan kerja usus dan mengakibatkan penurunan peristaltik usus dan pada akhirnya terjadi konstipasi. Setelah ditemukan 3 masalah keperawatan pada Tn.K pada tanggal 28 Maret 2005 maka dapat dirumuskan menjadi 3 diagnosa keperawatan: 5. Diagnosa keperawatan pertama yaitu gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan otak. Tujuan yang akan dicapai: pusing berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil tekanan darah: 120/90 140/30 mmHg, RBC: 4,2 5,0.106/ul, HGB: 12,0 16,0 g/dl, HCT: 40 50%, muka tidak pucat, kunjungtiva tidak anemis, kapilarefil 2 3 detik. Intervensi yang akan dilakukan pada Tn.K tanggal 28 Maret 2005 jam 10.30 WIB antara lain awasi tanda-tanda vital, warna kulit/membran mukosa, pertahankan kepala pada posisi tengah dan hindari pemakaian bantal besar pada kepala, kaji untuk respon verbal melambat, gangguan memori, catat

keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi, awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht), berikan produksi darah sesuai indikasi, berikan oksigen tambahan bila diperlukan dan sedikit keluhan nyeri. Implementasi yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 29 Maret 2005 jam 10.40 WIB memonitor tanda-tanda vital, dan pengisian kapiler dengan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 84 x/menit; kapilarefil 4 detik, jam 10.50 WIB mempertahankan kepala pasien pada pisis tengah dan menghindarkan pasien pada pemakaian bantal besar dan respon pasien adalah pasien merasa lebih nyaman. Jam 11.00 WIB memonitor keluhan nyeri dengan respon pasien yaitu pasien mengatakan pusing seperti berputar-putar dan skala nyeri 5; jam 11.10 WIB mencatat hasil laboratorium Hb/Ht dengan pengambilan darah dengan pengambilan GDS dan hasilnya Hb 5,4 g/dl, Ht: 6,0%; jam 11.15 memasukkan transfusi darah dengan respon transfusi darah sudah masuk 2 kalf dan tidak ada alergi dan kongulasi. Jam 13.00 memasukkan injeksi furosemid respon furosemid masuk 1 amp dan tidak terjadi reaksi alergi. Evaluasi pada hari selasa tanggal 29 Maret 2005 jam 20.00 WIB adalah subyektif: pasien megatakan masih merasa pusing, obyektif: tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, RBC: 1,86106/ul, HGB: 5,8 g/dl, HCT: 7,8%, skala nyeri 4, muka pucat, kapilarefil 4 detik. Analisa: masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, monitor tanda-tanda vital dan berikan transfusi darah; Berikan injeksi kurosemid. Implementasi yang dilakukan pada hari Rabu 30 Maret 2005 pada jam 09.00 WIB yaitu mengukur tanda-tanda vital dan kapilarefil, dengan hasil TD: 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36,30C, RR: 18 x/menit dan kapilarefil 3 detik; jam 09.15 memposisikan pasien dengan posisi kepala pada posisi tengah, dengan respon pasien merasa lebih nyaman; jam 09.45 WIB mencatat hasil laboratorium dengan hasil HGB: 6,4 g/dl, HT: 18,2%; jam 10.00 WIB memasukkan transfusi darah 2 kolf dan respon darah sudah masuk dan tidak ada alergi; jam 12.30 WIB memasukkan injeksi furosemid dengan respon tanpa ada alergi dan masuk 1 amp.

Evaluasi pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 jam 20.00 WIB didapatkan data subyektif pasien mengatakan sudah tidak merasa pusing dan data obyektif: TD: 130/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, suhu 36,20C, RR 20 x/menit. HGB: 8,2 g/dl, HT: 36,4%, RBC: 3,2.106/ul, skala nyeri 2, kapilarrefil 3 detik. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital dan kapilarefil, monitor hasil laboratorium; Berikan transfusi darah. 6. Diagnosa keperawatan kedua yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 yang ditandai dengan pasien mengatakan badannya lemes, gemetar, pasien bedrest, KU lemah, aktivitas pasien dibantu tonus otot4 4 4 4

. Tujuan yang akan dicapai adalah peningkatan toleransi

aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil KU baik, pasien tidak bedrest, infus dan transfusi aff, tonus otot5 5 5 5

, aktivitas mandiri, pasien merasa lebihkuat. Intervensi yang dilakukan

pada hari Senin tanggal 28 Maret 2005 adalah kaji kemampuan klien dalam aktivitas, kaji gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot, monitor tanda-tanda vital, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, beri bantuan dalam aktivitas, gunakan teknik penghematan engergi, anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri dada, nafas pendek, kelemahan atau pusing terjadi. Implementasi yang dilakukan pada hari Selasa 29 Maret 2005 adalah pada jam 21.30 WIB melakukan observasi terhadap keadaan umum pasien, jam 21.35 WIB mengkaji kelemahan otot, respon pasien tonus otot4 4 4 4

, respon pasien tirah baring dengan kepala agak tinggi,

jam 05.00 WIB membantu pasien dalam BAK dan ganti pakaian, respon pasien mau dibantu dalam aktivitas, jam 05.30 WIB menerangkan kepada pasien untuk menghemat energi, supaya jangan terlalu capek, respon pasien membatasi aktivitas yang dapat menguras banyak energi. Evaluasi yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 jam 21.30 didapat data, subyektif pasien mengatakan tubuhnya masih lemah, obyektif pasien bedrest, KU lemah, masih terpasang transfusi darah, tonus otot5 5 5 5

,

pasien masih dibantu dalam aktivitas. Analisa : masalah belum teratasi. Planing : lanjutkan intervensi sebagai berikut : monitor KU, tensi kelemahan otot, monitor aktivitas pasien, beri bantuan dalam aktivitas, anjurkan teknik penghemat energi, modifikasi dengan ajarkan alih baring.

Implementasi pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 jam 13.00 WIB menilai kemampuan klien beraktivitas dengan respon pasien mengatakan sudah merasa kuat, jam 15.05, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat dengan respon pasien mau banyak istirahat. Evaluasi pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 jam 16.30 WIB sebagai berikut; subjektif : pasien mengatakan tubuh sudah kuat. Objektif : pasien sudah jalan-jalan di sekitar ruangan, aktivitas mandiri, KU baik, analisis : masalah teratasi, planing : pertahankan kondisi pasien. 7. Diagnosa ketiga adalah konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus yang ditandai dengan BAB sulit, BAB 1x/hari dengan konsistensi keras, warna hitam, jumlah kurang lebih 1 ruas jari kelingking, peristaltik usus 5x/menit, adanya distensi kolon. Intervensi yang akan dilakukan pada Tn. K. pada hari Senin 28 Maret 2005 jam 10.30 antara lain observasi warna feses, konrestensi, frekuensi dan jumlah, auskultasi bunyi usus, awasi intake dan output, keluaran dengan perhatian khusus pada makanan / cairan, dorong masukan cairan 2500 3000 ml/hr dalam toleransi jantung, hindari makanan yang membentuk gas, berikan diit tinggi serat sesuai indikasi, berikan laksatif atau enema sesuai indikasi. Implementasi pada hari Selasa 29 Maret 2005 antara lain : jam 16.30 WIB mengobservasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah dengan respon pasien pasien mengatakan BAB masih keras, konsistensi, frekuensi dan jumlah 1 ruas jari, jam 14.35 WIB memonitor auskultasi bunyi usus dengan hasil peristaltik usus 5x/menit, jam 14.40 WIB menganjurkan minum 2500 3000 ml/hari dan respon pasien mau minum 5 6 gelas/hari ( 2000 cc/hari) jam 14.45 WIB menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang membentuk gas seperti kubis, sawi dan respon pasien paham dengan anjuran dari perawat, jam 17.00 WIB memberikan.enema (huknah gliserin) 10 cc, dengan respon pasien mau dihuknah dan langsung merasa ingin BAB, jam 17.10 WIB menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi serat, respon pasien paham dengan penjelasan perawat. Evaluasi pada hari Selasa tanggal 29 Maret 2005 antara lain : Subjektif : pasien mengatakan BAB masih keras, objektif : BAB agak keras, warna kuning kehitaman, peristaltik usus 10x/menit distensi kolon tidak ada. Analisis: masalah teratasi sebagian. Planing: lanjutkan intervensi sebagai berikut : observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah auskultasi

bunyi usus, anjurkan minum 2500 3000 ml/hari, berikan enema, anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi serat. Implementasi pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 antara lain : pada jam 16.35 mengobservasi warna feses, konsistensi lembek, jam 14.25 WIB mengauskultasi bunyi usus dan hasilnya peristaltik usus 24x/menit, jam 14.30 WIB, menganjurkan minum 2500 3000 ml/hari dan respon pasien mau minum 7 8 gelas/hari ( 2000 cc/hari), jam 14.35 menganjurkan makan makanan tinggi serat dan respon pasien mau makan makanan berserat seperti buah. Evaluasi pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 jam 19.00 WIB sebagai berikut : Subjektif: pasien mengatakan BAB sudah lancar, objektif : BAB 1x/hari, konsistensi lembek, warna kuning, peristaltik usus 24x/menit, tidak ada distensi kolon. Analisis : masalah teratasi. Planing : pertahankan keadaan pasien.

BAB IV PEMBAHASANSetelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.K, penulis akan membahas masalah-masalah yang muncul pada Tn.K antara lain: 1. Gangguan perfusi jaringan serebral adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernafasan pada tingkat sekuler serebral disebabkan suatu penurunan dalam suplai darah kapiler (Carpenito, 2001). Biasanya disebabkan oleh hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan diawali dengan adanya penurunan oksigen dan nutrisi dalam otak sehingga terjadi kerusakan otak, adanya kerusakan tersebut maka akan terjadi kematian jaringan otak dan pada akhirnya terjadi kematian (Sylvia, 1995). Penulis memprioritaskan diagnosa ini sebagai prioritas utama karena Hipoksia jaringan otak yang disebabkan adanya penurunan aliran darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak ireversibel. Srikulasi darah dari jantung yang dibutuhkan ke otak 750 ml/menit, karena otak tidak menyimpan makanan dan oksigensementara kebutuhan metaboisme yang tinggi, jika otak terjadi kerusakan maka akan terjadi gangguan pada sistem syaraf, sehingga akan mempengaruhi kerja setiap organ karena otot merupakan organ utama dalam tubuh (Smeltzer, 2002). Diagnosa ini didukung data menurut Doengoes (2000) adalah palpilasi, angina, kulit pucat, membran mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, ekstremitas dingin, nyeri kepala, penurunan tekanan darah, dan pengisian kapiler lambat, dan pada Tn. K ditemukan data: pusing, TD: 100/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, RBC: 1,88.106/ul, HGB: 4,2 g/dl, HCT: 5,8%, MCU: 60,6 fl, LYM: 36,5%, skala nyeri 5, konjungtiva anemis, muka pucat, kapilarefil 4 detik. Untuk mengatasi masalah diatas maka penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut : a. Mengawasi tanda-tanda vital, mengkaji pengisian kapiler dan warna kulit, hal ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. Faktor pendukung dari implementasi yang dilakukan adalah adanya fasilitas dan sarana yang lengap; pasien juga kooperatif. b. Memberikan posisi yang nyaman dengan mempertahankan kepala/leher pada posisi tengah dan hindari pemakaian bantal besar pada kepala. Hal ini

dilakukan karena kepala yang miring pada salah satu sisi akan menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena, dan letak kepala yang lebih tinggi dapat memperlambat aliran darah ke otak. c. Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium Hb/Ht. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi. d. Memberikan produksi darah (transfusi darah) sesuai indikasi. Hal ini dilakukan karena untuk meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan. Setelah dilakukan implementasi selama 2 x 24 jam diperoleh data evaluasi pada Tn. K pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2005 sebagai berikut: subyektif: pasien mengatakan rasa pusingnya sudah berkurang. Obyektif: TD: 130/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, suhu 36,20C, RBC: 3,2.106/ul, HGB: 8,2 g/dl, HCT: 36,4%, skala nyeri 2, kapilarefil 3 detik. Analisa: masalah teratasi sebagian. Planning: lanjutkan intervensi. Monitor tanda-tanda vital dan kapilarefil, monitor hasil laboratorium, dan berikan transfusi darah. Dan selama dilakukan implementasi selama 2 x 24 jam ditemukan faktor pendukung: pasien kooperatif, mau melaksanakan anjuran yang diberikan, keluarga pasien kooperatif dalam mengusahakan pencarian produksi darah yang dibutuhkan pasien. Dan faktor penghambatnya pasien masih sering tidur dengan posisi miring karena merasa lelah dengan posisi terlentang, kurangnya penyediaan produksi darah di Rumah Sakit yang dibutuhkan oleh pasien sehingga keluarga merasa kesulitan untuk mendapatkan produksi darah. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh. Intoleransi aktivitas adalah penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan/yang dibutuhkan (Carpenito, 2001). Biasanya disebabkan karena ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh. Selama latihan fisik kebutuhan akan oksigen meningkat, jika terjadi Hipoksia jaringan perifer sehingga jantung menyesuaikan diri dengan cara meningkatkan beban kerja jantung sehingga akan merasa cepat lelah (Sylvia, 1995). Penulis mengambil diagnosa ini sebagai prioritas kedua karena diagnosa ini sebagai diagnosa aktual yang kedua karena intoleran aktivitas perlu

mendapatkan terapi dan latihan gerak untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan. Hal inidapat dihilangkan dengan istirahat dan sasarannya adalah meningkatkan toleransi terhadap aktivitas (Carpenito, 2001). Diagnosa ini didukung data Doengoes (2000) adalah kelemahan dan kelelahan, mengeluh mengalami penurunan toleransi aktivitas/latihan, lebih banyak memerlukan istirahat/tidur, palpitasi, penurunan kekuatan, lesu. Dan pada Tn. K ditemukan data badan lemas, pasien bedrest, terpasang infus dan transfusi darah, tonus otot4 4 4 4

, ROM

+ +

+ +

, pasien dalam beraktivitas dibantu secara parsial oleh

keluarga dan perawat (mandi, BAK, BAB, makan) dan KU lemah. Untuk mengatasi masalah diatas maka penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut : a. Menilai kemampuan klien untuk melakukan tugas. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk menilai seberapa banyak bantuan yang harus diberikan pada pasien pada saat melakukan aktivitas ataupun dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. b. Mengkaji gangguan keseimbangan jalan, kelemahan otot. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/resiko cidera. c. Mempertahankan tirah baring. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk menurunkan beban kerja jantung dan paru sehingga dapat mengurangi kelelahan karena tanpa adanya aktivitas berat yang dilakukan oleh pasien. d. Memberikan bantuan dalam aktivitas secara parsial (mandi, BAK, BAB, makan). Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien juga memberikan personal hygiene pada pasien, bantuan hanya diberikan bila perlu karena harga diri pasien ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri. Setelah dilakukan implementasi selama 2 x 24 jam diperoleh data evaluasi pada Tn. K pada hari Rabu 30 Maret 2005 sebagai berikut: Subyektif: pasien mengatakan pasien sudah merasa kuat, obyektif: pasien sudah jalan-jalan disekitar/disekeliling ruangan, tonus otot5 5 5 5

, ROM

+ +

+ +

aktivitas mandiri.

Analisis : masalah teratasi dan planning pertahankan kondisi pasien. Dari evaluasi diatas dapat disimpulkan bahwa masalah pada diagnosa kedua sudah teratasi. Dan selama dilakukan implentasi selama 2 x 24 jam ditemukan faktor pendukung: pasien kooperatif, keluarga pasien mau membantu pasien dalam beraktivitas, pasien mau melakukan tirah baring sesuai anjuran.

Dan faktor penghambatnya adalah pasien kadang-kadang memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi meskipun tubuhny amasih lemah dan tidak semua perawat mau memperhatikan setiap kebutuhan pasien sehingga personal hygiene dan kebutuhan sehari-hari yang tidak bisa dibantu oleh keluarga tidak bisa terpenuhi. 3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus Konstipasi adalah keadaan dimana individu mengalami statis usus besar yang mengakibatkan eliminasi jarang atau keras dan feses kering (Carpenito, 2001). Biasanya disebabkan karena peristaltik usus menurun, usus besar secara klinis dibagi menjadi dua belahan kanan dan kiri sejalan dengan suplai darah yang diterima yaitu akteria/resentrika superior dan arteria mesentrika inferior. Jika suplai darah dalam usus besar menurun, maka suplai O2 dan nutrisipun menurun sehingga peristaltik ususpun akan menurun. Dalam ini absorbsi air dan eletrolit usus besar secara normal sekitar 8000 ml, jika kapasitas yang diabsorbsi dari ileum berkurang, maka akan timbul konstipasi (Sylvia, 1995). Penulis mengambil diagnosa ini sebagai prioritas ketiga karena konstipasi merupakan defekasi yang tidak teratur dan kadang menyebabkan nyeri. Konstipasi dirasakan sebagai masalah subyektif yang terjadi bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan yang dirasakan orang tersebut sebagai normal, maka penggunaan laksatif dapat dihubungkan dengan masalah ini (Smeltzer, 2002). Diagnosa ini didukung data menurut Doengoes (2000) adalah perubahan pada frekuensi, karakteristik dan jumlah feses, mual/muntah, penurunan nafsu makan, laporan nyeri abdomen tiba-tiba, kram, gangguan bunyi usus. Dan pada Tn. K ditemukan data BAB sulit, keras, warna hitam, jumlah 1 ruas jari, peristaltik usus 5 x/menit. Untuk mengatasi masalah diatas maka penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut: a. Mengobservasi warna, konsistensi, frekuensi dan jumlah feses. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi/tindakan yang tepat. b. Menganjurkan minum 2.500 3.000 ml/hari. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk membantu dalam memperbaiki konsistensi feses karena intake cairan dapat meningkatkan absorbsi air oleh kolon. c. Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang membentuk gas. Hal ini dilakukan karena dapat menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.

d. Memberikan enema dengan gliserin 10 cc. Hal ini bertujuan mempermudah defekasi karena dengan pemberian Huknah glisenin dapat melunakkan feses. e. Menganjurkan memakan makanan tinggi serat, karen serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktos intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi. f. Mengauskultasi bunyi usus. Hal ini dilakukan karena untuk mengetahui peristaltik usus karena bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurunkan pada konstipasi. Setelah dilakukan implementasi selama 2 x 24 jam diperoleh data evaluasi pada Tn. K pada hari Rabu 30 Maret 2005 sebagai berikut: subyektif: pasien mengatakan BAB sudah lancar, obyektif: BAB 1 x/hari dengan konsistensi lembek, warna kuning, peristaltik usus 24 x/menit. Analisa : masalah teratasi, planning: pertahankan kondisi pasien. Dan selama dilakukan implementasi selama 2 x 24 jam ditemukan faktor pendukung adalah pasien kooperatif, pasien mau melakukan apa yang dianjurkan penulis, sarana dan fasilitas tersedia, kerjasama tim yang bagus. Dan faktor penghambatnya adalah terlalu banyak pengunjung yang ada diruangan. Dari data diatas penulis dapat menyimpulkan adanya beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan, yaitu antara lain: Faktor pendukungnya, pasien kooperatif, keluarga kooperatif, pasien mau melakukan apa yang dianjurkan perawat dan adanya kerjasama tim yang baik. Dan faktor penghambatnya adalah kurangnya penyediaan produksi darah yang ada di rumah sakit sehingga pasien kesulitan dalam mencari darah yang dibutuhkan pasien, kadang-kadang pasien memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi meskipun tubuhnya masih lemah dan tidak semua perawat mau memperhatikan kebutuhan pasien/personal hygiene. Maka untuk mengatasi faktor penghambat penulis menentukan beberapa penyelesaian antara lain : menganjurkan pada keluarga pasien untuk mencari produksi darah ke PMI lain dengan surat rujukan dari rumah sakit, mengajurkan pada keluarga untuk membantu pasien pada waktu pasien mau pergi ke kamar mandi, mengajarkan pada keluarga untuk membantu memenuhi personal hygiene pasien dengan catatan agar keluarga tidak selalu bergantung pada perawat.

BAB V IMPLIKASISetelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn. K dengan Anemia defisiensi besi di bangsal AB rumah sakit Pandan Arang Boyolali, penulis menentukan beberapa faktor penghambat dalam tindakan keperawatan pada Ny. W sehingga pasien dan keluarga pasien merasa kesulitan dalam mendapatkan asuhan keperawatan. Untuk meningkatkan mutu dan pelayanan rumah sakit maka penulis memberikan beberapa saran terutama pada pasien dengan anemia. Dalam kasus ini hambatan yang pertama adalah kurangnya sarana fasilitas yang dibutuhkan, pada pasien dengan anemia. Khususnya Tn. K yang membutuhkan transfusi darah, keluarga Tn. K merasa kesulitan memperoleh produksi darah yang dibutuhkan oleh Tn. K. Untuk pihak rumah sakit penulis disarankan agar meningkatkan jumlah produksi darah yang dibutuhkan oleh pasien, misalnya pihak rumah sakit Boyolali yang bekerja sama dengan PMI dapat mengadakan donor darah secara masal setiap 3 bulan sekali. Hambatan yang kedua adalah pada pasien dan keluarga kadang ada yang kurang mengetahui informasi tentang penyakit yang diderita, sedangkan dari pihak perawat biasanya hanya melakukan tindakan tanpa memberi penjelasan, sehingga penulis memberi saran pada perawat agar memberi penjelasan pada setiap tindakan yang dilakukan, selain itu perawat juga bisa memberi saran pada perawat agar memberi penjelasan pada setiap tindakan yang dilakukan, selain itu perawat juga bisa memberi pendidikan kesehatan untuk menambah wawasan dari pasien dan keluarga pasien. Untuk para pembaca jika menemukan kasus anemia dengan kondisi yang sangat lemah, maka para pembaca bisa menganjurkan pada pasien tersebut untuk lebih banyak istirahat dan juga berbaring dengan posisi terlentang tanpa bantalan yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKABoediwarsono. (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. FKUI. Jakarta. Looper, B. Robert. (1995). Penyakit. Judul Asli Disease. Alih Bahasa: Sclepoe Mangku, dr. Buku II. Gramedia. Jakarta. Carpenito, Lynda Juall (1998). Diagnosa Keperawatan. Judul Asli: Hand Book of Nursing Diagnosis. Alih Bahasa: Asih Yasman, S.Kp. Edisi 6. EGC. Jakarta. Doengoes, E Marilynn (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Judul Asli: Nursing Care Plan. Alih Bahasa: Kariosa, I Made, S.Kp. Edisi 3. EGC. Jakarta. Mansjoer, Arif (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Media Acsculapilis. FKUI. Jakarta. Mochtar Rustam, Prof. Dr. (1998). Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi 8. EGC. Jakarta. Price, A. Sylvia. (1995). Patofisiologi. Judul Asli: Clinical Concept of Disease Procesessor. Alih Bahasa: Anugrah Peter, Dr. Edisi 4. EGC. Jakarta. Smeltzer, S. Suzanne (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Judul Asli: Text book of Medical Surgical Nursing. Alih Bahasa: Kuncoro, H.Y. dr. Edisi 8. volume 2. EGC. Jakarta.