103
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autis adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berprilaku ( Faisal, 2003 ). Autisme merupakan sindrom gangguan perkembangan sistem saraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak – kanak hingga masa – masa sesudahnya. Sindrom tersebut membuat anak – anak yang menyandangnya tidak mampu menjalin hubungan sosial secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah. Tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa, berpriaku berulang – ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya ( Hembing, 2004 ). 8

BAB 1-2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

autissssssssssssssss

Citation preview

PAGE 50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Autis adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berprilaku ( Faisal, 2003 ). Autisme merupakan sindrom gangguan perkembangan sistem saraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak kanak hingga masa masa sesudahnya. Sindrom tersebut membuat anak anak yang menyandangnya tidak mampu menjalin hubungan sosial secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah. Tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa, berpriaku berulang ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya ( Hembing, 2004 ).

Prevalensi pada 10 20 tahun lalu jumlah penyandang autisme hanya 2 4 per 10.000 anak, tiga tahun belakangan jumlah tersebut meningkat menjadi 15 20 anak 1 per 500 anak. Tahun lalu di AS ditemukan 20 60 anak, kira kira 1/200 atau 1/250 anak. Di Indonesia, pendataan belum pernah dilakukan, namun para profesional yang menangani anak melaporkan adanya peningkatan jumlah penyandang autisme yang sangat pesat, (Maulana, 2007). Dari studi pendahuluan pada tanggal 5 Juli 2013 di Yayasan Pembinaan Anak Cacat didapatkan hasil data dengan jumlah 20 anak, diantaranya terdapat 8 anak yang mengalami gangguan perkembangan komunikasi, tetapi hanya 1 anak yang terdiagnosa Autisme Reaktif. Gerakan senam otak ini akan menggunakan seluruh otak melalui pembaruan pola gerakan tertentu membuka bagian bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat dan juga meningkatkan komunikasi otak. Ada tiga komunikasi yakni komunikasi otak kanan dengan otak kiri, otak depan dan otak belakang, serta otak atas dan bawah. Komunikasi ini berguna untuk meningkatkan efisiensi dari informasi sensorik yang paling berguna bagi autisme. Brain gym mampu mengembangkan bahasa karena dari berbagai gerakan yang dapat membuka bagian - bagian otak di korteks otak besar (cerebral cortex, grey matter) merupakan lapisan tipis berwarna abu abu yang terdiri dari 15 33 miliar neuron yang masing masing tersambung ke sekitar 10.000 sinaps, 1 milimeter kubik terdapat kurang lebih satu miliar sinapsis. Komunikasi antar neuron terjadi dalam bentuk deret panjang sinyal yang disebut potensial aksi yang dimungkinkan melalui fiber protoplamik yang disebut akson. Akson dapat dikirimkan hingga kebagian jauh dari otak atau tubuh untuk menemukan reseptor sel tertentu. Dalam hal ini, terdapat enam lapisan korteks, neokorteks/isokorteks, arcikorteks, paleokorteks, allokorteks yang berlipat lipat sehingga permukaannya menjadi lebih luas dengan ketebalan 2 4 mm. Lapisan korteks terdapat dalam berbagai macam pusat saraf yang mengendalikan ingatan, penglihatan, persepsi, pertimbangan, bahasa, dan kesadaran. Gerakan ini dapat dilakukan di rumah sebelum belajar, dapat dilakukan selama 7 10 menit sehari. Metode belajar dalam senam otak ini dikembangkan oleh Paul E. Dennison, Dr. Phill ahli senam otak dari lembaga Educational Kinesiology, Amerika Serikat, mengatakan meski sederhana brain gym mampu memudahkan perkembangan komunikasi, pemahaman bahasa, kegiatan belajar dan melakukan penyesuain terhadap ketegangan, tantangan, dan meningkatkan konsentrasi.Penatalaksanaan untuk mengatasi perkembangan komunikasi anak autis dapat dilakukan dengan berbagai metode terapi yaitu terapi wicara, terapi perilaku, terapi musik, terapi bermain dan metode brain gym (senam otak), (Prasetyono,2008). Dari pihak yayasan terapi yang telah dilakukan adalah terapi wicara dan terapi perilaku yang dilakukan setiap 3 kali seminggu pada hari selasa, jumat dan sabtu untuk membantu perkembangan komunikasi pada anak autis, hasil dari tindakan terapi tersebut semakin hari semakin meningkat asalkan anak rutin terapi. Salah satu intervensi yang diterapkan adalah brain gym (senam otak ) yaitu serangkain gerak sederhana yang menyenagkan dan salah satu kegunaannya adalah untuk meningkatkan kemampuan belajar anak anak dengan menggunakan keseluruhan otak. Kelebihan metode ini dibanding metode lain adalah gerakannya mudah di ingat dan sederhana, dan karena senam merupakan teknik elektrik yang membantu otak dan tubuh bekerja lebih efektif secara bersamaan. Brain gym tidak hanya untuk anak yang berkebutuhan khusus tetapi brain gym juga dapat dilakukan pada bayi, muda, orang tua, maupun lansia. Inti dari senam otak ini adalah bergerak merupakan kunci untuk belajar dan penting untuk perkembangan otak,(Muhammad,2011).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengambil studi kasus tentang Pemberian Terapi Brain Gym Sebagai Salah Satu Intervensi Keperawatan Dalam Upaya Membantu Perkembangan Komunikasi Pada Anak Autis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengkajian pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat?

2. Apa sajakah diagnosa keperawatan yang muncul pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat ?

3. Bagaimana intervensi keperawatan pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat?

4. Bagaimana tindakan keperawatan pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat?

5. Bagaimana evaluasi keperawatan pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat?6. Bagaimana perkembangan komunikasi setelah pemberian terapi brain gym pada anak M di Yayasan Pembinaan Anak Cacat?1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menyusun asuhan keperawatan dan pemberian terapi brain gym sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam upaya membantu perkembangan komunikasi pada anak autis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat.

2. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada anak M . dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat.

3. Menyusun rencana keperawatan (intervensi keperawatan) pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat.

4. Menerapkan tindakan keperawatan pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat.

5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat.

6. Mengidentifikasi perkembangan komunikasi pada anak M dengan autis di Yayasan Pembinaan Anak Cacat.

1.4 Manfaat Studi Kasus1. Bagi ilmu keperawatan

Memberikan informasi dan pengetahuan tentang pentingnya pemberian terapi brain gym dalam upaya perkembangan komunikasi pada anak autis.

2. Bagi klien

Klien dapat mengembangkan komunikasi melalui terapi brain gym dan dapat mengembangkan pembelajaran dibidang komunikasi, serta meningkatkan perkembangan komunikasi klien.3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian terapi brain gym lainnya.

4. Bagi peneliti

Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan dan mengaplikasikan beberapa ilmu yang telah didapat selama berada di bangku perkuliahan, khususnya mengenai pemberian terapi brain gym.5. Bagi orang tua klien

Diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan orang tua terhadap terapi brain gym untuk membantu perkembangan komunikasi pada anak.6. Bagi institusi yayasanMemberikan informasi dan pengetahuan tentang terapi brain gym terhadap perkembangan komunikasi pada anak autis.1.5 Batasan Studi Kasus

Batasan studi kasus ini adalah mengajarkan pemberian terapi brain gym pada anak X untuk membantu perkembangan komunikasi pada anak autis.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Autisme

2.1.1 Definisi

Autisme adalah suatu bentuk ketidak mampuan dan gangguan perilaku yang membuat penyandangnya lebih suka menyendiri ( Prasetyono, 2008). Autisme disebut juga sindrome Kenner, dengan gejala tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berprilaku berulang ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak atau dewasa, dan semua etnis ( Faisal, 2003).

2.1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya belum diketahui secara pasti, hanya diperkirakan mungkin adanya kelainan dari sistem saraf (neurologi) dalam berbagai derajat berat ringannya penyakit. Penyebab yang tepat masih dalam taraf perdebatan diantara para ahli. Pada mulanya dulu di tahun 40-an dr. Leo Kenner pernah melaporkan temuannya bahwa orang tua dari anak yang autisme, ternyata kurang memiliki rasa kehangatan dalam membesarkan anaknya.

Pendapat yang sudah menjadi konsensus bersama para ahli belakangan ini mengakui bahwa autisme diakibatkan terjadi kelainan fungsi di daerah otak.

Kelainan fungsi ini bisa disebabkan berbagai macam trauma seperti:

1. Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan kehamilan (toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo, dan lain-lain.

2. Kejadian segera setelah lahir (perinatal) seperti kekurangan oksigen (anoksia).

3. Keadaan selama kehamilan seperti pembentukan otak kecil yang lebih kecil (mikrosepali) atau terjadi pengerutan jaringan otak (tuber sklerosis).

4. Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison, (karena infeksi Tuberkulosa, dimana terjadi bertambahnya pigment tubuh dan kemunduran mental).

5. Mungkin karena kelainan crhomosom seperti pada sindrome crhomosoma X yang fragil seperti diberitakan belakangan ini tinggi insidennya di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sindroma crhomosom Xyp Y.

6. Mungkin faktor lain.

Kelompok kelainan perilaku yang hampir selalu ditemukan pada autisme, antara lain:

1) Mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang baik.

2) Sangat kurang menggunakan bahasa.

3) Sangat lemah kemampuan berkomunikasi.

4) kelainan lain-lain:

a. Sangat peka terhadap perubahan lingkungan.

b. Setiap perubahan bagi anak autisme selalu dirasakan buruk.

c. Memperlihatkan gerakan gerakan tubuh yang aneh (Faisal,2003).

2.1.3 KlasifikasiMenurut Faisal (2003), klasifikasi autisme dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Autisme Persepsi

Autisme persepsi dianggap autisme asli dan disebut juga autisme internal (endogenous) karena kelainan sudah timbul sebelum lahir. Gejala yang dapat diamati, antara lain:

a. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme dan reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan masalah.

b. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan. Orang tua tidak ingin peduli terhadap kebingungan dan dan kesengsaraan anaknya. Kebingungan anaknya perlahan berubah menjadi kekecewaan. Lama kelamaan rangsangan ditolak atau anak bersikap masa bodoh.

Anak yang terlalu peka atau sangat kurang peka terhadap rangsangan dan pengaruh luar, pada tahap awal sulit di diagnosa tidak seperti memeriksa rasa penciuman, atau rasa sedap makanan, atau kepekaan rangsang raba. Hanya bisa dilakukan dengan pengawasan dan pengamatan yang ketat.

2. Autisme Reaktif

Pada autisme reaktif , penderita membuat gerakan gerakan tertentu berulang ulang dan kadang kadang disertai kejang kejang. Gejala yang dapat diamati, antara lain:

a. Autisme ini biasa terlihat pada anak usia lebih besar (6 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berpikir logis. Namun demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu minggu pertama.

b. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik karena trauma fisik atau psikis, tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.

c. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini, sehingga mempengaruhi perkembangan normal kemudian harinya.

Beberapa faktor risiko pada kejadian autisme reaktif yaitu:

a. Anak yang tekena autis reaktif menghadapi kecemasan yang berat pada masa kanak kanak, memberikan reaksi terhadap pengalamannya yang menimbulkan trauma psikis tersebut.

b. Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada penyimpanan memory di awal kehidupannya tetapi proses sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu.

c. Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpanan memory akan berpengaruh pada anak usia 2 3 tahun. Karena itu, meskipun anak masih memperlihatkan emosi yang normal tetapi kemampuan berbicara dan berbahasanya sudah mulai terganggu.

3. Autisme yang timbul kemudian

Kelainan ini dikenal setelah anak agak besar tentu akan sulit memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan mungkin diperberat dengan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah lahir, (Faisal, 2003).

2.1.4 Tanda dan Gejala

Untuk mengetahui apakah seorang anak menderita autis atau tidak, digunakan standar internasional tentang autis yaitu ICD -10 (International Classification of Diseases), ICD tersebut adalah:

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik:

a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, seperti kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup dan gerak-gerik kurang tertuju.

b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya. Tidak ada empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).

c. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi:

a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara nonverbal. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.

b. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

c. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.

3. Adanya suatu pola yang diperhatikan dan diulang-ulang dalam perilaku,minat, dan kegiatan:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.

b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas dan tidak ada gunanya.

c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.

d. Sering kali sangat terpukau pada bagian-bagian benda (Prasetyono,2008).2.1.5 Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak dibagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut, sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah pada bayi yang baru lahir diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoaktive intestinal peptide, calcitoninrelated gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growt without guidance, dimana bagian bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.

Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan implus saraf) di otak kecil pada autisme. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan, degenerasi sekunder terjadi bila sel purkinye sudah berkembang kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel purkinye, kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Yatim ( 2003) Pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Pemeriksaan CT scanning dan pneumo encephalogram pada anak autisme, tampak:

a. Ventrikel lateral otak tidak normal, terutama daerah temporal.

b. Juga terlihat pelebaran ventrikel lateral otak.

2. Pemeriksaan histopatologi:

Pembentukan sel sel di daerah hipocampus terlihat tidak normal dan amygdala di kedua sisi otak.

3. Pemeriksaan EEG:

Kelainan tidak khas, meskipun kadang kadang tampak discharge temporal.

4. Pemeriksaan laboratorium:

Diduga ada kaitaanya dengan banyaknya pembuangan zat phenil keton melalui air seni (phenil ketonuria).

2.1.7Pencegahan

Autisme memang merupakan gangguan neurobiologis yang menetap. Walaupun gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tapi gejala gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi. Kesembuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor: gejalanya ringan, kecerdasan cukup ( 50% lebih penyandang mempnyai kecerdasan kurang), cukup cepat dalam belajar berbicara ( 20% penyandang autisme tetap tidak bisa berbicara sampai dewasa), usia (2 5 tahun ), dan tentu saja intervensi dini yang tepat dan intensif. (Mirza, 2007). Salah satu metode intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi perilaku atau lebih dikenal sebagai metode Applied Behavioral Analysis (ABA). Kelebihan metode ini dibanding metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumya jelas dan keberhasilannya bisa dinilai secara sobjektif.

2.1.8Penatalaksanaan

Menurut para ahli, sebagian besar anak autisme bila di diagnosa cepat ditegagkan dan ditanggulangi dengan baik oleh para ahli penyakit jiwa, bisa tumbuh sampai dewasa dan masih bisa berbuat dan berguna untuk sesama meskipun mungkin cara hidup kesehariannya masih austitik (menurut keinginan dan caranya masih sendiri). Menurut Prasetyono (2008) ada beberapa metode untuk menangani autisme yaitu:

1. Terapi perilaku dengan metode ABA (applied behavioral analysis) atau metode lovaas.

2. Terapi wicara (speech and language therapy).

3. Terapi fisik dan okupasi (phisycal and occupational therapy [OT] dan sensory integration [SI]).

4. Diet casien free (CF), gluten free (GF), dan sugar free (SF). Selain itu, juga menghindari pengawet makanan, perasa buatan, MSG, dan pewarna buatan.

5. Terapi medis berupa obat atau intervensi biomedik berupa pemberian suplemen dan vitamin megadosis (jika diperlukan dan mendapat rekomendasi dari dokter yang menangani anak).

6. Terapi dengan metode floor time, yaitu dengan pendekatan interaktif antara anak dengan orang tua atau keluarga.

7. Nama nama terapi lainnya adalah auditory integration training (AIT), cara berkomunikasi dengan picture exchange communication system (PECS), penggunaan computerized pictograph (COMPIC), terapi musik, brain gym, metode Gleen Doman, dan metode RDI.

2.1.9 Komplikasi

Semua gangguan pervasif lain, gangguan sosio emosional sekunder, gangguan atachment reaktif, keterbelakangan mental disertai gangguan emosional dan perilaku, penyakit gangguan jiwa jenis schizophrenia tahap awal dan Sindrom Rett. (Faisal, 2003).

2.2 Konsep Brain Gym

2.2.1 Definisi

Brain gym (senam otak ) adalah serangkain latihan gerak sederhana yang menyenagkan dan salah satu kegunaannya adalah untuk meningkatkan kemampuan belajar anak anak dengan menggunakan keseluruhan otak. Metode belajar dalam senam otak ini dikembangkan oleh Paul E. Dennison, Dr. Phill ahli senam otak dari lembaga Educational Kinesiology, Amerika Serikat, mengatakan meski sederhana brain gym mampu memudahkan perkembangan komunikasi, pemahaman bahasa, kegiatan belajar dan melakukan penyesuain terhadap ketegangan, tantangan, dan meningkatkan konsentrasi. Edu K (Educational Kinesiology) berasal dari kata latin educare yang artinya menarik keluar dan kinesiologi = kinesis yang berasal dari kata Yunani, yaitu ilmu tentang gerakan tubuh manusia, (Asadi, 2011).

2.2.2 Tujuan Brain GymUntuk membuka bagian bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat dan mampu memudahkan perkembangan komunikasi dan pemahaman bahasa. Senam otak dikembangkan untuk membantu meningkatkan kecerdasan anak anak sekolah atau bisa juga untuk bayi. Gerakan gerakan senam ringan yang dilakukan dalam senam otak, seperti melalui olah tangan dan kaki yang dapat memberikan rangsangan atau stimulus ke otak. Stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, misalnya kewaspadaan, konsentrasi, dan kecepatan dalam proses belajar, serta memori, pemecahan masalah, ataupun kreativitas. (Asadi, 2011).

2.2.3 Macam Macam Gerakan Senam Otak

Sebelum menerapkan senam otak, ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu gerakan PACE (Positive, Active,Clear, dan Energetic) . PACE diketahui dapat membantu mengurangi kecemasan mereka dan membuat mereka berada dalam kondisi yang santai. Berikut ini adalah penjelasan dari masing masing istilah tersebut:

1. EnergeticUntuk bersikap energik, diperlukan pendukung berupa air putih minimal 125 cc/ hari. Hal ini berguna dalam menyalurkan oksigen ke otak dan melarutkan garam sehingga mengoptimalkan fungsi energi listrik di dalam tubuh.

2. Clear

Untuk menjernihkan otak (clear), diperlukan pemijatan pada daerah saklar otak (brain button). Daerah yang dipijat adalah titik dua jari di bawah tulang selangka (clavikula) dengan satu tangan dan tangan dan tangan lainnya menggosok daerah pusar.

3. ActiveAgar otak dapat aktif, bisa melakukan dengan cara gerakan silang (cross crawl), yaitu menggerakan tangan kanan bersamaan dengan kaki kiri, dan sebaliknya.

4. PositiveGerakan positif, yaitu melakukan gerakan kait rileks (book ups). Tangan disilangkan dengan jempol di bagian bawah, lalu diputar sambil kaki disilangkan.

Gerakan senam otak dapat dilakukan hanya dengan menghabiskan waktu 7 menit setiap berlatih.

Adapun beberapa macam dalam gerakan senam otak adalah sebagai berikut:

1. Gerakan Tombol Bumi

Kedua tangan diletakkan di depan garis tengah lateral, lalu pusatkan perhatian anda pada titik pusat acuan yang diperlukan untuk mengambil keputusan tentang posisi objek dalam suatu ruang.

2. Gerakan Tombol Imbang

Sentuhlah tombol imbang yang terdapat di belakang telinga, pada sebuah lekukan di batas rambut antara tengkorak dan tengkuk (4 5 cm ke keri dan ke kanan dari garis tengah tulang belakang) dan persis di belakang daerah mastoid (processus mastoideus).

3. Gerakan Kait Rileks

Pola angka 8 untuk tangan dan kaki (bagian 1) mengikuti garis aliran energi tubuh. Sentuhan ujung jari berpasangan (bagian 2 ). Pada bagian 1, sambil duduk, silangkan pergelangan kaki kiri di atas kaki kanan. Julurkan tangan ke depan, menyilangkan pergelangan tangan kiri ke atas tangan kanan,lalu menjalin jari jari, menarik kedua tangan, dan meletakkannya di dada.

Pada bagian 2, harus membuka silangan kaki. Selain itu, menyentuhkan ujung jari kedua tangan secara bersamaan, dan tetap bernafas dalam selama 1 menit.

4. Gerakan Olengan Pinggul

Caranya melakukan gerakan olengan pinggul duduk di lantai, dengan posisi tangan kebelakang bertumpu pada lantai dengan siku ditekuk. Angkat kaki sedikit lalu oleng- olengkan pinggul ke kiri ke kanan dengan rileks.

5. Gerakan Coretan Ganda

Kegiatan menggambar di kedua sisi tubuh yang dilakukan pada bidang tengah, dan berusaha untuk menciptakan kembali suatu bentuk (gambar)bberdasarkan ingatannya saja.

6. Gerakan Abjad 8

Gerakan dengan membuat angka delapan tidur di udara, tangan mengepal dan jari jempol ke atas, dimulai dengan menggerakkan kepalan ke sebelah kiri atas dan membentuk angka delapan tidur. Diikuti dengan gerakan mata melihat ke ujung jari jempol. Buatlah angka 8 tidur 3 kali setiap tangan dan dilanjutkan 3 kali dengan kedua tangan.

7. Gerakan Burung Hantu

Berdirilah dengan kedua kaki meregang, letakkan telapak tangan kiri pada bahu kanan, sementara tangan kanan dibiarkan bebas sambil menengok kekiri dan kanan, telapak tangan kiri meremas- remas bahu. Keluarkanlah napas pada setiap putaran kepala, yakni ke kiri, lalu ke kanan kembali ke posisi tengah dengan menundukkan kepala sambil menghembuskan napas.

8. Gerakan Tombol Angkasa

Kedua tangan diletakkan di garis tengah tubuh, satu di atas bibir di garis tengah depan, yang lain di garis tengah belakang pada tulang ekor atau lebih ke atas agar aman dan sopan, lalu tarik napas, setelah itu bernapas ke atas sepanjang tulang belakang, supaya sadar dan memperhatikan relaksasi.

9. Gerakan Titik Positif

Berpikirlah tentang sesuatu yang ingin di ingat, seperti cara menulis sesuatu kata atau konsentrasi pada situasi yang dapat menimbulkan stres, seperti tes mengeja. Tutup mata dan bayangkan situasi yang membuatnya tegang, sampai ketegangan itu teraasa berangsur hilang.

10. Gerakan Putaran Leher

Tundukkan kapala dan ayunkan seperti bandul bergoyang, gerakkan kepala ke arah kanan dan kiri dengan sikap tubuh tegak.

11. Gerakan Mengaktifkan Tangan

Luruskan satu tangan ke atas, lalu ke samping kuping, kemudian buang napas lalu dorong tangan kedepan, kebelakang, baik ke dalam maupun luar. Sementara itu, satu tangan lainnya menahan dorongan tersebut, lakukan berulang ulang dengan tangan bergantain.12. Gerakan Pasang Telinga

Posisikan agar kepala tegak dan dagu lurus dengan nyaman, setelah itu letakkan tangan di telinga dengan jari jempol di belakang telinga lalu dipijat. Lakukan latihan ini sebanyak 3 kali atau lebih.

13. Gerakan Menguap Energi

Caranya ketika kita seolah olah menguap, tutup mata rapat rapat dan pijat pipi setingkat geraham atas dan bawah. Menguaolah dengan suara yang dalam rileks saat memijat otot tersebut.

14. Gerakan Pompa Betis

Berdiri dan sanggakan tangan pada dinding atau sandaran kursi, sedangkan salah satu kaki kebelakang dan badan condong ke depan, menekukkan lutut kaki yang di depan sementara kaki belakang dan punggung membentuk satu garis lurus. Pada posisi awal, tumit kaki belakang di angkat dari lantai sehingga beban ada di kaki depan.15. Gerakan Lambaian Kaki

Duduk dengan pergelangan kaki diletakkan pada lutut yang lain, sementara anda menempatkan ujung jari pada awal dan akhir daerah otot betis. Membayangkan seolah tendon dan otot yang mulai dari belakang lutut sampai mata kaki tersebut seperti segumpal tanah liat, lalu cari titik yang tegang pada awal dan akhir dari segumpal tanah liat tersbut dan dengan perlahan menekannya sampai terasa lembut dan lunak. Ketika memegang titik titik tersebut, secara pelan dan teratur lambaikan kaki ke atas dan ke bawah dengan gerakan yang semakin luas dan mudah.

16. Gerakan Pasang Kuda - Kuda

Kaki dibuka dengan jarak lebih lebar dari pada bahu, arahkan satu kaki ke samping dan tekuk lutut, sedangkan kaki lainnya tetap lurus namun keduanya tetap di stu garis. Lutut yang tertekuk bergerak dalam garis lurus melewati kaki, tetapi tidak lebih jauh dari pada ujung jarinya. Sementara itu tubuh bagian atas dan pinggul tetap menghadap lurus ke depan, sambil kepala dan lutut yang ditekuk dan kakinya menghadap ke samping.

17. Gerakan Silang Berbaring

Gerakan ini bisa di lakukan berbaring di lantai dengan menggunakan alas untuk melindungi tulang ekor Lakuakan gerakan dalam posisi telentang, lalu lutut dan kepala diangkat dan diletakkan di belakang kepala sebagai penyangga. Setelah itu, sentuhkanlah satu siku pada lutut yang berlawanan dan bergantian seolah olah mengayuh sepeda, sedangakan tengkuk tetap rileks dan bernapas secara berirama. Bayangkan pula ada sebuah benda yang menghubungkan pinggul dan bahu untuk meningkatkan kesadaran otot perutnya.

18. Membayangkan Huruf X

Harus bisa mengingatkan diri untuk menanggapi semua situasi secara optimal secara keseluruhan dengan mmembayangkan huruf X.

19. Gerakan Mengisi Energi

Usahakan bahu tetap terbuka dan rileks. Ingat, untuk bernapas ke dasar tulang belakang, rasakan napas (bukan otot ) sebagai sumber kekuatan.

20. Gerakan Luncuran Gravitasi

Duduk dengan nyaman, menyilakan kaki di pergelangan dan merentangkan tangan depan, lalu meluncur ke daerah kaki. Setelah itu membungkuk ke depan untuk membiarkan gravitasi bekerja, selanjutnya julurkan tangan ke depan, kepala menunduk, dan biarkan lengan meluncur ke berbagai arah yang bisa dicapai. Keluarkan napas saat juluran tangan ke bawah dan ke depan, kemudian tarik napas waktu lengan dan tubuh bagian atas diangkat, dan parabel dengan lantai.

21. Gerakan Pernapasan Perut

Mengeluarkan napas pendek pendek melalui bibir yang diruncingkan (seakan menjaga sebuah bulu tetap terapung), hembuskan napas melalui hidung juga. Letakkan tangan pada perut bagian bawah, dan pada waktu pengambilan napas, perut ikut mengembang. Tarik napas sampai hitungan ketiga, dan tahan sampai hitungan ketiga, lalu buang napas selama tiga hitungan serta tahan napas lagi sampai hitungan.2.3 Konsep Komunikasi

2.3.1 Definisi

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi.

Menurut Kleinjan, E yang dikutip oleh Cangara (2004) mengemukakan bahwakomunikasi merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas.

Menurut Harrold D. Lasdswell yang dikutip oleh Cangara (2004) dalam dasar ilmu komunikasi menyebutkan bahwa fungsi dasar yang mendorong manusia mempelajari ilmu komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi untuk memenuhi hasrat manusia dalam mengontrol lingkungannya.

Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui peluang peluang yang ada untuk memanfaatkan, memelihara, dan menghindar dari hal hal yang mengancam di alam sekitarnya.

2. Melalui komunikasi manusia dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Manusia tidak saja dituntut untuk mampu memberi tanggapan terhadap kejaadian yang memengaruhi perilaku individu, tetapi juga harus mampu menyesuaikan diri agar manusia dapat hidup dalam suasana yang harmonis.

3. Adanya komunikasi membuat manusia dapat melakukan transformasi warisan sosialisasi.

Masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaanya, anggota mayarakatnya dituntut untuk melakukan pertukaran nilai, perilaku, dan peranan.

Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Hingga sekarang, definisi komunikasi masih terus didiskusikan oleh para ilmu komunikasi, (Mundakir, 2006).

Menurut Harrold D. Lasswell yang dikutip Cangara (2004), menerangkan tindakan komunikasi adalah menjawab pertanyaan siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melaluii saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya.

Menurut Duldt-Bettey yang dikutip Suryani (2006) mendifinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka dan terjadi pertukaran ide, makna, perasaan, dan perhatian.

2.3.2 Tujuan Komunikasi

Komunikasi mempunyai beberapa tujuan. Tujuan utama komunikasi adalah untuk memebangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui, tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku, ataupun perubahan secara sosial (Nasir. Dkk, 2009 ). Indikator komunikasi biasanya pada umur 1 sampai 5 tahun, anak ini lebih jelas menunjukkan gangguan komunikasi dan berbahasa.1. Perubahan sikap (attitude change)

Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha memengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesui keinginan kita.

2. Perubahan pendapat (opinion change)

Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksud komunikator, maka akan tercipta pendapat yang berbeda beda bagi komunikan.

3. Perubahan perilaku (behavior change)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan seseorang, dari perilaku yang destruktif (tidak mencerminkan perilaku hidup sehat, menuju perilaku hidup sehat).

4. Perubahan sosial (social change)

Membangun dan memilihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal.

2.3.3 Fungsi Komunikasi

Dalam aktifitas keseharian, fungsi komunikasi sangat luas dan menyentuh pada banyak aspek kehidupan. Beberapa fungsi komunikasi trsebut antara lain:

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyabaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi

Dengan komunikasi, sesuatu yang ingin disampaikan dapat disebarluaskan kemasyarakat luas. Fungsi sosialisasi ini sangat efektif bila dilakukan dengan pendekatan yang tepat, misalnya komunikasi massa baik langsung maupun tidak langsung (melalui media).

3. Motivasi

Proses komunikasi yang dilakukan secara persuaive dan argumentative dapat berfungsi sebagai penggerak semangat, pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh komunikator.

4. Perdebatan dan diskusi

Suatu permasalahan yang masih kontroversial atau polemik dalam hubungan dengan masalah masalah publik dapat dibahas dan diselesaikan dengan menggunakan komunikasi yang intens baik melalui debat maupun diskusi.

5. Pendidikan

Proses pengalihan (transformasi ) ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif.

6. Memajukan kehidupan

Menyebarkan kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, membuat leaflet, booklet atau sejenisnya yang berisi tentang bagaimana hidup sehat, membangun imajinasi dan mendorong kreatifitas dan kebutuhan estetika dan lain lain.

7. Hiburan

Dunia entertement telah banyak muncul dari produk komunikasi, misalnya lawak, menyanyi, drama, sastra, seni dan lain lain.

8. Integrasi

Adanya kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi dan pesan yang diperlukan dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, berprilaku dan berpola fikir serta sebagai sarana untuk menghargai dan memahami pandangan orang lain dapat diperoleh dari komunikasi yang dilakukan (Mundakir, 2006).

2.3.4 Proses Komukasi

Komunikasi terjadi bila ada sumber informasi yang merupakan bahan atau materi yang akan disampaikan oleh komunikator. Sebelum informasi disampaikan komunikator perlu melakukan penyandian (encoding) untuk mengubah ide dalam otak ke dalam suatu sandi yang cocok dengan transmiiter. Contoh dari bentuk penyandian ini adalah kata kata dalam komunikasi nonverbal,anggukan kepala, sentuhan, kontak mata dan sebagainya. Setelah pesan disandikan kemudian komunikator menyampaikan pesan kepada penerima pesan (komunikasn) melalui saluran atau media. Ketepatan komunikan dalam menerima pesan sangat dipengaruhi oleh kemampuan komunikan dalam melakukan penafsiran atau decoding disamping juga dipengaruhi oleh faktor pengganggu (noice). Ketepatan komunikan dalam menafsiran pesan (decoding) dipengaruhi oleh banyak hal misalnya : pengetahuan, pengalaman, fungsi alat indra yang digunakan dan sebagainya. Komunikasi berlangsung efektif bila terjadi feed back yang baik antara penerima pesan dengan pembawa pesan sebelum terjadinya perubahan ataau efek sebagai dampak dari komunikasi, (Mundakir, 2006).

2.3.5 Karakteristik Dasar Komunikasi

Untuk memeperoleh keefektifan komunikasi, seseorang harus memperhatikan beberapa karakteristik dasar berikut ini, antara lain :

1. Komunikasi membutuhkan lebih dari dua orang yang akan menentukan tingkat hubungan dengan orang lain.

2. Komunikasi terjadi secara berkesinambungan dan terjadi hubungan timbal balik.

3. Proses komunikasi dapat melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang bisa terjadi secara simultan.

4. Dalam berkomunikasi seseorang akan berespon terhadap pesan yang diterima baik secara langsung maupun tidak langsung, verbal maupun nonverbal.

5. Pesan yang diterima tidak selalu diasumsikan sama antara penerima dan pengirim.

6. Pertukaran informasi dibutuhkan ilmu pengetahuan.

7. Pesan yang dikirim dan diterima dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, keyakinan dan budaya.

8. Komunikasi dipengaruhi oleh perasaan diri sendiri, subyek yang dikomunikasikan dan orang lain.

9. Posisi seseorang didalam sistem sosiokultural dapat memepengaruhi proses komunikasi, (Mundakir, 2006).

2.3.6 Jenis Komunikasi

1. Komunikasi tertulis

Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang disampaikan secara tertulis, baik dengan tulisan manual maupun tulisan dari media. Jenis komunikasi ini dapat berupa surat, surat kabar/media massa atau media elektonik yang disampaikan dalam bentuk tulisan.

2. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi ini dapat dilaksanakan secara langsung dengan percakapan tatap muka, maupun secara tidak langsung melalui telepon, teleconference dan sebagainya. Keuntungan dari komunikasi ini adalah dapat dilakukan secara cepat, langsung, jelas dan kemungkinan salah faham kecil karena proses umpan balik dapat terlaksana kecuali komunikasi yang sifatnya satu arah dan formal. Sedangkan kekurangan komunikasi ini adalah bahasa yang digunakan harus dimengerti oleh komunikan, membutuhkan pegetahuan yang cukup agar komunikasi yang dilaksanakan berlangsung lancar.

3. Komunikasi non verbal

Adalah komunikasi yang terjadi dengan menggunakan mimik atau bahasa tubuh, pantonim, dan atau bahasa isyarat.

4. Komunikasi satu arah

Komunikasi ini biasanya bersifat koersif, yang dapat berupa perintah, instruksi, dan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi sanksi. Komunikasi ini jarang bahkan tidak ada kesempatan untuk melakukan umpan balik karena sifat pesannya mau-tidak mau harus diterima oleh komunikan.

5. Komunikasi dua arah

Komunikasi yang memungkinkan bahkan harus ada proses feedback, biasanya bersifat informative dan atau persuasive, (Mundakir, 2006).

2.3.7 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi1. Faktor Sumber Pesan

a. Bahasa yang digunakan

Kebanyakan sumber sumber informasi/pesan terutama buku karangan orang luar negri,serta internet yang mengakses informasi informasi dunia adalah bahasa asing (inggris). Hal ini tentunya sangat menghambat sebagian besar masyarakat kita dalam memperoleh sumber karena kenyataan memang belum banyak yang memahami bahasa asing.

b. Faktor tehnis

Faktor ini terikat dengan tehnis operasional dalam memanfaatkan sumber informasi.

c. Ketersediaan dan keterjangkauan sumber

2. Faktor komunikator (Comunicator)

Komunikasi dapat berjalan lancar dan efektif tidak jarang karena faktor kominkator.

a. Penampilan dan sikap

Penampilan komunikator dalam berkomunikasi dapat meliputi beberapa hal antara lain sikap,ekspresi verbal maupun nonverbal,busana yang dipakai dan kerapian komunikator sangat mempengaruhi proses komunikasi yang dilaksanakan.

b. Penguasaan masalah

Selain meningkatkan kepercayaan diri bagi komikator, penguasaan masalah juga dapatmenghilangkan keraguan dari komunikan karena yakin mendapatkan pesan/informasi dengan benar.

c. Penguasaan bahasa

Penguasaan bahasa akan sangat membantu komunikator dalam memperoleh sumber yang bagus dan berkualitas. Dengan penguasaan bahasa seorang komunikator dapat melakukan komunikasi dengan sistematis, terarah, dan mudah difahami oleh komunikan.

d. Kesempatan

Adanya waktu dan tempat serta suasana psikologis yang memungkinkan terlaksananya komunikasi secara dinamis.

e. Saluran

Saluran yang dimaksud adalah alat indra ( penglihatan,pendengaran, pembauan, rasa, wicara) yang digunakan komunikator dalam mendapatkan dan menyampaikan pesan.

3. Faktor pesan (message)

a. Tehnik penyampaian pesan yang digunakan.

Bagaimana pesan disampaikan?

Apakah secara langsung, secara verbal, atau nonverbal?

b. Bentuk pesan

Bentuk pesan yang disampaikan dapat bersifat informatif,persuasif,dan koerasif.

1.) Informatif adalah bentuk pesan yang memberikan keterangan keterangan (fakta fakta ) atau pengetahuan pengetahuan bagi komunikan kemudian komunikan mengambil kesimpulan sendiri.

2.) Persuasif adalah bentuk penyampaian pesan dengan maksud memepengaruhi audien/komunikan untuk menerima atau menggunakan maksud pesan yang disampaikan oleh komunikator. Tujuan dari penyampaian bentuk pesan persuasif ini adalah perubahan kesadaran atas kehendak sendiri (bukan paksaan).

3.) Koersif ini bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi sanksi apabila komunikan tidak mengikuti makna pesan yang disampaikan oleh komunikator.

c. Pesan sesuai kebutuhan

Pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat menimbulkan ketertarikan atau sebaliknya kepada komunikan.

d. Jelas

Faktor kejelasan pesan dapat menjamin keefektifan komunikasi yang dilakukan.

e. SimplePenyampain pesan yang terlalu banyak juga merupakan faktor yang dapat mengganggu proses komunikasi.

4. Faktor media/saluran (channel)

Adalah alat/sarana yang dilalui oleh suara, antara lain:

a. mata (penglihatan)

b. hidung (penciuman)

c. otak

d. tangan

e. telinga

5. Faktor umpan balik (Feedback)

Terjadinya umpan balik dalam proses komunikasi menandakan komunikasi berjalan aktif. Faktor umpan balik dapat mempengaruhi berlangsungnya komunikasi adalah :

a. Relevansi dan pentingnya umpan balik (feedback)

Umpan balik yang dilaksanakan tidak sesuai dengan topik pesan yang dismpaikan, akan menimbulkan kebiasaan atau kekacauan dalam mencapai tujuan komunikasi yang dilakukan. Feedback hendaknya dilakukan sesuai dengan arah dan tujuan komunikasi (relevan) yang diinginkan serta dipandang perlu dilakukan umpan balik.

b. Sifat umpan balik (feedback)

Umpan balik hendaknya tidak bersifat penilain (judgement), namun lebih baik bersifat evaluatif. Umpan balik yang bersifat penilaian (judgement) biasanya akan berdampak kurang baik dalam proses komunikasi.

c. Waktu (timing)

Pelaksanaan umpan balik (feedback) yang dilakukan tidak pada waktu dan tempat yang tepat juga akan mempengaruhi komunikasi yang dilangsungkan.

6. Faktor komunikan (Comunican)

Dalam konteks komunikan (penerima pesan), komunikasi akan dapat berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh:

a. Penampilan dan Sikap

Penampilan dan sikap komunikan dalam menerima pesan ini meliputi beberapa hal antara lain sikap, ekspresi verbal maupun nonverbal, busana yang dipakai dan kerapian komunikan.

b. Pengetahuan

Seseorang yang mempunyai pengetahuan terbatas, kurang informasi akan sulit menerima atau mengikuti pembicaraan orang lain. Selain itu, dampak dari pengetahuan yang kurang ini juga akan mempengaruhi komunikan dalam mempresepsikan informasi yang diterima secara benar.

c. Sistem sosial

Pola, nilai dan norma yang berlaku dalma suatu masyarakat perlu difahami oleh seseorang dalam berkomunikasi.

d. Saluran

Saluran yang dimaksud adalah alt indra (penglihatan, pendengaran, pembauan, rasa, wicara) yan dimiliki komunikan dalam menerima dan mempersiapkan pesan.

7. Faktor efek (Effect)

Hasil atau efek dari komunikasi ini juga mempengaruhi terjadinya komunikasi. Komunikasi dengan tujuan tertentu yang sudah lama dan sering dilakukan namun bila tidak membawa dampak atau efek yang nyata dari hasil komunikasi tersebut, maka orang atau komunikator cenderung jemu atau bosan untuk menyampaikan pesan berikutnya, karena merasa tidak ada gunanya dilakukannya komunikasi kepada orang tersebut, (Mundakir, 2006).

2.3.8 Hambatan Dalam Proses Komunikasi

Secara umum hambatan yang terjadi selama komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat.

2. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi.

3. penampilan, sikap dan kecakapan yang kurang tepat selama berkomunikasi.

4. Kurangya pengetahuan.

5. Perbedaan persepsi.

6. Perbedaan harapan.

7. Kondisi fisik dan mental yang kurang baik.

8. Pesan yang tidak jelas.

9. Prasangka yang buruk.

10. Transmisi/media yang kurang baik.

11. Penilaian yang prematur.

12. Tidak ada kepercayaan.

13. Ada ancaman.

14. Perbedaan status, pengetahuan, dan bahasa.

15. Distrorsi (kesalahan informasi), (Mundakir, 2006).

2.3.9 Upaya Upaya Untuk Mengatasi Hambatan

Untuk mengatasi hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut:

1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan.

2. Meminta penjelasan lebih lanjut.

3. Mengecek umpan balik atau hasil.

4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat.

5. Mengakrabkan antar pengirim dan penerima.

6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat.

7. Mengurangi informasi/pesan yang meluas.

8. Menggunakan orientasi penerima. (Mundakir, 2006).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Autisme.

2.4.1 Pengkajian.

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam asuhan keperawatan.Pengkajian merupakan tahap paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat, sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi.

Pengkajiannya meliputi:

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Tingkat pendidikan

d. Status mental, meliputi penampilan dan sikap, tingkat kesadaran, aktivitas motorik, pikiran, dan cara bicara, alam perasaan dan afek, persepsi, orientasi, memori, informasi umum, kalkulasi, kapasitas membaca dan menulis, kemampuan visual-spasial, rentang perhatian, abstraksi, penilaian dan daya tilik diri.

e. Status neorologik, meliputi system motorik, (tonus otot, kekuatan, kesimitrisan, dan gaya berjalan; fungsi otak kecil), fungsi saraf kranial.

f. Riwayat pengobatan, meliputi neuroleptik, agens ansiolitik, antidepresan, barbiturat, obat nyeri, alkohol, obat rekreasional.

g. Karakteristik bicara, meliputi koherensi topik; logika dan relevansi respons; volume; nada dan modulasi suara; adanya defek bicara, seperti gagap, bicara sangat cepat atau sangat lambat, interupsi mendadak, bicara tidak jelas, atau bicara berlebihan atau sangat sedikit bicara; disartia; memutar balikkan kata;ekolalia ;afasia ;disfasia.

h. Status psikologis, meliputi perubahan nafsu makan, tingkat energi, motivasi, higiene pribadi, citra diri, harga diri, pola tidur, dorongan seksual, atau kompetensi; perubahan hidup, penyalahguaan alkohol atau obat; riwayat psikiatrik,meliputi awitan, jenis, dan keparahan gejala, dampak terhadap kemampuan berfungsi, jenis penanganan, dan respon terhadap penanganan.

i. Hasil uji laboratorium dan uji diagnostic, meliputi kadar elektrolit serum, skrining teksikologi obat, kadar hemoglobin dan hematorik,kadr glukosa darah, uji fungsi tiroid dan hati, CT scan,MRI, tomografi emisi positron,arteriografi serebral,angiografi substraksi digital,EEG,GCS.

1. Psikososial

a. Menarik diri dan tidak responsif tehadap orang tua.

b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.

c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek.

d. Prilaku menstimulasi diri.

e. Pola tidur tidak teratur.

f. Permainan stereotip.

g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.

h. Tantrum yang sering.

i. Peka terhadap suara suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan.

j. Kemampuan bertutur kata menurun.

k. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus.

2. Neorubiologis

a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus.

b. Refleks mengisap buruk.

c. Tidak mamapu menangis ketika lapar.

3. Gastrointestinal a.Penurunan nafsu makan.

b.Penurunan berat badanntifikasi (Nikmatur.2008:24).

2.4.2Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok ketika perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan. Selain itu, diagnosis keperawatan juga diartikan sebagai penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil di mana perawat bertanggung jawab. Tujuan dari diagnosis keperawatan ini adalah : (1) Memungkinkan perawat untuk menganalisis dan mensintesis data yang telah dikelompokkan di bawah pola kesehatan, dan (2) untuk mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah, kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah (Nikmatur,2008:56).

dilihat pada tabel 2.1.4 Diagnosa Keperawatan.

Tabel 2.1.4 Diagnosa Keperawatan pada anak Autisme:No.Diagnosa Keperawatan DefinisiBatasan karakteristikFaktor yang berhubungan

1.

Hambatan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi (Cynthia M.Taylor,2010)

Penurunan kemampuan untuk bicara, memahami, atau menggunakan kata-kata.

- Afasia.

- Blocking, kehilangan jalan pikiran.

- Sirkumstansialitas.

- Kesulitan fonasi.

- Disorientasi.

- Ekolalia.

- Flight of idea.

- Ketidak mampuan untuk mengidentifikasi objek.

- Ketidak mampuan untuk mengatur pembicaraan, melafalkan kata, atau berbicara dalam kalimat.

- Kehilangan asosiasi.

- Mutisme.

- Neologisme.

- Perseverasi.

- Bicara berat.

- Gagap atau bicara kurang jelas.

- Verbigerasi.- Tidak adanya orang terdekat.

- Perubahan pada system saraf pusat.

- Perubahan pada harga diri atau konsep diri.

- Gangguan persepsi.

- Defek anatomis (misalnya: celah platum, perubahan pada system neuromus kular visual, system pendengaran atau pita suara.

- Tumor otak.

- Perbedaan budaya.

- Penurunan sirkulasi keotak.

- Perbedaan yang dikaitkan dengan usia.

- Perkembangan.

- Kondisi emosi.

- Kendala lingkungan.

- Kurang informasi.

- Hambatan psikologis.

- Kelemahan system musculoskeletal,(Judith M. Wilkinson, 2011).

2.Perilaku mencedrai diri berhubungan dengan penyakit emosi, (Cynthia M. Taylor,2010)Sengaja mencedrai diri sehingga menyebabkan kerusakan jaringan, yang dilakukan dengan maksud menyebabkan cedera tidak fatal untuk mengurangi keregangan.- Menyayat atau mencakar tubuh.

- Mengorek luka.

- Membakar diri.

- Menelan atau mengisap zat atau objek yang berbahaya.

- Menggigit.

- Menggaruk.

- Memotong.

- Memasukkan benda kedalam tubuh atau lubang ditubuh.

- Memukul.

- Mencubit bagian tubuh.

- Perilaku labil.- Status psikotik.

- Ketidak mampuan mengungkapkan ketegangan secara verbal.

- Gangguan atau Penganiayaan psikis di masa kanak-kanak.

- Perilaku kekerasan diantara figur orang tua.

- perceraian orang tua.

- Teman sebaya melakukan mutilasi diri.

- Terisolasi dari teman sebaya.

- Harga diri rendah atau tidak stabil.

- Ketidakmampuan melakukan koping terhadap peningkatan stres.

3.Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan gangguan persepsitual dan kognitif.(Cynthia M. Taylor,2010).Ketidakmampuan mempertahankan status kesehatan.- Gangguan persepsitual atau fungsi kognitif.

- Gangguan memori jangka pendek atau panjang.

- Ketidakmampuan berkonsentrasi atau mengikuti instruksi.

- Kurang perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan internal atau eksternal.

- Kurang perhatian terhadap pemeliharaan kesehatan.

- Ketidakmampuan yang teramati atau dilaporkan dalam bertanggung jawab memenuhi kebutuhan kesehatan dasar dalam beberapa atau semua area pola fungsional. - Kurang motivasi

- Kurang pendidikan atau kesiapan.

- Kurang akses ke layanan perawatan kesehatan yang adekuat.

- Penyuluhan kesehatan yang tidak adekuat.

- Kerusakan kemampuan untuk memahami sekunder.

- Keamanan dari bahaya, (Lynda Juall.2007).

4.Defisit perawatan diri: mandi dan higiene berhubungan dengan gangguan persepsi dan kognitif, (Cynthia M. Taylor, 2010).Ketidakmampuan melakukan aktivitas perawatan diri yang berkaitan dengan mandi dan higiene.- Bukti klinis gangguan persepsi atau kognitif.

- Ketidakmampuan mendapatkan perlengkapan mandi.

- Ketidakmampuan membasuh tubuh atau bagian tubuh.

- Ketidakmampuan mencapai atau mengambil sumber air.

- Ketidakmampuan mengatur suhu atau aliran air untuk mandi.

- Ketidakmampuan mengeringkan tubuh- Penurunan motivasi

- Kendala lingkungan.

- Keridak mampuan untuk meraskan bagian tubuh.

- Ketidakmampuan untuk merasakan hubungan spasial.

- Gannguan muskuloskelektal.

- Kerusakan neuromuscular.

- Nyeri.

- Gangguan persepsi atau kognitif.

- Ansietas hebat, (Judith M.Wilkinson,2011).

5.Difisit perawatan diri: berpakaian /berhias, (Judith M.Wilkinson,2011).Hambatan kemampuan untuk memenuhi aktivitas berpakaian lengkap dan berhias diri.Hambatan kemampuan untuk:

- Mengancingkan pakaian.

- Mengambil pakaian.

- Mengenakan atau melepas bagian-bagian pakaian yang penting.

Ketidakmampuan untuk:

- Memilih pakaian.

- Mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan.

- Mengambil pakaian.

- Mengenakan pakaian pada tubuh bagian bawah.

- Mengenakan pakain pada bagian tubuh atas.

- Mengenakan sepatu.

- Mengenakan kaos kaki.

- Melepaskai pakaian.

- Menggunakan alat Bantu.

- Menggunakan ritsleting.- Penurunan motivasi.

- Ketidaknyamanan.

- Hambatan lingkungan.

- Keletihan.

- Gangguan muskuloskelektal.

- Gangguan neuromuscular.

- Nyeri.

- Gangguan kognitif atau persepsi.

- Ansietas berat.

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalah yang telah di identifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Nikatur.2008:75)Tabel 2.2.4 intervensi Keperawatan pada anak X dengan Autisme.No.Diagnosa keperawatanTujuanIntervensiRasional

1.

Hambatan komunikasi Verbal berhubungan dengan gangguan psikologis atau neurologis

Anak mampu berkomunikasi dan mampu mengungkapkan kebutuhannya dengan menggunakan kata- kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.

1. Observasi pasien secara ketat untuk mengantisipasi kebutuhannya; contohnya, kegelisahan dapat mengindikasikan kebutuhan berkemih.

2. Minimalkan stimulus lingkungan pasien dan pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak mengancam.

3. Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa.

4. Ketika berkomunikasi dengan anak, bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri atas satu hingga tiga kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan. Mintalah anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa tubunya dengan cermat.

1. Dengan memberikan perhatian penuh terhadap isyarat nonverbal, anda akan diajari tentang cara menginterprestasikan kebutuhan pasien.

2. Untuk mengurangi ansietas.

3.Gerakan fisik dan suara membantu anak mengenali integritas tubuh serta batasan batasannya sehingga mendorongnya terpisah dari objek dan orang lain.

4. Kalimat yang sederhana dan diulang ulang mungkin merupakan satu satunya cara berkomunikasi karena anak autistik mungkin tidak mampu mengembangkan tahap pikiran operasional yang konkert. Kontak mata langsung mendorong anak berkonsentrasi pada pembicara serta menghubungkan pembicaraan dengan bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satu satunya cara baginya untuk mengomunikasikan pengenalan atau pemahamannya terhadap isi pembicaraan.

2.

Perilaku mencedrai diri berhubungan dengan penyakit emosi, (Cynthia M. Taylor,2003)

-Pasien tidak melukai dirinya pada saat dirumah.- Pasien mengungkapkan peningkatan rasa aman.

- Pasien berpartisipasi dalam lingkungan terapeutik.

1.Batasi anggota staf yang berinteraksi dengan pasien.

2. Minta anggota staf melakukan kontak singkat dan sering dengan pasien.

3. Singkirkan semua objek yang berbahaya dari lingkungan pasien.

4. Bila pasien mencedrai dirinya, lakukan perawatan untuk cederanya dengan tenang, tanpa menghakimi. Dorong pasien untuk membicarakan perasaan-perasaan yang mendorong perilaku mencedrai diri.

1. Untuk menunjang kontinuitas perawatan dan meningkatkan rasa aman pada pasien.

2. Untuk memastikan keadaan pasien tanpa menggangu kebebasannya.

3. Untuk meningkatkan keamanan.4. Diskusi tentang kejadian dapat membantu pasien menghubungkan perilaku merusak diri. Dengan perasaan yang mendahuluiya. Diskusi dapat juga memberikannya kesempatan untuk mengeksplorasi cara-cara lain untuk mengatasi pikiran dan perasaan negatif.

3.Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan gangguan persepsitual dan kognitif.(Cynthia M. Taylor,2003)- Pasien mempertahankan status kesehatan saat ini.

- Pasientidak terkena bahaya atau cedera.1. Tentukan kemampuan pasien untuk mempertahankan kesehatan, tingkat dukungan yang diberikan keluarga, tingkat motivasi, dan tingkat ketergantungan. Laporkan setiap, tingkat motivasi, dan tingkat ketergantungan. Laporkan setiap perubahan.

2. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam mempertahankan kesehatan (contoh,adanya defisit perawatan diri).

3. Ajarkan anggota keluarga bagaimana mempertahankan lingkungan yang aman.

4. Dorong pasien dan keluarga atau pasangan untuk menyatakan perasaan dan keluhan yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan.1. Pengkajian yang komprehensif memberikan suatu pijakan untuk mengevaluasi perubahan fungsional di kemudian hari.

2. Untuk memfokuskan pada intervensi.

3. Untuk menurunkan risiko cedera pasien.

4. Untuk membantu mereka meningkatkan pemahaman dan menatalaksanakan kesehatannya dengan baik.

4.Defisit perawatan diri: mandi dan higiene berhubungan dengan gangguan persepsi dan kognitif.(Cynthia M. Taylor,2003)

- Kebuthan perawatan diri pasien terpenuhi.

- Komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan.1. Observasi, dokumentasikan, dan laporkan kemampuan berfungsi dan persepsi atau kognitif pasien setiap hari.

2. Biarkan pasien mengungkapkan frustasi, kemarahan, atau perasaan tidak mampu. Beri dukungan emosional.

3. Ajarkan pasien tentang langkah-langkah mandi dan hygiene, gunakan instruksi sederhana, satu persatu.

4. Berikan petunjuk tertulis pada anggota keluarga tentang teknik mandi dan higiene, dan awasi pada saat pendemonstrasian ulang.

1. Melalui tindakan ini, perawat dapat menyesuaikan tindakan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2. Untuk membantu mencapai tingkat fungsional yang tertinggi sesuai kemampuannya.

3. Memudahkan pasien untuk mengerti.

4. Demonstrasi ulang dapat mengidentifikasi area masalah dan meningkatkan kepercayaan diri anggota keluarga.

5.Defisit perawatan diri: berpakain dan berhias berhubungan dengan gangguan persepsi dan kognitif.- Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi.

- Pasien mampu menyampaikan keluhannya.1. Observasi, dokomentasikan, dan laporkan kemampuan berfungsi dan persepsi atau kognitif pasien setiap hari.

2. Ingatkan pasien tentang tujuan yang akan dicapai pada saat melakukan tugas saat ini. Berikan penghargaan terhadap pencapaian tugas.

3. Ajarkan pasien tentang langkah-langkah berhias, gunakan instruksi sederhana, satu persatu.

4. Anjurkan anggota keluarga untuk menyediakan pakaian yang mudah dikenakan oleh pasien. Pakaian yang berukuran sedikit lebih besar daripada biasanya dan menggunakan perekat Velcro mungkin dapat membantu.1. Melalui observasi yang cermat perawat dapat menentukan tindakan keperawatan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2. Untuk menumbuhkan rasa percaya diri.

3. Agar mudah dimengerti.

4. Pakaian tersebut lebih mudah dikenakan secara mandiri oleh pasien.

2.4.5 Implementasi Keperawatan

Realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan,dan menilai data yang baru (Nikmatur,2008 : 89 ).

2.4.6 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk :

1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

1

8

2.5 Kerangka Konsep

Penyebab:

Sewaktu bayi dalam kandungan.

Kejadian segera setelah lahir.

Keadaan selama kehamilan.

Kelainan metabolisme.

Kelainan crhomosom.

Faktor lain.

AUTISME

Tanda dan gejala:

Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.

Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.

Pola yang diperhatikan dan diulang-ulang dalam prilaku,minat,dan kegiatan

2. Perilaku mencedrai diri.

3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.

4. Defisit perawatan diri: mandi dan hygiene.

5. Defisit perawatan diri: berpakaian/berhias.

2.Persepsi

3.Timbul kemudian

1.Reaktif

Diagnosa keperawatan:

1. Hambatan komunikasi

Terapi bermain dan terapi musik.

Terapi perilaku.

Terapi wicara

4. Brain Gym

Penatalaksanaan

Farmakologi

Non Farmakologi

Menggerakkan anggota tubuh

Membuka bagian-bagian otak di korteks otak besar yang sebelumnya tertutup atau terhambat sehingga dapat meningkatkan komunikasi pada otak

Membantu perkembangan komunikasi

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

: menimbulkan

: berhubungan

Gambar 2.5.1 Kerangka Konsep pemberian terapi brain gym untuk membantu perkembangan komunikasi pada anak autisme.

8PAGE