Upload
ttaufiq0505
View
31
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
DHF
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Dengue Fever (demam dengue) dan Dengue Haemorrhagic Fever (demam berdarah
dengue / DBD) merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di masyarakat. Penyakit
ini merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan wabah dan kematian yang
banyak mengenai anak-anak dan dewasa dan menimbulkan kepanikan masyarakat.
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa yang
ditandai dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah
dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif
Bila petekie terlihat halus dan baru tampak dengan kaca pembesar = 1+
Bila terlihat dengan jelas lebih kurang 10 petekie = 2+
Bila terlihat dengan jelas banyak petekie (> 10 buah) = 3+
Bila seluruh lengan bawah penuh dengan petekie = 4+
dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti ptechiae
spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena,
trombositopenia, masa perdarahan dan protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan
gangguan maturasi megakariosit.
Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome / DSS) ialah penyakit DHF yang
disertai renjatan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam dengue (DF) adalah penyakit infeksi yang disebebkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri oto dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopeni, ruam, limfadenoati, trombositopeni, dan diatesis hemorragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.1
B. Epidemiologi
Pola berjangkit infeksi dengue dipengaruhi oleh keadaan iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32 ºC) dengan kelembaban tinggi, nyamuk aedes
akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di Indonesia, oleh karena suhu
udara dan kelembaban tidak selalu sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda. Di Pulau Jawa pada umumnya infeksi dengue terjadi pada awal
Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak pada bulan April-Mei setiap tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini
sangat kompleks, yaitu:
1. Pertumbuhan penduduk
2. Urbanisasi yang tak terencana
3. Tidak adanya kontrol terhadap nyamuk, yang efektif di daerah endemic
4. Peningkatan sarana transportasi
Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus
dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat.2
2
C. Etiologi
DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
flaviviridae. Terdapat 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Infeksi oleh
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap
serotipe yang lain. Keempat serotipe virus dengue ini dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Virus ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis, dan beberapa spesies nyamuk yang lain dapat juga menularkan virus ini
tetapi merupakan vektor yang kurang berperan.1 Nyamuk aedes tersebut dapat
menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung yaitu setelah
menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung
setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation
period). Pada manusia diperlukan waktu 5-7 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia,
penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5
hari.2
D. Patogenesis
Sampai saat ini belum ada teori yang dapat menjelaskan secara tuntas
patogenesis DBD karena masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder
(Secondary Heterologous Infection) dan Hypothesis Immune Enhancement.
Hipotesis secondary heterologous infection ini menyatakan secara tidak
langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan
serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks
3
antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sei
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam se!
makrofag. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis secondary heterologous
infection sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue. Di samping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi system
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat
berakhir fatal.1
E. Gejala Klinis
Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi 2 – 7 hari, fenomena
perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.2 Gejala klinis DBD diawali dengan
demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (facial flush) dan gejala klinis
lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam dengue, seperti anoreksia, muntah,
sakit kepala, dan nyeri pada otot dan sendi.1
Fase kritis penyakit ini terjadi pada akhir fase demam. Setelah 2-7 hari
demam, terjadi penurunan tiba-tiba dari temperatur yang disertai dengan gangguan
sirkulasi. Penderita dapat berkeringat, tampak lemah, ekstremitas dingin, perubahan
frekuensi nadi, dan tekanan darah. Pada kasus yang lebih ringan, perubahan ini terjadi
secara minimal dan sementara, disebabkan kebocoran plasma yang ringan. Banyak
4
pasien dapat sembuh spontan atau setelah terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus yang
lebih berat, bila terjadi kehilangan plasma yang besar, terjadi syok yang menjadi
parah dalam waktu yang singkat dan dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
ditangani.3
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Kondisi pasien yang mengalami syok akan memburuk setelah demam selama
2-7 hari. Perburukan kondisi ini terjadi saat atau sesaat setelah penurunan suhu tubuh,
yaitu antara 3-8 hari setelah onset. Terdapat tanda-tanda kegagalan sirkulasi, seperti
kulit menjadi dingin, blotchy dan kongesti, perioral sianosis, dan nadi yang
meningkat. Penderita awalnya tampak mengantuk, kemudian menjadi gelisah dan
dengan cepat memasuki tahap krisis dari syok. Nyeri abdomen akut sering dikeluhkan
sebelum syok terjadi.3
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah, penyempitan
tekanan nadi (<20 mmHg), baik pada tensi normal maupun hipotensi, kulit dingin dan
lembab, serta gelisah. Pasien yang mengalami DSS terancam kematian bila terapi
yang tepat tidak diberikan segera. Pasien dapat jatuh pada kondisi syok berat dimana
tekanan darah dan nadi sudah tidak dapat diukur. Syok yang tidak dikoreksi dapat
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. 3 (dengue handbook WHO page 14)
F. Diagnosis
Dengue Haemorragic Fever
Semua gejala berikut harus ada :
Demam, riwayat demam 2-7 hari biasanya bifasik
Kecenderungan perdarahan, sekurang-kurangnya salah satu dari:
• uji tourniquet positif
• petekie, ekimosis atau purpura
• perdarahan mukosa, saluran cerna, lokasi bekas tusukan jarum
• hematemesis/melena
Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
Bukti adanya kebocoran plasma, sekurang-kurangnya salah satu dari:
• Nilai Ht meningkat (>20% di atas rata-rata untuk semua umur dan populasi)
• Efusi pleura, asites dan hipoproteinemia2
5
Dengue Shock Syndrome
Keempat kriteria untuk untuk DBD harus ada, disertai adanya manifestasi kegagalan
sirkulasi :
Nadi cepat dan lemah
Penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), atau
Hipotensi sesuai usia
Kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah.2
Derajat Penyakit1
DHF/DF Grade Symptom Lab
DFFever with two or more of the following
signs: headache, retro –orbital pain, myalgia,
arthralgia
Leukopenia
occasionally.
Thrombocytopenia,
may be present, no
evidence of plasma loss
DHF I Above signs plus positive tourniquet testThrombocytopenia
<100,000, Hct rise >20%
DHF II Above signs plus spontaneous bleeding
Thrombocytopenia
<100,000, Hct rise
>20%
DHF III Above signs plus circulatory failure
(weak pulse, hypotension, restlessness)
Thrombocytopenia
<100,000, Hct rise >20%
DHF IVProfound shock with undetectable blood
pressure and pulse
Thrombocytopenia
<100,000, Hct rise
>20%
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Isolasi Virus Dengue
Faktor yang mempengaruhi keberhasila isolasi virus adalah pengambilan
bahan pemeriksaar (BP) pada awal perjalanan penyakit (biasanya dalam 5 liari
setelah onset demam), penanganan yang tepat dan penghantaran BP
secepatiiya ke laboratorium.
6
Pemeriksaan Serologis
a. Uji HI (Hemaglutination Inhibition test)
Tes HI merupakan pemeriksaan yang sederhana, sensitif dan cepat.
Kerugiannya adalah serum, sebagai BP, harus diberi perlakuan awal dengan
aseton dan koalin, untuk menyingkirkan inhibitor hemaglutinasi nonspesifik
dan aglutinin nonspesifik. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka
pemeriksaan hams dilakukan dua kali, yaitu saan masa akut dan saat masa
pemulihan. dengan interval kurang dan 7 hari, dan tes ini tidak dapat membantu
diagnosa pada infeksi primer. Tes in~dapat mengalami kegagalan dalam
membedakan infeksi yang disebabkan oleh flavivirus lainnya.2
'
b. Uji Pengikatan Komplemen (Complement Fixation test)
Tes ini dapat digunakan untuk diagnosa serologis, walaupun tes ini
merupakan pemeriksaan serologis yang memiliki sensitifitas paling rendah dan
pemeriksaan lain telah menggantikan posisinya. Antibodi fiksasi komplemen
muncul setelah antibodi IgM dan HI, dan biasanya lebih spesifik. Sehingga
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menskonfirmasi adanya infeksi dengue
pada pasien yang terlambat melakukan pemeriksaan seroiogis.2
c. Uji Netralisasi (Neutralization test)
Tes netralisasi yang paling sensitif dan spesifik adalah serum delution,
virus-constant, plaque-reduction test. Setelah infeksi dengue primer, antibodi
netralisasi spesifik dengue akan terdeteksi pada awal masa pemulihan. Setelah
infeksi dengue kedua, titer antibodi ini akan meningkat untuk melawan keempat
serotipe virus dengue dan flavivirus lainnya.2
d. Uji MAC-ELISA (IgM Captire Enzime-Linked Immunosorbent Assay)
Pada infeksi virus dengue primer maupun sekunder, MAC-ELISA dapat
menghitung peningkatan IgM spesifik terhadap dengue, bahkan pada serum
yang diambil pada hari peitama hingga hari kedua fase akut. BP yang diambil
yang diambil setelah hari ke-2-3 masa pemulihan juga masih dapat dideteksi
oleh pemeriksaan ini. Pada kasus-kasus tertentu dimana BP hanya dapat diambil
satu kali, adanya IgM antidengue sudah dapat digunakan untuk menegakkan
7
diagnosa adanya infeksi dengue yang baru. bahkan pada infeksi primer dimana
level antibodi HI tidak dapat memberikan nilai diagnostik.2
Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG pada kasus DBD, dapat terdeteksi
beberapa kelainan :
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Hepatomegali, dilatasi V. hepatika dan kelainan parenkim hati
4. Cairan dalam rongga peritoneum
5. Penebalan dinding vesika felea
Kelainan ini dapat terdeteksi dengan foto rontgen dada, foto rontgen perut
dan USG. Foto rontgen dada dilakukan dengan 2 posisi, yaitu AP supine dan
RLD (right lateral decubitus). Foto rongen perut dilakukan dengan posisi AP
supine. Pemeriksaan USG dilakukan pada posisi agak supine dengan potongan
transversal, longitudinal atau oblique.1
H. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan
kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak
bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena.1,3 Menurut WHO
2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga
kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat
inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok
C).3
Kelompok-A 3
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk
minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan
tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
8
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning
signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang
mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval
pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran
cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma
atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B 3
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah:3
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),
neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,
overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin
0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai
respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan
dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan
Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10 ml/kg/jam selama 1-2 jam.
Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5
ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran
9
plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output
dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter
yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat
fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,
selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL
dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau
overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk
memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume
dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan
laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C 3
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD
berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan
kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular
saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi.
Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah
meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan
nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan
meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam,
asidosis metabolik menurun).
2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD
Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:3
Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan
membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan
pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
10
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena
o Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi
Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi
11
Terapi pada Syok Hipotensi
Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Hipotensi
12
I . Pemeriksaan torniquet ( RUMPLE LEED TEST )
Salah satu manifestasi perdarahan yang sering ditemukan adalah petekie. Ptekie
merupakan ekstravasasi sel darah merah (eritrosit) ke dalam kulit atau selaput lendir
(mukosa) dengan manifestasi berupa makula kemerahan superfisial berukuran milier dengan
diameter kira-kira 2 mm. yang tidak hilang pada penekanan. Ptekie dapat mengalami
perubahan warna, awalnya merah kemudian menjadi kebiruan semakin memudar dan
akhirnya hilang. 4
Ptekie dapat timbul dengan dua cara yaitu secara spontan, karena kelainan
hematologi, atau diprovokasi dengan melakukan uji torniquet (rumpled leed test). Uji
torniquet bertujuan untuk menguji ketahanan kapiler darah, dengan cara melakukan
pembendungan kepada vena-vena, sehingga terjadi penekanan darah terhadap dinding
kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab menjadi kurang kuat, akan rusak dikarenakan
pembendungan tersebut, sehingga darah dari dalam kapiler akan keluar dan merembes ke
jaringan sekitarnya (kulit atau mukosa), yang akan tampak sebagai petekie.4
J. Penilaian pemeriksaan uji torniquet
Bila petekie terlihat halus dan baru tampak dengan kaca pembesar = 1+
Bila terlihat dengan jelas lebih kurang 10 petekie = 2+
Bila terlihat dengan jelas banyak petekie (> 10 buah) = 3+
Bila seluruh lengan bawah penuh dengan petekie = 4+
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesa Pribadi
Nama : Andika Syahputra
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjan : Swasta
Alamat : Jl. Budi Utomo Percut Sei Tuan
Suku : Mandailing
Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Demam
Telaah : Sejak 4 hari yang lalu Os mengeluh mengalami demam yang timbul
secara tiba-tiba dan mendadak tinggi. Demam berlangsung sepanjang
hari tidak diikuti rasa menggigil dan mengigau. Os juga mengeluh
merasa mual, sakit kepala, sakit disekitar mata, nyeri sendi
bersamaan dengan timbulnya panas. Os mengakui adanya bercak-
bercak kemerahan pada kulit di daerah tangan dan kakinya. Pasien
juga mengeluh adanya nyeri ulu hati dengan nyeri yang tajam 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Os juga merasa lemas.
Adanya penurunan nafsu makan diakui oleh Os. Adanya mimisan
dan perdarahan di tempat lain disangkal. Riwayat berpergian
disangkal. Os mengakui terdapat 2 orang teman satu kontrakan
mengalami hal yang sama.
Sebelum masuk rumah sakit, Os sebelumnya sempat berobat ke
klinik pada hari kedua setelah panas timbul, namun karena tidak ada
perubahan maka Os dibawa ke rumah sakit. Sewaktu berobat ke
klinik, Os diberikan obat penurun panas dan obat sakit kepala,
namun Os lupa nama obatnya. Riwayat alergi obat disangkal.
14
RPT : -
RPO : Os lupa nama obat
RPK : -
Anamnesa Umum
- Badan kurang enak : ya - Tidur : terganggu
- Merasa capek/lemas : ya - Berat badan : normal
- Merasa kurang sehat : ya - Malas : tidak
- Menggigil : ya - Demam : ya
- Nafsu makan : menurun - Pening : ya
Anamnesa Organ
1.Cor
- Dyspneu d’effort : tidak - Cyanosis : tidak
- Dyspneu d’repost : tidak - Angina pectoris : tidak
- Oedema : tidak - palpitasi cordis : tidak
- Nycturia : tidak - Asma cardial : tidak
2. sirkulasi perifer
- Claudicatio intermitten : tidak - Gangguan tropis : tidak
- Sakit waktu istirahat : tidak - kebas-kebas : tidak
- Rasa mati ujung jari : tidak
3. Tractus respiratorius
- Batuk : tidak - Stridor : tidak
- Berdahak : Tidak - sesak nafas : tidak
- Hemaptoe : tidak - Pernafasan cuping hidung : tidak
- Sakit dada waktu bernafas : tidak - Suara parau : tidak
4. Tractus Digestivus
A. Lambung
- Sakit di epigastrium sebelum / sesudah makan : ya - Sendawa : tidak
- Rasa panas di epigastrium : tidak - Anoreksia :ya
- Muntah (freq, warna, isi, dll) : tidak - Mual : ya
15
- Hematemesis : tidak - Dysphagia : tidak
- Foetor es ore : tidak - Pyrosis : tidak
B. Usus
- Sakit di abdomen : tidak - Melena : tidak
- Borborygmi : tidak - Tenesmi : tidak
- Defekasi (freq, warna, konsistensi) : normal -Flatulensi :tidak
- Obstipasi : tidak - Haemorrhoid : tidak
- Diare (freq, warna, konsistensi) : tidak
C. Hati dan saluran empedu
- Sakit perut kanan memancar ke : tidak - Asites : tidak
- Kolik : tidak - Oedema : tidak
- Ikterus : tidak - Berak dempul : tidak
- Gatal-gatal di kulit : tidak
5. Ginjal dan saluran kencing
- Muka sembab : tidak - Polyuria : tidak
- Kolik : tidak - Oliguria : tidak
- Miksi (freq, warna, sebelum - Anuria : tidak
/sesudah miksi, mengedan) : normal - Polakisuria : tidak
6. Sendi
- Sakit : tidak - Sakit digerakkan : tidak
- Sendi kaku : tidak - Bengkak : tidak
- Merah : tidak - Stand abnormal : tidak
7. Tulang
- Sakit : tidak -Fraktur spontan : tidak
- Bengkak : tidak - Deformasi : tidak
8. Otot
- Sakit : tidak - Kejang-kejang : tidak
16
- Kebas-kebas : tidak - Atrofi tidak
9. Darah
- Sakit di mulut dan lidah : tidak -Muka pucat : tidak
- Mata berkunang-kunang : tidak - Bengkak : tidak
- Pembengkakan kelenjar : tidak - Penyakit darah : tidak
- Merah di kulit : tidak - Perdarahan Sub kutan : tidak
10.Endokrin
A. Pankreas
- Polidipsi : tidak - Pruritus : tidak
- Polifagi : tidak - Pyorrhea : tidak
- Poliuri : tidak
B. Tiroid
-Nervositas : tidak - Struma : tidak
- Exoftalmus : tidak - Miksodem : tidak
C. Hipofisis
-Akromegali : tidak
- Distrofi adipos kongenital : tidak
11. Susunan syaraf
- Hipoastesia : tidak - Sakit kepala : tidak
- Parastesia : tidak - Gerakan tics : tidak
- Paralisis : tidak
12. Panca indera
- Penglihatan : terganggu ( berkunang-kunang) - Pengecapan : normal
- Pendengaran : normal - Perasaan : normal
- Penciuman : : normal
13. Psikis
- Mudah tersinggung : tidak - Pelupa : tidak
- Takut : tidak - Lekas marah : tidak
- Gelisah : tidak
17
14. Keadaan sosial
- Pekerjaan : Pedagang
- Hygiene : Baik
Anamnesa penyakit terdahulu : -
Riwayat pemakaian obat : Os lupa nama obat
Anamnesa penyakit veneris
Bengkak kelenjar regional : TDP - Pyuria : TDP
Luka – luka di kemaluan : TDP - Bisul – bisul : TDP
Anamnesa intoksikasi : -
Anamnesa makanan :
- Nasi : freq 3 kali sehari - Sayur : ya
- Ikan : ya - Daging : ya
Anamnesa family :
- Penyakit-penyakit family : -
- Penyakit seperti orang sakit : -
- Asnak-anak : -, Hidup : -, Mati : -
Status Praesens
Keadaan Umum :
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Temperatur : 38,7 °C
Pernafasan : 20 x/menit, reg, tipe pernafasan abdominal thoracal
Nadi : 80 x/menit, equal,tegangan sedang, volume sedang
Rumpleed test : (+3) >10 buah
18
Keadaan Penyakit
- Anemi : tidak - Eritema :Ya
- Ikterik : tidak - Turgor :baik
- Sianose : tidak - Gerakan aktif :tidak
- Dispnoe : tidak - Sikap tidur paksa :tidak
- Edem : tidak
Keadaan Gizi
BB : 67 kg TB = 160 cm
BBW = BB/(TB-100) x 100%
= 67/ (160-100) x 100% = 111%
Kesan : Gizi Baik
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
- Pertumbuhan rambut : normal
- Sakit kalau dipegang : tidak
- Perubahan lokal : tidak
a. Muka
- Sembab : tidak - Parese : tidak
- Pucat : ya - Gangguan lokal : tidak
- Kuning : tidak
b. Mata
- Stand mata : normal - Ikterus : tidak
- Gerakan : normal - Anemia : tidak
- Exoftalmos : tidak - Reaksi pupil : isokor ka = ki
- Ptosis : tidak - Gangguan lokal : tidak
c. Telinga
- Sekret : tidak - Bentuk : normal
- Radang : tidak - Atrofi : tidak
d. Hidung
19
- Sekret : tidak - Benjolan-benjolan : tidak
- Bentuk : normal
e. Bibir
- Sianosis : tidak - Kering : tidak
- Pucat : tidak - Radang : tidak
f. Gigi
- Karies : tidak - Jumlah : 32
- Pertumbuhan : normal - Pyorrhoe alveolaris : tidak
g. Lidah
- Kering : tidak - Beslag : tidak
- Pucat : tidak - Tremor : tidak
h. Tonsil
- Merah : tidak - Membran : tidak
- Bengkak : tidak - Angina lacunaris : tidak
- Beslag : tidak
2. Leher
Inspeksi
- Struma : tidak teraba - Torticolis : tidak
- Kelenjar bengkak : tidak - Venektasi : tidak
- Pulsasi vena : tidak
Palpasi
- Posisi trachea : medial - Tekana vena jugularis : R – 2 cmH2O
- Sakit/nyeri tekan : tidak - Kosta servikalis : tidak
3. Thorax depan
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - venektasi : tidak
- Simetris/asimetris : simetris ka=ki - Pembengkakan : tidak
- Bendungan vena : tidak - Pulsasi verbal : tidak
- Ketinggalan bernafas : tidak - Mammae : normal
20
Palpasi
- Nyeri tekan : tidak - Fremissement : tidak
- Fremitus suara : Suara fremitus ka = ki - Iktus kordis : tidak teraba
Perkusi
- Suara perkusi paru : sonor
- Batas paru hati :
o Relatif : ICR V
o Absolut : ICR VI
o Gerakan bebas : 2 cm
o Batas jantung :
Atas : ICR II sinistra
Kanan : Linea sternal dextra
Kiri 2cm medial midclavicula sinistra
Auskultasi
- Paru-paru
o Suara pernafasan: vesikuler
o Suara tambahan:
- Ronkhi basah:(-)
- Ronkhi keing:(-)
o Heart rate : 80 x/menit, reguler, intensitas sedang
o Suara katup :
M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 A2 > P2
o Suara tambahan :
Desah jantung fungsionil/organis : -
Gesek pericardial/pleurocardial : -
4. Thorax belakang
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - venektasi : tidak
- Simetris/asimetris : simetris ka=ki - Benjolan – benjolan : tidak
- Ketinggalan bernafas : tidak
21
Palpasi
- Nyeri tekan : tidak - Fremissement : tidak
- Fremitus suara : Stem fremitus ka = ki - Penonjolan – penonjolan : tidak
Perkusi
- Suara perkusi paru : sonor
- Batas bawah paru :
o Kanan : proc. Spin. Vert. Tyh : ICR IX
o Kiri : proc. Spin. Vert. Tyh : ICR X
o Gerakan bebas : 2 cm
Auskultasi
o Suara pernafasan: Vesikuler
o Suara tambahan :
- Ronkhi basah:(-)
- Ronkhi kering:(-)
5. Abdomen
- Inspeksi
o Bengkak : tidak
o Venektasi/pembentukan vena : tidak
o Gembung : tidak
o Sirkulasi kolateral : tidak
o Pulsasi : tidak
- Palpasi
Defens muskular : tidak
Nyeri tekan : ya, di region epigastrium
Lien : tidak teraba
Ren : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
- Perkusi
Pekak hati : ya
22
Pekak beralih: tidak
- Auskultasi
Peristaltik usus : normal
6. Genitalia
- Luka : TDP
- Sikatriks : TDP
- Nanah : TDP
- Hernia : TDP
7. Extremitas
a. Atas
- Bengkak : tidak / tidak
- Bercak kemeerahan : Ya / Ya
- Stand abnormal : tidak / tidak
- Gangguan fungsi : tidak / tidak
- Tes Rumple leed : (+3) >10 buah
- Reflex :
Biceps : + / +
Triceps : + / +
b. Bawah
- Bengkak : tidak / tidak
- Bercak kemerahan : Ya / Ya
- Oedem : tidak / tidak
- Pucat : tidak / tidak
- Ganguuan fungsi : tidak / tidak
- Varises : tidak / tidak
- Reflex :
o KPR : + / +
o APR : + / +
o Strumple : + / +
23
Pemeriksaan Laboratorium rutin
- Darah Rutin
Hb 10,6 g/dL
Hitung Eritrosit 3,9x106 /µL
Leukosit 8900 /µL
Hematokrit 32,0 %
Trombosit 108.000 /µL
Hitung Jenis leukosit :
Eosinofil
Basofil
N.Stab
N.Seg
Limfosit
Monosit
1%
0%
0%
57%
28%
14%
8. Resume
Anamnese
Keluhan utama : Demam
Telaah : Sejak 4 hari yang lalu Os mengeluh mengalami demam yang timbul
secara tiba-tiba dan mendadak tinggi. Demam berlangsung sepanjang
hari tidak diikuti rasa menggigil dan mengigau. Os juga mengeluh
24
merasa mual, sakit kepala, sakit disekitar mata, nyeri sendi
bersamaan dengan timbulnya panas. Os mengakui adanya bercak-
bercak kemerahan pada kulit di daerah tangan dan kakinya. Pasien
juga mengeluh adanya nyeri ulu hati dengan nyeri yang tajam 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Os juga merasa lemas.
Adanya penurunan nafsu makan diakui oleh Os. Adanya mimisan
dan perdarahan di tempat lain disangkal. Riwayat berpergian
disangkal. Os mengakui terdapat 2 orang teman satu kontrakan
mengalami hal yang sama.
Sebelum masuk rumah sakit, Os sebelumnya sempat berobat ke
klinik pada hari kedua setelah panas timbul, namun karena tidak ada
perubahan maka Os dibawa ke rumah sakit. Sewaktu berobat ke
klinik, Os diberikan obat penurun panas dan obat sakit kepala,
namun Os lupa nama obatnya. Riwayat alergi obat disangkal.
RPT : -
RPO : -
RPK : -
9. Status Present:
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum Keadaan Penyakit Keadaan Gizi
Sensorium : Compos
Mentis
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 38,7°C
Anemia : tidak
Ikterus : tidak
Sianosis : tidak
Dyspnoe : tidak
Edema : tidak
Eritema : Ya
Turgor : baik
Gerakan aktif : tidak
Sikap paksa : tidak
TB = 160 cm
BB = 67 kg
EBW =
BB/(TB-100) x 100%
= 67/ (160-100) x 100%
=111%
Kesan : Gizi baik
25
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Dalam Batas Normal
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Ekstremitas atas : rumple leed test(+3) >10 buah, ekstremitas bawah : bercak
kemerahan di tungkai kanan dan kiri.
Pemeriksaan Penunjang
- Darah rutin :
Hb 10,6 g/Dl
Hitung Eritrosit 3,9x106 /µL
Leukosit 8900 /µL
Hematokrit 32,0 %
Trombosit 108000 /µL
Hitung Jenis leukosit :
Eosinofil
Basofil
N. Stab
N. Seg
Limfosit
Monosit
1 %
0%
0%
57%
28 %
14%
- Diagnosa Banding :
1. Dengue Haemorragic Fever Derajat I
2. Demam Dengue
3. Demam Typhoid
26
Diagnosa Sementara
Dengue Haemorragic Fever Derajat I
Terapi :
1. Aktivitas : Tirah baring
2. Diet : Diet Makanan Lunak
3. Medikamentosa :
Inj. Novalgin 1 amp/8 j
Inj. Ceftriaxon 1amp/12 j
Inj. Ranitidine 1 amp/12 j
Terapi cairan dan elektrolit
- IVFD RL 40gtt/i
Cek Hb dan Ht/ 24 jam
Antasida syr 3 x cth
Domperidone tab 3x10mg
Pemeriksaan Usul :
Darah Rutin
Isolasi virus dengue (cell culture)
Tes Serologis (IgM dan IgG terhadap antigen virus dengue)
Deteksi antigen virus RNA dengue dengan tekhnik RT - PCR
27
BAB IV
DISKUSI KASUS
No Tinjauan Pustaka Kasus
1 Anamnesa Demam, riwayat
demam 2-7 hari
biasanya bifasik
Kecenderungan
perdarahan,
sekurang-kurangnya
salah satu dari:
• uji tourniquet
positif
• petekie, ekimosis
atau purpura
• perdarahan
mukosa, saluran
cerna, lokasi bekas
tusukan jarum
• hematemesis/
melena
- Demam ± 4 hari
- Timbul bercak kemerahan
pada kaki dan tangan
- Mual
- Sakit kepala, sakit disekitar
mata, nyeri sendi bersamaan
dengan timbulnya panas
2 Pemeriksaan
Fisik Suhu tubuh > 380C
Uji torniquete (+)
Suhu tubuh (aksilar) 38,70C
Uji torniquete (+3) > 10 buah
3 Pemeriksaan
Penunjang
Trombositopenia
(100.000/mm3 atau
Trombosit : 108.000/mm3
28
kurang)
Bukti adanya
kebocoran plasma,
sekurang-kurangnya
salah satu dari:
• Nilai Ht meningkat
(>20% di atas rata-
rata untuk semua
umur dan populasi)
• Efusi pleura, asites
dan
hipoproteinemia
Nilai Hematokrit : 32.0%
29
4 Diagnosa Dengue Haemorragic
Fever
Semua gejala berikut harus
ada :
Demam, riwayat
demam 2-7 hari
biasanya bifasik
Kecenderungan
perdarahan,
sekurang-kurangnya
salah satu dari:
• uji tourniquet
positif
• petekie, ekimosis
atau purpura
• perdarahan
mukosa, saluran
cerna, lokasi bekas
tusukan jarum
• hematemesis/
melena
Trombositopenia
(100.000/mm3 atau
kurang)
Bukti adanya
kebocoran plasma,
sekurang-kurangnya
salah satu dari:
• Nilai Ht meningkat
(>20% di atas rata-
rata untuk semua
umur dan populasi)
Efusi pleura, asites dan
Dengue Haemorragic fever (grade
I)
Uji torniquet (+3 > 10 buah)
30
5
6
Tatalaksana
Komplikasi
hipoproteinemia2
Terapi :
Pasien masih dapat minum:
minum 1 – 2 liter / hari.
Anjuran minum air putih, teh
manis, jus buah.
Apabila pasien tidak dapat
minum atau muntah terus
menerus : infus NaCl 0,9%
tetesan rumatan sesuai berat
badan. Perlu dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit setiap 6-12 jam.
Perhatikan tanda syok,
Diuresis diukur tiap 24 jam
dan awasi perdarahan yang
terjadi. Kadar Hb, Ht dan
trombosit diperiksa tiap 6-12
jam.
Ensefalopati Dengue
Kelainan Ginjal
Oedem paru
Terapi :
Inj. Novalgin 1 amp/8 j
Inj. Ceftriaxon 1amp/12 j
Inj. Ranitidine 1 amp/12 j
Terapi cairan dan elektrolit
- IVFD RL 40gtt/i
Cek Hb dan Ht/ 24 jam
Antasida syr 3 x cth
Domperidone tab 3x10mg
Tidak terjadi komplikasi
31
BAB V
KESIMPULAN
Telah di laporkan suatu kasus Dengue Haemorragic Fever, diagnosa ditegakkan
dengan gejala klinis berupa demam 4 hari, timbul bercak kemerahan di tangan dan kaki, pada
pemeriksaaan fisik di temukan rumple leed test (+), dan adanya ptekie di volar lengan bawah
dan tungkai kaki, serta pada pemerksaan laboratorium trombosit : 108.000/mm3; Hematokrit
32.0%.
32