23
1 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Dasar 1.1.1 Definisi dari Fraktur Tibia Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang, retak pada tulang yang utuh (Reeves,2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Fraktur mengakibatkan jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah (Brunner & Suddarth, 2001:Hal 2357). Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang besifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum fraktur adalah patah tulang (Noor Helmi, Zairin, 24:2012). Fraktur batang femur paling sering disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur transversal, oblik atau kominutif. Gaya memutar tidak lansung yang menghasilkan fraktur spiral. Saraf dan pembuluh darah

BAB 1 lengkap.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 lengkap.docx

1

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar

1.1.1 Definisi dari Fraktur Tibia

Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang, retak pada tulang yang utuh

(Reeves,2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh

ruda paksa. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Fraktur mengakibatkan jaringan

sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan

ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan

pembuluh darah (Brunner & Suddarth, 2001:Hal 2357).

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang besifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum fraktur adalah

patah tulang (Noor Helmi, Zairin, 24:2012).

Fraktur batang femur paling sering disebabkan oleh trauma langsung yang

mengakibatkan fraktur transversal, oblik atau kominutif. Gaya memutar tidak lansung

yang menghasilkan fraktur spiral. Saraf dan pembuluh darah femur dapat mengalami

cedera pada fraktur ini. Lumpuh pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya

cedera saraf radialis. Berat lengan dapat membantu mengoreksi adanya pergeseran

sehingga tidak diperlukan pembedahan (Brunner & Suddarth, 2001:Hal 2369-2370).

Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah

terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh biasanya

disebabkan oleh trauma atau rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan

luasnya trauma.

Klasifikasi fraktur terbagi menjadi dua yaitu:

1). Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau kulit

tidak dirembus oleh fragmen tulang.

1

Page 2: BAB 1 lengkap.docx

2

2). Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa

sampai patahan tulang dan konsep yang harus diperhatikan pada fraktur terbuka

apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut.

1.1.2 Etiologi

Fraktur dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu:

1) Trauma kecelakaan lalu lintas

2) Jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur

tulang belakang.

3) Patologis dari metastase dari tumor.

4) Kontraksi otot ekstrem

5) Degenerasi karena proses kemunduran fisiologis dari jaringan tulang itu sendiri.

6) Spontan karena tarikan otot yang sangat kuat (Corwin, E.J, 2000: 298).

1.1.3 Patofisiologi

Fraktur cenderung terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering

berhubungkan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan

kendaraan bermotor. Sedangkan fraktur pada orang tua, perempuan lebih sering

mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya

insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause

(Reeves, 2001).

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smelzer, 2002). Fraktur kominutif

adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa bagian serpihan-serpihan

dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang. Fraktur segmental adalah dua fraktur

berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari

suplai darahnya. Untuk fraktur yang tidak sempurna, dimana salah satu sisi tulang

patah sedang sisi lainnya membengkok dan sering terjadi pada anak-anak (Lukman

dkk: Hal 30).

Page 3: BAB 1 lengkap.docx

3

Kecelakaan lalu lintas, olah raga atau karena terjatuh

Sekunder dari penyakit

Fraktur

Fraktur terbuka Dislokasi Fraktur tertutup

Pembuluh darah robek kerusakan jaringan resiko infeksi, adanya

Neuromuskular emboli lemak

Perdarahan hematom Kerusakan

Neuromuskular

Post de entree Syok Hemorargi bengkak Terputusnya

Kontinuitas tulang Resti Infeksi Hipoksia Imobilisasi Nyeri

Penurunan kekuatan

Nekrosi Peristaltik Usus dan ketahanan

tidak seimbang

Kerusakan Integritas Resiko Konstipasi Gerakan terbatas

Kulit

Gangguan mobilitas Fisik

Gambar 2.2 Pathway Fraktur. (Muttaqin, Arif, 127:2008).

Page 4: BAB 1 lengkap.docx

4

1.1.4 Manifestasi Klinis

Gambaran yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah patah tulang

traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri, mungkin tampak jelas

posisi tulang atau ekstremitas yang dialami, pembengkakan disertai fraktur akan

menyertai proses peradangan, dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan,

yang mengisaratkan kerusakan syaraf, krepitus (suara gemertak), dapat terdengar

sewaktu tulang digerakan akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama

lain.

Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan

dan kelainan bentuk yaitu:

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang

dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen.

2) Setelah terjadi fraktur bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cederung

bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukan seperti normalnya.

3) Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah jam atau hari

setelah cedera.

5) Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan

ekstremitas, kripitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer, 2002:

Hal: 30).

1.1.5 Komplikasi

Komplikasi patah tulang batang humerus yang tersering adalah lesi pada saraf

radialis. Secara klinis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan

tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara aktif dan tidak

dapat menggenggam lagi. Adanya lesi saraf yang bukan neuropraksia merupakan

indikasi untuk melakukan eksplorasi sekaligus melakukan fiksasi intern pada fraktur

(Smeltzer, 2002).

Page 5: BAB 1 lengkap.docx

5

1.1.5.1 Komplikasi Awal

1) Syok. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

2) Kerusakan arteri adalah pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh:

tidak adanya nadi; CRT (Cappillry Refill Time) menurun; sianosis bagian

distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan

oleh tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit,

tindakan reduksi dan pembedahan.

3) Sindrom kompartemen. Suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot,

tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu

pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan

pembuluh darah.

4) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam.

5) Avaskular nekrosis (EVN). Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang.

6) Sindrom emboli lemak adalah koplikasi serius yang sering terjadi pada kasus

fraktur tulang panjang karena sel-sel lemak yang dihasilkan sum-sum tulang

kuning masuk kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah

rendah.

1.1.5.2 Komplikasi Lama

1) Delayed Union: Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk sembuh atau bersambung dengan baik.

2) Non-Union: fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak

terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).

3) Mal-Union: keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat

deformitas (Noor Helmi, Zairin, 2012:30-32)

Page 6: BAB 1 lengkap.docx

6

1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksan penunjang dapat dilakukan dengan yaitu:

1. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi luasnya fraktur/trauma, dan jenis

fraktur.

2. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI:memperlihatkan tingkat keparahan

fraktur juga dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vascular

4. Hitunglah darah lengkap: Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau

menurun (Perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

multiple trauma).

5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi

multiple atau cederahati (Sjamsuhidayat 2005).

1.1.7 Penatalaksanaan Medis

1.1.5.3 Prinsip penatalaksanaan fraktur 4 (R).

1) Recognition: Diagnosis dan penilaian fraktur.

2) Reduction: Restorasi fragmen fraktur sehingga posisi yang paling optimal

didapatkan.

3) Retention: Imobilisasi fraktur

4) Rehabilitation: Mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.

1.1.5.4 Penatalaksanaan Konservatif (penatalaksanaan nonpembedahan agar

imobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi).

1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)

2) Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang

menggunakan gips.

4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi.

1.1.5.5 Penatalaksanaan pembedahan

1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan dengan K-

Wire.

Page 7: BAB 1 lengkap.docx

7

2) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang yaitu :

ORIF (Open Reduction Internal Fixation) atau reduksi terbuka dengan

fiksasi internal. ORIF mengibolisasi fraktur dengan melakukan pembedahan

untuk memasukan sekrup atau pen kedalam tempat fraktur dan pemasangan

mule dan screw untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara

bersamaan. OREF (Open Reduction external fixation) atau reduksi terbuka

dengan fiksasi eksternal dengan pemasangan implant. Tindakan ini

merupakan pilihan bagi sebagian fraktur.

3) Intervensi farmakologi: Anastesi lokal, analgetik narkotik, relaksasi otot atau

sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.

Analgetik diberi sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi

(Muttaqin, Arif, 81-89:2008)..

1.2 Manajemen Keperawatan

1.2.1 Pengkajian Keperawatan

1.2.3.1 Identitas

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit (MRS) dan diagnosa medis.

1.2.3.1 Keluhan Utama

Biasanya yang menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah

nyeri pada daerah klavikula dan gangguan dalam mengangkat bahu keatas, keluar dan

kebelakang toraks. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri yang

dialami klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST.

1.2.3.1 Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh dari tempat tidur atau trauma

lain. Kadang kala klien datang dengan pembengkakan pada daerah klavikula yang

terjadi beberapa hari setelah trauma.

1.2.3.1 Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,

diabetes melitus dan penyakit jantung.

Page 8: BAB 1 lengkap.docx

8

1.2.3.1 Keadaan umum

Umumnya klien yang mengalami fraktur klavikula tidak mengalami

penurunan kesadaran.

1.2.3.1 Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan

B6 (bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.

1) B1 (Breathing). Pada pemeriksaan system pernafasan didapatkan bahwa

klien fraktur klavikula tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada palpasi

toraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi,

tidak ditemukan suara nafas tambahan.

2) B2 (Blood) pada pemeriksaan system kardiovaskular, didapatkan bahwa

klien fraktur klavikula tidak mengalami kelainan.

3) B3 (Brain). tingkat kesadaran biasanya compos metis, status mental:

observasi penampilan dan tingkah laku klien biasanya status mental tidak

mengalami perubahan. Pemeriksaan saraf kranial: saraf I biasanya tidak ada

kelainan fungsi penciuman. Saraf II, setelah dilakukan tes, ketajaman

penglihatan dalam batas normal. Saraf III, IV dan VI, biasanya tidak ada

gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil isokor. Saraf V, umumnya

klien dengan fraktur klavikula tidak mengalami paralisis pada otot wajah,

reflek kornea tidak ada kelainan. Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas

normal dan wajah simetris. Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli

konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik. Saraf

XI, tidak ada atropi otot trapezius. Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi

pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.

Pemeriksaan refleks: biasanya tidak didapat refleks-refleks patologis.

Pemeriksaan sensorik: biasanya fungsi sensorik tidak ada kelainan.

Page 9: BAB 1 lengkap.docx

9

4) B4 (bladder). Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan

karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur

klavikula tidak mengalami kelainan pada system ini.

5) B5 (bowel). Pemenuhan nutrisi dan bising usus normal bila tidak disertai

nyeri hebat, mual dan muntah. Pola defekasi tidak ada kelainan.

6) B6 (bone). Klavikula membantu mengangkat bahu ke atas, keluar dan

kebelakang toraks. Adanya fraktur klavikula akan mengganggu fungsi

pergerakan bahu. Klavikula merupakan salah satu tulang tubuh yang paling

sering mengalami fraktur. Tulang ini patah karena trauma langsung atau

tidak langsung, seperti jatuh dengan posisi tertumpu pada telapak tangan

atau bahu. Biasanya tulang ini patah ditengah-tengah atau sepertiga dari

tengah.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan

1.2.2.1 Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan

refleks spasme otot sekunder.

1.2.2.2 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular.

1.2.2.3 Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani

operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi peran.

1.2.2.4 Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka

operasi (Muttaqin, Arif, 131:2008).

1.2.3 Intervensi Keperawatan

1.2.3.1 Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuscular, dan

refleks spasme otot sekunder.

Tujuan: Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.

Kriteria Hasil:

1. Klien dapat beradaptasi dengan nyerinya.

2. Ekspresi wajah rileks

3. Klien Nampak tenang.

Page 10: BAB 1 lengkap.docx

10

4. Skala nyeri 0-1/teratasi

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan diagnosa 1

No Intevensi Rasional

1

2

3

4

5

6

7

8

Mengucapkan salam pada klien

Kaji nyeri dengan skala 0-10

Pertahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring

atau pembatas, amsling.

Tinggikan dan dukung

ekstremitas yang terkena.

Berikan alternatif tindakan

kenyamanan, contoh pijat atau

perubahan posisi.

Identivikasi aktivitas terapeutik

yang tepat untuk usia pasien,

kemampuan fisik dan

penampilan pribadi.

Lakukan kompres dingin 24-48

jam pertama dan sesuai

kebutuhan

Berikan obat sesuai indikasi:

Analgesic nonnarkotik, injeksi

ketorolak

1. Membina hubungan saling percaya

2. Nyeri merupakan respons subjektif

yang dapat dikaji dengan

menggunakan skala nyeri.

3. Menghilangkan nyeri dan

mencegah kesalahan posisi

tulang/tegangan jaringan.

4. Meningkatkan aliran balik vena

dan menurunkan nyeri

5. Dorong dengan teknik manajemen

stress, cntoh latihan nafas dalam.

6. Mencegah kebosanan, menurun-

kan tegangan dan dapat

meningkatkan kekuatan diri.

7. Menurunkan edema/pembentu-kan

hematoma, menurunkan sensasi

nyeri.

8. Diberikan untuk menurunkan

nyeri/spasme otot.

Page 11: BAB 1 lengkap.docx

11

1.2.3.1 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular.

Tujuan: Klian mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya.

Kriteria hasil:

1) Klien dapat ikut serta dalam program latihan

2) Tidak mengalami kontraktur sendi

3) kekuatan otot bertambah dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan

mobilitas.

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Diagnosa 2

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

5

6

Kaji secara teratur fungsi

motorik

Kaji derajat imobilisasi yang

dihasilkan oleh cidera dan

perhatikan persepsi klien

terhadap imobilisasi.

Dorong partisipasi pada

aktivitas terapeutik/relaksasi

Dorong penggunaan latihan

isometrik mulai dengan

tungkai yang sakit.

Instruksikan dan bantu pasien

dalam rentang gerak pasien

Kolaborasi:

Konsultasi dengan ahli terapi

1. Untuk mengetahui keadaan klien

secara umum.

2. Klien dibatasi oleh padangan diri

tentang keterbatasan fisik,

memerlukan informasi.

3. Memberikan kesempatan untuk

mengeluarkan energi, memfokus-

kan kembali perhatian.

4. Kontraksi otot isometrik tanpa

menekuk sendi atau menggerakan

tungkai dan membantu

mempertahankan kekuatan dan

masa otot.

5. Meningkatkan aliran darah ke otot

dan tulang untuk meningkatkan

tonus otot, mempertahankan gerak.

6. Pasien dapat memerlukan bantuan

Page 12: BAB 1 lengkap.docx

12

fisik/okupasi/spesialis

rehabilitasi

jangka panjang dengan gerakan,

kekuatan dan aktivitas.

1.2.3.1 Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi,

status ekonomi, dan perubahan fungsi peran.

Tujuan: Ansietas yang dialami klien hilang atau berkurang.

Kriteria hasil:

1) Pasien mengenal perasaannya.

2) Dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.

3) Pasien menyatakan ansietas berkurang/hilang.

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Diagnosa 3

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

Kaji tanda verbal dan nonverbal

ansietas. Dampingi klien.

Lakukan tindakan bila klien

menunjukan perilaku merusak.

Hindari konfrontasi.

Mulai lakukan tindakan untuk

mengurangi ansietas. Beri

lingkungan yang tenang dan

suasana penuh istirahat.

Tingkatkan kontrol sensasi klien.

1. Resiko verbal/nonverbal dapat

menunjukan rasa agitasi, marah

dan gelisah.

2. Konfrontasi dapat meningkatkan

rasa marah, menurunkan kerja

sama, dan mungkin memperlambat

penyem- buhan.

3. Mengurangi rangsangan eksternal

yang tidak perlu.

4. Kontrol sensasi klien (dalam

mengurangi ketakutan) dengan cara

memberikan informasi tentang

keadaan klien, menekankan

penghargaan terhadap sumber-

Page 13: BAB 1 lengkap.docx

13

5

6

7

Orientasikan klien terhadap

tahap-tahap prosedur operasi dan

aktivitas yang diharapkan.

Beri kesempatan klien untuk

mengungkapkan ansietasnya.

Berikan privasi kepada klien dan

orang terdekat.

sumber koping (pertahanan diri)

yang positif, membantu latihan

relaksai dan teknik-teknik

pengalihan, serta memberikan

unpan balik yang positif.

5. Orientasi tahap-tahap prosedur

operasi dapat mengurangi ansietas.

6. Dapat menghilangkan ketegangan

terhadap kekhawatiran yang tidak

diekspresikan.

7. Memberi waktu untuk meng-

ekspresikan perasaan,

menghilangkan ansietas dan

perilaku adaptasi. Adanya keluarga

dan teman-teman yang dipilih klien

untuk melakukan aktivitas dan

pengalihan perhatian (misalnya,

membaca) akan mengurangi

perasaan terisolasi.

1.2.3.1 Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka

operasi.

Tujuan: Infeksi tidak terjadi selama perawatan.

Kriteria hasil:

1) Klien mengenal faktor-faktor resiko

2) Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi

3) Menunjukan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan

lingkungan yang aman.

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Diagnosa 4

Page 14: BAB 1 lengkap.docx

14

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

5

6

Kaji dan pantau luka operasi

setiap hari.

Lakukan perawatan luka secara

steril.

Pantau/batasi kunjungan.

Pertahankan hidrasi dan nutrisi

yang adekuat. Berikan cairan

2.500 cc sesuai toleransi jantung.

Bantu perawatan diri dan

keterbatasan aktivitas sesuai

toleransi. Bantu program latihan.

Berikan antibiotik sesuai

indikasi.

1. Mendeteksi secara dini gejala-

gejala inflamasi yang mungkin

timbul sebagai dampak adanya

luka pasca operasi.

2. Teknik perawatan luka secara steril

dapat mengurangi kontaminasi

kuman.

3. Mengurangi kontak infeksi dari

orang lain.

4. Membantu meningkatkan daya

tahan tubuh terhadap penyakit dan

mengurangi resiko infeksi akibat

sekresi yang steril.

5. Menunjukan kemampuan secara

umum dan kekuatan otot serta

merangsang pengambilan sistem

imun.

6. Satu atau beberapa agens diberikan

yang bergantung pada sifat patogen

dan infeksi yang terjadi.

(Muttaqin, Arif, 132-135:2008).

1.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori

dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan

dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat

Page 15: BAB 1 lengkap.docx

15

sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan

menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005:205).

1.2.5 Evaluasi Keperawatan

Merupakan langkah  terakhir  dari  proses  perawatan dengan cara melakukan

identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam

melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan

dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan

menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam

menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi menentukan

respons klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa jauh tujuan perawatan

telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005:216)