19
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik dan sesuai dengan keinginan pemakai. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin komputer (Munir, 2004). Pengolahan citra adalah sebuah merupakan disiplin ilmu yang memplajari hal- hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra cirri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan output-nya adalah citra hasil pengolahan (Sutoyo, 2009). Sutoyo (2009) memaparkan bahwa teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra ke citra yang lain. Jadi masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran atau hasil mempunyai kualitas lebih baik dari pada citra masukan. Alur proses pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Alur Proses pengolahan citra Citra Asli Proses Pengolahan Citra Citra Hasil Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

  • Upload
    vothu

  • View
    236

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya menggunakan komputer,

menjadi citra yang kualitasnya lebih baik dan sesuai dengan keinginan pemakai.

Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh

manusia atau mesin komputer (Munir, 2004).

Pengolahan citra adalah sebuah merupakan disiplin ilmu yang memplajari hal-

hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras,

transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala,

transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra cirri (feature images) yang

optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi

objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau

reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data.

Input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan output-nya adalah citra hasil

pengolahan (Sutoyo, 2009).

Sutoyo (2009) memaparkan bahwa teknik-teknik pengolahan citra

mentransformasikan citra ke citra yang lain. Jadi masukannya adalah citra dan

keluarannya juga citra, namun citra keluaran atau hasil mempunyai kualitas lebih baik

dari pada citra masukan. Alur proses pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alur Proses pengolahan citra

Citra Asli Proses

Pengolahan Citra

Citra Hasil

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

7

2.1.1 Klasifikasi Pengolahan Citra

Menurut Sutoyo (2009), terdapat beberapa operasi di dalam pengolahan citra yang

dapat diklasifikasi dalam beberapa jenis, antara lain:

1. Perbaikan Kualitas Citra (Image Enhancement)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki citra dengan cara

memanipulasi parameter parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri

khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh

perbaikan citra adalah:

a. Perbaikan kontras gelap atau terang.

b. Perbaikan tepian obyek (edge enchancement)

c. Penajaman citra (sharpening).

d. Pemberian warna semu (peseudocoloring).

e. Penipisan derau (noise filtering).

2. Pemugaran Citra (Image restoration)

Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan cacat

pada citra. Tujuannya hmpir sama dengan operasi perbaikan citra, bedanya

pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh

operasinya adalah:

a. Penghilangan kesamaran (deblurring)

b. Penghilangan derau (noise)

3. Pemampatan Citra (Image Compression)

Operasi ini dilakukan agar citra dapat dipresentasikan dalam bentuk yang

lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal

penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan citra adalah citra

yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang

bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

8

4. Segmentasi Citra (Image Segmentation)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecahkan suatu citra ke dalam beberapa

segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat

dengan pengenalan pola.

5. Analisa Citra (Image Analysis)

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk

menghasilkan deskripsinya. Teknik analisa citra mengekstraksi ciri-ciri

tertentu membantu dalam identifikasi obyek. Proses segmentasi terkadang

diperlukan untuk mengalokasi obyek yang diinginkan dari sekelilingnya.

Contoh-contoh analisa citra antara lain:

a. Pendeteksi tepi obyek (edge detection)

b. Ekstraksi batas (boundary)

c. Representasi daerah (region)

6. Rekonstruksi Citra (Image Reconstruction)

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang obyek dari beberapa

citra hasil proyeksi. Opersi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam dunia

medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk

membentuk ulang gambar organ tubuh.

2.2 Citra Digital

Citra merupakan suatu signal digital yang dapat di observasi oleh sistem visual

manusia. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi

continue dari intensitas cahaya. Sumber cahaya menerangi objek, objek

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini

ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata manusia, kamera pemindai (scanner)

kamera digital, dan sebagainya, sehingga banyak objek citra tersebut terekam.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

9

2.2.1 Definisi Citra Digital

Beberapa definisi citra digital menurut para ahli dipaparkan sebagai berikut:

Menurut Sachs (2000), citra digital merupakan suatu gambar yang tersusun dari

piksel, dimana tiap pixel merepresentasikan warna (tingkat keabuan untuk gambar

hitam putih) pada suatu titik gambar.

Sedangkan menurut Fahmi (2007), citra digital adalah gambar dua dimensi yang dapat

ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai

digital yang disebut dengan piksel (picture elements).

Fahmi (2007) menyatakan bahwa citra digital (diskrit) dihasilkan dari citra analog

(kontinu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri atas penerokan

(sampling) dan kuantisasi (quantization). Penerokan (sampling) adalah pembagian

citra ke dalam elemen-elemen diskrit (piksel), sedangkan kuantisasi (quantization)

adalah pemberian nilai intensitas warna pada setiap piksel dengan nilai yang berupa

bilangan bulat.

Gambar 2.2 Citra Digital

Agar dapat diolah dengan komputer digital, suatu citra harus fungsi kontinu

menjadi nilai-nilai diskrit disebut pencitraan (imaging) atau digitalisasi. Citra

yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital (Digital Image), dinyatakan sebagai

kumpulan piksel dalam matrik dua dimensi. Pada umumnya citra digital berbentuk

empat persegi panjang dan dimensi ukurannya dinyatakan tinggi dikalikan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

10

lebar atu lebar dikalikan dengan panjang. Salah satu contoh citra digital dapat dilihat

pada Gambar2.2.

Citra digital yang berukuran N x M lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran

N baris dan M kolom seperti pada Gambar 2.3

f(x,y)=

( )

1) - M 1, - (N ... 1,1) - (N 1,0) - (N ... ... ... ...

1)-M(2,)1,2( )0,2(1)-M(1, ... (1,1)(1,0)1)-M(0,(0,1)0,0

fff

f ... ff ff f f ... f f

................. (2.1)

Gambar 2.3 Representasi citra digital dalam matriks N x M

Warna digital adalah kombinasi dari tiga warna primer yaitu (red), hijau (green), dan

biru (blue) (RGB). Setiap warna dapat dispesifikasikan sebagai triplet nilai intensitas

RGB, dengan setiap intensitas berkisar antara 0 sampai 255, yaitu:

Red : RGB (255, 0, 0) ……….………….………..………………………(2.2)

Green : RGB (0, 255, 0) .………………….……………………….……… (2.3)

Blue : RGB (0, 0, 255) …..………………………………………………. (2.4)

Dari nilai triplet RGB persamaan (2) sampai (4) di atas dapat dikonversikan ke dalam

nilai desimal seperti dibawah ini:

Red : 255*2560 + 0*2561 + 0*2562 = 255 + 0 + 0 = 255 ………..………...…(2.5)

Green : 0*2560 + 255*2561 + 0*2562 = 0 + 65,280 + 0 = 65,280 ………………(2.6)

Blue : 0*2560 + 0*2561 + 255*2562 = 0 + 0 + 16,711,680 = 16,711,680 ….…(2.7)

Rumus dasar mencari nilai RGB citra adalah:

R = COLOR And RGB(255, 0, 0) ….……….…………………………….…. (2.8)

G = (COLOR And RGB(0, 255, 0)) / 256 .…….….…………………….....… (2.9)

B = ((COLOR And RGB(0, 0, 255)) / 256) / 256 ….……….……………..…. (2.10)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

11

Dari persamaan (2.5) sampai (2.7) diatas, rumus RGB pada persamaan (2.8) sampai

(2.10) menjadi:

Nilai R = c and 255 …………………………...……………............................ (2.11)

Nilai G = (c and 65,280)/256 ..………………...………………….……..…..….. (2.12)

Nilai B = ((c and 16,711,680)/256)/256 ………………….....………………...... (2.13)

Dimana c adalah nilai intensitas piksel citra.

Ada beberapa format citra digital yang dijumpai, antara lain :

1. Bitmap (BMP)

Format citra ini adalah yang paling umum dan merupakan format standard

windows. Ukuran file-nya besar karena bisa mencapai ukuran megabyte. File ini

merupakan format yang belum terkompresi dan menggunakan sistem warna RGB

(Red, Green, Blue) di mana masing-masing warna pixel-nya terdiri dari 3

komponen R, G, dan B yang dicampur menjadi satu. File BMP dapat dibuka

dengan berbagai macam software pembuka gambar seperti ACDSee, Paint, Irvan

View dan lain-lain. File BMP tidak bisa (sangat jarang) digunakan di web (internet)

karena ukurannya yang besar. Detail gambar BMP dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Bitmap Info Header

Nama Field Ukuran (Byte) Keterangan

beSize 4 Memori Header

beWidth 2 Lebar Gambar

beHeight 2 Tinggi Gambar

bePlanes 2 Harus 1

beBitCount 2 Bits per pixel – 1,4,8 atau 24

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

12

Tabel 2.2 Bitmap Core Header

Nama Field Ukuran (Byte) Keterangan

bfType 2 Mengandung karakter “BM” yang

mengidentifikasikan tipe file

bfSize 4 Memori file

bfReserved1 2 Tidak dipergunakan

bfReserved2 2 Tidak dipergunakan

bfOffBits 4 Offset untuk memulai data pixel

2. Joint Photographic Expert Group (JPEG/JPG)

Citra dengan format JPEG adalah yang paling terkenal sampai sekarang ini,

karena berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja) dan bersifat portable.

Citra ini sering digunakan pada bidang fotografi untuk menyimpan file foto hasil

perekaman analog to digital converter (ADC). Karena ukurannya kecil maka file

ini banyak digunakan di Web (internet).

Format citra JPEG adalah suatu desain untuk mengkompresi citra baik gray-

level maupun citra full-color. JPEG tidak hanya menangani data dalam bentuk

citra, tetapi juga dapat berhubungan dengan gambar yang disebut dengan motion

picture (MPEG). JPEG merupakan singkatan dari Joint Photographic Experts

Group, merupakan suatu komite yang menyusun standar citra pada akhir tahun

80-an dan awal tahun 90-an. Kata “Joint” pada JPEG melambangkan status data

di dalam kerja sama panitia ISO dan ITU_T. Format yang dihasilkan merupakan

standar ISO IS-10918. Format file ini dikembangkan oleh C-Cube Micro systems

untuk memberikan sebuah metode yang efisien untuk menyimpan citra dengan

jumlah warna yang sangat banyak seperti foto kamera.

Perbedaan utama antara format JPEG dengan format citra yang lainnya adalah

bahwa file JPEG menggunakan metode lossy untuk proses pemampatannya.

Pemampatan secara lossy akan membuang sebagian data citra untuk memberikan

hasil kompresi yang baik. Hasil file JPEG yang di-dekompres tidak begitu sesuai

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

13

dengan citra aslinya, tetapi perbedaan ini sangat sulit dideteksi oleh mata manusia

(Putra, 2010).

2.2.2 Jenis – jenis Citra Digital

Ada banyak cara untuk menyimpan citra digital di dalam memori. Cara

penyimpanan menentukan jenis citra digital yang terbentuk. Beberapa jenis citra

digital yang sering digunakan adalah citra biner, citra grayscale dan citra warna.

1. Citra Biner (Monokrom)

Citra biner (monokrom) hanya memiliki 2 warna yaitu hitam dan putih.

Dibutuhkan 1 bit di memori untuk menyimpan kedua warna ini.

Gradasi warna :

0 1

Bit 0 = warna hitam

Bit 1 = warna putih

2. Citra Grayscale (skala keabuan)

Banyaknya warna tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori

untuk menampung kebutuhan warna ini. Citra 2 bit mewakili 4 warna dengan

gradasi warna berikut:

0 1 2 3

Citra 3 bit mewakili 8 warna dengan gradasi warna berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7

Semakin besar jumlah bit warna yang disediakan di memori, semakin

halus gradasi warna citra yang ditampilkan di monitor.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

14

3. Citra Warna (True Color)

Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga

warna dasar (RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan

penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap warna mempunyai gradasi sebanyak

255 warna. Berarti setiap piksel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28 .28 .28 = 224

= 16 juta warna lebih. Itulah sebabnya format ini dinamakan true color karena

mempunyai jumlah warna yang cukup besar sehingga bisa dikatakan hampir

mencakup semua warna di alam.

Penyimpanan citra true color di dalam memori berbeda dengan citra

grayscale. Setiap piksel dari citra grayscale 256 gradasi warna diwakili oleh 1 byte.

Sedangkan 1 piksel citra true color diwakili oleh 3 byte, dimana masing – masing byte

merepresentasikan warna merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Gambar 2.3

adalah contoh citra warna.

Gambar 2.3 Contoh citra warna

2.3 Format File Citra Bitmap

Salah satu format file citra yang sering digunakan dalam pengolahan citra yaitu

citra bitmap. Citra bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Citra bitmap

menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah

per piksel). Citra bitmap dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan

menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

15

untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebih sulit. Tampilan bitmap

mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar.

Oleh karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling tepat untk gambar –

gambar dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital.

Citra bitmap biasanya diperoleh dengan scanner, camera digital, video capture dan

lain – lain.

Terjemahan bebas bitmap adalah pemetaan bit. Artinya nilai intensitas piksel

di dalam citra dipetakan ke sejumlah bit tertentu. Peta bit umumnya adalah 8, yang

berarti setiap piksel panjangnya 8 bit. Delapan bit ini mempresentasikan nilai

intensitas piksel. Dengan demikian ada sebanyak 28 =256 derajat keabuan, mulai dari

0 (00000000) sampai 255 (11111111). Setiap berkas bitmap terdiri atas header berkas,

header bitmap, informasi palet dan data bitmap. Header adalah data yang terdapat

pada awal bagian berkas citra.

Terdapat tiga macam citra dalam format BMP, yaitu citra biner, citra berwarna

dan citra hitam-puth (grayscale). Citra biner hanya memiliki dua nilai keabuan 0 dan

1. Oleh kerena itu 1 bit telah cukup untuk mempresentasikan nilai piksel. Citra

berwarna adalah citra yang lebih umum. Warna yang terlihat di dalam citra bitmap

merupakan kombinasi dari tiga komponen warna, yaitu : R (Red), G (Green) dan B

(Blue). Kombinasi dari tiga warna RGB tersebut menghasilkan warna yang khas untuk

piksel yang bersangkutan. Pada citra 256 warna, setiap piksel memiliki panjang 8-bit,

akan tetapi komponen RGBnya disimpan dalam tabel RGB yang disebut palet.

2.4 Noise

Noise adalah bintik-bintik atau kotoran yang sering timbul pada citra (image).

Noise merupakan suatu masalah yang sering terjadi yang biasanya disebabkan karena

beberapa gangguan seperti pada saat proses capture (pengambilan gambar) yang tidak

sempurna dan kamera tidak fokus (Jannah, 2008). Selain itu noise pada citra tidak

hanya terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses capture, tetapi bisa juga karena

kotoran-kotoran pada citra. Pada pengolahan citra, terkadang untuk menguji suatu

algoritma untuk mereduksi noise, maka noise dihasilkan melalui proses pembangkitan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

16

noise, untuk menghasilkan noise digunakan bilangan acak sebagai pengganti bilangan

noise yang dihasilkan. Berdasarkan bentuk dan karakteristiknya, noise pada citra

dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : Gaussian Noise, Speckle Noise dan Salt And

Paper Noise seperti terlihat pada Gambar 2.4.

(a) (b) (c)

Gambar 2.4 Jenis-jenis Noise: (a) Gaussian, (b) Salt (c) Pepper

Noise Gaussian merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal

standar dengan rata-rata 0 dan standar deviasi 1. Efek Gaussian noise adalah

munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan persentase noise. Noise

Speckle merupakan model noise yang memberikan warna hitam pada titik yang

terkena noise, sedangkan noise salt and paper tampak seperti taburan garam karena

memberikan warna putih pada titik yang terkena noise (Murinto, et al. 2007).

2.5 Membangkitkan Noise Gaussian

Noise Gaussian dapat dibangkitkan dengan cara membangkitkan bilangan acak

[0,1] dengan distribusi Gaussian. Kemudian untuk titik-titik yang terkena noise, nilai

fungsi citra ditambahkan dengan nilai noise yang ada, atau dirumuskan dengan:

y(i,j) = x(i,j)+ p.a ................................................................................................. (2.14)

dimana:

a = nilai bilangan acak berdistribusi Gaussian

p = prosentase noise

y(i,j) = nilai citra terkena noise.

x(i,j) = nilai citra sebelum terkena noise.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

17

Untuk membangkitkan bilangan acak berdistribusi Gaussian, tidak dapat

langsung menggunakan fungsi rnd, tetapi diperlukan suatu metode yang digunakan

untuk mengubah distribusi bilangan acak ke dalam fungsi f tertentu. Dalam buku ini

digunakan metode rejection untuk memudahkan dalam alur pembuatan programnya.

Metode rejection dikembangkan dengan cara membangkitkan dua bilangan acak (x,y)

dan ditolak bila y > f(x). Contoh noise Gausian dengan tingkat persentase noisenya

dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Beberapa Contoh Noise Gaussian Dengan Persentase 10%, 20%, 30%,

50%, 75% dan 90%.

2.6 Filter Domain Spasial

Istilah filter di sini sebenarnya mengacu kepada proses domain frekuensi, yaitu

meloloskan (menerima) komponen frekuensi tertentu dan menghilangkan (menolak)

frekuensi yang lain. Sebagai contoh, filter lolos rendah (Low Pass Filter/LPF) berarti

meloloskan komponen frekuensi yang rendah. Low Pass Filter menghasilkan citra

blur (lembut/halus). Biasanya filter disebut juga sebagai mask, kernel atau window,

berupa kumpulan piksel berukuran 2x2, 3x3, 5x5 piksel dan seterusnya, tergantung

kebutuhan. Istilah domain spasial pada dasarnya merujuk pada bidang citra itu sendiri

dan pendekatan yang digunakan pada metode ini berdasarkan atas manipulasi

langsung terhadap kumpulan piksel dari sebuah citra. Pemfilteran domain spasial

adalah proses manipulasi kumpulan piksel dari sebuah citra untuk menghasilkan citra

baru. Pemfilteran domain spasial merupakan salah satu alat yang digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

18

banyak bidang untuk berbagai aplikasi, khususnya bagian ini untuk peningkatan

kualitas citra dan perbaikan citra (Sulistyo, et al. 2009).

2.6.1 Mean Filter (Filter Rata-rata)

Pada filter rata-rata, nilai intensitas setiap piksel diganti dengan rata-rata dari

nilai intensitas piksel tersebut dengan piksel-piksel tetangganya. Filter rata-rata

merupakan filter h dalam bentuk matriks berukuran mxn (biasanya m=n) dan nilainya

sama untuk setiap elemen (Gunara et al, 2007). Ukuran mxn ini yang menentukan

jumlah tetangga yang harus dilibatkan dalam perhitungan. Karena bersifat LPF maka

jumlah seluruh elemen adalah satu. Secara matematis filter rata-rata dapat dituliskan

sebagai berikut:

h(x,y) = 1𝑚 𝑥 𝑛

, 1 ≤ x ≤ m, 1 ≤ y ≤ n ....................................................................... (2.15)

Keterangan:

h(x,y) = filter h (filter rata-rata)

n = jumlah baris pada filter h (filter rata-rata)

m = jumlah kolom pada filter h (filter rata-rata)

x = koordinat letak citra pada titik x

y = koordinat letak citra pada titik y

Contoh filter rata-rata berukuran 3 x 3 adalah:

h(x,y) = �1/9 1/9 1/91/9 1/9 1/91/9 1/9 1/9

� ............................................................................. (2.16)

angka 1/9 diperoleh dari persamaan h(x,y) = 1𝑚 𝑥 𝑛

dimana m dan n adalah contoh

dimensi citra 3x3 piksel dan diperoleh nilai h(x,y) = 13 𝑥 3

= 1/9

Operasi rata-rata dapat dipandang sebagai konvolusi yaitu perkalian fungsi diskrit

antara citra f(x,y) dan filter g(x,y) (pada bagian ini filter h(x,y) dimisalkan sebagai

g(x,y)).

h(x,y) = f(x,y) * g(x,y).................................................................. (2.17)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

19

Dalam hal ini, h(x,y) disebut sebagai konvolusi dari f(x,y) dengan respon

g(x,y). Apabila g(x,y) adalah matriks berukuran 3x3 seperti diperlihatkan pada

Gambar 2.4, f(x,y) adalah piksel yang dikenai operasi beserta tetangganya, maka h(x,y)

adalah hasil dari perhitungan dari persamaan berikut:

h (x,y) = AP1 + BP2 + CP3 + DP4 + EP5 + FP6 + GP7 + HP8 + IP9 ............ (2.18)

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa titik pusat jendela konvolusi yang

merupakan piksel yang akan dimodifikasi nilainya bersesuaian dengan titik E dan

faktor pemberat A, B, C, D, E, …, I pada matriks konvolusi adalah nilai dari g[-k,-l],

dengan k,l = -1, 0, +1. Dalam manipulasi citra untuk menghasilkan citra yang baru,

konvolusi berarti komputasi dari jumlah pembobotan terhadap piksel-piksel pada citra.

Maka respon g[x,y] dapat disebut juga cetakan konvolusi, karena hasil dari operasi

konvolusi sangat tergantung pada g[x,y]. Setiap nilai piksel pada citra nilai h[i,j]

dihitung dengan memetakan cetakan konvolusi ke piksel [i,j] dalam citra asal,

kemudian ditambahkan kepada jumlah pembobotan piksel-piksel tetangganya dimana

nilai pembobotan bersesuaian dengan cetakan konvolusi. Operasi ini diilustrasikan

dalam Gambar 2.6 menggunakan cetakan konvolusi 3x3. Untuk menjaga agar hasil

perhitungan nilai intensitas yang baru tidak melebihi nilai maksimum yang dapat

ditampung, maka faktor pembobot dari cetakan konvolusi (A, B, C, …, I) merupakan

bilangan-bilangan pecahan yang jumlahnya satu. Konvolusi bersifat invariant (lokasi

piksel tidak mempengaruhi hasil operasi), karena filter pembobotan yang digunakan

sama pada seluruh bagian citra (Syarifuddin, 2003).

Gambar 2.6 Contoh matriks 3x3 untuk konvolusi

Berikut merupakan gambaran proses reduksi noise dengan filter rata-rata

secara konvolusi. Contoh: Citra keabuan f(x,y) yang berukuran 10x8 memiliki 8 skala

keabuan dari sebuah filter rata-rata g(x,y) yang berukuran 3x3 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

20

............................ (2.19)

Pilih f(x,y) ukuran 3x3, dimulai dari pojok kiri atas. Kemudian, hitung konvolusinya

dengan filter h(x,y).

Tabel 2.3 Nilai konfolusi dengan filter h(x,y).

Hasil konvolusi g(x,y) adalah: 19[(1x5) + (2x3)+ (1x4)+ (1x2) + (1x1) + (1x6) + (1x3) + (1x0)] = 3

Jadi nilai piksel 2 diganti oleh 3, tempatkan pada matriks yang baru, hasilnya adalah:

Tabel 2.4 Hasil konfolusi dengan filter h(x,y).

Geser f(x,y) ukuran 3x3 satu piksel ke kanan, kemudian hitung konvolusinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

21

Tabel 2.5 Nilai pergeseran dengan filter h(x,y).

Hasil konvolusinya adalah: 19[(1x3) + (1x3)+ (1x0)+ (1x2) + (1x1) + (1x3) + (1x3) + (1x0)] = 2

Jadi nilai piksel 1 diganti dengan 2, kemudian tempatkan pada matriks yang baru.

Tabel 2.6 Matriks hasil konfolusi

Proses perhitungan kemudian dilakukan terus hingga f(x,y) ukuran 3x3 sampai pada

ujung kanan bawah hasilnya adalah:

Berikut ini merupakan contoh lain dari penggunaan filter rata-rata F(x,y) pada

potongan gambar dalam bentuk matriks berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

22

Apabila digambarkan maka akan tampak sebagai berikut:

Dengan menggunakan filter rata-rata 3x3, maka proses filter dilakukan dengan cara

menghitung konvolusi dari kernel filter rata-rata 3x3 dan H, maka diperoleh:

Y = H Xor F

Y = �1/9 1/9 1/91/9 1/9 1/91/9 1/9 1/9

� Xor �

1 1 1 11 4 1 11 1 1 11 1 3 1

�=�

7/9 1 1 4/91 12/9 12/9 6/91 14/9 12/9 8/94/9 8/9 8/9 6/9

Bila digambarkan maka hasil filter rata-rata dapat dilihat seperti Gambar 2.7 sebagai

berikut:

Gambar 2.7 Hasil Filter Rata-rata

Hasilnya terdapat titik-titik yang berbeda (dianggap sebagai noise) akan dikurangi

hingga mendekati nilai dominan. Salah satu efek dari hasil filter ini adalah efek blur.

2.6.2 Contra Harmonic Mean Filter

Contra Harmonic Mean Filter bekerja dengan baik pada tipe salt noise, tetapi

tidak untuk pepper noise. Filter ini juga bekerja dengan baik pada jenis noise yang

lain seperti noise Gaussian (Prasetyo, 2011). Contra Harmonic Mean Filter

merupakan solusi untuk menyelesaikan kasus bila derau additive berupa derau salt &

pepper. Filter ini dirumuskan dengan:

.............................. (2.20)

dimana:

(s,t) = kordinat window sub-image

Sxy = region citra

g(s,t) = nilai citra terkorupsi pada kordinat sub-image

Q = order filter

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

23

Misalkan diberikan contoh matriks citra sebagai berikut (Sutoyo et al, 2009):

5 5 4

7 2 6

1 4 1

Bila Q=1, maka:

F (x,y) = 52+52+42+ 72+22+62+12+42+12

5+5+4+7+2+6+1+4+1≈ 4,9 = 4

sehingga bagian dari citra ini berubah menjadi:

5 5 4

7 4 6

1 4 1

Keterbatasan tentu dimiliki oleh filter ini adalah tidak bisa menghilangkan

derau salt dan pepper secara bersamaan. Salt hanya dapat dihilangkan bila Q bernilai

negatif, sedangkan bila Q bernilai positif maka akan bekerja untuk derau pepper. Q

disebut juga dengan orde filter. Misalkan nilai Q = 0, maka bisa dibuktikan bahwa

rumusnya akan berubah menjadi rumus Arithmetic filter. Sedangkan bila Q = -1 filter

akan berubah menjadi Harmonic filter.

2.7 Mean Squared Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ration (PSNR)

Perbedaan dua buah citra dapat dihitung dengan menghitung nilai MSE (Mean

Squared Error) dan PSNR (Peak Signal to Noise Ratio). PSNR adalah perbandingan

antara nilai maksimum dari sinyal yang diukur dengan besarnya noise yang

berpengaruh pada citra tersebut (Megalingam, 2010). PSNR digunakan untuk

mengetahui kualitas (validasi) citra hasil kompresi. Untuk menentukan PSNR, terlebih

dahulu harus ditentukan nilai rata-rata kuadrat dari error (MSE - Mean Square Error)

(Munir, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengolahan Citra

24

MSE dan PSNR dapat dihitung dengan persamaan (1) dan (2). Pada persamaan

(1), I (x,y) adalah nilai grey-level citra asli di posisi (x,y), I’ adalah nilai derajat

keabuan citra setelah diproses pada posisi (x,y), X dan Y adalah ukuran panjang dan

lebar. Pada persamaan (2), m adalah nilai maksimum yang mungkin dimiliki oleh

sebuah pixel. Sebagai contoh, untuk data citra 8 bit, nilai maksimumnya adalah 255

(Munir, 2004).

MSE = 1𝑋𝑌

∑ ∑ [𝐼(𝑥,𝑦) − 𝐼′(𝑥,𝑦)] 2𝑦𝑥 ......................................................... (2.21)

PSNR = 10 log 𝑚2

𝑀𝑆𝐸 ........................................................................................... (2.22)

Universitas Sumatera Utara