Upload
vuongnhi
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembuluh Darah
2.1.1 Anatomi Pembuluh Darah
Sistem peredaran darah dibagi menjadi sistem cardiovaskular, yang
terdiri dari jantung, pembuluh darah, darah, dan sistem limfatik. Pembuluh
darah membentuk jaringan pipa yang memungkinkan darah mengalir dari
jantung ke seluruh sel-sel hidup tubuh dan kemudian kembali ke jantung. Arteri
membawa darah dari jantung, sementara vena darah kembali ke jantung. Arteri
dan vena yang terus-menerus dengan satu sama lain melalui pembuluh darah
yang lebih kecil. Arteri cabang ekstensif untuk membentuk jaringan progresif
pembuluh kecil yang disebut dengan arteriol. Sebaliknya, Vena yang
berukuran kecil disebut venula (Graff,2009). Pembuluh darah utama terdiri dari
trunkus pulmonalis, trunkus aorta dan cabang-cabangnya, vena kava superior,
inferior dan cabang-cabangnya (Gray,2008).
Menurut Van de Graff (2009), divisi utama dari aliran darah adalah
sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik. Sirkulasi paru termasuk pembuluh darah
yang mengangkut darah ke paru-paru untuk pertukaran gas dan kemudian
kembali ke jantung. Ini terdiri dari ventrikel kanan yang memompa darah,
trunkus pulmonalis dengan valva pulmonalis, arteri pulmonalis yang
mengangkut darah terdeoksigenasi ke paru-paru, kapiler paru dalam setiap
paru-paru, vena pulmonalis yang transportasi oksigen darah kembali ke
jantung, dan atrium kiri yang menerima darah dari vena pulmonalis. Sirkulasi
sistemik melibatkan semua bagian dari tubuh yang bukan merupakan bagian
6
dari sirkulasi paru-paru. Itu termasuk atrium kanan, ventrikel kiri, aorta dengan
valva aorta, semua cabang aorta, semua kapiler selain yang di paru-paru yang
terlibat dengan pertukaran gas. Atrium kanan menerima semua vena yang
kembalinya darah oksigen dari pembuluh darah sistemik.
(Diagrampic,2009)
Gambar 2.1 Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah dalam tubuh terdiri dari sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru-paru. Sirkulasi sistemik dimulai dari jantung yang memompa darah dan dibawa oleh aorta ke seluruh tubuh termasuk organ-organ dalam tubuh, lalu kembali lagi ke
jantung dibawa oleh vena cava superior dan inferior. Sirkulasi paru-paru dimulai dari
jantung yang memompa darah melalui vena pulmonalis ke paru-paru dan kembali lagi
ke jantung dibawa oleh arteri pulmonalis (Graff, 2009).
2.1.2 Histologi Pembuluh Darah
Dinding arteri biasanya mengandung tiga lapisan konsentrik atau
disebut dengan tunika. Lapisan terdalam adalah tunika intima yang terdiri dari
epitel selapis gepeng atau endotel, dan jaringan ikat subendotel dibawahnya.
Lapisan tengah adalah tunika media, terutama terdiri dari serat oto polos dan
otot polos ini menghasilkan matriks ekstraselular. Lapisan terluar adalah tunika
7
adventisia yang terdiri dari serat jaringan ikat kolagen dan elastik, terutama
kolagen tipe I. Dinding sebagian arteri muskular juga memperlihatkan dua pita
serat elastik bergelombang dan tipis yang disebut lamina elastika interna dan
lamina elastika ekstrna. Lamina elastika interna berada diantara tunika intima
dan media, sedangkan lamina elastika eksterna berada diantara tunika media
dan adventisia. (Eroschenko, 2010)
(Encyclopaedia Britannica,2008) Gambar 2.2
Susunan Lapisan Pembuluh Darah Arteri Manusia
Susunan Lapisan Pembuluh Darah Arteri terdiri dari 3 tunika, yaitu : tunika adventisia, tunika media, dan tunika intima (dari luar ke dalam). Antara tunika
adventisia dan tunika media dibatasi oleh lamina elastika eksterna, sedangkan tunika
media dan tunika intima dibatasi oleh lamina elastika interna (Eroschenko, 2010).
Edwin L. Biermann(2015) mengatakan bahwa sel-sel endotel pada
tunika intima ini dihubungkan oleh serangkaian kompleks persambungan dan
juga dihubungkan dengan jaringan ikat bawahnya, yaitu lamina basalis. Tunika
media terdiri dari sel otot polos yang tampaknya sebagai sel pembentuk
8
jaringan ikat utama dinding arteri, menghasilkan kolagen, serat elastik, dan
proteoglikan. Sedangkan pada tunika adventisia,terdiri dari vasa vasorum dan
nervus.
2.1.3 Fisiologi Pembuluh Darah
Dinding pembuluh darah terutama arteri merupakan organ aktif secara
metabolik yang harus memenuhi kebutuhan energi untuk mempertahankan
tegangan otot polos dan fungsi sel endotel dengan baik.
Setiap kali jantung berdenyut terdapat gelombang darah baru yang
mengisi arteri (Guyton & Hall, 2013). Menurut Kenneth S. Saladin(2012), jika
arteri kaku dan tidak mempunyai distensibilitas, tekanan akan naik jauh lebih
tinggi di sistol dan drop untuk hampir nol di diastol. Tetapi ketika arteri sehat,
mereka memperluas dengan masing-masing sistol dan menyerap beberapa
kekuatan darah untuk dipompakan. Kemudian, ketika jantung dalam diastol,
elastisitas mereka mempertahankan tekanan darah dan mencegah tekanan
darah jatuh ke nol. Dengan demikian, arteri yang elastis "memuluskan"
fluktuasi tekanan dan mengurangi stres pada arteri yang lebih kecil. Arteri kecil
dan arteriol disebut juga sebagai pembuluh resistensi karena mereka adalah
tempat utama dari resistensi perifer (Barrett et al, 2010) Tekanan dipengaruhi
oleh resistensi, dan aliran dipengaruhi oleh keduanya. Darah mengalir lebih
cepat jika di tengah pembuluh darah, di mana ia bertemu sedikit gesekan, dan
lebih lambat jika dekat dengan dinding, di mana ia mengalami gesekan pada
dinding pembuluh darah. Ketika pembuluh darah melebarkan, sebagian besar
darah dalam tengah pembuluh dan aliran rata mungkin cukup cepat. Ketika
9
pembuluh mengalami konstriksi, banyak darah yang lebih dekat dengan
dinding sehingga menurunkan aliran darah (Saladin, 2012).
Metabolisme arteri menunjukkan bikimiawi sel otot polos. Terdapat
cara anabolik dan katabolik. Sel ini metabolisme glukosa dengan cara
anaerobik dan glikolisis aerobik. Sel dinding arteri dapat mensintesis asam
lemak, kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dari substrat endogen untuk
memenuhi kebutuhan strukturalnya, tetapi sel otot polos lebih mengutamakan
penggunaan lipid dari lipoprotein plasma yang dihantarkan ke dinding.
Lipoprotein yang melintasi sel endotel melalui vesikel pinositotik. Sel otot
polos mempunyai reseptor permukaan khusus dengan afinitas tinggi terhadap
apoprotein tertentu pada permukaan lipoprotein kaya akan lipid, sehingga
memudahkan masuknya lipoprotein ke dalam sel melalui endositosis adsorptif.
(Biermann,2015).
2.1.4 Anatomi-Histologi-Fisiologi pada Tikus dan Mencit
Tikus putih (Rattus norvegicus) dan mencit (Mus musculus) merupakan
hewan uji yang sering digunakan pada berbagai penelitian. Hampir 99% gen
dari tikus mempunyai kemiripan dengan gen manusia, sehingga membuat
hewan ini menjadi obyek penelitian yang meneliti fungsi dari tubuh manusia
seperti jantung, hati, pembuluh darah, ginjal, organ reproduksi dan lain-lain.
Perbandingan antara manusia, tikus putih, dan mencit dapat dilihat pada tabel
berikut:
10
Tabel 2.1 Perbandingan Anatomi-Histologi-Fisiologi Arteri pada Manusia, Tikus
putih (Rattus norvegicus) dan mencit (Mus musculus) Manusia Tikus Putih Mencit
Diameter aorta 26.35 mm 1.6 mm 1.06 mm
Lapisan Arteri Tunika intima,
tunika media, tunika adventisia
Tunika intima,
tunika media, tunika adventisia
Tunika intima,
tunika media, tunika adventisia
Lapisan Arteri:
tunika intima
Jaringan ikat Tidak terlihat Tidak diketahui
Lapisan Arteri:
tunika media
Otot polos Otot polos Tidak diketahui
Lapisan Arteri:
tunika adventisia
Jaringan ikat
kolagen
Jaringan ikat
kolagen
Tidak diketahui
(Khan et al,2006)
2.2 Aterosklerosis
2.2.1 Definisi
Aterosklerosis adalah penyakit multifaktorial dan progresif dengan fitur
patofisiologi metabolisme lipid yang tidak teratur, inflamasi, dan
trombosis(Kwan Kyu Park & Sung Won Youn,2015). Lipid dan bahan fibrosa
menumpuk di tunika intima dan tunika media. Perkembangan lesi
aterosklerosis yang terjadi disertai dengan inflamasi dan penumpukan limfosit
dan makrofag pada lesi, terutama makrofag yang memproduksi sitokin
inflamasi dan berkontribusi pada perubahan vaskular (Ivanova et al,2015)
2.2.2 Etiologi
Etiologi aterosklerosis tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
berkontribusi terhadap perkembangan plak aterosklerosis.
Menurut Edwin L. Biermann(2015), metabolisme arteri menunjukkan
biokimiawi sel otot polos. Sel dinding arteri dapat mensintesis asam lemak,
kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dari substan endogen untuk memenuhi
kebutuhan strukturalnya (pengisian kembali membran), tetapi sel otot polos
tampaknya lebih mengutamakan penggunaan lipid dari lipoprotein plasma
11
yang dihantarkan ke dinding. Lipoprotein yang beredar melintasi sel melalui
vesikel pinositotik. Sel otot polos mempunyai reseptor permukaan khusus
dengan dengan afinitas yang tinggi terhadap apoprotein tertentu pada
permukaan lipoprotein yang kaya lipid, sehingga memudahkan masuknya
lipoprotein ke dalam sel melalui endositosis adsortif. Akan tetapi, kolesterol
lipoprotein dapat menambah masuknya ke dalam sel otot polos dengan cara
tidak tergantung reseptor yang tidak diatur, secara potensial menyebabkan
akumulasi esterkolesterol. Selain itu, sel endotelial dan sel otot polos mampu
mengeluarkan berbagai molekul pengatur pertumbuhan, sehingga sel
endotelial dapat mengatur tonus vaskuler dengan pengeluaran molekul yang
menghasilkan vasokonstriksi atau vasodilatasi seperti NO dan dapat
mengeluarkan sitokin dan pelekatan molekul yang mempengaruhi interaksi sel
darah yang beredar. Namun, tidak satupun reaksi biokimiawi yang dianggap
bertanggung jawab terhadap terjadinya aterosklerosis.
Edwin L Biermann (2015) juga mengatakan bahwa pada usia arteri
normal, sel otot polos dan jaringan ikat berkumpul secara difus dalam intima,
mengakibatkan penebalan progresif, bersama dengan akumulasi progresif dari
sfingomielin dan linoleat kolesterol. Selain itu, secara fungsional perubahan
bertambahnya usia ini mengakibatkan peningkatan kekakuan pembuluh darah
secara bertahap.jumlah penyokong eksternal juga menentukan kemampuan
pembuluh darah, kelemahan karena hilangnya elastisitas, terhadap tekanan
hidrostatik berlawanan, sehingga hal ini juga memungkinkan untuk terjadinya
aterosklerosis.
12
2.2.3 Patogenesis
Aterosklerosis diawali oleh paparan lemak yang beruntun. Setelah itu
terjadilah disfungsi endotel. Endotel adalah lapisan sel yang memisahkan darah
dari dinding pembuluh darah. Endotel adalah penghalang yang sangat selektif
dan organ aktif secara metabolik, dan memainkan peran penting dalam
pemeliharaan homeostasis vaskular dengan menjaga keseimbangan antara
vasodilatasi dan vasokonstriksi (Kyoung-Ha Park & Woo Jung Park, 2015).
Menurut Jordan B. Strom dan Petter Libby (2011), faktor predisposisi dari
terbentuknya aterosklerosis adalah peran dari stress hidrodinamik. Lapisan
laminar yang seharusnya memproduksi NO sebagai vasodilator, agregasi
platelet, dan anti-inflamasi, tidak hanya memproduksi tersebut, melainkan juga
mengekspresikan antioksidan enzim superoksida dismutase, untuk menjaga
oksigen reaktif yang diproduksi oleh iritasi kimia atau iskemik sementara.
Disfungsi endotel juga bisa disebabkan oleh paparan dari lingkungan kimia
yang toksik.
Disfungsi endotel pada arteri mengakibatkan pajanan pada jaringan
endotel terhadap konsentrasi konstituen plasma yang meningkat. Hal ini dapat
mencetuskan serangkaian kejadian meliputi perlekatan monosit dan trombosit,
migrasi monosit ke dalam tunika intima menjadi makrofag, agregasi trombosit,
dan produk sekresi makrofag, termasuk faktor pertumbuhan dan sitokin. Dalam
hubungan konsentrasi konstituen plasma, termasuk juga lipoprotein dan
hormon seperti insulin.(Biermann, 2015). Selain itu, juga terjadi peningkatan
permeabilitas endotel yang menyebabkan masuknya LDL (Low-density
lipoprotein) ke tunika intima. LDL berakumulasi di sel endotel dengan binding
13
dari komponen matriks ekstraselular yang disebut proteoglikan (Strom &
Libby, 2011). Penebalan Tunika intima yang disebabkan oleh proliferasi sel
otot polos berdiri pada awal pembentukan plak. Sel yang berpoliferasi akan
menyimpan matriks jaringan ikat dan mengakumulasi lipid.
Dengan demikian paparan yang berulang menyebabkan disfungsi
endotel, peningkatan permeabilitas endotel, peningkatan bertahap pada sel otot
polos, monosit, trombosit, makrofag, dan lipid.
2.2.4 Faktor resiko
Di abad ke 20, telah dipercaya bahwa aterosklerosis berhubungan
dengan proses bertambahnya usia. Tetapi di tahun 1948, Frangmiham Heart
Study menjelaskan hubungan antara sesuatu yang spesifik dengan penyakit
cardiovaskular,seperti membangun konsep dari faktor resiko aterosklerosis.
Menurut Jordan B. Strom dan Petter Libby (2011) dalam buku
Pathophysiology of Heart Disease, faktor-faktor resiko dari aterosklerosis
diantaranya lain adalah :
a. Dyslipidemia
Seperti yang diketahui, peningkatan sirkulasi dari LDL berkorelasi
dengan meningkatnya kejadian aterosklerosis. Hal ini dikarenakan adipositas
memegang peranan inti dalam kenaikan kolesterol dan trigliserida. Kenaikan
kolesterol disertai dengan kenaikan konsentrasi LDL. LDL dapat berakumulasi
di ruang subendotelial dan mengalami modifikasi kimia yang berlanjut
menyebabkan kerusakan tunika intima. Hal ini menyebabkan inisiasi dari
perkembangan aterosklerosis. LDL juga dikenal sebagai lemak jahat. Slain itu,
kenaikan kadar trigliserida yang disertai kenaikan VLDL (Very low-density
14
lipoprotein) dan IDL (Intermediate-density lipoprotein) juga dapat
menyebabkan perkembangan dari aterosklerosis.
b. Merokok
Merokok dapat menyebabkan mudah terkena aterosklerosis dengan
beberapa cara, seperti menurunkan sirkulasi HDL (high-density lipoprotein),
disfungsi endotel yang menyebabkan hipoksia jaringan dan meningkatkan stres
oksidasi, meningkatkan pelekatan platelet, dan menggantikan posisi oksigen
dengan karbon monoksida di hemoglobin. Peningkatan HDL akan mencegah
dari aterosklerosis karena HDL mentransportasikan kolesterol dari jaringan
perifer menuju ke hati, sehingga jika kadar HDL turun akan menginisiasi
aterosklerosis. Hipoksia jaringan menimbulkan kemampuan degenerasi enzim
lisosomal yang berkurang, seperti ditandai oleh gangguan degradasi LDL oleh
sel otot polos, menyebabkan kolesterol yang berasal dari LDL terkumpul
didalam sel (Biermann,2015).
c. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah menambah resiko dari pembentukan
aterosklerosis, CHD, and stroke. Penelitian pada hewan coba menunjukkan
bahwa jika terjadi peningkatan tekanan darah akan merusak endotel vaskuler
dan meningkatkan permeabilitas lipoprotein pada endotel. Kerusakan endotel
meningkatkan stress hemodinamik yang menyebabkan penambahan reseptor
untuk makrofag, yang kemudian meningkatkan jumlah dari foam cell. Selain
itu, hipertensi dapat meningkatkan sel otot polos produksi proteoglikan yang
berikatan dengan LDL, meningkatkan jumlah proteoglikan dan LDL di tunika
intima, dan memfasilitasi modifikasi oksidatif. Bahkan, Angiotensin II disini
15
bertindak bukan sebagai vasokonstriktor tetapi juga sebagai stimulator dari
stress oksidatif dan sebagai proinflamatorry sitokin.
d. Diabetes Melitus
Predisposisi aterosklerosis pada pasien diabetes berperan pada proses
glikosilasi non-enzimatik lipoprotein. Diabetes juga megalami gangguan fungsi
endotel, hal ini diukur dari terjadi penurunan bioavaibilitas dari NO dan
meningkatnya adesi leukosit. Diabetes melitus mempunyai hubungan yang erat
dengan hiperglikemia. Edwin L Biermann(2015) mengatakan bahwa
hiperglikemia mempengaruhi metabolisme aorta. Produk metabolisme glukosa
yang disebut sorbitol terakumulasi dalam dinding arteri dan mengakibatkan
efek osmotik yang meliputi naiknya kandungan air sel dan menurunkan
oksigenasi.
e. Kurangnya aktifitas fisik
Latihan fisik mungkin bisa mengurangi kejadian aterosklerosis. Selain
menguntungkan pada profil lipid dan tekanan darah, latihan fisik juga
menambah sensitivitas insulin dan produksi NO dari endotel. Diketahui bahwa
NO mempunyai peran merelaksasi otot polos dan dinding arteriol. Sel endotel
yang melapisi kompleks pembuluh darah akan menghasilkan NO di setiap
tekanan dan akan berdifusi ke dasar sel otot polos, sehingga memungkinkan
darah lewat dengan mudah (Rohilla et al, 2012).
f. Estrogen
Estrogen merupakan sebagian dari ateroprotektif. Fisiologi estrogen di
wanita premenopause meningkatkan HDL dan menurunkan LDL. Estrogen
juga berpotensi sebagai antioksidan,sebagai anti platelet dan memperbaiki
16
vasodilatasi dari endotel. Penurunan kadar estradiol, yang merupakan hormon
antioksidan, akan menurunkan ekspresi protein enzim antioksidan, sehingga
penurunan bioavailabilitas NO dapat terjadi (Borgo et al, 2015).
2.3 Monosodium Glutamat (MSG)
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat
asam amino non-esensial, salah satu asam amino yang paling banyak ditemukan di
alam. Asam glutamat terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat
dengan protein (Beyreuther et al, 2006). Asam glutamat bebas tersebut dapat
bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG. Glutamat dianggap
sebagai salah satu komponen penting didalam protein dan MSG banyak dalam
makanan yang kaya mengandung protein, seperti: susu, daging, ikan, keju, produk
tomat, dan kecap (Gani et al, 2013). Sukawan (2008) menyatakan bahwa perbedaan
struktur kimia MSG dengan asam glutamat hanya terletak pada salah satu gugus
karboksil asam glutamat yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium
sehingga membentuk MSG dan kandungan MSG terdiri dari glutamat, natrium, dan
air dengan persentase masing-masing 78,2%, 12,2%, dan 9,6%.
2.3.1 Monosodium Glutamat (MSG) dalam Tubuh Manusia
Glutamat diproduksi oleh tubuh dan memegang peranan penting dalam
metabolisme (Gani et al, 2013). Glutamat diserap ditransaminasikan dengan
piruvat ke bentuk alanin. Alanin tersebut bersama asam amino dikarboksilat
menghasilkan aketoglutarat atau oksaloasetat. Sebagian glutamat
dikonversikan oleh usus dan hati ke bentuk mukosa dan laktat, kemudian
dialirkan ke dalam darah perifer (Sukawan, 2008).
17
(Nordic Food Lab,2015)
Gambar 2.3
Struktur kimia MSG
MSG memiliki satu karbon asimetrik yaitu karbon empat dari kiri. Karbon tersebut terikat oleh empat gugus yang saling berbeda sehingga merupakan bentuk
isomer yang aktif (Sukawan,2008).
Glutamat merupakan prekursor penting untuk molekul bioaktif dan juga
merupakan prekursor dari GABA, suatu neurotransmitter penting dalam sistem
saraf pusat (Jinap & Hajeb, 2010). Selain itu, glutamat juga berperan sebagai
energi beberapa jaringan tertentu dan substrat untuk sintesis glutathione
(Sharma & Deshmukh, 2015). Rata-rata asupan harian MSG diperkirakan 1,0
g di negara-negara berkembang, tetapi terkadang bisa lebih tinggi, tergantung
pada isi MSG dari makanan individu tersebut (Beyreuther et al, 2006). Dalam
sehari asupan MSG dibatasi maksimal 2,5 – 3,5 g (berat badan 50 – 70 kg), dan
tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus (Ardyanto, 2004).
Dalam tubuh manusia, MSG mempunyai banyak efek negatif. Hampir
seluruh organ tubuh dapat terkena efek negatif MSG ini, seperti jaringan otak,
jantung,bronkus, hati, ginjal, dan usus halus. Selain itu, metabolisme tubuh
juga terpengaruh sehingga dapat menyebabkan obesitas dan kerusakan sistem
metabolisme tubuh. Pada dosis tertentu konsumsi MSG menyebabkan timbul
suatu reaksi alergi yang disebut “Chinese Restaurant Syndrome”. Sindrom ini
akan memiliki onset mereka sekitar 20 menit setelah memulai makan termasuk
18
mati rasa atau terbakar di bagian belakang leher, menjalar ke kedua lengan dan
kadang-kadang ke dada depan, yang dikaitkan dengan kelemahan dan palpitasi
(Husarova & Ostatnikova, 2013).
2.3.2 Monosodium Glutamat (MSG) pada Pembuluh Darah
Monosodium Glutamat (MSG) dapat menjadi penyebab dari stres
oksidatif seperti lipid peroksidase (LPO); enzim yang menginisiasi radikal
bebas seperti xanthine oksidase (XOD); enzim pembersih radikal bebas seperti
superoksida dismutase (SOD), catalase (CAT), glutathione (GSH); dan, enzim
metabolisme seperti glutathione peroxidase (GPx), dan glutathione reductase
(GR). Hasil penelitian dari Kuldip Singh dan Pushpa Ahluwalia (2012)
menyebutkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada LPO dan XOD,
sedangkan pada enzim SOD,CAT,GSH,GPx, dan GR mengalami penurunan
yang signifikan.
Kuldip Singh dan Pushpa Ahluwalia (2012) mengatakan radikal
oksigen mungkin menyebabkan terbentuknya reaksi berantai dari biomembran
yang disebut lipid peroksidase (LPO). Langkah pertama adalah reaksi inisiasi,
yang dimulai dengan mengambil atom hidrogen dari PUFA (poly-unsaturated
fatty acid) oleh oksigen radikal.
Xanthine oksidase (XOD), enzim serbaguna yang didistribusikan secara
luas dari bakteri untuk manusia, terutama sebagai NAD+ yang bergantung pada
xanthine dehidrogenase (XDH). XDH adalah enzim sitoplasma terlibat dalam
hidroksilasi hipoksantin untuk xantin dan oksidasi untuk asam urat dan sumber
yang relevan dari oksidan di pembuluh darah . XDH dapat mengalami
proteolisis terbatas atau oksidasi residu sistein untuk menghasilkan bentuk
19
XOD. Studi sebelumnya telah mengungkapkan sistematis diregulasi XOD
peradangan, diabetes, dan penyakit kardiovaskular (Miric et al, 2013). XOD,
mengkatalisis oksidasi hipoksantin atau xanthine untuk asam urat dan
menghasilkan superoksida radikal (O2.-). H2O2 terbentuk dari O2
.- dan bisa
dikonversi menjadi hidroksil radikal yang sangat reaktif (OH) yang mengarah
ke stress oksidatif yang tinggi sebagai akibat dari oksidasi molekul biologis
(Singh dan Ahluwalia, 2012).
Jumlah SOD juga mempengaruhi terjadinya stress oksidatif pada
pembuluh darah. SOD dianggap baris pertama pertahanan terhadap efek
merusak dari radikal oksigen dalam sel, dan mencari radikal oksigen reaktif
dengan mengkatalisis dismutasi O2.- radikal untuk H2O2 dan O2 (Singh dan
Ahluwalia, 2012).
Catalase (CAT) melindungi sel-sel dari akumulasi H2O2 oleh
dismutating untuk membentuk H2O dan O2, atau dengan menggunakannya
sebagai oksidan, di mana ia bekerja sebagai peroksidase. Oleh karena itu,
penurunan aktivitas CAT diamati dalam karya ini bisa disebabkan kurang
ketersediaan NADH sebagai lipogenesis MSG (Onyema et al, 2006).
Glutathione (GSH), tripeptida yang dipertahankan dalam mengurangi
kondisi efisien glutation peroksidase/glutathione sistem reduktase. GSH adalah
antioksidan endogen ampuh yang membantu melindungi sel-sel tubuh dari
jumlah rangsangan berbahaya termasuk oksigen berasal dari radikal bebas
(Onyema et al, 2006). Penurunan GSH secara significant akan disertai dengan
peningkatan LPO. GSH ini berhubungan dengan GPx dan GR. GPx
mengkatalisis pengurangan berbagai molekul hidrogen peroksida (ROOH dan
20
H2O2). GPx bekerja sama dengan GSH di dalam komposisi hidrogen
peroxidase atau hidroperoksidase lainnya, sehingga melindungi sel dari stres
oksidatif (Ismail et al, 2012).