Upload
chaocha-itu-oka
View
53
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
n
Citation preview
ELIMINASI URIN 1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan
aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan
eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan
sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi
berfariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa
pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan
karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan
rendahnya insiden kanker kolesterol (Robinson dan
Weigley ,1989).
Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus
memahami eliminasi normal dan faktor-faktor yang
meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan
yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan
emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan
eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidak
nyamanan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi fisiologi proses eliminasi?
2. Apa faktor faktor yang mempengaruhi proses perkemihan?
3. Bagaimana pengkajian yang dilakukan pada gangguan elimniasi
urin?
4. Bagaimanakah penetalaksanaan medik pada klien dengan
gangguan umum pola eliminasi urin?
ELIMINASI URIN 2
C. Tujuan Penulisan
Pada makalah ini kami akan membahas tentang anatomi
dan fisiologi proses eliminasi urin, faktor dan penyebab eliminasi
urin dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan eliinasi
urin.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah
studi literatur dan penulusuran pustaka yang terpecaya dari
internet.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini diawali dengan Bab I, pendahuluan, yang
terdiri dari paragraf yang menjabarkan latar belakang masalah yang
akan dibahas, perumusan masalah dan ruang lingkupnya, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Makalah
dilanjutkan dengan Bab II, isi, yang melingkupi semua rangkuman
dari keseluruhan materi yang ingin disampaikan dari referensi yang
telah didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan Bab III, penutup,
yang berisi kesimpulan dan saran.
ELIMINASI URIN 3
BAB II
ISI
A. Anatomi Fisiologi Proses Eliminasi Urin
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ seperti buncis yang berwarna cokelat
kemerah-merahan dan berbeda di kedua sisi kolumna vertebral posterior
terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal
terbentang dari vertebra torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis
ketiga. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut
kapsula.
ELIMINASI URIN 4
Ginjal pada dasarnya dapat dibagi dua zona, yaitu korteks (luar) dan
medulla (dalam). Korteks meliputi daerah antara dasar malfigi piramid
yang juga disebut piramid medulla hingga ke daerah kapsula ginjal.
Daerah kortes antara piramid-piramid tadi membentuk suatu kolum
disebut Kolum Bertini Ginjal. Pada potongan ginjal yang masih segar,
daerah korteks terlihat bercak-bercak merah yang kecil (Petichie) yang
sebenarnya merupakan kumpulan veskuler khusus yang terpotong,
kumpulan ini dinamakan renal corpuscle atau badan malphigi. Kortek
ginjal terutama terdiri atas nefron pada bagian glomerulus, tubulus
Konvulatus proximalis, tubulus konvulatus distalis. Sedangkan pada
daerah medulla dijumpai sebagian besar nefron pada bagian loop of
Henle’s dan tubulus kolectivus. Tiap-tiap ginjal mempunyai 1-4 juta
filtrasi yang fungsional dengan panjang antara 30-40 mm yang disebut
nefron .
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah
lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya
akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang
disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap
glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari
glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat
disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan
kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong
ELIMINASI URIN 5
plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal.
Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam
kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:
1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari
glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan
dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular.
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul
protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan
dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap
hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrate
glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan
untuk tes diagnose fungsi ginjal.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian
yang mengalirkan filtrate glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus
konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang
bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle menjaga gradien
osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel
yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan
ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap
kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar
air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus
kolektivus melalui osmosis.
Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem
pengumpul yang terdiri dari:
Tubulus penghubung
Tubulus kolektivus kortikal
Tubulus kolektivus medularis
ELIMINASI URIN 6
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut
apparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel
juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan
sekresi rennin. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan
saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih
melewati ureter.
2. Ureter
Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang
akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan
setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter
merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi
retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga pelvis
pada sambungan ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter ke kandung
kemih umumnya steril. Gerakan peristaltik ureter menyebabkan urin
masuk ke kandung kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk ke dalam
dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring agar mencegah
refluks urin dari kandung kemih ke ureter.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat
berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat
urin dan merupakan organ ekskresi. Apabila kosong, kandung kemih
berada dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis. Pada pria,
kandung kemih terletak pada rectum bagian posterior dan pada wanita
terletak pada dinding anterior uterus dan vagina. Kandung kemih dapat
menampung sekitar 600 ml urin, walaupun pengeluaran urin normal
sekitar 300 ml.
4. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulensi membuat urin bebas dari bakteri. Merman mukosa melapisi
ELIMINASI URIN 7
uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.
Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
menecegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelili
uretra.
B. Faktor yang Mempengaruhi Proses Perkemihan
1. Tingkat pertumbuhan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urin secara efektif. Bayi
dan anak mengekskresi urin dalam jumlah yang besar dari ukuran tubuh.
Anak berusia 6 bulan dengan BB 6 sampai 8 kg mengekskresi 400 sampai
500 ml urin setiap hari.Orang dewasa mengekskresi 1500 sampai 1600 ml
urin tiap hari. Proses penuaan mengganggu mikturisi karena perubahan
fungsi ginjal dan kandung kemih.
2. Faktor psikologis
Ansietas, stres, dan emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih meningkat. Ansietas dapat membuat individu tidak mampu
berkemih. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan
otot perineum menjadi sulit.
3. Faktor sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan sosial
mempengaruhi waktu berkemih seperti istirahat sekolah.
4. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa individu
memerlukan distraksi seperti membaca untuk rileks.
5. Pengobatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (atropin). Beberapa obat mengubah warna
urin seperti vitamin B membuat urin berwarna kuning.
ELIMINASI URIN 8
6. Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan control sfingter uretra eksterna. Control mikturasi
yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai karena lamanya
imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot setelah
menopause, dan kerusakan otot akibat trauma. Drainase urin berkelanjutan
melalui kateter tetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urin.
8. Status Volume
Cairan yang diminum akan mengingatkan plasma yang bersirkulasi di
dalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrate glomerolus dan
ekskresi urin. Jumlah haluan urin bervariasi sesuai dengan asupan
makanan dan cairan. Jumlah volume urin yang terbentuk pada malam hari
sekitar setengah dari jumlah urin siang hari, akibat penurunan asupan dan
metabolism sehingga terjadi penurunan darah ke ginjal.
9. Kondisi Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.
Adanya luka pada saraf perifer menuju kandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung
kemih dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi.
Misalnya, diabetes mellitus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi
neuropatik yang mengubah fungsi kandung kemih. Penyakit yang
memperlambat atau menghambat aktivitas fisik yang mengganggu
kemampuan berkemih yaitu penyakit arthritis reumatoid, Parkinson, dan
penyakit sendi degenerative.
10. Prosedur Bedah
Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan
analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerolus, mengurangi haluaran urin. Anastesi spinalis terutama
ELIMINASI URIN 9
menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul dan abdomen
bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local pada jaringan
sekitar. Pembentukan diversi urinarius melalui pembedahan di daerah
kandung kemih atau uretra yang bersifat sementara (kanker kandung
kemih), memiliki stoma untuk mengeluarkan urin.
C. Pengertian Pola Eliminasi Urine
Kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung 600 ml
urine. Pada orang dewasa, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan ketika
kandung kemih terisi urine 150 – 200 ml, sedangkan pada anak-anak ketika
kandung kemih terisi urine 50 – 200 ml (Potter & Perry, 1997).
Struktur otak yang meliputi korteks serebral, thalamus, hipothalamus,
dan batang otak, bekerja menekan kontraksi otot detrusor kandung kemih
sampai individu ingin berkemih atau buang air. Dua pusat di pons yang
mengatur mikturisi atau berkemih , yaitu: pusat M mengaktifkan refleks otot
detrusor dan pusat L mengkoordinasikan tonus otot pada dasar panggul. Pada
saat berkemih, respons yang terjadi ialah kontraksi kandung kemih dan
relaksasi otot pada dasar panggul yang terkoordinasi.
D. Penyebab Gangguan Umum Pola Eliminasi Urin
Ekskresi urin serta zat- zat sisa dan kelebihan elektrolit dari plasma
sangat penting untuk mempertahankan homeostasis. Jika fungsi kedua ginjal
terganggu sampai pada titik ketika keduanya tidak mampu menjalankan
fungsi regulatorik dan ekskretoriknya untuk mempertahankan homeostasis,
dikatakan terjadi gagal ginjal (renal failure). Gagal ginjal memiliki berbagai
penyebab, yang sebagian terjadi di bagian tubuh lain dan mengenai ginjal
secara sekunder. Penyebab- penyebab tersebut antara lain adalah
1. organisme infeksius, baik yang bersifat hematogen atau masuk ke
saluran kemih melalui uretra
ELIMINASI URIN 10
2. bahan toksik, misalnya timbal, arsen, pestisida, atau bahkan pemakaian
aspirin dosis tinggi jangka panjang
3. respon imun yang menyimpang, misalnya glomerulonefritis yang
menyebabkan peradangan di glomerulus
4. hambatan aliran urin akibat adanya batu ginjal, tumor, atau
pembesaran kelenjar prostat, dengan tekanan balik menurunkan filtrasi
glomerulus dan merusak jaringan ginjal; dan
5. insufisiensi pasokan darah ginjal yang menyebabkan gangguan
tekanan filtrasi. Yang terakhir ini dapat terjadi sekunder akibat
gangguan sirkulasi, misalnya gagal jantung, perdarahan, syok atau
penyempitan dan pengerasan arteri- arteri ginjal akibat aterosklerosis.
Apapun penyebabnya, gagal ginjal dapat bermanifestasi menjadi gagal
ginjal akut, yang ditandai oleh awitan mendadak dan penurunan cepat
pembentukan urin sampai produksi urin kurang dari jumlah minimum per hari
(sekitar 500 ml), atau gagal ginjal kronik yang ditandai oleh penurunan fungsi
ginjal yang lambat, progresif dan samar (insidious).
ELIMINASI URIN 11
1. Gangguan atau masalah kebutuhan eliminasi urine
a. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi
vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine
sebanyak 3000-4000 ml urine.
Tanda klinis retensi:
Ketidaknyamanan daerah pubis.
Distensi vesika urinaria
Ketidaksanggupan untuk berkemih
Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine
(25-50 ml)
Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan
asupannya
Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung
kemih
Penyebab:
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
Trauma spinal cord
Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah
Sphincter yang kuat
Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
b. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot
sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol
ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine
ELIMINASI URIN 12
adalah proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar
prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat.
c. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang
tidak mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya, enuresis
terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya, enuresis terjadi
pada malam hari (nocturnal enuresis).
Faktor penyebab enuresis:
Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem
perkemihan
Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.
2. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis,
kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola
eliminasi terdiri atas:
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah
cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan
cairan dapat disebabkan oleh sistitis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan
juga pada keadaan stres atau hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki
kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal.
Biasanya perasaan segera ingi n berkemih terjadi pada anak karena
kurangnya kemampuan pengontrolan pada sphincter.
ELIMINASI URIN 13
c. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini
sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan
struktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah
besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya,
hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes melitus dan penyakit
ginjal kronis.
e. Urinaria supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara
mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada
kecepatan 60-120 ml/ jam secara terus- menerus.
BAB III
ANALISA DAN APLIKASI
ELIMINASI URIN 14
A. Pengkajian pada Gangguan Eliminasi Urin
Menurut Black (2009), terdapat tiga tahap dalam proses
pengkajian gangguan eliminasi urin. data pengkajian dibagi
menjadi dua, yaitu, data objektif dan data subjektif. Data
objektif terdiri dari pemeriksaan fisik, tes diagnostik dan uji
laboratorium, sedangkan data subjektif adalah riwayat
kesehatan pasien. Akan tetapi, menurut Dorothy (2006),
pengkajian terhadap gangguan eliminasi urin terdiri dari
pemeriksaan fisik, pengkajian lingkungan, dan pengkajian
gejala, efek dan kualitas hidup.
1. Riwayat Kesehatan
Berikan pertanyaan yang dimengerti oleh pasien,
usahakan agar jangan sampai ada miskomunikasi antara
pasien ddan perawat. Riwayat kesehatan pasien sangat
diperlukan untuk menghasilkan diagnosa yang tepat bagi
klien.
1. Apa keluhan utama pasien
2. Tanyakan bagaimana keadaan urin selama 3 hari
sebelum terjadi gangguan
3. Bagaimana cara menahan untuk mengeluarkan urin,
pernahkah ditahan dalam waktu lama
4. Adakah riwayat gangguan eliminasi sebelumnya
5. Jika ada nyeri, dimanakan letak nyeri, dan berapa
skalanya
6. Adakah gejala panas atau menggigil
7. Data demografi dan biografik penting juga dikaji untuk
mengetahui gaya hidup pasien
8. Adakah obat yang dibeli secara bebas yang
dikonsumsi
ELIMINASI URIN 15
9. Untuk pasien wanita : tanyakan mengenai iritasi atau
keputihan, apakah beliau menggunakan alat
kontrasepsi
2. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik lebih spesifik pada kondisi dan
masalah pasien. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik,
klien disarankan untuk mengosongkan kandung kemihnya.
Inspeksi Perut bagian bawah simetris, tidak
mengembung, ada tidaknya jaringan parut,
jika pasien memiliki keluhan pasa klien, jika
diposisikan supine akan terlihat tidak
nyaman.
Palpasi Daerah kanan ginjal dapat di raba, licin dan
tidak lembut. Perhatikan wajah pasien,
adakah respom nyeri, kandung kemih yang
kosong tidak dapat dipalpasi. Teknik “light
touch” dapat dipakai untuk mengetahui
kepekaan otot.
Perkusi Suara yg dihasilkan timpani jika normal.
Suaranya berubah dari timpani ke dullnes
Auskult
asi
Dilakukan sebelum inspeksi untuk
mengurangi suara murmur dan suara perut.
Bruit arteri ginjal terdengar di tas sedikit
kekiri umbilikus, dapat mengindikasikan
adanya stenosis arteri ginjal, aneurism, atau
arterivenous malformasi. Jika bruit terdengar
jangan lakukan palpasi. Evaluasi suara perut
di 4 kuadran, perhatikan intensitasnya,
kenyaringannya, dan frekuensinya.
Pada pasien wanita
ELIMINASI URIN 16
Pemeriksaan genital juga dilakukan, adanya uretra
ketika proses pengeluaran urin mengindikasikan adanya
infeksi. minta klien untuk batuk dan lihat apakah ada
tonjolan pada dinding vagina. Perawat juga harus
mengkaji status menstruasi pasien dan riwayat
genitalnya. Tanyakan apakah pasien memiliki masalah
dengan organ reproduksinya.
Pada pasien pria
Tanyakan apakah pasien memiliki masalah dengan
organ genitalnya. Kaji juga apakah ada masalah fungsi
seksual, penyakit serotal, atau penyakit transmisi
seksualnya. Pada saat melakukan pengkajian, lakukan di
tempat yang hangat dan nayaman. Baringkan klien dalam
posisi supine, inspeksi perineum dan gejala iritasi kulit.
3. Tes Diagnostik
Tes KUB (Kidney, Ureters, Bladder)
Pemeriksaan ini adalah yang paling mudah dalam tes
uroradiologi. KUB memperlihatkan kalsifikasi
abnormalitas dan dapat memperlihatkan gambaran besar
jaringan di abdomen.
Intravenous Pyelogram
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap pelvis ginjal,
sistem kolektif, dan ureter. Pemeriksaan ini akan
memperlihatkan abnormalitaas dari organ eliminasi atas.
Ultrasound Ginjal
ELIMINASI URIN 17
Menggunakan gelombang suara untuk mengtethui
adanya abnormalitas. Gambar-gambar ultrasound akan
mengidentifikasikan adanya abnormalitas dari
penumpukan cairan, masa, malformasi, perubahan
ukuran organ ataupun obstruksi. Pemeriksaan ini tidak
memerlukan persiapan apapun kecuali pasien harus
mengetahui prosedur dan tujuan yang akan dilakukan.
Computerized Tomography
Pemeriksaan ini akan memunculkan gampang
penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat jelas.
Sel karsinoma dapat dideteksi melalui pemeriksaan ini.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI memiliki fungsi yang beragam untuk
mengevaluasi kondisi genitourin. Pemeriksaan ini dapat
menampilkan retroperineum, bladder, prostat, testis, dan
bahkan penis. MRI ini dapat menyebabkan klaustropobia.
Biopsi Uretra
Pemeriksaan ini dilakukan apabila pemeriksaan
pelvis ginjal atau radiologi ureter tidak dapat
menginformasikan adanya kelainan yang berupa tumor,
batu, bekuan darah atau hanya artefak.
Sistoskopi
Sistoskopi dilakukan untuk melihat secara langsung
kandung kemih dan uretra. Sitoskop dapat dimanipulasi
untuk memungkinkan visualisasi kandung kemih dan
yretra secara lengkap selain visualisau orifisum ureta dan
uretra pars prostatika. Pemeriksaan ini juga digunakan
ELIMINASI URIN 18
untuk mengambil spesimen urin dari setiap ginjal untuk
mengidentifikasi fungsi ginjal.
4. Uji Laboratorium
Urinalisis
Urinalisis merupakan pemeriksaan urin pasien yang
dilakukan secara rutin selama pasien di rumah sakit dan
sedang dalam pemeriksaan skinning praoperatif.
Pemeriksaan urin ini mencakup evaluasi hal-hal berikut :
1. Observasi warna dan kejernihan
2. Pengkajian bau urin
3. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
4. Keberadaan protein, glukosa, asam, keton dalam urin
5. Mendekteksi sel dara4e4,., merahm sel darah putih,
kristal, pus, dan bakteri
Uji Darah
Blood Urea Nitrogen (BUN) adalah ukuran untuk
fungsi ginjal. Peningkatan BUN mengindikasikan adanya
ketidakmampuan ginjal.
B. Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Umum Eliminasi Urin
Diagosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urine
adalah sebagai berikut:
A. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
1. Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomali saluran urinaria
2. Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit
3. Kerusakan pada saluran kemih
ELIMINASI URIN 19
4. Efek pembedahan pada saluran kemih
B. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan
1. cedera atau kerusakan kantong kemih
2. kerusakan mobilitas
3. kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
C. Inkontinensia refleks berhubungan dengan
1. kerusakan neurologis
2. penggunaan anastesi untuk pembedahan
D. Inkontinensia stress berhubungan dengan
1. peningkatan tekanan intra abdomen
2. kelemahan otot panggul
E. Inkontinensia total berhubungan dengan
1. adanya fistula
2. kerusakan neurologis
F. Inkontinensia urgensi berhubungan dengan
1. Iritasi mukosa kandung kemih
2. Penurunan daya tamping/ kapasitas kandung kemih
G. Retensi urine berhubungan dengan
1. Obstruksi leher kandung kemih
2. Terhambatnya lengkung reflex
H. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
1. Perasaan yang dirsakan akibat diversi urinates
2. Perasaan yang dirasakan akibat inkontinensia
I. Resiko terjadinya infeksi salura kemih berhubungan dengan
1. Higiene personal yang buruk
2. Insersi kateter uretra
J. Defisit perawatan diri; toileting berhubungan dengan
1. Kerusakan kognitif
2. Keterbatasan mobilitas
K. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan
Kerusakan motorik-sensorik
ELIMINASI URIN 20
L. Kerusakan integritas kulit atau risiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan
Inkontinensia urine
M. Nyeri berhubungan dengan
1. Inflamasi uretra
2. Obstruksi pada uretra
C. Penatalaksanaan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pola Eliminasi
Urin
Tujuan utama intervensi keperawatan yang berhubungan dengan
eliminasi urin adalah menjaga integritas dari sistem kemih yang
menghilangkan kelebihan cairan dan hasil metabolisme yang tidak terpakai,
sehingga mendorong homeostasis.
1. Mempertahankan Kesehatan Eliminasi
a. Asupan cairan
Klien harus diajarkan untuk mengkonsumsi volume cairan
yang cukup cairan setiap hari. Jatah harian yang direkomendasikan
(RDA) untuk cairan adalah 30 ml / kg berat badan. Pada rata-rata
orang dewasa, hal ini sama dengan 1500-2000 ml / hari, meskipun
orang dengan obesitas dan kurus akan bervariasi dari kisaran ini. Hali
ini dapat dilakukan melalui oral atau infus intravena.
b. Pola makan
Orang dengan inkontinensia atau sering buang air kecil terkait
dengan urgensi harus diajarkan untuk mengenali penyebab potensial
iritasi kandung kemih. Makanan atau zat yang dapat mengiritasi
kandung kemih adalah:
a. minuman berkafein, minuman bersoda, dan cairan asam
(termasuk kopi dan teh)
ELIMINASI URIN 21
b. Aspartam, terutama ketika ditambahkan ke minuman berkafein
atau berkarbonasi
c. Buah atau jus jeruk
d. Makanan yang mengandung tomat atau saus berbahan dasar
tomat.
e. Chocolate
f. Makanan berminyak atau pedas
c. Gaya Hidup dan Pencegahan
a. Konsumsi alkohol dan rokok
Alkohol menekan ekskresi hormon antidiuretik (ADH) oleh
hipotalamus, menyebabkan poliuria dan meningkatkan resiko
kebocoran kemih. Selain itu, efek penenang dari alkohol
meningkatkan risiko inkontinensia, baik saat terjaga maupun saat
tidur. Asap rokok dapat meningkatkan risiko SUI (Stress urinary
incontinence) karena hubungannya dengan batuk kronis, dan
merokok merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
perkembangan kanker kandung kemih.
b. Manajemen Stress
SUI adalah keadaan di mana seorang individu mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml terjadi dengan peningkatan
tekanan abdominal. Pengaruh ADH dalam kombinasi dengan efek
norepinefrin dan epinefrin dapat meningkatkan tekanan darah.
Perawat dapat membantu klien mengelola stres dengan cara
mengajarkan teknik relaksasi, guided imagery, dan lain-lain.
d. Pola Eliminasi
Dorong klien untuk membentuk pola eliminasi teratur untuk
mencegah inkontinensia urin dengan menetapkan jadwal berkemih
sehingga jarak waktu buang air dapat diperpanjang. Dalam rentang
ELIMINASI URIN 22
waktu ini, klien dapat menggunakan latihan relaksasi untuk membantu
mengelola perasaan urgensi.
e. Pengaturan posisi
Klien tidak dapat menggunakan toilet memerlukan bantuan
dalam mencapai eliminasi. Klien yang menggunakan pispot butuh
pengaturan senyaman mungkin, karena itu setelah penempatan pispot,
kepala tempat tidur harus diangkat ke sudut 45 ° kecuali
kontraindikasi. Perawat mungkin perlu membantu klien untuk
menekuk kaki untuk sedikit menciptakan posisi duduk. Klien laki-laki
yang tidak mampu untuk berdiri harus memiliki kepala tempat tidur
diangkat ke sudut ° 45, kecuali kontraindikasi selagi menggunakan
tempat berkemih. Klien yang mampu bangun dari tempat tidur tetapi
tidak dapat ambulasi ke toilet dapat menggunakan toilet samping
tempat tidur, yang menyerupai toilet tetapi portabel.
2. Pengencangan Otot Dasar Panggul/ Kegel Exercises.
Pelvic floor exercises (PFEs) atau biasa disebut kegel exercises, dapat
memperkuat otot dasar panggul dan meliputi kontraksi repetitif
sekelompok otot (Thompson dan Smith, 2002). Cara melakukan PFEs:
1. Mulai dengan mengosongkan kandung kemih.
2. Kencangkan otot-otot dasar panggul dan tahan selama 10 hitungan.
3. Mengendurkan otot-otot sepenuhnya untuk hitungan 10.
4. Lakukan 10 kali ulangan, 3 sampai 5 kali sehari (pagi, siang, dan
malam).
3. Modifikasi Lingkungan
Lingkungan dimanipulasi untuk memaksimalkan peluang untuk ke
toilet, meminimalkan dampak gangguan mobilitas, dan untuk
menghilangkan hambatan. Busana dievaluasi secara teliti, dan kancing,
ritsleting, serta beberapa lapisan pakaian diganti dengan yang lebih mudah
untuk dilepas.
4. Menghambat Infeksi
ELIMINASI URIN 23
Untuk mencegah terjadinya infeksi saat penggunaan kateter,
perawat melakukan perineal hygiene minimal 2 kali sehari atau jika
diperlukan.
5. Monitor Integritas Kulit
Karena masalah dengan fungsi kemih dapat mengakibatkan
gangguan pada hidrasi dan ekskresi limbah tubuh, kulit harus dikaji
dengan cermat untuk warna, tekstur, turgor, dan ekskresi dari setiap
limbah.
6. Kateterisasi.
Untuk melakukan kateterisasi uretral perawat membutuhkan instruksi
dari dokter. Prosedur kateterisasi
a.Siapkan klien untuk kateterisasi dengan meninjau prosedur.
Yakinkan klien bahwa kateterisasi tidak akan menghasilkan nyeri
yang tajam, melainkan menginformasikan klien yang kateterisasi akan
menghasilkan sensasi urgensi intens untuk buang air kecil dan tekanan
berpusat pada daerah uretra dan suprapubik.
1. Dokumentasi jumlah air yang digunakan untuk mengembangkan
balon retensi.
2. Sebuah kateter Silastic dengan Teflon digunakan hanya untuk
kateterisasi jangka pendek. Jika tidak kateter harus dibuat dari silikon
atau lapisan Lubricious untuk meminimalkan trauma uretra dan iritasi.
3. Klien dengan myelodysplasia, kelainan dari perkembangan sumsum
tulang belakang (Vanderwerf, 1998), harus dikateterisasi dengan
produk nonlatex.
Indikasi untuk kateterisasi:
1. Intermittent cateterization
a. peringanan ketidaknyamanan akibat pembesaran kandung kemih
b. memperoleh spesimen urin steril.
c. Pengkajian urin sisasetelah berkemih.
ELIMINASI URIN 24
d. Manajemen jangka panjang untuk klien dengan cedera medula
spinalis, degenerasi neuromuscular, atau kandung kemih yang
tidak memadai.
2. Short-term indwelling catheterization
a. Gangguan pengeluaran urin (misalnya pembesaran prostat)
b. Perbaikan kandung kemih, uretra, serta struktur disekitarnya
melalui pembedahan.
c. Pencegahan obstruksi uretra akibat gumpalan darah.
d. Pengukuran output urin pada klien penyakit kritis
e. Irigasi kandung kemih kontinu atau intermiten.
3. Long-term indwelling catheterization
a. Retensi urin parah dengan urinary tract infection yang berulang.
b. Ruam kulit, ulserasi, atau lukayang teriritasi melalui kontak
dengan urin
c. Penyakit terminal ketika penggantian sprei menyakitkan bagi
klien.
7. Monitor Diversi Kemih
Inkontinensia extraurethral yang dibuat melalui pembedahan diatur
oleh sebuah kantong. Saluran ileum adalah stoma inkontenensi dibangun
dari segmen 10-cm dari ileum. Ileum terisolasi dari aliran kotoran dan
terhubung ke ureter melalui anastomosis (sambungan buatan). Sebuah
sayatan kecil dibuat di dinding perut, dan stoma dibangun dari bagian
distal dari segmen ileum. Perawat enterostomal dikonsultasi oleh dokter
bedah untuk menyarankan pemilihan lokasi stoma dan membantu klien
beradaptasi dan belajar untuk mengelola stoma.
8. Intervensi untuk inkontinensia
1. Fungsional
a. Latihan kebiasaan
b. Memodifikasi lingkungan
c. Perkemihan terjadwal
d. Menggunakan kateter kondom (laki-laki)
ELIMINASI URIN 25
e. Pakaian dalam pelindung
2. Total
a. Kateterisasi intermiten
b. Penggunaan kondom kateter
3. Reflex
a. Kateterisasi intermiten
b. Kateter kondom
4. Stress
a. PFEs
b. Biofeedback
c. Perkemihan terjadwal
d. Perbaikan gaya hidup
5. Urgensi
a. Perkemihan terjadwal
b. Biofeedback
c. Perbaikan gaya hidup
D. Penatalaksanaan Medik Pada Klien dengan Gangguan Umum
Pola Eliminasi Urin
Gangguan umum pola eliminasi urin terdiri dari anuria, oliguria,
poliuria, nokturia, disuria, inkontensia.
Pentalaksanaan medis pada klien dengan anuria adalah klien diberikan
obat manitol yang digunakan untuk meningkatkan jumlah air yang
dikeluarkan ginjal sehingga aliran darah ke ginjal menjadi lebih baik dan
menjadikan produksi urin lebih baik. Selain itu obat berupa dextrose dan
debouitamine mempunyai efek yang sama. Kedua obat ini efeknya
berlangsung selama 30-60 menit. Penggunaan kateter juga harus
diperhatikan dengan benar.
Penatalaksanaan medis pada klien dengan oliguria yaitu melakukan
pemberian cairan dan furomiside IV, jika terjadi terjadi overload batasi
pemberian cairan. Jika klien gagal merespon pemberian furomiside, nekrosis
ELIMINASI URIN 26
tubular akut, kemungkinan hipoperfusi ginjal hadir, cairan harus dihilangkan
dengan dialisis atu hemofiltrasi, terutama jika ada tanda-tanda edema paru
yang jelas. Pada klien hiperkalemia, ketika pertukaran resin kation seperti
natrium sulfonat polystrene (Kayexalate) diberikan ketika level serum
kalium meningkat sebesar 5,5 mEq/L atau di atasnya. Ketika kalium
melebihi 6,5 mEq/L elektrokardiografi harus dimonitori secara ketat. Selain
itu penggunaan dilakukan pengguan natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat
diberikan ketika muculnya asidosis yang berat. Penggunaannya harus
dilakukan secara hati-hati, karena jika kelebihan akan memicu hiperkalemia.
Penatalaksanaan medis pada klien dengan poliuria yaitu memberikan
diet pada penderita dan menyediakan air sebanyak 100 mmol NaCL per hari
selam 3 hari, kemudian dilakukan puasa total. Selama puasa, nadi dan
tekanan darah dihitung satiap 30 menit.
Jika terjadi kehilangan berat badan awal sebesar 3 % atau sudah
berlangsung selama 14 jam maka osmolalitas urin dan serum diukur. Pada
seseorang yang normal, maka volume urin akan dibawah 0,5 ml/menit dan
osmolalitas urin akan di atas 700 mmol /kg air. Perhatikan kemungkinan
yang terjadi pada penderita diabetes insipidus dan polidipsia .
Penatalaksanaan medis pada klien dengan nokturia yaitu medikasi
antikolinergik dengan efek samping berupa mulut kering, pusing, dan
penglihatan kabur. Pemberian antikolinergik berupa darifenacin, oxybutinin,
toterodine, trospium chloride, dan solifenacin. Jika pengguanaan terapi obat
tersebut tidak efektif , dapat dilakakukan pengobatan dengan desmopressin.
Imipramine, furosemide, dan bumetanide. Lakukan pembatasan intake
cairan pada malam hari, biasakan klien untuk tidur siang, lakukan elevasi
pada kaki, dan penggunaan compression stocking.
Penatalaksanaan medis pada klien disuria yaitu pemberian obat berupa
cantharidin, cyclophoshamide, dopamine, penicillin G, dan ticarcillin.
Monitori tanda-tanda vital klien serta intake dan output cairan. Tingkatkan
intake cairan dan kurangi intake sodium serta tidak membatasi intake
kalsium. Perhatikan adanya UTI (infeksi saluran kemih), maka pemberian
ELIMINASI URIN 27
antibiotik digunakan berdasarkan kepekaan bakteri. Kemudian perhatikan
adanya mikroorganisme STD( Sexually Transmitted Disease). Pada klien
dengan PID( penyakit peradangan pelvis) pertimbangkan untuk dibawa ke
rumah sakit serta lakukan pemberian IV cefoxitin dan PO doxycycline.
Penatalaksanaan medis pada klien dengan inkontinesia urin adalah
penggunaan obat antikolinergik untuk merelaksasi kandung kemih.
Penggunaan kombinasi obat oxybutynin dan tolterodine serta penggunaan
propiverine perlu dilakukan untuk membantu pengobatan akibat detrusor
yang berlelebihan pada kandung kemih.
Selain itu, penggunaan obat untuk merelaksasikan kandung kemih yaitu
penggunaan obat antimuskarinik yang berupa propantheline (15-30 mg
dalam 4 kali sehari), tolterodine (1-4 mg per hari), trospium, darifenacin,
dan solifenacin. Selain itu dapat diberikan antagonis kalsium untuk
meningkatkan kapasitas berkemih dan mengurangi kebocoran serta
penggunaan potasium atau serum kalium, untuk merelaksasi dan
menghambat kontraksi detrusor.
Berikan bladder training kepada klien, penjadwalan ketika ke toilet,
serta pengaturan pemberian cairan dan melakukan diet. Minuman
beralkohol, kafein, dan makanan yang asam perlu dihindari klien dengan
inkontinensia urin. Berikan klien pengetahuan tentang latihan otot dasar
panggul dan electric stimulation. Selain itu terdapat prosedur bedah jika
pengobatan lainnya tidak bekerja. Prosedur bedah berupa penggunaan sling
pada tubuh, prosedur bladder neck suspension, dan penggunaan sfingter
aruificial. Penggunaan pad penyerap dan pemasangan kateter juga perlu
diperhatikan.
ELIMINASI URIN 28
BAB IV
KESIMPULAN
Gangguan pola eliminasi urin disebabkan oleh beberapa
faktor, contohnya disebabkan oleh organisme infeksius. Macam-
macam gangguan kebutuhan eliminasi urin adalah retensi urin,
yaitu penumpukan urin di dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kenih untuk mengosongkan. Yang
kedua adalah enuresis, merupakan ketidaksanggupan menahan
kemih. Perubahan pola eliminasi urin diantaranya frekuensi,
urgensi, disuria, poliuria, dan urinaria supresi.
Proses eliminasi memiliki organ tersendiri sama dengan
proses metabolik lain, organ yang berperan dalam proses
eliminasi adalah ginjal di dalam ginjal terdapat jutaan nefron.
ELIMINASI URIN 29
Nefron ini kemudian memiliki bagian yg disebut kapsula
bowman, glomerulus, dan beberapa tubulus. Urin yang dihasilkan
diginjal akan disalurkan melalui duktus kolektifus ke ureter.
Ureter menyalurkan urin ke kandung kemih kemudian
dikeluarkan lewat uretra dan sampai ke anus. Proses perkemihan
dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan, faktor psikologis,
sosiokultural, pribadi, pengobatan, tonus otot, pemeriksaan
diagnostik, status volume, kondisi penyakit, dan prosedur bedah.
Proses keperawatan dimulai dengan pengkajian dilakukan
untuk memeriksa kondisi organ pasien serta gangguan yang
dialami. Terdapat 4 tahap dalam pengkajian, pengkajian riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, tes diasnogtik, dan uji
laboratorium. Ada perbedaan antara pengkajian pasien pria dan
wanita. Diagnosa keperawatan yang umum adalah perubahan
pola eliminasi urin, inkontinensia, retensi urin, defisit perawatan
diri, perubahan eliminiasi urin, kerusakan integritas kulit, dan
nyeri.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah mempertahankan
kesehatan eliminasi, pengencangan otot dasar panggul,
modifikasi lingkunga, menghambat infeksi, monitor integritas
kulit, kateterisasi, monitor diversi kemih, intervensi
inkontinensia. Penatalaksanaan medik yang dilakukan adalah
diberikan obat manitol pada pasien anuria. Pemberian cairan dan
frumiside IV pada pasien oliguria. Pasien poliuria diberikan diet
sebanyak 100 mmol NaCl per hari selama 3 hari. Medikasi
antikolinergik diberikan untuk pasien nokturia. Pasien disuria
diberi contharidin. Pasien inkontinensia diberikan antikolinergik.