44
ELIMINASI URIN 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi berfariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolesterol (Robinson dan Weigley ,1989). Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang

BAB I, II, III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

n

Citation preview

ELIMINASI URIN 1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan

aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan

eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan

sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada

keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi

berfariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa

pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan

karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan

rendahnya insiden kanker kolesterol (Robinson dan

Weigley ,1989).

Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus

memahami eliminasi normal dan faktor-faktor yang

meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan

yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan

emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan

eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidak

nyamanan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana anatomi fisiologi proses eliminasi?

2. Apa faktor faktor yang mempengaruhi proses perkemihan?

3. Bagaimana pengkajian yang dilakukan pada gangguan elimniasi

urin?

4. Bagaimanakah penetalaksanaan medik pada klien dengan

gangguan umum pola eliminasi urin?

ELIMINASI URIN 2

C. Tujuan Penulisan

Pada makalah ini kami akan membahas tentang anatomi

dan fisiologi proses eliminasi urin, faktor dan penyebab eliminasi

urin dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan eliinasi

urin.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah

studi literatur dan penulusuran pustaka yang terpecaya dari

internet.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini diawali dengan Bab I, pendahuluan, yang

terdiri dari paragraf yang menjabarkan latar belakang masalah yang

akan dibahas, perumusan masalah dan ruang lingkupnya, tujuan

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Makalah

dilanjutkan dengan Bab II, isi, yang melingkupi semua rangkuman

dari keseluruhan materi yang ingin disampaikan dari referensi yang

telah didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan Bab III, penutup,

yang berisi kesimpulan dan saran.

ELIMINASI URIN 3

BAB II

ISI

A. Anatomi Fisiologi Proses Eliminasi Urin

1. Ginjal

Ginjal merupakan organ seperti buncis yang berwarna cokelat

kemerah-merahan dan berbeda di kedua sisi kolumna vertebral posterior

terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal

terbentang dari vertebra torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis

ketiga. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut

kapsula.

ELIMINASI URIN 4

Ginjal pada dasarnya dapat dibagi dua zona, yaitu korteks (luar) dan

medulla (dalam). Korteks meliputi daerah antara dasar malfigi piramid

yang juga disebut piramid medulla hingga ke daerah kapsula ginjal.

Daerah kortes antara piramid-piramid tadi membentuk suatu kolum

disebut Kolum Bertini Ginjal. Pada potongan ginjal yang masih segar,

daerah korteks terlihat bercak-bercak merah yang kecil (Petichie) yang

sebenarnya merupakan kumpulan veskuler khusus yang terpotong,

kumpulan ini dinamakan renal corpuscle atau badan malphigi. Kortek

ginjal terutama terdiri atas nefron pada bagian glomerulus, tubulus

Konvulatus proximalis, tubulus konvulatus distalis. Sedangkan pada

daerah medulla dijumpai sebagian besar nefron pada bagian loop of

Henle’s dan tubulus kolectivus. Tiap-tiap ginjal mempunyai 1-4 juta

filtrasi yang fungsional dengan panjang antara 30-40 mm yang disebut

nefron .

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah

lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron

berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam

tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan

molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya

akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan

mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang

kemudian diekskresikan disebut urin.

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut

korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran

(tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang

disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap

glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari

glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat

disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan

kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong

ELIMINASI URIN 5

plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal.

Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.

Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam

kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:

1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus

2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar

3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula bowman (podosit)

Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari

glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan

dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular.

Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul

protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan

dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap

hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrate

glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan

untuk tes diagnose fungsi ginjal.

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian

yang mengalirkan filtrate glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus

konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang

bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle menjaga gradien

osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel

yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan

ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap

kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar

air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus

kolektivus melalui osmosis.

Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem

pengumpul yang terdiri dari:

Tubulus penghubung

Tubulus kolektivus kortikal

Tubulus kolektivus medularis

ELIMINASI URIN 6

Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut

apparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel

juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan

sekresi rennin. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan

saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih

melewati ureter.

2. Ureter

Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang

akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan

setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter

merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan

berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi

retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga pelvis

pada sambungan ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter ke kandung

kemih umumnya steril. Gerakan peristaltik ureter menyebabkan urin

masuk ke kandung kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk ke dalam

dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring agar mencegah

refluks urin dari kandung kemih ke ureter.

3. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat

berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat

urin dan merupakan organ ekskresi. Apabila kosong, kandung kemih

berada dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis. Pada pria,

kandung kemih terletak pada rectum bagian posterior dan pada wanita

terletak pada dinding anterior uterus dan vagina. Kandung kemih dapat

menampung sekitar 600 ml urin, walaupun pengeluaran urin normal

sekitar 300 ml.

4. Uretra

Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh

melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami

turbulensi membuat urin bebas dari bakteri. Merman mukosa melapisi

ELIMINASI URIN 7

uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.

Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk

menecegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelili

uretra.

B. Faktor yang Mempengaruhi Proses Perkemihan

1. Tingkat pertumbuhan

Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urin secara efektif. Bayi

dan anak mengekskresi urin dalam jumlah yang besar dari ukuran tubuh.

Anak berusia 6 bulan dengan BB 6 sampai 8 kg mengekskresi 400 sampai

500 ml urin setiap hari.Orang dewasa mengekskresi 1500 sampai 1600 ml

urin tiap hari. Proses penuaan mengganggu mikturisi karena perubahan

fungsi ginjal dan kandung kemih.

2. Faktor psikologis

Ansietas, stres, dan emosional dapat menimbulkan dorongan untuk

berkemih meningkat. Ansietas dapat membuat individu tidak mampu

berkemih. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan

otot perineum menjadi sulit.

3. Faktor sosiokultural

Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan sosial

mempengaruhi waktu berkemih seperti istirahat sekolah.

4. Kebiasaan pribadi

Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa individu

memerlukan distraksi seperti membaca untuk rileks.

5. Pengobatan

Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk

meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh

penggunaan obat antikolinergik (atropin). Beberapa obat mengubah warna

urin seperti vitamin B membuat urin berwarna kuning.

ELIMINASI URIN 8

6. Tonus Otot

Lemahnya otot abdomen dan otot panggul merusak kontraksi

kandung kemih dan control sfingter uretra eksterna. Control mikturasi

yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai karena lamanya

imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot setelah

menopause, dan kerusakan otot akibat trauma. Drainase urin berkelanjutan

melalui kateter tetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.

Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urin.

8. Status Volume

Cairan yang diminum akan mengingatkan plasma yang bersirkulasi di

dalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrate glomerolus dan

ekskresi urin. Jumlah haluan urin bervariasi sesuai dengan asupan

makanan dan cairan. Jumlah volume urin yang terbentuk pada malam hari

sekitar setengah dari jumlah urin siang hari, akibat penurunan asupan dan

metabolism sehingga terjadi penurunan darah ke ginjal.

9. Kondisi Penyakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.

Adanya luka pada saraf perifer menuju kandung kemih menyebabkan

hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung

kemih dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi.

Misalnya, diabetes mellitus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi

neuropatik yang mengubah fungsi kandung kemih. Penyakit yang

memperlambat atau menghambat aktivitas fisik yang mengganggu

kemampuan berkemih yaitu penyakit arthritis reumatoid, Parkinson, dan

penyakit sendi degenerative.

10. Prosedur Bedah

Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan

analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi

glomerolus, mengurangi haluaran urin. Anastesi spinalis terutama

ELIMINASI URIN 9

menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul dan abdomen

bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local pada jaringan

sekitar. Pembentukan diversi urinarius melalui pembedahan di daerah

kandung kemih atau uretra yang bersifat sementara (kanker kandung

kemih), memiliki stoma untuk mengeluarkan urin.

C. Pengertian Pola Eliminasi Urine

Kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung 600 ml

urine. Pada orang dewasa, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan ketika

kandung kemih terisi urine 150 – 200 ml, sedangkan pada anak-anak ketika

kandung kemih terisi urine 50 – 200 ml (Potter & Perry, 1997).

Struktur otak yang meliputi korteks serebral, thalamus, hipothalamus,

dan batang otak, bekerja menekan kontraksi otot detrusor kandung kemih

sampai individu ingin berkemih atau buang air. Dua pusat di pons yang

mengatur mikturisi atau berkemih , yaitu: pusat M mengaktifkan refleks otot

detrusor dan pusat L mengkoordinasikan tonus otot pada dasar panggul. Pada

saat berkemih, respons yang terjadi ialah kontraksi kandung kemih dan

relaksasi otot pada dasar panggul yang terkoordinasi.

D. Penyebab Gangguan Umum Pola Eliminasi Urin

Ekskresi urin serta zat- zat sisa dan kelebihan elektrolit dari plasma

sangat penting untuk mempertahankan homeostasis. Jika fungsi kedua ginjal

terganggu sampai pada titik ketika keduanya tidak mampu menjalankan

fungsi regulatorik dan ekskretoriknya untuk mempertahankan homeostasis,

dikatakan terjadi gagal ginjal (renal failure). Gagal ginjal memiliki berbagai

penyebab, yang sebagian terjadi di bagian tubuh lain dan mengenai ginjal

secara sekunder. Penyebab- penyebab tersebut antara lain adalah

1. organisme infeksius, baik yang bersifat hematogen atau masuk ke

saluran kemih melalui uretra

ELIMINASI URIN 10

2. bahan toksik, misalnya timbal, arsen, pestisida, atau bahkan pemakaian

aspirin dosis tinggi jangka panjang

3. respon imun yang menyimpang, misalnya glomerulonefritis yang

menyebabkan peradangan di glomerulus

4. hambatan aliran urin akibat adanya batu ginjal, tumor, atau

pembesaran kelenjar prostat, dengan tekanan balik menurunkan filtrasi

glomerulus dan merusak jaringan ginjal; dan

5. insufisiensi pasokan darah ginjal yang menyebabkan gangguan

tekanan filtrasi. Yang terakhir ini dapat terjadi sekunder akibat

gangguan sirkulasi, misalnya gagal jantung, perdarahan, syok atau

penyempitan dan pengerasan arteri- arteri ginjal akibat aterosklerosis.

Apapun penyebabnya, gagal ginjal dapat bermanifestasi menjadi gagal

ginjal akut, yang ditandai oleh awitan mendadak dan penurunan cepat

pembentukan urin sampai produksi urin kurang dari jumlah minimum per hari

(sekitar 500 ml), atau gagal ginjal kronik yang ditandai oleh penurunan fungsi

ginjal yang lambat, progresif dan samar (insidious).

ELIMINASI URIN 11

1. Gangguan atau masalah kebutuhan eliminasi urine

a. Retensi urine

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung

kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk

mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi

vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang

mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.

Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine

sebanyak 3000-4000 ml urine.

Tanda klinis retensi:

Ketidaknyamanan daerah pubis.

Distensi vesika urinaria

Ketidaksanggupan untuk berkemih

Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine

(25-50 ml)

Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan

asupannya

Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih

Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung

kemih

Penyebab:

Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria

Trauma spinal cord

Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah

Sphincter yang kuat

Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).

b. Inkontinensia urine

Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot

sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol

ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine

ELIMINASI URIN 12

adalah proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar

prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat.

c. Enuresis

Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang

tidak mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya, enuresis

terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya, enuresis terjadi

pada malam hari (nocturnal enuresis).

Faktor penyebab enuresis:

Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.

Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem

perkemihan

Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.

2. Perubahan Pola Eliminasi Urine

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang

mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis,

kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola

eliminasi terdiri atas:

a. Frekuensi

Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.

Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah

cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan

cairan dapat disebabkan oleh sistitis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan

juga pada keadaan stres atau hamil.

b. Urgensi

Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami

inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki

kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal.

Biasanya perasaan segera ingi n berkemih terjadi pada anak karena

kurangnya kemampuan pengontrolan pada sphincter.

ELIMINASI URIN 13

c. Disuria

Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini

sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan

struktur uretra.

d. Poliuria

Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah

besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya,

hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes melitus dan penyakit

ginjal kronis.

e. Urinaria supresi

Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara

mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada

kecepatan 60-120 ml/ jam secara terus- menerus.

BAB III

ANALISA DAN APLIKASI

ELIMINASI URIN 14

A. Pengkajian pada Gangguan Eliminasi Urin

Menurut Black (2009), terdapat tiga tahap dalam proses

pengkajian gangguan eliminasi urin. data pengkajian dibagi

menjadi dua, yaitu, data objektif dan data subjektif. Data

objektif terdiri dari pemeriksaan fisik, tes diagnostik dan uji

laboratorium, sedangkan data subjektif adalah riwayat

kesehatan pasien. Akan tetapi, menurut Dorothy (2006),

pengkajian terhadap gangguan eliminasi urin terdiri dari

pemeriksaan fisik, pengkajian lingkungan, dan pengkajian

gejala, efek dan kualitas hidup.

1. Riwayat Kesehatan

Berikan pertanyaan yang dimengerti oleh pasien,

usahakan agar jangan sampai ada miskomunikasi antara

pasien ddan perawat. Riwayat kesehatan pasien sangat

diperlukan untuk menghasilkan diagnosa yang tepat bagi

klien.

1. Apa keluhan utama pasien

2. Tanyakan bagaimana keadaan urin selama 3 hari

sebelum terjadi gangguan

3. Bagaimana cara menahan untuk mengeluarkan urin,

pernahkah ditahan dalam waktu lama

4. Adakah riwayat gangguan eliminasi sebelumnya

5. Jika ada nyeri, dimanakan letak nyeri, dan berapa

skalanya

6. Adakah gejala panas atau menggigil

7. Data demografi dan biografik penting juga dikaji untuk

mengetahui gaya hidup pasien

8. Adakah obat yang dibeli secara bebas yang

dikonsumsi

ELIMINASI URIN 15

9. Untuk pasien wanita : tanyakan mengenai iritasi atau

keputihan, apakah beliau menggunakan alat

kontrasepsi

2. Pengkajian Fisik

Pemeriksaan fisik lebih spesifik pada kondisi dan

masalah pasien. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik,

klien disarankan untuk mengosongkan kandung kemihnya.

Inspeksi Perut bagian bawah simetris, tidak

mengembung, ada tidaknya jaringan parut,

jika pasien memiliki keluhan pasa klien, jika

diposisikan supine akan terlihat tidak

nyaman.

Palpasi Daerah kanan ginjal dapat di raba, licin dan

tidak lembut. Perhatikan wajah pasien,

adakah respom nyeri, kandung kemih yang

kosong tidak dapat dipalpasi. Teknik “light

touch” dapat dipakai untuk mengetahui

kepekaan otot.

Perkusi Suara yg dihasilkan timpani jika normal.

Suaranya berubah dari timpani ke dullnes

Auskult

asi

Dilakukan sebelum inspeksi untuk

mengurangi suara murmur dan suara perut.

Bruit arteri ginjal terdengar di tas sedikit

kekiri umbilikus, dapat mengindikasikan

adanya stenosis arteri ginjal, aneurism, atau

arterivenous malformasi. Jika bruit terdengar

jangan lakukan palpasi. Evaluasi suara perut

di 4 kuadran, perhatikan intensitasnya,

kenyaringannya, dan frekuensinya.

Pada pasien wanita

ELIMINASI URIN 16

Pemeriksaan genital juga dilakukan, adanya uretra

ketika proses pengeluaran urin mengindikasikan adanya

infeksi. minta klien untuk batuk dan lihat apakah ada

tonjolan pada dinding vagina. Perawat juga harus

mengkaji status menstruasi pasien dan riwayat

genitalnya. Tanyakan apakah pasien memiliki masalah

dengan organ reproduksinya.

Pada pasien pria

Tanyakan apakah pasien memiliki masalah dengan

organ genitalnya. Kaji juga apakah ada masalah fungsi

seksual, penyakit serotal, atau penyakit transmisi

seksualnya. Pada saat melakukan pengkajian, lakukan di

tempat yang hangat dan nayaman. Baringkan klien dalam

posisi supine, inspeksi perineum dan gejala iritasi kulit.

3. Tes Diagnostik

Tes KUB (Kidney, Ureters, Bladder)

Pemeriksaan ini adalah yang paling mudah dalam tes

uroradiologi. KUB memperlihatkan kalsifikasi

abnormalitas dan dapat memperlihatkan gambaran besar

jaringan di abdomen.

Intravenous Pyelogram

Pemeriksaan ini dilakukan terhadap pelvis ginjal,

sistem kolektif, dan ureter. Pemeriksaan ini akan

memperlihatkan abnormalitaas dari organ eliminasi atas.

Ultrasound Ginjal

ELIMINASI URIN 17

Menggunakan gelombang suara untuk mengtethui

adanya abnormalitas. Gambar-gambar ultrasound akan

mengidentifikasikan adanya abnormalitas dari

penumpukan cairan, masa, malformasi, perubahan

ukuran organ ataupun obstruksi. Pemeriksaan ini tidak

memerlukan persiapan apapun kecuali pasien harus

mengetahui prosedur dan tujuan yang akan dilakukan.

Computerized Tomography

Pemeriksaan ini akan memunculkan gampang

penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat jelas.

Sel karsinoma dapat dideteksi melalui pemeriksaan ini.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI memiliki fungsi yang beragam untuk

mengevaluasi kondisi genitourin. Pemeriksaan ini dapat

menampilkan retroperineum, bladder, prostat, testis, dan

bahkan penis. MRI ini dapat menyebabkan klaustropobia.

Biopsi Uretra

Pemeriksaan ini dilakukan apabila pemeriksaan

pelvis ginjal atau radiologi ureter tidak dapat

menginformasikan adanya kelainan yang berupa tumor,

batu, bekuan darah atau hanya artefak.

Sistoskopi

Sistoskopi dilakukan untuk melihat secara langsung

kandung kemih dan uretra. Sitoskop dapat dimanipulasi

untuk memungkinkan visualisasi kandung kemih dan

yretra secara lengkap selain visualisau orifisum ureta dan

uretra pars prostatika. Pemeriksaan ini juga digunakan

ELIMINASI URIN 18

untuk mengambil spesimen urin dari setiap ginjal untuk

mengidentifikasi fungsi ginjal.

4. Uji Laboratorium

Urinalisis

Urinalisis merupakan pemeriksaan urin pasien yang

dilakukan secara rutin selama pasien di rumah sakit dan

sedang dalam pemeriksaan skinning praoperatif.

Pemeriksaan urin ini mencakup evaluasi hal-hal berikut :

1. Observasi warna dan kejernihan

2. Pengkajian bau urin

3. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin

4. Keberadaan protein, glukosa, asam, keton dalam urin

5. Mendekteksi sel dara4e4,., merahm sel darah putih,

kristal, pus, dan bakteri

Uji Darah

Blood Urea Nitrogen (BUN) adalah ukuran untuk

fungsi ginjal. Peningkatan BUN mengindikasikan adanya

ketidakmampuan ginjal.

B. Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Umum Eliminasi Urin

Diagosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urine

adalah sebagai berikut:

A. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan

1. Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomali saluran urinaria

2. Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit

3. Kerusakan pada saluran kemih

ELIMINASI URIN 19

4. Efek pembedahan pada saluran kemih

B. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan

1. cedera atau kerusakan kantong kemih

2. kerusakan mobilitas

3. kehilangan kemampuan motoris dan sensoris

C. Inkontinensia refleks berhubungan dengan

1. kerusakan neurologis

2. penggunaan anastesi untuk pembedahan

D. Inkontinensia stress berhubungan dengan

1. peningkatan tekanan intra abdomen

2. kelemahan otot panggul

E. Inkontinensia total berhubungan dengan

1. adanya fistula

2. kerusakan neurologis

F. Inkontinensia urgensi berhubungan dengan

1. Iritasi mukosa kandung kemih

2. Penurunan daya tamping/ kapasitas kandung kemih

G. Retensi urine berhubungan dengan

1. Obstruksi leher kandung kemih

2. Terhambatnya lengkung reflex

H. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan

1. Perasaan yang dirsakan akibat diversi urinates

2. Perasaan yang dirasakan akibat inkontinensia

I. Resiko terjadinya infeksi salura kemih berhubungan dengan

1. Higiene personal yang buruk

2. Insersi kateter uretra

J. Defisit perawatan diri; toileting berhubungan dengan

1. Kerusakan kognitif

2. Keterbatasan mobilitas

K. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan

Kerusakan motorik-sensorik

ELIMINASI URIN 20

L. Kerusakan integritas kulit atau risiko kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan

Inkontinensia urine

M. Nyeri berhubungan dengan

1. Inflamasi uretra

2. Obstruksi pada uretra

C. Penatalaksanaan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pola Eliminasi

Urin

Tujuan utama intervensi keperawatan yang berhubungan dengan

eliminasi urin adalah menjaga integritas dari sistem kemih yang

menghilangkan kelebihan cairan dan hasil metabolisme yang tidak terpakai,

sehingga mendorong homeostasis.

1. Mempertahankan Kesehatan Eliminasi

a. Asupan cairan

Klien harus diajarkan untuk mengkonsumsi volume cairan

yang cukup cairan setiap hari. Jatah harian yang direkomendasikan

(RDA) untuk cairan adalah 30 ml / kg berat badan. Pada rata-rata

orang dewasa, hal ini sama dengan 1500-2000 ml / hari, meskipun

orang dengan obesitas dan kurus akan bervariasi dari kisaran ini. Hali

ini dapat dilakukan melalui oral atau infus intravena.

b. Pola makan

Orang dengan inkontinensia atau sering buang air kecil terkait

dengan urgensi harus diajarkan untuk mengenali penyebab potensial

iritasi kandung kemih. Makanan atau zat yang dapat mengiritasi

kandung kemih adalah:

a. minuman berkafein, minuman bersoda, dan cairan asam

(termasuk kopi dan teh)

ELIMINASI URIN 21

b. Aspartam, terutama ketika ditambahkan ke minuman berkafein

atau berkarbonasi

c. Buah atau jus jeruk

d. Makanan yang mengandung tomat atau saus berbahan dasar

tomat.

e. Chocolate

f. Makanan berminyak atau pedas

c. Gaya Hidup dan Pencegahan

a. Konsumsi alkohol dan rokok

Alkohol menekan ekskresi hormon antidiuretik (ADH) oleh

hipotalamus, menyebabkan poliuria dan meningkatkan resiko

kebocoran kemih. Selain itu, efek penenang dari alkohol

meningkatkan risiko inkontinensia, baik saat terjaga maupun saat

tidur. Asap rokok dapat meningkatkan risiko SUI (Stress urinary

incontinence) karena hubungannya dengan batuk kronis, dan

merokok merupakan faktor risiko yang signifikan untuk

perkembangan kanker kandung kemih.

b. Manajemen Stress

SUI adalah keadaan di mana seorang individu mengalami

kehilangan urine kurang dari 50 ml terjadi dengan peningkatan

tekanan abdominal. Pengaruh ADH dalam kombinasi dengan efek

norepinefrin dan epinefrin dapat meningkatkan tekanan darah.

Perawat dapat membantu klien mengelola stres dengan cara

mengajarkan teknik relaksasi, guided imagery, dan lain-lain.

d. Pola Eliminasi

Dorong klien untuk membentuk pola eliminasi teratur untuk

mencegah inkontinensia urin dengan menetapkan jadwal berkemih

sehingga jarak waktu buang air dapat diperpanjang. Dalam rentang

ELIMINASI URIN 22

waktu ini, klien dapat menggunakan latihan relaksasi untuk membantu

mengelola perasaan urgensi.

e. Pengaturan posisi

Klien tidak dapat menggunakan toilet memerlukan bantuan

dalam mencapai eliminasi. Klien yang menggunakan pispot butuh

pengaturan senyaman mungkin, karena itu setelah penempatan pispot,

kepala tempat tidur harus diangkat ke sudut 45 ° kecuali

kontraindikasi. Perawat mungkin perlu membantu klien untuk

menekuk kaki untuk sedikit menciptakan posisi duduk. Klien laki-laki

yang tidak mampu untuk berdiri harus memiliki kepala tempat tidur

diangkat ke sudut ° 45, kecuali kontraindikasi selagi menggunakan

tempat berkemih. Klien yang mampu bangun dari tempat tidur tetapi

tidak dapat ambulasi ke toilet dapat menggunakan toilet samping

tempat tidur, yang menyerupai toilet tetapi portabel.

2. Pengencangan Otot Dasar Panggul/ Kegel Exercises.

Pelvic floor exercises (PFEs) atau biasa disebut kegel exercises, dapat

memperkuat otot dasar panggul dan meliputi kontraksi repetitif

sekelompok otot (Thompson dan Smith, 2002). Cara melakukan PFEs:

1. Mulai dengan mengosongkan kandung kemih.

2. Kencangkan otot-otot dasar panggul dan tahan selama 10 hitungan.

3. Mengendurkan otot-otot sepenuhnya untuk hitungan 10.

4. Lakukan 10 kali ulangan, 3 sampai 5 kali sehari (pagi, siang, dan

malam).

3. Modifikasi Lingkungan

Lingkungan dimanipulasi untuk memaksimalkan peluang untuk ke

toilet, meminimalkan dampak gangguan mobilitas, dan untuk

menghilangkan hambatan. Busana dievaluasi secara teliti, dan kancing,

ritsleting, serta beberapa lapisan pakaian diganti dengan yang lebih mudah

untuk dilepas.

4. Menghambat Infeksi

ELIMINASI URIN 23

Untuk mencegah terjadinya infeksi saat penggunaan kateter,

perawat melakukan perineal hygiene minimal 2 kali sehari atau jika

diperlukan.

5. Monitor Integritas Kulit

Karena masalah dengan fungsi kemih dapat mengakibatkan

gangguan pada hidrasi dan ekskresi limbah tubuh, kulit harus dikaji

dengan cermat untuk warna, tekstur, turgor, dan ekskresi dari setiap

limbah.

6. Kateterisasi.

Untuk melakukan kateterisasi uretral perawat membutuhkan instruksi

dari dokter. Prosedur kateterisasi

a.Siapkan klien untuk kateterisasi dengan meninjau prosedur.

Yakinkan klien bahwa kateterisasi tidak akan menghasilkan nyeri

yang tajam, melainkan menginformasikan klien yang kateterisasi akan

menghasilkan sensasi urgensi intens untuk buang air kecil dan tekanan

berpusat pada daerah uretra dan suprapubik.

1. Dokumentasi jumlah air yang digunakan untuk mengembangkan

balon retensi.

2. Sebuah kateter Silastic dengan Teflon digunakan hanya untuk

kateterisasi jangka pendek. Jika tidak kateter harus dibuat dari silikon

atau lapisan Lubricious untuk meminimalkan trauma uretra dan iritasi.

3. Klien dengan myelodysplasia, kelainan dari perkembangan sumsum

tulang belakang (Vanderwerf, 1998), harus dikateterisasi dengan

produk nonlatex.

Indikasi untuk kateterisasi:

1. Intermittent cateterization

a. peringanan ketidaknyamanan akibat pembesaran kandung kemih

b. memperoleh spesimen urin steril.

c. Pengkajian urin sisasetelah berkemih.

ELIMINASI URIN 24

d. Manajemen jangka panjang untuk klien dengan cedera medula

spinalis, degenerasi neuromuscular, atau kandung kemih yang

tidak memadai.

2. Short-term indwelling catheterization

a. Gangguan pengeluaran urin (misalnya pembesaran prostat)

b. Perbaikan kandung kemih, uretra, serta struktur disekitarnya

melalui pembedahan.

c. Pencegahan obstruksi uretra akibat gumpalan darah.

d. Pengukuran output urin pada klien penyakit kritis

e. Irigasi kandung kemih kontinu atau intermiten.

3. Long-term indwelling catheterization

a. Retensi urin parah dengan urinary tract infection yang berulang.

b. Ruam kulit, ulserasi, atau lukayang teriritasi melalui kontak

dengan urin

c. Penyakit terminal ketika penggantian sprei menyakitkan bagi

klien.

7. Monitor Diversi Kemih

Inkontinensia extraurethral yang dibuat melalui pembedahan diatur

oleh sebuah kantong. Saluran ileum adalah stoma inkontenensi dibangun

dari segmen 10-cm dari ileum. Ileum terisolasi dari aliran kotoran dan

terhubung ke ureter melalui anastomosis (sambungan buatan). Sebuah

sayatan kecil dibuat di dinding perut, dan stoma dibangun dari bagian

distal dari segmen ileum. Perawat enterostomal dikonsultasi oleh dokter

bedah untuk menyarankan pemilihan lokasi stoma dan membantu klien

beradaptasi dan belajar untuk mengelola stoma.

8. Intervensi untuk inkontinensia

1. Fungsional

a. Latihan kebiasaan

b. Memodifikasi lingkungan

c. Perkemihan terjadwal

d. Menggunakan kateter kondom (laki-laki)

ELIMINASI URIN 25

e. Pakaian dalam pelindung

2. Total

a. Kateterisasi intermiten

b. Penggunaan kondom kateter

3. Reflex

a. Kateterisasi intermiten

b. Kateter kondom

4. Stress

a. PFEs

b. Biofeedback

c. Perkemihan terjadwal

d. Perbaikan gaya hidup

5. Urgensi

a. Perkemihan terjadwal

b. Biofeedback

c. Perbaikan gaya hidup

D. Penatalaksanaan Medik Pada Klien dengan Gangguan Umum

Pola Eliminasi Urin

Gangguan umum pola eliminasi urin terdiri dari anuria, oliguria,

poliuria, nokturia, disuria, inkontensia.

Pentalaksanaan medis pada klien dengan anuria adalah klien diberikan

obat manitol yang digunakan untuk meningkatkan jumlah air yang

dikeluarkan ginjal sehingga aliran darah ke ginjal menjadi lebih baik dan

menjadikan produksi urin lebih baik. Selain itu obat berupa dextrose dan

debouitamine mempunyai efek yang sama. Kedua obat ini efeknya

berlangsung selama 30-60 menit. Penggunaan kateter juga harus

diperhatikan dengan benar.

Penatalaksanaan medis pada klien dengan oliguria yaitu melakukan

pemberian cairan dan furomiside IV, jika terjadi terjadi overload batasi

pemberian cairan. Jika klien gagal merespon pemberian furomiside, nekrosis

ELIMINASI URIN 26

tubular akut, kemungkinan hipoperfusi ginjal hadir, cairan harus dihilangkan

dengan dialisis atu hemofiltrasi, terutama jika ada tanda-tanda edema paru

yang jelas. Pada klien hiperkalemia, ketika pertukaran resin kation seperti

natrium sulfonat polystrene (Kayexalate) diberikan ketika level serum

kalium meningkat sebesar 5,5 mEq/L atau di atasnya. Ketika kalium

melebihi 6,5 mEq/L elektrokardiografi harus dimonitori secara ketat. Selain

itu penggunaan dilakukan pengguan natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat

diberikan ketika muculnya asidosis yang berat. Penggunaannya harus

dilakukan secara hati-hati, karena jika kelebihan akan memicu hiperkalemia.

Penatalaksanaan medis pada klien dengan poliuria yaitu memberikan

diet pada penderita dan menyediakan air sebanyak 100 mmol NaCL per hari

selam 3 hari, kemudian dilakukan puasa total. Selama puasa, nadi dan

tekanan darah dihitung satiap 30 menit.

Jika terjadi kehilangan berat badan awal sebesar 3 % atau sudah

berlangsung selama 14 jam maka osmolalitas urin dan serum diukur. Pada

seseorang yang normal, maka volume urin akan dibawah 0,5 ml/menit dan

osmolalitas urin akan di atas 700 mmol /kg air. Perhatikan kemungkinan

yang terjadi pada penderita diabetes insipidus dan polidipsia .

Penatalaksanaan medis pada klien dengan nokturia yaitu medikasi

antikolinergik dengan efek samping berupa mulut kering, pusing, dan

penglihatan kabur. Pemberian antikolinergik berupa darifenacin, oxybutinin,

toterodine, trospium chloride, dan solifenacin. Jika pengguanaan terapi obat

tersebut tidak efektif , dapat dilakakukan pengobatan dengan desmopressin.

Imipramine, furosemide, dan bumetanide. Lakukan pembatasan intake

cairan pada malam hari, biasakan klien untuk tidur siang, lakukan elevasi

pada kaki, dan penggunaan compression stocking.

Penatalaksanaan medis pada klien disuria yaitu pemberian obat berupa

cantharidin, cyclophoshamide, dopamine, penicillin G, dan ticarcillin.

Monitori tanda-tanda vital klien serta intake dan output cairan. Tingkatkan

intake cairan dan kurangi intake sodium serta tidak membatasi intake

kalsium. Perhatikan adanya UTI (infeksi saluran kemih), maka pemberian

ELIMINASI URIN 27

antibiotik digunakan berdasarkan kepekaan bakteri. Kemudian perhatikan

adanya mikroorganisme STD( Sexually Transmitted Disease). Pada klien

dengan PID( penyakit peradangan pelvis) pertimbangkan untuk dibawa ke

rumah sakit serta lakukan pemberian IV cefoxitin dan PO doxycycline.

Penatalaksanaan medis pada klien dengan inkontinesia urin adalah

penggunaan obat antikolinergik untuk merelaksasi kandung kemih.

Penggunaan kombinasi obat oxybutynin dan tolterodine serta penggunaan

propiverine perlu dilakukan untuk membantu pengobatan akibat detrusor

yang berlelebihan pada kandung kemih.

Selain itu, penggunaan obat untuk merelaksasikan kandung kemih yaitu

penggunaan obat antimuskarinik yang berupa propantheline (15-30 mg

dalam 4 kali sehari), tolterodine (1-4 mg per hari), trospium, darifenacin,

dan solifenacin. Selain itu dapat diberikan antagonis kalsium untuk

meningkatkan kapasitas berkemih dan mengurangi kebocoran serta

penggunaan potasium atau serum kalium, untuk merelaksasi dan

menghambat kontraksi detrusor.

Berikan bladder training kepada klien, penjadwalan ketika ke toilet,

serta pengaturan pemberian cairan dan melakukan diet. Minuman

beralkohol, kafein, dan makanan yang asam perlu dihindari klien dengan

inkontinensia urin. Berikan klien pengetahuan tentang latihan otot dasar

panggul dan electric stimulation. Selain itu terdapat prosedur bedah jika

pengobatan lainnya tidak bekerja. Prosedur bedah berupa penggunaan sling

pada tubuh, prosedur bladder neck suspension, dan penggunaan sfingter

aruificial. Penggunaan pad penyerap dan pemasangan kateter juga perlu

diperhatikan.

ELIMINASI URIN 28

BAB IV

KESIMPULAN

Gangguan pola eliminasi urin disebabkan oleh beberapa

faktor, contohnya disebabkan oleh organisme infeksius. Macam-

macam gangguan kebutuhan eliminasi urin adalah retensi urin,

yaitu penumpukan urin di dalam kandung kemih akibat

ketidakmampuan kandung kenih untuk mengosongkan. Yang

kedua adalah enuresis, merupakan ketidaksanggupan menahan

kemih. Perubahan pola eliminasi urin diantaranya frekuensi,

urgensi, disuria, poliuria, dan urinaria supresi.

Proses eliminasi memiliki organ tersendiri sama dengan

proses metabolik lain, organ yang berperan dalam proses

eliminasi adalah ginjal di dalam ginjal terdapat jutaan nefron.

ELIMINASI URIN 29

Nefron ini kemudian memiliki bagian yg disebut kapsula

bowman, glomerulus, dan beberapa tubulus. Urin yang dihasilkan

diginjal akan disalurkan melalui duktus kolektifus ke ureter.

Ureter menyalurkan urin ke kandung kemih kemudian

dikeluarkan lewat uretra dan sampai ke anus. Proses perkemihan

dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan, faktor psikologis,

sosiokultural, pribadi, pengobatan, tonus otot, pemeriksaan

diagnostik, status volume, kondisi penyakit, dan prosedur bedah.

Proses keperawatan dimulai dengan pengkajian dilakukan

untuk memeriksa kondisi organ pasien serta gangguan yang

dialami. Terdapat 4 tahap dalam pengkajian, pengkajian riwayat

kesehatan, pemeriksaan fisik, tes diasnogtik, dan uji

laboratorium. Ada perbedaan antara pengkajian pasien pria dan

wanita. Diagnosa keperawatan yang umum adalah perubahan

pola eliminasi urin, inkontinensia, retensi urin, defisit perawatan

diri, perubahan eliminiasi urin, kerusakan integritas kulit, dan

nyeri.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah mempertahankan

kesehatan eliminasi, pengencangan otot dasar panggul,

modifikasi lingkunga, menghambat infeksi, monitor integritas

kulit, kateterisasi, monitor diversi kemih, intervensi

inkontinensia. Penatalaksanaan medik yang dilakukan adalah

diberikan obat manitol pada pasien anuria. Pemberian cairan dan

frumiside IV pada pasien oliguria. Pasien poliuria diberikan diet

sebanyak 100 mmol NaCl per hari selama 3 hari. Medikasi

antikolinergik diberikan untuk pasien nokturia. Pasien disuria

diberi contharidin. Pasien inkontinensia diberikan antikolinergik.

ELIMINASI URIN 30