122
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium dan kurang vitamin A (Husaini, 2006). Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas kerja (Asrar dkk, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh

BAB I - IV

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I - IV

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia

adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya

dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan

akibat kekurangan yodium dan kurang vitamin A (Husaini, 2006).

Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya

manusia. Oleh karena status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan

tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas

kerja (Asrar dkk, 2009).

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat

pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut

sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat

penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar

sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,

penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat

meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga

kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010).

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus

periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi

dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang

Page 2: BAB I - IV

2

optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak

memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan

berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang

bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani,

2010).

Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana

nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas penerus generasi

bangsa. Masa kritis anak pada usia 6–24 bulan, karena kelompok umur

merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth

failure) mulai terlihat (Amin dkk, 2004).

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan

kualitas SDM yang baik. Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik

sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses

tumbuh kembang anak pada usia dini (Wulandari, 2010).

Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak

meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan

halus), personal sosial dan adaptif. Pemantauan perkembangan anak

berguna untuk menemukan penyimpangan/hambatan perkembangan anak

sejak dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya

penyembuhan serta upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang

jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh kembang anak.

Page 3: BAB I - IV

3

Salah satu proses kemampuan motorik anak adalah kemampuan

motorik kasar yang berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh

gerakan otot-otot besar (Antoni, 2005).

Hasil penelitian Pollit di Pagelangan Jawa Barat menunjukkan anak

usia 12-18 bulan yang mendapatkan suplementasi tinggi energi dan

mikronutiren mempunyai skor perkembangan motorik kasar lebih tinggi

dibanding yang tidak diberikan suplementasi (Antoni, 2005).

Gangguan gizi dapat disebabkan oleh pengasuhan makanan anak

oleh ibu yang memberikan makanan pralakteal dan/atau memberikan MP-

ASI terlalu dini bahkan ada yang terlalu terlambat, serta jumlah dan

kuantitas MP-ASI yang diberikan juga sering tidak memadai (Amin dkk,

2004).

Penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsug

adalah adanya asupan gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi

dengan kebutuhan tubuh serta adanya penyakit infeksi. Asupan gizi secara

tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan terhadap anak yang

diberikan oleh ibu, dimana pola pengasuhan ini mencakup bagaimana cara

ibu memberikan makan, bagaimana ibu merawat, memelihara kesehatan

dan hygiene anak dan ibu serta bagaimana ibu memberikan kasih sayang

pada anaknya (Amin dkk, 2004).

Banyak pendapat mengenai faktor determinan yang dapat

menyebabkan timbulnya masalah gizi pada bayi di antaranya menurut

Schroeder (2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh

Page 4: BAB I - IV

4

konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi

sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh)

dan pelayanan kesehatan (Ayu, 2008).

Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan zat-zat

gizi yang adekuat melalui pemberian makanan yang sesuai dengan tingkat

kemampuan konsumsi anak, tepat jumlah (kuantitas) dan tepat mutu

(kualitas), oleh karena kekurangan maupun kelebihan zat gizi, akan

menimbulkan gangguan kesehatan, status gizi maupun tumbuh kembang.

Selain zat-zat gizi lain, protein sangat penting pada masa pertumbuhan

terutama pada bayi dan balita (1–5 tahun). Pada masa ini proses

pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran (Nilawati, 2006).

Pengaruh asupan zat gizi terhadap ganguan perkembangan anak

menurut Brown dan Pollit (1996) melalui terlebih dahulu menurunnya

status gizi. Status gizi yang kurang tersebut akan menimbulkan kerusakan

otak, letargi, sakit, dan penurunan pertumbuhan fisik. Keempat keadaan

ini akan berpengaruh terhadap perkembangan intelektual. Gangguan

perkembangan yang tidak normal antara lain ditandai dengan lambatnya

kematangan sel-sel syaraf, lambatnya gerakan motorik, kurangnya

kecerdasan dan lambatnya respon sosial (Nilawati, 2006).

Berdasarkan rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi 2011-2015

proporsi jumlah penduduk dengan rata-rata asupan kalori >1.400

Kkal/orang/hari sebesar <14,47 % (Rusono dkk, 2011).

Page 5: BAB I - IV

5

Indonesia telah berhasil menurunkan angka kekurangan gizi pada

anak balita dari 28% pada 2005 menjadi 17,9% pada 2010. Data BPS

tahun 2009 mengungkapkan bahwa jumlah penduduk sangat rawan

pangan, yaitu penduduk dengan asupan kalori kurang dari 1.400 kkl

/orang/hari mencapai 14,47%.  Angka itu meningkat dibandingkan tahun

2008 yang mencapai 11,07% (Candra, 2010).

Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia berdasarkan RISKESDAS

2007 ISPA menempati prevalensi tertinggi pada balita (>35%), prevalensi

campak tertinggi pada anak balita (3,4%), prevalensi diare tertinggi

terdeteksi pada balita (16,7%). Data tersebut menggambarkan bahwa

semua prevalensi tertinggi diderita oleh balita.

Dari data Riskesdas (2007) pemantauan pertumbuhan balita dengan

melakukan penimbangan, untuk Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 27,2%

yang tidak melakuakn penimbangan 6 bulan terakhir dan pada tahun 2010

terdapat 34,8%. Di Kabupaten Jeneponto terdapat 27,0% yang tidak

melakukan penimbangan 6 bulan terakhir. Pada tahun 2009 dari 30250

balita yang ada di Jeneponto, hanya 22081 balita yang ditimbang, sekitar

72,99%.

Dalam penelitian ini, dipilih 3 kecamatan berdasarkan wilayah kerja

puskesmas yang ada di Jeneponto, dimana 3 wilayah kerja puskesmas

tersebut mewakili jarak terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota.

Puskesmas Bontomate’ne (Kecamatan Turatea), Puskesmas Bangkala

Page 6: BAB I - IV

6

(Kecamatan Bangkala) dan Puskesmas Bontoramba (Kecamatan

Bontoramba).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana hubungan asupan energi dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011?

2. Bagaimana hubungan asupan protein dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011?

3. Bagaimana hubungan asupan karbohidrat dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011?

4. Bagaimana hubungan asupan lemak dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011?

5. Bagaimana hubungan asupan zinc dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011?

6. Bagaimana hubungan penyakit/gejala ISPA dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011?

Page 7: BAB I - IV

7

7. Bagaimana hubungan penyakit diare dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011?

8. Bagaimana hubungan pengasuhan orang tua dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asupan zat gizi, penyakit infeksi dan

pengasuhan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6

sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

b. Untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

c. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

Page 8: BAB I - IV

8

d. Untuk mengetahui hubungan asupan lemak dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

e. Untuk mengetahui hubungan asupan zinc dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

f. Untuk mengetahui hubungan gejala penyakit ISPA dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

g. Untuk mengetahui hubungan penyakit diare dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

h. Untuk mengetahui hubungan pengasuhan dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Manfaat praktik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

tentang hubungan asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan

dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

Page 9: BAB I - IV

9

2. Manfaat keilmuan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi

dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahun dan dapat dijadikan

salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya

3. Manfaat bagi peneliti

Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu

pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh.

Page 10: BAB I - IV

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Status Perkembangan Motorik Kasar

1. Pengertian Tumbuh Kembang

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.

Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan

menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini

perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,

emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan

perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 1995).

Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan

perkembangan mempunyai pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda.

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik sedangkan perkembangan

adalah bertambahnya kemampuan struktur tubuh. Perkembangan

merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan

organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting

dalam kehidupan. Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai

arti yang berbeda namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan

secara simultan (bersamaan). Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai

dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (Nursalam,

2005).

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang

sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

Page 11: BAB I - IV

11

pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa

yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan per definisi

adalah sebagai berikut (Nursalam, 2005):

1. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur

tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi

(bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya

sel.

2. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan,

dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan

tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai

dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan

pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa

itu terjadi secara sinkron pada setiap individu (Soetjiningsih, 1995).

Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang

berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara

bersamaan. Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan

kemampuan anak (Nursalam, 2005).

Frankenburg, dkk (1981) melalui DDST (Denver Development

Screening Test) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995) dalam buku

tumbuh kembang anak, mengemukakan 4 parameter perkembangan yang

dipakai dalam menilai perkembangan anak balita, yaitu:

Page 12: BAB I - IV

12

a. Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial). Aspek yang

berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya.

b. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus). Aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan

yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-

otot kecil, tetapi memerlukan kondisi yang cermat. Misalnya

kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda, dll.

c. Language (bahasa). Kemampuan untuk memberikan respon terhadap

suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

d. Gross motor (perkembangan motorik kasar). Aspek yang berhubungan

dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek

perkembangan seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga

dan Balita) yaitu perkembangan (Soetjiningsih, 1995):

1. Tingkah laku sosial

2. Menolong diri sendiri

3. Intelektual

4. Gerakan motorik halus

5. Komunikasi pasif

6. Komunikasi aktif

7. Gerakan motorik kasar

Page 13: BAB I - IV

13

Perkembangan pada anak meliputi berbagai aspek yaitu

perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan motorik. Perkembangan

motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan ini

dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus

(Hutahean, 2007).

Menurut Frankerburg (1981) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995),

motorik kasar (gross motor), yaitu aspek yang berhubungan dengan

pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan sebagian besar tubuh karena

dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup

tenaga, misalnya berjalan dan berlari.

Hasil penelitian Husain, pada tahun 2000 di Jawa Barat dalam

penelitian Khasanah, 2008 menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh

terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar anak. Gizi yang

cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan perkembangan motorik kasar

anak, sedangkan gizi kurang dapat memperlambat kecerdasan dan

perkembangan motorik kasar pada anak.

Banyak “milestone” perkembangan anak yang penting dalam

mengetahui taraf perkembangan seorang anak (yang dimaksud dengan

“milestone” perkembangan adalah tingkat perkembangan yang harus

dicapai anak pada umur tertentu), misalnya (Nursalam, 2005):

a. 4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2

minggu kemudian

Page 14: BAB I - IV

14

b. 12-16 minggu: menegakkan kepala, tengkurap sendiri menoleh ke arah

suara memegang benda yang ditaruh di tangannya

c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya

d. 26 minggu : Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan

lainnya. Duduk, dengan bantuan kedua tangannya ke depan. Dan

Makan biskuit sendiri

e. 9-10 bulan : Menunjuk dengan jari telunjuk. Memegang benda dengan

ibu jari dan telunjuk. Merangkak. Bersuara da… da…

f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan. Mengucapkan kata-kata tunggal

Dengan mengetahui berbagai “milestone”, maka dapat diketahui

apakah seorang anak perkembangannya terlambat ataukah masih dalam

batas-batas normal.

2. Masalah Tumbuh Kembang

Dalam buku Pedoman Pembinaan Perkembangan Anak Di Keluarga

yang disusun oleh Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, masalah-

masalah/gangguan pada masa kecil atau kelainan yang dibawa sejak lahir

sering mengakibatkan hambatan pada perkembangan anak (Direktorat

Bina Kesehatan Keluarga, 1992). Masalah tumbuh kembang yang sering

timbul (Nursalam, 2005):

a. Gangguan pertumbuhan fisik.

Untuk mengetahui masalah tumbuh kembang fisik pada anak,

perlu pemantauan yang kontinyu. Dengan pemantauan berat badan,

tinggi badan, lingkar kepala, umur tulang dan pertumbuhan gigi, maka

Page 15: BAB I - IV

15

dapat diketahui adanya suatu kelainan tumbuh kembang fisik seorang

anak seperti: obesitas atau kelainan hormonal, perawakan pendek akibat

kelainan endokrin dan kurang gizi, pertumbuhan/erupsi gigi terlambat

yang disebabkan oleh hipotiroid, hipoparatiroid, keturunan dan

idiopatik serta gangguan penglihatan dan pendengaran.

b. Gangguan perkembangan motorik.

Perkembangn motorik yang lambat dapat disebabkan oleh :

1. Faktor keturunan

2. Faktor lingkungan

3. Faktor kepribadian

4. Retardasi mental

5. Kelainan tonus otot

6. Obesitas

7. Penyakit neuromuscular

8. Buta

c. Gangguan perkembangan bahasa.

Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan

berbagai faktor yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran,

intelegensi rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan,

maturasi yang terlambat, faktor keluarga, kembar, psikosis, gangguan

lateralisasi, masalah-masalah yang berhubungan dengan disleksia dan

afasia.

Page 16: BAB I - IV

16

d. Gangguan fungsi vegetatif.

1. Gangguan makan

2. Gangguan fungsi eliminasi

3. Gangguan tidur

4. Gangguan kebiasaan

5. Kecemasan

Kecemasan pada umumnya merupakan bagian dari

perkembangan. Tetapi bila kecemasan ini berlebihan sehingga

mempunyai efek terhadap interaksi sosial dan perkembangan anak,

maka merupakan hal yang patologis yang memerlukan suatu intervensi.

e. Gangguan suasana hati (mood disorders).

Gangguan tersebut antara lain adalah major depression yang

ditandai dengan disforia, kehilangan minat, sukar tidur, sukar

konsentrasi dan nafsu makan yang terganggu.

f. Bunuh diri dan percobaan bunuh diri.

Bunuh diri sering merupakan penyelesaian masalah psikologi dan

lingkungan bagi remaja.

g. Gangguan kepribadian yang terpecah (disruptive behavioural

disorders).

Kelainan ini mungkin sebagai akibat dari frustasi dan kemarahan.

h. Gangguan perilaku seksual.

Gangguan perilaku seksual antara lain transseksualisme,

transventisme dan homoseksual.

Page 17: BAB I - IV

17

i. Gangguan perkembangan pervasif dan psikosis pada anak.

Meliputi autisme (gangguan komunikasi verbal dan non verbal,

gangguan perilaku dan interaksi sosial), Asperger (gangguan interaksi

sosial, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang, obsesif), childhood

disintegrative disorder (demensia heller), dan kelainan Rett (kelainan

x-linked dominan pada anak perempuan).

j. Disfungsi neurodevelopmental pada anak usia sekolah.

Disfungsi susunan saraf pusat sering disertai dengan kemampuan

akademik yang di bawah normal, kelainan perilaku dan masalah dalam

interaksi sosial.

k. Kelainan saraf dan psikiatrik akibat dari trauma otak.

Trauma otak meningkatkan resiko gangguan intelektual maupun

psikiatris, terutama bila trauma berat.

l. Penyakit psikosomatik.

Konflik psikologik yang dapat memberikan gejala somatik

disebut psikosomatik. Contohnya adalah kelainan konversi,

hipokondriasis, sindrom Munchausen by proxy, reflex sympathetic

dystrophy (Soetjiningsih dkk, 1995).

Salah satu penyebab keterlambatan motorik kasar anak yaitu

keadaan anak yang kekurangan gizi sehingga otot-otot tubuhnya tidak

berkembang dengan baik dan ia tidak memiliki tenaga yang cukup untuk

melakukan aktivitas (Sefiyani, 2005).

Page 18: BAB I - IV

18

Pada masa balita terutama pada masa kritis perkembangan selain

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti

gizi, perkembangan juga dipengaruhi oleh stimulasi atau rangsangan.

Stimulasi diperlukan agar potensi anak, yang secara alami memang sudah

ada di dalam dirinya dapat lebih berkembang (As’ad, 2002).

Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar

anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.

Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat

berkembang diandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat

stimulasi (Soetjiningsih, 1995).

Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang

merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan

yang merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik,

sedangkan lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan

perkembangan anak di bawah kemampuannya (Husin, 2008).

Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap

perkembangannya. Pada awal perkembangan kognitif, anak berbeda dalam

tahap sensori motorik. Pada tahap ini keadaan kognitif anak akan

memperlihatkan aktifitas-aktifitas motorik, yang merupakan hasil dari

stimulasi sensorik (Anwar, 2002).

Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang

perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta

Page 19: BAB I - IV

19

bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau

keluarga setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Rimawati, 2005).

B. Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Gizi Anak Balita

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan dan zat gizi adalah balok

pembangun yang membantu membentuk gigi, tulang dan otot yang kuat,

jaringan yang sehat, perkembangan saraf otak dan sistem daya tahan tubuh.

Setiap hari anak perlu mendapatkan zat gizi dari makanan. Tidak ada satu

jenis makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan anak. Yang

paling baik adalah memberikan aneka ragam makanan untuk memastikan

terpenuhinya kebutuhan zat gizi (Supariasa, 2001).

Menurut Pudjiadi (2003) kecukupan gizi rata-rata bagi anak usia di

bawah 3 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 89 cm, energi yang

dibutuhkan sebanyak 1220 kkl dan kebutuhan protein sebesar 23 gram

(Rahmah, 2010).

Balita merupakan masa peralihan makanan dari makanan pendamping

ASI ke makanan orang dewasa. Namun, pemberiannya juga masih bertahap

disesuaikan dengan kemampuan sistem pencernaan anak dan kebutuhan

gizinya. Di usia ini, saatnya dikenalkan ragam makanan yang sehat dan alami

karena akan menentukan pola makan anak selanjutnya. Sesuai dengan

Page 20: BAB I - IV

20

kemampuan pencernaan dan kebutuhan gizi, batita merupakan konsumen

pasif, artinya dia masih menerima saja makanan yang diberikan orang tuanya.

Berikan makan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering (7-8 kali) sehari,

terdiri atas tiga kali makan pagi, siang dan sore, 2-3 kali makan selingan dan

3-4 kali minum susu. Masing-masing usia ini memerlukan makanan yang

berbeda sesuai tahap perkembangan saluran pencernaannya dan kebutuhan

gizinya (Nursalam, 2005).

Sepanjang usia balita, selera makan dan kebiasaan makan terus

berubah-ubah. Setelah ulang tahun pertama, pertumbuhan melambat dan

selera makan pun cenderung menurun. Pada masa tumbuh kembangnya, gizi

seimbang sangat besar pengaruhnya. Pada masa ini otak balita telah siap

menghadapi berbagai stimulasi seperti belajar berjalan dan berbicara lebih

lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa.

Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat (Nursalam, 2005).

Nutrisi yang anak butuhkan berasal dari beras/gandum/umbi, daging,

kacang-kacangan, sayuran, buah dan dua gelas susu per hari. Tentunya

dengan gizi yang seimbang sehingga dalam sehari tercapai 1.000-1.500

kalori. Variasi ini sangatlah bergantung pada usia, tinggi badan serta aktivitas

anak (dalam hal ini sekitar 30 menit aktivitas fisik per hari) (Nursalam, 2005).

Pada usia ini, susu masih merupakan makanan yang penting karena

mengandung semua zat gizi dasar yang dibutuhkan anak yang sedang

tumbuh: energi, lemak, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Nursalam,

2005).

Page 21: BAB I - IV

21

Zat-zat gizi yang dibutuhkan balita (Husin, 2008):

1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua

jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah)

sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum).

2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacang-

kacangan, tahu dan tempe.

3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak

hewan atau lemak tumbuhan.

4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam

jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh.

a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata dan kulit yaitu

mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju,

mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan

segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar).

b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi

normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia. Vitamin ini

terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging dan tempe.

c. Vitamin C berguna untuk pembentukan integritas jaringan dan

peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi,

jenis vitamin C banyak terdapat pada mangga, jeruk, pisang,

nangka.

5. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta

mengatur keseimbangan cairan tubuh.

Page 22: BAB I - IV

22

a. Zat besi berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan. Zat ini terdapat dalam daging,

ikan dan hati ayam.

b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Zat ini

terdapat dalam susu sapi.

c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan

dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat

ini terdapat dalam rumput laut dan sea food.

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang

terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas

hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang

diperlukan tubuh di dalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang

satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat

gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan

tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan

mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi

adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi

kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu

keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan

kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi

defisit (Sediaoetama, 2010).

Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi, tingkat kesehatan gizi

terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini jaringan jenuh oleh

Page 23: BAB I - IV

23

zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan

efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tingginya

(Sediaoetama, 2010).

Status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting

dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang memengaruhi

kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga memengaruhi status gizi

(Amin dkk, 2004).

C. Tinjauan Umum Tentang Energi

Seperti halnya mesin, tubuh manusia membutuhkan pasokan energi

(atau kalori) yang terus-menerus. Tanpa energi, fungsi tubuh yang penting

tidak mungkin berjalan. Energi diperoleh dari zat gizi kaya energi yang

terdapat dalam makanan: karbohidrat kompleks, lemak, protein dan gula

sederhana. Kalori yang dibutuhkan balita usia 1-5 tahun adalah sekitar 1300–

1500 kalori per hari (Nursalam, 2005).

Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.

Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau

aktivitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan

adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak (Amin dkk, 2004).

Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan

pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya. Manusia

yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau

daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima

tubuhnya yang dapat menghasilkan energi (Amin dkk, 2004).

Page 24: BAB I - IV

24

Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa

yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan

cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat

mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi

(Amin dkk, 2004).

Dalam usaha menciptakan manusia-manusia yang sehat

pertumbuhannya, penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta

tinggi daya cipta dan kreatifitasnya, maka sejak anak-anak harus

dipersiapkan. Untuk itu energi harus benar-benar diperhatikan, tetap selalu

berada dalam serba kecukupan (Rahmah, 2010).

Perekambangan motorik kasar adalah bagaimana keterampilan

anak dalam menjaga keseimbangan tubuhnya mulai dari merangkak

sampai berjalan dan berlari. Untuk melakukan gerakan itu dibutuhkan

energi yang cukup sesuai angka kecukupan gizi berdasarkan umurnya.

Untuk melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi

yang cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari

melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi

(Husaini, 2009).

D. Tinjauan Umum Tentang Protein

Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik

jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena

itu protein disebut unsur pembangun (Sediaoetama, 2010).

Page 25: BAB I - IV

25

Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010),

sumber protein hewani yaitu daging, jenis ikan, jenis unggas, telur dan susu

sedangkan sumber protein nabati yaitu tempe, tahu dan jenis kacang-

kacangan.

Menurut Sunita Almatsier (2004), protein berfungsi :

1. Membangun sel-sel yang rusak

2. Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon

3. Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan

sekitar 4,1 kalori

4. Mengatur keseimbangan air

5. Memelihara netralitas tubuh

6. Pembentukan antibodi

7. Mengangkut zat-zat gizi

Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan

kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga

sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang

menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004).

Protein secara berlebihan akan merugikan tubuh. Makanan yang tinggi

protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet

protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang

beralasan. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada

bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus

melakukan metabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan

Page 26: BAB I - IV

26

protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah

dan demam (Almatsier, 2004).

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh.

Protein merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, hampir setengah jumlah

protein terdapat di otot, 1/5 terdapat di tulang, 1/10 terdapat di kulit, sisanya

terdapat dalam jaringan lain dan cairan tubuh (Rahmah, 2010).

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian

terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein,

separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan,

sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan

tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat

gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh

(Almatsier, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein yang perlu

ditelaah antara lain:

a. Berat badan

b. Umur dan jenis kelamin

c. Mutu protein

d. Pertumbuhan

Berat badan sangat menentukan banyaknya protein yang diperlukan.

Berat badan erat sekali hubungannya dengan jumlah jaringan yang aktif yang

selalu memerlukan protein lebih banyak untuk pembentukan, pemeliharaan,

dan pengaturan dibandingkan dengan jaringan tidak aktif. Oleh karena itu

Page 27: BAB I - IV

27

orang yang beratnya lebih tinggi memerlukan protein yang lebih banyak

daripada orang yang lebih ringan. Umur merupakan faktor yang sangat

menentukan banyaknya kebutuhan protein terutama pada golongan muda

yang masih dalam masa pertumbuhan. Anak kecil memerlukan protein 2-4

kali lebih banyak daripada orang dewasa bila dihitung per satuan berat badan.

Pada orang dewasa tidak terdapat lagi pertumbuhan seperti halnya pada anak-

anak melainkan hanya untuk pemeliharaan, reparasi dan pengaturan proses-

proses tubuh (Rahmah, 2010).

Suhardjo dan Clara M. Kusiharto (1992) dalam penelitian Rahmah

(2010), kebutuhan protein laki-laki berbeda dengan perempuan. Hal ini

terutama disebabkan perbedaan jumlah jaringan aktif dan perbedaan

perkembangan-perkembangan fisiologis. Mutu protein sangat menentukan

besar kecilnya kebutuhan protein. Mutu protein erat hubungannya dengan

nilai cerna dan nilai serap daripada protein yang bersangkutan. Makin tinggi

mutu protein, makin sedikit protein yang diperlukan, sebaliknya makin jelek

mutunya makin banyak protein yang diperlukan.

Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan

memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk

neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang

baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi.

Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting: Tyrosine

dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin

menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses

Page 28: BAB I - IV

28

informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang

membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti

ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Nursalam, 2005).

Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana

tubuh kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi atau

untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak

dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk

glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak

dan sistem saraf. Pemecahan protein tubuh guna memenuhi kebutuhan energi

dan glukosa pada akhirnya akan menyebabkan melemahnya otot-otot

(Almatsier, 2004).

Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase.

Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah

menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Dengan demikian, makan

protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2004).

E. Tinjauan Umum Tentang Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi

tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan

jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Rahmah, 2010).

Karbohidrat yang terkandung dalam makanan pada umumnya hanya

ada 3 jenis yaitu : Polisakarida, Disakarida dan Monosakarida (Sediaoetama,

2010).

Page 29: BAB I - IV

29

Karbohidrat lebih banyak terdapat dalam bahan makanan yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan lain-lain. Fungsi

utama karbohirat yaitu :

1. Sebagai sumber energi

2. Untuk membentuk volume makanan

3. Membantu cadangan energi dalam tubuh (Sediaoetama, 2010)

4. Penghemat protein

5. Membantu pengeluaran feses (Almatsier, 2004)

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan

kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan

energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya

(ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan

dan pada orang dewasa penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh.

Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng,

kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit

infeksi. Akibat berat pada bayi dinamakan marasmus dan disertai kekurangan

protein dinamakan kwashiorkor. Jika gabungan kekurangan energi dan

protein dinamakan marasmus-kwashiorkor (Almatsier, 2004).

Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan

melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi

lemak dalam tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan.

Kegemukan ini bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal

Page 30: BAB I - IV

30

karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak atau

berolahraga (Almatsier, 2004).

Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh,

merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus,

hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit kanker dan dapat

memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2004).

Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh.

Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia,

karena banyak didapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram

karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh

berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera,

sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan

sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan

energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004).

Sebagai sumber utama energi, salah satu bentuk karbohidrat di otak

adalah Sialic Acid (SA). SA merupakan komponen struktur dan fungsi

ganglion otak yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian SA

sejak awal dapat meningkatkan perkembangan otak dan mempunyai efek

dalam proses belajar dan memori. Untuk anak usia 1 atau 5 tahun diperlukan

karbohidrat sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitas. Diperlukan 2-3

lembar roti atau 1 sampai dengan 1,5 mangkuk nasi atau mie. Sumber

karbohidrat antara lain seperti nasi, roti, sereal, kentang atau mie (Nursalam,

2005).

Page 31: BAB I - IV

31

Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber karbohidrat

bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan

menentukan jumlah karbohidrat yang tersedia bagi tubuh setiap hari

(Sediaoetama, 2010).

Karbohidrat dan lemak merupakan penyuplai energi utama, meskipun

protein juga dapat menghasilkan energi (Barasi, 2009).

Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi

utamanya sebagai zat pembangun. Sebaliknya bila karbohidrat makanan

mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun

(Almatsier, 2004).

Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian,

kacang-kacang kering dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun,

mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya. Sebagian sayur dan

buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti

wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung

karbohidrat dari pada sayur daun-daunan (Almatsier, 2004).

F. Tinjauan Umum Tentang Lemak

Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010), lemak

merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Karbon

(C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang dapat larut dalam zat pelarut lemak.

Lemak dapat berasal dari hewan yang terutama mengandung asam lemak

Page 32: BAB I - IV

32

jenuh dan lemak dari tumbuh-tumbuhan yang lebih banyak mengandung

asam lemak tak jenuh.

Menurut Soegeng Santoso dan Anne Lies (2004) dalam penelitian

Rahmah (2010), fungsi lemak antara lain:

1. Sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan

bagi organ tertentu dari tubuh.

2. Sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi kesehatan

kulit dan rambut.

3. Sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam lemak

Merupakan komponen utama membran sel otak dan selubung myelin

disekeliling saraf otak. Lemak mempengaruhi perkembangan dan

kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak

omega 3) dan AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama struktur

otak dan mempunyai peran penting dalam perkembangan fungsi otak dan

retina. Sphingomyelin adalah komponen utama dari sel saraf, jaringan otak

dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam

mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak

lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak,

santan, dan mentega, roti dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang

penting untuk perkembangan otak (Nursalam, 2005).

Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang

menghasilkan 9 kkalori untuk tiap gram, yaitu 2½ kali besar energi yang

Page 33: BAB I - IV

33

dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier,

2004).

Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh

paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau

kombinasi zat-zat energi: karbohidrat, lemak dan protein. Lemak tubuh pada

umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah kulit (subkutan),

45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler

(Almatsier, 2004).

Lemak menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein,

sehingga protein tidak digunakan sebagai sumber energi. Lemak

memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan

lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang lebih lama (Almatsier,

2004).

Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah

kehilangan panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga

dalam memlihara suhu tubuh (Almatsier, 2004).

Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti

jantung, hati dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap di

tempatnya dan melindunginya dari benturan dan bahaya lain (Almatsier,

2004).

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak

kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya),

mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber

Page 34: BAB I - IV

34

lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk,

krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang dimasak dengan lemak

atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpokat) sangat sedikit mengandung

lemak (Almatsier, 2004).

G. Tinjauan Umum Tentang Zinc

Zinc (Zn) merupakan mineral yang memainkan peran penting dalam

pertumbuhan sel, khususnya dalam produksi enzim-enzim yang penting bagi

sintesis RNA dan DNA. Zinc juga berlimpah di otak. Kandungan Zn otak

menempati urutan kelima setelah otot, tulang, kulit dan liver (Riyadi, 1998).

Zinc (Zn) yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi

yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini.

Zinc berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10 macam enzim. Berperan di

dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin

(RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc dapat menghambat

pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker dan Prasad,

1998 dalam penelitian Nasution, 2004).

Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein.

Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur

otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black,

1998 dalam penelitian Nasution, 2004).

Fakta anak yang masih menyusui, air susu ibu tidak dapat mensuplai

zinc dalam jumlah yang lebih. Dan juga sulit untuk memenuhi kebutuhan zinc

bayi dan anak selama masa transisi dari air susu ke makanan padat. Dari hasil

Page 35: BAB I - IV

35

penelitian yang dilakukan oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa zinc yang

dibutuhkan dari makanan tambahan berbeda dengan zinc yang yang harus

dipenuhi setiap hari (diperkirakan 2,8 mg/hari untuk usia 6-24 bulan) dan

asupan zinc dari air susu ibu. Makanan tambahan harus menyediakan 84-89%

zinc yang dibutuhkan bayi pada usia 6-24 bulan. Berdasarkan rata-rata asupan

ASI di negara berkembang, bayi yang berusia 6-9 bulan membutuhkan 50-70

gr hati atau daging yang tidak berlemak setiap hari atau kira-kira 40 gr ikan

segar, untuk memenuhi tambahan zinc yang dianjurkan dari makanan padat.

Dari analisa ini mereka menyarankan untuk memberikan suplementasi zinc

atau fortifikasi zinc selama masa pertumbuhan karena bayi dan anak di negara

berkembang tidak mungkin memenuhi kebutuhan zinc mereka dari makanan

(Nasution, 2004).

Menurut Eschlemen (1996) dalam penelitian Nasution tahun 2004,

zinc adalah suatu komponen dari beberapa sistem enzim, yang berfungsi di

dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di dalam proses

penggunaan vitamin A.

Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai

bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus

enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolism, seperti reaksi-reaksi

yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan

asam nukleat (Almatsier, 2004).

Menurut Black fungsi-fungsi neuropsikologi (seperti perhatian),

aktivitas dan perkembangan motorik memperantai hubungan antara defisiensi

Page 36: BAB I - IV

36

Zn dan perkembangan koqnitif. Umur anak juga memepengaruhi hubungan

tersebut. Model ini juga memasukkan konteks social (misalnya kemiskinan)

dan lingkungan pengasuhan (fungsi ibu dan keluarga) sebagai determinan

anak (Riyadi, 1998).

Setelah mereview berbagai penelitian, Black (1998) menjelaskan ada

5 hal yang dapat menjelaskan kaitan defisiensi Zn dengan penampilan

koqnitif. Pertama, ditemukan bahwa kemungkinan defisiensi Zn

mempengaruhi emosi anak dan respon terhadap stress daripada

perkembangan koqnitif, karena itu anak-anak yang mengalami defisiensi Zn

kemungkinan akan responsive dengan konteks sosial dan stress lingkungan.

Kedua, defisiensi Zn kemungkinan mempengaruhi penampilan koqnitif

melalui perubahan pada perhatian, aktivitas dan aspek lain fungsi

neuropsikologi. Ketiga, defisinesi Zn mengarah pada penurunan taraf

aktivitas anak, yang kemudian akan menghambat perkembangan koqnitif.

Keempat, faktor kontestual, seperti stimulasi perkembangan dan responsivitas

ibu kemungkinan juga mempengaruhi kaitan defisiensi Zn dan perkembangan

anak. Dan yang terakhir, hubungan antara defisiensi Zn dan perkembangan

anak bervariasi menurut umur (Riyadi, 1998).

Page 37: BAB I - IV

37

Gambar 1. Kaitan Defisiensi Zn dengan perkembangan koqnitif (Black, 1998

dalam penelitian Riyadi, 1998)

Defisiensi zinc juga dapat mengganggu pertumbuhan (Brown, et al.,

1998) dan meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas (Ninh, et al.,

1996) (Nasution, 2004).

Pemberian suplementasi Zn dan Fe juga dipengaruhi oleh asupan

makanan. Zinc banyak terdapat dalam daging, tiram, ikan kering, hati dan

susu juga merupakan sumber makanan yang kaya akan zinc. Selain itu

makanan yang mengandung fitat dan makanan berserat menghalangi absorbsi

Zinc (Eschleman, 1996 dalam Nasution, 2004).

Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zinc

dan besi adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga,

semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau), asam

malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam

Page 38: BAB I - IV

38

amino sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan

produk-produk fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis)

(Nasution, 2004).

Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc dan besi

adalah fitat (beras, terigu, gandum, kacang kedele, susu coklat, kacang dan

tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong,

rempah-rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju) (Gillespie, 1998 dalam

Nasution, 2004).

H. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Infeksi

Menurut Alisjahbana (1985) dalam penelitian Rimawati (2005) balita

merupakan golongan yang rawan untuk terkena infeksi karena segera setelah

anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti

pergerakan disekitarnya, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya

penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuhnya tidak cukup, antara lain

karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan, dia akan mudah jatuh

sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih dalam jangka

pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat mempengaruhi

proses tumbuh kembang.

Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung

gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak

saja terhadap kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (damandiri.or.id).

Page 39: BAB I - IV

39

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu

dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan

kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare

atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat

menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa

penyebab seorang anak mudah terserang penyakit, adalah (Lubis, 2008) :

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu

makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak

menjadi rentan terhadap penyakit.

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan

lingkungan dan perilaku yang sehat.

3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak

oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi

dan anak secara teratur sesuai dnegan tahapan usianya dan segera

memeriksakan ke dokter jika anak menderita sakit.

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit

penyakit seperti: bakteri, virus, ricketsia, jamur, cacing, dsb. Jellife (1990)

dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan

bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua

umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat

infeksi biasa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya

metabolisme dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula

Page 40: BAB I - IV

40

terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya

gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan

zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap

penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya

membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya

penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang

secara mendadak dan gejala timbul dengan cepat.

Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara

yaitu memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak

terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan

defisiensi sistem kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi

kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi

dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat

mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi (Supariasa,dkk, 2001).

Berikut penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita (Rahmah,

2010):

1. Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pernafasan meliputi penyakit saluran pernafasan

bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adenoxanya dari

seluruh kematian balita.

Depkes, RI (2002) dalam penelitian Lubis, 2008 menyatakan Istilah

ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut.

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

Page 41: BAB I - IV

41

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai

alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga dan

pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian

bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran

pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses

akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA,

proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-

paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang

ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun

tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam (Lubis, 2008).

Dalam program P2 ISPA dikenal 3 klasifikasi ISPA yaitu :

a. ISPA berat, ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam pada waktu inspirasi (secara klinis ISPA

berat=pneumonia berat).

b. ISPA sedang, bila frekuensi nafas menjadi cepat, yaitu;

1. Umur 2 bulan sampai1 tahun = 50 kali/menit atau lebih.

2. Umur 1 sampai 4 tahun = 40 kali/menit atau lebih (secara klinis

ISPA sedang=pneumonia).

Page 42: BAB I - IV

42

c. ISPA ringan, ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai

demam, tetapi nafas cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah

ke dalam.

ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia.

Sebagian besar kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA pneumonia,

namun masyarakat masih awam dengan gangguan ini. Penderita cepat

meninggal akibat pneumonia berat dan sering tidak tertolong. Lambatnya

pertolongan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang

gangguan ini (Lubis, 2008).

Terjadinya infeksi saluran pernapasan pada anak balita disamping

adanya bibit penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor anak itu sendiri, seperti

anak yang belum mendapat imunisasi campak dan kontak dengan asap

dapur, serta kondisi perumahan yang ditempatinya.

Menurut Djaja (1999) dalam penelitian Lubis (2008) terjadinya

ISPA terutama pneumonia pada bayi dan pada anak balita dipengaruhi

oleh faktor usia anak. Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan mempunyai

resiko yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan

anak umur 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 1996). Hasil analisis faktor

resiko membuktikan bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya kematian pada balita yang sedang menderita

pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia,

semakin kecil resiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita

yang berusia muda

Page 43: BAB I - IV

43

2. Diare

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan

dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat

dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO

memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2

juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5

tahun (Adisasmito, 2007).

Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari tiga kali per hari) dan

disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), baik disertai

keluarnya darah dan lender maupun tidak (Suraatmaja, 2007). Sedangkan

menurut WHO (2007) diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau

lebih dalam sehari semalam (24 jam) (Nutrisiani, 2010).

Secara umum diare didefinisikan sebagai berak encer atau cair, 3 kali

atau lebih dalam 24 jam dan di dalam tinja disertai dengan atau tanpa

lendir atau darah (Rimawati, 2005).

Diare merupakan gejala penyakit yang penting dan dapat disebabkan

banyak faktor seperti salah makan. Kejadian diare biasanya berhubungan

dengan musim, misalnya pada musim buah-buahan sering bersamaan

banyaknya lalat. Gejala penyakit ini dapat berbahaya dan menyebabkan

kematian pada anak-anak kecil terutama bila pada penderita didapatkan

gizi kurang (Rimawati, 2005).

Diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan

sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke

Page 44: BAB I - IV

44

tubuhnya, yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau

diare akut yang berat pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke

KEP merupakan resiko kematian (Rimawati, 2005).

Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta

gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna,

diserap usus dan hilang larut begitu saja bersama tinja (Rimawati, 2005).

Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain faktor

lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari

beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan

dibahas dari segala aspek seperti dari Sarana Air Bersih (SAB), jamban,

Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat

pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan

hunian (Adisasmito, 2007).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan mahasiswa menunjukkan

hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan higiene ibu.

Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang

dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah

terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup

bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum

memberikan makan pada anaknya. Pada aspek pengetahuan ibu, rendahnya

pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor risiko yang

menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).

Page 45: BAB I - IV

45

Penyebab diare, antara lain infeksi dari berbagai bakteri yang

disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum, infeksi

berbagai macam virus, alergi makanan, khususnya susu atau laktosa

(makanan yang mengandung susu), parasit yang masuk ke tubuh melalui

makanan atau minuman yang kotor (USAID).

I. Tinjauan Umum Tentang Pengasuhan Orang Tua

Pengasuhan adalah serangkaian interaksi yang intensif dalam

mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan hidup. Oleh karena itu

melibatkan aktivitas atau ketrampilan fisik dalam memberikan rangsangan

serta memberikan respon yang tepat untuk situasi yang spesifik (Lubis,

2008).

Menurut Depkes RI (2000) dalam penelitian Cut Ruhana Husain

tahun 2008. Pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil

keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga

yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan bermutu pada

anak termasuk pengasuhan makanan bergizi.

Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung

dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.

Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan

hidupnya. Dari perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang

ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan.

Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya (Husain,

2008)

Page 46: BAB I - IV

46

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping

harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur

pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan

memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya

waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota

keluarga (Husain, 2008).

Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan

anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan

perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi

pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan

lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang

berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang

individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak

ia masih bayi (Husain, 2008).

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna

menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk

menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi

bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain

diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing

menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan,

makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Husain, 2008).

Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan

Child dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orang-

orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang

Page 47: BAB I - IV

47

dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak

beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung

sifat: pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan

(inciting) (Husain, 2008).

Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut

dan peran ibu seringkali di pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek,

keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu (Husain,

2008).

Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang

dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga

komponen makanan–kesehatan–asuhan merupakan faktor-faktor yang

berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang

optimal. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 hal

yaitu (Husain, 2008) :

1. perhatian/dukungan ibu terhadap anak

2. pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak

3. rangsangan psikososial terhadap anak

4. persiapan dan penyimpanan makanan

5. praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan

6. perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan

kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta

persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian

makan

Page 48: BAB I - IV

48

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa masalah gizi adalah refleksi

dari faktor pola asuh, pola makan dan asupan zat gizi yang tidak benar karena

berbagai macam faktor di masyarakat. Peranan keluarga terutama ibu dalam

mengasuh anak sangat menentukan status gizi dan tumbuh kembang anak. Ibu

yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan

yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak (Asrar dkk, 2009).

Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra dan pasca

kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain

(Asrar dkk, 2009).

Menurut Jus’at (2000) dalam penelitian Amin dkk (2004) pola

pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu,

perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang

dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak

berupa sikap dan praktik pengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan

anak, merawat, cara memberi makan serta kasih sayang.

Pola asuh anak merupakan perilaku yang dipraktikkan oleh pengasuh

(ibu, bapak, nenek atau orang lain) dalam pemberian makanan, pemeliharaan

kesehatan, pemberian stimulasi, serta dukungan emosional yang dibutuhkan

anak untuk tumbuh kembang. Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua

juga termasuk pola asuh anak (Asrar dkk, 2009).

Hasil uji statistik yang dilakukan terhadap hubungan pola asuh dengan

status gizi, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p<0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh semakin baik status gizi. Hal ini

Page 49: BAB I - IV

49

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi bahwa dengan adanya

pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin

baik. Depkes RI mengemukakan bahwa pola pengasuhan yang diberikan ibu

pada anak berhubungan dengan keadaan kesehatan (baik fisik maupun

mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, peran dalam

keluarga dan adat kebiasaan dari ibu (Amin dkk, 2004).

Perawatan dasar dan higiene perorangan memberikan kontribusi yang

lebih besar terhadap status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian Husaini

yang mengemukakan bahwa dalam upaya memperbaiki status gizi anak,

dilakukan upaya pencegahan penyakit menyangkut perawatan dasar terhadap

anak yaitu dengan memberikan imunisasi secara lengkap, pemberian vitamin

A secara berkala (mengikuti bulan pemberian vitamin A) dan upaya

perbaikan sanitasi terhadap anak, ibu dan lingkungan (Amin dkk, 2004).

Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat

mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-

hal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan

menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan

kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada

anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit

sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status keshatan anak

dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan

imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada serta

upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit.

Page 50: BAB I - IV

50

Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ke tempat pelayanan kesehatan

seperti rumah sakt, klinik, puskesmas dan lain-lain (Amin dkk, 2004).

J. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

Menurut Arsad (2006) dalam penelitian Maylan Wulandari tahun

2010, status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh

derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan

dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri.

Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan

yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh

(nutrient output) akan zat gizi tersebut (Rahmah, 2010).

Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara

lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan

faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan

daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization) dan perbedaan

pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi

tersebut dalam tubuh (Rahmah, 2010).

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian

status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung

(Rahmah, 2010) :

1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4

penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

Page 51: BAB I - IV

51

a. Antropometri

Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang

gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi.

Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energi.

1. Pengertian

Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos

artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah

ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali

(Supariasa, 2001).

Pengertian dari sudut pkitang gizi telah banyak diungkapkan

oleh para ahli Jelliffe (1966) dalam penelitian Rahmah (2010)

mengungkapkan bahwa :

“Nutritional Anthropometry is measurement of the Variations of

the Physical Dimensions and the Gross Composition of the Human

Body at Different age levels and Degree of Nutrition”.

Dari definisi tersebut dapat ditarik pengertian bahwa

antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara

lain : berat badan dan tinggi badan (Supariasa, 2001).

Page 52: BAB I - IV

52

2. Jenis parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran

tunggal dari tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan dan

tinggi badan.

a. Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi

yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan

yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan

penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah

adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1

tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak

perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah

12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari (Depkes, 2004).

Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980) yang dikutip oleh

Supariasa (2002) dalam penelitian Maylan Wulandari (2010),

batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (Completed

Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh

(Completed Month). Sebagai contoh umur 4 bulan 5 hari dihitung 4

bulan dan umur 3 bulan 27 hari dihitung 3 bulan.

Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa

umur dalam hari tidak diperhitungkan (Rahmah, 2010).

Page 53: BAB I - IV

53

b. Berat Badan

Djumadias Abunain (1990) dalam penelitian Rahmah (2010),

berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan

sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena

penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat

badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan

menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat

perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang

dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat

badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu

pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi

kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi

gizi dari waktu ke waktu.

Menurut Soetjiningsih (1998) dalam penelitian Maylan

Wulandari, perlu diketahui bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam

sehari sebagai akibat masukan (intake) makanan dan minuman,

dengan keluaran (output) melalui urin, feses, keringat, dan nafas.

Besarnya fluktuasi tergantung pada kelompok umur dan bersifat

sangat individual, yang berkisar antara 100-200 gram, sampai 500-

1000 gram bahkan lebih.

Page 54: BAB I - IV

54

c. Tinggi Badan

Menurut Supariasa (2002) dalam penelitian Maylan

Wulandari (2010), tinggi badan merupakan parameter yang penting

bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak

diketahui dengan tepat. Tinggi badan merupakan ukuran kedua

yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap

tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan.

Depkes RI, (2004) dalam penelitian Rahmah (2010), tinggi

badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari

keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik

untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan

dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada

masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U

(Tinggi Badan menurut Umur), atau juga indeks BB/TB (Berat

Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan

tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun

sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran

keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak

sehat yang menahun.

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter

penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya

yang berhubungan dengan status gizi (Rahmah, 2010).

Page 55: BAB I - IV

55

Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan

indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi

pertumbuhan dan komposisi tubuh (Khumaidi, 1994 dalam

penelitian Rahmah, 2010). Penggunaan berat badan dan tinggi

badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan

keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.

Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila

prevalensi kurus/wasting < -2SD di atas 10 % menunjukan suatu

daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan

berhubungan langsung dengan angka kesakitan (Rahmah, 2010).

3. Indeks antropometri

Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran

terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan

umur (Wulandari, 2010).

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status

gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks

antropometri. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam

negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan

(TB) digunakan baku HARVARD (Rahmah, 2010).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat

badan dan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Page 56: BAB I - IV

56

a. Berat Badan menurut Umur

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak. Berat badan adalah

parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,

berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya

dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan karakteristik berat badan maka indeks berat

badan/umur digunakan sebagai salah satu cara mengukur status

gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil maka berat

badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang. BB/U

dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak

pada semua kelompok umur. BB sensitif terhadap perubahan-

perubahan kecil, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif

murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu dan tenaga

(Rahmah, 2010).

b. Tinggi Badan menurut Umur

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan

tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi

badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

Page 57: BAB I - IV

57

definisi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama (Rahmah, 2010).

c. Berat Badan menurut Tinggi Badan

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecapatan

tertentu. indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk

menilai status gizi saat kini (sekarang) (Rahmah, 2010).

Dari berbagai jenis indeks tersebut, untuk

menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang

batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat

disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, persentil

dan stkitar deviasi unit.

d. Persen Terhadap Median

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam

antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Nilai median

ini dinyatakan sama dengan 100 % (untuk stkitar). Setelah itu

dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan

ambang batas (Rahmah, 2010).

Page 58: BAB I - IV

58

Tabel 1Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri

Status GiziIndeks

BB/U TB/U BB/TB

Gizi Baik > 80 % > 90 % > 90 %

Gizi Sedang 71-80 % 81-90 % 81-90 %

Gizi Kurang 61-70 % 71-80 % 71-80 %

Gizi Buruk ≤ 60% ≤ 70% ≤ 70%

Sumber : Data Sekunder

Catatan : Persen dinyatakan terhadap baku NCHS.

e. Persentil

Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen

terhadap median, akhirnya memilih cara persentil. Persentil 50

sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada

diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya (Rahmah, 2010).

National Center for Health Statistics (NCHS)

merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi baik dan

kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik

(Rahmah, 2010).

f. Standar Deviasi Unit (SD)

Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan

menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau

pertumbuhan (Rahmah, 2010).

Rumus perhitungan Z skor adalah :

Nilai individu subjek−nilaimedianbakurujukanNilai simpangbakurujukan

Page 59: BAB I - IV

59

Tabel 2Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Z – Skor

Indeks Status Gizi Ambang BatasBerat Badanmenurut Umur (BB/U)

Gizi LebihGizi BaikGizi KurangGizi Buruk

> +2 SD≥ -2 SD sampai +2 SD< -2 SD sampai ≥ -3 SD< -3 SD

Tinggi Badanmenurut Umur (TB/U)

NormalPendek

≥ -2 SD< -2 SD

Berat Badanmenurut TinggiBadan (BB/TB)

GemukNormalKurus Sangat kurus

> +2 SD≥ -2 SD sampai +2 SD< -2 SD sampai ≥ -3 SD< -3 SD

Sumber : Data Sekunder

b. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat

gizi. Umumnya untuk survei klinis secara cepat (Supariasa, 2001).

Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat (rapid clinical

surveys) tkita-tkita klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih

zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi

seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan

gejala (sympton) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2001).

c. Biokimia

Yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan untuk suatu

peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang

lebih parah lagi (Supariasa, 2001).

Page 60: BAB I - IV

60

d. Biofisik

Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan

jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian

buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan

adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2001).

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3

penilaian yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor

ekologi.

a. Survei konsumsi makanan

Yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan

jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan

dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada

masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi

kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2001).

Metode yang digunakan untuk pengukuran konsumsi dibedakan

menjadi dua, yaitu bersifat kualitatif, seperti dietary history dan

frekuensi makanan; dan bersifat kuantitatif, seperti recall 24 jam,

penimbangan makanan, food record, dan metode inventaris. Hasil

pengukuran ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain

untuk menentukan tingkat kecukupan konsumsi gizi mayarakat sebagai

dasar perencanaan program gizi dan pendidikan gizi (Supariasa, 2001).

Page 61: BAB I - IV

61

Dietary History Method memberikan gambaran pola konsumsi

berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama. Burke (1947)

dalam penelitian Rahmah (2010) menyatakan bahwa metode ini terdiri

dari tiga komponen yaitu :

1. Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data

tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir

2. Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan

memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan untuk

mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi

3. Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang

Food Frequency Method adalah untuk memperoleh data tentang

frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama

periode tertentu seperti hari, minggu, bulan dan tahun. Metode ini dapat

dilakukan dengan cepat baik diisi sendiri oleh responden atau dengan

wawancara. Disamping itu tidak merepotkan responden disbanding

metode lainnya. Dari metode ini diketahui kebiasaan makan responden

dalam jangka waktu yang lama (Supariasa, 2001).

24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode yang

paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta

responden untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam

24 jam sebelumnya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan

recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah

Page 62: BAB I - IV

62

konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan

menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas,

piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan

sehari-hari (Supariasa, 2001).

Food Weighing Method merupakan metode yang digunakan untuk

menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden

selama 1 hari (Supariasa, 2001).

Food Records Method digunakan untuk mencatat jumlah yang

dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua

makanan dan minuman yang dikonsumsi setiap kali sebelum makan

dalam Ukuran Rumah Tangga atau menimbang dalam ukuran berat

(gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara

persiapan dan pengolahan makanan tersebut (Supariasa, dkk, 2001 :

96).

Inventory Method (Metode Inventaris) digunakan untuk

menghitung/mengukur semua persediaan makanan di rumah tangga

(berat dan jenisnya) mulai dari awal sampai akhir survei. Semua

makanan yang diterima, dibeli dan dari produksi sendiri dicatat dan

dihitung/ditimbang setiap hari selama periode pengumpulan data

(Supariasa, 2001).

b. Statistik vital

Statistik vital merupakan bagian dari indikator tidak langsung

pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang

Page 63: BAB I - IV

63

berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi antara lain angka

kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi

yang berhubungan dengan gizi (Rahmah, 2010).

Jelliffe (1989) dalam penelitian Rahmah (2010) mengatakan

bahwa angka kematian pada kelompok umur tertentu, angka kesakitan

dan kematian akibat penyebab tertentu, statistik pelayanan kesehatan

dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi merupakan

informasi penting untuk menganalisis keadaan gizi di suatu wilayah.

c. Faktor ekologi

Faktor ekologi adalah salah satu faktor yang digunakan untuk

mengetahui penyakit malnutrisi di suatu masyarakat yang merupakan

hasil interaksi dari berbagai faktor lingkungan yang saling

memengaruhi, antara lain faktor fisik, biologis, dan budaya. Ada enam

faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab

malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan,

konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan

pendidikan (Jeliffe, 1966 dalam penelitian Rahmah, 2010).

Page 64: BAB I - IV

64

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Terdapat dua faktor langsung penyebab tumbuh kembang anak,

yaitu faktor makanan dan penyakit (infeksi), dimana keduanya saling

mempengaruhi. Selain faktor langsung juga terdapat faktor tidak langsung,

yaitu ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola

pengasuhan anak dan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan

masyarakat.

Dalam upaya untuk mengetahui hubungan dari asupan zat gizi,

penyakit infeksi dan pola asuh terhadap status perkembangan motorik

kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan, maka diperlukan suatu identifikasi

mengenai variabel-variabel yang mendukung tujuan tersebut. Adapun

variabel-variabel yang mendukung antara lain: asupan zat gizi,

gejala/penyakit ISPA dan diare yang diderita oleh anak dalam kurun waktu

satu bulan terakhir serta pengasuhan orang tua dalam perawatan dan

pemantauan pertumbuhan anaknya.

Page 65: BAB I - IV

Tumbuh-Kembag Anak Manifestasi

Penyebab Langsung

Penyebab tidak langsung

Pokok masalah di masyarakat

Akar Dasar

Struktur politik dan Keluarga

Struktur Ekonomi

Kecukupan Makanan Infeksi

Pendidikan Keluarga

Asuhan bagi ibu dan anak

Keadaan dan kontrol sumber daya keluarga. Manusia, ekonomi dan keluarga

Potensi sumber daya

Ketahanan makanan keluarga

65

B. LandasanTeori

Bagan Model Interaksi Tumbuh Kembang Anak

Sumber : Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang anak . Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. Hal 13

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi

lingkungan

Page 66: BAB I - IV

66

C. Kerangka konsep

Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka

konsep sebagai berikut:

Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Keterangan =

: Variabel yang diteliti

: Variabel tidak diteliti

Pengasuhan Kesehatan

Asupan zat gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Zinc

Pengetahuan Orang Tua

Penyakit Infeksi ISPA Diare

Status Perkembangan Motorik Kasar Baduta Usia 6-18 Bulan

Page 67: BAB I - IV

67

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Asupan Zat Gizi

Definisi Operasional :

Asupan zat gizi yang dimaksud yaitu kandungan zat gizi

berupa energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc dari makanan,

minuman dan ASI yang dikonsumsi oleh baduta selama 1 hari (24 jam)

yang diukur dengan metode food recall 24 jam.

a. Asupan Energi

Asupan energi adalah jumlah total energi yang

dikonsumsi. Jumlah energi yang dikonsumsi oleh anak

berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Kriteria objektif :

Klasifikasi tingkat kecukupan energi (TKE) sebagai

berikut (WNPG, 2004):

Baik : 80 – 110 % AKG

Kurang : < 80% AKG

Lebih : > 110% AKG

b. Asupan Protein

Asupan protein adalah jumlah total energi yang

dikonsumsi. Jumlah protein yang dikonsumsi oleh anak

berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Page 68: BAB I - IV

68

Kriteria objektif :

Klasifikasi tingkat kecukupan protein (TKP) sebagai

berikut (WNPG, 2004):

Baik : 80 – 110 % AKG

Kurang : < 80% AKG

Lebih : > 110% AKG

c. Asupan Karbohidrat

Asupan karbohidrat adalah jumlah total karbohidrat yang

dikonsumsi. Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi oleh anak

berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Kriteria objektif :

Klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat sebagai berikut

(WNPG, 2004):

Baik : 80 – 110 % AKG

Kurang : < 80% AKG

Lebih : > 110% AKG

d. Asupan Lemak

Asupan lemak adalah jumlah total lemak yang

dikonsumsi. Jumlah lemak yang dikonsumsi oleh anak

berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Kriteria objektif :

Klasifikasi tingkat kecukupan lemak sebagai berikut

(WNPG, 2004):

Page 69: BAB I - IV

69

Baik : 80 – 110 % AKG

Kurang : < 80% AKG

Lebih : > 110% AKG

e. Asupan Zinc

Asupan zinc adalah jumlah total zinc yang dikonsumsi.

Jumlah zinc yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Kriteria objektif :

Klasifikasi tingkat kecukupan zinc sebagai berikut

(WNPG, 2004):

Baik : 80 – 110 % AKG

Kurang : < 80% AKG

Lebih : > 110% AKG

2. Penyakit Infeksi

Definisi Operasional :

Penyakit Infeksi yang dimaksud adalah penyakit diare dan

gejala-gejala penyakit ISPA seperti flu, batuk dan demam yang pernah

atau masih diderita oleh balita dalam kurun waktu satu bulan terakhir

berdasarkan pengakuan ibu balita.

Kriteria Objektif :

Menderita : Bila responden menderita minimal salah

satu penyakit infeksi.

Page 70: BAB I - IV

70

Tidak Menderita : Bila responden tidak menderita penyakit

infeksi.

3. Pengasuhan Ibu

Definisi Operasional :

Pengasuhan yang dimaksud adalah bagaimana perhatian ibu

pada anaknya mencakup:

a. Perawatan kesehatan adalah apa yang dilakukan ibu jika anaknya

sakit, dan perannya dalam pemberian vitamin.

b. Pemantauan pertumbuhan adalah bagaimana peran ibu dalam

penimbangan anak secara rutin setiap bulan.

Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman

dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada

jawaban yang salah.

Kriteria Objektif :

Cukup : Bila responden memperoleh skor ≥ 75.00%

Kurang : Bila responden memperoleh skor < 75.00%

4. Status Perkembangan Motorik Kasar

Status perkembangan motorik kasar adalah kemampuan gerakan

motorik tertinggi yang dapat dilakukan sampel. Pengukuran perkembangan

motorik kasar dilakukan pada anak usia 6-18 bulan dengan menggunakan

perkembangan motorik milestone.

Page 71: BAB I - IV

71

Kriteria Objektif :

Terlambat : Bila titik pertemuan garis gerakan motorik hasil

pengukuran berada dibawa garis kurva

Normal : Bila titik pertemuan garis gerakan motorik hasil

pengukuran berada digaris kurva

Lebih Dari Normal : Bila titik pertemuan garis gerakan motorik berada

diatas garis kurva

E. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Null (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

b. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

c. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

d. Tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

Page 72: BAB I - IV

72

e. Tidak ada hubungan antara asupan zinc dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

f. Tidak ada hubungan antara penyakit/gejala ISPA dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

g. Tidak ada hubungan antara penyakit diare dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

h. Tidak ada hubungan antara pengasuhan dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara asupan energi dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

b. Ada hubungan antara asupan protein dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

c. Ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

Page 73: BAB I - IV

73

d. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

e. Ada hubungan antara asupan zinc dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

f. Ada hubungan antara penyakit/gejala ISPA dengan status

perkembangan motorikkasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di

Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

g. Ada hubungan antara penyakit diare dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten

Jeneponto tahun 2011.

h. Ada hubungan antara pengasuhan dengan status perkembangan

motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto

tahun 2011.

Page 74: BAB I - IV

74

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan

melakukan pendekatan Cross Sectional Study. Pendekatan ini dimaksudkan

untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Adapun variabel independennya yaitu asupan zat gizi, penyakit

infeksi, dan pengasuhan sedangkan variabel dependennya adalah status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini

mencakup 3 wilayah kerja puskesmas kecamatan, disetiap puskesmas

dipilih secara acak 3 desa dengan sosial ekonomi yang relatif sama.

Karena itu terdapat 9 desa yang dicakup dalam penelitian ini.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 hari dilapangan yaitu pada

bulan April 2011.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang

memiliki anak usia 6–18 bulan yang berada di 3 kecamatan di

Kabupaten Jeneponto yang berjumlah 235 anak.

Page 75: BAB I - IV

75

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti

(Arikunto, 2006). Sampel penelitian ini adalah rumah tangga yang

memiliki anak usia 6–18 bulan dilokasi survei. Teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan “Sistematic Random

Sampling”. Penentuan sampel dengan menggunakan rumus

Lemesshow, yaitu:

n=N Z2 P (1−P )

d2 ( N−1 )+Z2 P (1−P )

Keterangan :

n : Perkiraan besar sampel

N : Perkiraan besar populasi

Z : Nilai standar distribusi normal (1,96)

P : Perkiraan proporsi variabel yang diteliti berdasarkan prevalensi

perkembangan motorik terhambat 21,4 % Proboningsih, 2004

(P =0,214)

d : Tingkat ketelitian yang digunakan (0,05)

n=235×1.962× 0,214 ×(1−0.214 )

0.052× (235−1 )+1.962×0.214 ×(1−0.214)

n=235× 3.84 ×0.214 × 0.7860.585+0.646

n=151.791.231

=123,30

Dibulatkan menjadi123

Jumlah sampel dalam penelitian ini = 123 anak usia 6–18 bulan.

Page 76: BAB I - IV

76

3. Metode pengambilan sampel

Penentuan sampel diawali dengan memilih 3 wilayah kerja

puskesmas kecamatan melalui laporan yang ada di Dinas Kesehatan.

Dipilih puskesmas yang lokasinya jauh, dekat dan menengah dari

pusat kota. Puskesmas menentukan desa dengan menggunakan

Probability Proportional to Size (PPS), dimana rumah tangga yang

dipilih menggunakan Sistematic Random Sampling yang dijadikan

sasaran.

D. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Kuesioner, Food

Recall, Food Models untuk mengetahui makanan yang dimakan dalam 1

hari (24 jam), Lengthboard untuk mengukur panjang badan anak,

timbangan digital untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk

menganalisis status gizi dan Nutrisurvei untuk menganalisi asupan (jumlah

energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc) yang dikonsumsi dalam 1

hari (24 jam) dan KMS perkembangan motorik anak.

E. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara

dan observasi menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada

responden, dimana respondennya adalah ibu sampel. Pengukuran status

gizi dilakukan dengan mengukur berat badan sampel menggunakan

Page 77: BAB I - IV

77

timbangan digital dan panjang badan sampel diukur dengan menggunakan

lengthboard.

Untuk melihat status perkembangan motorik kasar sampel

digunakan KMS perkembangan, dengan cara mencatat umur sampel

dengan melingkari angka pada garis umur, kemudian mengamati

kemampuan perkembangan motorik kasar tertinggi yang sudah dapat

dilakukan oleh sampel yang kemudian dicatat di dalam KMS

perkembangan. Membuat titik pertemuan garis gerakan motorik dan garis

umur. Bila titik pertemuan umur dan gerakan motorik berada di garis

kurva berarti normal.

Sedangkan data sekunder diambil dari Kantor Dinas Kesehatan

Propinsi, Kabupaten dan Desa. Data sekunder yang dimaksud adalah data

puskesmas yang jaraknya terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota

dan data baduta yang menjadi sampel penelitian.

Penelitian ini dilakukan selama 7 hari, dimana dari 3 kecamatan

yang menjadi lokasi penelitian terdapat 3 desa di setiap kecamatan. Jadi

total ada 9 desa yang menjadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan

pada saat kegiatan posyandu sehingga sampel dan responden datang ke

pustu/posyandu dan kemudian dilakukan dilakukan wawancara dengan

menggunakan kuesioner dan juga melakukan penimbangan berat badan

dan pengukuran panjang badan sampel dengan bantuan dari kader

puskesmas, posyandu dan pustu.

Page 78: BAB I - IV

78

F. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan

program Nutrisurvey, WHO Anthro 2005 dan SPSS yang meliputi entri

data, editing, koding dan analisis data. Pengolahan dan penyajian data

dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Editing

Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing

data dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan

keseragaman data.

2. Koding

Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan

data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan

simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).

3. Tabulasi Data

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data dalam

suatu tabel. Pengolahan dilakukan secara elektronik dengan

menggunakan software SPSS.

G. Analisis Data

Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

disertai narasi.

Page 79: BAB I - IV

79

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran

deskriptif dari data-data yang dikumpulkan. Analisis univariat juga

digunakan untuk menggambarkan data-data yang beskala nominal

dan ordinal seperti distribusi subjek menurut umur, jenis kelamin,

dan status gizi. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel

distribusi, frekuensi dan narasi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan

variabel dependen (status gizi anak usia 6-18 bulan) dan independen

(asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan) dalam bentuk

tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS

dengan uji statistik Chi-square ( Siegel, 2001) dengan rumus:

(O - E)2

X2 = Σ

E

Interpretasi: Ho ditolak jika p <0,05 atau apabila X2 hasil

perhitungan lebih besar daripada X2 tabel.

Untuk mengetahui kuatnya hubungan hasil Yate’s Correction

untuk tabel kontigensi 2×2 bermakna digunakan koefisien φ (Phi)

dengan rumus:

φ=¿ad−bc∨ ¿√(a+c)(b+d)(a+b)(c+d )

¿

Page 80: BAB I - IV

80

Keterangan :

φ = Uji Phi

Dari hasil perhitungan uji φ, dapat dibuat kesimpulan mengenai

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dengan kriteria sebagai berikut :

0,01 – 0,25 : hubungan lemah

0,26 – 0,50 : hubungan sedang

0,51 – 0,75 : hubungan kuat

0,76 – 1,0 : hubungan sangat kuat