Upload
dangthuan
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1 Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas: (A) Latar Belakang Penelitian, (B) Identifikasi
Masalah, (C) Rumusan Masalah dan Keterbatasan Penelitian, (D) Tujuan Penelitian
dan (E) Manfaat Penelitian.
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan
pada berbagai aspek kehidupan manusia. Kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh
perkembangan tersebut dapat mempersatukan warga negara dari berbagai bangsa
menuju kearah kehidupan masyarakat global. Globalisasi adalah suatu proses tatanan
masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada hakikatnya,
globalisasi ini adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia (Jamli, 2005 hlm. 1). Dalam era globalisasi tersebut tentu menimbulkan
pengaruh baik positif maupun negatif. Oleh karenanya, kehidupan di era global ini
membutuhkan insan manusia yang mampu beradaptasi. Manusia muda Indonesia
yang mampu berkompetisi dan memiliki daya saing dalam percaturan global.
Sarana yang tepat untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia
adalah bidang pendidikan. Demikian pentingnya aspek pendidikan sehingga hampir
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Melalui pendidikan, harkat dan
martabat manusia akan meningkat. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam arti
sebagai insan berilmu pengetahuan, berkemampuan, berbudi pekerti luhur, berakhlak
mulia, bertanggungjawab dan berupaya mencapai kesejahteraan diri serta
memberikan sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran keluarga,
2 Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masyarakat, dan negara. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional
yaitu:
3
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Pasal 3).
Lebih lanjut dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 dalam Pasal 33 Ayat 3
dijelaskan bahwa bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan
pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing siswa.
Demikianlah, sistem pendidikan nasional di Indonesia menetapkan bahasa Inggris
sebagai salah satu bahasa asing yang paling dominan dipelajari mulai pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi. Bahasa Inggris juga merupakan bahasa asing pertama
di Indonesia yang memiliki peran penting karena mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kualitas sumber daya manusia.
Berpijak pada hakekat pengetahuan fungsional tersebut, pembelajaran bahasa
Inggris menjadi wajib dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.Namun
demikian, dalam praktik di kelas, tujuan pembelajaran demikian sulit tercapai. Ketika
marwah pembelajaran bahasa Inggris agar tamatan memiliki kemampuan
berkomunikasi lisan maupun tulis dalam bahasa Inggris, tidak semua siswa mampu
mencapainya.Ironisnya, lebih banyak siswa yang gagal dari pada yang berhasil
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fasli Jalal (2001 hlm 156) mengemukakan
beberapa penyebab kegagalan tersebut. Proses belajar mengajar di sekolah kerap
membosankan dan tidak menyenangkan. Guru yang terlalu dominan di ruang kelas.
Siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda
sehingga mematikan kreatifitas siswa. Hal ini dapat diartikan bahwa pembelajaran
kita masih dalam konteks yang berpusat atau berorientasi pada pendidik dimana
pendidiklah yang merupakan satu-satunya sumber belajar.
Masalah yang sama juga dikemukakan Sudrajat (2008 hlm 4) bahwaproses
pembelajaran yang dilakukan selama ini tampaknya masih lebih menekankan pada
4
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran “what is” yang menuntut peserta didik untuk menghafalkan fakta-fakta
dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapatmengantarkan peserta didik untuk
menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal. Selain itu, isu seputar peran guru
sangat dominan dalam proses pembelajaran. Kesan yang muncul adalah guru
mengajar dan peserta didik diajar. Guru aktif dan peserta didik pasif. Guru pintar tapi
peserta didik minder. Guru berkuasa dan peserta didik dikuasai (Sujarwo, 2006 hlm
4).
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pembelajaran bahasa Inggris
di Indonesiamenjadi compulsory subject pada jenjang sekolah menengah pertama
walaupun banyak sekolah telah mulai mengenalkannya di sekolah dasar. Pendidikan
bahasa Inggris ini ditujukan untuk membantu menyiapkan peserta didik agar dapat
bersaing dalam kancah nasional maupun global. Bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa
Inggris diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain. Pembelajaran bahasa Inggris juga membantu peserta didik mampu
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan
menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam
dirinya (Kepmen, No. 22, 2006).
Keraf (dalam Mularsih, 2010 hlm 33) mengatakan bahwa bahasa itu memiliki
fungsi tertentu, yaitu: (1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, menyatakan secara
terbuka apa yang dirasakan, (2) alat komunikasi, sehingga dapat menyalurkan apa
yang ingin disampaikan, (3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, bahasa
merupakan alat yang memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan
kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat berbaur dengan tempatnya bergaul.
Maknanya bahwa bahasa Inggris berfungsi sebagai alat komunikasi dan
pengembangan diri, sehingga diharapkan para pelajar memiliki kemampuan
5
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berbahasa Inggris yang baik dan mampu bersaing, tidak hanya di tingkat lokal tetapi
juga di dunia internasional.
Menyadari betapa pentingnya fungsi bahasa Inggris dalam kehidupan
manusia, maka berbagai usaha yang mendukung proses pembelajaran telah banyak
dilakukan. Penyempurnaan kurikulum, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan
dan peningkatan mutu guru. Namun demikian, perbaikan tersebut masih
mempersepsikan bahwa siswa masih dilihat sebagai unsur yang harus dilayani belum
memandang bahwa mereka sebagai elemen utama pendidikan yang memiliki potensi.
Ramainas (2006, hlm 77) bahwa upaya guru dalam posisi ini agar mengaktifkan
potensi itu sehingga siswa mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama menggunakan
menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mana proses
penyusunannya mengikuti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23
Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan. Mengingat KTSP merupakan
kurikulum yang disusun sendiri oleh sekolah, maka karakteristik dan kebutuhan siswa
menjadi pertimbangan utama. Sekolah harus mengembangkan silabus sendiri yang
bisa mengakomodasi kebutuhan siswanya. Kurikulum yang disusun tersebut menjadi
kurikulum operasional. Keunggulan kurikulum sekolah tersebut memberikan
kesempatan bagi para guru untuk menyusun silabus dan rencana program
pembelajaran serta mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan siswa.
Proses pembelajaran bahasa Inggris menurut Muhson (2014, hlm 9) dalam
disertasinya tentang model pembelajaran permainan bahasa dengan menggunakan
games menyimpulkan banyak alasan mengapa guru lebih memilih tahapan-tahapan
pembelajaran berdasarkan buku teks dari pada melihat silabus. Para guru percaya
bahwa buku teks adalah buku suci yang mengantarkan tujuan pembelajaran.
Kreativitas guru untuk mengembangkan model pembelajaran masih sangat kurang
karena kebanyakan mereka hanya memberikan materi ajar yang dicontohkan oleh
6
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dibuat oleh pemerintah
pusat. Akibatnya, banyak siswa merasa tidak senang dan menanggap belajar baasa
Inggris itu susah. Ini diakibatkan anggapan bahwa bahasa Inggris
sebagai ilmu (yang tertulis dalam buku teks) bukan sebagai alat komunikasi
sebagaimana fungsi yang sebenarnya.
Komunikasi yang semestinya dipelajari oleh pemula adalah komunikasi lisan
yang perlu dikembangkan kepada penutur awal yang mempelajari bahasa. Termasuk
di dalamnya siswa Sekolah Menengah Pertama yang dikategorikan sebagai penutur
awal.Tetapi faktanya, mayoritas guru Sekolah Menengah Pertama mengajarkan
bahasa lebih dominan menggunakan buku teks dan terpaku pada hafalan kosa kata
dan tata bahasa (Sundayana, 2009 hlm 253).
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa betapa esensialnya keterampilan
berbicara dan menyimak telah dilakukan oleh Donald E. Bird (dalam Tarigan, Djago,
1996 hlm 48) yang melakukan penelitian terhadap aktivitas keterampilan berbahasa
dengan hasil presentase sebagai berikut: menyimak 42%, berbicara 25%, membaca
15%, dan menulis 18%. Hasil Penelitian tersebut menunjukkan bahwa presentase
keterampilan berbicara dan menyimak memiliki tingkat yang lebih besar
dibandingkan dengan dua keterampilan lainnya. Kemudian penelitian yang dilakukan
Muhson (dalam disertasinya, 2014 hlm 9) menyatakan selama ini pembelajaran
keterampilan menyimak dan berbicara belum mendapatkan hasil maksimal seperti
yang diharapkan. Para siswa belum sepenuhnya mempunyai kemampuan
komunikatif. Siswa masih takut, malu, dan ragu ketika harus berbicara di depan kelas
apalagi di depan umum guna menyampaikan gagasan-gagasannya. Dikatakan pula
bahwa rendahnya komunikasi lisan siswa, disebabkan oleh pelaksanaan pembelajaran
bahasa Inggris yang masih konvensional. Akibatnya, muncul kritikan terhadap
pelajaran bahasa Inggris yang tidak mengambarkan penekanan pada penguasaan
keterampilan berbahasa. Selanjutnya penelitian Huda, H. (dalam disertasinya, 2013)
tentang rendahnya kemampuan komunikasi bahasa asing (Arab) di sekolah
7
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Madrasyah Ibtidaiyah dengan memodifikasi model pembelajaran bahwa berdasarkan
fakta di lapangan menunjukkan hasil pembelajaran bahasa Arab di Madrasyah
Ibtidaiyah belum menunjukkan kualitas pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan
tuntutan kurikulum. Hal ini membuktikan betapa pentingnya berbicara dan menyimak
bagi setiap individu karena setiap aktivitas individu dalam kehidupan sehari-hari
terkait dengan berbicara dan menyimak.
Sementara hasil penelitian model pembelajaran yaitu model pembelajaran
integrative (Majid, 2001 hlm 233). Dengan model ini siswa sekolah dasar diharapkan
untuk dapat meningkatkan kemampuan komunikasinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa skor evaluasi siswa meningkat secara signifikan.Ini
menunjukkan bahwa pembelajaran integratif lebih baik daripada pembelajaran
konvensional. Kasus yang sama, penelitian yang dilakukan Sundayana (2009 hlm
253) menggambarkan bahwa berbicara dan menyimak begitu penting dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, pembelajaran berbicara dan menyimak
seharusnya memperoleh perhatian yang lebih pada tingkat sekolah menengah pertama
(SMP) khususnya kelas VII sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan hasil
belajar.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.
Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan,
dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan
berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni
kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang
direalisasikan dalam empat kemampuan (language skills) berbahasa, yaitu listening,
speaking, reading, dan writing. Keempat kemampuan inilah yang digunakan untuk
menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena
itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam
bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.
8
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kenyataan di lapangan, belajar bahasa Inggris itu belum menunjukkan hasil
yang memadai. Walaupun siswa telah belajar bahasa Inggris dalam kurun waktu yang
cukup lama yaitu sekitar tiga tahun jika sudah tamat sekolah menengah pertama. Jika
para siswa diminta berkomunikasi lisan bahasa Inggris pada kenyataannya tidak
mampu berkomunikasi dengan lancar. Alasanya, siswa tidak tahu arti kata-katanya.
Kosa kata bahasa Inggris yang dimiliki siswa oleh siswa masih belum memadai.
Demikian pula bagi sebagian siswa yang telah memiliki sejumlah kosa kata, tetapi
belum mampu merangkai kata-kata tersebut menjadi kalimat-kalimat sederhana. Hal
ini tidak sesuai dengan jumlah waktu yang digunakan oleh siswa untuk belajar bahasa
Inggris. Lebih kongkret, melihat output siswa SMA yang sebagian besar masih belum
bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris baik lisan dan tulis.Padahal
dalam tujuan pembelajaran bahasa Inggris, semenjak jenjang SMP saja telah tertera
bahwa tujuan pembelajaran adalah siswa dapat berkomunikasi baik lisan dan tulis
dengan lancar (BSNP, 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Bahasa Inggris).
Hasil survei Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah pada tahun
1989 dan 1990 terhadap pembelajaran bahasa Inggris SLTP dan SLTA dengan
responden siswa, guru, orang tua siswa di 26 Provinsi di Indonesia menunjukkan
sebagian besar orang tua dan siswa menghendaki agar siswa dapat berbicara dan
membaca bahasa Inggris, dan mereka belajar bahasa Inggris agar mudah
mendapatkan pekerjaan kelak (Huda, 1990 hlm 7-8). Selanjutnya Dirjen Dikdasmen
melaporkan bahwa nilai mata pelajaran bahasa Inggris dalam ujian nasional
pembelajaran bahasa Inggris tahun 2009 di SLTP nilai tes siswa rendah dan sangat
heterogen. Nilai rata-rata adalah 44.71 dengan rentangan 0-95.
Kondisi demikian, sampai saat ini masih belum dapat optimal untuk
mengembangkan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan-
keterampilan tersebut. Terlihat dikeluhkan oleh siswa dalam acara Blessing in
Disguise. Dalam kegiatan teleconferensi antara guru-guru SMA RSBI se-DIY dengan
9
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Franfurt dan Tokyo, dalam salah satu laporannya tentang sudut pandang siswa,
keyakinan guru yang mengajar dengan menggunakan bahasa Asing (bahasa kedua)
juga perlu mendapat sorotan. Beberapa hambatan yang ditemukan di lapangan antara
lain sulitnya memotivasi siswa, dukungan, kurangnya pelatihan yang mengkhususkan
pada bahasa, lemahnya metodologi, lemahnya motivasi dan kurangnya waktu. Skala
lebih luas, kualitas guru di kabupaten dan kota di luar Jawa masih sangat
memperhatikan. Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber daya Manusia
Pendidik Kebudayaan Penjamin Mutu Pendidikan (BPSDMPK) dan PMP)
Kemendikbud, bahwa sebanyak 1.611.251 guru hanya memperoleh rata-rata nilai
ujian kompetensi guru (UKG) sebanyak 47. “Dari jumlah tersebut, sebanyak 88
persen di Kabuapaten dan Kota di luar jawa nilainya di bawah 47,” (Kepala
BPSDMPK dan PMP Kemedikbud, Syawal Gultom, Senin, 1 April 2015). Oleh
karena itu guru dianggap masih belum kreatif dan inovatif dalam mengembangkan
proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, yang mengarahkan
kompetensi siswa sesuai dengan yang diharapkan.
Selama ini dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di sekolah menengah
pertama (SMP) seharusnya mengarahkan pada kompetensi berbahasa yang harus
dimiliki oleh siswa baik kompetensi berbicara, menyimak, membaca, dan menulis.
Terkait dengan kompetensi berbicara dan menyimak belum mendapatkan perhatian
yang serius dan wajar dari guru. Perhatian guru masih terfokus pada menekankan
kosa kata, tata bahasa, termasuk hanya menekankan pada keterampilan membaca dan
menulis.
Penelitian yang dilakukan oleh Utari dan Nababan (1993 hlm 54) selama ini
guru masih beranggapan bahwa berbicara dan menyimak merupakan kemampuan
berbahasa yang mudah dan alami dalam pemerolehannya, serta masih kurang materi
berupa buku teks dan sarana lainnya, seperti rekaman yang diperdengarkan untuk
menunjang tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran menyimak. Kemudian
penelitian y ang dilakukan oleh Tarigan (1986 hlm 24) pembelajaran berbicara dan
10
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menyimak merupakan penelitian yang sangat penting, karena: (1) dalam kaitan
dengan pemerolehan bahasa, kemampuan berbicara dan menyimak dapat menjadi
dasar bagi kemampuan berbahasa lainnya. Ketidakmampuan menyimak dapat
mengakibatkan kemunduran dalam keterampilan berbicara. Kemunduran dalam
keterampilan berbicara berarti kemunduran dalam berbahasa lisan. Ketika anak
mengalami kemunduran dalam berbahasa lisan dapat pula beriringan dengan
kesulitan dalam memperoleh kemampuan berbahasa tulis. (2) dari segi fungsi
penggunaan bahasa dalam kehidupan praktis, keterampilan berbicara dan menyimak
sangatlah fungsional. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Kusumah (2004 hlm
115) berkenaan dengan pembelajaran bahasa Inggris ditemukan bahwa pembelajaran
di sekolah formal terlalu menekankan pada ketepatan penggunaan bahasa, sehingga
siswa di kelas dituntut untuk menghafal daftar panjang kata kerja beraturan dan tidak
beraturan tanpa konteks dan menghafal pola kalimat dari sekian banyak tenses.
Berkenaan yang terlalu berlebihan pada ketepatan berbahasa mengakibatkan bukan
saja kelancaran berkomunikasi bahasa Inggris yang menjadi terhambat, tetapi juga
rasa senang dan motivasi belajar bahasa Inggris siswa menjadi sangat menurun.
Berkenaan hal tersebut, Horwitz (2008 hlm 92) menyatakan bahwa: “…although
speaking is the hallmark of second language learning, it is sometimes neglected in
language classroom. Teacher often finds it easier to present language drills and
grammatical presentation than to ask students to participate in life like
conversation.”
Lebih lanjut di kemukakan oleh Kusumah (dalam Hisbullah Huda. 2004 hlm
114) bahwa rendahnya kemampuan berbahasa Inggris dalam penelitiannya bahwa
“Meskipun siswa sudah belajar bahasa Inggris selama bertahun-tahun di sekolah dan
sebagian besar dari siswa menyadari bahwa keterampilan berkomunikasi bahasa
Inggris itu penting, keterampilan berkomunikasi lisan di kalangan siswa SMA masih
tergolong rendah.”Penelitian Kusumah (dalam Hisbullah Huda, 2004 hlm 114)
tersebut diketahui bahwa hanya sekitar 10-20% siswa SMP yang memiliki
11
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemampuan komunikasi bahasa Inggris dengan baik. Sementara itu, Warliah
(Togatorop, 2009 hlm 3) di dalam penelitiannya yang dilaksanakan di SMA Negeri 8
Bandung menyatakan bahwa “…most of the students do not raise question in English
classes because of being afraid of making mistake.”
Lebih jauh, Kusumah (dalam Hisbullah Huda, 2004 hlm 6) menyampaikan
“sebagai alat komunikasi bahasa Inggris merupakan salah satu pendidikan
keterampilan hidup yang harus dikuasai oleh lulusan SMA yang akan mencairi
pekerjaan ataupun meneruskan pendidikan ke Perguruan Tinggi.” hal terebut
bertentangan dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa sebagaian
besar (80-90%) lulusan SMA tidak dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris
meskipun mereka telah belajar bahasa Inggris selama enam tahun di SMP dan SMA.
Hasil prasurvei yang dilakukan peneliti, kondisi yang sama dialami oleh guru-
guru dan siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lombok Utara Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Dilatarbelakangi keprihatinan peneliti sebagai putra daerah asli
untuk memberikan kontribusi untuk daerah, peneliti mencoba melakukan penelitian
di daerah termuda yaitu Kabupaten Lombok Utara. Permasalahan proses
pembelajaran yang tidak pernah berujung, sampai saat ini, ada beberapa hal yang
menjadi keprihatian peneliti antara lain hasil ujian nasional yang diperoleh siswa
Sekolah Menengah Pertama bahwa mata pelajaran bahasa Inggris yang paling rendah
dari empat mata pelajaran yang diujinasionalkan tersebut. Data lain berupa hasil ujian
akhir Sekolah Menengah Pertama Tahun Ajaran 2013-2014 di Lima Kecamatan di
Kabupaten Lombok Utara belum dikatakan berhasil. Sebab nilai rerata tertinggi mata
pelajaran bahasa Inggris (5.75) masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
mata pelajaran bahasa Inggris (7.00). Kemudian data hasil penilaian kemampuan
komunikasi lisan dari 494 siswa oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris pada jenjang
Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Lombok Utara. Berikut tabel Nilai
Rerata Ujian Akhir SMP di Lima Kecamatan Kabupaten Lombok Utara:
12
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 1.1
Nilai Rerata Ujian Akhir SMP di Lima Kecamatan Kabupaten Lombok Utara Tahun Pelajaran 2013-2014
No Kecamatan Mata Pelajaran Nilai Rerata
1 Pemenang Bahasa Inggris 5.65
2 Tanjung Bahasa Inggris 5.75
3 Gangga Bahasa Inggris 5.50
4 Kayangan Bahasa Inggris 5. 75
5 Bayan Bahasa Inggris 5.60
(Sumber: Dokumen Dikpora Kabupaten Lombok Utara, 2014)
Berdasarkan data dalam tabel di atas, menunjukkan kemampuan bahasa
Inggris belum memadai sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal yang ditetapkan
oleh Pemerintah yakni 7.00. Berikut, dikemukakan salah satu hasil penilaian
kemampuan komunikasi lisan 494 siswa oleh Guru mata pelajaran bahasa Inggris
jenjang SMP Negeri di Kabupaten Lombok Utara.Hasil penilaian tersebut
menunjukkan tingkat kelancaran siswa bila dilihat dari kompetensi lisan khususnya
bagi siswa pada tingkat awal belajar bahasa Inggris.
13
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Sumber: Slide MGMP Bahasa Inggris Kabupaten Lombok Utara, 2013).
Gambar 1.1
Grafik Kemampuan Komunikasi Lisan Bahasa Inggris Siswa Kelas VIII SMPN se Kabupaten Lombok Utara pada Sub Kompetensi 1.3
Menurut Ketua MGMP Bahasa Inggris Kabupaten Lombok Utara bahwa
tujuh (7) siswa yang sangat lancar dan lancar berkomunikasi lisan bahasa Inggris
adalah siswa-siswa pindahan yang orang tuanya bergerak di industri pariwisata. Dua
(2) orang yang paling lancar adalah pindahan dari SMP Mutiara Denpasar Bali dan
lima (5) orang lainnya merupakan anak-anak yang setiap hari berjualan souvenir di
Pelabuhan Bangsal Pemenang Kabupaten Lombok Utara.
Kelemahan komunikasi lisan siswa dalam bahasa Ingris juga ditemukan pada
saat melakukan prasurvei awal di lima kecamatan di Kabupaten Lombok Utara
khususnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri. Kemampuan komunikasi lisan
siswa masih sangat jauh dari tujuan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah
menengah pertama. Dengan kata lain, kemampuan komunikasi lisan secara sederhana
2
5
16
146
325
Sangat Lancar
Lancar
Baik
Kurang Lancar
Tidak Lancar
0 50 100 150 200 250 300 350
SangatLancar
Lancar BaikKurangLancar
TidakLancar
Kompetensi Lisan 2 5 16 146 325
Kompetensi Lisan Siswa
Kompetensi Lisan
14
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
seharusnya para alumni sekolah dasar yang telah menekuni pendidikan bahasa Inggris
di tingkat sekolah dasar mulai kelas IV sampai kelas VI terlihat masih jauh dari
harapan.
Berbagai fenomena dalam pembelajaran bahasa Inggris tersebut memerlukan
upaya serius dalam pemecahan dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Menurut
peneliti, pertama dari posisi guru, peran guru dalam merancang pembelajaran kurang
kreatif dan inovatif, dan guru sangat dominan dalam proses pembelajaran, serta
metode yang dipergunakan guru yang monoton atau konvensional. Kedua dilihat dari
siswa, siswa kurang berani dan takut melakukan kesalahan, motivasi rendah,
kemampuan komunikasi dan kosa kata yang kurang memadai, ketika ditengah-tengah
pembicaraan berhenti, rata-rata siswa berbicara dibawah lima menit. Sedangkan dari
segi lingkungan berbahasa kurang mendukung terbentuknya kompetensi komunikatif
siswa.
Hal tersebut di atas diakui oleh Kabiddikdas Dikpora Kabupaten Lombok
Utara (Furqan) pada saat pertemuan antara guru bahasa Inggris dan kepala sekolah
dengan peneliti di ruangan Sekdis Dikpora (Adenan). Dikatakan bahwa selama tiga
tahun berturut-turut siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama dengan kelulusan 100
persen. Namun selama tiga tahun tersebut guru-guru belum kreatif dan inovatif dalam
merancang pembelajaran dengan baik dan benar dan dalam proses pembelajaran
belum menekankan kepada empat pokok kompetensi berbahasa khususnya
kemampuan komunikasi lisan siswa bahasa Inggris. Karena itu penting untuk
menjadikan siswa yang kompetitif dalam dunia global saat ini, serta menciptakan
generasi emas 2045 sebagaimana visi Kabupaten Lombok Utara. Apalagi saat ini
memerlukan kemampuan berbahasa dalam berkomunikasi untuk menghadapi
globalisasi dan mendukung pariwisata daerah. (Wawancara, Ruang Sekdis Dikpora
KLU, Senin, 9 Maret 2015).
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas mengisyaratkan bahwa terdapat
banyak aspek yang perlu mendapatkan perhatian serius agar pendidikan bahasa
15
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Inggris, khususnya peningkatan kemampuan lisan siswa di Kabupaten Lombok Utara
dapat meningkat. Penelitian ini menjadi penting mengingat belum ada penelitian
serupa sebelumnya di Kabupaten Lombok Utara dan fenomena tersebut penting untuk
diteliti lebih mendalam.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Rendahnya pencapaian proses dan hasil belajar bahasa Inggris komunikatif di
atas tentu saja kuat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang melatarbelakanginya.
Faktor-faktor tersebut selanjutnya diidentifikasi sebagai berikut:
Pertama, dilihat dari aspek guru. Proses pembelajaran bahasa Inggris yang
dilakukan guru di kelas menjadi faktor utama yang mempengaruhi kemampuan
komunikasi lisan siswa. Hal ini berawal dari kompetensi profesional dan pedagogis
guru. Guru bahasa Inggris seharusnya kompeten berbahasa Inggris. Guru seharusnya
mampu memahami substansi materi ajar, memahami kurikulum, mampu
merencanakan, melaksanakan dan melakukan penilaian terhadap pembelajaran serta
memiliki ilmu didaktik dan metodik yang memadai. Berdasarkan Hasil UKG bagi
Guru dalam Jabatan Tahun 2013, dari sebanyak 97 guru bahasa Inggris se Kabupaten
Lombok Utara hanya 30 orang yang dinyatakan lulus (dengan nilai diatas standar
kelulusan 65). Ironisnya, ada 9 guru yang nilainya sangat rendah atau di bawah 30.
Kedua, dilihat dari aspek siswa. Perilaku-perilaku peserta didik, seperti:
malas, kurang perhatian, kurang motivasi belajar dan tidak disiplin masih banyak
ditemukan. Suryabrata (1994 hlm 77) mengungkapkan rendahnya hasil belajar
disebabkan oleh dua faktor, yakni: (1) faktor dari luar diri peserta didik (eksternal),
terdiri atas faktor-faktor sosial dan non-sosial, seperti kualifikasi guru, metode,
media, peralatan, dan evaluasi; (2) faktor dari dalam diri peserta didik (internal),
terdiri atas faktor-faktor fisiologis dan psikologis, seperti intelegensi, minat, bakat,
motivasi, persepsi, dan cara belajar. Senada begitu juga menurut Slameto (2005 hlm
54) “…faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dapat dibedakan menjadi
16
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada
dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang ada di luar individu”. Salah satu faktor internal adalah minat siswa terhadap
mata pelajaran bahasa Inggris tergolong rendah. Siswa menganggap bahasa Inggris
adalah bahasa yang sulit dan menakutkan.
Ketiga, dilihat dari aspek sarana prasarana.Sebagaimana telah dikemukakan
pada latar belakang masalah di atas bahwa ketersediaan sarana prasarana pendukung
pembelajaran bahasa Inggris komunikatif tergolong kurang memadai. Misalnya,
buku-buku teks dan non teks pelajaran yang tidak sebanding dengan jumlah siswa
dan rombongan belajar. Kaset dan CD Pembelajaran yang dapat dijadikan model bagi
siswa dalam belajar berkomunikasi lisan sudah banyak yang tidak berfungsi dan
bahkan ada sekolah yang belum memilikinya.
Keempat, dilihat dari aspek model pembelajaran.Model pembelajaran bahasa
Inggris yang digunakan guru yang masih berorientasi pada pembelajaran
konvensional (tanpa inovasi memadai), sehingga muncul berbagai kritikan bahwa
pelajaran bahasa Inggris tidak mengambarkan keterampilan berbahasa. Misalnya,
model pembelajaran permainan bahasa yang mampu meningkatkan kemampuan
berbicara, siswa belajar melalui praktik berbahasa dapat meningkatkan peran serta
bahasa Inggris secara sederhana kurang dikuasai oleh guru. Padahal pembelajaran
bahasa Inggris yang efektif hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan model
pembelajaran yang bersifat eksploratif dan mendorong siswa aktif memproduksi
bahasa. Demikian juga guru bahasa Inggris kurang menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran yang dapat membantu siswa sehingga
mendapatkan input bahasa ujaran yang cukup untuk menginisiasi berbicara.
Kelima, dilihat dari aspek kurikulum dan penilaian. Pembelajaran bahasa
Inggris dapat mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang tinggi jika
pengembangan kurikulum dilakukan sebagaimana mestinya. SKL yang tinggi
ditandai dari penguasaan kompetensi komunikatif sesuai yang diharapkan yang
17
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terlihat dari keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.Pada
kenyataannya berdasarkan studi awal siswa SMP belum menunjukan kemampuan
komunikasi lisan bahasa Inggris sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakmampuan
siswa di sekolah formal termasuk sekolah berstandar nasional untuk menunjukkan
kemampuan komunikasi lisan bahasa Inggris secara memadai sesuai dengan SKL,
menandakan adanya masalah dalam efektifitas pembelajaran. Pembelajaran yang
tidak efektif atau tidak mencapai SKL menandakan kurang atau tidak adanya
efektifitas dalam pengembangan kurikulum. Efektifitas yang dimaksud dapat dilihat
dari implementasinya. Lebih lanjut ada beberapa hal dari sekian banyak unsur yang
dievaluasi dalam penerapan standar proses pendidikan yang berpotensi penghambat
pencapai SKL yang tinggi, yakni berkenaan dengan prasyarat kegiatan pembelajaran
yang menghendaki jumlah siswa maksimal untuk tiap rombongan belajar tidak lebih
dari 32 orang siswa.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Mengingat luasnya masalah di atas, maka penulis membatasi pada faktor
model pembelajaran. Kajian ini akan dilakukan di SMP Negeri se Kabupaten
Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat sehingga apabila dirumuskan
masalahnya adalah: “Bagaimana model pembelajaran bahasa Inggris yang cocok
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan siswa Sekolah Menengah Pertama
di Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat?” Rumusan masalah
pokok ini selanjutnya dikembangkan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
penelitian berikut:
1. Bagaimana kondisi objektif pembelajaran bahasa Inggris di kelas VII sekolah
menengah pertama yang berlangsung selama ini?
18
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Bagaimana desain, implementasi dan evaluasi model pembelajaran bahasa Inggris
yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan siswa
sekolah menengah pertama?
3. Bagaimana efektifitas model pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi lisan siswa sekolah menengah
pertama dibandingkan dengan pembelajaran bahasa Inggris yang biasa dilakukan
oleh guru selama ini?
4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan model
pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi lisan siswa sekolah menengah pertama?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian di atas maka tujuan umum penelitian
dan pengembangan ini adalah untuk menghasilkan suatu produk model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi lisan siswa di Sekolah Menengah
Pertama di Kabupaten Lombok Utara. Mengacu pada tujuan umum tersebut,
selanjutnya dijabarkan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Menghasilkan suatu gambaran kondisi awal pembelajaran bahasa Inggris di kelas
VII sekolah menengah pertama yang berlangsung selama ini.
2. Menghasilkan suatu produk dalam bentuk desain model pembelajaran bahasa
Inggris untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan siswa sekolah
menengah pertama.
3. Menguji efektifitas model pembelajaran bahasa Inggris hasil pengembangan
dibandingkan dengan pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan secara
konvensional.
4. Menemukan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan model
pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan.
19
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Manfaat Penelitian
Penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
teoretis dan juga manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat menjadi bahan
kajian lebih lanjut bagi para guru, pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), pengamat pendidikan, timpengembang kurikulum pendidikan bahasa
Inggris dan peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan teoretis
dalam mengembangkan dan memperkuat teori dan konsep pembelajaran bahasa
Inggris yang sudah ada, sehingga pembelajaran bahasa Inggris menjadi lebih efektif
bagi peningkatan kemampuan komunikasi lisan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
kalangan guru mata pelajaran bahasa Inggris, tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) mata pelajaran bahasa Inggris jenjang SMP, tim pengembang kurikulum
daerah dan peneliti lain.
a. Bagi Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran bahasa Inggris
yang menekankan pada komunikatif lisan. Menggunakan model pembelajaran hasil
pengembangan ini, diharapkan guru dapat memperbaiki kinerjanya, lebih kreatif dan
inovatif dalam merancang pembelajaran yang berbasis pada siswa sehingga
pembelajaran bahasa Inggris menjadi efektif.
20
Lukman, 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Bagi Tim Pengelola Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang dapat
ditindaklanjuti oleh para pengelola MGMP sehingga model pembelajaran bahasa
Inggris komunikatif ini dapat didiskusikan, direncanakan, disempurnakan dan
diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Inggris.Selanjutnya, model pembelajaran
ini dapat disebarluaskan kepada guru-guru bahasa Inggris.
c. Bagi Tim Pengembang Kurikulum Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang dapat
ditindaklanjuti oleh Tim Pengembang Kurikulum Daerah agar dapat disepakati
penggunaannya secara meluas di daerah. Tim Pengembang Kurikulum Daerah dapat
memperbaiki dan menyesuaikan model ini sesuai dengan karakteristik siswa dan guru
di daerah.
d. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau landasan teoretis
bagi peneliti lanjutan yang tertarik mengkaji pembelajaran bahasa Inggris yang
berbasis pada pengembangan komunikatif lisan.