Upload
buiphuc
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemlihan Judul
Timor-Timur lepas dari Negara Kedaulatan Republik Indonesia dan
secara resmi menjadi negara sendiri yakni Negara Republik Demokratik
TimorLeste (RDTL) setelah jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan United Nations Missions In east Timor (UNAMET). Kemudian
karena perlu adanya kejelasan tentang daerah perbatasan maka ada kesepakatan
pengaturan antara Indonesia dengan TimorLeste mengenai perbatasan. Dasar
perbatasan itu berdasarkan perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dengan
Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Court Award (PCA) 1914 yang
kemudian dilakukan verifikasi lapangan bersama yang dimulai tahun 2002. Pada
tahun 2005, setelah dilakukan survei reconaisance dan delineasi
bersama,pemerintah kedua negara telah menyepakati Provinsial Agreement on
Land Boundary yang ditandatangani pada tanggal 8 April 2005 di Dili,
TimorLeste. (Dr. Sobar Sutisna, Sora Lukita, Sumaryo, Ludiro Madu, dkk : 2010).
Meskipun telah ada kesepakatan perbatasan antara Republik Indonesia
dan TimorLeste, namun persoalan perbatasan, khususnya di darat, dapat
digolongkan sebagai persoalan yang sangat unik. Perbatasan darat antara kedua
negara terdiri dari 2 bagian. Pertama, perbatasan di sekitar Oecusse yaitu suatu
enclave yang merupakan bagian negara kedaulatan TimorLeste yang berada di
Timor Barat (yang merupakan bagian wilayah Republik Indonesia di Provinsi
2
Nusa Tenggara Timur) dan terpisah sekitar 60 kilometer dari wilayah induknya.
Kedua, perbatasan sepanjang 149,9 km yang membelah pulau Timor menjadi
Timor Barat di Barat dan TimorLeste di Bagian Timur. Hingga saat ini, kedua
negara masih dihadapkan pada berbagai permasalahan krusial yang menyangkut
perbatasan darat Indonesia-TimorLeste, Baik dari aspek pembangunan siosial-
ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan pertahanan keamanan. (Ganewati
Wuryandari:2009).
Dengan masih adanya masalah perbatasan tersebut, maka sampai saat ini
perbatasan antara Republik Indonesia dan TimorLeste masih menjadi bahan
perbincangan. Terutama masalah keamanan perbatasan itu sendiri. Aktifitas lintas
batas merupakan salah satu masalah dan ancaman perbatasan antara kedua
negara. Perdagangan ilegal ke TimorLeste ternyata banyak menguntungkan.
Berkaitan dengan keamanan perbatasan dan kedaulatan nasional, adapun masalah
yang kerap terjadi di perbatasan RI-RDTL terutama berkaitan dengan kejahatan
lintas batas (cross border crimes) yang terorganisir seperti penyelundupan,
perdagangan ilegal (minyak tanah, bahan bakar kendaraan bermotor dan kejahatan
lainya). Pada umumnya jalur yang dipakai melewati hutan yang tidak dijangkau
oleh pos keamanan baik dari TimorLeste maupun dari pos keamanan Republik
Indonesia.
Mengingat ancaman terhadap isu perbatasan Republik Indonesia dan
Republik Democratic TimorLeste sangat penting untuk dibahas karena
konsekuensi ini berkaitan dengan keamanan perbatasan, human security dan
kedaulatan negara oleh karena itu, maka penulis sangat tertarik dan ingin
3
membahas masalah mengenai ancaman perbatasan yang berkaitan dengan
perdagangan ilegal di Kabupaten Belu.
B. Latar Belakang Masalah
Kurang lebih dua puluh empat tahun menjadi bagian dari wilayah
kedaulatan Indonesia. Timor-Timur pada akhirnya memilih untuk merdeka dan
berpisah dengan Indonesia. Pada tahun 1999 diadakan jajak pendapat yang
tepatnya dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus di bawah pengawasan United
Nation Mission in East Timor telah menghantarkan Timor-Timur menjadi negara
baru yaitu Republic Demokratic TimorLeste. Indonesia harus menerima
kenyataan untuk segera mengakhiri kekuasaanya ketika dalam jajak pendapat
334,580 rakyat Timor-Timur yang mewakili 78,5 persen dari total pemilih opsi
sebagai negara merdeka.Hanya 21,5 persen suara yang mewakili 94,388 rakyat
Timor Timur menerima opsi otonomi luas yang ditawarkan oleh Presiden
Republik Indonesia B.J. Habibie. Pengakuan internasional terhadap kemerdekaan
Timor –Timur pada tahun 2002 semakin mengukuhkan posisinya sebagai negara
berdaulat,dengan sebutan resmi Republic Democratic TimorLeste. (Ganewati
Wurnayandari: 2009).
Mengingat perbatasan sangat penting maka hal pertama yang dibicarakan
oleh dua negara yakni TimorLeste dan Indonesia adalah tapal batas yang pernah
ada antara Timor Barat dan Timor Timur.Sehingga pada tanggal 2 Februari 2002
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yaitu Hasan Wirayuda dan pemimpin
UNTAET yaitu Sergio Vierra de Mello, menandatangani kesepakatan untuk
4
mengatur prinsip Uti Posedeti Juris, yaitu memakai Konvensi 1904 yang telah
ditandatangani Portugis dan Belanda serta hasil keputusan Permanent Court of
Arbitration 1914, sebagai dasar hukum yang mengatur perbatasan RI-RDTL.
(Data dari Bapedda Belu, NTT 2009)
Sejauh ini kedua negara telah menandatangani persetujuan sementara
(provisional agreement) pada 8 April 2005 yang ditandatangani oleh Menlu RI
Hasan Wirayuda dan Menlu RDTL Ramos Horta. Namun hingga saat ini masih
sekitar 4 persen dari keseluruhan garis batas yang masih membuat permasalahan
karena Belum ada kesepakatan antara Indonesia dan TimorLeste terhadap
beberapa segmen garis batas. Masalah perbatasan kemudian menjadi isu yang
sangat penting untuk dibicarakan oleh Indonesia dan TimorLeste mengingat
perbatasan antar negara merupakan hal yang sangat sensitif, dan kemudian bisa
menjadi sumber masalah apabila tidak diperhatikan antara kedua negara
tersebut.
Kabupaten Belu adalah kabupaten yang berdiri pada tahun 1958 dengan
ibukota kabupaten adalah Atambua. Saat ini Kabupaten Belu sendiri mempunyai
garis batas sebagai berikut: Sebelah timur berbatasan dengan Repulik Demokratik
5
TimorLeste, Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan,Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Ombai,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Timor. Kabupaten Belu adalah
Kabupaten yang merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan darat dengan
TimorLeste.
Di Kabupaten Belu terdapat 8 kecamatan yang langsung perbatasan
dengan TimorLeste yaitu Tasifeto Barat, Tasifeto Timur, Nanaet Dubesi, Lasiolat,
Raihat, Lamaknen, Lamaknen Selatan, dan Kobalima timur.
(Data dari Bappeda Belu, 2009)
Permasalahan di wilayah perbatasan antar negara tidak hanya masalah
yang bersifat teknis demarkasi, tetapi juga cukup banyak permasalahan menonjol
yang bersifat sosial ekonomi, politik, budaya, hankam seperti pencurian sumber
daya alam, pelintas batas ilegal, perdagangan ilegal, penyelundupan dan bentuk-
6
bentuk kegiatan ilegal lainya. Aktifitas lintas batas di perbatasan Republik
Indonesia – TimorLeste menunjukkan bahwa persoalan keamanan perbatasan
bersifat kompleks. Menurut laporan ICG tanggal 4 Mei 2006, penyelundupan dan
lalu lintas ilegal adalah masalah utama di perbatasan Republik Indonesia dan
TimorLeste, yang harus diperhatikan. Pendekatan keamanan perbatasan yang
diterapkan sekarang ini telah memberikan kontribusi terhadap munculnya
masalah, melalui kapasitas penjagaan keamanan yang Belum memadai serta
kurangnya kerangka kerja bagi kegiatan perdagangan dan lalu lintas perbatasan
secara informal. Kedua hal ini menurut ICG telah menimbulkan kekerasan secara
sporadis dan menciptakan kesulitan-kesulitan ekonomi bagi banyak komunitas
masyarakat. Dengan demikian, salah satu upaya yang harus dilakukan untuk
menciptakan keamanan di daerah perbatasan adalah menciptakan perlindungan
kemanusiaan (human security) terhadap penduduk yang tinggal di daerah
perbatasan.
Sering terjadinya masalah-masalah yang berkaitan dengan keamanan.
Diantaranya adalah perdagangan ilegal di perbatasan RI-RDTL membuat
masyarakat di daerah Belu merasa terancam namun di lain pihak sebagai pelaku
perdagangan ilegal pun diuntungkan. Sumber potensi ancaman keamanan non-
tradisonal hadir di daerah perbatasan. Ada banyak macam perdagangan ilegal
diantaranya adalah banyak pencurian kendaraan bermotor yang kemudian akan
dijual ke TimorLeste. Selain itu contoh lainya adalah BBM (solar dan bensin),
minyak tanah, sembako. Kegiatan-kegiatan perdagangan ilegal biasanya melewati
jalan-jalan tikus yang jauh dari pantauan petugas keamanan. Kegiatan semacam
7
ini sudah menjadi saling ketergantungan antara masyarakat kedua negara.
Mayjend. TNI. Amir Syamsudin, Direktur C BAIS NTT mempertegas dan
mengakui bahwa terdapat hubungan ekonomi,sosial,budaya yang sangat erat di
antara masyarakat di perbatasan. Hal ini kemudian sangat berkaitan dengan
human security. Penduduk di sekitar perbatasan tidak merasa nyaman dengan
adanya pencurian kendaraan bermotor dan adanya kekurangan stok BBM dan
minyak tanah. Sehingga pada saat-saat tertentu masyarakat harus mengantri
bensin, bahkan kendaraan tidak dapat digunakan karena persediaan bensin telah
habis sebelum waktunya. Hal yang sama juga dialami masyarakat berkaitan
dengan minyak tanah. (Cahyo Pamungkas: 2009).
Dengan demikian, maka permasalahan perbatasan negara akan menjadi
kompleks di daerah perbatasan Kabupaten Belu. Untuk itu diperlukan adanya
keterlibatan aktif antara kedua negara dalam membangun daerah perbatasan yang
damai tanpa ada masalah, dan juga perlu adanya peraturan-peraturan yang
mengikat sehingga dapat mengurangi kejahatan lintas perbatasan negara. Faktor
kemiskinan, ketidakjelasan wewenang dan lepasnya Timor Timur dari Indonesia
melalui referendum yang kemudian menyisahkan persoalan pengungsi menjadi
salah satu bukti bahwa pengelolaan wilayah perbatasan sangat dibutuhkan
sehingga kesejahteraan dan keamanan dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar
perbatasan.
8
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan dalam latar belakang,
rumusan permasalahan yang perlu dikemukakan dalam kerangka pemikiran
mengenai ancaman keamanan perbatasan Indonesia dan TimorLeste studi kasus
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah yang menjadi permasalahan keamanan di daerah perbatasan RI-RDTL
yang merupakan ancaman keamanan perbatasan? Bagaimana peranan dari
pemerintah Indonesia mengatasi permasalahan ancaman keamanan yang terjadi di
daerah perbatasan, khususnya Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur?
D. Kerangka Pemikiran
D.1 Konsep Ancaman Keamanan
Dalam konsep-konsep tradisional, para ilmuwan biasanya menafsirkan
keamanan yang sederhana dapat dimengerti sebagai suasana bebas dari segala
bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan sebagai kondisi tidak
adanaya ancaman fisik (militer) yang berasal dari luar. Keamanan tradisional
adalah keamanan dalam arti sempit yang diartikan dalam keamanan negara
(state security) dimana adanya kemampuan suatu negara dapat
mempertahankan negara dan wilayahnya dan integritasnya dari negara lain
atau kelompok-kelompok lain dilihat lebih kepada penggunaan kekuatan
militer. Sumber-sumber ancaman berasal dari ancaman militer, oleh karena itu
dalam mengatasi sumber-sumber ancaman itu adalah dengan memperkuat
kemampuan militer, baik secara kualitas maupun kuantitas.
9
Ada 3 ciri penting dari pengertian tradisional itu sendiri yaitu pertama,
identifikasi “nasional” sebagai “negara”; kedua, ancaman diasumsikan berasal
dari luar wilayah negara; dan, ketiga, penggunaan kekuatan militer untuk
menghadapi ancaman-ancaman itu. Tak heran jika Arnold Wolfrers dalam
bukunya perpecahan dan kolaborasi sampai pada kesimpulan, bahwa masalah
utama yang dihadapi setiap negara adalah membangun untuk menangkal (to
deter) atau mengalahkan (to defeat) suatu serangan.
Dalam hubungan internasional banyak definisi mengenai keamanan
dari berbagai asumsi diantara definisi menurut Barry Buzan dalam bukunya
People,states,and Fear mengatakan bahwa: “Security, in any objective sense,
measures the absence of threat to acquired values, in a subjective sense, the
absence of fear that such values will be attacked” (Buzan,1991:4). Viotti dan
Kauppi juga telah mendefinisikan keamanan sebagai pertahanan dan
perlindungan dasar dari suatu negara,dan konsep keamanan ini berlaku untuk
individu maupun kelompok (Viotti dan Kauppi 1999:56). Sedangkan
pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan keamanan
sebagai suatu situasi yang terlindungi dari bahaya (keamanan
objective), adanya perasaan aman (keamanan subjektif) dan bebas dari keragu-
raguan.
Dari beberapa pengertian diatas dalam konteks sistem internasional
adalah kemampuan suatu negara untuk mempertahankan identitas
kemerdekaan dan integritas fungsional dari negara itu sendiri. Tentu saja
dalam mencapai keamanan negara kadang-kadang berada dalam situasi yang
10
sangat sulit. Hal ini diakibatkan banyak ancaman-ancaman yang terjadi dalam
mempertahankan keamanan itu sendiri. Sehingga yang menjadi landasan
utama dalam pendekatan keamanan dapat dilihat sebgai suatu pelaksanaan
kemerdekaan atas suatu ancaman yang datang atau adanya koordinasi baik
dari negara maupun masyarakatnya untuk mempertahankan identitas
kemerdekaan terhadap ancaman dari kekuatan-kekuatan tertentu yang dapat
menganggu keamanan.
Dalam konteks ini, meskipun keamanan nasional akan
diidentifikasikan sebagai keamanan negara, dengan asumsi bahwa negara
tidak lagi menghadapi gugatan atas legitimasinya, maka ia perlu mengandung
sedikit-dikitnya tiga komponen: kedaualatan wilayah, lembaga-lembaga
negara (termasuk pemerintahan) yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya
dan terjaminya keselamatan, ketertiban serta kesejahteraan masyararat.
Ancaman militer hanya merupakan sebagian dari dimensi ancaman
keamanan non-tradisional. Ancaman non tradisional adalah keamanan dalam
arti luas dimana penggunaan senjata militer tidak menjadi titik fokus utama
dan endekatan dalam konsep keamanan Non Tradisional beranggapan bahwa
keamanan seluruh entitas politik ada dibawah negara (state actors), selain dari
tekanan yang berasal dari lingkungan internasional, juga berasal dari
lingkungan domestik dalam artian bahwa negara dapat menjadi sumber
ancaman keamanan warga negara. Yang diperhatikan adalah isu-isu baru
dalam tataran individual maupun global yang perlu dilindungi karena sifat dari
ancaman keamanan itu sendiri bersifat multidimensional dan kompleks,
11
ancaman keamanan dewasa ini tidak saja berasal dari militer akan tetapi
berasal dari faktor lainnya seperti terjadinya perompakan, konflik etnik,
masalah lingkungan hidup, kejahatan internasional, dan sebagainya.
Diskursus kontemporer yang memberikan definisi keamanan secara
fleksibel dan longgar, dengan memasukkan usur dan perspektif yang tidak
terdapat dalam diskurus tradisonal. Dimana keamanan bukan hanya berkaitan
dengan militer tetapi lebih menyangkut dimensi-dimensi lain. Keamanan
bukan hanya terbatas pada dimensi militer, seperti yang sering diasumsikan
dalam diskusi tentang konsep keamanan, tetapi merujuk pada seluruh dimensi
yang menentukan eksistensi negara. (termasuk di dalamnya) upaya
memantapkan keamanan internal melalui bina-bangsa, ketersediaan pangan,
fasilitas kesehatan, uang, dan perdagangan maupun melalui pengembangan
senjata nuklir.
Dalam buku Barry Buzan yang berjudul People State And Fear :An
Agenda For International Security Studies in Post Cold Era, dikatakan bahwa
keamanan yang dimaksud bukan hanya sebatas pada keamanan saja tetapi
mencakup beberapa aspek diantaranya keamanan militer, ekonomi, sosial dan
keamanan lingkungan. Oleh karena itu Buzan juga menegaskan ada lima
bentuk ancaman yang menyebabkan hadirnya ketidakamanan nasional (Buzan:
1991).
Pertama yakni militer. Pada tingkat ancaman militer terhadap suatu
negara bervariasi, tergantung apa yang menyebabkan konflik tersebut.
Contohnya: Mulai dari pelanggaran batas teritorial, hukuman, perebutan batas
teritorial negara, invasi, sampai ancaman pembumi-hangusan sebuah negara
12
dengan adanya blokade pengeboman. Tujuannya juga beragam, mulai dari
persoalan minor seperti pelanggaran batas laut teritorial, sampai perbedaan
paham yang dianut negara lain.
Kedua yakni politik. Ancaman politik dibagi menjadi dua jenis yaitu
ancaman politik dalam negeri dan ancaman politik luar negeri. Ancaman
politik dalam negeri meliputi stabilitas organisasi pemerintah. Tujuannya bisa
untuk menekan pemerintah yang berkuasa dalam kebijakan yang diambil,
menggulingkan pemerintah, atau menciptakan intrik politik yang mampu
menganggu jalannya pemerintahan sehingga pula melemahkan kekuatan
militernya. Ancaman politik boleh jadi merupakan ancaman umum yang
terdapat di semua bangsa-bangsa di dunia, tanpa melihat besar atau kecilnya
baik negara maupun kekuatan yang dimilikinya. Sedangkan ancaman politik
luar negeri berkaitan erat dengan ideologi. Contohnya AS yang sangat anti
komunisme, berupaya untuk menggeser pemerintahan pro Uni Soviet di Chili,
Guatemala atau Nicaragua. Perubahan tersebut, mutlak mengubah kehidupan
bernegara di bangsa yang bersangkutan baik itu bersifat positif maupun
negatif.
Ketiga yakni acaman sosial. Perbedaan antara ancaman politik dan
ancaman sosial yang dapat terjadi di sebuah negara adalah sangat tipis.
Ancaman sosial biasanya terjadi sebagai imbas dari ancaman militer dan
politik seperti yang terjadi di jazirah Arab dengan Israel, atau dapat pula dari
perbedaan kultur, seperti penetrasi umat Islam fundamentalis terhadap
kebijakan dunia Barat. Bentrokan antara perbedaan bahasa, agama dan kultur
tradisional masyarakat dengan nilai-nilai yang dilihat cenderung lebih baik
13
yang dianut negara lain khususnya negara barat, yang telah menimbulkan
gejolak sosial antara yang pro dengan yang kontra.
Keempat yakni ekonomi. Ancaman ekonomi merupakan ancaman
yang paling sulit diatasi dalam kaitannya dengan keamanan nasional. Bukan
saja hal ini dapat berarti kokoh atau tidaknya sebuah bangsa, namun
keberhasilannya pun ditentukan oleh banyak faktor. Negara dalam hal ini
hanyalah salah satu aktor yang berperan dalam perekonomian dunia.
Kelemahan dalam bidang ekonomi, dapat menjadi jalan bagi bangsa asing
untuk mengontrol jalannya pemerintahan melalui bantuan ekonomi. Jika
negara tersebut tidak mampu segera bangkit dari aspek struktural tersebut,
maka keruntuhan sebuah negara tinggal menunggu waktu. Hubungan antara
ekonomi dan kemampuan militer saling berkaitan. Kemampuan kemiliteran
suatu negara bukan hanya terletak pada persediaan dari strategi peralatan
tetapi juga pada barang yang dihasilkan suatu industri yang mampu
mendukung pasukan bersenjata. Untuk kekuatan utama, artinya sebuah
perusahaan industri mampu menghasilkan beraneka macam senjata masa kini.
Kelima adalah ekologi. Ancaman ekologi bagi keamanan nasional
ibarat ancaman militer dan ekonomi yang dapat menghancurkan bentuk dasar
suatu negara. Secara tradisional, ancaman ekologi bisa dilihat sebagai
ketidaksengajaan, bagian dari kehidupan kondisi alam, dan suatu persoalan
dari pokok persoalan bagi agenda keamanan nasional. Gempa bumi, angin
topan, banjir, gelombang air pasang, dan musim kemarau mungkin
mengakibatkan kehacuran di suatu negara.
14
D.2 Konsep Wilayah Negara
Wilayah negara diartikan sebagai ruang dimana manusia yang menjadi
warga negara atau penduduk negara yang bersangkutan hidup serta
menjalankan segala aktifitasnya. Di dalam kondisi dunia sekarang ini, maka
sebuah wilayah negara tentunya akan perbatasan dengan wilayah negara
lainnya, dan di dalamnya akan banyak terkait aspek yang saling
mempengaruhi situasi dan kondisi perbatasan yang bersangkutan. Perbatasan
negara seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner di atas permukaan bumi
yang memisahkan wilayah satu negara dengan negara lainnya. Sejauh
perbatasan itu diakui secara tegas dengan traktat dan diakui secara umum
tanpa pernyataan tegas, maka perbatasan merupakan bagian dari suatu hak
negara terhadap wilayah. Atas dasar itu pula, maka setiap negara berwenang
untuk menetapkan batas terluar wilayahnya (Bakosurnatal: 2006).
Atas dasar itu, maka setiap negara berwenang utuk menetapkan batas
terluar wilayahnya. Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berbatasan
dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan dengan
Malaysia, Papuan New Guinea (PNG) dan TimorLeste. Sedangan di laut,
Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,
Filiphina, Palau, Papuan New Guinea, Australia, dan TimorLeste (Lemhanas
RI, Naskah Seminar KRA: 2004).
Mengenai wilayah negara, diatur dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
15
Pasal 1 ayat (1) menjelaskan: “Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah
Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu
kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan
kepulauan, dan teritorial beserta dasar laut dan tanah
dibawahnya, serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh
sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya”.
Ayat (4) berbunyi : “Batas Wilayah Yurisdiksi adalah garis
batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang
didasarkan atas hukum internasional”.
Ayat (5) berbunyi : “Batas Wilayah Yurisdiksi adalah garis
batas yang merupakan pemisah hak berdaulat dan kewenangan
tertentu yang dimiliki oleh negara yang didasarkan atas ketetuan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional”.
Ayat (6) berbunyi : “ Kawasan Perbatasan adalah bagian dari
Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas
wilayah negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat,
Kawasan Perbatasan berada di Kecamatan”
D.3 Konsep Kawasan Perbatasan
Dalam bahasa Inggris kawasan perbatasan sering disebut dengan
border, boundary, atau frontier. Dalam bahasa Indonesia juga sering disebut
dengan “kawasan perbatasan“ dan “wilayah perbatasan”. Martin I. Glassner
memberikan pengertian perbatasan baik boundary maupun Frontier.
Boundary tampak pada peta sebagai garis-garis tipis yang menandai bats
kedaulatan suatu negara. Sebenarnya boundary bukan sebuah garis,
melainkan sebuag bidang tegak lurus yang memotong melalui udara, tanah,
dan lapisan bawah tanah dari dua negara berdekatan. Bidang ini tampak pada
permukaan bumi karena memotong permukaan dan ditandai pada tempat-
tempat yang dilewati. Pemotongan lapisan bawah tanah menandai batas
operasi penambangan lapisan biji dari dua negara berdekatan, sedangkan
16
lapisan udara menandai batas yang menjaga dengan hati-hati ruang udara
mereka. Sedangkan frontier digambarkan sebagai daerah geografi politik dan
kedalamnya perluasan negara dapat dilakukan. Frontier merupakan sebuah
daerah, walau tidak selalu daerah yang memisahkan dua negara atau lebih
A.E Modie menyatakan bahwa boundary adalah garis-garis yang
mendemarkasikan batas terluar dari suatu negara. Dinamakan boundary
karena bersifat mengikat (bound) suatu unit politik. Sedangkan frontier
mewujudkan jalur-jalur (zona) dengan lebar beraneka yang memisahkan dua
wilayah berbeda negara. Pengaturan perbatasan harus ada supaya tidak timbul
kekalutan, karena perbatasan merupakan tempat berakhirnya fungsi
kedaulatan suatu negara dan berlakunya kedaulatan negara lain. Dinamakan
frontier karena terletak di depan (front) suatu negara.
Pasal 1 angka 4 UU 2008 Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara mendefinisikan batas wilayah negara adalah garis batas yang
merupakan pemisahan kedaulatan suatu negara yang didasarkan pada hukum
internasional, sedangkan pada pasal 6, kawasan perbatasan dimaknai sebagai
bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas
wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di
darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan.
Secara definisi terdapat perbedaan antara wilayah dan kawasan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online mendefinisikan “wilayah” sebagai
daerah (kekuasaan, pemerintahan, pengawasan), sedangkan “kawasan”
didefinisikan sebagai daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti
17
tempat tinggal, pertokoan, industri, dan lainnya. Jika merujuk pada UU
Nomor 43 Tahun 2008, dengan jelas dibedakan definisi wilayah (negara)
dengan kawasan (perbatasan). Wilayah (negara) adalah salah satu unsur
negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman,
perairan kepulauan, dan laut teritorial besera dasar laut dan tanah
dibawahnya, serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
yang terkandung didalamnya. Sedangkan kawasan (perbatasan) adalah
bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas
wilayah Indonesia dengan negara lain.
Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang memisahkan
satu daerah dengan daerah lain, tetapi juga sebuah garis dalam daerah
perbatasan, terletak batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai warga
negara yang harus dilakukan dengan undang-undang sebagai landasan hukum
tentang batas wilayah Negara Kedaulatan Republik Indonesia yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berdasarkan pada defInisi di atas, pada hakikatnya kawasan
perbatasan Republik Indonesia adalah batas berakhirnya kedaulatan penuh
dari Pemerintah Indonesia terhadap wilayahnya berikut segala isi di atas,
permukaan dan di bawahnya. Ini mengandung arti bahwa secara hukum
(nasional dan internasional) kedaulatan penuh Pemerintahan Republik
Indonesia hanya sampai pada kawasan-kawasan perbatasan Negara
kedaulatan Republik Indonesia yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam
menjalankan kedaulatan ini, pemerintah Indonesia berhak melakukan apa saja
18
(to govern itself) terhadap isi dan ruang kawasan perbatasanya sesuai dengan
cita dan tujuan negara Indonesia serta arah pembangunan negara Indonesia
sebagaimana telah digariskan dalam rencana-rencana pembangunan jangka
pendek dan jangka panjang. Di samping itu, dalam melaksanakan kedaulatan
penuhnya di kawasan perbatasan, pemerintahan Republik Indonesia berhak
segala campur tangan/intervensi dari pihak atau negara lain. Demikian juga
sebaliknya, Pemerintahan Republik Indonesia tidak boleh melakukan
intervensi terhadap kawasan yang bukan di bawah jurisdiksi kedaulatanya.
Intervensi terhadap kawasan perbatasan diperbolehkan sepanjang ada
kesepakatan antara permerintah Indonesia dengan pihak atau negara lain.
(Mahendra Putra Kurnia, Hukum Kewilayahan Indonesia; Harmonisasi
Hukum Pengembangan Kawasan Perbatasan NKRI Berbasis Teknologi
Geospasial, 2011).
E. Hipotesa
Dalam penelitian ini, hipotesa sementara, dalam hubungannya dengan
ancaman keamanan perbatasan Indonesia dengan negara tetangganya TimorLeste
disebabkan karena kurangnya perhatian dari pemerintah Indonesia terhadap
masalah pentingnya perbatasan dan masyarakat di sekitar daerah perbatasan
menyangkut tingkat kesejahteraan ekonomi, sarana infrastruktur yang tidak
merata di daerah perbatasan, Dengan demikian akan memberikan peluang yang
besar untuk terjadinya ancaman itu diantaranya perdagangan ilegal di daerah
perbatasan Kabupaten Belu yang merupakan daerah kedaulatan Negara
19
Kedaulatan Republik Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya peranan dari
pemerintah di sekitar daerah perbatasan dengan memperhatikan infrastruktur,
sarana dan prasarana, masalah ekonomi, dan masalah ksejahteraan.
F. Metode Penelitian
Dalam rangka untuk memperoleh data yang relatif lengkap serta dapat
dipercaya dalam penulisan ini, maka penulis menggunakan metode analisis
deskriptif. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui studi
kepustakaan atau (library research), yaitu dengan menggunakan dan
memanfaatkan data sekunder berupa bahan-bahan atau sumber tertulis seperti
buku-buku, majalah, jurnal, surat kabar, dokumen-dokumen resmi yang
dikeluarka oleh instansi terkait, field research yaitu langsung ke lapangan dan
langsung ke sumber dari beberapa instansi pemerintahan yang terkait guna
memperoleh data yang berkaitan dengan objek penelitian.
G. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan dilakukannya penelitian ini adalah (1) Melakukan identifikasi
ancaman-ancaman keamanan perbatasan di daerah Kabupaten Belu yang
merupakan daerah perbatasan antara Indonesia dan TimorLeste, (2) menyelidiki
faktor-faktor sebagai penyebab ancaman keamanan perbatasan di Kabupaten Belu
yang merupakan daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.
20
H. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh manfaat selain sebagai sumbang
pemikiran bagi dunia akademik, juga diharapkan dapat Penelitian ini bertujuan
untuk menambah wawasan, memahami situasi, dan ancaman keamanan di daerah
perbatasan yaitu di Kabupaten Belu yang merupakan daerah yang perbatasan
langsung dengan negara tetangga Timor Leste, sehingga dengan mengetahui
ancaman-ancaman keamanan perbatasan kiranya dapat membantu dalam
mencegah dan menanggulangi masalah-masalah tersebut sehingga keamanan dan
kenyamanan dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah sekitar perbatasan
Indonesia dan TimorLeste.
I. Jangkauan Penelitian
Jangkauan penelitian ini dimulai pada saat setelah jajak pendapat pada
tanggal 30 Agustus tahun 1999 dimana Timor-Timur melepaskan diri dari Negara
Kedaulatan Republik Indonesia dan kemudian menjadi negara sendiri yaitu negara
Demokrasi TimorLeste sampai dengan penulis mengadakan penelitian langsung di
lapangan pada bulan Juni sampai Juli tahun 2012.
J. Sistimatika Penulisan
Dalam peulisan hasil studi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab dan setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab yang jumlahnya tergantung pada besar dan
pentingnya persoalan yang dibahas. Secara lebih rinci sistimatika penulisan hasil
penelitian dapat disajikan sebagai berikut :
21
Bab I : Pendahuluan
Pendahuluan berisikan alasan pemlihan judul, latar belakang
masalah, rumusan masalah, kerangka pemikiran, hipotesa, metode
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jangkauan
penelitian, dan sistimatika penulisan
Bab II : Kondisi Umum Wilayah Perbatasan Indonesia-TimorLeste
Pada bab ini berisikan sejarah perbatasan antara negara Republik
Indonesia dan Negara Democratik TimorLeste dan membahas
tentang kondisi umum daerah perbatasan.
Bab III : Potensi Ancaman Dan Permasalahan Daerah Perbatasan
Pada bab ini membahas tentang potensi dan mengidentifikasikan
ancaman-ancaman keamanan yang ada di daerah perbatasan antara
Indonesia dan TimorLeste.
Bab IV : Peranan Pemerintah Republik Indonesia Dalam Penanggulangan
Ancaman Keamanan Perbatasan
Pada bab ini membahas mengenai peranan dari pemerintah
Indonesia, dan pemerintah daerah Kabupaten Belu dalam mencegah
dan menanggulangi masalah ancaman keamanan perbatasan antara
Indonesia dan TimorLeste.
Bab V : Kesimpulan
Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.