78
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat- giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa ini perkembangan perekonomian di Indonesia semakin meningkat seiring dengan semakin majunya sistem informasi yang bergerak cepat sesuai dengan perkembangan zaman.Dengan semakin pesatnya laju pembangunan, pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana peningkatan tersebut perlu dibarengi pula dengan penambahan sarana dan prasarana sebagai penunjang tercapainya kemakmuran bagi penduduk Indonesia. Majunya perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa Bank dan Lembaga Keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, kerjasama dagang, simpanan dan sebagainya. Untuk meningkatkan kinerja ekonomi, maka prioritas pemerintah dalam upaya mengembangkan perekonomian masyarakat salah satunya adalah 1

BAB I (Proskrip)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I (Proskrip)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian.

Dewasa ini perkembangan perekonomian di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

semakin majunya sistem informasi yang bergerak cepat sesuai dengan perkembangan

zaman.Dengan semakin pesatnya laju pembangunan, pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap

tahunnya mengalami peningkatan dimana peningkatan tersebut perlu dibarengi pula dengan

penambahan sarana dan prasarana sebagai penunjang tercapainya kemakmuran bagi penduduk

Indonesia.

Majunya perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan

usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar,

menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari

pemerintah melalui jasa-jasa Bank dan Lembaga Keuangan lain seperti bantuan modal,

pinjaman, kerjasama dagang, simpanan dan sebagainya. Untuk meningkatkan kinerja ekonomi,

maka prioritas pemerintah dalam upaya mengembangkan perekonomian masyarakat salah

satunya adalah memberikan dukungan perluasan akses terhadap kredit sebagai jawaban terhadap

kelesuan dunia Perbankan dan Lembaga Keuangan lainnya beberapa tahun terakhir ini. Hal itu

ditempuh mengingat bahwa permasalahan yang dihadapi di dalam sektor perekonomian adalah

upaya pemberdayaan pengembangan usaha dan perekonomian masyarakat terutama usaha skala

menengah dan kecil sehingga bantuan permodalan dan akses kredit dirasakan sangat membantu

bagi masyarakat dan pemerintah dalam hal pengembangan perekonomian di Indonesia. Oleh

sebab itu pemerintah melalui jasa dan peran perbankan dalam hal membantu masyarakat untuk

melakukan kegiatan usaha pada khususnya dan kegiatan ekonomi pada umumnya memberikan

bantuan berupa kredit atau pinjaman modal bagi para pelaku usaha baik usaha dengan skala

besar, menengah maupun kecil (Ahmad dan Abdul, 2008).

1

Page 2: BAB I (Proskrip)

Bank sebagai perantara dalam memobilisasi dana dari masyarakat yang mempunyai

kelebihan dana kepada masyarakat yang kekurangan dana. Dengan kata lain dengan jasa bank,

dana yang menganggur dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dapat digunakan oleh

masyarakat yang membutuhkan dana dalam pembiayaan berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan

bank sehari-hari tidak terlepas dari bidang keuangan sama seperti halnya dengan perusahaan

lainnya. Kegiatan pihak perbankan secara sederhana dapat kita katakan sebagai tempat melayani

segala kebutuhan nasabahnya.

Perbankan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit

dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, memegang peranan yang penting

didalam kehidupan perekonomian.Dimana setiap usaha, baik itu sektor industri, perdagangan,

pertanian, perhubungan dan lain-lain baik kecil, sedang, maupun besar memerlukan kredit untuk

pengembangan usaha.

Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai peranan penting dalam menunjang

perekonomian suatu negara karena fungsi utama bank adalah sebagai wahana yang dapat

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien. Dimana hal ini sesuai

dengan kegiatan utama suatu bank yaitu menghimpun dana melalui simpanan dan menyalurkan

dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun pinjaman.

Beragamnya jenis kegiatan usaha akan mengakibatkan beragam pula kebutuhan jenis

perkembangannya. Dalam prakteknya kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis,

begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat. Pembagian jenis-

jenis kredit yang disalurkan oleh bank dilihat dari berbagai segi antara lain segi kegunaan, tujuan

kredit, jangka waktu, jaminan dan sektor usaha yang akan dibiayai tersebut.

Salah satu yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan usaha

lembaga keuangan perbankan tersebut jika dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum

Islam bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari konsep usahanya serta teknik

operasional usahanya yang menyangkut jenis-jenis perjanjian yang digunakan. Dapat diyakini

bahwa kegiatan usaha yang diinspirasikan oleh sistem ekonomi kapitalis ini adalah dengan jalan

2

Page 3: BAB I (Proskrip)

menarik keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit yang dimanfaatkannya melalui dana

simpanan masyarakat yang kemudian dipinjamkan kembali kepada masyarakat dengan tambahan

berupa bunga. Dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan

giro, Bank Konvensional memberikan pinjaman dengan mensyaratkan pembayaran bunga yang

besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined rate).

Padahal nasabah yang mendapatkan pinjaman itu tidak mendapatkan keuntungan yang fixed and

predetermined rate juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung

yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal. Jadi mengenakan tingkat bunga untuk suatu

pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu diharamkan.

Dalam hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduknya adalah

beragama Islam, dapat menggunakan suatu sistem perbankan dan kegiatan ekonomi yang

berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan

bisnis dan transaksi umat.Bank Syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda dengan

pasar keuangan konvensional.Bank Syariah lahir dengan konsep dan filosofi interest free, yang

melarang penerapan bunga dalam semua transaksi perbankan karena termasuk kategori riba.

Terkait dengan hal tersebut, terdapat dalil yang melarang sistem riba, “…dan Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Terjemahan QS. Al-Baqarah: 275).

Perkembangan ekonomi syariah cukup pesat beberapa tahun belakangan terutama pada

sektor perbankan.Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip

syariah Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya ekonomi Islam yang bersumber dari

Al-Qur’an dan Al- Hadist.Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan bank yang

dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip

syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau

jasa dari dana (Sri, 2005).

Bank Pembiayaan Rakyat merupakan salah satu bidang perbankan yang mulai

menerapkan sistem ekonomi syariah.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu

lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip

syariah ataupun muamalah Islam. BPR Syariah didirikan sebagai langkah aktif dalam

3

Page 4: BAB I (Proskrip)

restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan

keuangan, moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluang terhadap

kebijaksanaan Bank Konvensional dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest).

Selanjutnya BPR Syariah secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem

perbankan Islam.

Pada dasarnya aktivitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak jauh berbeda

dengan BPR pada umumnya, perbedaannya terletak pada konsep dasar operasionalnya yang

berlandaskan pada ketentuan-ketentuan Islam.Hal pokok yang menjadi faktor pembeda BPR

Syariah dengan BPR konvensial yaitu adanya insentif bunga pada BPR konvensional dan insentif

bagi hasil pada BPR Syariah.

Pembiayaan dalam bank syariah merupakan salah satu tulang punggung kegiatan

perbankan, karena dari situlah industri perbankan dapat bertahan hidup dan berkembang. Prinsip-

prinsip yang mendasari pembiayaan bank syariah antara lain prinsip bagi hasil, prinsip jual-beli,

prinsip sewa dan prinsip pengambilan fee. Dari sekian banyak prinsip tersebut, prinsip jual beli

dan bagi hasil yang paling menonjol dan menjadi “trademark” dari produk-produk bank syariah.

Penyediaan fasilitas pembiayaan tersebut dialihkan dari Bank Indonesia kepada lembaga

lain, akses BPR Syariah untuk memperoleh sumber pendanaan selain dari penghimpunan dana

dari masyarakat lebih banyak diperoleh dari kerjasama pembiayaan dari Bank Umum Syariah

untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah BPR Syariah (Ahmad dan Abdul, 2008).

Jasa-jasa yang terkait dengan jasa pembiayaan yangditawarkan oleh BPR Syariah salah

satunya adalah pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah merupakan jasa pembiayaan

dengan mengambil bentuk transaksi jual-beli dengan cicilan.Pola pelayanan jasa murabahah

dengan memakai jenis pembelian berdasarkan pesanan. Pada perjanjian murabahah, bank

membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli

barang tersebut dari pemasok kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambah

suatu mark-up atau tambahan biaya yang dirundingkan dan ditentukan dimuka oleh bank dan

nasabah.

4

Page 5: BAB I (Proskrip)

Berdasarkan statistik Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia pada Desember 2010,

komposisi pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah sebagai

berikut:

Table 1.1

Pembiayaan BPRS (In Million Rp)

Akad 2006 2007 2008 2009 2010

Akad Mudharabah 26,351 41,714 42,952 52,781 65,471

Akad Musyarakah 65,342 90,483 113,379 144,969 217,954

Akad Murabahah 505, 633 716,240 1,001,743 1,269,900 1,621,526

Akad Salam 30 0 38 105 45

Akad Istishna 1,361 13,467 24,683 32,766 27,598

Akad Ijarah 6,783 3,661 5,518 7,803 13,499

Akad Qard 9,969 19,038 40,308 50,018 63,000

Multijasa 0 6,106 17,988 28,578 51,344

Total 615,469 890,709 1,256,610 1,586,919 2,060,437

Sumber: statistik BI, 2010

Dari data tersebut jelas bahwa akad jual beli dengan Murabahah menunjukkan posisi

lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa bank dan masyarakat lebih comfort terhadap jenis

pembiayaan ini dibandingkan dengan jenis pembiayaan lain seperti Mudharabah atau

Musyarakah.

Karena pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan terbesar maka penulis memilih

pembiayaan Murabahah sebagai variabel dependen, selain itu pola pembiayaan Murabahah yang

relatif mirip dengan pola pada kredit konsumtif yang di tawarkan oleh bank konvensional.

Faktor (variabel independen) yang diduga berpengaruh secara signifikan adalah margin

murabahah (Margin), dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan bermasalah atau non performing

financing (NPF).

Berdasarkan uraian dan data diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat suatu

penelitian dengan judul “Analisis pengaruh Margin Murabahah, Dana Pihak Ketiga dan Non

5

Page 6: BAB I (Proskrip)

Performing Financing (NPF) Terhadap Penyaluran Pembiayaan Murabahah Pada Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia”.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah margin murabahah BPR Syariah mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia?

2. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia?

3. Apakah Non Performing Financing (NPF) mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia?

4. Apakah margin murabahah, dana pihak ketiga (DPK) dan NPF secara bersama-sama

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran pembiayaan murabahah

pada BPRS di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Pengaruh margin murabahah pada BPR Syariah terhadap penyaluran pembiayaan

murabahah pada BPRS di Indonesia.

2. Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di

Indonesia.

3. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap penyaluran pembiayaan murabahah

pada BPRS di Indonesia.

4. Pengaruh margin murabahah, DPK dan NPF secara simultan terhadap penyaluran

pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

6

Page 7: BAB I (Proskrip)

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

a) Secara teoritis

Penulisan ini sebagai bentuk penambahan literatur terhadap pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan pemberian kredit

perbankan berdasarkan prinsip syariah.

b) Secara praktis

Secara praktis hendaknya hasil dari penelitian ini dapat memberikan jalan

keluar bagi seluruh pihak yang berkepentingan dengan pemberian kredit perbankan

dengan sistem syariah.

BAB II

7

Page 8: BAB I (Proskrip)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Grand Theory

1. Teori Pembiayaan

a. Teori Muhammad (2002)

b. Teori Antonio (1999)

2. Teori Pembiayaan Murabahah

a. Teori Antonio

b. Teori Wiroso

3. Teori Margin

a. Teori Muhammad (2005)

4. Teori Non Performing Financing (NPF)

a. Teori Syafi’i Antonio

A.1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

A.1.1. Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga

keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah

ataupun muamalah islam.

BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan

Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi

Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7

Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

8

Page 9: BAB I (Proskrip)

BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya

diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999

tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan

sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah

terutama bagi hasil.

A.1.2. Sejarah Perkembangan

Istilah Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat

Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai

Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis

lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama

Bank Pembiayaan Rakyat (BPR).

Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Pembiayaan

Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun

1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya.

Status hukum Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto

tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan

perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan,

seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari

(LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit

Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan

(LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan

itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan

lembaga-lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri

Keuangan.

Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak

dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta

diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR

Dana Mardhatillah, kec.Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera,

9

Page 10: BAB I (Proskrip)

kec.Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada

tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari

Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.

Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif

dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket

kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.

Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat

suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem perbankan

bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank).

UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

nampak lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan

dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi : Menyediakan

pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh BI.

Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No.

32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan

SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.

32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip

Syariah.

Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001

terdapat 81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang

berada di Indonesia.

A.1.3. Pendirian BPRS

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :

Persyaratan Umum

Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI

Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT

10

Page 11: BAB I (Proskrip)

Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT

Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I

dan Dati II

Wilayah pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah

kecamatan kedudukan BPRS

Permohonan Izin Arsip

Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :

Rencana akte pendirian dan AD BPRS

Rencana kerja BPRS pada tahun pertama

Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah

Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu

pada bank pemerintah

Permohonan Izin Usaha

Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan

melampirkan :

Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu

pada bank pemerintah

Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI

Photocopy NPWP BPRS

Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat

yang akan digunakan

Mengirimkan data pengurus BPRS

Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS

Persiapan Pra Operasional BPRS

BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk

memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin tempat

Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat –

11

Page 12: BAB I (Proskrip)

lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus

melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan

mempersiapkan logo bank.

Laporan Pembukuan

Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan

kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca Awal.

A.1.4. Tujuan Pendirian BPRS

Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber

hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111)

1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat

ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari

BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan.

Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada

masyarakat golongan ekonomi lemah.

2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi

arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan

kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam

permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di

kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor

perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi

masyarakat membukapeluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada

gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi.

3. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan

pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung

makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara

12

Page 13: BAB I (Proskrip)

pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh

kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam

mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang

yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa

meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula

meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.

Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan,

yaitu (Djazuli,2002: 108)

1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan

ekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan.

2. Meningkatkan pendapatan per kapita

3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.

4. Mengurangi urbanisasi.

5. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif

dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu

dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya

jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat

kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

A.1.5. Kegiatan Usaha

Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Permbiayaan Rakyat Syariah

(BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah.

13

Page 14: BAB I (Proskrip)

Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat

melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito

berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,

sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

A.1.6. Produk-Produk BPR Syariah

Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah :

a. Mobilisasi Dana Masyarakat

Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima

simpanan wadi’ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini

dapat digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji

(ONH), dll.

Simpanan amanah

Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat.

Akan penerimaan titipan ini adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak

menanggung resiko. Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil

yang didapat melalui pembiayaan kepada nasabah.

Tabungan wadi’ah

Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk

tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah.

Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian

dan dibayar setiap bulan.

14

Page 15: BAB I (Proskrip)

Deposito wadi’ah / deposito mudharabah

Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad

penerimaannya wadi’ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana

yang digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3

bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang menggunakan akad wadi’ah

mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi

hasil yang diterima dalam pembiayaan nasabah setiap bulan.

b. Penyaluran Dana

Pembiayaan mudharabah

Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank)

yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika

mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana,

sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan

kerja.

Pembiayaan musyarakah

Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak

digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-

sama.Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan

awal.

Pembiayaan bai bitsaman ajil

Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih

dulu pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan

membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.

Pembiayaan murabahah

Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan

pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang

15

Page 16: BAB I (Proskrip)

dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar

harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh

tempo).

Pembiayaan qardhul hasan

Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan

kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya

dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.

Pembiayaan Istishna’

Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan

barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah

dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan

kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme

pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan

nasabah.

Pembiayaan Al-Hiwalah

Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh

tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar

tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya.

Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana

BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar

dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

c. Jasa Perbankan Lainnya

Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar

pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik,

telepon, angsuran KPR, dll.

Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan

pembiayaan bai salam.

16

Page 17: BAB I (Proskrip)

A.2. Margin (Mark-Up)

A.2.1. Pengertian

Margin merupakan keuntungan bank dari akad murabahah yang dinyatakan dalam

bentuk persentase tertentu yang ditetapkan oleh bank syariah. Margin keuntungan

merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh bank syariah dari harga jual objek

murabahah yang ditawarkan bank syariah kepada nasabahnya.

Di dalam pembiayaan murabahah tidak mengenal adanya bagi hasil atau nisbah

tetapi menggunakan margin. Besarnya margin ditentukan pada:

1. Jangka waktu atau angsuran

2. Besarnya pembiayaan yang diajukan nasabah

A.2.2. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin

Menurut Muhammad (2004:192) faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam

penetapan margin antara lain:

1. Komposisi pendanaan

Bagi bank syariah yang sebagian besar pendanaannya diperoleh dari dana giro dan

tabungan maka penentuan margin akan lebih kompetitif dibandingkan jika suatu bank

yang pendanaannya porsi besar berasal dari deposito.

2. Tingkat persaingan

Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis sedangkan tingkat

persaingan masih longgar bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.

3. Resiko pembiayaan

Untuk pembiayaan yang pada sektor yang berisiko lebih tinggi, maka bank dapat

mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang berisiko lebih rendah.

4. Jenis nasabah

5. Kondisi perekonomian

Siklus ekonomi meliputi kondisi: revival, resesi, dan depresi.

6. Tingkat keuntungan yang diharapkan bank

17

Page 18: BAB I (Proskrip)

Apapun kondisinya dan siapapun debiturnya, bank dalam operasionalnya setiap tahun

tentu telah menetapkan berapa besar keuntungan yang dianggarkan. Anggaran

keuntungan inilah yang akan berpengaruh pada kebijakan penentuan besarnya margin

atau bank.

A.2.3. Metode Penentuan Profit Margin

Ada empat penentuan prfot margin (Muhammad, 2004.116-119), yaitu:

1. Mark-up Pricing

Adalah penentuan tingkat harga dengan memark-up biaya produksi komoditas

yang bersangkutan.

2. Target Return Pricing

Adalah penentuan harga jual produk yang bertujuan mendapatkan tingkat return

atas besarnya modal yang diinvestasikan. Dalam bahasan keuangan dikenal

dengan Return on Investment (ROI). Dalam hal ini perusahaan akan menentukan

beberapa return yang diharapkan atas modal yang telah diinvestasikan.

3. Perceived-Value Pricing

Adalah penentuan harga dengan tidak menggunakan variabel harga sebagai dasar

harga jual. Harga jual didasarkan pada harga produk pesaing dimana perusahaan

melakukan penambahan atau perbaikan unit untuk meningkatkan kepuasan

pembeli.

4. Value Pricing

Adalah kebijakan barang yang kompetitif atas barang yang berkualitas tinggi.

Penentuan harga dalam pembiayaan di bank syariah dapat menggunakan salah

satu diantara ke empat model tersebut diatas. Namun yang lazim digunakan oleh

bank syariah saat ini adalah dengan menggunakan metode going to rate pricing,

yaitu menggunakan tingkat suku bunga pasar sebagai rujukan (bench-mark).

Penentuan harga jual produk pada bank syariah harus memperhatikan ketentuan-

ketentuan yang dibenarkan menurut syariah. Oleh karena itu, metode penentuan

harga jual berdasarkan pada mark-up pricing maupun target return pricing dapat

digunakan dengan melakukan modifikasi.

18

Page 19: BAB I (Proskrip)

Penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika

berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasulullah secara transparan menjelaskan

berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan

berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara yang dilakukan Rasulullah dapat dipakai

sebagai salah satu metode bank syariah dalam menentukan harga jual produk murabahah.

Dengan demikian secara matematis harga jual barang oleh bank kepada calon nasabah

pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Muhammad, 2005.

140):

Harga Jual Bank= Harga Beli Bank+Cost Recovery+Keuntungan

Cost Recovery= Proyeksi BiayaOperasiTarget Volume Pembiayaan

Margin Dalam Presentase=Cost Recovery+KeuntunganHargaBeli

X 100 %

Biaya yang dikeluarkan dan harus dikembalikan (cost recovery) bisa didekati

dengan membagi proyeksi biaya operasional bank, dengan target volume pembiayaan

murabahah di bank syariah. Angka-angka tersebut dapat diperoleh dari Rencana Kerja dan

Anggaran Perusahaan (RKAP). Angka yang diperoleh kemudian ditambahkan dengan

harga beli dari pemasok dan keuntungan yang diinginkan sehingga didapatkan harga jual.

Margin dalam konteks ini adalah cost recovery ditambah dengan keuntungan bank .

apabila margin ini dihitung presentasenya tinggal dibagi dengan harga beli barang

dikalikan 100%. Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah presentase margin ini

dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark, agar

pembiayaan murabahah kompetitif margin murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga

pinjaman.

A.3. Dana Pihak Ketiga

A.3.1.Dana Yang Berasal Dari Masyarakat Luas

19

Page 20: BAB I (Proskrip)

Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan

merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber

dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan

sumber lainnya. Mudah dikarenakan asal dapat memberikan bunga yang relatif lebih

tinggi dan dapat memberikan fasilitas menarik lainnya seperti hadiah dan pelayanan yang

memuaskan menarik dana dari sumber ini tidak terlalu sulit. Kemudian keuntungan

lainnya adalah dana yang tersedia di masyarakat tidak terbatas. Kerugiannya adalah

sumber dana dari sumber ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri baik

untuk biaya bunga maupun biaya promosi.

Dalam bahasa sehari-hari kata simpanan sering disebut dengan nama rekening atau

account, dimana artinya sama. Dengan memliki simpanan atau rekening berarti memiliki

sejumlah uang yang disimpan di bank tertentu atau dengan kata lain simpanan adalah

dana yang dipercayakan oleh masyarakat untuk dititipkan di bank. Dana kemudian

dikelola oleh bank dalam bentuk simpanan seperti rekening giro, rekening tabungan, dan

rekening tabungan untuk kemudian diusahakan kembali dengancara disalurkan ke

masyarakat.

Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam

jenis simpanan (rekening). Sumber-sumber dana yang dimaksud ialah sebagai berikut :

1. Simpanan Giro

Pengertian giro menurut undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tanggal

10 November 1998 adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara

pemindahbukuan. Dapat ditarik setiap saat, maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di

rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang

tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi persyaratan lain yang

ditetapkan oleh bank yang bersangkutan seperti keabsahan alat penarikannya.

Perkembangan rekening giro pada bank, tidak hanya melulu berdasarkan kepentingan bank

semata-mata, tapi juga kepentingan masyarakat modern, karena giro adalah uang giral yang

juga dipergunakan sebagai alat pembayaran, aitu melalui penggunaan cek. Dalam kehidupan

20

Page 21: BAB I (Proskrip)

modern sekarang, motif transaksi dan berjaga-jaga yang paling banyak mewarnai alasan

penguasaan uang tunai. Bagi pengusaha (kecil, menengah, maupun besar) dan kaum

menengah ke atas, mempunyai rekening giro pada bank sudah merupakan kebutuhan mutlak

demi kelancaran berbagai urusan bisnis dan urusan pembayaran.

Penggunaan cek dalam transaksi pembayaran telah melampaui jumlah penggunaan

uang kartal.Salah satu segi yang amat penting dalam peningkatan jumlah pemegang giro

adalah kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut dan pelayanan (service) yang

menyenangkan nasabah. Dengan dua hal diatas, merupakan semacam promosi langsung

dimana nasabah-nasabah tentu akan bercerita dengan teman-temannya tentang kesenangan

mereka atas pelayanan bank yang cepat, tepat dan menyenangkan disamping keramah-

tamahan pekerja bank yang merupakannnn syarat penting.Melalui servis yang baik dan

menyenangkan serta tempat/ruangan nasabah yang nyaman dengan pelayanan yang ramah,

banyak pemegang rekening baru akan berdatangan setelah mendengar cerita teman-

temannya tentang servis yang memuaskan, hal ini tentu amat menguntungkan bank karena

dana giro yang dianggap sebagai dana besar yang termurah, akan terus berkembang dan

bertambah secara meyakinkan. 

2. Simpanan Tabungan

Berbeda dengan simpanan giro, simpanan tabungan memiliki ciri khas

tersendiri.Jika simpanan giro digunakan oleh para pengusaha atau para pedagang dalam

bertransaksi maka simpanan tabungan digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan

oleh perorangan baik pegawai, mahasiswa, atau Ibu rumah tangga.Kemudian bank dalam

menetapkan suku bunga juga berbeda dalam arti rata-rata suku bunga simpanan tabungan

lebih tinggi dari jasa giro yang diberikan kepada nasabah.Seperti halnya simpanan giro,

simpanan tabungan juga mempunyai syarat-syarat tertentuu bagi pemegangnya dan

persyaratan masing-masing bank berbeda satu sama lainnya. Disamping persyaratan yang

berbeda, tujuan nasabah menyimpan uang direkening tabungan juga berbeda sesuai dengan

sasarannya.Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998

adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu

21

Page 22: BAB I (Proskrip)

yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang

dipersamakan dengan itu.

Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian atau

kesepakatan yang telah dibuat antar bank dengan si penabung.Misalnya dalam frekuensi

penarikan, apakah 2 kali seminggu atau setiap hari atau mungkin setiap saat.Yang jelas

haruslah sesuai dengan perjanjian sebelumnya antara bank dengan nasabah.Kemudian dalam

hal sarana atau penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya. 

Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat

dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.

Dewasa ini ada 4 macam tabungan yang diselenggarakan bank, yaitu Tabungan

Pembangunan Nasional (Tabanas), Tabungan Ongkos Naik Haji (ONH),Tabungan Asuransi

Berjangka (Taska) dan tabungan lainnya.Selain dari tiga macam bentuk dana dari pihak

ketiga diatas, yaitu Giro, Deposito dan Tabungan masih ada beberapa macam dana pihak

ketiga lainnya yang diterima bank. Tetapi dana-dana ini sebaagian besar berbentuk dana

sementara yang sukar disusun perencanaannya. Misalnya setoran jaminan yaitu dana untuk

setoran jaminan L/C (dalam dan luar negeri) dan untuk jaminan Bank. Dana-dana ini

bersifat sementara saja dan pada saatnya tidak lagi berada pada bank. Yang juga termasuk

dalam kategori dana pihak ketiga lainnya adalah sertifikat bank yang dapat diperdagangkan

dalam Pasar Uang.Keseluruhan sumber dana bank sebagaimana telah digambarkan diatas,

dana yang merupakan sumber keuangan bank juga berfungsi sebagai kewajiban bank yang

harus dipenuhinya baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. 

3. Simpanan Deposito

Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya, di mana simpanan deposito

mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan dapat ditarik atau

dicairkan setelah jatuh tempo.Begitu juga dengan suku bunga yang relatif lebih tinggi dari

kedua jenis simpanan sebelumnya.

22

Page 23: BAB I (Proskrip)

Jatuh tempo artinya masa berakhirnya simpanan deposito.Artinya jika nasabah

meniympan uangnya dalam deposito berjangka untuk jangka waktu 3 bulan, maka uang

tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir yaitu setalah 3 bulan.

Sebagai contoh, jika seorang deposan mendepositkan uang tanggal 10 April 2000 untuk 3

bulan mendatang, maka tanggal jatuh temponya adalah setelah 3 bulan yaitu tanggal 10 Juli

2000 dan biasanya apabila dicairkan sebelum tanggal tersebut,maka si deposan akan

dikenakan denda (penalty rate) yang besarnya tergantung bank yang bersangkutan. Namun

dewasa ini banyak bank yang tidak mengenakan denda sekalipun ditarik sebelum jatuh

tempo.

Pengertian deposito menurut Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 adalah

simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan

perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Deposito atau simpanan berjangka adalah

simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka

waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.

Berdasarkan suatu jangka yang cukup lama menggunakan dana deposito untuk

keperluan pemberian kredit atau investasi lain jangka pendek yang menghasilkan. Kepastian

dana tersebut dapat dipergunakan oleh bank adalah karena ada jangka waktu tertentu yang

meyakinkan bank bahwa dana itu tidak akan ditarik, kecuali pada saat jatuh tempo. 

Untuk mencairkan deposito yang dimiliki deposan dapat menggunakan bilyet deposito atau

sertifikat deposito. Dalam praktiknya terdapat tiga jenis deposito yaitu deposito berjangka,

sertifikat deposito, deposit on call. 

Pembagian jenis simpanan ke dalam beberapa jenis dimaksudkan agar para

penyimpan mempunyai pilihan sesuai dengan tujuan masing-masing.Tiap pilihan

mempunyai pertimbangan tertentu dan adanya suatu pengharapan yang ingin

diperolehnya.Pengharapan yang ingin diperoleh dapat berupa keuntungan dari bunga dan

kemudahan atau keamanan uangnya.Sebagai contoh, tujuan utama menyimpan uang dalam

bentuk rekening giro adalah untuk kemudahan dalam melakukan pembayaran, terutama bagi

mereka yang bergelut dalam dunia bisnis dan biasanya pemegang rekening giro tidak begitu

23

Page 24: BAB I (Proskrip)

memperhatikan bunganya.Sedangkan bagi mereka yang menyimpan uangnya rekening

tabungan disamping kemudahan untuk mengambil uangnya juga adanya pengharapan bunga

yang lebih besar jika dibandingkan dengan rekening giro.

Kemudian tujuan menyimpan uang di rekening deposito dengan mengharapkan

penghasilan dari bunga yang lebih besar.Hal ini disebabkan bunga deposito yang diberikan

kepada deposan paling tinggi dari simpanan lainnya. Dengan demikian bagi bank simpanan

deposito merupakan dana mahal karena bunganya paling tinggi dan simpanan giro

merupakan dana murah, hal ini disebabkan bunga yang dikeluarkan oleh bank merupakan

bunga yang paling rendah.

A.4. Teori Non-Performing Financing

Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari

besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank syariah disebut non perfoming

financing (NPF). Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang

bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria

yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah

pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.

Menurut Syafi’i Antonio (2001) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap

kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit)

maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya.

Semakin ketat kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan

tingkat NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun.

1. Pengertian Non-Performing Finance

Non-Performing Finance atau Pembiayaan bermasalah secara umum adalah

Pembiayaan yang tidak lancar atau Pembiayaan dimana debiturnya tidakmemenuhi

persyaratan yang diperjanjikan, misalnya persyaratan mengenai pengembalian pokok

pinjaman, peningkatan margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan dan

sebagainya. Dalam pengertian khusus atau menurut BPRS, BPRS yang konservatif

24

Page 25: BAB I (Proskrip)

melihat Pembiayaan atau pinjamanan yang diberikannya sebagai aset yang berisiko (risk

asset) dan karenanya BPRS harus mengelola risiko yang melekat pada proses pemberian

pinjaman. BPRS semacam ini mengganggap bahwa laporan keuangan yang seharusnya

dihasilkan oleh debitur untuk disampaikan kepada BPRSnya, sebagai salah satu

pengelola berisiko. Sarana untuk risk management ini tidak ada, maka Pembiayaannya

menjadi bermasalah.

2. Faktor-faktor penyebab Non-Performing Finance (NPF)

Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat, maka

BPRS sebagai lembaga Pembiayaan, harus melakukan analisis melalui prinsip 5 C, guna

meminimalkan risiko bermasalahnya atau tidak kembalinya Pembiayaan. Kelima prinsip

tersebut meliputi :

1) Character

Keyakinan pihak BPRS bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, ataupun sifat-

sifat pribadi yang positip dan koperatip dan juga mempunyai rasa tanggung jawab

baik dari kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat

ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya.

2) Capacity

Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-

kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan

dilakukannya yang akan dibiayai dengan Pembiayaan dari BPRS. Jadi jelaslah

maksud dari penilaian terhadap capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha

yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat waktu sesuai

dengan perjanjian yang telah disepakatinya.

3) Capital

Penilaian terhadap jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.

Hal ini kelihatannya kontradiktip dengan tujuan Pembiayaan yang berfungsi sebagai

25

Page 26: BAB I (Proskrip)

penyedia dana. Namun memang demikianlah halnya dalam kaitan bisnis murni,

semakin kaya seseorang ia akan dipercaya untuk memperoleh Pembiayaan.

4) Collateral

Suatu penilaian terhadap barang-barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau

debitur sebagai jaminan atas Pembiayaan yang diterimanya. Manfaat collateral yaitu

sebagai alat pengamanan apabila uasaha yang dibiayai dengan Pembiayaan tersebut

gagal atau sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi Pembiayaannya dari

hasil usahanya yang normal.

5) Condition of economy

Condition of economy yaitu adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi,

budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi kondisi perekonomian pada suatu

saatmaupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat

mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh Pembiayaan.

Banyak faktor yang menyebabkan Pembiayaan tersebut menjadi bermasalah. Faktor-

faktor penyebab terjadinya Pembiayaan bermasalah, yaitu :

a) Faktor internal BPR Syariah

b) Faktor internal nasabah

c) Faktor eksternal

d) Faktor kegagalan bisnis

e) Faktor ketidakmampuan manajemen

A.5. Konsep Pembiayaan

A.5.1. Pengertian

Pembiayaan menurut UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.7

Tahun 1992 adalah “Penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan kesepakatan atau persetujuan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang

atau tagihan tersebut”.

26

Page 27: BAB I (Proskrip)

Menurut Muhammad (2002: 16-17) pembiayaan atau financing , yaitu

pendanaan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung

investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan

kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi

yang telah direncanakan.

Antonio (1999:219), pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu

pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang

merupakan defisit unit.

A.5.2. Tujuan, Fungsi dan Jenis Pembiayaan

1) Tujuan Pembiayaan

Arifin (2003:210) menyatakan bahwa tujuan pembiayaan merupakan

bagian dari tujuan bank sebagai perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan bagi

kesejahteraan stakeholdernya.Oleh karena itu tujuan pembiayaan harus memenuhi

visi, misi dan strategi usaha bank.

Selain untuk memperoleh keuntungan, tujuan pokok lainnya yang saling berkaitan

dengan pembiayaan adalah keamanan (safety).Menurut suyatno, et.al (1992: 15)

kemanan yang dimaksudkan adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk

uang, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya sehingga

keuntungan yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan.

2) Fungsi Pembiayaan

Sesuai dengan tujuan pembiayaan sebagaimana diatas, menurut Sinungan

(1983: 211) pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk:

a. Meningkatkan daya guna uang

b. Meningkatkan daya guna barang

c. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

d. Menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat

e. Stabilitas ekonomi

27

Page 28: BAB I (Proskrip)

f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional

g. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional

3) Jenis-Jenis Pembiayaan

Gambar 2.1.

Jenis-Jenis Pembiayaan

Menurut Antonio (1999: 219-229), sifat penggunaannya pembiayaan dapat

dibagi menjadi:

a. Pembiayaan Produktif

Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha,

baik usaha produktif, perdagangan, maupun investasi.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi:

1. Pembiayaan Modal Kerja

Pembiayaan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan (a)

peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,

maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas ataupun mutu hasil

28

Page 29: BAB I (Proskrip)

produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of

place dari suatu barang.

Unsur-unsur modal terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash),

piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya

terdiri atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang

dalam proses (working in process) dan persediaan barang jadi (finished

goods).

Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut,

dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk

mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-

komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun

perdagangan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa uang.

Sedangkan bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh

kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan meminjamkan uang,

melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah,

dimana bank bertindak sebagai penyandang dana(shahibul maal),

sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib).Skema pembiayaan

seperti ini disebut sebagai mudharabah (trust financing).Fasilitas ini dapat

diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara

periodik dengan nisbah yang telah disepakati. Setelah jatuh tempo,

nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil

(yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.

2. Pembiayaan Investasi

Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan

investasi yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan

rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru.

Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:

a. Untuk pengadaan barang modal

b. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah

c. Berjangka waktu untuk menengah panjang

29

Page 30: BAB I (Proskrip)

Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah

besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun

proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen

biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang

tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun

jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali)

pembiayaan.

Untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema

musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan

dengan prinsip penyertaan dan secara bertahap bank melepaskan

penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik

dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan

menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang

ada ataupun dengan mengundang pemegang saham baru.

b. Pembiayaan konsumtif

Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis digunakan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Kebutuhan komsumsi dapat dibedakan atas (a) kebutuhan

primer (pokok) yaitu: makanan, pakaian, tempat tinggal dan pendidikan, (b)

kebutuhan sekunder (kebutuhan tambahan) perhiasan, kendaraan, pariwisata

dan sebagainya.

Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk

pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema:

1. Jual beli dengan angsuran

30

Page 31: BAB I (Proskrip)

2. Al ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli

3. Al Musyarakah mutanaqishah atau descreasing partisipasion, dimana

secara bertahap untuk menurunkan jumlah partisipasinya

4. Ar Rahan untuk memenuhi kebutuhan jasa

Pembiayaan konsumsi tersebut biasanya digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan sekunder.Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat

dipenuhi dengan pembiayaan komersil.Seseorang yang belum mampu

memnuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin, dan oleh karena

itu wajib diberikan zakat atau sadaqah, atau maksimal diberikan pinjaman

kebajikan (al qard al hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian

pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.

Dalam operasionalnya jenis-jenis pembiayaan tersebut tersebut dalam

bentuk-bentuk produk operasional bank syariah seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Sedangkan pembiayaan yang akan dibahas adalah pembiayaan

murabahah.

A.6. Pembiayaan Murabahah

Murabahah merupakan bagian terpenting dalam jual beli dengan prinsip akad ini

mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam

(Wiroso,2005:14)

a. Pengertian Murabahah

Antonio (1999:121) mendefinisikan murabahah adalah jual beli barang pada

harga asal dengan tambahan keuntunganyang disepakati (margin). Dalam murabahah harus

memberitahu harga yang ia beli da menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai

tambahannya.

31

Page 32: BAB I (Proskrip)

Sedangkan menurut Wiroso (2005: 14) murabahah adalah akad jual beli barang

dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual

dan pembeli. Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dengan prinsip akad

ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam.

Dalam islam jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang di

Ridhai oleh Allah SWT. Karakteristik Murabahah adalah bahwa penjual harus memberi

tahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang

ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.

Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut

sebagai murabahah kepada pemesan pembeli.Dalam hal ini calon pembeli atau pemesan

dapat memesan kepada seseorang untuk membelikan sesuatu barang tertentu yang

diinginkannya. Kedua pihak membuat kesepakatan mengenai barang tersebut serta

kemungkinan harga asal pembelian yang masih sanggup ditanggung pemesan.Setelah itu

kedua belah pihak harus menyepakati berapa keuntungan atau tambahan yang harus

dibayar pemesan, jual beli antara kedua belah pihak dilakukan setelah barang tersebut ada

ditangan pemesan.

b. Landasan Murabahah

QS. An-Nisa 4

Artinya : “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)

harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan sukarela diantara kamu..”

QS Al-Baqarah 275

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual

beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan

dari Tuhan-Nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang

32

Page 33: BAB I (Proskrip)

telah diambilnya dahulu [176] (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah)

kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah

penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.

c. Syarat-syarat Murabahah

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad Murabahah adalah

(Antonio,2001: 102-103):

1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

2. Kontrak pertama harus sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan

3. Kontrak harus bebas dari riba

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah

pembelian.

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

Secara pirinsip jika syarat dalam poin (1), (4) atau (5) telah dipenuhi maka

pembeli memiliki pilihan (a) melanjutkan seperti apa adanya, (b) kembali kepada penjual

lalu menyatakan ketidak setujuannya atas barang yang dijual, (c) membatalkan kontrak.

Sesuai dengan sifat bisnis atau tijarah, transaksi murabahah memiliki beberapa

manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.Murabahah memberi banyak manfaat

kepada bank syariah.Menurut Antonio (1999: 127) salah satunya adalah keuntungan yang

muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.Selain itu

sistem murabahah juga sangat sederhana.Hal tersebut memudahkan penanganan

administrasi di Bank syariah.

Adapun kemungkinan resiko yang diantisipasi antara lain (Antonio,1999: 127-

128):

a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran

33

Page 34: BAB I (Proskrip)

b. Fluktuasi harga komperatif, ini terjadi bila suatu harga barang di pasar naik

setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak dapat mengubah harga

jual beli tersebut.

c. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena

berbagai sebab. Bisa saja rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau

menerimanya, karena itu sebaiknya dilindungi oleh asuransi.

B. Keterkaitan Antar Variabel

Pembiayaan dalam bank syariah merupakan salah satu tulang punggung kegiatan

perbankan, karena dari situlah industry perbankan dapat bertahan hidup dan berkembang.

Prinsip-prinsip yang mendasaripembiayaan bank syariah antara lain prinsip bagi hasil, prinsip

jual beli, prinsip sewa dan prinsip pengambilan fee. Dari sekian banyak prinsip tersebut, prinsip

jual beli (murabahah) dan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) yang paling menonjol dan

menjadi “trademark” dari produk-produk bank syariah.

Dominannya jenis pembiayaan murabahah dibandingkan jenis pembiayaan yang lain

disebabkan beberapa faktor. Dari sisi penawaran bank syariah, pembiayaan murabahah dinilai

lebih minim risikonya dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil. Selain itu

pengembalian yang telah ditentukan sejak awal juga memudahkan bank dalam memprediksi

keuntungan yang akan diperoleh.

M.Nadratauzzaman Hosen (2009)menyebutkan bahwa dari sisi permintaan nasabah, pembiayaan

murabahah dinilai lebih simple dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil.Hal ini lebih

disebabkan kemiripan oprasional murabahah dengan jenis kredit konsumtif yang ditawarkan oleh

perbankan konvensional, dimana masyarakat telah terbiasa dengan hal ini.

Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar besarnya pembiayaan

murabahah dapat memberikan dampak positif atau negatif bagi BPRS. Selanjutnya dikatakan

bahwa pengaruh positif atau negatif dari besarnya pembiayaan murabahah tersebut tergantung

pada kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tersebut dalam menyalurkan pembiayaan

agar tetap produktif dan dapat memanfaatkan perkembangannya tersebut.

34

Page 35: BAB I (Proskrip)

C. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang berkaitan dengan penyaluran pembiayaanyang pernah dilakukan

oleh peneliti-peneliti terdahulu, yaitu:

1. Lailiatul Masturoh (2009) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi dengan

judul “Anlisis Hubungan Total Aset dan Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di

Indonesia Pada Periode (2004-2007)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan kausalitas antara total asset dengan pembiayaan pada perbankan syariah, untuk

mengetahui hubungan impulse response function dari variable total asset dengan pembiayan

pada perbankan syariah, dan untuk mengetahui hubungan variance decomposition variable

total asset dengan pembiayaan pada bank syariah. Penelitian ini menggunakan model

ekonometrik yang sering digunakan dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan

stokastik adalah model Vector Autoregression (VAR). VAR merupakan suatu sistem

persamaan yang memperlihatkan setiap variable sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai

lag (lampau) dari variable itu sendiri dan nilai lag dari variable lain yang ada dalam sistem.

VAR dengan ordo p dan n buah variable tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai

berikut:

Dimana :

Yᵼ : Vektor variable tak bebas ( Y₁.ᵼ ,Y₂.ᵼ , Y₃.ᵼ )

A₀ : vector intersep berukuran n x 1

A₁ : matriks parameter berukuran n x 1

∑ᵼ : Vektor Residual (∑₁.ᵼ , ∑₂.ᵼ, ∑₃.ᵼ ) berukuran n x 1

Hasil penelitian, yaitu:

35

Page 36: BAB I (Proskrip)

1) Dari hasil penelitian, didapat kesimpulan bahwa ada hubungan timbal balik antara variable

total asset dengan variable pembiayaan.

2) Secara umum, Hasil impulse response adanya shock variable pembiayaan selalu

menunjukan respon yang positif, begitu juga sebaliknya.

2. M. Nadratauzzaman Hosen (2009) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal

yang berjudul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN

PEMBIAYAAN MURABAHAH BANK SYARIAH DI INDONESIA (PERIODE

JANUARI 2004 – DESEMBER 2008)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah permintaan pembiayaan murabahah dipengaruhi signifikan secara positif oleh

variabel akses, untuk mengetahui apakah margin, bunga, kurs, akses, inflasi dan nilai

jaminan signifikan terhadap permintaan pembiayaan murabahah. Model yang digunakan

untuk menganalisis data adalah model ekonometrika dengan model regresi karena relevan

dengan kerangka teori yang menjelaskan adanya variabel independent (margin, icons,

inflasi, kurs, akses, colt) terhadap variabel dependent (permintaan murabahah). Dimana

pengujian regresi yang dilakukan dengan metode backward, guna memperoleh model

dengan komposisi variabel yang hanya signifikan secara pasial saja. Hasilnya

menghilangkan dua variabel independent (inflasi dan nilai jamianan). dengan

menggunakan model persamaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Analisis Regresi:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + εi

Dimana:

Y= Variabel dependent (permintaan pembiayaan murabahah)

X1 = Margin murabahah (margin)

X2= Suku bunga kredit konsumtif bank konvensional (Icons)

X3= Inflasi (Inflasi)

X4= Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (Kurs)

X5= Akses yang dilihat dari total jumah cabang bank syariah di Indonesia (akses)

X6= Nilai jaminan pembiayaan murabahah (colt)

36

Page 37: BAB I (Proskrip)

Εi= error (Tingkat kesalahan atau tingkat gangguan)

Hasil penelitian, yaitu:

1) Permintaan pembiayaan murabahah dipengaruhi signifikan secara positif oleh variabel

Akses.

2) Permintaan pembiyaan muarabahah dipengaruhi signifikan secara negatif oleh variabel

margin muarabahah, bunga kredit konsumtif bank konvensional dan nilai tukar rupiah

terhadap dollar AS.

3) Variabel inflasi dan nilai jaminan telah dikeluarkan dari model, dikarenakan tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan murabahah.

3. Fike Mai Mandasari (2008) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi yang

berjudul: “SISTEM PENGENDALIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BPRS

BHAKTI HAJI MALANG”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem

pengendalian yang diterapkan pada BPRS Bhakti Haji Malang dalam mengelola pembiayaan

Murabahah. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data berdasarkan data primer dan

sekunder. Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengklasifikasi dan menyeleksi untuk

memastikan data yang diperoleh benar-benar relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara dengan Account Officerdan data-data yang berkaitan langsung dengan BPRS

Bhakti Haji Malang.

Hasil penelitian, yaitu:

1) Kegiatan pengendalian yang ada pada BPRS BHM tidak berpedoman pada pengendalian

tertulis melainkan berdasarkan pada petunjuk dan arahan direksi yang sesuai dengan

AD/ART, peraturan perundangan yang berlaku.

2) Sistem pengendalian BPRS BMH tercermin atas struktur organisasi, sistem dan prosedur

pembiayaan, serta usaha pengawasan dan pembinaan pembiayaan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya dengan

menitikberatkan pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan seperti

37

Page 38: BAB I (Proskrip)

margin, dana pihak ketiga dan pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing. Variabel

independen yang digunakan ada tiga, yaitu margin BPRS, Dana Pihak Ketiga dan pembiayaan

bermasalah (Non Performing Financing), sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah

total pembiayaan yang disalurkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di wilayah DKI Jakarta.

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No

.

Judul dan

Nama Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian

1. Anlisis

Hubungan Total

Aset dan

Pembiayaan Pada

Perbankan

Syariah di

Indonesia Pada

Periode (2004-

2007). (Lailiatul

Masturoh, Tahun

2009)

Total asset

Pembiayaan

pada

perbankan

syariah

Uji Vector

Autoregressio

n (VAR).

Adanya hubungan timbal

balik antara variable

total asset dengan

variable pembiayaan.

Secara umum, Hasil

impulse response adanya

shock variable

pembiayaan selalu

menunjukan respon yang

positif, begitu juga

sebaliknya.

2. Faktor-Faktor

Yang

Mempengaruhi

Permintaan

Pembiayaan

Murabahah Bank

Syariah Di

Indonesia

(Periode Januari

2004–Desember

Margin,

Bunga

Kurs

Variabel

Akses

Inflasi

Nilai

jaminan

Model regresi

dengan metode

backward,

guna

memperoleh

model dengan

komposisi

variabel yang

hanya

signifikan

Permintaan pembiayaan

murabahah dipengaruhi

signifikan secara positif

oleh variabel Akses.

Permintaan pembiyaan

muarabahah dipengaruhi

signifikan secara negatif

oleh variabel margin

muarabahah, bunga

38

Page 39: BAB I (Proskrip)

2008). (M.

Nadratauzzaman

Hosen, Tahun

2009)

secara pasial

saja.kredit konsumtif bank

konvensional dan nilai

tukar rupiah terhadap

dollar AS.

Variabel inflasi dan nilai

jaminan telah

dikeluarkan dari model,

dikarenakan tidak

memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap

permintaan murabahah.

D. Kerangka Pemikiran

Dewasa ini di Indonesia telah mulai banyak berdiri bank-bank Islam dengan sistem

syariah atau bank-bank konvensional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip-prinsip

Syariah.Dalam Bank Syariah, pemberi modal (kreditur) dan peminjam (debitur) menanggung

bersama resiko laba ataupun rugi.Proyek yang sedang dikerjakan sebagai jaminan sehingga

keduanya berusaha untuk menghadapi resiko secara adil. Menurut Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, jenis bank hanya dibagi atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Keduanya dapat menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.

Salah satu produk pembiayaan dalam BPRS adalah pembiayaan murabahah. Menurut

Wiroso (2005: 14) murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dn keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.  Pembiayaan

ini memiliki sistem tersendiri seperti pembiayaan lainnya. Pembiayaan ini dapat digunakan

39

Page 40: BAB I (Proskrip)

untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Nasabah juga harus memenuhi kewajibannya

kepada bank sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis antara bank dan nasabah.

Penyaluran pembiayaan murabahah yang dilakukan BPR Syariah bergantung dari

banyak faktor. Dalam penelitian ini, diduga terdapat tiga faktor yang akan berpengaruh

secara signifikan, yaitu Total Margin, Dana Pihak Ketiga dan pembiayaan bermasalah (Non-

Performing Financing).Sehingga dalam penelitian ini diperlukan suatu uji statistik untuk

menguji dan menganalisis apakah benar-benar variabel tersebut mempunyai pengaruh yang

signifikan.

Salah satu hubungan dan keterkaitan dengan variabel yaitu variabel NPF. Dimana,

kondisi pembiayaan pada bank syariah yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah

mempunyai hubungan yang erat dengan penyaluran pembiayaan. Dimana, Menurut Syafi’i

Antonio (2001) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga

perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPF maka akan semakin kecil jumlah

pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat kebijakan

kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan tingkat NPF) akan

menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun.

Murabahah menurut Wiroso (2005) adalah kegiatan terpenting dari jual beli dan

prinsip dengan akad ini mendominasi pendapatan bank di bank syariah. Atas penerimaan

angsuran murabahah yang dilakukan secara tunai, maka terdapat aliran kas masuk atas

pendapatan margin. Sehingga pendapatan margin murbahah tersebut merupakan unsur

pendapatan operasional bank syariah.

Berdasarkan temuan dari Nugroho (2005), Widyastuti dan Hendrianto (2010)

menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh antara volume pembiayaan yang diberikan oleh

bank syariah dengan penetapan dari margin pembiayaan tersebut. Tidak berpengaruhnya

volume pembiayaan ini mengindikasikan bahwa pembiayaan yang diberikan kemungkinan

sebagian besar tidak produktifsehingga tidak berkontribusi dengan margin.

Sedangkan Arumdhani (2011), menemukan adanya pengaruh yang signifikan dan

positif antara pembiayaan murabahah dengan margin murabahah. Sehingga setip kenaikan

40

Page 41: BAB I (Proskrip)

dari volume pembiayaan yang diberikan bank syariah bisa menambah besarnya margin yang

diterima bank tersebut.

Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka secara skema kerangka

pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: (Gambar 2.2)

Gambar 2.2.

Kerangka Pemikiran

41

Pembiayaan Murabahah

Pada BPRS (Y)

Margin

(X1)

Dana Pihak Ketiga

(X2)

NPF

(X3)

Page 42: BAB I (Proskrip)

E. Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun

berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk

pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997).

Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran tersebut di

atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Hipotesis 1

“Total margin pada BPRS berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran

pembiayaan murabahah pada Bank pembiayaan Rakyat Syariah”

2. Hipotesis 2

“Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan

murabahah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”

3. Hipotesis 3

42

Analisis Data:

1) Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Data Multikolinearitas Heteroskedastisitas Autokorelasi

2) Analisis Regresi Linier Berganda Koefisien Determinasi Uji statistic t Uji statistic F

Page 43: BAB I (Proskrip)

“Non-Performing Financing berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran

pembiayaan murabahah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”

4. Hipotesis 4

“Secara bersama-sama tingkat kecukupan Modal, Dana pihak ketiga, dan Non-

performing financing berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan

murabahah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian meliputi variabel dependen yaitu penyaluran

pembiayaan murabahah pada BPRS. Dengan variabel independennya yang terdiri dari Total

Margin, Dana Pihak Ketiga dan Non-performing Financing.Jenis data yang digunakan adalah

data sekunder, sedangkan metode analisis data menggunakan statistik Regresi linear

berganda, yang merupakan data tahunan dari tahun 2006-2010 di wilayah DKI Jakarta.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang memliki karakteristik yang relatif

sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Dimana teknik sampling yang digunakan dalam

43

Page 44: BAB I (Proskrip)

penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel sencara sengaja sesuai

dengan persyaratan sampel yang diperlukan.

Dalam penelitian kali ini, populasi yang digunakan adalah seluruh BPRS di wilayah

DKI Jakarta dalam periode Tahun 2006-2010.

C. Metode Pengumpulan Data

a. Sumber Data.

Data yang dikumpulan untuk penelitian ini adalah data sekunder berupadata

laporan bulanan BPRS mulai januari 2006 sampai Desember 2010.

b. Jenis data.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantititatif, antara lain:

- Laporan yang diterbitkan oleh Bank IndonesiaLaporan statistik dan ekonomi yang diterbitkan setiap bulan oleh Bank

Indonesia- Laporan wajib BPRS

Berupa laporan BPRS mengenai hasil usaha bank.

c. Metode Pengumpulan Data.

Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan metode studi dokumentasi

yakni mempelajari dokumen-dokumen dan laporan-laporan tahunan yang diterbitkan oleh

Bank Indonesia wilayah DKI Jakarta.

D. Metode Analisis Data

D.1. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi pada dasarnya adalah studi atas ketergantungan suatu variabel

yaitu variabel yang tergantung pada variabel yang lain yang di sebut dengan variabel

44

Page 45: BAB I (Proskrip)

bebas dengan tujuan untuk mengestimasi dengan meramalkan nilai populasi berdasarkan

nilai tertentu dari variabel yang di ketahui (Gujarati, 1996: 13-14).

Analisis regresi linier berganda ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Disini saya akan memberikan

contoh seperti artikel saya sebelumnya, lihat artikelnya disini. Sehingga yang saya cari

adalah pengaruh variabel bebas (independen variable) yaitu  Margin (X1), Dan Pihak

Ketiga (X2), Non Performing Financing (X3) terhadap variabel terikat (dependen

variable) yaitu Beta (Y).

Penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi linear berganda, dan

persamaan regresinya dapat dirumuskan sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto)1:

Y = β₀ + β₁X₁ +β₂X₂ + β₃X₃ + ε

Keterangan :

Y = Jumlah penyaluran pembiayaan (variabel terikat)

β₀ = Intercept, diinterpretasikan sebagai nilai Y jika variabel bebas (X₁,X₂,X₃) sama

dengan nol

βn = Koefisien variabel bebas,merupakan rata-rata perubahan per unit variabel terikat

terhadap variabel bebas dengan asumsi variabel bebas lain konstan.

X₁ = Tingkat Margin

X₂= Dana Pihak Ketiga

X₃= Pembiayaan Bermasalah/Non Performing Financing (NPF)

Ε =error, merupakan variabel lain yang juga mempengaruhi jumlah penyaluran

pembiayaan tetapi tidak dimasukan sebagai variabel dalam penelitian ini.

Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi dari model penelitian yang

akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data penelitian

tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dianggap

1 Suharyadi dan Purwanto, Statitiska untuk Ekonomi & Keuangan Modern 1, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), p. 276.

45

Page 46: BAB I (Proskrip)

relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan melalui uji stasioneritas data setelah itu

dilakukan pengujian uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi,

heterokedastisitas, dan multikoliniearitas, kemudian dilakukan uji statistik yang meliputi

uji signifikansi parameter individu (uji t statistik), dan uji signifikan silmutan (uji F

statistik), dan uji koefisiensi determinasi (R2).

D.2. Uji Stasioneritas Data

1) Uji Akar Unit Philips – Perron (PP) test

Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara

membandingkan nilai statisik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik

MacKinnon. Jika nilai absolute statistik PP lebih besar dari nilai krtitisnya, maka

yang yang diamati menunjukan stasioner dan jika sebaiknya nilai absolute statistik

PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data stasioner.

Langkah-langkah pengujian stasioner sebagai berikut , Hipotesis :

Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol

H1 : Data tersebut stasioner pada derajat Nol

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

- Jika PP test statistik > PP tabel (critical Value α = ...% maka, menolak Ho

dan menerima H1

- Jika PP test statistik < PP tabel (critical Value α = ...% maka, Ho diterima

dan menolak H1.

2) Uji Derajat Integrasi

Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner. Untuk menghindari

regresi langsung maka harus ditransformasikan data tersebut menjadi data stasioner.

46

Page 47: BAB I (Proskrip)

Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner,

maka diperlukan proses differensi data uji stasioner dan melalui proses differensi ini

disebut uji derakat integrasi.

Seperti uji akar PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan

stasioner. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP yang

diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik MacKinnon, Jika nilai

absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pad differensi tingkat pertama,

maka data dikatakan stasioner pada derajat kesatu. Akan tetapi, jika nilainya masih

lebih kecil maka uji integrasi perlu di lanjutkan pada differensi yang lebih tinggi

sehingga diperoleh data yang stasioner.

Langkah-langkah pengujian stasioner sebagai berikut, Hipotesis :

Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol

H1 : Data tersebut stasioner pada derajat Nol

Pengembilan keputusan dilakukan dengan kriteria :

- Jika PP test statistik > PP tabel (critical Value α = ...% maka, menolak Ho

dan menerima H1

- Jika PP test statistik < PP tabel (critical Value α = ...% maka, Ho diterima

dan menolak H1.

3) Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik data sekunder ini, maka peneliti melakukan uji

normalitas, multikolinearitas, uji heterokedasitsitas, dan uji autokrelasi.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual variabel dependen

dan independen berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas ini

menggunkan normality histogram (Insukindro, 2003:61)

47

Page 48: BAB I (Proskrip)

Uji normalitas melalui uji Jarque-Bera (J-B). Metde ini menggunakan

perhitungan skewness dan kurtosis. Nilai statistik JB didasarkan pada distribusi

Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai probabilitas statistk JB

lebih kecil dari α = 5 % maka terjadi permasalahan normalitas atau residual tidak

didistribusikan secara normal dan sebaliknya (Widarjono, 2007:54)

b) Uji Multikolinieritas

Hubungan yang menyatakan bahwa linear sempurna atau pasti, di antara

beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada atau

tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi

masing-masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing

variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi multikolinearitas dan sebaliknya.

c) Uji Autokorelasi

Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi

dengan residual observasi lainnya (Wing Wahyu Winarno, 2009). Autokorelasi

lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan

sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya.

Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang

bersifat antarobjek (cross section).

Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut Gujarati (2003), beberapa

penyebab autokorelasi adalah :

a) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman

b) Kekeliruan memanipulasi data

c) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.

Dalam penelitian ini menggunakan Uji Breusch-Godfrey (BG). Nama lainnya

adalah Uji Lagrange-Multiplier (Pengganda Lagrange).

Dimana konsekuensi dari adanya autokorelasi ini adalah (Gujarati, 1995) :

48

Page 49: BAB I (Proskrip)

1. Penaksiran tidak efisien, selang keyakinan menjadi lebar secara tidak perlu

dan pengujian signifikasinya kurang akurat.

2. Varian residual menaksir terlalu rendah.

3. Pengujian t dan f tidak sahih sehingga memberi kesimpulan yang

menyesatkan mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang ditaksir.

Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji

Breusch – Godfrey (BG Test) (Gujarati, 1995) :

Pengujian dengan BG Test dilakukan dengan meregresi variabel pengganggu Ui

dengan model autoregressive dengan orde sebagai berikut :

Ut = 1 Ut-1 + 2Ut-2 + …+ Ut- + t

Dengan Ho adalah 1 = 2 … = 0, dimana koefisien autoregressive secara

keseluruhan sama dengan nol menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada

setiap orde. Secara manual apabila X2 tabel, atau bisa dilihat dari nilai

probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Maka hipotesis

nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model dapat ditolak.

D.3. Pengujian Statistik

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara

individu atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji

Statistik ini meliputi Uji F, Uji-t, dan koefisien determinasi (R2).

a) Uji Simultan (Uji F-statistik)

Uji yang menunjukan apakah variabel independen dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Ditentukan dengan

melihat nilai F-tabel dengan F-hitungnya. Jika nilai probabilitas < 0,05 atau α =

5% dan jika F-hitung > t-tabel maka suatu variabel independen secara bersama-

sama mempengaruhi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:219)

49

Page 50: BAB I (Proskrip)

b) Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi mengukur seberapa besar kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah

antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen

dalam menjelaskan variabel dependen bersifat terbatas, jika mendekati satu maka

variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya (Kuncoro,

2003:220)

c) Uji Parsial (Uji t-Statistik)

Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen

secara individu terhadap variabel dependen dengan variabel yang lain konstan.

Dengan membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel.

Untuk nilai t tabel melihat dengan distribusi untuk α = 0,05 dan derajat n – k.

Maka dalam pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

Ho : β1 = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)

H1 : βi ≠ 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel h dependen)

D.4. Operasional Variabel Penelitian

Pada bagian ini, penulis akan mencoba menjelaskan masing-masing variabel yang

digunakan. Sebagai berikut:

1. Variabel Terikat (Dependen Variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang perilakunya dipengaruhi oleh variabel

lain (variabel bebas). Variabel terikat yang dijelaskan penelitian ini adalah:

penyaluran pembiayaan murabahah dapat diartikan sebagai besarnya jumlah

penyaluran pembiayaan BPRS kepada masyarakat melalui akad murabahah. Salah

satu yang menjadi faktor adalah adanya ketersediaan modal yaitu Dana pihak ketiga

agar dapat menyalurkan pembiayaan tersebut kepada masyarkat sebagai salah satu

cara dalam memberikan kesejahteraan yang lebih layak bagi masyarakat yang

membuuhkan bantuan.

50

Page 51: BAB I (Proskrip)

2. Variabel Bebas (independen variabel)

Variabel bebas yang dijelaskan penelitian ini adalah:

a) Total Margin

Margin merupakan keuntungan bank dari akad murabahah yang dinyatakan

dalam bentuk persentase tertentu yang ditetapkan oleh bank syariah.Margin

keuntungan merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh bank syariah dari

harga jual objek murabahah yang ditawarkan bank syariah kepada nasabahnya.

Dalam hal ini margin adalah variabel bebas yang diukur berdasarkan besarnya

tingkat return yang diperolehnya.

b) Dana Pihak Ketiga

Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank

dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya

dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika

dibandingkan dengan sumber lainnya. Dalam hal ini Dana Pihak Ketiga

merupakan variabel bebas yang diukur berdasarkan jumlah deposito, dana giro

dan rekening (tabungan).

c) Non-performing Financing

Pembiayaan bermasalah secara umum adalah Pembiayaan yang tidak lancar atau

Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan,

misalnya persyaratan mengenai pengembalian pokok pinjaman, peningkatan

margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan dan sebagainya.Dalam hal

ini pembiayaan bermasalah (NPF) merupakan variabel bebas yang diukur

berdasarkan kewajiban pengembalian pinjaman.

51

Page 52: BAB I (Proskrip)

Daftar Pustaka

www.bi.go.id

http://eprints.undip.ac.id/9685/SOEDARTO, MOCH. (2004) / ANALISIS FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN

RAKYAT (Studi Kasus pada BPR di Wilayah Kerja BI Semarang). Masters thesis,

program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

www.google.com

52