Upload
indah-lestarini
View
23
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
n
Citation preview
BAB I
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat dalam usaha pengembangan
ilmu kedokteran, khususnya tentang epilepsi.
1.4.2.Manfaat Aplikatif
1.4.2.1 Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan dalam usaha
pencegahan epilepsi yang diimplementasikan dalam bentuk pelayanan kesehatan
dan perencanaan program kesehatan. Dapat juga menjadi acuan sebagai bahan
sosialisasi yang bersifat penerangan kepada masyarakat.
1.4.2.2 Manfaat bagi Institusi Pendidikan (FK UNSRI)
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan sebagai bahan rujukan dan
pembanding untuk penelitian berikutnya.
1.4.2.3 Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai bekal ilmu untuk masa
depan.
BAB II
2.11. Hipotesis
2.11.1. Hipotesis Nol
Tidak ada hubungan antara usia penderita epilepsi dan etiologi epilepsi
pada penderita epilepsi rawat jalan di Poliklinik Epilepsi Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Juli 2010 - 30 Juni 2011.
2.11.2. Hipotesis Alternatif
Ada hubungan antara usia penderita epilepsi dan etiologi epilepsi pada
penderita epilepsi rawat jalan di Poliklinik Epilepsi Rumah Sakit Mohammad
Hoesin Palembang periode 1 Juli 2010 - 30 Juni 2011.
BAB III
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan
retrospektif yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara usia penderita
epilepsi dan etiologi epilepsi.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak
dan Poliklinik Epilepsi Dewasa) Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin
Palembang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2011.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua penderita epilepsi rawat jalan dan
epilepsi rawat inap di Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak dan Poliklinik
Epilepi Dewasa) Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang
periode 1 Juli 2010 – 30 Juni 2011.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita epilepsi rawat jalan di
Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak dan Poliklinik Epilepi Dewasa)
Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Juli 2010 –
30 Juni 2011 yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.3.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penderita epilepsi rawat jalan
yang datang dengan data rekam medik dalam waktu 1 tahun terakhir (1 Juli – 30
Juni 2011) tersebut.
3.3.3.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah penderita epilepsi rawat jalan
yang data rekam mediknya tidak lengkap (tidak memuat variabel–variabel
penelitian).
3.3.4. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan cara accidental
sampling. Pada accidental sampling semua anggota sampel yang memenuhi
kriteria inklusi diambil sebagai sampel dalam penelitian.
3.7. Kerangka Operasional
Semua penderita rawat jalan epilepsi di Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak dan Poliklinik Epilepsi Dewasa) RSUP Mohammad Hoesin periode 1 Juli 2010 – 30 Juni 2011.
Memenuhi kriteria inklusi
Etiologi epilepsi
Epilepsi Idiopatik Epilepsi Simptomatik
Usia penderita epilepsi
Perbandingan etiologi epilepsi antara kelompok usia bayi dan anak-anak, kelompok remaja dan dewasa, dan kelompokn tua
Hubungan usia penderita epilepsi dengan etiologi epilepsi
Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data
3.5. Definisi Operasional
3.5.2 Usia
Definisi : usia penderita epilepsi yang dibagi dalam kelompok usia
berdasarkan kriteria WHO dan Depkes RI.
Alat ukur : catatan rekam medik penderita epilepsi
Cara ukur : melihat catatan usia penderita epilepsi
Hasil ukur : 0-14 tahun (bayi dan anak-anak), 15-60 tahun (remaja dan
dewasa), >60 tahun (lansia)
3.8.1 Dummy Tabel (Tabel Analisis Data)
Tabel 1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Usia
< 1 tahun
1 – 4 tahun
5 – 14 tahun
15 – 60 tahun
>60 tahun
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Tabel 2. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinis
Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Tipe Serangan Epilepsi
General
Parsial
Etiologi Epilepsi
Idiopatik
Simptomatik
- Pascatrauma Kepala
- Infeksi
- Tumor Otak
- Stroke
Tabel 3. Distribusi Subjek Berdasarkan Kelompok Usia
Usia Jumlah (n) Persentase
(%)
Bayi dan anak-anak (0-14 tahun)
Remaja dan Dewasa (15-60 tahun)
Lanjut Usia (>60)
Tabel 4. Distribusi Subjek Berdasarkan Etiologi dan Kelompok Usia
Etiologi Kelompok Usia
Bayi dan
anak-anak
Remaja
dan
Dewasa
Lansia Total
(n)
%
Idiopatik
Simptomatik
Pascatrauma
Kepala
Infeksi
Tumor Otak
Stroke
Total
%
Tabel 5. Hubungan antara usia penderita rawat jalan epilepsi dan etiologi
epilepsi
Usia Etiologi Jumlah Nilai
ρ PRIdiopatik Simptomatik
Bayi dan Anak-
anak
Remaja dan
Dewasa
Lansia
Total
Pembagian Usia
1. Pembagian Usia Anak berdasarkan perencanaan PNBAI (Program Nasional
Bagi Anak Indonesia) 2015 tahun 2004 (Survei Kesehatan Nasional 2001) oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI
(2002)
Kelompok Umur anak;
1. < 1 tahun
2. 1 – 4 tahun
3. 5 – 14 tahun
Survei ini dilakukan untuk melihat kasus terbanyak penderita rawat jalan klinik
tumbuh kembang anak, termasuk epilepsi. Epilepsi dimasukkan dalam kategori
gangguan tumbuh kembang anak karena pada survey sebelumnya epilepsi
menduduki posisi ke-8 dalam 10 macam kasus terbanyak penderita rawat jalan
baru pada anak di Unit Rawat Jalan RSU Dr.Soetomo Surabaya tahun 2005
Sumber:
Irwanto, Suryawan A, Narendra MB. Penyimpangan Tumbuh kembang Anak.
Surabaya: Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Bagian Ilmu Kesehatan
Anak; 2006.
2. Pembagian Usia berdasarkan untuk keperluan perbandingan maka WHO
menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut:
a. Menurut tingkat kedewasaan:
0 - 14 tahun : bayi dan anak-anak
15 - 49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun keatas : tua
b. Interval Usia Anak:
< 1 tahun
1 - 4 tahun
5 - 14 tahun
Sumber:
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
3. Pembagian Usia berdasarkan WHO 2001 (Epilepsy-Regional Office for
South-East Asia)
A few common causes of secondary/provoked seizures in different age
groups:
a. Newborn
b. Infant (less than one year of age)
c. School-aged child
d. Young adult (15-25 years)
e. Adult (26-50 years)
f. Elderly citizen (50 plus)
4. Pembagian Usia berdasarakan Pembagian Usia di Rekam Medik Poliklinik
Epilepsi Anak dan Poliklinik Epilepsi Dewasa RSUP Mohammad Hoesin
Palembang
Poliklinik Epilepsi Anak : 0 – 14 tahun
Poliklinik Epilepsi Dewasa: 15 tahun – 34 tahun, 36 – 64 tahun, >65 tahun
5. Usia Anak secara Hukum menurut UNDANG-UNDANG TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK BAB I PASAL 1
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
6. Pembagian Usia Remaja berdasarkan IDAI (Ikatan Dokter AnakIndonesia)
Masih terdapat berbagai pendapat tentang umur kronologis berapa seorang
anak dikatakan remaja (perkembangan jiwa dan psikologi, perkembangan
fisik, kesejahteraan anak, dan pubertas)
Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik
Indonesia tahun 2006, remaja Indonesia (usia 10-19 tahun)
berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61% dari jumlah penduduk.3
Menurut WHO
Remaja adalah bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.
Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai
kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum menikah. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang
sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah.
Perkembagan masa remaja menurut teori perkembangan fisik dan emosional. Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yaitu masa remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun). Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan cepat pertumbuhan dan pematangan fisik. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa, dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua.
7. Pembagian Usia Tua
Usia yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda,
umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Di Indonesia, batasan lanjut usia
adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pad Bab 1 Pasal 1 Ayat 2.
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu:pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yangmenampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996).
Perbedaan Perkembangan Otak pada Kelompok Usia.
Tahapan embrional yang penting dalam perkembangan otak adalah
neurulasi, proliferasi, migrasi, mielinisasi dan sinatogenesis. Keadaan mulai lahir
sampai usia 5 tahun akan terjadi pertumbuhan fisik yang cepat diikuti dengan
perkembangan otak. Maturitas dari otak yang paling tinggi pada batang otak dan
terakhir pada kortek serebri. Setelah usia 5 tahun maka pertumbuhan otak berjalan
lambat, dan progresivitasnya untuk mencapai usia pertengahan masa kanak-kanak
biasanya antara usia 6-8 tahun. Sinaptogenesis terjadi secara cepat pada kortek
serebri saat 2 tahun dari kehidupan. Myelinisai paling cepat saat usia 2 tahun
pertama kemudian berlangsung lebih lambat setelah itu. Neuron-neuron yang
berhubungan (fungsi motorik, sensorik dan kognitif) mengalami mielinisasi yang
besar dimulai saat usia anak masuk sekolah (6 tahun) dan sel saraf area ini terjadi
mielinisasi yang lengkap antara usia 6-12 tahun. Lebih jauh lagi hal ini erat
hubungannya dengan maturasi hipokampus di mana terjadi mielinisasi pada anak-
anak.
Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah
terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan
sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia
atau kerusakan pada neuron atau glia, yang akhirnya dapat menimbulkan neuronal
epileptogenik.
Perbandingan elektrolit di dalam dan di luar sel pada susunan saraf pusat
anak-anak belumlah sempurna seperti dewasa. Demam yang sering terjadi juga
dapat menimbulkan peningkatan metabolisme dalam susunan saraf pusat.
Perbandingan elektrolit yang belum sempurna pada anak merupakan suatu
predisposisi kejang yang disebut kejang demam. Kecenderungan timbulnya
epilepsi yang diturunkan atau diwariskan biasanya terjadi pada masa anak-anak.
Hal ini disebabkan karena ambang lepas muatan yang lebih rendah dari normal
yang berarti neuron-neuron lebih mudah melepaskan muatan listriknya dan sel-sel
neuron hiperiritabel terhadap peningkatan suhu tubuh cenderung diturunkan pada
anak.
Pada saat dewasa, perbandingan elektrolit di dalam dan di luar sel pada
susunan saraf pusat seimbang sehingga menurunkan kejadian epilepsi pada
kelompok usia tersebut.
Pada lansia, terjadi perubahan terhadap beberapa sel-sel neuron di otak.
Proses menua adalah suatu proses berkurangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada sel-sel
neuron menyebabkan sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi yang
akhirnya dapat pula menimbulkan fokus epileptogenik.
2.3. Etiologi Epilepsi
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di
otak.
Etiologi epilepsi, yaitu:16
1. Idiopatik
Epilepsi idiopatik adalah epilepsi yang tidak diketahui
penyebabnya, diduga karena faktor genetik. Sekitar 70% kasus epilepsi
dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik Diperkirakan 50% dari
penderita epilepsi idiopatik adalah anak-anak. Kecenderungan
timbulnya epilepsi yang diturunkan tersebut dikarenakan sifat yang
menyebabkan penurunan ambang rangsang bangkitan yang lebih
rendah dari normal diturunkan pada anak, sehingga neuron menjadi
lebih hipereksitabel.
Pada epilepsi idiopatik diduga adanya kelainan genetik, yaitu
terdapat suatu gen yang menentukan sintesis dan metabolisme asam
glutamik yang menghasilkan zat Gama amino butiric acid (GABA)
yang merupakan penghambat (inhibitor) cetusan neuron yang
abnormal. Penderita yang secara kurang cukup memproduksi GABA
mempunyai kecenderungan untuk mendapat bangkitan epilepsi.
2. Kriptogenik
Epilepsi yang dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-
Gestaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan
ensepalopati difus.
3. Simptomatik
Epilepsi yang disebabkan oleh kelainan atau lesi pada susunan
saraf pusat, misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
tumor otak, gangguan peredaran darak otak, toksik (alkohol,obat),
metabolikdan kelainan neurodegeneratif. Sekitar 30% dari penderita
epilepsi dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik. Berbagai
macam kelainan di otak ini sebagai fokus epileptogenesis dapat
terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang
kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus
yang berlebihan.
a. Trauma Kepala
Mekanisme terjadinya kejang akibat trauma kepala adalah
iskemia akibat terganggunya aliran darah, efek mekanis dari
jaringan parut, destruksi kontrol inhibitorik dendrit, gangguan
sawar darah-otak, dan perubahan dalam sistem penyangga ion
ekstrasel.
Sekitar 50% kejang akan timbul 1 tahun setelah trauma, dan 20%
baru timbul 2 tahun setelah trauma. Kejang yang terjadi selama
minggu pertama setelah trauma kepala meningkatkan kemungkinan
kejang berulang spontan di kemudian hari.
b. Infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP)
Kejang dapat terjadi akibat fase akut atau sekuele dari
infeksi susunan saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh bakteri,
virus atau parasit. Infeksi merupakan penyebab sekitar 3% kasus
epilepsi simptomatik.
c. Tumor Otak
Kejang dapat merupakan gejala pada tumor otak tertentu,
khusunya meningioma, glioblastoma, dan astrositoma. Tumor yang
terletak supratentorium dan mengenai korteks kemungkinan besar
menyebabkan kejang. Insidensi tertinggi terjadi pada tumor yang
terletak di sepanjang ulkus sentralis disertai keterlibatan daerah
motorik. Semakin jauh tumor dari bagian ini, semakin kecil
kemungkinannya menyebabkan kejang.
d. Penyakit Vaskular
Arteriosklerotik dan Infark Serebrum merupakan kausa
utama kejang pada pasien dengan penyakit vaskular, hal ini tampak
pada peningkatan jumlah populasi orang berusia lanjut yang
menderita epilepsi akibat kelaianan vaskular. Infark yang meluas
ke sruktur-struktur subkorteks lebih besar kemungkinannya
menimbulkan kejang berulang.