Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAHAN AJAR Nama Mata Kuliah: Musik Teater Kode: SKS: 3 Semester: 1 MK Prasayarat: - Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan musik dalam pertunjukan karya teater.
Deskripsi Mata Kuliah: Mata kuliah keahlian berkarya yang mencakup pengenalan dan praktik dasar-‐dasar tata musik teater tradisi. Matakuliah ini membekali mahasiswa mengenal berbagai musik yang bersifat tradisional.
Materi Perkuliahan:
1. Jenis, bentuk, penerapan, praktik musik tradisi 2. Jenis, bentuk, penerapan, praktik musik umum.
BAB I
TINJAUAN MATAKULIAH MUSIK TEATER
Pendahuluan
Gambaran matakuliah Tata Musik Teater Nusantara adalah sebuah matakuliah keahlian berkarya yang mencakup pengenalan dan praktik dasar-dasar tata musik teater. Matakuliah ini membekali mahasiswa mengenal berbagai musik teater. Tujuan Instruksional Umum yang ingin dicapai setelah selesai mengikuti matakuliah ini kepada para mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mempraktekkan musik dalam pertunjukan karya seni teater.
Materi Perkuliahan pada matakuliah Musik Teater meliputi pemahaman tentang tata musik pada teater nusantara dan teater modern yang berdasar pada kekayaan etnik Nusantara, serta pengenalan Jenis, bentuk, serta penerapannya pada praktik musik tradisi dan praktik musik umum. Penulisan bahan ajar matakuliah Tata Musik Teater Nusantara ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika dalam setiap bab adalah sebagai berikut.
Bab I Membahas Tinjauan matakuliah Musik Teater yang meliputi model pembelajaran dan kontrak perkuliahan.
Bab II Membahas tentang pengetahuan musik teater dan berbagai konsep tata musik dalam teater I Lagaligo.
2
Bab III Menampilkan bahan ajar musik tradisi Sulawesi Selatan yang berisi petunjuk praktek beserta notasi musiknya.
Bab IV Menampilkan bahan ajar musik universal (umum), berisi praktek membaca notasi musik sebagai bekal para mahasiswa untuk mempelajari serta praktek musik secara umum.
Bab V Penutup
BAB II PENGETAHUAN MUSIK TEATER
A. Pengertian Teater
Teater merupakan kisah kehidupan manusia yang disusun untuk ditampilkan sebagai pertunjukkan di atas pentas oleh para pelaku dan ditonton oleh publik (penonton). Masyarakat awam sering menyamakan pengertian teater ini dengan drama. Drama menurut Herman J Waluyo kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu dramoai yang berarti berbuat, berlaku, beraksi, bertindak dan sebagainya. Dalam drama sering terdengar nama “Drama Turgi” , drama turgi adalah ajaran tentang masalah hukum, dan konvensi/ persetujuan drama.
Dalam teater banyak unsur-unsur yang mendukung terciptanya sebuah pementasan yang utuh. Salah satunya adalah musik. Pertunjukan teater baik tradisional maupun modern akan menggunakan spectakle-spectakle musik. Musik dalam seni pertunjukan teater pada umumnya menjadi bagian kedua atau hanya berfungsi sebagai elemen pendukung, akan tetapi music dapat sebagai unsur terpenting pertunjukan teater apabila konsepnya mengarah kepada teater musical semisal opera di budaya Barat ataupun Langendriyan di Pura Mangkunegaran di Jawa Tengah. Musik tidak hanya digunakan sebagai ilustrasi tetapi juga sebagai pembangun suasana, sebagai pengiring gerak (tari), yang berjalan beriringan, saling mengisi dan saling menguatkan.
Musik diaransemen sebagai bunyi-bunyian yang melekat dengan karakter tokoh yang akan hadir dalam pertunjukan. Bunyi dalam teater dikategorikan menjadi bunyi alami, atau bunyi-bunyi alam, bunyi perangkat atau alat mesin, seperti mobil, mesin pabrik dsb., dan bunyi yang dikarenakan adanya aksi tertentu seperti bunyi meja ditendang, batu dilempar dsb. (Nur Sahid: 2004). Bunyi-bunyi tersebut diolah dengan menggunakan alat-alat musik untuk menghasilkan efek suara yang mendukung lakuan aktor dan spectakle pemanggungan. Musik dalam pertunjukan teater juga dapat menggunakan dipahami lagu dan atau tembang. Musik dalam hal ini mengacu pada fungsi praktisnya, menunjuk secara spesifik pada situasi sosial masyarakat pendukungnya. Disamping itu musik juga sebagai penanda peristiwa yang akan menjadi konteks pertunjukan teater. Musik dalam pertunjukan teater dimainkan secara live (hidup-langsung) sebagai bagian kesatuan pertunjukan. Adapun musik dalam teater biasanya terdiri dari :
1. Musik pembuka 2. Musik pengiring
3
3. Musik suasana 4. Musik penutup
1. Pengertian musik pembuka Merupakan musik di awal pertunjukan teater. Fungsinya: Untuk merangsang imajinasi para penonton dalam memberikan sedikit gambaran mengenai pertunjukan teater yang akan di sajikan, atau bisa juga untuk pengkondisian penonton. 2. Pengertian musik pengiring Merupakan musik yang digunakan unruk mengiringi pertunjukan di beberapa adegan pertunjukan teater atau perpindahan adegan/ setting. Fungsinya: Untuk memberikan sentuhan indah dan manis agar ritme permainan seimbang dengan porsi permainan per adegan( tidak semua adengan diberi musik hanya poin-poin adengan tertentu yang dirasa perlu karena dapat merusak keseimbangan pertunjukan),seperti susana , lampu , setting , kostum, mimik ekspresi, serta property. 3. Pengertian musik suasana Musik yang menghidupkan irama permainana serta suasana dalam pertunjukan teater baik senang maupun gembira, sedih, tragis. Fungsinya: Untuk memberikan ruh permainan yang menarik, indah, dan terlihat jelas antara klimaks dan anti klimaksnya. 4. pengertian musik penutup Musik terakir dalam dalam pementasan teater Fungsinya: Untuk memeberikan kesan dan kesan dari pertunjukan teater yang disajikan baik yang bersifat baik , buruk, gembira, sedih, sebagai pelajaran dan cermin moral penikmat seni teater. Sarat arranger musik / pemusik teater:
1. Minimal menguasai 1 atau 2 alat musik 2. Memiliki wawasan luas mengenai musik 3. Menguasai bebarapa aliran musik 4. Rajin dan tekun mendengarkan referensi musik 5. Terus mencoba melakukan eksperimen musik baik dalam bentuk intrumen, lagu ataupun
kolaborasi. 6. Mengusai teknis dalam penggunaan alat musik yang berhubungan langsung dengan
sistem tata suara.
Tahapan pemusik teater dalam proses teater:
4
1. Mempelajari naskah yang akan disajikan kemudian setelah mengetahui plot dan alur ceritanya kemudian membuat arasemen musik / lagu ( di usahakan tidak hanya satu karya,karna untuk cadangan).
2. Konsultasi dan berkomunikasi dengan sutradara jangan sampai terputus serta intensitas dijaga dengan sutradara.
3. Presentasi musik pembuka,pengiring, suasana, dan penutup dengan sutradara sesuai dengan keinginan sutradara.
4. Inten mengikuti latihan dengan tujuan agar dapat meraba irama permainan yang akan menghasilkan nada dan ide di adengan tertentu dengan ritme permainan yang seimbang dan penekanan nada yang kuat sesuai porsi adegan.
5. Komonikasi antar aktor/aktris dan semua yang terlibat didalam pementasan, supaya nada yang di tuangkan d permainan sesuai dengan rasa penokohan yang di lakoninya.
6. Melakukan latih gabungan agar tercipta keseimbangan rasa antar semua crew baik tim setting ,tim lighting, aktor/aktris dan tim musik jadi kesatuan panggung. Tata sound dalam pementasan teater Penempatan tata sound dalam pertunjukkan teater sangat penting karena faktor pendukung yang memberikan efek bunyi dan suara. Pengaturan sound yang tepat dan seimbang sesuai dengan besar kecilnya ruangan akan mempengaruhi kenyamanan audien untuk menikmati pertunjukan dan dukungan kualitas sound yang standart ( di atas rata-rata baik in-door maupun out-door).
B. Musik Teater I Lagaligo Sebagai Representasi Musik Teater Modern Yang Berlandaskan Khasanah Musik Tradisi Sulawesi.
Masyarakat di luar budaya Sulawesi banyak yang belum mengenal I La Galigo (ILG), apalagi
nama itu kemudian dikaitkan dengan sebuah seni pertunjukan teater Avant Garde berskala Internasional.
Suku-suku di Sulawesi telah lama mewarisi Sureq Galigo1 yang telah berkembang sebagai tradisi oral di
seluruh Sulawesi serta masih dikenal dan dihormati hingga saat ini. Di Indonesia, Asia atau bahkan dunia,
orang lebih mengenal Epos-epos seperti: Ramayana karya Walmiki, Mahabharata karya Mpu Wiyasa
atau Odyssey karya Homerus.2 Panjang epos ILG melebihi Mahabharata sementara kisah petulangan
tokoh utamanya tak kalah dengan Odyssey.
Berbagai ilmu yang menakjubkan terdapat dalam sureq ILG, diantaranya menjelaskan kosmologi
tentang kehidupan Bugis kuno yang masih hidup dalam; musik, adat-istiadat, arsitektur dan ritual
masyarakat Bugis selama ratusan tahun. Sureq Galigo yang ditulis sekitar abad ke-14 ini terdapat
berbagai khazanah mitologi yang masih dipegang oleh masyarakat Bugis. Di dalamnya dapat ditemukan
1 Kitab syair kepahlawanan masyarakat Bugis kuno. 2 Odyssey adalah pahlawan Athena (dikenal nama lain: Ulisses), merupakan kisah para dewa bangsa
Yunani kuno. Homerus atau Homer juga mempunyai karya yang berjudul Illiad.
5
kisah asal-usul manusia, upacara tradisonal3, sampai ilmu pelayaran dan kelautan. Akan tetapi sejak
masuknya agama Islam, serta berkurangnya pengetahuan dan penghayatan terhadap budaya lama oleh
masyarakat Sulawesi, maka secara berangsur-angsur membuat sureq ini makin terdesak. Saat sekarang
tinggal sedikit orang yang dapat membaca naskah ini dalam bahasa aslinya.
Oleh karena kedalaman nilai epos ILG, yayasan Change Perfoming Arts (CPA) yang berbasis di
Milan, Italy bersedia memproduksi epos ini menjadi suatu pertunjukan seni teater-musik kelas dunia.
Maha karya ini didukung oleh yayasan Bali Purnati dengan sutradara teater eksperimental Internasional,
Robert Wilson dari Amerika Serikat. ILG diprakarsai oleh Rhoda Grauer, produser dan pembuat film
dokumenter asal Amerika Serikat serta Restu Imansari Kusumaningrum, seorang networker seni dari
Indonesia.
Apa ILG itu? Siapa saja yang terlibat dalam produksi teater musik ILG? Bagaimana teater musik
ILG dapat dipentaskan? Apa saja konsep musik teater dalam produksi ILG dan pandangan sang pengarah
musik? Semua pertanyaan ini tidak mudah dijawab dan dijelaskan, akan tetapi dengan studi pustaka dan
wawancara dengan tokoh-tokoh yang terlibat ILG, penulis berusaha untuk menyajikan informasi dan
analisis berdasar data yang dihimpun secara komprehensif. Diharapkan tulisan ini akan berguna kepada
para pembaca yang budiman terhadap pemahaman sesuai topik dan judul yang penulis pilih.
1. Sureq Galigo
ILG adalah karya teater musik yang terinspirasi Sureq Galigo dari Sulawesi Selatan. Masyarakat
Bugis adalah satu-satunya kelompok budaya yang menerapkan syair-syair kepahlawanan ini dalam
bentuk tulisan. Sureq Galigo yang awalnya merupakan kitab berisi syair-syair kepahlawanan kuno telah
berkembang menjadi tradisi oral Sulawesi Selatan. Kepercayaan pada tradisi tersebut masih dikenal dan
dihormati sampai kini oleh masyarakat, khususnya bagi para penganut. Bagi banyak orang, berbagai
kejadian dalam Sureq ini dianggap sebagai sejarah yang sebenarnya. Hingga saat ini keluarga-keluarga
bangsawan masih menelusurkan silsilah nenek moyang mereka sebagai keturunan bangsawan “berdarah
putih” dari Galigo, idealnya sebagai keturunan pahalawan utama yang bernama Sawérigading. Jika sureq
ini banyak bercerita tentang Sawérigading, mengapa namanya bukan Sureq Sawérigading? Bagi
masyarakat Bugis kuno, nama Sawérigading harus disebut dengan hormat tidak boleh sembarangan.
Sangat masuk akal apabila mereka tidak berani meletakkan nama tokoh ini sebagai nama sureq.
3 Upacara tradisional yang dijadikan ide untuk adegan-adegan pertunjukan ILG diantaranya adalah: upacara
pembacaan sureq ILG, penebangan pohon keramat (Welenreng) oleh bissu, prosesi lamaran pengantin, serta (symbol) perkawinan (antara dunia atas dengan bawah).
6
Sureq Galigo diperkirakan ditulis pad abad ke-–14 sampai 17.4 Susastra monumental ini bertutur
tentang kosmologi, theogoni (system kedewaan), dan mitologi asal-usul raja Bugis. Sureq ini ditulis
dalam aksara dan bahasa Galigo.5 Tidak diketahui secara pasti siapa yang menulis sureq ini. Tokoh
kolonial Inggris, T.S Raffles dalam buku The History Of Java (1978) mengusulkan bahwa judul sureq itu
adalah nama penulisnya atas “desakan” akademisi John Leyden. Akan tetapi ide tersebut tidak dianut lagi
oleh para ilmuwan. I La Galigo dan La Galigo sering disamakan karena bisa mengacu sama baiknya pada
cerita secara umum. Mitos kuno ini sudah ditulis oleh banyak orang, terdapat berbagai versi meskipun
sama-sama menggunakan penulisan I La Galigo, alhasil banyak varian naskah yang mengkisahkan
tentang suatu episode tertentu. Akan tetapi kesemuanya menggunakan rujukan cerita utama yaitu
petualangan Sawérigading. Ibarat sebatang pohon besar, sureq ini mempunyai akar, batang, cabang,
ranting dan dedaunan, karena banyak penulis dan versinya. Cara tutur dalam Sureq yang sangat detil
membeberkan upacara ritual, pernak-pernik motif kain, diduga ditulis oleh kalangan wanita bangsawan
Bugis atau para Bissu,6 karena aspek pelayaran sangat lemah porsi pembicaraannya. Naskah-naskah sureq
Galigo belum pernah dikumpulkan dalam satu versi resmi yang diterima secara umum, arti filosofis
naskah-naskah ini juga belum ditelaah secara mendalam. Sebagian manuskrip kini tersimpan di Leiden,
Belanda, dan koleksi pribadi keturunan bangsawan Bugis di Sulawesi selatan.
Usaha untuk menterjemahkan bahasa Sureq Galigo ke dalam bahasa universal sudah dilakukan.
Dimulai dari penemuan penting hasil penelitian dan pemeliharaan naskah ini oleh Arung Pancantoa,
seorang bangsawan putri Bugis pada paruh akhir pertengahan abad ke-19. Ia bekerja sama dengan BF
Matthes, utusan dari Nederlandsch Bijbelgenootschaapp/NBG (Dutch Bible Society) mengumpulkan
sejumlah manuskrip La Galigo di sepanjang belahan selatan Celebes. Selama kira-kira 10 tahun, Arung
menyunting dan berhasil menulisnya untuk Matthes sebanyak 12 jilid. Tulisan itu kini tersimpan di
perpustakaan Unversitas Leiden Belanda dengan identitas NBG 188.7 Pada tahun 1987 ilmuwan Bugis
yang bernama Mohammad Salim terpilih menjadi orang yang bertugas menterjemahkan bahasa naskah ini
ke dalam bahasa Indonesia lewat Proyek kebudayaan Indonesia Belanda. Pada tahun 1993 naskah itu
selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bahkan 2 jilid awal naskah ini sudah diterbitkan.8
4 Periksa “Panduan 5 Menit Menuju I La Galigo”, makalah Seminar Sureq I La Galigo oleh Muhammad
Salim di Hotel Hilton Jakarta 10 Desember 2005. 5 Bahasa Bugis kuno campur Sansekerta, disebut juga bahasa Torilangi (bahasa Indonesia: langit) 6 Pendeta transeksual Bugis 7Menurut buku pementasan Robert Wilson I Lagaligo di Teater Tanah Airku Taman Mini Indonesia Indah
Jakarta tanggal 10-12 Desember 2005, h. 11-13 8La Galigo menurut naskah NBG 188 oleh Arung Pancana Toa, transkrip dan terjemahan Muhammad
Salim dan Fahruddin Ambo Enre dibantu Nurhayati Rahman, disunting oleh Sirtjo Koolhof dan Roger Tol, vol. I, 1995; vol. II, 2000, Lembaga Penelitian Universitas Hasanudin, Makasar dan Koninklijk Instituut voo Taal, Land-en Volkenkunde (KITLV) Leiden.
7
Mohammad Salim adalah sarjana Bugis dan termasuk orang langka yang ahli membaca dan mengartikan
Sureq Galigo.
2. Pemrakarsa dan Para Seniman dalam Produksi I Lagaligo
Rhoda Grauer adalah seorang pembuat film dokumenter. Pada tahun 1995 Grauer berada di
Sulawesi Selatan untuk pembuatan film tentang perahu tradisional. Dalam perjalanannya Grauer
berkenalan dengan banyak tokoh budaya setempat hingga akhirnya masuk ke dalam dunia pergaulan para
Bissu, kelompok pendeta transeksual. Ketertarikan Grauer berubah, pada tahun 1998 Ia kembali ke
Sulawesi Selatan untuk memulai pembuatan film tentang Bissu. Dari tokoh Halilintar Latief, Grauer
mendapat pemahaman bahwa jika akan membuat film Bissu pertama kali harus memahami Sureq Galigo.
Dari titik ini Grauer berkenalan dengan para pakar Galigo seperti: Drs. Muhammad salim, Dr. Abu
Hamid, Dr. Mattulada, dan Andi Anton Pangeran. Setahun kemudian pada suatu pertemuan seminar
tradisi lisan di Jakarta, Grauer bertemu Drs. Sirtjo Koolhof dan Dr. Nurhayati Rachman. Semua tokoh
tersebut banyak membantu memecahkan pertanyaan Grauer.
Setelah membuat film tentang Bissu, Grauer tertarik dengan ide budayawan Sulawesi, Abu
Hamid, untuk membuat film tentang La Galigo. Akan tetapi dikemudian hari ide itu berubah menjadi
pertunjukan teater, mengingat pengalamannya puluhan tahun di dunia teater Internasional. Ide Grauer
berkembang, Ia menginginkan La Galigo dikenal di luar Sulawesi dan untuk mendekatkan kembali
“budaya” La Galigo kepada masyarakat Sulawesi modern.
Grauer mempunyai rencana bahwa sutradara yang tepat untuk menangani ide tersebut adalah
Robert Wilson, sang figur puncak teater eksperimen dunia. Tetapi apakah Wilson akan berminat?
Bagaimana caranya agar Wilson tertarik? Tetapi beruntung Grauer mempunyai pengalaman bekerja
dengan Wilson 30 tahun lalu di Spoleto, Italia, serta masih membina hubungan. Ternyata Wilson sering
berkunjung ke Indonesia terutama pulau Bali yang kebetulan menjadi tempat tinggal Grauer saat itu.9
Restu Imansari Kusumaningrum adalah penari pertunjukan Wilson untuk karya “The Days
Before” yang dipentaskan di Santiago de Compostela, Spanyol dan beberapa Negara lain. Dalam projek
ILG, Restu menangani koordinasi seniman yang terlibat. Grauer mengontaknya untuk mendukung
gagasan ini ke Wilson. Restu tertarik karena sebenarnya Ia sudah beberapa kali diminta Wilson untuk
mempresentasikan cerita Indonesia, tetapi bukan dari Jawa atau Bali. Restu tidak ingin dunia hanya
mengenal dua budaya tersebut, tetapi cerita dari Indonesia bagian Timur perlu diperkenalkan. Ia juga
mempunyai yayasan yang bernama Bali Purnati Centre of Art (BPCA) yang mempunyai misi pada
9 Wawancara dengan Rhoda Grauer di New York, Amerika Serikat tanggal 17 Juli 2005
8
pengangkatan budaya Indonesia bagian Timur. Pada tahun 1999, Restu dan Grauer melontarkan gagasan
tersebut kepada Wilson ketika mereka berada di Bali. Akan tetapi sang calon sutradara sudah mempunyai
jadwal padat hingga tahun 2002. ketika itu keduanya tidak mempunyai dukungan finansial untuk
mengangkat ILG, apalagi karya-karya Wilson terkenal mahal untuk ukuran Internasional. Akan tetapi
Wilson tertarik dengan gagasan Grauer dan Restu.
Wilson mengundang keduanya untuk mempresentasikan proposal ILG di Watermill, Long Island
New York pada workshop musim panas bulan Agustus 2001. Wilson rupanya telah mempersiapkan
produser yang selama ini menangani kerja seninya yaitu Franco Laera dan Elisabetta de Mambro dari
Change Performing Art of Milan (CPAM), Italy. Setelah presentasi mereka membuat kesepakatan untuk
melanjutkan proposal tersebut. Kedudukan BPCA dengan CPAM adalah sederajat, hanya masing-masing
mempunyai kewajiban tersendiri. BPCA bertanggung jawab terhadap riset, teks, artistik dan seniman.
CPAM bertugas mendukung finansial, logistik, teknis, serta keputusan akhir artistik.
Robert Wilson adalah sutradara teater kontemporer yang sudah banyak mendapat pengakuan
internasional. The New York Times menggambarkan Robert Wilson sebagai sosok tertinggi dalam dunia
teater eksperimental. Beberapa karyanya mengintegrasikan berbagai variasi media artistik seperti:
menggabungkan gerak tari, lukisan, pencahayaan, desain perabot, pahatan, musik, dan teks sebagai satu
kesatuan. Gambaran-gambaran visualnya sangat menonjol secara estetik dan menggugah secara
emosional, serta telah memperoleh berbagai pengakuan dari para penonton dan kritikus di seluruh dunia.
Wilson lahir di Waco, Texas, Amerika Serikat. Lulusan University of Texas dan Institute
Brooklyn’s Pratt ini pada akhir tahun 1960-an telah dikenal sebagai salah satu figur pelopor dalam teater
avant garde-Manhattan, bekerja dengan Byrd Hoffman School of Byrds. Wilson mengembangkan karya
yang diakui secara luas seperti: Deafman Glance (1970), dan The Life and Times of Joseph Stalin (1973).
Operanya yang berjudul Einstein on The Beach (1976) yang dikerjakan bersama komposer Phillip Glass,
telah memperoleh pujian Internasional dan mengubah pandangan konvensional tentang opera sebagai
suatu bentuk seni pertunjukan. Berbagai penghargaan yang pernah diterima antara lain; Pulitzer (1986),
dua kali penghargaan Guggenheim Fellowship (1971 dan 1980), serta National Design Award for
Lifetime Achievment (2001) yang diserahkan di Gedung Putih (White House) pada tahun 2002 oleh
Pemerintah Amerika Serikat. Wilson juga penyandang gelar Comnandeur des Arts et des Letters dari
Pemerintah Prancis.
Produksi ILG selain diprakarsai tokoh-tokoh tersebut juga didukung oleh penata musik
Internasional dari Indonesia, Rahayu Supanggah. Jumlah pendukung projek ini sekitar 80 orang termasuk
9
kru dari berbagai negara lain (Amerika Serikat, Italia, Jerman, Swedia, dan Singapura). Limapuluh orang
diantaranya terdiri para seniman Indonesia yang sebagian besar merupakan seniman muda asal Sulawesi
Selatan, serta diperkuat seniman lain dari: Jawa, Bali, Sumatera, dan Papua
3. Musik Teater I Lagaligo
Membangun sebuah pertunjukan teater tentu dibutuhkan beberapa aspek artistik seperti: musik,
lampu, property, setting panggung, naskah, pemeran, rias, busana, dan lain-lain. Masing-masing bidang
tersebut mempunyai cara tersendiri untuk mewujudkan impian dan kehendak sutradara.
Seksi musik membuat rencana (konsep) dan mengadakan langkah-langkah kerja sebelum menjadi
sebuah penunjang pertunjukan. Audisi pemain (aktor/aktris, penari, serta crew artistik) dan musisi, serta
workshop diadakan di BPAC. Setelah hasil audisi musisi disepakati, penanggung jawab musik dan
sutradara terlebih dahulu melakukan penelitian di daerah asal epik tersebut. Riset diperlukan untuk
menggali kembali musik-musik yang mungkin sudah punah atau tidak pernah lagi digunakan pada
kehidupan masyarakat setempat. Dari riset dipilih repertoar musik atau lagu-lagu yang menarik untuk
digunakan sebagai musik pertunjukan ILG.
Secara garis besar musik ILG didasarkan atas kerja: revitalisasi musik tradisi, reinterpretasi
tradisi, dan kreasi baru. Revitalisasi adalah usaha untuk menggali, mengembalikan fungsi sebuah
genre/repertoar/lagu, dan mewujudkannya kembali musik menurut kodrat masa lalu yang relevan dengan
masa kini (dalam konteks pertunjukan). Reinterpretasi tradisi dimaksudkan untuk menambah daya
eksistensi yang melekat pada suatu tradisi musik dengan memberikan sumbangan pemikiran lewat
tafsir/pemaknaan dan nilai baru agar lebih menarik dan bernilai. Langkah ini dapat ditempuh dengan cara
mengaransemen musik, menambah daya atau mengurangi materi tanpa meninggalkan esensi. Hasil
reinterprestasi tersebut masih terlihat benang merah dengan tradisi, materi-materi masih dapat dilacak
sumbernya dengan sangat jelas meskipun digarap dengan citarasa baru. Adapun kreasi baru adalah bentuk
kreativitas komposer dan pikiran pengarah musik ILG berdasar rangsangan dari apa, mana, atau siapapun.
Kreasi dalam konteks pendukung pertunjukan adalah untuk memperkuat adegan per adegan, pesan dari
naskah, atau kepentingan sutradara maupun sang pengarah musik. Hasil kreasi baru dalam musik ILG
dapat bersumber dari budaya musik Sulawesi atau ciri khas penciptaan seni oleh sutradara dan pengarah
musik (music director) yang didukung oleh sumber daya para musisi yang berasal dari berbagai latar
belakang budaya musik. Titik keberangkatan penciptaan musik ILG berasal dari unsur musik tradisional
rakyat Sulawesi, terutama suku Bugis. Dialog intensif terjadi antara sutradara, pengarang naskah
pertunjukan, pengarah musik, koreografer, para musisi atau melibatkan budayawan yang terkait. Proses
10
ini bertujuan menemukan titik temu dengan azas saling menghormati budaya dalam mengakomodasikan
berbagai ide (kolaborasi). Pengarah musik mempunyai metode konseptual yang bersifat kolaboratif baik
yang berhubungan dengan hal-hal praktis (teknik) ataupun dalam skala lebih luas (pendekatan budaya)
dalam membangun musik ILG.
Telah berabad-abad yang lalu, Sulawesi menjadi persimpangan perdagangan, perjalanan dan
pertemuan antar bangsa (Internasional). Empat kelompok etnik utama daerah tersebut (Bugis, Makasar,
Mandar, dan Toraja) telah mempunyai budaya (musik) khas sebagai hasil dari interaksi antar bangsa
dengan tetap berpedoman pada budaya mereka sendiri. Budaya dan seni mereka adalah hasil dari
koeksistensi harmonis dari banyak sistem kepercayaan termasuk animisme, dan agama-agama mayoritas
di dunia. Pencapaian di luar batas musikal orang Bugis dan Sulawesi yang jauh rentangnya agaknya
hampir sama dengan semangat perjalanan epik tersebut. Musik ILG mampu menembus batas budaya
lokalitas sesuai kemajemukan budaya musik Sulawesi yang merupakan hasil dari berbagai proses
akulturasi antar etnis di dunia, meskipun suku Bugis yang berbasis di Luwuq (istana kuno suku Bugis)
kelihatan memiliki sekian banyak karakter utama dalam semesta epik ini.
Pertimbangan utama dalam menyatukan ansambel musik ILG adalah bekerja dengan alat musik
tradisional dari berbagai wilayah di nusantara dan benua Asia, diperkuat dengan alat-alat musik yang
secara khusus dibuat ‘baru’ (sebagai misal: untuk kepentingan pemberdayaan suatu adegan). Alat-alat
musik ILG dapat diidentifikasi sebagai berikut:
- Membranophon, jenis kelompok alat musik drum (gendang) seperti; ganrang atau gendang pakarena, berbagai macam bedug masjid, gendang Toraja, Kendang lanang dan wadon Bali, kendang Jawa Tengah, rapai, serta gendang Minangkabau.
- Idiophon, jenis kelompok alat musik perkusi seperti: kato-kato (drum belah), canang (gong horizontal dan vertikal), kancing (seperti cymbal), lea-lea atau parappasa (bambu belah).
- Aerophon, jenis alat tiup seperti; pui-pui (semacam terompet yang memakai rit dari bambu atau lidah sebagai pengolah bunyi), basing, suling dengkong-dengkong, alat tiup berbagai ukuran dari berbagai daerah.
- Alat musik gesek atau berdawai, seperti; kesok-kesok (alat musik gesek dua senar), alat musik betot (petik) kacapi dua senar.
Alat-alat musik tersebut merupakan “milik” budaya musik nusantara. Kebutuhan musik ILG juga
dipersedap dengan alat-alat musik luar Sulawesi yang bertujuan untuk menambah kekayaan warna dan
kepekaan musik. Instrumen musik baru sengaja dibuat dan juga dihadirkan untuk menunjang kebutuhan
teatrikal dan musikal. Alat-alat lain yang mempunyai potensi menimbulkan bunyi juga dibutuhkan.
Puluhan alat musik dan sumber bunyi telah ditemukan dan diberdayakan mulai dari riset, workshop,
11
latihan, hingga pertunjukan.10 Penggunaan alat-alat musik dan bunyi tersebut dilakukan secara lentur dan
terbuka sebagai usaha kreatif sang direktur musik, komposer, serta para musisi untuk mengakomodasikan
tujuan bersama tersebut.
Melalui berbagai penemuan alat musik baru disengaja untuk mendukung adegan teatrikal. Alat-
alat musik baru untuk keperluan musik ILG diantaranya adalah Rebi, hasil ‘perkawinan’ antara rebab
dengan biola yang berukuran besar dan kecil. Alat musik ini sangat berperan untuk adegan yang
membutuhkan ketenangan dengan teknik drone. Rebi diberdayakan untuk menyertai tokoh I Lagaligo,
terutama pada saat dialog dengan Sang Batara Guru. Warna suara rebi mirip suara cello meskipun wujud
fisiknya seperti rebab dan biola yang bodyblock-nya (badan, resonator) dibuat dari rebana besar. Pencipta
alat ini adalah musisi ILG yang bernama Anusirwan yang memiliki dasar musik Minangkabau, ia sendiri
yang menyajikan alat tersebut pada pertunjukan ILG. Kebutuhan teatrikal menuntut berbagai bunyi yang
tidak terwadahi oleh instrumen musik konvensional, untuk itu perlu ada alat-alat musik lain. Alat-alat
musik non konvensional tersebut diberdayakan sehingga mempunyai nilai musikal untuk mendukung
drama yang teatrikal. Adapun alat-alat ini dapat digunakan dari; mainan anak-anak (mirip suara burung),
alat-alat dan bahan bangunan (gergaji, lepan, dan fiberglass), ataupun bekas tempat film.
ILG bukan semata ekspresi estetika seni (musik) semata, namun dapat dinilai sebagai buah
pemikiran tentang kebudayaan. Estetika yang terpancar dari karya ILG adalah merupakan hasil riset
dengan pendekatan ilmiah berbagai disiplin ilmu (sejarah, anthropologi, filologi, etnomusikologi,
ikonografi, dan lain-lain) namun dengan prosedur-prosedur penciptaan seni yang mandiri.
Mencipta musik ILG yang berdurasi 3 jam adalah pekerjaan seni yang menantang. Sebagian besar
ansambel musik di Sulawesi adalah menggunakan sedikit alat musik, hal ini menjadi kendala sekaligus
titik tolak kreativitas. Maka pengarah musik tidak hanya mengandalkan bunyi-bunyi yang keluar dari
tradisi musik asli, tetapi diperlukan kiat-kiat lain agar seluruh alat/sumber bunyi optimal. Hal ini
membutuhkan kemampuan berkomposisi oleh sang pengarah musik. Musik ILG harus mampu
menyediakan kebutuhan dramatik (sutradara). Salah satu konsep musik yang dikembangkan Supanggah
dalam ILG adalah “musik berlapis”.
Konsep musik berlapis (layer) diacu dari tradisi gamelan Jawa Tengah, meskipun tidak terlihat
keJawaan-nya secara kasat telinga. Bentuk ini terdapat pada bagian prolog yang berdurasi 10 menit.
Musik secara intensif membangun citra seperti embun pagi di dunia antah berantah, sebuah musik yang
berstruktur piramida dari lembut-meningkat-puncak-menuju keheningan kembali. Musik prolog didukung
10 Menurut Supanggah berjumlah lebih dari 70-an alat musik dan sumber bunyi, keterangan dalam workshop musik ILG di Red House Taipe, 9 Agustus 2008.
12
oleh bunyi-bunyi alat musik gesek, tiup, lalu perkusi yang dimainkan secara berlapis baik jumlah maupun
volume ataupun permainannya. Konsep musik berlapis ini juga diterapkan untuk membangun gradasi
musik menuju kegaduhan dan ketidakberatuan seperti pada adegan munculnya tokoh ILG pertama dan
terakhir kali. Konsep ini baru digunakan kali pertama pada musik ILG.
Supanggah juga menggunakan konsep musik arahan ‘Bob’ Sang sutradara, yang diistilahkan
sebagai “musik Mickey Mouse”. Konsep ini selalu membungkus tokoh dan adegan, terlihat wadag dan
mungkin dangkal. Suatu contoh ketika adegan tokoh Sawerigading melepas selendang, ataupun berjalan
meloncat. Gerakan tokoh ini harus sesuai dengan bunyi alat musik yang menyertainya. Mungkin
penikmat merasa musik adegan seperti ini sebagai musik komedi (Jawa: gecul), terserah hayatan masing-
masing, kenyataannya justru banyak musik seperti ini menjadi kunci yang kuat untuk menyatukan seluruh
gerakan para aktor ataupun penari-penarinya.
Seperti telah disinggung di atas bahwa terdapat instrumen musik yang harus menyertai seorang
tokoh apabila ia muncul di panggung. Seperti misalnya: kemunculan tokoh Batara Guru selalu disertai
tingkahan bunyi kendang Bali. Mengapa demikian? Hal ini bukan masalah cocok atau ketidakcocokan,
tetapi tafsir pengarah musik dan penikmat adalah yang maha menentukan. Kalau boleh menganalisa:
aktor Batara Guru diperankan oleh seniman Bali (I Ketut Rina), mungkin juga harus didukung musik
(bunyi instrumen musik) sekultur. Pemilihan bunyi musik bukan menonjolkan budaya musiknya (Bali),
tetapi musisi diberikan kebebasan berekspresi dalam konteks berkolaborasi. Konsep musik seperti ini
pernah digunakan Supanggah dalam garapan musik teater-nya yang lain, “King Lear” (teater Works
Singapore, sutradara Ong Ken Shen, tahun 1997). Maksud dari konsep ini adalah menegaskan musik
sebagai sarana pengungkapan memori (juga citra) terhadap suatu tokoh. Konkretnya adalah: musik
memberikan penjelasan tentang ketokohan seorang aktor, hal ini merupakan kiat pengarah musik untuk
mengembalikan memori serta mempermudah penghayatan bagi penonton (penghayat).
4. Mengangkat Repertoar Lagu-lagu Tradisi Sulawesi
Khazanah budaya musik Sulawesi telah menyediakan banyak repertoar lagu-lagu tradisi.
Kebanyakan musik ILG mengangkat lagu-lagu yang sudah hampir punah, jarang dimainkan oleh
pendukung seninya. Adapun syair/lirik lagu-lagu yang diangkat sebagai musik ILG diantaranya adalah.
13
1. DOMBANG-DOMBANG11
Nia’ manne rikiota dombang
Nia’ ma’ riminasata
Lanri mallakku nikana
Lamamang molong ha’ja
Dombang-dombang lari dombang-dombang karaeng kodong
Ipantarang dudu inja’ dombang
Naku sikkimo bidakku
Lanri mallaku nibeta ri pangngadakkang
Dombang-dombang lari dombang-dombang karaeng kodong
Terjemahan bebas:12
Kami datang untukmu
Sesuai keinginanmu
Dengan rasa rendah hati
Dan tidak akan mengecewakan niat baikmu kepadaku
Dombang-dombang (kiasan lokal: ajakan halus)
11 Diambil dari catatan pribadi musisi penyanyi ILG asal Sulawesi Selatan, Zamraful Fitria 12Terjemahan bebas oleh Abdi Bashit, musisi ILG asal Sulawesi Selatn. Ia mempunyai nama panggilan
akrab “Cucut”)
14
Dihadapan kehadiranmu
Kami siap hanya untukmu
Karena niat baikmu kepadaku adalah harga diriku yang senantiasa terpelihara
Lagu ini digunakan dalam adegan pertemuan antara Dewa penguasa dunia atas dengan Dewa
penguasa dunia bawah.13
2. INNINNAWA
Ininnawa sa’barakki
Lolongeng gare deceng
To sabara e de
To sabara e de
Deceng enrekki ri bola
Te’jali tetappere
Manna mase-mase
Manna mase-mase
Lagu tari Pajoge ini dipergunakan pada adegan
Hati yang sabar
Selalu diikuti dengan kebaikan
Orang yang sabar 2x
13 Dewa penguasa dunia atas diperankan oleh I Ketut Rina dan dewa penguasa dunia bawah oleh Wangi
Indriya. Keduanya adalah seniman Indonesia yang berbeda latar belakang budaya. Rina seniman tari Bali yang terkenal dengan tari Cak Rina, sedang Wangi adalah seniman multi talenta: dalang wayang golek, penari topeng, serta sindhen Cirebon.
15
Kebaikan, menaiki, di rumah
Rumah yang tak punya alas (tikar)
Walaupun menyedihkan 2x
3. LAGU LUWU
La ran a
Mi a la u
Ma i a la uallea
E bu la loe
4. EA-EA SELAYAR
E….e….ea….
E….e…. baku maimmu kuja…
A….njang....kupatama ri nyahaku
Manna tinro….ku…tinro jangang-jangang mama
(tidur tidak tidak tidur tidak)
E…e…e…a…
E….e…. barang ikaumo a…..
A…na….mupalabusu sinna…ku
16
Namu patti…de…pangngaingku rimaraeng…
E…e….e….a….
E….E….soba-soba mako ma….
a…te…soling mange rianjayya
Naku alle…ang…nyahamu ri la’limbanna
E….e….e….a…..
Terjemahan bebas:14
Sejak pertama aku melihatmu
Dan bertahta dalam hatiku
Tidurpun aku tidak pernah nyenyak
Mungkin engkaulah segala curahan hatiku
Dan takan pernah aku berpaling kelain hati
Ibarat Tuhan ingin memanggilmu
Nyawamu akan tetap kupertahankan
14 Terjemahan bebas oleh Hamrin Samad, musisi ILG dari pulau Selayar-Sulawesi.
17
5. LAGU KAJANG I
Endande….e…se’re jammeng turuti jamming tase’
Nase jai… edaeng kare’…..
Edaeng…taeja…edaeng…kare’…
Edaeng tareke….pole tareke….anja
Tareka…rianja…le…nge…parese
Ngengaseng nia’…ea… ngea…
E..daeng…ea…e….pale nisure…
Na…pare…alemo nia…e…
Nae…ngea…ri lino….
E…ndangde… ea…re..le…a..ya ..ea…ri lino mase
Anasa…edaeng to mengngenre….
Eraeng…kare’… edaeng…are….
Eraeng….to mengngenre enjaki pole daeng
Aleka Bori nanae…. Taesi…..ngenasi…..
Nenga….ea…ngea…e…si..poko…
E…pale…ta..pota…e..na..pare…
e… tanna turuti nae…ngea…alena…
18
endande… nareka… patara leko’na…mase
anasa…edaeng…bolloni,elaeyambo…
e….raya ri lino… e.. layambo….
Tae.. dampa.. parena…
6. BULO RATE
Bulo rate ribantaeng (bamboo terbaik)
Rengreng
Na selo na selo
Nako bulaeng
Nipato ala nipato yang totang
Ana umae
7. KAJANG II
E…ngae…engngarae…ale…ekana..
Ba…eng..nga..rae..elenge kasi kaja…
Nga..raiya…elenge kasi kaja..nga raiya..
Ale kajanga..raiya..ale..kajang…
19
Ala kajanga raiya… napa.. sa’a..
Ale tansa lani ngepae..keke..elani..pakeke..bay keke…
8. EA II
E….e….ea….
E….e…. baku maimmu kuja…
A….njang....kupatama ri nyahaku
Manna tinro….ku…tinro jangang-jangang mama
9. LONTARA
Ka- ga- nga-
Pa- ba- ma-
Ta- da- na-
Ca- ja- nya
Ya- ra- la
Wa- sa- ha- a
10. KAJANG III
20
E… e..e..e pole nia pae… angapung..
pole nia pae… angapung!!
Naparetaja nadalleko balla
Tasare taja natengkopko pale
Napalekumbuko nanandekopale
Nata enamana namandeko pak
Napenrangekoseng nata komeka pak,
Ia tong memang enengeheko pale
Tannasengmo enenge,,,, e…e…e…
11. BALAK BULO
E…. Banang kebo balla bu…
Bu..lo..o…o..e
e…e…e…e…
e… mamantang ri butta be…
en…nteng….enge…
aule…ta’ranyu…ra…n…
a…nyu….u…u…e
e…e…e…e…
e…ri bangkenna sapanang
21
a..ya….a…a…e….
Inti cerita dari lirik lagu “Balak Bulo”:
menceritakan bahwa orang-orang dari Balak Bulo yang tinggal ditanah kebesaran (benteng) selalu
mengutamakan kejujuran dan kesetiaan.15
12. CINTA SAWERI GADING dan WECUDAI
Narekkua mueloranganga
Siparukku sanna leluwu…e…
Palika ri mabelae….
Mupeddengi banapati..ku
Iapa…siaku…turu…
Pakkale…pu…parukku…sekku…
Sibawa saweri gading
Terru sikerru bulu timue
13. CINTA BAYANGAN
Ammase ,,,e… anga puang
15 Wawancara dengan Hamrin Samad tanggal 20 Februari 2008 di Hotel Holiday Inn, Milano, Italia.
22
Mausi…polo…tika tau…we
Sike’de…nyi…likTappedinta
Siparukkuseng masselingere…ng…
E…E..E..E…
Mauri..nippi temppendinta
Risapa … ri parukku sengugede…
Tauwe massilnggereng…
Afa..fa… janeng malingerengngi
E…E..E..E…
14. EA EA’ I LAGALIGO
E… e…ea..
e..e…e… Riwattuna kunyi…
i…lik mamminasale atikku
nafapattinro …. Ale… fale..manu…manu
E….E…e… ea.
E….E…e… ea.
E…e… natallo rio saweri gading
Poleseng riyano pinceng
Napalesengngi le lena doni
23
15. Sinrilik ( DESTINY DENIED)
Eee…eeee…eeee
Pekukuwa nagi-nawammu To Sulolipu
Apak tea wak pelolongi wi
ri tenngelona I we Cudai…..e e e e
tekkuelorang tuna biretta
punna bolae ri Latanete……
Tuna biritta are I sia rijajiakku bela
Rekkua naiyowang ngak langi…. E e e e
Natongeng nawa-nawakku
Kuwakkang anak le
Riwanutappalireku…e e e e
Le makkedai matti tauwe
Polempessi datu inana ..e e e e
Anjak pasoreng cajianngenngi
Surumateng pabbaranie…e e ee
Tangkek sungekna to maegae.
Naiakkeneng masuak e kakak..e e e e
Nawirnru ta mangempuru makellakella
Taro panguja ri senratulna.”
24
Mabbali ada I We Cudai,
“ Tuling ni matu wukka timukku
Kakak La Ranreng, La Makkasau,
Kurampeang ko
Wennipi mai sia naenrek
Makkejonconge mpulawennge tellalo tikka.
Botting tettupu alangenratu,
Natangabenni topa naenrek
Naripaddengi dama datue,
Temmanyarala arattingae,
Arti:
Tetapi berkata Toapanyompa
“ Bagaimana pemikiranmu To Sulolipu
Sebab aku tidak mau memaksakan kehendak I We Cudai
Aku tak menghendaki hina berita
Pemilik rumah di Latanete
25
Kelak akan menjadi hina berita juga keturunanku
Kalau aku mendapatkan kemujuran sampai terkabul juga keinginanku
Aku mendapatkan anak di negeri buanganku
Kelak orang akan mengatakan hanya hasil rampasa saja ibunya itu
Kemenangan tombak yang melahirkannya didapat dari pengorbanan para pemberani
Jaminan kehidupan orang banyak.
Sedang yang jarang didapatkan wahai kakakku
Bikinan orang yang merasa cemburu yang berkeinginan menempatkan cercaan pada raja sesamanya
Menjawab I We Cudai
“ dengarkanlah ucapan mulutku
Kakak La Renreng, La Makasau, aku menyebutkanmu
Nanti malam baru dia naik
Yang berperahu emas itu, tak akan sampai siang.
Kawin tak diadakan lagi pesta besar, nanti tengah malam baru naik
Dipadamkan saja obor tak dinyalakan juga pelita.
26
5. Biography Singkat, Pandangan Seni Sang Pengarah Musik ILG dan Kiat Bekerja Cipta Seni
Rahayu Supanggah16
Latar belakang Rahayu Supanggah sebagai seniman dan etnomusikolog yang sudah diakui oleh
berbagai kalangan di Indonesia dan Internasional telah membawanya berkecimpung dalam berbagai
projek seni skala dunia. Seniman (budayawan) kelas dunia ini lahir di desa Klego (wilayah Kabupaten
Boyolali Jawa Tengah) pada tahun 1949 dari Bapak dan Ibu Ganda Saraya yang berprofesi sebagai
dalang. Tahun kelahirannya merupakan masa pengambilalihan kekuasan oleh Belanda dari pemerintah
RI, situasi dan kondisi pada masa itu berada dalam suasana perang. Kedua orang tua terpaksa mengungsi
ke desa, ketika itu sang Ibu dalam keadaan mengandung. Mereka naik-turun gunung menyelamatkan diri
bersama warga yang lain, karena Tuhan melindungi, akhirnya si jabang bayi tetap selamat. Untuk
mengenang peristiwa hidup tersebut orang tuanya menamakan anak tunggal mereka “Rahayu
Supanggah”, berasal dari kosa kata Jawa yang berarti: lahir dengan selamat meski telah menempuh
cobaan yang maha berat seperti cerita di atas.
Debut seni secara intensif dan formal Supanggah dimulai dari sekolah Konservatori Karawitan
(KOKAR) Solo. Kelas 3 Kongser (sebutan akrab sekolah KOKAR), Supanggah sudah dianggap mumpuni
sebagai pengrawit Jawa, bahkan dapat dikatakan menjadi pemain rebab dan kendang terbaik di Solo dan
sekitarnya. Pengrawit-pengrawit di kelompok karawitan desa Gombang selalu mempersilakan Supanggah
main rebab sebagai rasa hormat apabila sedang berada di sekitar tempat pertunjukan.17Pada Tahun 1960-
1970-an Supanggah ikut aktif menjadi pengrawit di berbagai grup karawitan di Solo dan sekitarnya.
Sebelum lulus KOKAR, Supanggah diminta mengajar di sekolah, walau merasa kikuk karena harus
mengajar teman-temannya sendiri. Supanggah merasa aneh pada kenyataan karena dirinya diminta
mengajar karawitan Bali.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pada waktu itu (tahun 1964), Bapak
Priyono, meminta sekolah untuk mengikutsertakan Supanggah dalam misi kepresidenan ke berbagai
negara: Korea Utara, Jepang, dan Cina. Pada kesempatan selanjutnya Supanggah hampir selalu diikutkan
misi-misi seni budaya ke Luar Negeri.
Misi negara tersebut merupakan pengalaman kali pertama bertemu dengan para seniman luar
Jawa, seperti: Bali, Minang, Sulawesi, Sunda, dan lainnya. Supanggah mampu beradaptasi, bahkan dapat
16 Wawancara dengan Rahayu Supanggah tanggal 16 dan 17 April 2008 di Kentingan Surakarta, atas budi
baik dan fasilitas dari Dieter Mack. 17 Karawitan desa Gombang adalah kelompok karawitan yang dipandang mempunyai prestise tinggi karena
terdapat banyak pengrawit dan dalang handal (bahkan stigma tersebut masih terasa ada sampai sekarang).
27
“menirukan” praktek aneka gaya musik nusantara. Dalam perenungan, Supanggah terdorong untuk
menekuni jalan hidup yang telah dilalui. Pada akhirnya jalur seni (karawitan) menjadi pilihan hidup
sampai saat ini. Setelah lulus, Supanggah melanjutkan studi ke Akademi Seni Karawitan Indonesia
(ASKI) di Surakarta.
Supanggah merasa tersinggung dengan “hinaan’ penyair WS Rendra yang mengatakan bahwa
seni tradisi Indonesia (Jawa) seperti ‘kasur tua’ (walaupun kini Ia bisa memahami pernyataan Si ‘Burung
Merak’ tersebut). Proses kekaryaan dan aktifitas seninya membuktikan bahwa seni tradisi tidak seperti
‘kasur tua’. “Hinaan Rendra menjadi pelecut semangat untuk meruntuhkan stigma tersebut. Sejak Dekade
tahun 1960-an, Supanggah telah melahirkan karya-karya yang inkonvensional, tidak tunduk sepenuhnya
pada pakem/aturan tradisi. Manifestasi karya-karnya dapat dikategorikan sebagai karya baru yang
kontemporer.18Karya-karyanya tampil enerjik, banyak yang tidak tunduk aturan, sehingga membuat
kagum masyarakat pendengar secara aktif maupun pasif19. Karawitan dibuat tidak seperti ‘kasur tua’, agar
disukai generasi tua dan muda. Meskipun demikian, sepak terjang dan pribadinya masih tetap dibenci
oleh sebagian mahasiswa dan dosen-dosen ASKI Surakarta. Hal ini merupakan konsekwensi logis dari
dampak perubahan oleh seorang pioneer karawitan seperti Rahayu Supanggah dalam membawa nilai baru
budaya karawitan yang berdampak sosial.
Sebelum berangkat tugas ke Australia tahun 1972, Supanggah seringkali memimpin berbagai
grup karawitan. Kelompok fenomenal yang diikuti adalah Yayasan Seni Budaya Indonesia (YASBI),
yang dipimpin oleh Bapak Mudakir.20 YASBI memberi wadah yang luas kepadanya untuk membuat seni
yang eksperimental. Yayasan itu mendidik seniman jadi profesional (dalam arti berkesenian tidak dikotori
oleh uang/komersial, mengabdikan sepenuhnya kepada seni, dan “uang” didapatkan dari sumber
lain/sponsor yang mendukung YASBI).
Aktifitas kelompok itu menyelenggarakan pentas sekali dalam sebulan.YASBI didanai oleh
sponsor yang dikoordinasi oleh Bapak Mudakir. Beliau mencarikan uang untuk menghidupi kelompok
dan kreasi-kreasi Supanggah. Di YASBI Supanggah diberi kuasa penuh untuk dapat berkarya
“semaunya”. Para penonton yang diundang melihat pertunjukan YASBI diwajibkan memakai pakaian
18 Menurut istilah kontemporer di Barat yang memperhatikan sejarah perkembangan musik, karya-karya
Supanggah bisa dikategorikan merupakan puncak suatu zaman tertentu, periksa Dieter Mack dalam Sejarah Musik Jilid IV
19 Dalam berbagai pentas dengan kelompok mudanya, pendengar pasif seperti orang-orang yang rewang (ikut membantu orang yang punya kerja: tukang memasak, sinoman. Dan lain-lain) sering menyempatkan melihat ke panggung gamelan tempat pentas untuk mengobati kepenasaran mereka akan karawitan yang didengar.
20 Mudakir adalah kepala/pegawai Kantor Bea Cukai Surakarta (waktu itu kantor Bea Cukai berada di dekat Pasar Legi, Banjarsari Solo)
28
adat Jawa atau pakaian jas umum (ala Barat) yang resmi. Mudakir juga membidani lahirnya Dewan
Kesenian Surakarta (DKS), Mudakir menjadi ketua DKS dan Rahayu Supanggah sebagai ketua seksi
karawitan. Di DKS Supanggah menjalin kemitraan dengan seniman-seniman “gila” kota Solo lainnya
seperti: Arswendo Atmowiloto (penulis sastra), Sutarno Priyomarsono (penulis, dan penyair), Budiman S.
Hartoyo (teaterawan), Hajar Satoto (seniman serba bisa), Suprapto Suryodarmo (tokoh spiritual,
budayawan), dan seniman lainnya. Mereka sering mengadakan kolaborasi seni bersama.
Setelah menjalankan tugas di KBRI Canbera, lalu Supanggah kembali ke ASKI Surakarta yang
waktu itu dipimpin oleh (era) Gendhon Humardhani direktur ASKI Surakarta dan Pusat Kesenian Jawa
Tengah (PKJT). Supanggah menemukan perbedaan konsep dan pandangan seni antara Gendhon
Humardani dengan Mudakir. Perbedaan tersebut bahkan sempat meningkat menjadi perseteruan
fisik.21Pulang dari Australia, Supanggah tidak lagi bertemu dengan Pak Mudakir, beliau sudah pindah
tugas ke kota Surabaya. Di ASKI Surakarta Supanggah bertemu dengan “musuh” Mudakir, yaitu
Gendhon Humardani. Supanggah merasa tidak enak hati dengan situasi seperti itu karena Ia dipandang
sebagai “mantan” anak buah Mudakir. Tetapi aneh, Pak Gendhon justru tidak menampakan rasa
permusuhan kepadanya, beliau bersikap sangat baik dengannya, bahkan Supanggah ditawari bekerja
menjadi asisten dosen di ASKI Surakarta oleh Gendhon. Akan tetapi Supanggah menolak, akibatnya
diancam untuk tidak bisa mendapat fasilitas seperti: tidak diperbolehkan peye (menerima tanggapan
pentas), misi kesenian ke luar negeri, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, Gendhon tidak pernah
marah kepada Supanggah. Tetapi lebih aneh lagi, Supanggah justru dikirim ke Australia oleh Pak
Gendhon. Selama di Australia, Supanggah dibuatkan Surat Keputusan Pegawai atas namanya (semua
surat-surat dipalsukan: lamaran, dan persyaratan asisten dosen). Pada awalnya keberatan tetapi akhirnya
Supanggah bersedia menjadi kepala seksi karawitan dan ketua Jurusan Karawitan ASKI.
Spektrum pergaulannya semakin luas selama menjabat di ASKI, banyak seniman di luar bidang
seni dan luar negeri bekerjasama serta menjalin hubungan dengan institusi seni budaya yang lain. Pada
waktu itu bisa menjalin kerjasama dengan komposer luar negeri seperti: Ton de Leew, David Mac Alister,
Alec Roth, Vincent Mc Dermott, Phillip Corner, dan lain-lain. Keberhasilannya di bidang pendidikan
adalah merintis kurukulum dan desain jurusan karawitan ASKI, yang hasilnya digunakan juga untuk
kurikulum nasional seni tradisioanal.
21Pada suatu kesempatan Mudakir marah pada Gendhon, dengan keadaan setengah mabuk mobil jeep
nisan patrol Mudakir masuk Pendapa Sasana Mulya). Ini merupakan kali pertama dalam sejarah, mobil masuk pendapa.
21Ketika itu statusnya masih sebagai mahasiswa. Ini keadaan yang unik di dunia, terdapat mahasiswa yang merangkap menjadi pegawai/dosen.
29
Di ASKI bertemu kembali dengan Martopengrawit yang sudah terbuka pandangan seninya
(mungkin karena pengaruh pergaulan dengan Gendhon Humardani dan PKJT/ASKI). Martopengrawit
yang dahulu pernah membencinya lalu menganggap Supanggah sebagai anak yang tercinta, bahkan ketika
beliau akan meninggal dunia meminta ditunggui. Atmosfir ASKI pada waktu itu dipengaruhi dengan kuat
oleh Gendhon Humardani, sang perintis pembaharuan seni tradisi dan kontemporer. Meski sebenarnya
Supanggah telah lebih dahulu merintisnya pada dekade tahun 1960-an. Supanggah belum mempunyai
“teman” untuk membuat karya baru, masih relatif “sendirian”. Produktifitas kekaryaan seni Supanggah
pada waktu itu (sejak periode awal 1970-an) sungguh luar biasa, dalam seminggu Ia bisa membuat satu
karya. Hingga kini telah ratusan karya musik tari dan konser karawitan telah dibuatnya, namun sayang
penulis tidak mendapatkan dokumen karya-karya lamanya.22Periode baru pasca Supanggah memunculkan
generasi seperti: AL. Suwardi, Rustopo, B. Subono, Dedek AW. Sutrisna, dan generasi lainnya yang lebih
muda.
Kota Paris, Perancis (Universite ParisVII, dengan tokoh Jacques Brunet) dipilihnya untuk
meneruskan studi doktoral, disamping karena kemashuran: mode, budaya, makanan, dan letak yang
strategis di tengah benua Eropa. Seiring waktu mulai banyak teman mengajaknya berkolaborasi seni dan
diminta mengajar gamelan ke luar Perancis, seperti: Inggris (mengajar di Cambridge), Amerika Serikat
(mengajar di San Diego State University), Belanda (Utrech), Swiss (Jenewa), Spanyol (Sevilla, Vigo, dan
Madrid. Ia pernah bekerjasama menggarap musik film dengan komposer Warner Kaegi dari Swiss,
sutradara Sergio Leone yang terkenal dengan filmnya ”Once Upon Time in America”, juga komposer
besar Inggris Michel Newman, Alec Roth, Advian Lee, Neil Sorrel, dan terlibat work shop dan
mempersiapkan penggarapan musik film “Mahabharata” karya Peter Brook, kerjasama dengan berbagai
pemusik jazz dan rock serta lainnya.
Bagi Supanggah, pengalaman berkerja dengan para seniman tersebut lebih penting daripada
studinya. Walaupun lebih banyak berurusan dengan kegiatan di luar studi, waktu 3,5 tahun di Perancis
bisa digunakan sebaik-baiknya. Marc Benamou kebetulan tinggal di sana. Bersama sahabat karibnya ini
selalu mengeksplorasi budaya Perancis, seperti: orkes simponi, opera, teater, makanan, dan lain-lain.
Setiap malam dihabiskan dengan berjalan kaki, seringkali sampai kehabisan metro (transportasi sub
way/bawah tanah, biasanya kereta).
Kiat/cara kerja sistem akademik yang Supanggah terapkan sangat berbeda dengan sistem
akademik pada umumnya (di luar kebiasaan), sistem itu tercipta karena berdasarkan
22 Ini adalah masalah klasik seniman tradisi dahulu yang kurang mempedulikan dokumentasi.
30
pengalaman.23Pengalamannya ketika pergi ke desa di pedalaman Kalimantan, Flores, Sulawesi (sebagai
etnomusikolog),24 serta ketika menjadi Seniman di Jawa dapat membandingkan bahwa sistem pendidikan
(terutama) musik di Indonesia adalah tidak sesuai dengan karakter pendidikan seni tradisi di Indonesia.
Supanggah melihat bahwa sistem pendidikan musik di Indonesia (musik tradisi Indonesia) adalah wujud
pengadopsian dari sistem Konservatori di Barat/Eropa. Mengingat materi dan budaya musik keduanya
berbeda, seharusnya Indonesia mempunyai sistem pendidikan (musik) tersendiri yang berbeda dengan
yang di Barat/Eropa. Tetapi kebanyakan sistem seperti di Barat tersebut masih diterapkan di Indonesa.
Supanggah mempunyai pikiran bahwa sistem di atas lebih baik diganti seperti cara yang diterapkan di
desa. Pergaulan dengan wayang mengajarkan sistem nyantrik, berguru kepada pendeta. Sebagai contoh
sistem pendidikan ala pendeta Durna, akan bagus apabila diterapkan pada pendidikan kesenian
Indonesia. Kesenian dekat dengan masyarakat, tidak mungkin dilepas dari masyarakat (hal ini berbeda
dengan yang digunakan di Barat). Di Jepang pendidikan dilakukan di tempat isolasi (terpencil, di puncak
gunung), di Philipina (los baños) mempunyai perguruan mewah di puncak gunung tengah hutan. Tetapi
kampus mereka dipisahkan dengan masyarakat, pendidikan seperti itu di Asia menurut Supanggah kurang
tepat. Pengalaman bekerja tinggal dengan masyarakat, mengakibatkan sistemnya tidak seperti
konvensional. Pada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI, sekarang Institut Seni
Indonesia/ISI) Surakarta, mahasiswa “diharuskan” bekerja dengan masyarakat. Ujian tidak
diselenggarakan di kampus, akan tetapi di lokus budaya setempat, dan masyarakat sendiri yang menilai.
Karya dikembalikan kepada masyarakat, bukan dinilai oleh sang dosen.
Seniman berkarya untuk masyarakat bukan untuk dirinya sendiri. Seniman berkarya
mempertimbangkan selera masyarakat, situasi dan kondisi, walaupun tidak selalu menuruti sepenuhnya
selera masyarakat. Referensi seniman kepada Dalang: seniman, tokoh masyarakat, guru, pendidik,
pujangga, penasehat, seniman harus tahu segala kesulitan masyarakat dan memberi visi, pandangan,
solusi masalah di dalam kesenian kepada masyarakat. Di Jawa dalang dianggap tokoh yang melebihi
seorang Camat, caranya yang tidak otoriter membuka mata telinga dan rasa penonton untuk melihat
sesuatu lebih luas dan dalam (komprehensif), tidak dari satu sisi saja. dalang/seniman harus meladeni
masyarakat tetapi mempunya kewajiban harus mendidik, memberikan alternatif.
23 Hal ini diterapkan sejak tahun 2000, ketika Rahayu Supanggah menjadi Direktur pada Program Pasca
Sarjana STSI Surakarta. 24 Keberadaan Rahayu supanggah dikenal luas di dunia karena kapasitasnya sebagai
etnomusikolog dan seniman (tradisi dan kontemporer). Untuk lebih detil periksa “Ketika Seorang Seniman Beretnomusikologi”, makalah Simposium Nasional Pengembangan Ilmu Budaya: Membumikan Etnomusikologi Indonesia. ISI Surakarta 2007
31
Karawitan Jawa punya sifat terbuka, toleran, kolaboratif (dalam permainan gamelan
mengkedepankan kerjasama, tidak egois/individual, tidak ada komposisi yg seperti concerto, tidak ada
penonjolan suatu instrumen, tidak ada komposisi yang fix). Komposisi bisa berwujud berbeda ketika
disajikan pada waktu, kesempatan, keperluan, atau orang yang berbeda. Konsep ini selalu memiliki sifat
kontemporer karena bisa dilakukan kapan dan di mana saja dengan melihat situasi, kondisi, dan
keperluan. Kiat ini yang selalu dipakai Supanggah dalam membuat komposisi. Paling utama dalam
membuat komposisi musik (karawitan) adalah bukan repertoarnya tetapi jiwa komposisi merupakan
esensi yang paling penting.
Metode bekerja seni Supanggah tergantung dengan partner person (seniman), terkadang
memberikan stimulus karena bekerja dengan seniman yang potensial dalam mengembangkan
kreativitasnya (bertindak sebagai pengarah musik). Tetapi apabila bekerja dengan seniman yang tidak
biasa bermain gamelan secara improvisasi (misal dengan seniman luar Jawa atau seniman yang lain),
partitur harus ditulis secara detil. Bekerja dengan seniman jazz juga mempunyai metode yang unik, yaitu
membicarakan ide terlebih dahulu lalu mereka diminta mengembangkan sendiri. Hasilnya kadang-kadang
lebih hebat daripada yang dibayangkan. Metode-metode tersebut mirip seperti berbagai konsep kesenian
Jawa yang kolaboratif dengan berbagai skala (besar, kecil, menengah dan tingkatan yang berbeda).
Kolaborasi bukan semata “kerja bareng”, tetapi setiap orang yang terlibat memiliki hak, tanggung jawab
yang equal (sama). Kolaborasi disikapi dengan saling pengertian, dimulai saling kenal, saling mengerti,
saling memahami, saling memberi, saling belajar bahkan “saling berkorban” (kalau diperlukan, mungkin
bersifat kompromis yang tergantung tujuan, kesepahaman adalah yang paling penting).25Supanggah
mengetahui kapasitas teman kerjasamanya, sehingga tidak memberi beban berat kepada teman kerjasama
serta segan menutupi/membatasi kemampuan yang bagus dari partner. Kolaborasi dapat membuat
pengalaman belajar kepada orang lain dan kita dapat memberikan kapada orang lain.
Improvisasi dalam musik tradisi (gamelan) seringkali terjadi. Musisi dibatasi oleh aturan/norma,
tetapi di musik Jawa peluang keluar dari konvensi justru banyak terjadi dan dianggap bagus (kasus-kasus
gending pamijen, khusus). Improvisasi tidak sebebas di musik Barat tetapi diperlukan dalam penyajian
bersama. Cara kerja improvisasi dalam karawitan ini dapat berujud interaktif, responsif, dan dialogis).
Konsep improvisasi adalah ketika dalam penyajian bersama para seniman harus bisa merespon
rangsangan musikal yang diajukan orang lain, tetapi musik Jawa dibingkai oleh meter dan bentuk.
Ketrampilan, kepekaan, serta kemampuan membuat sesuatu dalam seni karawitan di saat berbeda adalah
hampir sama dengan konsep improvisasi musik pada umumnya. Teknik bermusik merupakan bekal yang
25 Periksa “Kolaborasi Kisah sebuah Pengalaman”, tulisan Rahayu Supanggah dalam jurnal Kêtêg volume I no. 1 tahun 2001, h. 95-102.
32
penting untuk membantu improvisasi. Kepekaan dapat disuburkan/kembangkan dengan membuat
komposisi yang bersifat improvisasi karena rangsangan musikal bisa berasal dari sesuatu yang auditif,
visual, penciuman, dan lainnya. Objek yang terangsang bisa emosional serta dampak yang lain.
Situasi karawitan sekarang jauh lebih baik/berkembang daripada 30 tahun yang lalu. Hasil-hasil
rekaman karawitan pada zaman sekarang lebih berkembang daripada rekaman-rekaman tahun 1920-an
yang tersimpan di berbagai musium dunia. Penyajian tersebut ditinjau baik dari segi teknik, kualitas dan
ragam permainan yang sudah jauh berkembang. Perkembangannya yang lebih maju dalam penggunaan
aplikasi dan implikasi karawitan dalam masyarakat. Keperluan-keperluan yang bersifat religi sampai yang
profan untuk fungsi-fungsi tari, teater, dan sandiwara dampaknya telah jauh lebih berkembang. Keperluan
lain di luar kesenian juga demikian, telah diaplikasi oleh bidang lain seperti: program terapi jiwa di
berbagai penjara Inggris. Pengaruh gamelan bagi perkembangan musik di dunia dan Indonesia adalah
banyak komposisi yang sudah terpengaruh “gamelan” (mungkin karena “dosa” orang Jawa, para lulusan
konser atau akademisi seni karawitan). Jawa dianggap kolonialisme/imperialisme (seni) karena kehidupan
Indonesia dipengaruhi orang Jawa (“gamelan”). Transmigran dan pejabat membawa pengaruh, apalagi
mereka punya kekuasaan dan finansial yang mampu mengubah sendi kehidupan.
Supanggah meyakinkan kepada orang-orang (seniman) luar Jawa (baik yang bekerjasama
dengannya atau tidak) bahwa mereka mempunyai budaya (musik) yang luar biasa kaya dan potensial,
sehingga bisa dikembangkan untuk berbagai kepentingan dan keperluan. Contoh dari kerja seni
Supanggah adalah dalam projek ILG yang tidak terlalu dikontaminasi oleh orang Jawa. Para seniman
Sulawesi (dan lainnya) tetap bekerja dengan cara-cara dan potensi mereka. Diharapkan insan-insan yang
terlibat ILG tersebut jangan sampai mengekor/meniru metodologi atau menggunakan elemen budaya luar,
sehingga mereka dapat menjadi yang terdepan. Kalau meniru ‘virus’ cara-cara dari Jawa atau Barat
mereka akan ‘ketinggalan zaman’.
6. Panggung Dunia
Kekuatan karya dan manajemen yang bagus membuat projek ILG diminati banyak festival di
seluruh dunia. Di dalam projek ILG melibatkan seniman-seniman kaliber internasional yang turut
mendongkrak kualitas dan prestise karya tersebut. Hal ini dibuktikan dengan berbagai komentar para
kritikus ternama di negeri-negeri tempat pentas ILG yang ditulis oleh media koran, majalah, atau media
lain yang bergengsi. Rata-rata mereka memuji karya ini sebagai salah satu masterpiece Robert Wilson.
Melbourne International Arts Festival mengukuhkan pertunjukan ILG sebagai penampil yang terbaik
dalam sejarah keberadaan festival tersebut. ILG juga merupakan karya terbaik yang dipilih Wilson (dan
33
kurator festival) untuk memenuhi undangan panitia Taipe International Festival. Begitu banyak event
panggung dunia yang telah dijalani ILG, diantaranya adalah; Singapore tanggal 12-13 Maret tahun 2004
di Esplanade-theatres on The Bay (premiere); Tur Eropa Mei-Juni tahun 2004: Amsterdam, Netherland
(Het muziek theater); Barcelona, Spain (Forum Universal de Les Cultures, Teatro Lliure); Madrid, Spain
(Teatro Español); Lyon, France (Les Nuits de Fourvière Rhone); Ravena, Italy (Ravena Festival, teatro
Alighieri); New York, USA (Lincoln Centre Festival, tahun 2005); Jakarta, Indonesia (Teater Tanah Air,
tahun 2005); Melbourne, Australia (Melbourne International Arts Festival, tahun 2007, di Victoria Art
centre); Milano, Italy (Teatro de Archimboldi, tahun 2008); dan Taipe, Taiwan (Taipe International Arts
Festival tahun 2008).26Mungkin masih banyak festival di dunia yang antri mengundang ILG di tahun
mendatang.
Karya seni yang bermutu tinggi selayaknya mendapat tempat di ajang (festival) bergengsi. ILG
juga punya andil meninggikan derajat bangsa Indonesia (pada umumnya) di mata dunia, tak terkecuali
insan-insan seni yang bekerja di dalamnya. Mereka pantas meraih martabat yang tinggi dari hasil kerja
kerasnya secara profesional di bidang seni budaya.
Bab III
Apresiasi Musik tradisi Sulawesi Selatan
Mahasiswa diharapkan memahami dan mendapat pengalaman praktek memainkan musik tradisi Sulawesi Selatan. Untuk pertama kali diajarkan materi-materi musikal Sulawesi Selatan dari etnik Makassar berupa ansambel gendang Makassar. Materi-materi ini dapat digunakan untuk musik tari pakarena maupun musik teater tradisional di Sulawesi Selatan.
Materi-materi ajar berikut ini berisi praktek musik tradisi Sulawesi Selatan etnik Makassar beserta petunjuk praktek dan notasi musiknya.
26 Data pentas premier dan tur Eropa ILG tahun 2004 dari Sdr. Darsono yang dikirim lewat email.
34
Bab IV
Praktek Musik Paduan Suara
Mata kuliah ini juga membekali mahasiswa tentang pemahaman dan kemampuan praktik music umum yang diwadahi oleh praktek membaca notasi solmisasi seperti pada budaya music Barat. Untuk pertama kali diajarkan praktek membentuk paduan suara.
KLASIFIKASI PADUAN SUARA .
Proses klasifikasi Paduan Suara menjadi 3 (tiga) level, yaitu: Level – 1 (Penguasaan Materi) Kriteria : Anggota Paduan Suara mampu menyanyikan lagu/materi sesuai dengan notasi yang tertulis pada partitur.
35
. Tips : - Nyanyikan panjang pendek not sesuai nilai not pada partitur. - Nyanyikan tinggi rendah nada sesuai dengan interval nada yang tertulis di partitur. - Tekankan anggota untuk menghafal syairnya. . Level – 2 (Interprestasi) . Kriteria : Anggota Paduan Suara mampu menyanyikan lagu/materi sesuai dengan interprestasi lagu yang diinginkan oleh komponis maupun aranger lagu tersebut. . Tips : - Latih keras/lembut suara sesuai dengan tanda dinamik pada partitur. Kalau tidak tercantum pada partitur, dinamik disesuaikan dengan makna syair atau karakter alur melody. - Latih Artikulasi (pengucapan) syair agar terdengar jelas. Misalnya pengucapan konsonan “r”, “s”, “ng”, serta vokal a, i, u, e, o, sehingga terdengar perbedaannya. - Perhatikan Intonasi (penekanan) suku kata yang sesuai dengan Birama lagu. - Perhatikan Frasering (pengkalimatan) agar sesuai dengan kalimat yang benar. Ini dapat dicapai jika dilaksanakan dengan teknik pernafasan yang baik. - Lakukan pemanasan (vokalisi) yang cukup sebelum pelaksanaan latihan dimulai agar diperoleh Timbre (warna suara) yang menyatu, sehingga tidak ada suara yang menonjol sendiri.
Level – 3 (Ekspresi) . Kriteria : Setelah melalui tahap level 1 dan 2, anggota Paduan Suara mampu menyanyikan lagu/materi dengan penghayatan dan dikeluarkan melalui ekspresi. . Tips : - Latih cara menyanyikan lagu sesuai dengan karakter lagu, misalnya: Lagu/aransemen yang riang dinyanyikan dengan lincah dan riang. – Perhatikan pada aransemen yang terdapat tanda perubahan tempo, misalnya : Accelerando, rittardando, A- tempo dll., agar dinyanyikan dengan tepat sehingga mendukung ekspresi. - Tidak semua anggota dapat bernyanyi dengan ekspresi. Tempatkan anggota pada posisi central dan banjar terluar (samping kiri/kanan), karena posisi ini mempengaruhi penampilan secara keseluruhan. . Pembagian Kelompok Suara . Paduan suara umumnya terdiri dari 4 kelompok suara yaitu Sopran, Alto, Tenor dan Bass. Beberapa arransemen ada pula yang membagi Sopran, Meso, Alto, Tenor, Bariton dan Bass. Untuk mendapatkan balance yang baik, perlu pembagian yang tepat untuk masing-masing kelompok.
Tips: - Kelompok anggota berdasarkan Range/ambitus suara, jangan paksakan penyanyi Alto bernyanyi dikelompok sopran dengan alasan karena kekurangan anggota sopran, demikian juga
36
kelompok yang lainnya. - Komposisi SATB (sopran, alto, tenor, bass) yang Ideal adalah 3:2:2:3., namun demikian pedoman di atas dapat berubah dengan pertimbangan potensi Power penyanyi yang ada.
Program Latihan . Ada peribahasa “Seberangilah sungai dari tempat yang dangkal” artinya mulailah segala sesuatu dari yang mudah dahulu. Artinya dalam membuat program latihan harus bertahap dari yang mudah dahulu. . Tips : - Selesaikanlah dahulu level-1 baru kemudian mulai level-2, dst. Contoh : jangan mengajarkan materi level-2 kalau anggota belum semuanya lulus level-1, karena akan sia-sia akibat terpecahnya konsentrasi. - Kelompok paduan suara ibarat rangkaian gerbong kereta api. Jika salah satu gerbong tersendat maka gerbong yang lain kecepatanya terpaksa ikut melambat, menyesuaikan kecepatan gerbong yang tersendat tadi. Perbaiki gerbong (baca : kelompok suara) yang lemah dahulu, baru kelompok gerbong lainnya. - Awali latihan dengan vokalisi terlebih dahulu, sesuai dengan karakter lagu yang akan dinyanyikan. Jika lagu banyak menggunakan stacato, perbanyak vokalisi stacato, jika lagu banyak nada panjang, perbanyak vokalisi nada panjang. - Tekankan anggota untuk membaca not, jangan menghafal not, karena kemampuan membaca sangat diperlukan dalam PS. Setelah anggota dapat menyanyikan notasi dengan benar tekankan untuk menghafal syair.
Dirigen . Dirigen dalam Paduan Suara sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penampilan Paduan Suara. Idealnya Dirigen Paduan Suara merangkap pelatih sejak awal program latihan dilaksanakan, agar secara emosional akan terjalin komunikasi. Namun karena keterbatasan personel di TNI AL yang bisa memimpin Paduan Suara, seringkali Dirigen ditunjuk berdasarkan senioritas, atau dari sukarelawan yang memberanikan diri karena tidak ada yang mau menjadi dirigen. Sebaiknya hal ini dihindari. . Tips: - Pilihlah Dirigen yang mempunyai wawasan PS lebih daripada anggota Paduan Suara lainnya, jangan berdasarkan senioritas saja. - Fungsi Dirigen memadukan Suara dari anggotanya sehingga menjadi satu komposisi yang padu dan harmonis. Untuk itu Dirigen harus menguasai materi dengan baik dan benar, sebelum ia memadukan (memimpin) kelompok Paduan Suaranya. - Dirigen jangan memulai aba-aba jika belum seluruh mata anggota memperhatikan Dirigen, karena kontak mata sangat penting untuk menjalin komunikasi antara Dirigen dan anggota Paduan Suara
3. Unsur-Unsur Tekhnik Vocal Dalam Seni Musik terdapat 2 (dua) unsur yaitu : Vocal dan Instrument.
37
Vocal adalah alunan nada-nada yang keluar dari suara manusia. Instrument adalah nada-nada yang keluar dari alat musik yang digunakan.
TEKNIK VOCAL adalah : Cara memproduksi suara yang baik dan benar, sehingga suara yang keluar terdengar jelas, indah, merdu, dan nyaring.
UNSUR-UNSUR TEKNIK VOCAL :
1. Artikulasi, adalah cara pengucapan kata demi kata yang baik dan jelas. 2. Pernafasan, adalah usaha untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya, kemudian disimpan, dan dikeluarkan sedikit demi sedikit sesuai dengan keperluan. Pernafasan di bagi tiga jenis, yaitu : - Pernafasan Dada : cocok untuk nada-nada rendah, penyanyi mudah lelah. - Pernafasan Perut : udara cepat habis, kurang cocok digunakan dalam menyanyi, karena akan cepat lelah. - Pernafasan Diafragma : adalah pernafasan yang paling cocok digunakan untuk menyanyi, karena udara yang digunakan akan mudah diatur pemakaiannya, mempunyai power dan stabilitas vocal yang baik. 3. Phrasering, adalah aturan pemenggalan kalimat yang baik dan benar sehingga mudah dimengerti dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. 4. Sikap Badan, adalah posisi badan ketika seseorang sedang nyanyi, bisa sambil duduk, atau berdiri, yang penting saluran pernafasan jangan sampai terganggu. 5. Resonansi, adalah usaha untuk memperindah suara dengan mefungsikan rongga-rongga udara yang turut bervibrasi/ bergetar disekitar mulut dan tenggorokan. 6. Vibrato, adalah usaha untuk memperindah sebuah lagu dengan cara memberi gelombang/ suara yang bergetar teratur, biasanya di terapkan di setiap akhir sebuah kalimat lagu. 7. Improvisasi, adalah usaha memperindah lagu dengan merubah/menambah sebagian melodi lagu dengan profesional, tanpa merubah melodi pokoknya. 8. Intonasi, adalah tinggi rendahnya suatu nada yang harus dijangkau dengan tepat. Syarat-syarat terbentuknya Intonasi yang baik : a. Pendengaran yang baik b. Kontrol pernafasan c. Rasa musical.
Nada, adalah bunyi yang memiliki getaran teratur tiap detiknya. Sifat nada ada 4 yaitu : a. FITCH yaitu ketepatan jangkauan nada. b. DURASI yaitu lamanya sebuah nada harus dibunyikan c. INTENSITAS NADA yaitu keras,lembutnya nada yang harus dibunyikan. d. TIMBRE yaitu warna suara yang berbeda tiap-tiap orang.
AMBITUS SUARA adalah luas wilayah nada yang mampu dijangkau oleh seseorang. Seorang penyanyi professional harus mampu menjangkau nada-nada dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi sesuai dengan kemampuannya.
38
CRESCENDO adalah suara pelan berangsur-angsur keras. DESCRESCENDO adalah suara keras berangsur-angsur pelan. STACATO adalah suara dalam bernyanyi yang terpatah-patah. SUARA MANUSIA DIBAGI 3 (TIGA) :
Suara Wanita Dewasa ; a. Sopran (suara tinggi wanita) b. Messo Sopran (suara sedang wanita) c. Alto (suara rendah wanita)
Suara Pria Dewasa : a. Tenor (suara tinggi pria) b. Bariton (suara sedang pria) c. Bas (suara rendah pria) Suara Anak-anak : a. Tinggi b. Rendah.
TANGGA NADA DIATONIS adalah rangkaian 7 (tujuh) buah nada dalam satu oktaf yang mempunyai susunan tinggi nada yang teratur.
Tangga Nada Diatonis Mayor adalah Tangga Nada yang mempunyai jarak antar nadanya 1 (satu) dan ½ (setengah). Ciri-ciri tangga nada Diatonis Mayor : - Bersifat riang gembira - Bersemangat - Biasanya diawali dan diakhiri dengan nada Do = C - Mempunyai pola interval : 1 , 1 ,. ½, 1 , 1 , 1, ½ Contoh Lagu yang bertangga nada Mayor : Maju Tak Gentar, Indonesia Raya, Hari merdeka, Halo-halo Bandung, Indonesia Jaya, Garuda Pancasila, Mars Pelajar. Ciri-ciri Tangga nada Diatonis Minor : - Kurang bersemangat. - Bersifat sedih - Biasanya diawali dan diakhiri dengan nada La = A- Mempunyai pola interval : 1 , ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1 . Catatan : Teori ini kurang sesuai dengan musik Dangdut yang banyak berkembang di Indonesia. Contoh Lagu yang bertangga nada Minor : Syukur, Tuhan, Gugur Bunga.
TANGGA NADA KROMATIS adalah tangga nada yang mempunyai jarak antar nadanya hanya ½ . Contoh : C – Cis – D – Dis- E – F – Fis – G – Gis – A – Ais – B
TANGGA NADA ENHARMNONIS adalah rangkaian tangga nada yang mempunyai nama dan letak yang berbeda, tetapi mempunyai tinggi nada yang sama. Contoh : Nada Ais-Bes, Cis-Des, Gis-As, Dis-Es, Fis-Ges.
39
APRESIASI yaitu Totalitas kegiatan yang meliputi penglihatan, pengamatan, penilaian, dan penghargaan terhadap suatu karya seni.
BIRAMA adalah ketukan tetap yang berulang-ulang pada sebuah lagu. Contoh birama : 2/4 , 3/4 , 4/4 , 6/8
PADUAN SUARA adalah Penyajian musik vocal yang terdiri dri 15 orang atau lebih yang memadukan berbagai warna suara menjadi satu kesatuan yang utuh dan dapat menampakan jiwa lagu yang dibawakan.
JENIS-JENIS PADUAN SUARA :
1. Paduan Suara UNISONO yaitu Paduan suara dengan menggunakan satu suara. 2. Paduan Suara 2 suara sejenis, yaitu paduan suara yang menggunakan 2 suara manusia yang sejenis, cotoh : Suara sejenis Wanita, Suara sejenis Pria, Suara sejenis anak-anak. 3. Paduan Suara 3 sejenis S – S – A, yaitu paduan suara sejenis dengan menggunakan suara Sopran 1, Sopran 2, dan Alto. 4. Paduan Suara 3 suara Campuran S – A – B, yaitu paduan suara yang menggiunakan 3 suara campuran , contoh : Sopran, Alto Bass. 5. Paduan suara 3 sejenis T- T – B, yaitu paduan suara 3 suara sejenis pria dengan suara Tenor 1, Tenor 2, Bass. 6. Paduan Suara 4 suara Campuran, yaitu paduan suara yang mengguanakan suara campuran pria dan wanita, dengan suara S – A – T – B. Sopran, Alto, Tenor, Bass.
DIRIGEN / CONDUCTOR adalah orang yang memimpin Paduan Suara.
Syarat-syarat seorang Dirigen/ Conductor yang baik : a. memiliki sifat kepemimpinan b. memiliki ketahanan jasmani yang tangguh c. sebaiknya sehat jasmani dan rohani d. simpatik f. menguasai cara latihan yang efektif g. memiliki daya imajinasi yang baik h. memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bermain musik.
TANDA DINAMIK adalah tanda utuk menyatakan keras, lembutnya sebuah lagu yang dinyanyikan. Contoh-contoh Tanda Dinamik : 1. f : forte = keras 2. ff : fortissimo = sangat keras 3. fff : fortissimo assai = sekeras mungkin 4. mf : mezzo forte = setemgah keras 5. fp : forte piano = mulai dengan keras dan diikuti lembut 6. p : piano = lembut 7. pp : pianissimo = sangat lembut 8. ppp : pianissimo possibile = selembut mungkin 9. mp : mezzo piano = setengah lembut
40
PERUBAHAN TANDA DINAMIKA : - Diminuendo (dim) : melembut - Perdendosi : melembut sampai hilang - Smorzzande : sedikit demi sedikit hilang - Calando : mengurangi keras - Poco a poco : sedikit demi sedikit / lambat laun - Cresscendo : berangsur-angsur keras - Decrsescendo : berangsur-angsur lembut
TANDA TEMPO adalah tanda yang diguakan untuk menunjukan cepat atau lambatnya sebuah lagu yang harus dinyanyikan. A.TANDA TEMPO CEPAT 1. Allegro : cepat 2. Allegratto : agak cepat 3. Allegrissimo : lebih cepat 4. Presto : cepat sekali 5. Presstissimo : secepat-cepatnya 6. Vivase : cepat dan girang
B. TANDA TEMPO SEDANG 1. Moderato : sedang 2. Allegro moderato : cepatnya sedang 3. Andante : perlahan-lahan 4. Andantino : kurang cepat
C. TANDA TEMPO LAMBAT 1. Largo : lambat 2. Largissimo : lebih lambat 3. Largeto : agak lambat 4. Adagio : sangat lambat penuh perasaan 5. Grave : sangat lambat sedih 6. Lento : sangat lambat berhubung-hubungan.
4. Komponen dan Tanda-tanda dalam Unsur Tekhnik Vocal
Bab V
Penutup
Dibentuknya Institut Seni Budaya Indonesia di Sulawesi Selatan (ISBI Sulsesl) menuntut
pembaharuan bahan ajar pada mata kuliah Tata Musik Teater Nusantara. Pembaharuan ini
dilakukan karena pembelajaran melibatkan para mahasiswa yang berdomisili di Sulawesi dengan
kedekatan pada seni budaya Sulawesi Selatan. Selama ini induk dari ISBI Sulsel yaitu ISI
41
Surakarta telah mengajarkan matakuliah ini dengan pendekatan materi praktek musik teater yang
dekat dengan budaya musik teater di Jawa Tengah.
Penyusunan bahan ajar matakuliah Tata Musik Teater Nusantara ini telah diusahakan
semaksimal mungkin dengan mengumpulkan berbagai sumber referensi dan pengalaman
penyusun yang kebetulan juga sebagai pekerja seni teater, namun itu semua dirasa masih belum
mampu menjabarkan segala permasalahan dalam bidang musik teater. Penyusun merasa masih
banyak sumber referensi yang belum ditemukan untuk lebih memperkuat bahan ajar ini, oleh
sebab itu penyusun berharap diberi kritik, saran, dan masukan demi sempurnanya buku bahan
ajar ini.
Akhirnya penyusun berharap agar buku bahan ajar ini dapat berguna untuk para
mahasiswa program studi Teater khususnya, dan para pembaca pada umumnya.
KEPUSTAKAAN
Danis Sugiyanto Halilintar Lathief
2004 Bissu: Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis. Depok: Desantara. Koolhof, Sirtjo dan Roger Tol (Ed.)
1995 “NBG 188” oleh Arung Pancana Toa, transkrip dan terjemahan Muhammad Salim dan Fahruddin Ambo Enre dibantu Nurhayati Rahman, vol. I. Lembaga Penelitian Universitas Hasanudin, Makasar dan Koninklijk Instituut voo Taal, Land-en Volkenkunde (KITLV) Leiden.
2000 “NBG 188” oleh Arung Pancana Toa, transkrip dan terjemahan Muhammad Salim dan Fahruddin Ambo Enre dibantu Nurhayati Rahman, vol. II. Lembaga Penelitian Universitas Hasanudin, Makasar dan Koninklijk Instituut voo Taal, Land-en Volkenkunde (KITLV) Leiden.
42
Mack, Dieter. 1995 Sejarah Musik Jilid IV.Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Muhammad Salim
2005 “Panduan 5 Menit Menuju I La Galigo”, makalah Seminar Sureq I La Galigo di Hotel Hilton Jakarta 10 Desember 2005.
Raffles, Thomas
1978 History of Java with an Introduction by John Bastin Vol 2. Kualalumpur: Oxford University Press
Rahayu Supanggah
2001 “Kolaborasi: Kisah Sebuah Pengalaman”, dalam jurnal Kêtêg volume 1 no. 1 Nopember 2001
2002 Bothèkan Karawitan I. Jakarta: Masyarakat Seni pertunjukan Indonesia. 2007 “Ketika Seorang Seniman Beretnomusikologi”, makalah Simposium Nasional
Pengembangan Ilmu Budaya: Membumikan Etnomusikologi Indonesia. ISI Surakarta 2007
2007 Bothèkan Karawitan II: Garap. Surakarta: ISI Surakarta Yusi A. Pareanom
2005 “I Lagaligo”, buku pementasan Robert Wilson di Teater Tanah Air Taman Mini Indonesia Indah Jakarta tanggal 10-12 Desember 2005.
NARASUMBER Abdi Bashit (51). Musisi I LAGALIGO dari Sulawesi Selatan. Darsono (29). Musisi I Lagaligo, seniman karawitan dari Surakarta Hamrin Samad (35). Musisi I Lagaligo dari Selayar Sulawesi Selatan, Dosen Universitas Negeri Makasar.
43
Rahayu Supanggah, (59). Komposer dan Pengarah Musik teater I Lagaligo, tinggal di Surakarta. Rhoda Grauer (usia tidak diketahui). Sutradara film, produser, penulis teks adaptasi dan dramaturgi I Lagaligo, tinggal di Bali dan New York. Solihing (40). Musisi I Lagaligo. Dosen Program Studi Musik Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makasar. Zamraful Fitria (30). Musisi I Lagaligo, penyanyi dan penari tradisional Sulawesi Selatan.
Discography
Rahayu Supanggah
2003 Lagaligo, CD Audio Volume I, studio 19 ISI Surakarta. 2003 Lagaligo, CD Audio Volume II, studio 19 ISI Surakarta. 2005 Sedap Malam, CD Audio, Studio 19 ISI Surakarta.
Danis Sugiyanto dan Iwan Budi Santosa
2008 Dokumen wawancara pribadi dengan Rahayu Supanggah, WAV dan MP3, difasiltasi oleh Dieter Mack .
Sri Joko Raharjo
2005 Dokumen wawancara pribadi dengan Rahayu Supanggah, Kaset pita.
Webtography
http://ryezchafaithful2010.wordpress.com/2010/10/03/literatur-teknik-vokal-lengkap/ , diunduh tanggal 16 november 2015.
http://pamangsah.blogspot.com/2008/11/musik-dalam-teater.html
http://lorongteatersubang.blogspot.com/2012/12/drama-menurut-herman-j-waluyo-kata-ini.html
http://55tbo.blogspot.com/2012/03/pengertian-drama-seni-pertunjukan.html#ixzz2EYiTRn1O http://pamangsah.blogspot.com/2008/11/musik-dalam-teater.html http://malaysia.panduanwisata.com/files/2012/05/musik-dan-teater3.jpgv http://gdb.voanews.eu/4F50BBC6-86F2-4926-9A5A-8D5BABCEF3DC_w640_r1_s.jpg