Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DINAS KESEHATAN
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
LAPORAN KINERJA
PROGRAM PEMBINAAN KESEHATAN
MASYARAKAT
Daftar IsiHalaman
BAB I Gambaran Umum.....................................................................................6
A. Latar Belakang.........................................................................................................6
B. Maksud dan Tujuan..................................................................................................7
C. Struktur Organisasi...................................................................................................7
D. Tugas dan Fungsi......................................................................................................9
E. Isu-isu Strategis.......................................................................................................10
BAB II Perencanaan Kinerja.............................................................................11
A. Perjanjian Kinerja...................................................................................................11
B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat.............................................11
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA...........................................................15
A. Capaian Kinerja Organisasi....................................................................................15
1. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat....................15
a. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan......................16
b. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif.........18
c. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD.......................................................18
d. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan...........................19
e. Persentase remaja putri yang mendapat TTD..................................................20
2. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga..............21
3. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga.....35
4. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Penyehatan Lingkungan...........................36
5. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat.37
6. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanan
2
Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesmas................................38
F. Realisasi Anggaran.............................................................................................39
BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................40
3
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 1. Indikator Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi DIY.........................................12
Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2018...........16
Tabel 3. Capaian Indikator Kinerja Program Pembinaan Kesga Tahun 2018.............21
Tabel 4. Capaian Kinerja Kabupaten/Kota Kunjungan KN1 Tahun 2018..................23
4
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 1. Struktur Dinas Kesehatan DIY 2018...........................................................9
Gambar 2. Presentase ibu hamil KEK yang mendapat makana tambahan..................17
Gambar 3. Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD selama kehamilan......................18
Gambar 4. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD.................................................19
Gambar 5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan.....................19
Gambar 6. Persentase remaja putri yang mendapat TTD............................................20
Gambar 7. Capaian KN1 Tahun 2013-2019................................................................23
Gambar 8. Capaian Pelayanan Antenatal Ke Empat (K4) tahun 2013-2018..............26
5
BAB I
Gambaran Umum
A. Latar Belakang
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan
fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan
anggaran. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan dapat
berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dimana salah satu upaya yang ditunjukan
dari sistem Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah khususnya bidang
Kesehatan Masyarakat (Satuan Kerja 03) Dinas Kesehatan Tahun 2018
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri PAN dan RB
RI Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 94 Tahun 2016 tentang
Pedoman Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Hal ini merupakan bagian dari implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah guna mendorong terwujudnya sebuah kepemerintahan yang
baik (good governance) di Indonesia. Dengan disusunnya Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah Dinas Kesehatan Tahun 2018 diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas
kinerja yang telah dan seharusnya dicapai oleh Dinas Kesehatan dalam hal ini
Bidang Kesehatan Masyarakat.
2. Mendorong Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan di dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar yang didasarkan pada
6
peraturan perundangan, kebijakan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Bidang Kesehatan
Masyarakat untuk meningkatkan kinerjanya.
4. Memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap Bidang Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan DIY di dalam pelaksanaan program/kegiatan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan laporan kinerja Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2018 dalam
mencapai target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana
strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Bagian
Kesehatan Keluatrga dan Gizi oleh pejabat yang bertanggungjawab.
C. Struktur Organisasi
Dinas Kesehatan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan susunan organisasi sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas Kesehatan DIY yang membawahi :
2. Sekretariat terdiri dari :
a. Subbagian Umum;
b. Subbagian Keuangan;
c. Subbagian Program.
3. Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan terdiri dari :
a. Seksi Pengendalian Penyakit;
b. Seksi Surveilan dan Imunisasi;
7
c. Seksi Penyehatan Lingkungan.
4. Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari;
a. Seksi Kesehatan Dasar;
b. Seksi Kesehatan Rujukan dan Kesehatan Khusus;
c. Seksi Pelayanan Informasi Kesehatan.
5. Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari :
a. Seksi Kesehatan Keluarga;
b. Seksi Promosi Kesehatan dan Kemitraan;
c. Seksi Gizi.
6. Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari;
a. Seksi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
b. Seksi Bina Tenaga dan Sarana Kesehatan;
c. Seksi Farmasi, Makanan, Minuman dan Alat Kesehatan.
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pelaksanaan anggaran pada tahun 2018 masih menggunakan struktur Perdais
3 tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta meskipun Renstra 2017-2022 yang ditetapkan pada Mei 2018
disusun berdasarkan proyeksi struktur baru Pemerintah Daerah DIY.
8
Gambar 1. Struktur Dinas Kesehatan DIY 2018
D. Tugas dan Fungsi
Tugas Dinas Kesehatan DIY sesuai dengan pasal 3 ayat (1) pada Peraturan
Gubernur DIY Nomor 57 Tahun 2015 adalah melaksanakan urusan Pemerintah
Daerah di bidang kesehatan dan kewenangan dekonsentrasi serta tugas
pembantuan yang diberikan oleh pemerintah. Untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas mempunyai fungsi :
1. Penyusunan program dan pengendalian di bidang kesehatan
2. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan
3. Pengendalian penyakit, pengelolaan survailan dan kejadian luar biasa, imunisasi
serta pelaksanaan penyehatan lingkungan
4. Pengelolaan kesehatan dasar, rujukan khusus
5. Penyelenggaraan pelayanan informasi kesehatan
6. Pengelolaan kesehatan keluarga, gizi, promosi kesehatan dan kemitraan
7. Pengelolaan pembiayaan dan jaminan kesehatan
8. Pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan, minuman dan alat
kesehatan
9
9. Pengembangan obat dan upaya kesehatan tradisional
10. Pemberian fasilitasi penyelenggaraan urusan kesehatan Kabupaten/Kota
11. Pelaksanaan pelayanan umum di bidang kesehatan
12. Pemberdayaan sumber daya dan mitra kerja urusan kesehatan
13. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan
14. Penyusunan laporan pelaksanaan tugas Dinas
15. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan fungsi
dan tugasnya.
E. Isu-isu Strategis
Eksistensi sebuah institusi bergantung sejauh mana institusi tersebut mampu
menemukenali dan erespon isu strategis dengan berbagai kebijakan dan tindakan
yang tepat. Secara umum isu strategis dapat bersumber dari lingkungan eksternal
maupun lingkungan internal. Isu Strategis yang melingkupi Dinas Kesehatan
antara lain sebagai berikut:
1. Kesetaraan derajat kesehatan DIY dibandingkan berbagai wilayah di Asia
tenggara
2. Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
3. Status Gizi
4. Kematian akibat penyakit tidak menular
5. Potensi endemisitas penyakit menular
6. Mutu dan akses pelayanan kesehatan
7. Jaminan dan pembiayaan kesehatan
8. Bencana, wabah dan kecelakaan
10
BAB II
Perencanaan Kinerja
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja antara kementrian kesehatan yang diwakili Dirjend
Kesehatan Masyarakat dengan Dinas Kesehatan DIY pada pada program di
lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan dalam dokumen
penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/perjanjian kinerja antara Kementrian dan instansi tehnis di daerah untuk
mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan
yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat
Indonesia. Perjanjian penetapan kinerja tahun 2018 yang telah ditandatangani
bersama oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Kepala Dinas
Kesehatan DIY berisi Indikator, antara lain:
B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat
Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari 28 Indikator
yang dianggap dapat merefleksikan kinerja program dilingkup kesehatan
masyarakat, yang meliputi:
11
12
No Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target
provinsi
Capaian
(1) (2) (3) (4)
1. Pembinaan Gizi
Masyarakat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase ibu hamil Kurang
Energi Kronik yang mendapat
makanan tambahan
Persentase ibu hamil yang
mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD)
Persentase bayi usia kurang
dari 6 bulan yang mendapat
ASI eksklusif
Persentase bayi baru lahir
mendapat Inisiasi Menyusu
Dini (IMD)
Persentase balita kurus yang
mendapat makanan tambahan
Persentase remaja puteri yang
mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD)
80%
95%
47%
47%
85%
25%
90
98
74
75
95
50
98,41
90,59
75,92
87,50
98,13
54,60
2. Pembinaan
Kesehatan
Keluarga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Persentase kunjungan neonatal
pertama (KN1)
Persentase ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan
antenatal ke empat (K4)
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik
kelas 1
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik
kelas 7 dan 10
Persentase Puskesmas yang
menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan kelas ibu hamil
Persentase Puskesmas yang
melakukan Orientasi Program
Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K)
85%
78%
65%
55%
40%
87%
95%
85
73
99,7
84
62,8
100
100
93,66
90,12
100
93,39
62,81
100
100
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup
hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien.
Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk
memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya
organisasi turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia.
Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan
dengan cara membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan
dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja
yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran. Laporan kinerja merupakan bentuk
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap
instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan
dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta
pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran
kinerja.
Indikator kinerja program Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan
Provinsi DIY terdiri dari:
1. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat
13
Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2018Sasaran
Program/KegiatanIndikator Kinerja Target
Nasional
Target Provinsi
Capaian Provinsi
Pembinaan Gizi masyarakat
1.Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
80% 90% 98,41%
2.Persentase ibu hamil yang mendapat TTD
95% 98% 90,59%
3.Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
47% 74% 75,92%
4.Persentase bayi baru lahir mendapat IMD
47% 75% 87,50%
5.Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
85% 95% 98,13%
6.Persentase remaja putri yang mendapat TTD
25% 50% 54,60%
a. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
Ibu hamil kurang energi kronis (KEK) memiliki faktor resiko yang lebih
besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan pendek. Ibu
hamil KEK lebih banyak terjadi pada mereka yang memiliki status ekonomi
dan pendidikan yang rendah hingga menengah serta tinggal di desa.
Berdasarkan hasil Survey Diet Total (SDT) tahun 2014 kecukupan energi dan
protein pada ibu hamil perlu mendapat perhatian terutama di perdesaan. Ibu
hamil dengan tingkat kecukupan energi sangat kurang (<70% AKE) di
perdesaan (52,9%), sementara di perkotaan (51,5%). Resiko KEK juga
meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Menurut Kedir (2014)
ibu hamil yang mendapat konseling gizi resikonya menjadi KEK akan turun
sebesar 36%.
Pemberian makanan tambahan ibu hamil KEK disertai konseling gizi
diharapkan dapat memperbaiki status gizi ibu. Namun masih ada kendala dalam
proses pemberiannya terutama terkait kepatuhan. Tren capain pemberian
makanan tambahan ibu hamil KEK di DIY dapat dilihat pada gambar 1.
14
2015 2016 2017 2018 20190
20
40
60
80
100
120
13
5065
8095
42.8733.68
91.0498.41
Presentase ibu hamil kek yang mendapat makanan tambahan
Target Capaian
Gambar 2. Presentase ibu hamil KEK yang mendapat makana tambahan
a. Persentase ibu hamil yang mendapat TTD
Pemberian tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil diharapkan mampu
menurunkan resiko anemia akibat kehamilan. Namun capain pemberian TTD
sebanyak 90 tablet selama kehamilan tergolong stagnan bahkan sejak dua tahun
terakhir dibawah target yang diharapkan. Menurut Kamua (2018) pengetahuan
tentang manfaat TTD, konseling mengenai dampak pemberian TTD dan
kehamilan pertama merupakan faktor yang meningkatkan kepatuhan dalam
mengkonsumsi tablet tambah darah. Disamping beberapa faktor diatas
ketepatan waktu dalam mendapat pelayanan kehamilan (K1) juga
mempengaruhi capaian pemberian TTD pada ibu hamil.
Beberapa faktor yang diduga menjadi penghambat capaian pemberian
TTD adalah tidak semua ibu hamil mendapat konseling mengenai manfaat dan
dampak pemberian TTD. Terdapat 11% ibu hamil di DIY yang melakukan
pemeriksaan kehamilan pertama setelah trimester 1 sehingga akan
mempengaruhi jadwal pemberian TTD. Perlu upaya lintas program dan lintas
sektor untuk meningkatkan capain pemberian 90 TTD pada ibu hamil.
15
2015 2016 2017 2018 2019707580859095
100
8285
9095
98
89.01 90.4 89.25 90.59
Persentase ibu hamil yang mendapat 90 TTD selama kehamilan
Target Capaian
Gambar 3. Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD selama kehamilan
b. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
Capaian pemberian ASI Eksklusif pada bayi kurang dari 6 bulan di DIY
sudah jauh diatas target yang diharapkan. Namun bila angka ini disandingkan
dengan capaian pemberian ASI eksklusif pada bayi 5 bulan 29 hari
menunjukkan masih banyak bayi yang tidak lulus ASI Eksklusif selama 6
bulan.
2015 2016 2017 2018 20190
1020304050607080
39 42 44 47 50
69.9962.79
74.9 75.92
Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif
Target Capaian
Gambar 3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif
c. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD
Capaian persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) di DIY jauh diatas target yang diharapkan. IMD pada bayi baru lahir
diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI Esklusif dan
mengurangi angka kematian bayi akibat infeksi.
16
2015 2016 2017 20180
20
40
60
80
100
38 41 44 47
84.18 85.89 80.99 87.5
Persentase bayi baru lahir mendapat IMD
Target Capaian
Gambar 4. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD
d. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
Berdasarkan hasil Survey Diet Total tahun 2014 diketahuo bahwa 55,7%
balita mengkonsumsi makanan dibawah angka kecukupan energi. Pemberian
makanan tambahan kepada kelompok rawan yaitu balita kurus merupakan salah
satu strategi untuk mengatasi masalah gizi. Capaian pemberian balita kurus
mendapat makanan tambahan selama dua tahun terakhir sudah diatas target
yang diharapkan. Beberapa upaya telah dilakukan antaralain penyusunan buku
pedoman.
2015 2016 2017 2018 20190
20
4060
80100
120
70 75 80 85 90
49.8832.32
93.79 98.13
Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
Target Capaian
Gambar 5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
17
e. Persentase remaja putri yang mendapat TTD
Capaian pemberian TTD pada remaja putri di DIY jauh diatas target yang
diharapkan. Anemia pada remaja putri di DIY merupakan salah satu
permasalahan tersendiri . Berdasarkan hasil survey tahun 2012 terdapat 36%
remaja putri DIY yang menderita anemia, sedangkan hasil survey pada tahun
2018 terjadi perbaikan prevalensi anemia pada remaja yaitu sebesar 19,3%
dengan resiko KEK sebesar 46%. Hal ini menunjukkan perlu upaya ekstra
dalam perbaikan kualitas gizi pada remaja putri.
2015 2016 2017 2018 20190
10
20
30
40
50
60
1015
2025
30
11.09
33.82
48.8954.6
Persentase remaja putri yang mendapat TTD
Target Capaian
Gambar 6. Persentase remaja putri yang mendapat TTD
18
2. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga
Tabel 3. Capaian Indikator Kinerja Program Pembinaan Kesehatan Keluarga Tahun 2018
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Nasional
Target Provinsi
Capaian Provinsi
Pembinaan Kesehatan Keluarga
1. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
85% 85% 93,66%
2.Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4)
78% 73% 90,12%
3.Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1
65% 99,7% 100%
4.Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10
55% 84% 93,39%
5.Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
40% 62,8% 62,81%
6.Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil
87% 100% 100%
7.Persentase Puskesmas yang melakukan orientasi program P4K
95% 100% 100%
19
a. Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)
Indikator antara untuk penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) dicapai melalui upaya mendorong persalinan di fasilitas
kesehatan, yang kemudian berlanjut kepada pelayanan kunjungan neonatal
sebagai upaya lanjutan didalam menurunkan AKB. Oleh karena itu kunjungan
neonatal pertama (KN1) merupakan salah satu indikator yang penting dalam
upaya penurunan kematian bayi. Berdasarkan laporan rutin Dinas Kesehatan
Provinsi DIY, kematian bayi (0-11 bulan) tahun 2018 sebanyak 319 kasus,
diantara kasus tersebut, sebanyak 235 kasus (73,67%) terjadi pada bulan
pertama (masa neonatal). Kemudian dari 235 kasus kematian neonatal,
sebanyak 183 kasus (77,87%) terjadi pada minggu pertama. Jika kematian masa
neonatal dapat diturunkan, maka jumlah kematian bayi juga akan menurun.
Berdasarkan rekomendasi buku saku pelayanan kesehatan neonatal
esensial, saat kunjungan neonatal pertama dilakukan deteksi dini kemungkinan
permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir menggunakan pendekatan
Manajeman Terpadu Bayi Muda (MTBM) sekaligus memastikan pelayanan
yang seharusnya didapatkan oleh bayi baru lahir sudah diberikan. Pelayanan
yang diberikan saat bayi baru lahir pada 6-48 jam pertama yaitu IMD,
pemberian Vitamin K1, Pemberian imunisasi Hb0, pengukuran tinggi dan berat
badan dan pemberian salep mata. Indikator KN1 dihitung dari jumlah bayi baru
lahir usia 6 jam sampai 48 jam yang mendapat pelayanan kunjungan neonatal
pertama dibagi jumlah bayi lahir hidup dikali 100%.
20
2013 2014 2015 2016 2017 20180
20
40
60
80
100
120 99.69 99.63 99.64 99.18 94.88
93.6681
95.9
KN 1 RiskesdasLinear (Riskesdas)
Gambar 7. Capaian KN1 Tahun 2013-2018
Berdasar hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, capaian KN1 DIY
tahun 2018 sebesar 95,9%, meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 81%.
Sedangkan berdasar data rutin program kesehatan keluarga, tren KN1 dari
tahun 2013 hingga 2018 secara cakupan mengalami penurunan. Namun
demikian capaian tahun 2018 telah mencapai target. Hal tersebut disebabkan
perbaikan kualitas dari yang sebelumnya merupakan indikator akses menjadi
indikator kualitas. Selain itu, terlihat capaian data rutin dengan data survei
hampir sama, menunjukkan kualitas laporan data rutin sudah baik.Tabel 4. Capaian Kinerja Kabupaten/Kota Kunjungan Neonatal Pertama Tahun 2018
Kabupaten/kota Capaian kinerja
Sleman 98,87%
Bantul 93,32%
Kulon Progo 84,95%
Gunung Kidul 94,89%
Kota Yogyakarta 88,26%
21
Dari sisi capaian kinerja Provinsi DIY telah mencapai target meskipun
setelah di breakdown per kabupaten/kota terdapat dua kabupaten yang belum
menyampai target yaitu Kabupaten Kulon Progo.
Dilihat dari perannya maka faktor yang mendukung capaian cakupan
Kunjungan Neonatal Pertama di Provinsi DIY antara lain sebagai berikut:
1) Penyediaan aspek legal, aspek legal ini sangat penting didalam pelaksanaan
pelayanan. Aspek legal yang telah berhasil dicapai adalah masuknya KN1
menjadi isu strategis di bidang kesehatan (muncul Resntra Dinkes DIY 2017-
2022). Dengan telah masuknya KN 1 menjadi isu strategis maka perencanaan
dan anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat.
2) Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam
penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat
diperoleh melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan seksi kesehatan
keluarga terhadap organisasi profesi, dan pelibatan organisasi profesi terkait di
wilayah Provinsi DIY seperti IDI, IDAI, PPNI, IBI serta IAKMI.
3) Sistem informasi dan pelaporan yang baik antara dinas kesehatan kabupaten
kota di wilayah kerja dinas kesehatan provinsi DIY. Sistem pelaporan telah
dilakukan secara online melalui website: kesgadiy.web.id
4) Upaya untuk menjangkau pelayanan ibu bersalin dan bayi baru lahir sesuai
standar melalui Jampersal dan jaminan kesehatan semesta.
Hambatan–hambatan dalam pencapaian cakupan kunjungan neonatal
pertama antara lain sebagai berikut:
1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari ibu hamil dan keluarga terkait
pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
2) Belum optimalnya peran keluarga/masyarakat terhadap penggunaan buku
KIA.
3) Jumlah distribusi SDM kesehatan yang masih belum merata, sehingga belum
semua ibu hamil mendapatkan pelayanan Kunjungan Neonatal sesuai standar
22
4) Sistem jaminan kesehatan di Provinsi DIY belum terintegrasi dengan baik.
Hal tersebut menyebabkan pengembangan jaminan kesehatan di satu
wilayah kabupaten/kota dengan wilayah lain masih cenderung bersifat
mandiri dan parsial. Konsekuensi yang muncul fasilitas jaminan kesehatan
bagi masyarakat di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak
diberikan secara seragam dan setara
b. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4)
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu
hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya
tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan.
Melalui kegiatan ini diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya
masalah atau gangguan atau kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan
penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga
kesehatan memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri
dari: timbang badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi
(ukur LiLA), ukur tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin, skrining status imunisasi TT dan bila perlu pemberian imunisasi
Td, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), tes laboratorium
sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap
Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/
konseling termasuk P4K serta KB pasca salin.
23
2013 2014 2015 2016 2017 20188082848688909294 92.02 92.81 92.59 92.58 91.85
90.1285.5
90.2
K4 RiskesdasLinear (Riskesdas)
Gambar 8. Capaian Pelayanan Antenatal Ke Empat (K4) tahun 2013-2018
Berdasar data Riskesdas 2018, cakupan K4 DIY mencapai 90,2%,
meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 85,5%. Sedangkan berdasar data rutin
program kesehatan keluarga capaian K4 mengalami penurunan dari sebesar
92,02% pada 2013 menjadi 90,12% pada 2018. Hal tersebut disebabkan
perbaikan kualitas dari yang sebelumnya merupakan indikator akses menjadi
indikator kualitas. Selain itu, terlihat capaian data rutin dengan data survei
hampir sama, menunjukkan kualitas laporan data rutin sudah baik.
Faktor Pendukung peningkatan cakupan kunjungan K4 di Provinsi DIY
adalah sebagai berikut,
1) Adanya peningkatan kapasitas, pelatihan untuk tenaga kesehatan dalam
upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan antenatal terpadu dan
kelas ibu.
2) Pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4 kali selama kehamilan
merupakan komponen dari Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kabupaten/Kota (Aspek legal berupa dukugan kebijakan)
3) Tersedianya alat deteksi risiko ibu hamil yang terdiri dari pemeriksaan Hb,
tes kehamilan, golongan darah serta tes glukoproteinuria di semua fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah kerja Dinas kesehatan Provinsi DIY.
4) Dukungan dana pelacakan ibu hamil, dan kegiatan luar gedung untuk
pemeriksaan ibu hamil dari dana BOK, dll
24
5) Monitoring dan evaluasi secara berjenjang dan berjalan secara terus
menerus
6) Sistem informasi dan pelaporan yang baik dan telah online antara dinas
kesehatan kabupaten kota di wilayah kerja dinas kesehatan provinsi DIY.
Faktor penghambat dalam pencapaian cakupan kunjungan K4 di Dinas
Kesehatan Provinsi DIY antara lain,
1) Ibu hamil masih ada yang datang tidak pada di trimester 1 karena:
a) Pengetahuan ibu hamil dan keluarga yang kurang seputar kehamilan,
partisipasi masih belum optimal
b) Kurangnya peran serta perangkat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama dalam memberikan promosi kesehatan khususnya informasi
pemeriksaan antenatal rutin ke tenaga kesehatan dan mendorong ibu
hamil mengikuti kelas ibu hamil
2) Masih ada ibu hamil yang tidak tercatat pada kunjungan di trimester 3 (drop
out) karena :
a) Ada ibu hamil yang selalu berpindah-pindah tempat pelayanan dalam
kunjungan antenatal.
3) Kompleksitas permasalahan di masyarakat belum diimbangi secara kuantitas
dan kualitas SDM
c. Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 1
Penjaringan kesehatan adalah skrining kesehatan yang dilakukan
terhadap siswa. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui secara dini adanya
kemungkinan permasalahan kesehatan pada anak usia sekolah. Pemeriksaan
kesehatan terhadap siswa antara lain pemeriksaan status gizi, tajam penglihatan,
tajam pendengaran, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan reproduksi, kesehatan
mental emosional, serta kebugaran jasmani.
25
Puskesmas wajib melaksanakan skrining kesehatan pada setiap sekolah di
wilayah kerjanya. Skrining kesehatan ini dilaksanakan terhadap siswa baru.
Indikator puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan merupakan
indikator baru, yang sebelumnya adalah persentase penjaringan sekolah.
Perubahan indikator ini merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas
layanan skrining kesehatan. Diharapkan dengan perubahan indikator ini,
kegiatan penjaringan kesehatan dapat dilaksanakan di setiap sekolah tanpa
terkecuali.
Indikator puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas 1 dihitung dari jumlah puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan terhadap seluruh SD/MI di wilayah kerjanya dibagi jumlah seluruh
puskesmas dikalikan 100%. Persentase puskesmas yang melaksanakan
penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1 tahun 2018 sebesar 100%.
Artinya seluruh SD/MI di DIY sudah mendapatkan layanan skrining kesehatan
terhadap peserta didiknya.
Upaya / Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai target penjaringan
kesehatan bagi peserta didik kelas 1 pada tahun 2018 adalah sebagai berikut:
1) Penguatan koordinasi Tim Pembina UKS Provinsi dan daerah melalui
Pertemuan Evaluasi Akselerasi UKS.
2) Bimbingan Teknis dan Supervisi Pembinaan dan Pelaksanaan UKS di daerah
melalui kegiatan Lomba Sekolah Sehat 2018
3) Penyediaan sarana penjaringan kesehatan melalui Pengadaan UKS Kit bagi
Puskesmas. UKS Kit berisi peralatan kesehatan yang diperlukan bagi
petugas Puskesmas untuk melaksanakan penjaringan kesehatan di sekolah.
Faktor Pendukung yang dilakukan untuk mencapai target penjaringan
kesehatan bagi peserta didik kelas 1 pada tahun 2018 sebagai berikut:
1) Aspek legal yang memadai
Masuknya penjaringan kesehatan Renstra dan SPM Bidang Kesehatan
Kab/Kota sebagai salah satu indikator, menjadikan penjaringan kesehatan
26
merupakan kegiatan prioritas dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Hal tersebut mendorong daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan daerah
yang mendukung pelaksanaan penjaringan kesehatan, serta mendukung
Puskesmas dalam menjalankan kegiatan-kegiatan lainnya terkait kesehatan
usia sekolah di wilayah kerja.
2) Tersedianya biaya operasional
Adanya APBN Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dialokasikan
untuk seluruh puskesmas, hal tersebut sangat mendukung Petugas
Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan penjaringan kesehatan karena
biaya transportasi dari puskesmas ke sekolah dapat diakomodir melalui
APBN BOK tersebut.
Faktor penghambat untuk mencapai target penjaringan kesehatan bagi
peserta didik kelas 1 pada tahun 2018 antara lain sebagai berikut:
1) Keterbatasan SDM Puskesmas dibandingkan dengan jumlah sekolah/peserta
didik di wilayah kerja
2) Kurangnya koordinasi/ komitmen Lintas Sektor TP UKS di Kab/Kota,
Kecamatan, Puskesmas dan Sekolah dalam mendukung dan melaksanakan
penjaringan kesehatan.
d. Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 7 dan 10
Penjaringan kesehatan adalah skrining kesehatan yang dilakukan terhadap
siswa. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui secara dini adanya
kemungkinan permasalahan kesehatan pada anak usia sekolah. Pemeriksaan
kesehatan terhadap siswa antara lain pemeriksaan status gizi, ketajaman
penglihatan, ketajaman pendengaran, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan
reproduksi, kesehatan mental emosional, serta kebugaran jasmani.
Puskesmas wajib melaksanakan skrining kesehatan pada setiap sekolah di
wilayah kerjanya. Skrining kesehatan ini dilaksanakan terhadap siswa baru.
Indikator puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan peserta didik
27
kelas 7 dan 10 dihitung dari jumlah puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan terhadap seluruh SMP/MTs dan SMA/MA/SMK di wilayah kerjanya
dibagi jumlah seluruh puskesmas dikalikan 100%. Persentase puskesmas yang
melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10 tahun
2018 sebesar 93,39%. Artinya baru 113 puskesmas yang melaksanakan
penjaringan kesehatan terhadap seluruh sekolah di wilayahnya.
Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa indikator ini merupakan
indikator yang menghitung puskesmas yang telah melaksanakan penjaringan
peserta didik kelas 7 dan 10. Adapun secara umum, faktor pendukung
keberhasilan tercapaiannya indikator ini adalah :
1) Sarana didalam pelaksanaan penjaringan sudah banyak terdapat di
puskesmas.
2) Adanya dukungan dalam menjangkau sekolah melalui dana BOK
3) Penjaringan dari sisi implementasi sudah dilaksanakan sejak lama (walaupun
dimasa lalu masih belum mencapai target)
Beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator penjaringan
peserta didik kelas 7 & 10 antara lain sebagai berikut:
1) Mensosialisasikan indikator, merupakan upaya penting yang telah dilakukan
pada tahun sebelumnya yang kemudian tetap dilanjutkan pada tahun 2018.
2) Penguatan melalui organisasi pramuka juga menjadi upaya yang diharapkan
mampu mensosialisasikan kesehatan anak usia sekolah di usia sebayanya.
3) Pelatihan dan orientasi upaya kesehatan anak usia sekolah.
Faktor Penghambat tercapaiannya indikator penjaringan peserta didik
kelas 7 & 10 adalah sebagai berikut:
1) Keterbatasan SDM Puskesmas dibandingkan dengan jumlah sekolah/peserta
didik di wilayah kerja
2) Waktu untuk melakukan pemeriksaan yang kurang fleksible karena berada
pada saat jam pelajaran berlangsung.
28
e. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
Model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan dan selera
remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan peduli Remaja
(PKPR), yaitu pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja,
menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta
efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
PKPR ditujukan untuk semua remaja (10-19 tahun) baik di sekolah
maupun di luar sekolah, seperti kelompok remaja masjid, gereja, karang taruna,
pramuka, dll. Pelayanan kesehatan remaja dapat pula diperluas pada kelompok
remaja yang tidak terorganisir, misalnya anak jalanan, jermal-jermal, atau
pekerja anak di daerah industri. Pada tahun 2017, kegiatan PKPR masuk
kedalam indikator Renstra DIY tahun 2017-2022 sebagai bentuk penanganan
di hulu dalam upaya penurunan AKI dan AKB di Provinsi DIY.
Berdasarkan SKDI 2017 hanya sebesar 12% wanita dan 6% pria yang
mengetahui PKPR sebagai salah satu layanan kesehatan remaja, hal ini
menunjukkan rendahnya akses remaja terhadap layanan PKPR. Pada tahun
2018 di Provinsi DIY cakupan Puskemas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja sebesar 62,81%. Indikator puskesmas melaksanakan kegiatan
kesehatan remaja dapat mencapai 62,81% dari target yang ditetapkan yaitu
sebesar 62,80%. Adapun cakupan indikator ini masiih jauh dari masih kurang
memuaskan. Perlu adanya alternatif solusi yang dapat meningkatkan cakupan
dalam kegiatan kespro remaja seperti, pemerintah bekerjasama dengan tokoh
yang menjadi idola anak muda sebagai duta dalam kegiatan kespro remaja,
penyuluhan secara massif dan terus menerus melalui sosial media dan kegiatan
PKPR dapat dikemas dalam format yang lebih fleksibel sehinggan remaja dapat
melakukan konseling seputar kespro dengan nyaman.
29
f. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Kelas Ibu Hamil
Kelas ibu hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai
kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi,
perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam ibu hamil.
Berdasarkan laporan pada tahun 2018, cakupan pelaksanaan kelas ibu
hamil di Provinsi DIY telah mencapai 100%. Diharapkan pada tahun
selanjutnya persentase tersebut tetap konsisten karena mafaat yang sangat
banyak dari kegiatan tersebut. Pada saat pelaksanaan kelas ibu hamil para ibu
akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan Ibu
dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis serta dapat dilaksanakan
secara terjadwal dan berkesinambungan. Kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh
bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu
Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil,
dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil
Faktor Pendukung capain pelaksanaan kelas ibu hamil di Provinsi DIY
pada tahun 2018 antara lain sebagai berikut,
1) Semua Kabupaten/kota sudah memiliki trainer pelatihan Kelas Ibu hamil/
kelas ibu.
2) Adanya DAK Nonfisik (BOK Puskesmas) yang dapat digunakan untuk
kegiatan promotif preventive salah satunya untuk pelaksanaan kelas ibu
hamil/ kelas ibu.
Upaya / Kegiatan Yang Dilakukan Untuk Mencapai Target Indikator
pelaksanaan kelas ibu hamil di provinsi DIY tahun 2018 beberapa upaya yang
dilakukan antara lain melalui kegiatan sosialisasi atas indikator puskesmas
melaksanakan kelas ibu.
30
1) Kegiatan lain didalam mendukung pelaksanaan kelas ibu di tahun 2017
antara lain :
a) Penguatan sistem pelaporan
b) Sosialisasi terkait kelas ibu (diintergrasikan dengan kegiatan Kesehatan
keluarga lainnya)
c) Penguatan pemanfaatan penggunaan Buku KIA melalui pendampingan
mahasiswa dan kader
Faktor penghambat Untuk Mencapai Target Indikator pelaksanaan kelas
ibu hamil di provinsi DIY tahun 2018
1) Belum optimalnya sistem pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kelas ibu
hamil sehingga belum diperoleh mapping yang lengkap
2) Pelaksanaan masih sangat tergantung keberadaan dana BOK.
g. Persentase Puskesmas yang melakukan orientasi program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu
hamil dan bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu
upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin
serta menyediakan akses dan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang sekaligus merupakan kegiatan yang membangun potensi masyarakat
khususnya kepedulian masyarakat untuk persiapan dan tindakan dalam
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Cakupan pelaksanaan P4K di Provinsi DIY telah mencapaia target baik
secara nasional maupun provinsi. Berdasarkan laporan rutin pada tahun 2018,
100% Puskesmas di wilayah Provinsi DIY telah melaksanakan orientasi
program P4K. Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai
fasilitator dan dapat membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah
kerjanya agar dapat terwujud kerjasama dengan ibu, keluarga dan
masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kepedulian
31
masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Kesehatan ibu sangat terkait dengan progam-program lainnya, untuk
mencapai target, hal utama yang dibutuhkan adalah pemahaman LP/LS dan
nakes terkait kegiatan. Menjawab kebutuhan tersebut maka telah dilakukan
kegiatan sosialisasi terkait P4K. Sosialisasi terkait P4K dilakukan dengan
menyisipkan dan di integrasikan dengan kegiatan lain terkait kesehatan ibu dan
anak. Sosialisasi juga dilakukan secara khusus dalam bentuk pertemuan
kordinasi LP/LS tingkat kecamatan. Kegiatan P4K juga sangat terkait dengan
Buku KIA, oleh karena itu penguatan Buku KIA merupakan upaya penting dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan P4K (didalam Buku KIA terdapat stiker P4K
sebagai salah satu komponen penting dalam P4K, selain informasi yang tercantum
dalam Buku KIA.
Faktor penghambat Pelaksanaan P4K dilapangan masih mengalami kendala
atau hambatan, beberapa kendala antara lain :
1) Pemahaman petugas dan masyarakat terkait P4K
2) Komitmen anggaran dalam pelaksanaan P4K.
3) Sistem informasi pelaporan cakupan
32
3. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tabel 4. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun
2018
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target provinsi
Capaian
(2) (3) (4)Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
1.
2.
3.
4.
Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasarJumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPIPersentase fasiltas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standarPersentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
70%
605
100%
50%
100
200
100
88
100
198
100
100
a. Presentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar
b. Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI
c. Presentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi
standar
d. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan
olahraga pada kelompok masayarakat di wilayah kerjanya
33
4. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Penyehatan Lingkungan
Tabel 5. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Penyehatan Lingkungan Tahun 2018
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target provinsi
Capaian
Penyehatan Lingkungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)Persentase Sarana air minum yang dilakukan pengawasanPersentase Tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatanPersentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standarPersentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatanJumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat
40.000
45%
56%
28%
26%
376
438
50
88
88
80
5
438
41,5
36,2
66,2
38,4
5
e. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat)
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai salah satu
upaya pemerintah dalam mendukung upaya percepatan
peningkatan capaian Universal Akses 100-0-100 di Indonesia telah
ditetapkan sebagai pendekatan pembangunan sanitasi nasional
sejak tahun 2008. Kegiatan STBM di Daerah Istimewa Yogyakarta
di mulai tahun 2010. Target nasional yang ditetapkan dalam
RPJMN 2015 – 2019 adalah Desa Melaksanakan STBM. Pada
34
tahun 2015, 100% (438) desa/kelurahan di DIY telah melaksanakan
STBM, pada tahun 2017 DIY telah mendeklarasikan Stop Buang Air
Besar Sembarangan dan pada tahun 2018 sebanyak 51 desa telah
terverifikasi desa STBM. Dengan melihat data tesebut terlihat bahwa
capaian Stop BABS di DIY sudah cukup baik bila dibandingkan
dengan daerah lain, namun bila dilihat dari jumlah penduduk yang
mengakses jamban seahat masih perlu diperhatikan. Dari data
emonev STBM terlihat bahwa pada akhir tahun 2018, di DIY masih
terdapat 12,85 % penduduk akses Jamban Sehat Semin Permanen
(JSSP) dan 8,54 % masih sharing. Masih adanya penduduk yang
akses jamban dengan sharing cukup menjadi perhatian, karena
dihawatirkan akan kembali melakukan perilaku BABS. Beberapa
upaya telah dilakukan oleh Pemda DIY dan Kabupaten/Kota, salah
satunya adalah dengan memberikan bantuan setimulan untuk
pengadaan paket jamban.
f. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan
Pemerintah Indonesia telah menyepakati menjadi negara yang
mendukung universal acces air minum dengan berkomitmen
menyediakan air minum yang aman bagi 100% penduduk pada
tahun 2019. Indonesia telah berkomitmen mendukung pencapaian
Sustainable Development Goals (SDG) 6 dan targetnya 6.1 dan 6.3
yang ditujukan pada pengawasan kualitas air minum terkait program
Pengawasan Kualitas Air Minum (PKAM) . Program ini telah
diikutsertakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 sekaligus dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2015-2019. Tugas Kementerian Kesehatan
dalam hal ini adalah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap sarana air minum. Salah satu pembinaan yang dilakukan
adalah dengan pendekatan Rencana Pengamanan Air Minum
Komunal (RPAM Komunal). Dalam hal pegawasan, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota telah melakukan pengawasan kualitas
35
air minum. Secara umum terlihat bahwa hasil pengawasan kualitas
air minum di DIY pada tahun 2018 masih belum memenuhi target
nasional sebanyak 45%. Hal ini bukan disebabkan karena tidak
dilakukannya pengawasan secara optimal, namun hasil pengawasan
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum
terlaporkan secara baik. Salah satu yang menyebabkan belum
terlaporkannya adalah keterbatasan pada petugas, aplikasi yang
sedang dalam perbaikan sehingga tidak bisa untuk melakukan
pelaporan secara elektronik.
g. Persentase tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat
kesehatan
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.66 tahun 2014 tentang
Kesling, yang dimaksud dengan "lingkungan tempat dan fasilitas
umum" adalah lokasi, sarana, dan prasarana kegiatan bagi
masyarakat umum, yaitu antara lain: fasilitas kesehatan; fasilitas
pendidikan; tempat ibadah; hotel; rumah makan dan usaha lain yang
sejenis; sarana olahraga; sarana transportasi darat, laut, udara, dan
kereta api;stasiun dan terminal; pasar dan pusat perbelanjaan;
pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara; dan
tempat dan fasilitas umum lainnya.Dari pengertian tersebut Tempat-
Tempat Umum (TTU) adalah tempat bertemunya berbagai lapisan
masyarakat dengan berbagai kondisi kesehatan baik sehat ataupun
sakit. Seperti diketahui tempat umum memiliki risiko penyebaran
berbagai penyakit, terutama penyakit dengan media makanan,
minuman, udara dan air. Dengan demikian penyehatan tempat-
tempat umum atau sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi
persyaratan kesehatan. Oleh karena itu keberadaan TTU yang
sehat dan aman diperlukan agar dapat meningkatkan kesehatan
penggunanya.Menurut Fahmi (2009), sanitasi tempat-tempat umum
merupakan upaya pengawasan aktifitas yang terjadi di tempat-
tempat umum, khususnya tempat umum yang beresiko menularnya
36
suatu penyakit, sehingga mendatangkan keuntungan dengan
tercegahnya penyakit tersebut. Pengawasan kesehatan lingkungan
TTU, dilaksanakan terhadap unsur-unsur yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan,antara lain limbah cair; limbah padat; limbah
gas; sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan pemerintah; binatang pembawa penyakit; zat kimia yang
berbahaya; kebisingan yang melebihi ambang batas; radiasi sinar
pengion dan non pengion; air yang tercemar; udara yang tercemar;
dan makanan yang terkontaminasi. Program kesehatan lingkungan
di Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas telah melakukan
kegiatan Inspeksi Kesehatan Lingkungan pada tempat dan fasilitas
umum/ TTU, namun kegiatan tersebut belum sesuai dengan yang
ditargetkan dan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Sejak tahun 2015, program Tempat-Tempat Umum juga
menjadi bagian Standar Pelayanan Minimal bagi Provinsi dan
Kabupaten/Kota, yang sasarannya adalah Satuan Pendidikan
Menengah, Satuan Pendidikan Khusus, Satuan Pendidikan Dasar
dan Pasar Rakyat dengan melakukan inspeksi Kesling terhadap
higiene sanitasi pangannya, kualitas udara dalam ruang dan
pengendalian vektor serta binatang pengganggu. Oleh karena itu
penguatan teknis program TTU sebagai wadah pertemuan
membahas isu, updating terbaru dan membantu mencarikan solusi
di lapangan terkait pelaksanaan program TTU di lapangan.
h. Persentase rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah
medis sesuai standar
Persentase rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah
medis (limbah medis padat) sesuai standar merupakan salah
satu indikator kesehatan lingkungan. Selama ini semua rumah sakit
yang ada DIY telah melakukan pengelolaan limbah medis bekerja
sama dengan pihak ke ketiga. Pada awal tahun 2018 ada
beberapa permasalahan dari pihak ke tiga yang mengakibatkan
37
pemutusan hubungan operasional pengangkutan dan pengelolaan
limbah B3 medis di rumah sakit di DIY. Hal ini menimbulkan
terjadinya penumpukan limbah medis di Tempat Penampungan
Sementara (TPS) limbah B3 fasilitas pelayanan kesehatan. Hal
tersebut dapat menyebabkan infeksi nosokomial dan menurunya
kepercayaan masyarakat bahwa fasyankes dapat memberikan
pelayanan sesuai standart.
i. Persentase tempat pengelolaan makanan (TPM) yang memenuhi
syarat kesehatan
Kebutuhan pangan pada saat ini sudah mengarah pada keamanan
pangan, bukan hanya aspek mutu, rasa, tampilan saja, sehingga
Pemerintah dituntut untuk lebih meningkatkan pengawasan dan
peningakatan pangan siap saji. Sebagai salah satu peran aktif
dalam perlindungan konsumen terhadap pangan yang aman dan
sehat adalah dengan peningkatan sistem pengawasan yang ketat
atas penyediaan pangan pada seluruh. Tempat Pengelolaan
Pangan (TPP) khususnya pangan siap saji. Hal ini bertujuan untuk
menekan angka kejadian penyakit akibat pangan (foodborne
disease)yang disebabkan oleh pengelolaan pangan yang tidak
higienis, sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang
yang dapat menimbulkan cemaran biologi, kimia dan fisika pada
pangan. Kesehatanmakanan dan minuman merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Makanan dan
minuman yang tidak hygienis dapat berperan sebagai media
penularan penyakit. Sehat tidaknya makanan dan minuman sangat
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan lingkungan tempat pengelolaan
makanan. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kota pendidikan
dan kota tujuan wisata. Hal tersebut mendorong berdirinya tempat
pengelolaan makanan yang banyak tersebar di beberapa lokasi.
Untuk itu pengawasan tempat pengelolaan makanan sangatlah
diperlukan.
38
j. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan
kawasan sehat
5. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan MasyarakatTabel 6. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Tahun 2018
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target provinsi
Capaian
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
1.
2.
3.
4.
Persentase Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBSPersentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBMJumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program kesehatanJumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan
70%
40%
16
12
80
40
1
5
100
29,25
3
5
k. Persentase kab/kota yang memiliki kebijakan PHBS
l. Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM
m. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program
kesehatan
n. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber
dayanya untuk mendukung kesehatan
39
6. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Tabel 7. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan
Pelaksaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Tahun 2018
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target provinsi
Capaian
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
1. Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Program Kesehatan Masyarakat
93% 95 100
40
F. Realisasi Anggaran
Anggaran yang diperjanjikan antara Dirjen Kesmas Kementerian Kesehatan dengan Kepala Dinas Kesehatan DIY sebesar Rp. 8.560.377.000 dengan realisasi sebesar Rp. 8.121.641.890 atau sebesar 94,87%. Hal ini dikarenakan adanya efisiensi dalam perjalanan dinas, pembelian alat tulis kantor dan fotokopi dan harga barang pada beberapa pengadaan melalui ULP lebih rendah dibandingkan pagu anggaran. Rincian pagu anggaran dan realisasi kegiatan program kesehatan masyarakat dijabarkan pada tabel 8.
Tabel 8. Realisasi Anggaran Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat Tahun 2018
No Kegiatan Pagu Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp) Realisasi (%)
1 Pembinaan Gizi Masyarakat
2.055.146.000 1.988.002.150 97,22
2 Pembinaan Kesehatan Keluarga
1.368.239.000 1.345.849.900 98,36
3.
Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
983.747.000 870.787.475 88,52
4 Penyehatan Lingkungan
755.513.000 666.334.925 88,20
5 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2.788.300.000 2.688.211.121 95,69
6 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
609.432.000 572.456.319 93,93
Pembinaan Kesehatan Masyarakat
8.560.377.000 8.121.641.890 94,87
41
BAB IV
KESIMPULAN
1. Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari 28 Indikator
yaitu: persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan,
persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD), persentase
bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif, Persentase bayi
baru lahir yang mendapat IMD, persentase remaja puteri yang mendapat
Tablet Tambah Darah (TTD), persentase kunjungan neonatal pertama (KN1),
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4),
Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 1, Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja, Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10, Persentase Puskesmas yang
melaksanakan kelas ibu hamil, Persentase Puskesmas yang melakukan
Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K), Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar,
Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI, Persentase fasiltas
pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar, Persentase Puskesmas
yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat
di wilayah kerjanya, Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), Persentase Sarana air minum yang
dilakukan pengawasan, Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang
memenuhi syarat kesehatan, Persentase RS yang melakukan pengelolaan
limbah medis sesuai standar, Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
yang memenuhi syarat kesehatan, Jumlah Kabupaten/Kota yang
menyelenggarakan tatanan kawasan sehat, Persentase realisasi kegiatan
administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
Program Kesehatan Masyarakat
42
2. Keduapuluh delapan indikator tersebut dilaksanakan di tingkat
kabupaten/kota dan puskesmas, dimana Dinkes DIY berperan memastikan
indikator tersebut berjalan dengan menerapkan juknis, juklak dan pedoman
dan memastikan kabupaten/kota melaksanakan, melaksanakan kegiatan untuk
mendukung agar indikator kinerja tercapai dan melakukan monitoring serta
evaluasi.
3. Pada tahun 2018, Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan DIY mendapat anggaran sebesar Rp 8,560,377,000 dengan
realisasi sebesar Rp. 8,121,641,890 atau 94,87%. Hal ini dikarenakan adanya
efisiensi dalam perjalanan dinas, pembelian alat tulis kantor dan fotokopi dan
harga barang pada beberapa pengadaan melalui ULP lebih rendah
dibandingkan pagu anggaran.
43