Upload
herlinda
View
60
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pseudomonas aeruginosa
P. aeruginosa termasuk dalam famili Pseudomonadaceae. P. aeruginosa
adalah bakteri gram negatif berbentuk batang lurus atau lengkung, berukuran
sekitar 0,6 × 2 µm. Bakteri ini dapat ditemukan satu-satu, berpasangan, dan
kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai spora, tidak
mempunyai selubung, serta mempunyai flagel monotrik (flagel tunggal pada
kutub), sehingga selalu bergerak (8).
P. aeruginosa adalah patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan
pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat
menyebabkan ISK, infeksi saluran pernapasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak,
bakterimia, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan, dan bermacam-
macam bakteri sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan
penderita Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang mengalami
penurunan sistem imun. Infeksi P. aeruginosa menjadi masalah serius pada pasien
rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik, dan luka bakar. Bakteri ini
penyebab sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (9).
P. aeruginosa adalah bakteri aerob obligat yang dapat tumbuh dengan
mudah pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi
yang sangat sederhana. P. aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C.
5
6
P. aeruginosa biasanya diisolasi pada media agar pepton dengan atau tanpa
penambahan 5% darah domba atau kelinci, meskipun media yang diperkaya darah
tidak menjadi dasar untuk isolasi bakteri ini. Selain agar darah, untuk isolasi
primer digunakan salah satu media diferensial, misalnya agar McConkey atau
eosin methylen blue. Pada media diferensial tersebut, P. aeruginosa tumbuh
sebagai koloni tidak memfermentasikan laktosa (tidak berwarna). Untuk uji
sensitivitas bakteri ini biasanya menggunakan agar Mueller Hinton (MH) dan
untuk memperbanyak jumlah bakteri menggunakan Brain Heart Infusion (BHI)
(10).
B. Antibiotik yang Sensitif terhadap P. aeruginosa
Pengobatan terhadap infeksi P. aeruginosa dilakukan dengan menggunakan
pengobatan antibiotik. Obat-obat yang biasa digunakan adalah penisilin anti-
Pseudomonas (mezlosilin, piperasilin, karbenisilin, tikarsilin, dan azlosilin),
sefalosporin generasi ketiga (seftazidim, sefoperazon, sefepim, dan sefotaksim),
aminoglikosida (gentamisin, amikasin, netilmisin, dan tobramisin),
karboksikuinolon terflourisasi (siprofloksasin, levofloksasin, lomefloksasin,
norfloksasin, dan ofloksasin), monobaktam (aztreonam), dan tienamisin
(imipenem dan meropenem). Selain itu, antibiotik dapat digunakan sebagai
kombinasi yang sinergis (11).
Siprofloksasin merupakan antibiotik spektrum luas golongan florokuinolon
yang paling umum digunakan, dengan mekanisme kerja menghambat DNA girase
(topoisomerase II) dan topoisomerase IV yang terdapat dalam bakteri P.
aeruginosa. Penghambatan terhadap enzim yang terlibat dalam replikasi,
7
rekombinasi, dan reparasi DNA tersebut mengakibatkan penghambatan terhadap
pertumbuhan sel bakteri. Pemakaian siprofloksasin kadar subinhibisi
menghasilkan resistensi tingkat rendah (12,13).
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang mempunyai
potensi tinggi dan berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif dengan sifat bakterisid. Gentamisin mempunyai rentang terapi sempit,
bersifat nefrotoksik dan ototoksik, serta mempunyai variabilitas farmakokinetik
interindividu cukup lebar, maka diperlukan pemantauan kadar obat dalam darah
pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal agar keamanan dan efikasi terapi
tercapai. Hal ini juga penting karena profil dosis dan kadar gentamisin dalam
darah sukar diprediksi, terutama kadar puncak obat dan waktu paruh eliminasi.
Durasi terapi gentamisin adalah 5–7 hari dan tidak boleh melebihi 14 hari
(14,15,16).
Mekanisme kerja aminoglikosida adalah dengan cara mengikat protein
bakteri subunit 30S. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan 3 cara, yaitu
(a) mengganggu kompleks awal pembentukan peptida, (b) menginduksi salah
baca mRNA yang mengakibatkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam
peptida, sehingga menyebabkan terbentuknya protein toksik, (c) menyebabkan
terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom nonfungsional sehingga
mengakibatkan kematian sel. Penggunaan gentamisin terutama pada terapi
empiris infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, khususnya P.
aeruginosa, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Proteus, dan Acinetobacter (17).
8
C. Resistensi Antibiotika Flourokuinolon dan Aminoglikosid
Mekanisme resistensi antibiotik golongan flourokuinolon adalah melalui 3
mekanisme, yaitu: (1) mutasi gen gyr A yang menyebabkan sub unit A dari DNA
girase bakteri berubah, sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi, (2)
perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat ke dalam
sel, dan (3) peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel (efflux) (18).
Bakteri dapat resisten terhadap antibiotik golongan aminoglikosida karena
kegagalan penetrasi ke dalam kuman, rendahnya afinitas obat pada ribosom, atau
inaktivasi obat oleh enzim kuman. Dikenal berbagai macam enzim inaktivator
aminoglikosid, yaitu enzim fosforilase, adenilase, asetilase gugus hidroksil
spesifik atau gugus amino (18).
Terapi antibiotik terbaik didapatkan ketika konsentrasi obat diberikan di atas
Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Beberapa keadaan menyebabkan
konsentrasi antibiotik yang ada pada jaringan menjadi lebih rendah daripada MIC
atau disebut sebagai kadar subinhibisi (19).
Paparan antibiotik yang kurang adekuat (dosisnya di bawah MIC,
pemberiannya terlalu pendek atau terlalu lama) akan menyebabkan terjadinya
seleksi bakteri yang dapat bertahan hidup, yaitu hanya bakteri yang memiliki gen
pembawa sifat resisten antibiotik tersebut. Strain yang resisten ini berkembang-
biak dengan turunan yang juga membawa sifat resisten. Selain itu, strain resisten
ini juga dapat menyebarkan gen resistensi kepada bakteri lain dengan spesies yang
berbeda melalui proses transformasi, transduksi, dan konjugasi. Bakteri lain yang
9
kini membawa gen resistensi akan menyebarkan sifat resistensi kepada
turunannya dan bakteri lain, sehingga terjadi masalah resistensi yang luas (17).