Upload
m-al-farisi-sutrisno
View
29
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bab II Ajuan
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Infeksi Dengue
Infeksi dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(DENV-1, DENV-2, DENV-3 and DENV- 4 ). virus dengue termasuk group B
arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti, Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies dari Aedes scutellaris.1-4
Dengue memiliki manifestasi klinis spektrum luas yang sulit untuk
diperkirakan perjalanan penyakitnya dan memiliki derajat penyakit yang
bervariasi mulai dari kondisi asimptomatik yaitu demam dengue hingga kondisi
berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
Terapi rehidrasi intravena merupakan pilihan terbaik dimana terapi ini dapat
menurunkan case fatality rate (CFR) menjadi 1%.1
WHO mengklasifikasi infeksi dengue berdasarkan tanda dan gejala nya
menjadi tiga kategori yaitu demam tidak teridentifikasi, demam dengue, demam
berdarah dengue. demam berdarah dengue diklasifikasikan lebih luas menjadi
empat tingkatan dimana tingkat III dan IV didefinisikan sebagai sindrom syok
dengue (SSD).1 Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) memiliki
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. SSD (sindrom
syok dengue) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh syok.1,2,3
6
6
7
Dalam 50 tahun terakhir insiden kasus infeksi dengue telah meningkat 30
kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dimana
diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar
orang hidup di negara-negara endemik infeksi dengue.1
Gambar 2.1 spektrum klinis infeksi virus dengue2
2.1.2 Demam Dengue
Demam dengue merupakan sindrom jinak yang disebabkan oleh virus
dengue termasuk arthropod borne virus yang ditandai dengan demam bifasik,
mialgia atau atralgia, ruam, leukopenia, dan limfadenopati.9,10
2.1.2.1 Epidemiologi
Epidemi lazim pada daerah beriklim sedang di Amerika, Eropa, Australia,
dan Asia sampai awal abad ke-20. Saa ini teerdapat beberapa daerah endemik
demam dengue yaitu di Asia tropik, Pulau Pasifik Selatan, Australia Utara, Afrika
tropik, Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Penularan infeksi virus
dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A.
albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan
air lainnya). 8
8
2.1.2.2 Manifestasi Klinis
Manifestasi bervariasi menurut usia dan karakteristik penderita, pada bayi
dan anak kecil ditandai dengan demam 1-5 hari, faringitis, rhinitis, dan batuk
ringan. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa kebanyakan setelah masa
inkubasi 1-7 hari ditandai dengan demam tinggi mendadak hingga 39,4- 41,1o C
( 103-106 o F), biasanya disertai dengan nyeri frontal atau retroorbital. Ruam
sementara, makular, dan menyeluruh serta pucat pada saat penekanan dapat
ditemukan selama 24-48 jam pertama demam. Pada demam hari ke 2–6 dapat
ditemukan mual, muntah, limfadenopati, hiperparestesia atau hiperalgesia dan
anoreksia. 9.10
Satu sampai dua hari setelah demam turun akan timbul ruam yang bersifat
morbiliformis, makulopaular, dan menyeluruh kecuali pada telapak tangan dan
kaki. Ruam menghilang dalam waktu 1-5 hari dimana di antara waktu tersebut
suhu tubuh yang sebelumnya turun menjadi normal akan kembali naik sedikit dan
membentuk kurva bifasik.9,10
Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak selalu ditemukan namun dapat
terjadi pada setiap stadium. Tidak jarang depresi, muntah, bradikardi, dan
ekstrasistol ventrikuler dapat ditemukan setelah fase demam terjadi.9,10
2.1.2.3 Data Laboratorium
Pansitopenia dapat terjadi pada hari ke 3-4 perjalanan penyakit, angka sel
darah putih dapat mencapai 2000/mm3, trombosit jarang dibawah 100.000
sel/mm3. Koagluasi vena, waktu perdarahan dan protrombin serta fibrinogen
plasma dalam kisaran normal. Uji torniquet jarang menghasilkan hasil positif.
Asidosis ringan, hemokonsentrasi, kenaikan angka transaminase, dan
hipoproteinuria dapat terjadi. Bradikardi sinus, fokus ventrikuler ektopik,
gelombang T datar dan pemanjangan interval PR dapat teramati dengan
elektrokadiografi. 9,10
9
2.1.2.4 Diagnosis
Kriteria probable demam dengue adalah terpenuhinya 2 atau lebih manifestasi
klinis dibawah ini: 9,10
- Nyeri kepala/pusing
- Nyeri pada retro orbital
- Myalgia
- Athralgia
- Ruam
- Manifestasi perdarahan
- Leukopenia
Definitif demam dengue adalah kriteria dari probable demam dengue ditambah
dengan kriteria laboratorium yaitu isolasi virus dengue, peningkatan titer antibodi,
ditemukannya antigen virus dengue.
2.1.2.5 Tatalaksana
Tatalaksana pada demam dengue ialah pengobatan suportif, tirah baring
dianjurkan selama masa demam. Antipiretik seperti parasetamol digunakan untuk
mempertahankan suhu tubuh dibawah 40oC (104oF). Analgesik atau sedasi ringan
mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri namun karna efek sampingnya
pada hemostasis maka aspirin tidak boleh digunakan. Penggantian cairan dan
elektrolit seperti air hangat atau larutan oralit diperlukan untuk menjaga perfusi
organ. 9,10
2.1.2.6 Prognosis
Infeksi primer dengan demam dengue biasanya dapat sembuh sendiri dan
bersifat benigna. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang
demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. 9,10
10
2.1.3 Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue termasuk group B arthropod borne virus
(arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4,
melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit ini
terdapat di daerah tropis, terutama di Negara ASEAN dan Pasifik Barat.
2.1.3.1 Epidemiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
DBD ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif
di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas
infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis
penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan
virus, dan kondisi geografis setempat. Secara epidemiologi, DBD dan SSD
termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka
sesuai dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1984, tentang wabah penyakit
menular dan Peraturan Menteri No. 560 tahun 1989, maka apabila menemukan
kasus DBD/SSD harus melapor segera (dalam waktu kurang dari 24 jam).11
Berdasarkan data Ditjen PP dan PL Depkes RI, pada tahun 2009 terjadi
peningkatan jumlah kasus DBD yang cukup tinggi di Indonesia, dari tahun 1968
hanya 58 kasus sekarang menjadi 158.912 kasus. Dengan insiden tertinggi terjadi
di provinsi DKI Jakarta (313 kasus per 100.000 penduduk) dan urutan kedua
adalah provinsi Kalimantan Barat (228 kasus per 100.000 penduduk). Namun
angka kematian pada tahun yang sama menurun dari tahun-tahun sebelumnya.
Angka kematian yang masih tinggi terjadi di provinsi Bangka Belitung (4,58%)
dan diikuti provinsi Bengkulu (3,08%).
11
Gambar 2.2 Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk Provinsi di Indonesia
tahun 2009 (Ditjen PP dan PL Depkes RI)
Gambar 2.3 Angka Kematian DBD per Provinsi tahun 2009 (Ditjen PP dan PL
Depkes RI)
2.1.3.2 Patogenesis DBD/SSD
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)
merupakan suatu penyakit infeksi yang patogenesisnya belum dapat dijelaskan
secara detail. Sejak tahun 50-an berkembang teori imunopatologi, yang banyak
berpengaruh sampai saat ini.
12
Dua teori yang umum dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis
pada BDB dan SSD, yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua
kalinya dengan virus dengue serotipe yang heterolog, mempunyai risiko lebih
besar untuk kemungkinan DBD/SSD. Karena antibodi yang heterolog, maka virus
akan berikatan dengan Fc reseptor membran sel leukosit sehingga tidak
dinetralisirkan oleh tubuh dan bebas melakukan replikasi di dalam sel magrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), yaitu
peningkatan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuclear. Sebagai
tanggapan tubuh, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan keadaan
hipovolemia dan syok. 9,10,12
Hipotesis kedua menyatakan adanya ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik di dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, virulensi dan potensi terjadinya wabah. Akibatnya tubuh akan
mengaktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin (TNF-α,
IL-1, IL-6, IL-8) yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari ruangan intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage), terjadinya
agregasi trombosit sehingga trombosit menurun bila berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit terutama pada anak akibat mobilisasi sel trombosit
muda dari sumsum tulang, serta terjadinya kerusakan sel endotel yang
mengaktifkan faktor pembekuan. 9,10,12
Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga mengakibatkan perembesan plasma, hipovolemia, dan syok.
Perembesan plasma pada DBD mengakibatkan adanya cairan di dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal yang berlangsung singkat, selama 24-28 jam, serta
terjadinya kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, dan koagulopati, sehingga menyebabkan perdarahan hebat.9,10,12
13
2.1.3.3 Patofisiologi
Tubuh akan membentuk kekebalan spesifik untuk serangan pertama kali
virus dengue, namun masih memungkinkan diserang untuk kedua kalinya atau
lebih kerena ada lebih dari satu tipe virus dengue. Orang yang terinfeksi virus
dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita demam dengue atau
demam ringan dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari pengobatan.
Infeksi virus dengue selanjutnya dengan tipe virus yang berbeda akan
menyebabkan penyakit DBD. 9,10,12
Virus dengue yang masuk kedalam tubuh akan berkembang biak dalam
retikuloendotel sel (sel mesenkim dengan daya fagosit) sehingga tubuh
mengalami viremia (darah mengandung virus) yang menyebabkan terbentuknya
kompleks virus antibody. Terbentuknya kompleks virus antibody menyebabkan
agregasi trombosit yang berdampak terjadinya trombositopenia, aktivasi koagulasi
yang berdampak meningkatkan permeabelitas kapiler sehingga terjadi kebocoran
plasma dan timbulnya syok. Syok yang pertama ringan bila tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan SSD dan dapat menyebabkan kematian. 9,10,12
Fase perjalanan penyakit pada DBD :
a. Fase demam
Suhu tubuh saat fase demam berkisar antara 39oC sampai 40oC. Fase
demam berlangsung 2 sampai 7 hari. Pada fase demam akut biasanya disertai
dengan warna kemerahan pada wajah, eritema pada kulit, rasa nyeri pada seluruh
tubuh dan sakit kepala. beberapa pasien juga akan mengeluh kesulitan menelan,
sakit perut, tidak nafsu makan, mual, dan muntah. Pada fase demam diperlukan
pengobatan untuk menghilangkan gejala yang ditimbulkan. Selama fase awal
demam sulit dibedakan antara Demam Dengur (DD) dengan DBD. Pada DD
setelah terbebas dari demam selama 24 jam tanpa penurunan panas, pasien akan
memasuki fase penyembuhan. Namun pada DBD setelah fase demam selesai,
akan memasuki fase kritis yang dapat menyebabkan berkembang menjadi SSD.13
14
Pada fase demam pasien masih memungkinkan di rawat di rumah dengan
pengawasan khusus diantaranya pengawasan ketat tanda vital, keluhan mual dan
muntah, nyeri abdomen, pelebaran hati, dan perdarahan yang timbul. Pemeriksaan
darah seperti trombosit dan hematokrit sangat diperlukan dalam mengontrol
kesehatan pasien. 13
b. Fase kritis
Syok pada pasien DBD dapat terjadi pada fase kritis ini. Suhu tubuh
menurun sekitar dari fase demam yaitu sekitar 37,5oC sampai 38oC atau justru
berada dibawahnya, umumnya terjadi pada hari ketiga sampai kelima demam.
Pada fase kritis, terjadi peningkatan permeabelitas kapiler yang menyebabkan
kebocoran plasma. Fase kritis berlangsung antara 24 sampai 48 jam, apabila tidak
terjadi kebocoran plasama, maka pasien akan membaik, namun jika terjadi
kebocoran plasma maka kondisi pasien akan memburuk. Kondisi kebocoran
plasma yang berkepanjangan dan keterlambatan penanganan dapat menyebabkan
pasien manjadi syok. 13
Pada fase kritis, pasien harus dirawat di rumah sakit dengan pengawasan
yang lebih intensif. Pengawasan yang diperlukan adalah tingkat kesadaran, tanda
vital, intake dan output cairan, nyeri abdomen, akumulasi cairan pada tubuh,
pelebaran hati > 2 cm dan perdarahan yang timbul. Pemeriksaan darah lengkap
secara berkala sangat diperlukan meliputi hematokrit, trombosit, hemoglobin, dan
leukosit. Pasien yang mengalami SSD harus mendapatkan segera terapi oksingen
serta cairan infus untuk mengurangi dampak kebocoran plasma. 13
c. Fase penyembuhan
Pasien yang telah melewati fase kritis, terjadi proses penyerapan kembali
cairan yang berlebih pada rongga tubuh dalam waktu 2 sampai 3 hari dan secara
bertahap kondisi pasien secara keseluruhan akan membaik. Fase penyembuhan
berlangsung antara 2 sampai 7 hari. Umumnya penderita DBD yang telah berhasil
melewati fase kritis akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu kurang lebih 24
15
sampai 48 jam setelah syok. Fase penyembuhan ditandai dengan kondisi umum
pasien yang membaik, nafsu makan yang mulai membaik, tanda vital yang mulai
stabil. 13
2.1.3.4 Manifestasi Klinik
Spektrum klinis bervariasi mulai dari undifferentiated febrile illness yang
ringan, demam dengue (dengue fever) dan demam berdarah dengue (DBD/dengue
hemorrhagic fever) termasuk sindroma syok dengue (SSD/dengue syok
syndrome). Pada demam berdarah dengue terdapat gejala demam tinggi
mendadak, kadang-kadang bifasik (sadle back fever), nyeri kepala, otot, sendi dan
tulang belakang, mual, muntah dan timbulnya ruam berbentuk makulopapular
pada 1-2 hari saat awal penyakit dan menghilang tanpa bekas, lalu timbul lagi
pada hari ke-6 dan 7 disertai halo putih dan terasa gatal (convalescent rash).9
2.1.3.5 Kriteria Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari keriteria klinis dan laboratoris. Pengguna kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan.1,2
Kriteria klinis
a. demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
- Uji torniquet positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis dan perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c. pembesaran hati
d. syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
16
Kriteria Laboratoris
a. trombositopenia ( 100.000/ atau kurang)
b. hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih
atau penurunan nilai hematokrit 20% setelah pemberian cairan adekuat,
efusi pleura, asites dan hipoproteinemia.
Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klonis DBD. Efusi
pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemi dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.
Pemeriksaan Serologis
a) Antibodi spesifik anti dengue IgM/IgG
Pasien yang menunjukkan antibodi IgM yang positif
menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi virus dengue untuk yang
pertama kali atau infeksi primer. Sedangkan pasien yang
menunjukkan antibodi IgG positif menunjukkan bahwa pasien terkena
infeksi sekunder yaitu infeksi untuk yang kedua kalinya oleh virus
yang sama dari serotipe yang berbeda.18
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh J.Mitra & Co
pemeriksaan Antibodi spesifik anti dengue IgM/IgG memiliki
sensitivitas 100% dan spesifisitas 99,88%.18 Namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan yaitu : 15
1. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan in vitro saja.
2. Tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya kriteria untuk
diagnosis infeksi virus dengue.
3. Pada infeksi awal dan beberapa infeksi sekunder, tingkat terdeteksi
antibodi IgM mungkin rendah. Beberapa pasien mungkin tidak
17
terdeteksi antibodi spesifiknya hingga 7-10 hari setelah infeksi.
Apabila gejala terus berlangsung, pasien harus kembali diuji 3-5
hari setelah tanggal pengujian pertama.
4. Seperti semua tes diagnostik, semua hasil harus berkorelasi dengan
temuan klinis lainnya. Jika hasil tes adalah negatif dan gejala klinis
positif maka penggunaan alat diagnosik lainnya dianjurkan.
b) Antigen nonstruktural 1 ( NS 1 Ag)
Virus dengue menyebabkan infeksi dengue yang memiliki
manifestasi klinis spektrum luas yang sulit untuk diperkirakan
perjalanan penyakitnya. Infeksi primer virus dengue biasanya
merupakan penyakit self limiting disease yang ditandai dengan demam
ringan-tinggi yang berlangsung selama 3 hingga 7 hari, nyeri kepala
berat dengan nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, ruam dan
muntah. Antibodi IgM tidak terdeteksi sampai 5-10 hari dalam kasus
infeksi dengue primer dan sampai 4-5 hari pada infeksi sekunder
setelah onset penyakit. IgG terdeteksi setelah 14 hari dan bertahan
dalam kasus infeksi primer dan terdeteksi kembali dalam waktu 1-2
hari setelah terinfeksi. Gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih berat
dan serius pada kasus DBD dan DSS. Diagnosis dini sangat penting,
karena pasien mungkin meninggal dalam waktu 12 sampai 24 jam jika
perawatan yang tepat tidak diberikan.16
Saat ini, telah dikembangkan suatu pemeriksaan baru terhadap
antigen nonstruktural 1 (NS1) yang dapat mendeteksi infeksi virus
dengue lebih awal, bahkan pada hari pertama onset demam karena
protein NS1 bersirkulasi dalam konsentrasi tinggi dalam darah pasien
selama awal fase akut. Keunggulannya ialah pemeriksaan ini hanya
membutuhkan serum/plasma sebagai sampel dan memberikan hasil
dalam waktu 20 menit. Prinsip kerja perangkat NS 1 Ag ialah
perangkat ini memiliki dua garis yaitu garis "C" (Control Line) dan
18
garis "T" (Dengue NS1 Antigen Deteksi Uji Line), ketika sampel
ditambahkan ke perangkat yang dilapisi koloid emas antibodi anti-
dengue NS 1 Ag maka sampel akan terikat dan membentuk antibodi
antigen kompleks yang membentuk garis merah muda di garis "T"
yang mengindikasikan sampel tersebut terinfeksi virus dengue atau
membentuk garis merah muda di garis "C" yang mengindikasikan
sampel tersebut tidak terinfeksi virus dengue.16
Infeksi virus dengue primer ditandai dengan peningkatan kadar
NS1 antigen spesifik 0 sampai 9 hari setelah timbulnya gejala, ini
umumnya tetap terjadi hingga 15 hari.16
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh J.Mitra & Co
pemeriksaan NS 1 Ag memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas
99,94%,22 sedangkan menurut Megariani,dkk pemeriksaan NS 1 Ag
memiliki sensitivitas 92,3%, spesifisitas 95,8%, nilai duga positif 96
%, nilai duga negatif 92 %, dan keakuratan 94%.
Keterbatasan pemeriksaan NS 1 Ag ialah: 16
1. Hanya dapat digunakan in vitro saja.
2. Tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya kriteria untuk
diagnosis infeksi virus Dengue.
3. Seperti semua tes diagnostik, semua hasil harus berkorelasi dengan
temuan klinis lainnya. Jika hasil tes adalah negatif dan gejala klinis
positif maka penggunaan alat diagnosik lainnya dianjurkan.
4. Pemeriksaan ini hanya sebagai tes skrining. Oleh karena itu, isolasi
virus, deteksi antigen pada jaringan tetap, RT-PCR dan metode
diagnosis alternatif yang lebih spesifik harus digunakan untuk
mendapatkan konfirmasi dari infeksi virus dengue.
19
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat DBD berdasarkan WHO 19972
Derajat DBD Tanda dan gejala
I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
II Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain
III Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi disertai
kulit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah
IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur
2.1.4 Sindrom Syok Dengue (SSD)
Dengue Syok Syndrome adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue.
2.1.4.1 Faktor Risiko Sindrom Syok Dengue
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian DBD yang dapat
berakibat terjadinya Sindrom Syok Dengue (SSD). Faktor-faktor ini dapat terkait
satu dengan yang lainnya. Faktor risiko diantaranya adalah faktor virus, faktor
individu, faktor eksternal atau lingkungan dan faktor tanda dan gejala serta faktor
hasil laboratorium pada pasien. 17,19
2.1.4.1.1 Faktor Virus
Di Indonesia, hingga sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe, yaitu DEN-
1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang
paling banyak sebagai penyebab. Pada sebuah penelitian menyebutkan serotipe
DEN-2 dominan terdapat di Thailand, sedangkan serotipe DEN-3 dominan
terdapat di Indonesia dan banyak dihubungkan dengan kasus yang berat walaupun
sekarang sudah banyak penelitian yang menyebutkan penyebaran serotipe virus
dengue hampir merata di seluruh dunia.17,19
20
2.1.4.1.2 Faktor Individu
Usia sangat mempengaruhi angka kejadian DBD dan SSD. Sekitar 90%
kejadian DBD dan SSD menimbulkan kematian pada anak yang berusia dibawah
15 tahun. Usia terbanyak terkena infeksi dengue adalah kelompok usia 4-10
tahun, walau sekarang makin banyak kelompok usia tua yang terinfeksi virus
dengue. Sejak tahun 1968-1995 di Indonesia kasus DBD terutama menyerang
kelompok usia 5-14 tahun, tetapi setelah tahun 1984 insidens kelompok usia lebih
dari 15 tahun meningkat dari tahun ke tahun. Dalam sebuah studi epidemiologi
menyebutkan pada tahun 2007 di provinsi DKI Jakarta, persentase kasus DBD
terbanyak merupakan kelompok usia 5-14 tahun (36%), diikuti kelompok usia
lebih dari 5 tahun (31%), kelompok 15-44 tahun (22%) dan lebih dari 45 tahun
(11%).17
Jenis kelamin mempengaruhi status kesehatan hal ini berdasarkan dugaan
bahwa dinding kapiler pada wanita lebih cenderung dapat meningkatkan
permeabelitas kapiler dibandingkan dengan laki-laki.17 Namun menurut data
Ditjen PP dan PL Depkes RI pada tahun 2008 persentase penderita laki-laki dan
perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah
10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%).17
Penyakit penyerta juga mempengaruhi kejadian DBD dan SSD. Orang-
orang yang memiliki gangguan pembekuan darah, adanya penyakit diabetes
bawaan, alergi, kelainaan ginjal dan penyakit lainnya juga dapat memperburuk
keadaan DBD. Pada orang yang memiliki gangguan pembekuan darah sangat
rentan untuk terjadinya komplikasi DBD yang berat yaitu sindrom syok (SSD)
yang dapat berujung pada kematian.17
Sikap hidup dan perilaku juga mempengaruhi kejadian DBD dan SSD,
kalau seseorang rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap akan masalah
maka akan dapat mengurangi risiko ketularan penyakit.
21
2.1.4.1.3 Faktor Lingkungan dan Eksternal
Selain faktor virus dan individu, faktor lingkungan dan eksternal juga
sangat mempengaruhi kejadian DBD dan SSD. Dalam beberapa studi
menyebutkan meningkatnya jumlah kasus dan bertambahnya wilayah yang
terjangkit, disebabkan makin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat menguras bak mandi,
kurangnya persediaan air bersih. Urbanisasi yang cepat dan perkembangan
pembangunan daerah pedesaan dapat mempengaruhi bionomik vektor penyebab
DBD. Keadaan itu tidak terlepas dari peningkatan penduduk yang mencapai 1,49
persen serta degradasi kualitas fungsi lingkungan, sebagai akibat pembangunan
yang tidak berpihak pada lingkungan. 17
DBD ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. Tempat perindukan
nyamuk di lingkungan yang lembab, curah hujan tinggi, terdapat genangan air
didalam maupun luar rumah. Faktor lain penyebab DBD adalah sanitasi
lingkungan yang buruk, perilaku masyarakat tidak sehat, perilaku di dalam rumah
pada siang hari, dan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk memegang
peranan paling besar dalam penularan virus dengue. 17
Faktor eksternal juga mempengaruhi kejadian DBD dan SSD. Keadaan-
keadaan seperti sistem penatalaksanaan kasus DBD yang terlambat/kesalahan
diagnosis, kurang mengenal tanda-tanda klinis, keterlambatan pasien DBD
mendapatkan pertolongan/pengobatan, kurang mengenal tanda-tanda kegawatan.
2.1.4.1.4 Faktor Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap yang paling utama dilakukan
pada pasien DBD adalah pemeriksaan leukosit, trombosit, hemoglobin dan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit bertujuan mengetahui jumlah sel darah putih
yang berfungsi mengatasi infeksi, sehingga dapat mencegah terjadinya leukopenia
yaitu jumlah leukosit yang kurang dari 5000µL. Pemeriksaan trombosit bertujuan
untuk mengetahui proses pembekuan darah. Jika terjadi penurunan jumlah
22
trombosit mengindikasikan pasien DBD memasuki fase kritis yang perlu diawasi
dengan ketat. Pemeriksaan hematokrit bertujuan mengetahui apakah terjadi
kebocoran plasma dari pembuluh darah yang dapat menyebabkan syok.
Sedangkan pemeriksaan hemoglobin jika terjadi penurunan mengindikasikan
terjadinya perdarahan atau bila terjadi peningkatan terkait dengan
hemokonsentrasi yang harus diwaspadai.17
Dalam penelitian yang dilakukan Harisnal (2012) menyebutkan untuk
peningkatan hematokrit ≥ 25%, penurunan nilai trombosit ≤ 50.000/mm3, dan
penurunan jumlah leukosit ≤ 4764,7/mm3 memiliki hasil yang signifikan dengan
kejadian SSD pada anak.13 Begitu juga penelitian yang dilakukan Gupta et al
(2011) mengatakan ada kaitan dengan kejadian SSD pada nilai leukosit < 4000/
mm3.17
2.1.4.2 Patofisiologi Sindrom Syok Dengue
Patofisiologi yang pertama pada sindrom syok dengue ialah terjadinya
peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat
terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh
darah dan masuk kedalam ruang intestinal sehingga menyebabkan hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, dan efusi cairan ke rongga serosa.9,10,11
Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang
sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan
hipovolemi ini bila tidak segera diatasi, dapat mengakibatkan anoksia jaringan,
asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraselular ke
ekstraselular. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung
dan venous pooling sehingga lebih lanjut akan memperberat renjatan.9,10,11
Sebab lain kematian penderita SSD adalah perdarahan hebat saluran
pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
diatasi adekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh: 9,10,11
23
Trombositopenia hebat, yaitu trombosit yang mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
Gangguan fungsi trombosit
Kelainan sistem koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protombin
memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa
thrombin normal. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor
II, V, VII, IX, X, dan fibrinogen.
Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular
Coagulation/DIC).
2.1.4.3 Manifestasi Klinik
SSD menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam berdarah
dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan. 2,10,11
a. Renjatan
Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadi pada saat atau setelah
demam menurun, yaitu di antara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi
pada hari ke-10. Menurut Wong dkk. (1973), renjatan terjadi pada hari ke-5 (39%)
dan hari ke-4 (23,5%). Sumarmo (1983) mendapatkan 39,2% pada hari ke-5 dan
25% pada hari ke-4. Renjatan yang terjadi pada saat demam mulai turun dapat
diterangkan dengan hipotesis mengingatnya reaksi imunologis (The
Immunological Enhancement Hypothesis). 12
Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas: 2,10,13
Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung.
Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apati, sopor, dan koma.
Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya.
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
24
Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
Oliguria sampai anoria.
Renjatan terbagi menjadi : 19
1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock), yaitu gejala dan tanda-tanda
syok disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20 mmHg.
2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock), yaitu: tingkat 1 ditambah tekanan
nadi menjadi <20 mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya
tekanan sistolik menjadi <80 mmHg, tetapi belum sampai nol.
3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock), yaitu tekanan darah tidak
terukur/nol, tetapi belum ada sianosis/asidosis.
4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund shock), yaitu tekanan darah tidak
terukur lagi disertai sianosis dan asidosis.
b. Panas
Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan,
kebanyakan penelitian melaporkan 100% penderita SSD didahului oleh panas.
Sumarmo (1983) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa suhu penderita SSD
terendah ialah 36,2oC dan tertinggi 40,8oC dan SSD banyak dijumpai pada suhu
sekitar 37oC (45,65%).9,10
c. Perdarahan
Bervariasi dari yang paling ringan berupa uji tourniquet positif sampai
perdarahan spontan berupa petekie dengan lokasi biasanya terbesar di seluruh
tubuh, tersering dianggota gerak terutama anggota gerak bagian bawah, muka dan
aksilla. Ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran pencernaan
berupa hematemesis atau melena. 9,10
d. Manifestasi klinik lain
25
Adapun manifestasi klinik lain yang sering terjadi: 9,10
Nyeri perut, merupakan salah satu keluhan yang timbul sebelum renjatan,
sehingga banyak ahli menganjurkan perlu waspada akan gejala nyeri perut
ini, apalagi berat, karena seringkali mendahului terjadinya perdarahan
dalam saluran pencernaan. Nyeri perut ini terutama di epigastrium.
Anoreksia, menurut Pertana dkk (1981) kembalinya nafsu makan dapat
dipakai sebagai tanda bahwa penderita sudah sembuh
Muntah-muntah
Diare/obstipasi
Kejang-kejang
Pleural effusion, ± 3/4 kasus SSD ditemukan adanya bendungan pembuluh
darah paru (pulmonary vascular congestion) dengan efusi pleura terutama
pada paru sebelah kanan.
Ascites
Cefalgia
Gambaran EKG yang abnormal
2.1.4.4 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium sering ditemukan beberapa tanda
berikut:2,10,13
a. Hemokonsentrasi, merupakan peninggian nilai hematokrit >20%.
Meningginya hematokrit erat hubungannya dengan beratnya renjatan.
Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan darah dan nadi,
oleh karena itu pemeriksaan hematokrit secara berkala dapat menentukan
saat yang tepat untuk mengurangi pemberian cairan parenteral atau saat
pemberian darah.
b. Trombositopenia, batasan yang diambil ialah bila terjadi penurunan
trombosit di bawah dari 100.000/mm3. Penurunan trombosit berkorelasi
dengan beratnya penyakit, tetapi trombosit yang sangat rendah tidak selalu
berkorelasi dengan beratnya perdarahan.
26
c. Sediaan apusan darah tepi, terdapat fregmentosit, yang menandakan
terjadinya hemolisis.
d. Sumsum tulang, terdapat hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi
sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis daripada
bermacam-macam jenis sel.
e. Kelainan elektrolit, biasanya akan sering ditemukan:
Hiponatremia, kadar natrium dalam darah 135 mEq/l. Terjadinya
hiponatremia akibat beberapa faktor, yaitu kebocoran plasma,
anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang.
Selain itu, deplesi garam akibat metabolism yang meningkat
selama demam dan eksresi urine yang berkurang.
Hiperkalemia
Hipokloremia ringan
Asidosis metabolik ringan dengan alkalosis kompensator
Osmolalitas plasma sangat menurun
Tekanan koloid onkotik menurun
Protein plasma sangat menurun
2.1.4.5 Penegakan Diagnosis
Hingga kini diagnosis DBD/SSD masih berdasarkan patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kritria klinik dan 2
kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah
minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya adalah panas). 10
Menurut WHO untuk menegakkan diagnosis SSD maka harus terpenuhi semua
kriteria DBD ditambah dengan ditemukannya gangguan sirkulasi yang ditandai
dengan : 1
- Nadi yang cepat dan lemah
- Tekanan nadi -20mmHg
- Hipotensi ( tekanan sistolik pada usia <5 tahun ialah <80mmHg atau pada
27
usia 5 tahun dan lebih ialah <90mmHg)
- Kulit dingin, lembab dan anak tampak gelisah
2.1.4.6 Penatalaksanaaan DBD dan SSD
Sindrom Syok Dengue ialah DBD dengan gejala gelisah, napas cepat, nadi
teraba kecil, lemah atau tidak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya, sistolik
90 dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi ≤20 mmHg), bibir biru, tangan kaki
dingin, dan tidak ada produksi urine. 10
Penanganan harus segera dilakukan dengan cara: 10
1. Segera beri infus elektrolit (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 20 mL/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama ≤ 30 menit) dan oksigen 2
liter/menit. Untuk SSD berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur) diberikan ringer laktat 20 mL/kgBB bersama koloid.
Observasi nadi dan tensi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
tetap dilanjutkan 15-20 mL/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20 mL/kgBB maksimal 30
mL/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid
diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan
nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis,
elektrolit dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar
hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi >20 mmHg, nadi kuat mkaa
tetesan cairan diturunkan menjadi 10 mL/kgBB/jam. Volume 10
mL/kgBB/jam dapat dipertahankan maksimal sampai 24 jam atau
sampai klisnis stabil dan hematokrit menurun menjadi < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 mL/kgBB/jam sampai
keadaan klinis dan hematokrit stabile, kemudian secara bertahap cairan
diturunkan menjadi 5 mL dan seterusnya menjadi 3 mL/kgBB/jam.
28
Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok
teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi , jumlah urine,
dikerjakan setiap jam (usahakan urine ≥ 1 mL/kgBB/jam, BD urine
<1,020), dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam
sampai keadaan umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit
menurun tetapi masih > 40 vol% berikan darah dalam volume kecil 10
mL/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cmH2O) pada
syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde
lambung tidak dianjurkan.
29
Gambar 2.4 Algoritma penatalaksanaan DBD derajat I dan II 10
30
Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan DBD derajat III dan IV (SSD) 10
2.1.4.7 Komplikasi
31
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom syok dengue:12
1. Syok hipovolemik yang berat
2. Overhidrasi akibat kelamaan dalam pemberian cairan
3. Perdarahan massif
4. Kematian
2.2 Kerangka Teori
32
Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Modifikasi alur patofisiologi17
2.3 Kerangka Konsep
Kematian
Anoksia jaringan, metabolism anaerob dan
asidosis metabolik
SSD
Hipovolemia
Kebocoran plasma
Permeabelitas dinding pembuluh darah
meningkat
Peningkatan histamin
Pengeluaran anafilaktosin C3a dan C5a
Peningkatan sistim kinin
Aktivasi factor XII (factor hagemen)
Perdarahan masif
Trombositopenia
Penghancuran trombosit oleh RES
Aktivasi komplemen Aktivasi koagulasi Agregasi trombosit
Membentuk kompleks virus antibodi
Virus berkembang biak dalam retikuloendotelial sistem
(RES)
Infeksi virus dengue (infeksi sekunder)
Sembuh dalam 5 hari pengobatan
Infeksi primer Tergigit nyamuk aedes aegypti
TROMBOSIT
LEUKOSIT, IgM/IgG, NS 1 Ag
HB
HT
Manifestasi Klinis
33
Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Infeksi Dengue
Pemeriksaan Laboratorium Identitas dan status
- Hemoglobin- Hematokrit- Trombosit- Leukosit- IgM/IgG- NS 1 Ag
- Usia- Klasifikasi klinis
infeksi Dengue- Status gizi
Manifestasi Klinis
- Nyeri Kepala- Muntah- Mual- Nyeri otot- Hepatomegali- Kesadaran Menurun- Uji Tourniquet (+)- Petekie- Pendarahan saluran
cerna- Nyeri Perut- Kejang- Kesadaran Menurun- Batuk- Pilek