Upload
wirda
View
20
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas kuliah
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Sosial
1. Pengertian Penyesuaian Sosial
Hurlock (2000), menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan wujud penyesuaian diri
seseorang terhadap kehidupan sosialnya. Penyesuaian sosial yang berhasil akan menuju pada
kondisi mental yang baik dalam arti mampu memecahkan masalahnya dengan cara realistis,
menerima dengan baik sesuatu yang tidak dapat dihindari, memahami secara obyektif
kekurangan orang lain yang bekerja dengan dirinya. Hal ini senada diungkapkan dengan
Walgito (1990) yang berpendapat bahwa didalam hubungan sosial ini individu satu dengan
yang lainnya saling mempengaruhi, sehingga setiap individu akan menerima nilai-nilai dan
menyesuaikan dengan norma sosial yang berlaku. Gerungan (2000) menyatakan bahwa
didalam penyesuaian individu dituntut untuk mampu mengadakan cara penyesuaian yang
baik tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Penyesuaian ini erat
hubungannya dengan kepribadian seseorang. Menurut Allport (dalam Gerungan, 2010),
kepribadian merupakan organisasi dinamis dari sistem psiko-fisik dalam individu yang turut
menentukan cara-cara yang khas dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Pribadi
manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan atau kesatuan an sich (suatu
individu saja) tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungannya. Kepribadian
itu menjadi kepribadian apabila keseluruhan sistem psiko-fisiknya (termasuk bakat,
kecakapan, dan ciri-ciri kegiatannya) dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi
sosial merupakan salah satu bentuk hubungan antara individu manusia dengan
lingkungannya, khususnya lingkungan psikisnya. Hubungan individu dan lingkungan pada
umumnya berkisar pada usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian diri
dengan lingkungannya ini sering disebut juga dengan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial
dapat dibagi menjadi dua kategori yakni mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan
yang disebut autoplastis (dibentuk diri sendiri), dan pengertian kedua mengubah lingkungan
sesuai dengan keadaan atau keinginan diri yang disebut aloplastis (dibentuk dengan orang
lain). Menurut Hall (dalam Handayani 1996) penyesuaian sosial adalah suatu proses yang
terus menerus berlangsung dan selalu berubah dalam kaitannya dengan orang lain, peristiwa-
peristiwa yang dialami dan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kehidupannya seperti
teman-temannya, keluarga, perkembangan fisik serta proses penuaan dalam lingkungan.
Faktor-faktor ini secara kesinambungan akan terus mengalami perubahan selama rentang
kehidupan. Penyesuaian sosial yang baik fungsi individu dalam masyarakat, hubungan
sosialnya, pelaksanaan tugas-tugasnya, dan perasaa subjektf mengenai kepuasan dan
kesenangan hidup, akan dapat berlangsung dengan baik. Hurlock (1999) juga menambahkan
bahwa untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik bukanlah hal yang mudah. Akibatnya
banyak individu yang kurang dapat menyesesuaikan diri, kurang baik secara sosial maupun
pribadi. Perkembangan pribadi, sosial dan moral yang dimiliki seseorang menjadi dasar untuk
memandang diri dari lingkungannya dimasa-masa selanjutnya. Menurut Schneiders (1964:
455), penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang dimilikioleh
setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi,
dan relasi sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat
terpenuhi dengan caracara yang dapat diterima dan memuaskan. Penyesuaian sosial tersebut
meliputi penyesuaian di rumah atau keluarga, di sekolah, dan di masyarakat, yang
dipengaruhi oleh faktor kondisi fisik dan determinannya, perkembangan dan kematangan,
determinasi psikologi, kondisi lingkungan rumah, sekolah, masyarakat, serta budaya dan
agama. Kartono (1985) mengatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan kesanggupan
individu untuk bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial yang sehat, dapat
menghadapi pribadi lain dan mampu menghadapi hak-hak sendiri didalam masyarakat, dapat
bergaul dengan orang lain dengan cara membina persahabatan yang baik. Sedangkan menurut
Khairuddin (1997) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan tingkah laku
penyesuaian diri terhadap lingkungan, dimana dalam lingkungan tersebut terdapat aturan-
aturan dan norma-norma yang mengatur tingkah laku dalam lingkungan sosial, orang masuk
dalam lingkungan tersebut harus menyesuaikan diri dengan aturan-aturan dan norma-norma
yang ada dan berlaku mengikat individu yang ada dalam masyarakat tersebut. Taylor (2001),
penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk mampu membentuk kedekatan
bersosialisasi dengan berkompeten dalam membina hubungan dengan orang lain secara baik
dan tulus. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan
kemampuan individu baik itu anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua atau lansia
untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain secara tulus dengan tetap menghargai
nilai-nilai dan tradisi yang ada. Zubaidah (2003) menyatakan penyesuaian sosial adalah
berhasil atau tidaknya seseorang dalam bergaul dengan orang lain atau di dalam kelompok
atau masyarakat. Apabila individu bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan oleh
lingkungan tetapi tidak merasa puas atau tidak terpuaskan kebutuhan-kebutuhannya, maka
tidak dapat dikatakan bahwa individu tersebut berhasil dalam penyesuaian sosial. Dalam hal
ini individu harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar sehingga
keberadaannya diterima melanda kehidupannya. Dengan demikian maka dapat dikatakan
bahwa penyesuaian sosial merupakan kemampuan anak untuk melakukan hubungan sosial
dengan orang lain secara tulus dengan tetap menghargai nilai-nilai dan tradisi yang ada.
Menurut Atwater (1983) penyesuaian memerlukan suatu perubahan dalam diri seseorang dan
juga lingkungannya, agar dapat mencapai suatu hubungan yang memuaskan, baik hubungan
dengan orang lain, maupun dengan lingkungan sekitar. Weissman dan Paykel (dalam John,
2001) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan interaksi antara individu dan
lingkungan sosial dan sejauh mana peran kinerja individu menyesuaikan diri sesuai dengan
norma atau kelompoknya. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan penyesuaian sosial adalah keberhasilan penyesuaian diri seseorang dalam memainkan
perannya dilingkungan sosial yang tercermin dalam bentuk perilaku-perilaku sebagai suatu
respon terhadap tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan sosial.
2. Aspek Penyesuaian Sosial
Hurlock (1997) mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian sosial sebagai berikut :
a. Penampilan nyata
Overt performance yang diperlihatkan individu sesuai norma yang berlaku di dalam
kelompoknya, berarti individu dapat memenuhi harapan kelompok dan ia di terima
menjadi anggota kelompok tersebut.
b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok
Artinya bahwa individu tersebut mampu menyesuaikan diri secara baik dengan setiap
kelompok yang dimasukinya, baik teman sebaya maupun orang dewasa.
c. Sikap sosial
Artinya individu mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang
lain, ikut pula berpartisipasi dan dapat menjalankan perannya dengan baik dalam
kegiatan sosial.
d. Kepuasan pribadi
Ditandai dengan adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena dapat ikut ambil
bagian dalam aktivitas kelompoknya dan mampu menerima diri sendiri apa adanya
dalam situasi sosial.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam
pengukuran penyesuaian sosial antara lain yaitu aspek: penampilan nyata, penyesuaian diri
terhadap berbagai kelompok, sikap sosial dan kepuasan pribadi.
3. Faktor-faktor Penyesuaian Sosial
Menurut Hurlock (1999) penyesuaian sosial merupakan sebuah proses panjang yang dilalui
oleh setiap individu untuk mendapatkan keseimbangan dalam lingkungan sosialnya.Banyak
faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian sosial, diantaranya:
a. Tingkat Pendidikan dan Intelegensi
Individu yang mempunyai tingkat pendidikan dan inteligensi yang tinggi cenderung dapat
melakukan kemampuan komunikasi yang baik. Dan seseorang yang memiliki kemampuan
komunikasi yang baik, biasanya diikuti dengan tingkat pendidikan dan intelegensi yang tinggi
pula. Calvin (dalam Arifiah, 2005) juga menyebutkan bahwa intelegensi adalah kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Suatu penelitian menunjukan bahwa
seseorang yang diterima oleh lingkungan sosialnya mempunyai ranking tertinggi (25% dari
nilai yang tertinggi) di sekolah atau di kantornya, sedangkan orang yang ditolak adalah 25%
kebawah , dengan catatan bahwa orang yang ditolak mempunyai hubungan dengan orang lain
yang tidak begitu baik ( Hurlock, 1999).
b. Keadaan Fisik
Keadaan fisik sangat mempengaruhi penyesuaian seseorang. Adanya cacatfisik atau penyakit
tertentu sering menjadi latar belakang terjadinya hambatanhambatan sosial. Matches dan
Kahn (dalam Hurlock, 2000) mengatakan bahwa dalam interaksi sosial, penampilan fisik
yang menarik merupakan potensi yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan untuk
memperoleh berbagai hasil yang menyenangkan bagi pemiliknya. Salah satu keuntungan
yang sering diperoleh ialah orang tersebut mudah berteman. Orang-orang yang menarik lebih
mudah diterima dalam pergaulan dan dinilai lebih positif oleh orang lain dibandingkan orang
yang kurang menarik. Karena banyak hal positif yang disebabkan oleh penampilan yang
menarik ini, maka orang tersebut lebih mudah menyesuaikan diri dari pada yang kurang
menarik.
c. Karakteristik Kepribadian
Karakteristik kepribadian seseorang akan dapat mempengaruhi dalam melakukan
penyesuaian sosial, antara lain tipe kepribadian, motivasi dalam dirinya, dan penerimaan
dirinya (Hurlock, 1999). Hurlock menambahkan bahwa penerimaan diri seseorang turut
menentukan keberhasilan penyesuaian sosial seseorang, karena seseorang yang menolak
dirinya atau tidak menyukai dirinya akan menjadi kurang mampu menyesuaikan diri secara
baik dan merasa tidak bahagia.
d. Jenis kelamin
Selain itu lingkungan stereotip tertentu pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
menyebabkan terjadinya perbedaan status sosial, misalnya sikap laki-laki yang menentang
peraturan cenderung lebih diterima dibandingkan jika dilakukan oleh perempuan. Lebih
lanjut Ashmore (dalam Sears, 1994) menyebutkan bahwa stereotip jenis kelamin merupakan
keyakinan tentang sifat kepribadian laki-laki dan perempuan, yang memberikan gambaran
mengenai ciri-ciri dari anggota suatu kelompok sosial. Dalam segi psikologis, Suryabrata
(dalam Sunarni, 2000) mengatakan bahwa laki-laki biasanya lebih bersifat intelektual dan
abstrak, sedangkan perempuan lebih bersifat pasif, menerima dan minatnya lebih menuju
pada halhal yang bersifat emosional dan konkret. Perempuan mempunyai tendensi neurotis
yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, walaupun telah diberikan kesempatan yang
sama. Suryabrata (dalam Untari, 2001) menyatakan bahwa dalam lingkungan sosial pada
umumnya, laki-laki mendapat kebebasan lebih banyak. Laki-laki cenderung lebih bebas,
lebih berkuasa, lebih berani menentang segala peraturan yang ada. Sebaliknya, perempuan
lebih banyak terikat pada keluarga dan mempunyai kecenderungan lebih patuh dan menerima
peraturan yang berlaku. Perempuan juga lebih mudah menghayati perasaan orang lain dan
merasa lebih senang bersama dan menciptakan hubungan yang erat dengan teman-temannya.
e. Pengalaman Sosial pada Masa Kanak-kanak
Freud (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa pengalaman sosial awal (masa kanak-
kanak) memegang peranan penting dalam membentuk penyesuaian sosial yang baik pada
masa remaja dan masa selanjutnya. Penyesuaian sosial tersebut merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, dimana keberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian sosial pada
fase sebelumnya berpengaruh terhadap keberhasilan penyesuaian sosial individu pada fase
berikutnya.
f. Kondisi Psikologis
Individu yang sehat dan matang secara psikologis akan dapat menyelaraskan dorongan-
dorongan internalnya dengan tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan. Bahkan tidak
hanya itu, individu itu akan berusaha memenuhituntutan tersebut (Hurlock, 1999).
g. Kondisi Keluarga
Hurlock (1999) menyatakan bahwa kondisi keluarga yang menimbulkan kesulitan bagi
seseorang dalam penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:
(a) Pola perilaku sosial yang buruk di rumah
Bila pola perilaku sosial yang buruk dikembangan dirumah, seseorang akan
menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik diluar
rumah, meskipun dia diberi motivasi kuat untuk melakukannya.
(b) Kurangnya model perilaku yang ditiru
Bila rumah kurang memberi model perilaku untuk ditiru, individu akan
mengalami hambatan yang serius dalam penyesuaian sosialnya diluar
rumah. Individu yang ditolak oleh keluarganya akan mengembangkan
kepribadian yang tidak stabil, agresif, yang mendorong mereka untuk
melakukan tindakan yang penuh dendam atau bahkan kriminalitas.
(c) Kurangnya motivasi untuk belajar
Kurangnya motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial sering
timbul dari pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan baik diluar
maupun didalam rumah. Sebagai contoh, individu yang selalu diganggu oleh
orang lain, atau diperlakukan sebagai orang yang tidak dikehendaki dalam
kehidupan mereka, tidak akan memiliki motivasi kuat untuk melakukan
penyesuaian sosial yang baik diluar rumah.
(d) Kurangnya bimbingan dari orang tua / orang dewasa lainnya
Meskipun memiliki motivasi yang kuat untuk belajar melakukan
penyesuaian sosial yang baik, namun tidak memperoleh dukungan da
bantuan yang cukup dalam proses belajar ini, maka individu tersebut
mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya.
h. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai dan penuh penerimaan serta
memberikan perlindungan kepada anggota masyarakatnya merupakan
lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian individu
(Hurlock,1999). Dalam aliran empirisme yang dikembangkan oleh John Locke
(dalam Untari, 2001) juga diterangkan bahwa segala sesuatu memerlukan proses
belajar, yakni dari lingkungan yang turut membentuk karakter dan
perkembangan individu.
i. Kebudayaan dan Agama
Hurlock (1999) menyatakan bahwa kebudayaan secara langsung atau tidak
langsung berpengaruh pada pembentukan tingkah laku individu. Kebudayaan
memudahkan atau bahkan menyulitkan penyesuaian sosial individu. Individu
yang dapat bertingkahlaku sesuai dengan budaya yang berlaku akan mudah
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Demikian halnya dengan
agama, sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik, frustasi dan ketegangan
psikis lainnya akan memberi rasa aman bagi individu dalam penyesuaiannya.
Jalaludin (dalam Arifah, 2005) juga menyebutkan bahwa semakin kuat
tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan semakin besar pengaruh
dominannya dalam kebudayaan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada 9 faktor penting yang
mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang, yaitu tingkat pendidikan dan
intelegensi, keadaan fisik, karakteristik kepribadian, jenis kelamin, pengalaman
sosial pada masa kanak-kanan, kondisi psikologis, kondisi keluarga, kondisi
lingkungan, dan kebudayaan dan agama.
4. Proses Penyesuaian Sosial
Proses penyesuaian manusia dalam kelompok berperan sesuai dengan jenis
kelaminnya merupakan bagian normal dalam proses perkembangan, sehingga tidak
seorangpun menganggapnya sebagai masalah. Akibat dari proses tersebut
terbentuklah steorotif jenis kelamin yang secara tidak langsung disetujui oleh anggota
kedua jenis kelamin dalam suatu lingkungan, bergantung pada apa saja yang dihargai
untuk lingkungan tersebut (Hurlock, 1999). Penyesuaian sosial pada setiap tahap usia
ditentukan oleh dua faktor, pertama adalah sejauh mana seseorang dapat memainkan
peran sosial secara tepat sesuai dengan apa yang diharapkan dari padanya. Kedua,
seberapa banyak kepuasan yang diperoleh seseorang.
Penyesuaian sosial seorang anak penderita thalassemia merupakan suatu hal
yang penting untuk dimainkan dan dikembangkan karena hal tersebut akan
mempengaruhi tercapainya tujuan hidup dan dapat mencapai keberhasilan dalam
setiap tugas yang ia jalankan.
Menurut Munssen, sosialisasi adalah proses yang digunakan remaja atau anak
untuk mencapai standar-standar, nilai-nilai dan perilaku apa yang diharapkan oleh
masyarakat disekitar tempat tinggalnya. Dalam sosialisasi seseorang dapat
mempelajari keterampilan menguasai kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam
kelompoknya dan berperilaku sesuai dengan harapan sosial, sehingga dapat menjadi
orang yang mampu bermasyarakat dan diterima di lingkungan sosialnya sebagai
cermin adanya kematangan sosial. Hurlock mengemukakan bahwa proses sosialisasi
seorang remaja atau anak dalam masyarakat meliputi 3 (tiga) tahapan yang masingmasing
terpisah dan sangat berbeda antara satu dengan yang lain, tapi saling berkaitan
sehingga kegagalan dalam salah satu tahap akan menurunkan kadar sosialisasi
individu, ketiga proses tersebut yaitu:
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotanya tentang perilaku
yang dapat diterima untuk masyarakat, remaja atau anak tidak harus
mengetahui perilaku dengan patokan yang dapat diterima, tetapi mereka juga
harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang diterima.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi.
3. Perkembangan sikap sosial
Untuk bermasyarakat, remaja harus menyukai orang lain dan aktifitas sosial
agar dapat diterima sebagai anggota dalam kelompok sosial sehingga berhasil
dalam penyesuaian sosialnya.
Dari tiga proses pembentukan kemampuan bersosialisasi tersebut dapat diketahui
bahwa faktor penting yang sangat mempengaruhi terciptanya kemampuan seorang
anak untuk bersosialisasi adalah masyarakat dan lingkungan tempat tinggal. Dalam hal
ini, lingkungan anak tidak hanya terbatas pada orang-orang di dalam keluarga saja,
melainkan juga masyarakat tempat ia senantiasa berinteraksi dan bermain serta
lingkungan sekolah tempat mereka belajar dan bergaul dengan teman sebayanya.
Tentu saja kemampuan untuk mencapai kematangan sosial ini sangat berkaitan dengan
bimbingan dan arahan serta kerjasama dengan pihak-pihak dalam ketiga lingkungan
tersebut. Dengan demikian yang terpenting dalam terbentuknya penyesuaian sosial
anak adalah untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dengan cara mencari dan
menemukan respon yang sesuai dengan dirinya, kemudianakan dibawa kepada
lingkungan dimana ia bersosialisasi sebagai wadah untuk aktualisasi diri, baik dengan
teman sebaya atau dimana ia bersama kelompoknya atau di lingkungan masyarakat
umum sekitar anak tinggal.
B. Anak
1. Pengertian Anak
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa
atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana
kata "anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua
mereka, meskipun mereka telah dewasa. Menurut psikologi, anak adalah periode
pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode
ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan
tahun tahun sekolah dasar.
2. Perkembangan anak
Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, di mana tahapan
perkembangan harus melewati tahap demi tahap Fase perkembangan Anak.
Perkembangan dibagi berdasarkan waktu yang dilalui manusia dengan sebutan fase.
Santrock dan Yussen membagi atas lima fase yaitu:
a. Fase pra natal (saat dalam kandungan)
Adalah waktu terletak antara masa pembuahan dan masa kelahiran
b. Fase Bayi
Adalah saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai 18 atau 24 bulan,
masa ini adalah masa yang sangat bergantung pada orang tua.
c. Fase Kanak-kanak Awal ( masa pra sekolah)
Adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai 5 atau 6
tahun.
d. Fase Kanak-kanak tengah dan akhir ( masa usia sekolah dasar)
Adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 6 sampai 11 tahun.
e. Fase Remaja
Adalah masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa
dewasa awal, yang dimulai kira-kisa umur 10 sampai 12 tahun dan beakhir kira-kira
umur 18 sampai 22 tahun.
3. Tugas Perkembangan Masa Anak
Salah satu dasar untuk menentukan apakah seorang anak telah mengalami
perkembagan dengan baik adalah memulai apa yang disebut dengan tugas-tugas
perkembangan atau Development Task. Tugas perkembangan masa anak menurut
Munandar (1985) adalah belajar berjalan, belajar mengambil makanan yang padat,
belajar berbicara, toilet training, belajar membedakan jenis kelamin dan dapat kerja
kooperatif, belajar mencapai stabilitas fisiologis, pembentukan konsep-konsep yang
sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik, belajar untuk mengembangkan diri
sendiri secara emosional dengan orang tua, sanak saudara dan orang lain serta belajar
membedakan baik dan buruk. Sedangkan menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980)
tugas perkembangan pada masa anak-anak adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang
umum.
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang
tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
e. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan
berhitung
f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan seharihari
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tata serta tingkatan nilai
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembagalembaga
i. Mencapai kebebasan pribadi.
Tugas perkembangan fase anak-anak menurut Syah (2004), masa anak-anak (late
childhood) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama sebagai
berikut:
a. Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya (peer
group)
b. Keadaan fisik yang memungkinkan/ mendorong anak memasuki dunia permainan
dan pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan jasmani
c. Memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, symbol, dan
komunikasi yang luas.
C. Pengertian Thalassemia
Menurut Kosasih (Suyono, 2001), sindrom thalassemia adalah sekelompok
penyakit atau keadaan herideter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai
polipeptida terganggu.Perbedaan fisik tersebut yaitu muka mongoloid, batang hidung
masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol, akibat dari sumsum tulang yang dipaksa
bekerja keras mengatasi kekurangan hemoglobin, pertumbuhan badan kurang sempurna
(pendek), pembesaran hati dan limpa, serta kulit mereka yang menghitam.
Thalasemia adalah sejenis anemia hemolitik yang bersifat turun temurun dalam
satu keluarga, ditandai dengan sel-sel darah merah serupa cakram tembak dengan daya
tahan terhadap tekanan osmotic yang meningkat. Bentuk thalasemia lengkap pada anakanak
selalu fatal, keadaan yang ditandai dengan ukuran sel darah merah yang abnormal
kecil, peningkatan daya tahan tekanan osmotic kadang-kadang polisitemia dengan kadar
hemoglobin normal, keadaan yang relative menurun timbul pada umur 2 tahun dengan
anemia, ikterus dan pembesaran hati ( Kamus Kedokteran jambatan edisi 2005 ).
Thalasemia adalah kelainan genetik darah yang paling sering ditemukan. Faktor
tertentu yang menyebabkan thalasemia sering terjadi belum diketahui, namun
diasumsikan berhubungan dengan penyakit malaria. Penderita thalasemia memiliki sel
darah merah yang usianya lebih pendek dari pada sel darah merah normal, memilki
hemoglobin fetus dalam kadar jauh lebih tinggi dari pada normal, dan sel darah merahnya
lebih sensitive terhadap stress oksidatif.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang bersifat degeneratif dan tidak
bisa disembuhkan. Pengobatan satu-satunya adalah dengan melakukan transfusi darah
dan suntikan desferal secara rutin. Penderita thalasemia tergantung pada transfusi darah
serta desferal seumur hidup. Transfusi darah membawa efek samping. Kelebihan zat besi
akibat transfusi dapat menyebabkan pembengkakan limpa dan menyebabkan komplikasi
pada hati, ginjal, dan jantung.
Secara umum, ada dua jenis thalassemia yaitu thalassemia minor dan mayor.
Penderita thalassemia minor/trait adalah orang-orang sehat dan normal, namun membawa
sifat thalassemia yang dapat diturunkan kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu, penderita
thalassemia minor disebut juga sebagai pembawa thalassemia. Thalassemia minor sudah
ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderita, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Penderita thalassemia mayor/berat memerlukan perhatian lebih khusus. Perlu
mendapatkan transfusi darah serta pengobatan yang dilakukan seumur hidup. Penderita
thalassemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun gejala anemia mulai terlihat di
usia 3-18 bulan. Selain itu, akan muncul gejala lain diantaranya jantung berdetak lebih
kencang dan memiliki wajah yang disebut facies cooley. Facies cooley merupakan ciri
khas thalassemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol,
akibat dari sumsum tulang yang dipaksa bekerja keras mengatasi kekurangan
hemoglobin. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalassemia mayor umumnya
hanya bertahan sekitar 1-8 tahun.
D. Kerangka Berfikir
Anak yang menderita thalassemia ini mempunyai berbagai masalah dalam
penyesuaian sosialnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada latar belakang
masalah di atas, anak-anak yang menderita thalassemia sering merasa minder, diolokolok,
dikucilkan, dan tidak percaya diri untuk bermain dengan anak-anak lainnya. Terkait
dengan masalah tesebut, anak-anak yang menderita thalassemia ini perlu melakukan
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Penyesuaian sosial ini dapat membantu
anak untuk dapat bermain dengan bebas dan juga dapat membantu anak dalam proses
penyembuhannya karena pada masa anak-anak ini mereka masih membutuhkan teman
untuk bermain. Seorang anak yang dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian
sosial adalah jika anak tersebut mampu memainkan peran sosialnya secara tepat dengan
apa yang diharapkan dari dirinya dan seberapa banyak orang lain dapat merasakan
kepuasan dari peran sosialnya tersebut. Dan seorang anak dikatakan tidak berhasil dalam
melakukan penyesuaian sosial jika anak tersebut tidak dapat memainkan peran sosialnya
dengan baik dan orang lainpun tidak dapat merasakan puas dari peran sosial yang
dilakukannya.
Hal tersebut dapat digambarkan dalam kerangka berfikir dibawah ini.
Masalah Anak Thalassemia:
1. Minder
2. Diolok-olok
3. Dikucilkan
Berhasil / Tidak Berhasil
Penyesuaian Sosial:
1. Proses penyesuaian sosial
2. Aspek penyesuaian sosial
3. Faktor penyesuaian sosial