26
13 BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM TERHADAP TINGKAH LAKU SISWA A. Nilai-Nilai Akhlak Islam 1. Pengertian Nilai Nilai yang dalam bahasa inggris value, berasal dari bahasa latin valere atau bahasa Prancis kuno valoir. Sebatas arti denotatifnya, valere, valoir, value atau nilai dapat dimaknai sebagai harga. 1 Ada harga dalam arti tafsiran misalnya nilai intan, harga uang, angka kepandaian, kadar atau mutu dan sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. 2 Cukup sulit untuk mendapatkan rumusan devinisi nilai dengan batasan yang jelas mengingat banyak pendapat tentang devinisi nilai yang masing-masing memiliki tekanan yang berbeda. Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang devinisi nilai: 1. Menurut Sidi Gazalba nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal. Nilai bukan benda konkret bukan fakta tidak hanya persoalan benar salah yang menuntut pembuktian empirik melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi. 3 2. Noeng Muhadjir mendefinisikan nilai sebagai sesuatu yang normatif, sesuatu yang diupayakan atau semesetinya dicapai, diperjuangkan dan ditegakkan. Nilai itu merupakan sesuatu yang ideal bukan faktual sehingga penjabarannya atau operasionalisasinya membutuhkan penafsiran. 4 1 Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), Cet. 1. hlm. 7. 2 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. 4, hlm. 690. 3 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat , Buku IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm.20. 4 Noeng Muhadjir, Pendidikan Ilmu Dan Islam, (Yogyakarta: Reka Sarasin, 1985), hlm. 11-12.

BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

13

BAB II

INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM

TERHADAP TINGKAH LAKU SISWA

A. Nilai-Nilai Akhlak Islam

1. Pengertian Nilai

Nilai yang dalam bahasa inggris value, berasal dari bahasa latin

valere atau bahasa Prancis kuno valoir. Sebatas arti denotatifnya, valere,

valoir, value atau nilai dapat dimaknai sebagai harga.1 Ada harga dalam arti

tafsiran misalnya nilai intan, harga uang, angka kepandaian, kadar atau mutu

dan sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.2

Cukup sulit untuk mendapatkan rumusan devinisi nilai dengan

batasan yang jelas mengingat banyak pendapat tentang devinisi nilai yang

masing-masing memiliki tekanan yang berbeda. Berikut dikemukakan

beberapa pendapat para ahli tentang devinisi nilai:

1. Menurut Sidi Gazalba nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, ia

ideal. Nilai bukan benda konkret bukan fakta tidak hanya persoalan benar

salah yang menuntut pembuktian empirik melainkan soal penghayatan

yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.3

2. Noeng Muhadjir mendefinisikan nilai sebagai sesuatu yang normatif,

sesuatu yang diupayakan atau semesetinya dicapai, diperjuangkan dan

ditegakkan. Nilai itu merupakan sesuatu yang ideal bukan faktual sehingga

penjabarannya atau operasionalisasinya membutuhkan penafsiran.4

1 Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004),

Cet. 1. hlm. 7. 2 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. 4, hlm. 690. 3 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat , Buku IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm.20. 4 Noeng Muhadjir, Pendidikan Ilmu Dan Islam, (Yogyakarta: Reka Sarasin, 1985),

hlm. 11-12.

Page 2: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

14

3. Definisi menurut Fraenkel: “Value is an idea a concep about what some

one thinks is important in life”.5 Nilai adalah suatu ide konsep tentang apa

yang menurut pemikiran seseorang penting dalam kehidupan.

4. Menurut Driyakara nilai adalah “Hakikat suatu hal yang menyebabkan hal

itu pantas dikejar oleh manusia”.6

Lebih lanjut Driyakara menjelaskan bahwa nilai itu erat berkaitan

dengan kebaikan, kendati keduanya memang tidak sama. Sesuatu yang

baik tidak selalu bernilai tinggi bagi seseorang atau sebaliknya, sesuatu

yang bernilai tinggi bagi seseorang tidak selalu baik. Sebagai contoh,

cincin berlian itu baik tetapi tidak bernilai bagi seseorang yang dalam

keadaan akan tenggelam bersama perahunya.

5. Sedangkan pengertian nilai menurut Chabib Thoha, “Esensi yang melekat

pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia”.7

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa esensi belum berarti sebelum

dibutuhkan oleh manusia, tetapi dengan begitu tidak berarti adanya esensi

karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan

esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya

tangkap dan pemaknaan manusia sendiri.

Sebagai contoh: Perdamaian hidup merupakan esensi kehidupan

manusia, esensi itu tidak akan hilang walau kenyataannya banyak terjadi

peperangan. Nilai perdamaian semakin tinggi selama manusia mampu

memberi makna terhadap perdamaian itu. Nilai perdamaian itu

berkembang sesuai dengan daya tangkap manusia tentang hakekat

perdamaian.

Pengertian terakhir memberikan pemahaman bahwa nilai tidak

semata-mata ditentukan oleh tingkat kebutuhan manusia terhadap sesuatu,

5 J.R. Fraenkel, How to Teach About Values: An Analitic Approach, (New Jersey:

Prenteice Hall, Inc. 1975), P.6. 6 Sutardjo Adisusilo, “Pendidikan Nilai Dalam Ilmu-Ilmu Sosial -Humaniora”, dalam

A. Atmadi dan Y. Setiyaningsih, (eds.), Pendidikan Nilai Memasuki Milenium Ketiga, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), Cet. 5, hlm. 72.

7 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 62.

Page 3: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

15

tetapi tidak pula menafikan nilai yang lebih banyak ditentukan oleh situasi

manusia yang membutuhkan. Karena sebelum berada dalam situasi

dibutuhkan, didalam sesuatu tersebut telah terdapat hal-hal yang melekat

yang akan semakin tinggi nilainya bersamaan dengan semakin

meningkatnya daya tangkap dan pemaknaan manusia. Sebagai misal

garam dibutuhkan manusia karena memiliki sifat asin yang melekat, tanpa

adanya rasa asin pada garam maka garam tidak akan dibutuhkan.

Manakala asin tidak dibutuhkan atau tidak berarti bagi kehidupan manusia

maka garam tidak bernilai.

Demi terpenuhinya kebutuhan pengertian nilai dalam tulisan ini,

merujuk pengertian nilai menurut Chabib Thoha, nilai diartikan sebagai esensi

yang melekat pada sesuatu yang memiliki arti bagi kehidupan manusia.

2. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab.8 Kata akhlak merupakan

bentuk jamak (plural) dari kata khuluqun ( خلق( yang berarti tabi`at, budi

pekerti.9Berdasarkan analisis semantik dari Mc. Donough, kata khuluq

memiliki akar kata yang sama dengan khalaqa ( خلق( yang berarti

menciptakan (to creat) dan membentuk (to shape) atau memberi bentuk (to

give from).10

Dalam bukunya Ahmad Amin ditemukan bahwa pengertian akhlak

adalah “Menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan

langsung berturut-turut”.11 Menurut Imam al-Ghozali, akhlak adalah:

ألخلق عبا رة عن هيئة فىالنفس راسخة عنها تصدر أألفعال بسهولة

12ويسر من غير حا جة الى فكر وروية

8 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an: Tafsir atas pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996) Cet. 2, hlm. 253.

9 A.N. Munawwar, Kamus Al Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), Cet. 25, hlm. 364.

10 Tafsir, at. al., Moralitas Al-qur`an Dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama Media, 2003) Cet. 1, hlm. 14.

11 Ahmad Amin, Etika (ilmu Akhlak), terj. Farid Ma`ruf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 63.

Page 4: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

16

Keadaan sifat atau cara yang tetap (teguh, berakar) dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Lebih lanjut dijelaskan jika yang keluar tersebut berupa perbuatan-

perbuatan bagus dan terpuji maka dinamakan dengan akhlak yang bagus, dan

jika yang keluar tersebut sebagai perbuatan-perbuatan yang jelek, maka

dinamakan dengan akhlak tercela. Perbuatan-perbuatan tersebut berakar, tetap,

teguh atau tertanam dalam jiwa dan tidak terjadi secara kumat-kumatan atau

jarang (kadang dilakukan kadang tidak) atau terjadi karena pertimbangan-

pertimbangan tertentu (serius). Jika perbuatan-perbuatan tersebut terjadi

secara jarang (kadang dilakukan kadang tidak) serta karena pertimbangan-

pertimbangan tertentu(serius)., maka tidak dinamakan akhlak.13

Akhlak sebagaimana pengertian tersebut, baik akhlak yang baik

maupun yang buruk, semuanya didasarkan pada ajaran Islam. Abudin Nata

dalam Akhlak Tasawuf, menuliskan bahwa akhlak Islami berwujud perbuatan

yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan kebenarannya

didasarkan pada ajaran Islam.14

Akhlak dalam Islam, disamping mengakui adanya nilai-nilai

universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai yang bersifat

lokal dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal.

Menghormati kedua orang tua merupakan akhlak yang bersifat mutlak dan

universal, sedangkan bagaimana bentuk dan cara menhormati kedua orang tua

sebagai nilai lokal dan atau temporal dapat dimanifestasikan oleh hasil

pemikiran manusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi tempat orang

yang menjabarkan nilai universal itu berada.15

Akhlak dalam Islam memiliki sasaran yang lebih luas, yakni

mencakup sifat lahiriyah dan batiniah maupun pikiran sehingga tidak dapat

12 Imam Al-Ghozali, Ihya` ulumuddin, Juz III, (Beirut: Darul Fikr, 2002), hlm. 57. 13 Ibid. 14 Abudin Nata, akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 3, hlm.

145. 15 Ibid., hlm. 146.

Page 5: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

17

disamakan dengan etika,16karena dalam etika atau moral terbatas pada sopan

santun antar sesama manusia saja serta hanya berkaitan dengan tingkah laku

lahiriah.17

3. Ruang Lingkup Nilai-Nilai Akhlak Islam

Dalam bukunya Abudin Nata Akhlak Tasawuf, ruang lingkup akhlak

dalam Islam dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: 1) Akhlak terhadap Allah.

2) Akhlak terhadap sesama manusia. 3) Akhlak terhadap lingkungan.18

a. Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah sikap atau perbuatan yang seharusnya

dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan (Allah) sebagai

Khalik.19

Sikap atau perbuatan tersebut bertitik tolak pada pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Allah memiliki sifat-sifat

terpuji, demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikatpun tidak akan

mampu menjangkau hakikatnya.20Pengakuan dan kesadaran akan tidak

adanya Tuhan melainkan Allah dan pengakuan serta kesadaran akan sifat-

sifat Allah yang demikian agung, akan menjadikan sikap dan perbuatan yang

seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap Allah menjadi sebuah

kewajaran, kepatutan dan konsekuensi.

Banyak bentuk akhlak terhadap Allah, di antaranya:

1) Beribadah kepada Allah, sebagaimana yang tercantum dalam al-Quran

Surat al-Dzariyat, 51:56, sebagai berikut:

(56 :الذاريات (ما خلقت الجن واالنس اال ليعبدون و

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. al-Azariyat, 51: 56)21

16 M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 261. 17 Abudin Nata, op. cit., hlm. 146. 18 Ibid., hlm. 147. 19 Ibid. 20 M. Quraish Sihab, op. cit., hlm. 262. 21 T.M. Hasbi Ashshiddiqie, dkk., Al-Qur`an Dan Terjemahnya, (Medinah: Mujamma`

al-Malik Fahd Li thiba`at al-Mush-haf al-syarif, 1994).

Page 6: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

18

2) Bertakwa kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam Quran Surat Ali

Imran, 3: 102.

امنوا اتقوااهللا حق تقا ته وال تمو تن اال وانتم يا ايها الذين

)١٠٢: ال عمران (مسلمون Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya. (Q.S. Ali Imran, 3:102)22

3) Mencintai Allah, sebagaimana telah tercantum dalam Quran Surat al-

Baqarah, 2:165.

)١٦۵: ال بقرة (والذين امنوا اشد حبا هللا Adapun orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah. (Q.S. al-Baqoroh, 2:165)23

Masih banyak lagi bentuk-bentuk akhlak terhadap Allah seperti tidak

menyekutukan Allah, taubat atas segala dosa, syukur atas nikmat Allah,

berdo`a dan lain-lain.

b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Akhlak terhadap sesama manusia adalah sikap dan perbuatan yang

seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap sesama manusia pula.24

Akhlak terhadap sesama manusia ini merupakan penjabaran dari

akhlak terhadap makhluk sebagaimana dituliskan diatas. Terdapat banyak

sekali perincian yang dikemukakan dalam al-Quran atau hadits berkaitan

dengan sikap dan perbuatan terhadap sesama manusia, Diantaranya:

1) Berucap dengan ucapan yang tidak menyakiti perasaan, ucapan yang

baik dan benar (sesuai dengan lawan bicara), sebagaimana ditunjukkan

dalam al-Quran Surat al-Baqoroh, 2:263, 83 dan al-Ahzab, 33:70 sebagai

berikut:

22 TM. Hasbi Ashshiddiqie, dkk., op. cit hlm. 92. 23 Ibid., hlm. 41. 24 Abudin Nata, op. cit., hlm. 150.

Page 7: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

19

قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعها اذى واهللا غني حليم

)٢٦٣: البقرة ( Perkataan yang baik dan pemberian ma`af, lebih baik dari sedekah yang diiringi sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha kaya lagi Maha penyantun. (Q.S. al-Baqarah, 2:263)25

)٨٣: البقرة (وقولوا للناس حسنا Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. (Q.S. al-Baqoroh, 2:83)26

)٧٠: االحزاب (وقولوا قوال سديدا Dan katakanlah perkataan yang benar. (Q.S. al-Ahzab, 33:70)27

2) Mendahulukan kepentingan orang lain, sebagaimana disebutkan dalam

Qur`an Surat al-Hasyr, 59:9.

)٩: ر الحش(ويؤثرون على انفسهم

Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri. (Q.S. al-Hasyr, 59:9)28

3) Bertanggung jawab, sebagaimana disebutkan dalam Qur`an Surat al-

Isra`, 17:15.

)١۵: االسراء (وال تزروازرة وزر اخرى

Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain. (Q.S. al-Isra`, 17:15)29

Masih banyak lagi, seperti amanah, kasih saying, mengembangkan

harta anak-anak yatim, memaafkan, membalas kejahatan dengan kebaikan,

mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan dan lain-lain.

d. Akhlak Terhadap Lingkungan

25 TM. Hasbi Ashshiddiqie, dkk., op. cit hlm. 66. 26 Ibid., hlm. 23. 27 Ibid., hlm. 680. 28 Ibid., hlm. 917. 29 Ibid., hlm. 427.

Page 8: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

20

Yang dimaksud dengan lingkungan yaitu segala sesuatu yang berada

disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda

tak bernyawa.

M. Quraish Shihab menyatakan bahwa akhlak yang diajarkan al-

Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai kholifah,

yang dengan fungsi tersebut menuntut adanya interaksi antara manusia

dengan sesamanya dan manusia dengan alam.30

Kekholifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta

pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptannya.31 Fungsi

manusia sebagai kholifah, manusia dituntut dapat melakukan pengayoman,

pemeliharaan serta pembimbingan terhadap alam lingkungan. Manfaat dari

khalifah tersebut semuanya adalah untuk kebaikan manusia sendiri.

Semua yang ada baik dilangit maupun dibumi serta semua yang

berada diantara keduanya adalah ciptaan Allah yang diciptakan dengan haq

dan pada waktu yang ditentukan. Sebagaimana yang telah difirmankan

dalam al-Quran Surat al-ahqaf, 46:3 sebagai berikut:

لسموت واالرض وما بينهما اال بالحق واجل مسمى ما خلقنا ل)٣:االحقاف (

Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta semua yang berada diantara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang haq dan pada waktu yang ditentukan. (Q.S. al-Ahqaf. 46:3)32

Semuanya itu merupakan amanat bagi manusia yang harus di

pertanggungjawabkan. Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap

angin sepoi yang berhembus di udara dan setiap tetes air hujan yang tercurah

dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia menyangkut

pemeliharan dan pemanfaatannya. Demikian kandungan penjelasan Nabi

Muhammad saw. Tentang firman Allah dalam surat al-Takatsur, 102:8

sebagai berikut:

30 M. Quraish Shihab, op.cit., hlm270. 31 Ibid. 32 TM. Hasbi Ashshiddiqie, dkk., op. cit hlm. 822

Page 9: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

21

)٨:التكاثر (ثم لتسئلن يومئذ عن النعيم Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat ( yang kamu peroleh). (Q.S. al-Takaatsur. 102:8)33

Selain pembagian ruang lingkup akhlak dalam Islam yang dikutip

dari bukunya Abudin Nata tersebut di atas, ditemukan juga pembagian yang

berbeda dari Abdullah Darraz. Sebagaimana dikutip Hasan Langgulung dalam

bukunya Asas-Asas Pendidikan Islam, Abdullah Darraz membagi ruang

lingkup akhlak dalam Islam ke dalam 5 (lima) bagian sebagai berikut:34

1) Akhlak pribadi (al-akhlak al-fardiyah). Meliputi: Yang diperintahkan

seperti sidiq, istikomah, iffah, mujahadah, syajaah, tawadhuk, al-shobr

dan lain-lain, dan yang dilarang seperti bunuh diri, sombong, dusta dan

lain-lain.

2) Akhlak dalam keluarga (al-Akhlak al-usariyah). Meliputi: Kewajiban

timbal balik orang tua dan anak, kewajiban antara suami istri, kewajiban

terhadap karib kerabat.

3) Akhlak sosial (al-akhlak al-ijtima’iyah). Meliputi: Yang terlarang seperti

membunuh, tolong-menolong dalam kejahatan, mencuri dan lain-lain,

yang diperintahkan seperti menepati janji, memaafkan, membalas

kejahatan dengan kebaikan dan lain-lain, dan tata tertib kesopanan seperti

meminta izin jika hendak bertamu, memanggil orang lain dengan

panggilan yang baik dan lain-lain.

4) Akhlak dalam negara (al-akhlak al-daulah). Meliputi: Hubungan kepala

negara dengan rakyat dan hubungan-hubungan luar negeri.

5) Akhlak agama (al-akhlak al-diniyah). Meliputi: Taat, memikirkan ayat-

ayat Allah, memikirkan makhluk-Nya, beribadah, tawakkal, rela dengan

kadha kadar dan lain-lain.

Memperhatikan Pembagian ruang lingkup akhlak dalam Islam dari

Abudin Nata dan pembagian dari Abdullah Darraz di atas, terdapat perbedaan

33 Ibid., hlm. 1096 34 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakata: Pustaka Al-Husna Baru,

2005), Cet. 5, hlm. 365.

Page 10: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

22

dalam hal bagian-bagiannya, namun perbedaan tersebut justru saling

melengkapi. Pembagian dari Abudin Nata tidak memuat secara langsung

akhlak pribadi, bernegara, dan berkeluarga, sedangkan dalam pembagian

menurut Abdullah Darraz tidak terdapat akhlak terhadap lingkungan.

B. Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak Islam Terhadap Tingkah Laku Siswa

1. Pengertian Internalisai Nilai

Internalisasi nilai adalah proses menjadikan nilai sebagai bagian dari

diri seseorang.35 Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses tersebut tercipta dari

pendidikan nilai dalam pengertian yang sesungguhnya, yaitu terciptanya

suasana, lingkungan dan interaksi belajar mengajar yang memungkinkan

terjadinya proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai. Demikian pendapat

Soedijarto.36

Menurut Chabib Thoha, internalisasi nilai merupakan teknik dalam

pendidikan nilai yang sasarannya adalah sampai pada pemilikan nilai yang

menyatu dalam kepribadian peserta didik.37

Dengan begitu, intenalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam terhadap

tingkah laku siswa di simpulkan sebagai “usaha sekolah untuk mewujudkan

terjadinya proses internalisasi nilai-nilai akhlak pada diri siswa sehingga

berpengaruh terhadap tingkah laku siswa”.

2. Tujuan Internalisasi Nilai

Sebelumnya akan di kemukakan terlebih dahulu tujuan pendidikan

nilai-nilai ketuhanan, karena internalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam

terkait erat dengan pendidikan nilai-nilai agama, bahkan menurut Jalaluddin,

pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai.38

Tujuan pendidikan nilai-nilai keTuhanan adalah supaya siswa dapat

memiliki dan meningkatkan terus-menerus nilai-nilai iman dan takwa

kepada Tuhan YME sehingga dengan pemilikan dan peningkatan nilai-nilai

35 Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1993), Cet. 4, hlm. 14. 36 Ibid., hlm. 128. 37 Chabib Toha, op.cit., hlm. 87-93. 38 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. 5, hlm.

220.

Page 11: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

23

tersebut dapat menjiwai tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.39

Sedangkan tujuan internalisasi nilai-nilai Islam berupa pemilikan nilai-nilai

Islam yang menyatu dalam kepribadian peserta didik.40

Tujuan internalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam terhadap tingkah

laku siswa adalah pemilikan nilai-nilai akhlak Islami yang menyatu dalam

kepribadian peserta didik.

Sebagai bangsa yang memiliki landasan yuridis, pancasila sebagai

landasan yuridis pendidikan nilai dalam konteks pendidikan nasional, sila-

sila yang terdapat di dalamnya dengan jelas menempatkan nilai ketuhanan

sebagai bagian penting dengan beradanya dia pada urutan pertama41dan

merupakan kriteria kepribadian yang akan di tumbuh kembangkan dalam

pendidikan nilai di dalam pendidikan nasional.

Tujuan dari internalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam tersebut akan

sangat dibutuhkan dalam pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai

akhlak dalam Islam di Sekolah.

3. Tahapan Dalam Proses Internalisasi Nilai Dan Upaya-Upaya Yang

Dilakukan

Untuk sampai pada tingkatan menjadinya suatu nilai bagian dari

kepribadian siswa yang tampak dalam tingkah laku, memerlukan proses

dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui. Lawrance Kohlberg

mengembangkan teori yang merupakan validasi dari teori yang

dikembangkan oleh Dewey dan Jhon Piaget. Tahap-tahap tersebut dijelaskan

sebagai berikut:42

a. Proconventional level, yang terdiri dari:

1) Punishment-obidience orientation, yang terdapat pada anak-anak kecil

dimana perbuatan-perbuatannya masih sangat tergantung kepada

hukuman dan pujian yang diberikan oleh orang tuanya.

39 Chabib Thoha, op. cit., hlm. 72. 40 Ibid., hlm. 93. 41 Rahmat Mulyana, op. cit., hlm. 152. 42 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2002), Cet. 5, hlm. 107.

Page 12: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

24

2) The instrumental-relativist orientation, sifat hukuman dan ganjaran

disini tidak lagi bersifat fisik tetapi sudah menggunakan pendekatan non

fisik. Tahap ini terdapat pada anak-anak remaja.

b. Conventional level, yang terdiri dari:

1) The interpersonal concordance orientation, dimana pada tahap remaja

awal mulailah terjadi pembentukan nilai dimana individu mencoba

tingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan dari masyarakat.

2) The law and order prientation. Tahap ini dimiliki oleh orang dewasa

muda, pada tahap ini orang berbuat dengan mempertimbangkan

kepentingan orang banyak agar masyarakat tidak terganggu

ketentramannya.

c. Principle level, tahap ini terjadi pada orang dewasa yang terjadi dari dua

tingkatan yakni:

1) The social contract legalistic orientation, pada tahap ini orang

bertindak dengan mempetimbangkan bahwa ia mempunyai kewajiban-

kewajiban tertentu kepada masyarakat dan masyarakatpun mempunyai

kewajiban-kewajiban tertentu kepadanya. Orientasi disini sudah lebih

luas dari pada tahap-tahap sebelumnya. Akan tetapi masih terikat dengan

kondisi masyarakat tertentu dimana ia hidup.

2) Tahap tertinggi adalah tahap The universal ethical principle orientation,

pada tahap ini individu sudah menemukan nlai-nilai yang dianggapnya

berlaku (univesal) dan nilai-nilai itu dijadikan prinsip yang

mempengaruhi sikap individunya.

Teori dari L. Kohlberg ini didasarkan pada tahap-tahap

perkembangan usia anak, sehingga teori tersebut akan sangat membantu

dalam menentukan strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam

terhadap tingkah laku siswa untuk usia tertentu. Penentuan strategi hanya

berdasarkan pada segi usia saja belum cukup, tetapi diperlukan pula dasar

pada bagaimana dan dari arah mana nilai itu terbentuk.

Di bawah ini akan penulis kemukakan tahap-tahap internalisasi nilai

dilihat dari mana dan bagaimana nilai menjadi bagian dari pribadi seseorang.

Page 13: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

25

Secara taksonomi, tahap-tahap tersebut menurut David R. Krathwohl dan

kawan-kawannya sebagaimana dikutip Soedijarto sebagai berikut:43

a. Tahap receiving (menyimak). Yaitu tahap mulai terbuka menerima

rangsangan, yang meliputi penyadaran, hasrat menerima pengaruh dan

selektif terhadap pengaruh tersebut. Pada tahap ini nilai belum terbentuk

melainkan masih dalam penerimaan dan pencarian nilai.

b. Tahap responding (menanggapi). Yaitu tahap mulai memberikan

tanggapan terhadap rangsangan afektif yang meliputi: Compliance

(manut), secara aktif memberikan perhatian dan satisfication is respons

(puas dalam menanggapi). Tahap ini seseorang sudah mulai aktif dalam

menanggapi nilai-nilai yang berkembang di luar dan meresponnya.

c. Tahap valuing (memberi nilai). Yaitu tahap mulai memberikan penilaian

atas dasar nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang meliputi:

Tingkatan percaya terhadap nilai yang diterima, merasa terikat dengan

nilai-nilai yang dipercayai dan memiliki keterikatan batin (comitment)

untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diterima dan diyakini itu.

d. Tahap mengorganisasikan nilai (organization). Yaitu mengorganisaikan

berbagai nilai yang telah diterima yang meliputi: Menetapkan kedudukan

atau hubungan suatu nilai dengan nilai lainnya. Misalnya keadilan sosial

dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawartan/perwakilan. Dan mengorganisasikan system nilai dalam

dirinya yakni cara hidup dan tata perilaku sudah didasarkan atas nilai-nilai

yang diyakini.

e. Penyatu ragaan nilai-nilai dalam suatu sistem nilai yang konsisten.

Meliputi: Generalisasi nilai sebagai landasan acuan dalam melihat dan

memandang masalah-masalah yang dihadapi, dan tahap karakterisasi,

yakni mempribadikan nilai tersebut.

Tahap-tahap internalisasi nilai dari Krathwhol tersebut oleh

Soedijarto dikerucutkan menjadi tiga tahap yaitu:44

43 Sudijarto, op. cit., hlm. 145-146. 44 Soedijarto, op. cit., hlm. 150

Page 14: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

26

1) Tahap pengenalan dan pemahaman

2) Tahap penerimaan

3) Tahap pengintegrasian

Terdapat upaya-upaya yang harus dilakukan dalam setiap tahap

tersebut, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

a. Tahap pengenalan dan penerimaan.

Yaitu tahap pada saat seseorang mulai tertarik memahami dan

menghargai pentingnya suatu nilai bagi dirinya. Pada saat ini proses

belajar yang ditempuh pada hakekatnya masih bersifat kognitif. Pelajar

akan belajar dengan nilai yang akan ditanamkan melalui belajar kognitif.

Oleh Chabib Thoha tahap ini disebut dengan tahap transformasi nilai

dimana pada saat pendidik menginformasikan nilai-nilai yang baik dan

buruk kepada peserta didik, yang sifatnya semata-mata sebagai

komunikasi teoritik dengan menggunakan bahasa verbal. Pada saat ini

peserta didik belum bisa melakukan analisis terhadap informasi untuk

dikaitkan dengan kenyataan empirik yang ada dalam masyarakat.45

Pada tahap pengenalan dan pemahaman ini diantara dari metode-

metode yang digunakan adalah:

- Ceramah. Metode ini pendidik menginformasikan nilai-nilai yang baik

dan buruk kepada peserta didik.

- Penugasan. Siswa diberi tugas untuk menuliskan kembali

pengetahuannya tentang sesuatu nilai yang sedang dibahas dengan

bahasa mereka sendiri. Selain itu dapat pula siswa diberi tugas untuk

menelaah berbagai peristiwa yang mengandung nilai yang sejajar atau

bahkan kontradiktif.

- Diskusi. Curah pendapat dan tukar pendapat dalam diskusi terbuka

yang terpimpin dan diikuti oleh seluruh kelas , baik melalui kelompok

besar maupun kecil untuk mempertajam pemahaman tentang arti suatu

nilai.

45 Chabib Thoha, op. cit., hlm. 93

Page 15: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

27

Hanya memahami dan menghargai pentingnya suatu nilai belum

berarti bahwa nilai itu telah diterima dan dijadikan kerangka acuan dalam

perbuatan, cita-cita dan pandangannya. Untuk itu proses pendidikan perlu

memasuki tahap berikutnya yaitu penerimaan.

b. Tahap Penerimaan

Yaitu tahjap pada saat seseorang pelajar mulai meyakini kebenaran

suatu nilai dan menjadikannya sebagi acuan dalam tindakan dan

perbuatannya.

Suatu nilai diterima oleh seseorang karena nilai itu sesuai dengan

kepentingan dan kebutuhannya, dalam hubungannya dengan dirinya

sendiri dan dengan lingkungannya. Agar suatu nilai dapat diterima

diperlukan suatu pendekatan belajar yang merupakan suatu proses sosial.

Pelajar merasakan diri dalam konteks hubungannya dengan lingkungannya

bukan suatu proses belajar yang menempatkan pelajar dengan suatu jarak

dengan yang sedang dipelajari. Suatu kehidupan sosial yang nyata yang

menempatkan pelajar sebagai salah satu aktornya memang sukar

dikembangkan dalam situasi pendidikan disekolah. Tanpa diciptakannya

suatu suasana dan lingkungan belajar yang memungkinkan soaialisasi,

sukar bagi kaum pendidik untuk mengharapkan terwujudnya suatu nilai

atau suatu gugus nilai dalam diri pelajar.

c. Tahap Pengintegrasian

Yaitu tahap pada saat seorang pelajar memasukkan suatu nilai dalam

keseluruhan suatu sistem nilai yang dianutnya. Tahap ini seorang pelajar

telah dewasa dengan memiliki kepribadian yang utuh, sikap konsisten

dalam pendirian dan sikap pantang menyerah dalam membela suatu nilai.

Nilai yang diterimanya telah menjadi bagian dari kata hati dan

kepribadiannya.

4. Strategi, Pendekatan dan Metode Dalam Internalisasi Nilai

Masing-masing dari strategi, pendekatan dan metode internalisasi

nilai-nilai semuanya memiliki model-model tersendiri. Diantara model-

Page 16: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

28

model tersebut ada yang sesuai untuk diterapkan dalam internalisasi nilai-

nilai akhlak dalam Islam terhadap tingkah laku siswa dan ada yang tidak.

Berikut akan dikemukakan model-model tersebut sekaligus akan

dikemukakan pula secara lebih lanjut model-model yang sesuai untuk

diterapkan dalam internalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam terhadap

tingkah laku siswa.

a. Strategi

Menurut Noeng Muhadjir, model-model dalam strategi ini adalah:

strategi tradisional, strategi bebas, strategi reflektif dan strategi

transinternal.46Dan yang sesuai untuk internalisasi nilai-nilai keagamaan

adalah strategi transinternal.47

Strategi transinternal merupakan cara untuk mengajarkan nilai

dengan jalan melakukan transformasi nilai, dilanjutkan dengan transaksi

dan transinternalisasi.

Strategi ini guru dan siswa sama-sama terlibat dalam proses

komunikasi yang aktif dan tidak hanya melibatkan komunikasi verbal dan

komunikasi fisik, melainkan adanya komunikasi batin (batin) antara guru

dan siswa.

Guru berperan sebagai penyaji informasi, pemberi contoh dan

teladan serta guru sebagai sumber nilai yang melekat dalam pribadinya

sedangkan siswa menerima informasi dan merespon terhadap stimulus

guru secara fisik biologis, serta memindahkan dan mempolakan pribadinya

untuk menerima nilai-nilai kebenaran sesuai dengan kepribadian guru

tersebut.48

b. Pendekatan

Model-model pendekatan ini adalah: Model pendekatan doktriner,

pendekatan otoritatif, pendekatan kharismatik, pendekatan action,

pendekatan rasional, pendekatan penghayatan dan pendekatan efektif.

46 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama

Islam di Sekolah), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) Cet.1, hlm. 173-176. 47 Chabib Thoha, op. cit., hlm. 80. 48 Ibid.

Page 17: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

29

Yang sesuai untuk internalisasi nilai-nilai adalah pendekatan penghayatan,

rasional, efektif dan kharismatik.49

1) Pendekatan Penghayatan

Penghayatan sebagai pendekatan pendidikan nilai dikembangkan

dengan jalan melibatkan siswa dalam kegiatan empirik keseharian tetapi

lebih menekankan keterlibatan aspek efektifnya daripada rasionalnya,

dengan demikian diharapkan tumbuh kesadaran akan kebenaran.50

Melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan empiric keseharian, siswa

dapat melihat contoh dalam masyarakat, melihat akibatnya dan prosesnya,

sehingga kesan-kesan yang ditimbulkannya lebih berpengaruh dan tahan

lama. Penghayatan ini merupakan salah satu pengakuran (conformity)

yang paling kuat dampaknya.51

Pendekatan penghayatan ini sesuai untuk pendidikan akhlak Islam

yang sasarannya adalah menyatunya nilai-nilai akhlak dalam diri peserta

didik yang eternal.

2) Pendekatan rasional

Untuk menanamkan kesadaran tentang nilai baik dan benar

adakalanya harus dimulai dari kesadaran rasional, sebab proses

pertumbuhan efek sebenarnya tidak terlepas sama sekali dengan

pertumbuhan rasional.

Informasi-informasi tentang nilai baik dan benar yang masuk melalui

kesadaran rasional akan diolah secara psikologis yang melahirkan sikap

efektif terhadap objek nilai tersebut. Bila simpulan rasionalnya

menanggapi uatu objek secara salah dan tidak benar, maka akan

melahirkan sikap efektif yang cenderung menjauh dan tidak menyukai

nilai-nilai tersebut. Sebaliknya jika kesadaran rasionalnya menerima objek

nilai itu sebagai kebenaran, maka sikap efektifnya akan memberikan

49 Chabib Thoha, op. cit., hlm. 80-84. 50 Chabib Thoha, Ibid., hlm. 82. 51 Hasan Langgulung, op. cit., hlm. 371.

Page 18: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

30

dorongan untuk menyenangi, menyetujui, menghargai terhadap nilai-

nilai.52

Melalui kesadaran rasional ini siswa tidak hanya berdasarkan apa

yang diketahui atau telah terbiasa saja, tetapi dilihat dahulu kebenarannya

sesuai dengan rasio.

3) Pendekatan efektif

Pendidikan nilai dengan pendekatan efektif ini dilakukan melalui

proses emosional yang menumbuhkah motifasi untuk berbuat.53 Dalam

pendekatan ini diusahakan untuk menggugah emosi dan perasaan peserta

didik untuk meyakini, memahami nilai-nilai serta memberi motifasi agar

peserta didik dapat mengamalkannya tanpa pamrih.54

4) Pendekatan kharismatik

Kharismatik sebagai pendekatan pendidikan nilai sesuai untuk

strategi pendidikan yang memberi contoh artinya siswa dengan melihat

dan mengamati kepribadian seseorang yang memiliki konsistensi dan

keteladanan yang dapat diandalkan, akan tumbuh kesadaran untuk

menerima nilai-nilai tersebut sebagai nilai yang baik dan benar.55

Tanpa adanya kharisma dalam pribadi pendidik, maka pendidik

kurang dapat memberikan pengaruh terhadap peserta didik, karena akan

ada banyak hal yang keluar dari pendidik baik berupa perbuatan atau

perkataan yang patut di contoh hanya berlalu saja dihadapan siswa.

c. Metode

Model-model dari metode ini yaitu: Metode dogmatic, metode

deduktif dan metode reflektif. Yang sesuai untuk internalisasi nilai-nilai

keagamaan adalah metode deduktif atau reflektif56

1) Metode deduktif

52 Chabib Thoha, op. cit., hlm. 83 53 Ibid., hlm. 84 54 Muhaimin, op. cit., hlm. 174. 55 Chabib Thoha, op. cit., hlm. 81 56 Ibid., hlm. 85-87.

Page 19: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

31

Metode ini berangkat dari kebenaran sebagai teori atau konsepsi

yang memiliki nilai-nilai baik, selanjutnya ditarik beberapa contoh kasus

dari kehidupan keseharian masyarakat atau ditarik ke dalam nilai-nilai lain

yang lebih sempit ruang lingkupnya.57

d. Metode reflektif

Metode ini merupakan gabungan dari metode deduktif dan induktif.

Yakni mengajarkan nilai dengan jalan membalik antara memberikan

konsep secara umum kemudian menerapkan dalam praktek kehidupan

sehari-hari, atau dari melihat kasus kemudian mempelajari sistemnya.

Penerapan metode ini dapat mengatasi kekurangan metode deduktif

yang kadangkala kurang bersifat empiric dan sekaligus mengatasi

kekurangan metode induktif terlalu beririentasi pada hal-hal yang empirik

dan terkadang mengabaikan unsure empirik.58

C. Aspek-Aspek Yang Perlu Dikembangkan Dalam Internalisasi Nilai-

Nilai Akhlak Islam Terhadap Tingkah Laku Siswa

1. Kegiatan-Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan

Kegiatan ekstrakurikuler yang keberadaannya sering dibedakan dari

kegiatan-kegiatan intrakurikuler merupakan usaha pendidikan yang

melibatkan proses penyadaran nilai sampai pada internalisasi

nilai.59Kegiatan ekstrakurikuler yang dimaksud yaitu kegiatan yang

dilakukan di luar jam pelajaran yang bertujuan untuk melatih siswa pada

pengalaman-pengalaman nyata . Sedangkan kegiatan intrakurikuler yaitu

kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan di ruang kelas dengan

orientasi kemampuan akademis.

Pendidikan nilai dalam kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan

berupa pengalaman-pengalaman yang bersifat nyata yang dapat membawa

siswa pada kesadaran atas sesama, lingkungan dan Allah melalui kegiatan-

kegiatan seperti peringatan hari besar Islam (PHBI), pesantren kilat,

kelompok-kelompok qasidah atau tilawah Quran. Menurut Rahmat

57 Ibid. 58 Ibid., hlm. 87. 59 Rahmat Mulyana, op. cit., hlm. 21.

Page 20: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

32

Mulyana, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler ini proses pembelajaran nilai

secara terpadu sering terjadi karena nilai dikembangkan melalui paket

kegiatan yang memungkinkan siswa berinteraksi dengan teman, guru,

masyarakat, benda, alat, fasilitas, hewan, tumbuhan, sistem organisasi dan

lain-lain yang membawa mereka pada kesadaran nilai, moral, etika,

estetika, bahkan pada kesadaran nilai ilahiyah.

Waktu tatap muka yang digunakan secara efektif untuk

mengembangkan pengalaman otentik yang bernilai dapat dipastikan

kurang bila dibandingkan dengan jumlah waktu efektif diluar

kelas.60Kesadaran nilai dan internalisasi nilai adalah dua proses pendidikan

nilai yang terkait langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadi

seseorang.61Oleh karena itu peserta didik membutuhkan keterlibatan

langsung dalam cara, kondisi dan peristiwa pendidikan diluar jam tatap

muka atau yang sering disebut kegiatan ekstrakurikuler.

Begitu internalisasi nilai-nilai akhlak dalam Islam yang hanya

dengan mengandalkan kegiatan intrakurikuler saja tidak akan dapat

menjamin berlangsungnya penyadaran nilai dan internalisasi nilai-nilai

akhlak dalam Islam terhadap tingkah laku siswa berlangsung secara

optimal. Untuk itu dalam internalisasi nilai-nilai dalam Islam terhadap

tingkah laku siswa kegiatan ekstrakurikuler perlu dikembangkan dalam

beragam cara dan isi di sebuah institusi pendidikan demi tercapainya

tujuan pendidikan nilai.

2. Lingkungan

Ki Hajar Dewantara memproklamirkan adanya tiga lingkungan yang

disebut sebagai tripusat pendidikan.62Tiga lingkungan tersebut yaitu

sekolah, keluarga dan masyarakat. Program pengembangan pendidikan

Nasional ketiganya menjadi wilayah garapan pendidikan yang tercantum

dalam UU Sisdiknas dan sering disebut sebagai lingkungan formal,

informal dan nonformal.

60 Ibid., hlm. 214. 61 Ibid. 62 Ibid., 141.

Page 21: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

33

Sebagai salah satu tripusat pendidikan, sekolah atau lingkungan

pendidikan formal perlu dikondisikan sebaik mungkin sehinga

memungkinkan terjadinya proses internalisasi nilai-nilai akhlak dalam

Islam terhadap tingkah laku siswa. Qodri Azizy berpendapat bahwa perlu

dibangun sebuah wacana publik berupa etika lingkungan.63 Kemudian

disosialisasikan dan berusaha dipraktekkan untuk pendidikan kita.

Memang tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri bernama “etika

lingkungan”, yang lebih penting justru praktiknya, sedangkan

pengajarannya dapat digabungkan pada mata pelajaran lain termasuk

kedalam mata pelajaran agama dan civic education.

Sebagai salah satu bentuk sistem sosial tempat siswa berinteraksi

antara satu dengan lainnya, lingkungan sekolah dapat dipastikan

melibatkan beragam nilai kehidupan. Nilai-nilai itu dapat berupa hasil dari

pengembangan sejumlah ketentuan formal seperti kerapian, kedisiplinan,

tangguing jawab dan kesehatan. Selain itu sekolah adalah tempat

bertemunya nilai-nilai kehidupan yang lahir secara pribadi yang dilahirkan

dalam bentuk pikiran, ucapan dan tindakan perorangan.

Nilai-nilai yang direfleksikan melalui penampilan perorangan

tersebut, akan sangat berarti terhadap terciptanya suasana sekolah yang

dapat dijadikan sebagi tempat pendidikan nilai.

Ibnu Sina, seorang filosof, dokter jiwa serta pakar dalam pendidikan

Islam, menyatakan: “JIka anak berada di maktab (kuttab) bergaul dengan

sesama anak yang berakhlak akan terjadi interaksi edukatif, satu sama lain

saling meniru dan dengan demikian ia menjadi dasar budinya”.64

Peningkatan peran sekolah sebagai wahana pendidikan nilai perlu

memadukan kekuatan ketentuan-ketentuan formal yang dibangun melalui

sejumlah aktivitas belajar yang terintegrasi baik dalam kegiatan

intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Kekuatan komunitas pendidikan

63 Qodri A. Azizy, Pendidikan Untuk Membangun Etika sosial Mendidik Anak Sukses

Masa Depan Pandai Dan Bermanfaat, (Semarang: Aneka Ilmu, 2002), hlm 112. 64 Ali al-Jumbulati dan Abdul Fatah at Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam,

terj. H.M. Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) Cet.1, hlm. 121.

Page 22: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

34

yang dibangun secara sukarela oleh setiap insan pendidik melalui contoh-

contoh perilaku yang bernilai. Cara demikian akan mampu menjadikan

sekolah berperan secara optimal dalam penyadaran nilai-nilai akhlak

dalam Islam dan pendidik benar-benar bertindak sebagai loco parentis

(peran pengganti orang tua).65

3. Keteladanan

Keteladanan merupakan salah satu faktor yang akan ikut menentukan

terhadap keberhasilan proses internalisasi nilai-nilai akhlak Islam.

Penyadaran nilai yang optimal disekolah diperlukan peningkatan peran

sekolah sebagai wahana pendidikan nilai dengan komunitas pendidikan

yang dibangun secara sukarela lewat contoh-contoh yang diciptakan

dilingkungan sekolah .

Proses belajar mengajar guru juga memiliki tugas membantu

pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak serta menumbuh

kembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik.66 Usaha ersebut

pemberian teladan atau contoh-contoh yang baik untuk siswa patut

dilakukan. Karena salah satu tipe moral yang terlihat pada para remaja

adalah mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.67

Ibnu Khaldun, sebagai salah satu pemikir termasyhur yang telah

menyumbangkan buah pikirannya untuk kesempurnaan dan kemajuan

bidang pendidikan Islam berdasarkan al-Qur`an dan sunnah, untuk

menyatakan pandangannya tentang keteladanan ini beliau mengutip apa

yang ditulis Amru bin Utbah kepada pendidik anaknya sebagai berikut:

Agar supaya anak saya menjadi baik, terlebih dahulu hendaknya anda memperbaiki diri anda sendiri, karena pandangan mata mereka terpaku pada pandangan mata anda. Jika pandangan mata mereka baik, karena sesuai dengan apa yang anda perbuat, dan jika jelek itu karena anda meninggalkannya.68

65 Rahmat Mulyana, op. cit., hlm. 142. 66 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,

1995), hlm. 99. 67 Jalaluddin, op. cit., hlm. 76. 68 Ali al-Jumbulati dan Abdul Fatah at Tuwaanisi, op. cit., Hlm. 216.

Page 23: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

35

Disamping itu, hubungannya dengan keteladanan ini Imam al

Ghozali menyatakan:

Perumpamaan seorang guru terhadap muridnya adalah seperti goresan diatas tanah liat yang kering (tembikar) dan bayangan dari sebuah tongkat, bagaimana mungkin tembikar mendapat goresan bila tidak ada yang menggoreskannya dan kapankah sebuah bayangan menjadi lurus jika tongkat itu bengkok.69

Dalam ungkapan tersebut, al Ghozali menghendaki agar seorang

guru menjadi contoh teladan yang baik bagi murid-muridnya. Nabi

Muhammad SAW sendiri sebagai Rosulullah (utusan Allah) untuk

menyampaikan agama Islam kepada umat manusia dimuka bumi dalam

menjalankan misinya yakni menyempurnakan akhlak yang mulia tidak

lepas dari pemberian teladan. Dan secara langsung oleh Allah beliau di

Nash sebagai seseorang yang memiliki suri teladan yang baik sebagaimana

dalam surat al Ahzab ayat 21 sebagai berikut:

اهللا واليوم لقد آان لكم فى رسول اهللا اسوة حسنة لمن آان يرجوا

)٢١: االحزاب(خر وذآر اهللا آثيرا اال Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagai orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al ahzab. 33:21)70

Hal itu menunjukkan bahwa keteladanan merupakan factor yang

berada pada posisi crusial dalam usaha internalisasi nilai-nilai akhlak

Islam terhadap tingkah laku siswa di sebuah lembaga pendidikan. Nilai-

nilai yang hendak diinternalisasikan akan sulit diserap siswa jika tanpa

teladan pendidik. Jangankan dapat sampai pada tahap penerimaan (satu

tahap dari internalisasi nilai-nilai yang menuntut peran situasi lingkungan,

diantaranya adalah peneladanan) bila pada tahap pengenalan dan

pemahaman (transformasi nilai dari pendidik ke siswa) sebagai tahap awal

tidak dilalui terlebih dahulu.

69 Ibid.,hlm. 143. 70T.M. Hasbi Ashshiddiqie, dkk., op.cit.,hlm. 686.

Page 24: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

36

Bisa terjadi demikian disebabkan siswa akan mengikuti proses

belajar mengajar dikelas dengan senang hati dan penuh semangat jika sang

guru dapat menampilkan teladan-teladan yang baik serta bersikap dan

berprilaku sesuai dengan materi yang diajarkan serta membangun

hubungan baik dengan siswa. Sebaliknya, jika guru berperilaku dan

bersikap dengan sikap-sikap dan perilaku yang tidak layak untuk

diteladani serta tidak sesuai dengan materi yang disampaikan maka untuk

saja siswa akan merasa ogah (malas), tidak semangat apalagi mengikuti

proses pembelajaran tersebut dengan senang hati karena di dalam diri

siswa tidak terdapat perasaan senang atau simpati terhadap guru tersebut.

Untuk benar-benar dapat memberikan teladan, Imam Nawawi dalam

al-Adzkar al-Nawawiyah-nya menyatakan bahwa seorang pengajar atau

pendidik, termasuk di dalamnya adalah setiap orang yang memiliki ilmu

dan bermanfaat bagi orang lain disunnahkan untuk menjauhi perbuatan-

perbuatan atau ucapan-ucapan yang secara dzohir salah sedangkan secara

hakiki / sebenarnya ucapan-ucapan atau perbuatan-perbuatan tersesebut

benar.71

4. Pembiasaan

Mengenai pembiasaan ini, dalam bukunya Ali al-Jumbulati dan

Abdul Fatah at Tuwaanisi dan telah diterjemahkan oleh H.M. Arifin,

Imam al-Ghozali berpendapat:

Maka barang siapa ingin menjadikan dirinya bermurah hati maka caranya adalah membebani dirinya dengan perbuatan yang bersifat dermawan yaitu mendermakan hartanya. Maka jiwa tersebut akan selalu berbuat baik dan ia terus menerus melakukan mujahadah (menekuni) dalam perbuatan itu, sehingga hal itu akan menjadi watak. Disamping itu ia ringan melakukan perbuatan baik yang ahirnya menjadi orang yang dermawan. Demikian juga orang yang ingin menjadikan dirinya berjiwa tawadhu` (rendah hati) kepada orang-orang yang lebih tua, maka caranya ia harus membiasakan diri bersikap tawadhu` terus menerus, dan jiwanya menekuninya sehingga mudah berbuat sesuai dengan watak dan wataknya itu. Semua akhlak terpuji dibentuk melalui cara-cara ini yang

71 Imam Muhammad bin Muhyiddin ibnu Zakariya Yahya Bin Syarif al-Nawawi Al-

Damsyiqi, al-Adzkar al-Nawawiyah, (Indonesia: Dar al-Ihya` al-Kutub al-Arabiyah, tt), hlm. 276.

Page 25: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

37

ahirnya perilaku yang diperbuatnya benar-benar dirasakan kenikmatannya.72

Pembiasaan merupakan proses pendidikan73. Aspek ini sering

dilupakan oleh para pendidik, pendidikan yang instan berarti meniadakan

pembiasaan. Tradisi dan bahkan juga karakter (perilaku) dapat diciptakan

melalui latihan dan pembiasaan yang di upayakan praktiknya secara terus

menerus. Kebersihan merupakan praktik yang memerlukan pembiasaan

meskipun pada awalnya harus dipaksakan. Membaca al Quran, shalat

jamaah juga perlu pembiasaan, tidak cukup hanya dengan hafal dalil (ayat

atau hadits) mengenai shalat jamaah tersebut.

John Dewey menyatakan “Pendidikan moral itu terbentuk dari proses

pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang dilakukan oleh murid

secara terus-menerus”.74

Implemantasi nilai-nilai akhlak haruslah dibiasakan, tidak cukup

menghafal rangkaian pasal atau ungkapan mengenai nilai-nilai

tersebut.75Dalam pembiasaan ini bukan hanya bagaimana siswa dibiasakan

dengan sikap, tingkah laku atau penampilan, tetapi juga bagaimana siswa

dibiasakan dengan keadaan lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai yang

hendak diinternalisasikan. Misalnya, selain siswa diberi kegiatan

membersihkan lingkungan sekolah secara bersama-sama setiap bulannya,

di tempat-tempat tertentu seperti ruangan kelas dipasang tulisan-tulisan

yang mengandung pesan-pesan nilai-nilai Islam, seperti kaligrafi, gambar-

gambar tokoh Islam dan lain-lain.

Norma berupa aturan atau patokan (baik tertulis atau tidak tertulis)

sebagai wahana mewujudkan nilai dan berfungsi penghantar untuk dapat

menyadari dan menghayati nilai-nilai.76 Aturan-aturan yang diciptakan

72 Ali al-Jumbulati dan Abdul Fatah at Tuwaanisi, op. cit., Hlm. 157. 73 Qodri A. Azizy, op. cit., hlm. 146. 74 Ali al-Jumbulati dan Abdul Fatah at Tuwaanisi, op. cit., Hlm. 157. 75 Qodri A. Azizy, op. cit., hlm. 148. 76 YB. Adimassana, “Revitalisasi Pendidikan Nilai di Dalam Sektor Pendidikan

Formal”, dalam A. Atmadi dan Y. Setiyaningsih, (eds), Pendidikan Nilai Memasuki Milenium Ketiga,(Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 73.

Page 26: BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · one thinks is important in ... at. al., Moralitas Al-qur`an Dan

38

dapat bermanfaat untuk internalisasi nilai-nilai akhlak Islam karena aturan-

aturan yang berjalan dengan baik akan tercipta pembiasaan, berkat

pembiasaan ini akan menjadi habit bagi yang melakukannya kemudian

akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya menjadi tradisi yang sulit

untuk ditinggalkan, akhirnya para ahli pendidikan berpendapat bahwa

pendidikan yang baik yaitu pendidikan yang memiliki keteraturan.77

D. Evaluasi

Hasil dari internalisasi nilai sulit untuk dites baik dengan sistem

ujian tertulis maupun dinilai dengan ujian secara lisan. Penilaian yang

berupa angka tidak akan relevan, dan penilaian yang relevan dalam hal ini

adalah penilaian yang berupa uraian verbal walaupun hanya singkat,

misalnya bagus sekali, bagus, cukup, jelek dan sebagainya.78Lebih lengkap

lagi jika hal itu di beri keterangan mengenai alasan-alasannya.

Memang penilaian semacam itu akan terkesan bahwa penilaiannya

bersifat subjektif, karena amat ditentukan oleh kesan dari pengamatan guru

terhadap murid. Tetapi jika guru melakukannya dengan jujur, hal itu akan

sangat berguna untuk mendidik para muridnya karena mereka akan merasa

perilaku mereka selalu diperhatikan baik-baik oleh orang lain (guru) dan

akan ikut membantu kelancaran pendidikan mereka untuk seterusnya,

dengan begitu siswa tidak merasa bebas untuk berbuat apa saja.

77 Qodri A. Azizy, op. cit., hlm.147 78 YB. Adimassana, op. cit., hlm. 40.