Upload
donhi
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan
pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang
dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah, Suprijono
(2009:54).
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model
pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta
didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya.Struktur
tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward
mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan maupun reward, Suprijono (2009:61).
Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistim pengelompokan / tim kecil, yaitu antara empat sampai
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap
kelompok dan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu
menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota
kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam
itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap
kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru harus berusaha
menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswanya,
9
maksudnya suasana kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat
menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan
suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerja sama, terutama
dalam memecahkan kesulitan-kesulitan. Seorang siswa haruslah dapat
menerima pendapat dari siswa yang lainnya, seperti siswa satu
mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan dimana
letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya maka
perlu ditambah, dan penambahan ini harus disetujui oleh semua anggota,
yang satu harus saling menghormati pendapat yang lain, Isjoni (2009:30).
2.1.2 Tahap-tahap Model Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif oleh (Trianto, 2009:66-67) adalah
sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Sintaks
Pembelajaran
Kooperatif
Perilaku
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
Fase 2 Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-
kelompok belajar menjelaskan bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing
10
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
Berdasarkan enam fase sintaks pembelajaran kooperatif di atas, maka
pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan
tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.Fase ini
diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan
verbal.Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah
bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi
penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari
oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.
2.1.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran
yang harus diterapkan. Anita Lie (2004:30)
a. Saling ketergantungan positif
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara
individual dan sangat tergantung terhadap pertolongan sesamanya.Prinsip
tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas untuk
membangkitkan rasa kebersamaan. Pembentukan kelompok-kelompok
kerja dalam pemberian tugas terstruktur di kelas memberikan nilai lebih
untuk menanamkan kerjasama demi mencapai tujuan yang sama.
b. Tanggungjawab perseorangan
Kesuksesan kelompok bergantungpada pembelajaran individual
dari semua anggota kelompok. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan
anggota kelompok dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan
memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap untuk
mengerjakan tugas, tanpa bantuan teman sekelompoknya.
Tanggungjawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur
saling kebergantungan positif.
11
c. Tatap muka
Interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk siap
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi
ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh
setiap anggota kelompok menjadi modal utama dalam proses saling
memperkaya antar anggota kelompok.
d. Komunikasi antar anggota
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi kepada siswa, karena tidak setiap
siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan
suatu kelompok dalam pembelajaran cooperative learning juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.
e. Evaluasi proses kelompok
Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai refleksi untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses tersebut, sehingga
proses berikutnya akan berjalan lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi
ini dapat memberikan arahan serta informasi terhadap hasil pekerjaan
siswa dan kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, maka informasi
diberikan ini harus meliputi tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana
mereka melakukan kerjasama saling membantu dengan teman satu
kelompok, dan bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif
agar baik setiap siswa maupun kelompok menjadi berhasil dan kebutuhan
apa saja yang harus dilengkapi agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan
dengan baik.
2.1.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2009:27), yaitu:
a. Setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa
12
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
2.1.5 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan model pembelajaran tersebut menurut Eggen dan Kauchak dalam
Winayarti (2010), adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan partisipasi peserta didik.
b. Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan
kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok.
c. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya.
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan bagian dari
model pembelajaran kooperatif, dimana akan dibentuk kelompok-kelompok
menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Pembelajaran ini
disusun dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok,
serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
Menurut Isjoni (2009:77) menyatakan bahwa:
Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong
siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
untukmencapai prestasi yang maksimal.Model belajar ini terdapat tahap-tahap
dalam penyelenggaraannya.
Menurut Yuzar dalam Isjoni (2009:79)menyatakan bahwa:
Pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw, siswa belajar kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang, heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab secara mandiri.Setiap anggota kelompok
13
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian bahan pelajaran yang mesti
dipelajari dan menyampaikan bahan tersebut kepada anggota kelompok asal.
Menurut Huda (2011:121) menyatakan bahwa:
Pembelajaran Jigsaw siswa bekerja selama dua kali, yakni dalam kelompok
mereka sendiri dan dalam “kelompok ahli”.
Langkah-langkah penerapan tipe Jigsaw menurut Rusman, (2012:218)
a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4–5)
b. Tiap siswa dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda
c. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama
menbentuk kelompok baru (kelompok ahli)
d. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang sub bab yang
mereka kuasai
e. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
f. Pembahasan
g. Membuat kesimpulan
h. Tiap-tiap siswa diberi tes secara individu
Keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif menurut
Jarolimek dan Paeker dalam Isjoni (2009:36)
a. Saling ketergantungan positif
b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
d. Susasana kelas yang rileks dan menyenangkan
e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru
f. Memiliki banyak kesempatan unyuk mengepresikan pengalaman emosi
yang menyenangkan.
2.1.7 Model Kooperatif Tipe Jigsaw di Pembelajaran IPA SD
Pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik
yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menulis topik yang akan dipelajari
pada papan tulis, white boart, penayangan power point dan sebagainya. Guru
14
menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik
tersebut. Kegiatan ini dimaksud untuk mengaktifkan skemata atau struktur
kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran baru.
Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih
kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada
topik yang dipelajari. Misalnya, topik yang disajikan adalah metode
penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep heuristic, kritik,
interpretasi, dan histrografi, maka kelompok terbagi menjadi 4. Jika dalam
satu kelas ada 40 orang, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang.
Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik,
kelompok onterpretasi, dan kelompok histrografi. Kelompok-kelompok ini
disebut home teams (kelompok asal).
Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagi materi tekstual kepada
tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab
mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik
akan menerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam
kelompok heuristik memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam
konsep tersebut. Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam
kelompok ini mendalami konsep kritik demikian seterusnya.
Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah
kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota, anggota
yang berasal dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota
setiap kelompok asal adalah 10 orang, maka aturlah sedemikian rupa
terpenting adalah di setiap kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal
yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari
kelompok heuristik, kritik, interprestasi, dan hisrtografi.
Setelah berbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka
berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami
topik metode penelitian sebagai pengetahuan yang utuh yaitu merupakan
pengetahuan struktur yang mengintegrasikan hubungan antar-konsep. Setelah
diskusi di kelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok
15
asal. Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan kesempatan kepada
mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan
yang mereka dapatkan dari hasil diskusi di kelompok ahli.
Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu
dilakukan. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan
review terhadap topik yang telah dipelajari (Suprijono, 2009 :89-91).
Pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal
(Isjoni, 2009:77).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model
pembelajaran yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen, beranggotakan 4-6
siswa, setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan bagian dari materi
belajar dan harus mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim
lainnya (Trianto, 2007:56).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru,
yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan
pembelajaran.
Langkah – langkah Model Pembelajarn Jigsaw (Tim Ahli )
Menurut Trianto (2007:56) langkah - langkah pembelajaran jigsaw (Tim
Ahli ) adalah sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru mengatur tempat duduk
3. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6
orang ).
4. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah
dibagi-bagi menjadi beberapa subbab.
5. Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan
bertanggung jawab untuk mempelajarinya.
16
6. Anggota dari kelompok yang lain yang telah mempelajari sub bab
yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk
mendiskusikannya.
7. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya
bertugas mengajar teman-temannya.
8. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai
tagihan berupa kuis individu ( tes formatif ).
9. Guru memberi pengarahan kepada setiap kelompok untuk
menyampikan hasil pengamatannya.
10. Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
Dapat disimpulkan oleh peneliti, bahwa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan menggunakan mata pelajaran
IPA dapat diterapkan dengan batasan langkah-langkah pembelajaran sebagai
berikut :
1) Kegiatan Awal :
a) Membuka pelajaran dengan salam
b) Mengecek kehadiran siswa
c) Guru mengatur tempat duduk siswa
d) Melakukan apersepsi
e) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Kegiatan Inti :
a) Guru menjelaskan/mengemukakan lagkah-langkah pembelajaran
dengan menggunakan model Jigsaw.
b) Guru mengajak siswa untuk menggali pengetahuan siswa materi IPA
tentang sifat-sifat cahaya.
c) Guru memberikan materi dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagikan
menjadi beberapa sub bab.
d) Membantu siswa memberi informasi.
e) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5
orang)
17
f) Guru menyuruh setiap anggota kelompok membaca sub bab yang
ditugaskan dan bertanggung jawab mempelajarinya.
g) Guru menyuruh tiap anggota kelompok yang lain yang telah
mempelajari sub bab yang berbeda agar bertemu dalam kelompok ahli
untuk mendiskusikannya.
h) Guru mengarahkan agar setiap kelompok setelah kembali ke
kelompoknya bertugas mengajari temannya.
i) Guru memberi pengarahan kepada tiap kelompok untuk
menyampaikan hasil diskusi.
3) Kegiatan Penutup :
a) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
b) Guru melaksanakan evaluasi dengan membagi lembar tes formatif
untuk dikerjakan secara individu
c) Guru menutup pembelajaran.
d) Salam penutup.
Kebaikan metode Jigsaw : (a) Dapat membimbing peserta didik ke arah
berpikir satu tujuan; (b) Untuk mengurangi kesalahan karena didiskusikan
bersama tim ahli; (c) Perhatian peserta didik terpusat pada hal-hal yang
dianggap penting; (d) Permasalahan yang terpendam dapat mendapat
penjelasan guru pada waktu itu pula; (e) Semua siswa terlibat secara aktif.
Kelebihan dan KelemahanPembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Menurut Sugiyanto (2010: 46) keunggulan model jigsaw dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Dapat digunakan secara efektif di tiap level, siswa telah mendapatkan
keterampilan akademis mulai dari pemahaman, membaca maupun
keterampilan kelompok untuk belajar bersama.
2. Pada kegiatan ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan
dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri
3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, serta akan merasa senang
berdiskusi dalam kelompoknya.
18
Namun setiap kelebihan pasti diikuti juga dengan sisi kelemahannya, antara
lain:
1. Untuk mengoptimalkan manfaat kerja kelompok, keanggotaan
kelompok harus heterogen, baik dari segi kemampuan maupun
karakteristik lainnya.
2. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam kelompok harus dibatasi agar
kelompok tersebut dapat bekerja sama secara efektif, sebab suatu
ukuran kelompok dapat mempengaruhi kemampuan produktivitasnya.
3. Guru cenderung menggunakan kompetensi untuk memotivasi siswa
mereka, dan sering mengabaikan strategi yang didalamnya terdapat
kerjasama dan motivasi teman sebaya yang dapat digunakan untuk
membantu siswa fokus terhadap prestasi akademik.
2.2 Hakikat IPA SD
2.2.1 Pengertian Pembelajaran IPA
IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di Sekolah Dasar. Dengan
belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman lagsung dan
kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
diarahkan untuk “mencari tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata – kata dalam Bahasa
Inggris yaitu natural science artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Berhubungna dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science itu
pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang
mempelajari peristiwa – peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa,
2010:3).
IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan
19
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007: 39).
Menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) bahwa IPA, adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya
secara umum terbatas pada gejala–gejala alam. Perkembangannya tidak hanya
ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan
sikap ilmiah.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:141) dalam bukunya Model
Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari gejala – gejala melalui serangkaian proses
yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan
hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen
terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA
pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajarai segala sesuatu yang ada dialam
yang dibangun atas dasar sikap ilmiah yang dipandang dari segi proses,
produk dan pengembangan sikap.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Johnson, D & Johnson, R. (2003),
tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun rasa ingin tahu
siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya dan menyediakan
kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta
mengkomunikasikannya.
Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler
mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri
(PERMEN) No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi “kelompok mata
20
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan
untuk mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang
kritis, kreatif dan mandiri.
Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Maksud dari tujuan tersebut adalah agar siswa dapat memiliki
pengetahuan untuk mempelajari gejala alam, beberapa jenis perangkat
lingkungan yang dapat ditemukan melalui pengamatan, hal itu dilakukan agar
siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA.
2.2.3 Pembelajaran IPA di SD
Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam
mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,
menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana”
21
tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara
sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.
Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil
prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan
metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)menekankan pada
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik
mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”,
hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut
dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills”
yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan
pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab
pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data,
menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta
mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar,
lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan
sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak
percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap
lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan
orang lain.
Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya,memberikan pengalaman pada
peserta didik untuk belajar menguji suatu pernyataan yang didapat dari
pengamatan terhadap kejadian sehari-hari, sehingga dari hasil pengujian
tersebut mereka dapat memperoleh jawaban sementara dari pengamatan yang
dilakukan. Adanya jawaban sementara yang dibuat dapat membantu peserta
didik untuk berpikir logis terhadap suatu bentuk peristiwa alam yang terjadi
22
karena pembelajaran IPA itu dapat membantu menjawab berbagai masalah
yang berkaitan dengan peristiwa alam yang terjadi (Trianto, 2010:151-153).
IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin
tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka
mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan
bukti serta mengembangkan cara berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran
IPA di SD hendaknya ditunjukkan untuk memupuk minat dan pengembangan
anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup (Samatowa, 2010:2).
Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan kepada
anak didik untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dan pengalaman
secara langsung untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara
ilmiah.
Hakikat Anak Usia SD
Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun. Yang dibagi menjadi
enam kelas, yaitu kelas 1 - 6. Ada dua tingkatan dalam pendidikan sekolah
dasar, yaitu kelas rendah dan kelas atas. Kelas rendah terdiri dari kelas 1 -
3.Sedangkan kelas atas terdiri dari kelas 4 - 6.Anak SD merupakan anak
dengan katagori banyak mengalami perubahan yangsangat drastis baik mental
maupun fisik.
1. Anak SD Senang Bermain.
Karakteristik ini menuntut untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas
rendah.Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan adanya unsur permainan didalamnya. Guru hendaknya
mengembangkan model pengajaran yang serius tapisantai. Penyusunan
jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius
seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur
permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK).
23
2. Anak SD Senang Bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat
duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka
waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.
Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya,
mereka belajar aspek–aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti:
belajar memenuhi aturan–aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar
tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya
tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif),
mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja
atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam
kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil
dengananggota 3‐4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu
tugas secara kelompok.
4. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan
Sesuatu Secara Langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki
tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
menghubungkan konsep–konsep baru dengan konsep‐konsep lama.
Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep‐konsep tentang angka,
ruang, waktu, fungsi‐fungsi badan, peran jenis kelamin, moral, dan
sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan
lebih dipahami jika anak melakukan sendiri, sama halnya dengan memberi
contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam
24
proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang
arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas,
kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit
menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat
itu bertiup (Sugiyanto).
2.3 Belajar dan Hasil Belajar
2.3.1 Belajar
Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2), “belajar adalah perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”.
Menurut Rusman (2012: 134) “belajar adalah perubahan tingkah laku
individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan
lingkungan”
Menurut Ibrahim dan Syaodih (2010:35),“belajar merupakan serangkaian
upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap seta
kemampuan intelektual, sosial, afektif, maupun psikomotor”.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses mendapatkan pengetahuan sebagai hasil pengalaman dan perubahan
tingkah lakunya dapat diamati.
Prinsip belajar yang pertama adalah perubahan perilaku. Perubahan
perilaku memiliki ciri-ciri seperti :
a) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup
b) Permanen atau tetap
c) Bertujuan dan terarah,
Prinsip belajar yang kedua adalah belajar merupakan proses. Belajar
terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Dan prinsip
belajar yang ketiga belajar merupakan bentuk pengalaman.
Tujuan belajar adalah untuk mendapat pengetahuan sehingga mampu
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain
dan sebagainya.
25
2.3.2 Hasil Belajar
Menurut Sudjana, (2008:22) Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia meneriman pengalaman
belajarnya.
Menurut Nasution (2011:176) hasil belajar adalah nyata dari apa yang
dapat dilakukannya dan yang tidak dapat dilakukannya sebelumnya. Maka
terjadi perubahan kelakuan yang dapat kita amati dan dapat dibuktikannya
dalam perbuatan.
Berdasarkan definisi hasil belajar rmenurut para ahlitersebut, maka
yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian adalah hasil akhir dari
proses kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan
menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek
kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu
tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif
yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek
psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak
siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain faktor dari
luar (ekstern) yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah
lingkungan fisik dan non fisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti
riang gembira, menyenangkan), lingkungan social budaya, lingkungan
keluarga, program sekolah, guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman
sekolah. Guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses
maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer atau sutradara dalam
kelas. Oleh karena itu guru dituntut agar mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan menantang.
Faktor dari dalam (intern) berpengaruh terhadap hasil belajar
diantaranya motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri. Faktor
dari dalam diri siswa yang mempengaruhi adalah motivasi.
26
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2011) dengan judul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Jigsaw Bagi Siswa Kelas
VI SDN Klecoregonang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Ajaran
2011/2012”. Disimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan metode
Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas VI SDN Klecoregonang
Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun ajaran 2011/2012.
Penelitian yang dilakukan oleh Cicik Asti Tahapsari (2010) dengan
judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Tentang Materi Pengaruh Globalisai melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw. Bagi Siswa Kelas IV SDN Wulung 4 Randublatung
Kabupaten Blora Tahun 2009/2010”. Disimpulkan bahwa penelitian melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang materi pengaruh
globalisai.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2009) yang berjudul
“Meningkatkan Kemampuan Memahami Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas
IV dengan metode jigsaw SDN Sukamulya 2 Tahun 2009/2010. Disimpulkan
bahwa penelitian melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada mata
pelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan siswa.
Penelitian ini relevan dengan penelitian Aceng Haetami dan Supriadi
(2008) dalam jurnal pendidikan Nasional yang telah melakukan penelitian
dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dengan judul “Penerapan
Model Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan“.
Dari penelitian diatas ada persamaan dengan apa yang dilakukan oleh
peneliti penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dan
perbedaannya adalah, variabel yang diteliti dan kelas yang diteliti tidak
sama.Model pembelajaran tipe jigsaw memberikan pengaruh yang positif
terhadap hasil belajar siswa, melatih siswa untuk dapat berkomunikasi dan
saling membelajarkan. Dengan siswa mencari dan melakukan sendiri
27
pembelajaran tersebut maka siswa dapat mengingat lebih baik hasil atau
proses yang telah siswa lakukan dalam pembelajaran.
2.4 Kerangka Berfikir
Menurut Uma dalam Sugiyono (2010:91), “ kerangka berpikir merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor
yang diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.
Melalui kooperatif tipe Jigsaw dilihat akan meningkatkan hasil belajar IPA
pada siswa karena dengan model pembelajarankooperatif tipe Jigsaw
a) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan mengenai materi yang diajarkan, karena secara tidak langsung
memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan guru,serta memperoleh
kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
b) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan
pemikirannya dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam
memecahkan masalah.
c) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam
kelompok asal dan ahli, dimana tiap kelompok hanya terdiri 5 orang
d) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya
dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
e) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses
pembelajaran.
Ada berbagai macam cara guru untuk menigkatkan hasil belajar siswanya,
misalnya dengan menggunakan media yang beragam agar pembelajaran tidak
membosankan bagi siswa. Untuk itu salah satu model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan
menggunakan model pembelajaran ini dapat mengubah paradigma
pembelajaran agar media yang digunakan dapat membangkitkan semangat
belajar siswa serta hasil belajar siswa meningkat. Karena dengan
menggunakan model ini siswa dilatih untuk menjadi tutor (tim ahli) dan
melatih tanggung jawab siswa atas apa yang dipelajarinya.
28
Tabel2.2.Kerangka Berfikir
2.5 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana yang
telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsawdiduga dapat meningkatkan hasil
belajar pada Siswa Kelas V SDN Kecis Kecamatan Selomerto Kabupaten
Kondisi awal Guru belum
menggunakan model
Jigsaw
-Siswa kurang
aktif
-Siswa ngantuk
-Siswa bosan
Hasil belajar siswa belum
mencapai KKM
Menggunakan model Jigsaw dalam
pembelajaran IPA melalui 2 siklus Tindakan
Karakteristik siswa SD:
1.Senang bermain
2.Senang bergerak
3.Senang berkelompok
4.Senang melakukan
sesuatu secara langsung
Kelebihan model Jigsaw:
1. Dapat digunakan secara
efektif
2. Mengarahkan dan
memotivasi siswa untuk
belajar mandiri.
3. Menumbuhkan rasa
tanggung jawab siswa.
4.
Melalui pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw hasil
belajar siswa dalam
pembelajaran IPA meningkat
mencapai KKM.
Kondisi akhir