Upload
phamlien
View
245
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Bab ini membahas mengenai berbagai teori yang mendukung landasan
teori dan konsep mengenai program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan
usaha anggota dengan usaha koperasi, inovasi bisnis anggota, dan kinerja anggota
beserta dimensi-dimensinya, untuk memperoleh kejelasan arah, originalitas serta
kemanfa’atan dan posisi penelitian ini bila dibandingkan dengan temuan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk memperkuat kerangka
pemikiran akan disajikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori dan konsep
yang relevan dengan program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan usaha
anggota dengan usaha koperasi, inovasi bisnis anggota, dan kinerja anggota
koperasi.
2.1.1 Landasan Kepustakaan
Landasan penelitian ini mempergunakan teori umum (Grand Theory),
teori antara (Middle Theory) dan teori aplikasi (Applied Theory) yang saling
berkaitan.
Gambar 2.1Grand Theory, Middle Theory dan Applied Theory
*Manajemen Inovasi
*Kewirausahaan Koperasi
Manajemen
Koperasi Grand
Theory
Middle
Theory
Applied
Theory Keterkaitan
Usaha Anggota
dengan Usaha
Koperasi
Partisipasi
Anggota
Program
Anggota
Kinerja
Anggota
Koperasi
Inovasi
Bisnis
Anggota
22
2.1.2 Manajemen Koperasi (Grand Theory)
Untuk memberikan gambaran Koperasi sebagai suatu sistem sosio-
ekonomi, Alfred Hanel (1989) mengungkapkan bahwa, terdapat hubungan-
hubungan utama yang terjalin dalam unsur-unsur koperasi sebagai organisasi,
yaitu hubunganyang terjadi antara anggota-angota perorangan, aktivitas ekonomi
usaha rumah-tangga anggota, kelompok koperasi, dengan koperasi, baik sebagai
lembaga usaha dan organisasi, yang membangun suatu sistem sosial-ekonomi
yang dapat digambarkan seperti bagan berikut ini:
Gambar 2.2
Organisasi Koperasi merupakan s uatu Sistem Sosio Ekonomi
Sumber: Alfred Hanel, 1989.
23
Keterangan:
1 Anggota koperasi perorangan (individual) yang memiliki usaha.
2 UA : usaha anggota koperasi.
3 Kelompok Koperasi : kelompok anggota individual (A, B, C, D) yang
mendirikan koperasi.
4 Perusahaan Koperasi : badan usaha Koperasi.
5 Hubungan usaha anggota dengan usaha koperasi : keterkaitan usaha anggota
dengan usaha koperasi, menunjang usaha koperasi.
6 Hubungan kepemilikan : anggota sebagai pemilik Koperasi.
7 Anggota koperasi perorangan (individual) yang tidak memiliki usaha.
8 Hubungan koperasi dengan pasar (eksternal).
9 Kegiatan ekonomi anggota perorangan (individual) dalam rumah-tangga dan
perusahaan anggota.
Anggota-anggota perorangan yang memiliki minimal satu tujuan
bersama, membentuk kelompok-kelompok koperasi dan kemudian secara
bersepakat dan bersama-sama mendirikan perusahaan Koperasi. Anggota-anggota
perorarangan kini sebagai anggota Koperasi, memiliki usaha rumah-tangga
anggota, sehingga terjalin hubungan usaha yang bersifat menunjang antara usaha
anggota dengan usaha Koperasi, misalnya anggota sebagai konsumen, pemasok,
pelanggan atau pengguna jasa Koperasi. Dalam koperasi konsumen, Koperasi
menjual produk yang dibelinya dari “pasar”, kepada anggota Koperasi yang
merupakan konsumen akhirnya. Dalam koperasi produsen, Koperasi membeli
produk anggota sebagai produsen pemasok, untuk kemudian Koperasi jual ke
“pasar”. Dengan demikian, koperasi memfasilitasi anggotanya (baik dalam
kedudukannya sebagai pemilik maupun pelanggan) untuk dapat menerima
manfa’at dari layanan maupun unit usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi.
Hasil penelitian Sir Horace Plunkett (2014) mengungkapkan bahwa,
terdapat 7 (tujuh) konsep kunci pengembangan dalam pengelolaan atau
Manajemen Koperasi, yaitu:
24
1) Pembentukan Koperasi merupakan jalan terbaik untuk mencapai perubahan
sosial dalam masyarakat yaitu melalui perubahan ekonomi para anggotanya.
Plunkettism (gerakan ekonomi generasi penerus dan pemilik Yayasan
Plunkett di Inggris) percaya, bahwa Koperasi adalah lembaga yang tepat
untuk itu. Dengan menggunakan pendekatan yang berdasarkan lembaga usaha
dan model kepemilikan self-help yang terorganisasi dengan baik, untuk
mencapai keberhasilan sosial, dengan memberikan manfa’at ekonomibagi
program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Koperasi berhasil
disosialisasikan melalui pendidikan perkoperasian dengan membangun
lingkungan Koperasi dan pendukungnya, seperti: kurikulum, mengisi acara
pada event-event kepemudaan dan seminar-seminar dengan media online,
yang berbiaya rendah namun efektif karena daya jangkaunya yang luas dan
mendunia.
2) Koperasi memerlukan dukungan agar berhasil, baik secara teknis, ekonomi
dan sosial. Plunkett merumuskan program rintisan pengembangan Koperasi
Pertanian di Kanada bagian Barat melalui motonya “3 Betters”: Better
Farming, Better Business sehingga dapat meraih Better Living.
(a) Better Farmingmeliputi dukungan teknis berupa: pendampingan
membuat business plan, proses dan perizinan yang berkaitan dengan
hukum / legal, keuangan dan partisipasi masyarakat.
(b) Better Business, meliputi dukungan ekonomi, terkait: pendirian Yayasan
untuk menaungi mereka yang telah berkomitmen mengembangkan
25
Koperasi sebagai lembaga ekonomi / usahanya, untuk mencapai
peningkatan kesejahteraan anggota.
(c) Better Living, meliputi: upaya-upaya pemberdayaan masyarakat setempat
untuk meraih kehidupan yang lebih baik melalui partisipasi (social
capital) dan transaksi (business capital) yang terjaga, sehingga membuat
kehidupan masyarakat lebih menarik dan bermanfa’at.
3) Koperasi berada dan senantiasa ter-”koneksi” dengan masyarakat
sekitarnya, memahami permasalahan, perubahan kebutuhan, tantangan dan
kesempatan yang tumbuh bersamanya.
4) Bagaimana membuat masyarakat tertarik untuk menjadi anggota Koperasi
dan berproses bersamanya melalui 4 tahapan kritis: Inspiring, Exploring,
Creating dan Thrive.
5) Pengembangan Koperasi merupakan kegiatan tim dan masyarakat secara
bersama-sama, bukan hasil kerja individu perorangan yang heroik. Koperasi
memerlukan dukungan masyarakat, bimbingan para ahli, kolaborasi dengan
pemerintah dan berbagai pihak terkait, di sepanjang masa
pengembangannya.
6) Peran Pemerintah juga diperlukan untuk membangun Koperasi, khususnya
dalam dukungan kebijakan dan aturan-aturan yang kondusif untuk
pengembangan Koperasi yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat
(bottom-up).
7) Belajar dari keberhasilan orang lain. Pembangunan Koperasi yang
berkembang, berbeda di setiap negara. Keberhasilannya dipengaruhi oleh
26
banyak faktor yang dapat menjadi pendorong keberhasilan maupun
penghambat, yaitu faktor: budaya, lingkungan, struktur perundang-
undangan dan politik, akses terhadap sumber permodalan, dsb.
Tahap selanjutnya adalah pentingnya pendampingan dari para
Catalystyang membantu mengembangkan koperasi, misalnya dengan
menghubungkan koperasi dengan berbagai pihak untuk melakukan kolaborasi
demi kepentingan dan pertumbuhan koperasi. Berkolaborasi dengan Pemerintah,
dalam budaya Politik, dengan Perguruan Tinggi dan komunitas pemberdayaan
ekonomi dalam budaya Bisnis, dengan pihak masyarakat dan media, dalam
budaya masyarakat, dan dengan koperasi lainnya dalam budaya Koperasi,
sehingga lingkungan pengembangannya dapat ilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 2.3
Model of a Robust Co-operative Development Environment (Plunkett Model)
Sumber : Cooperative Innovation Project, 2018
Walaupun dalam penerapannya, program pengembangan Koperasi
sesungguhnya menghadapi tantangan yang berlainan satu sama lain, bergantung
27
konteksnya, sumber daya yang dimiliki serta pengetahuan dan profesionalitas dari
para Pengelola dan Partisipasi anggota koperasi, namun tujuan akhirnya tetap
sama, yaitu promosi anggota (peningkatan kesejahteraan bagi anggota).
Gambar 2.4
Hubungan Terpadu Fungsi Manajemen, Proses, dan Tujuan Usaha Koperasi
Sumber: Sutaryo Salim, 2002.
Sutaryo Salim (2002) dalam penelitiannya juga mengungkapkan
terdapatnya hubungan terpadu antara fungsi manajemen, proses, maupun tujuan
dari lembaga usaha / perusahaan Koperasi, sebagaimana terlihat dalam gambar di
atas, yang pada akhirnya bermuara pada tujuan promosi anggota, atau
kesejahteraan anggota yang meningkat.
Sebagai lembaga usaha Koperasi harus dikelola melalui manajemen yang
efektif dan efisien, demi tercapainya tujuan organisasi. Ewell Paul Roy (dalam
28
Arman D Hutasuhud, 2001) mengemukakan, manajemen koperasi terdiri dari
empat unsure utama: para anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Manajer
diharapkan dapat menghadirkan kondisi agar para karyawan dapat menjaga
produktivitas yang tinggi, sedangkan karyawan lebih berperan sebagai nara-
hubung antara manajemen pengelola Koperasi dan anggota pemilik pelanggan.
Konsep Manajemen Koperasi yang dikemukakan oleh Saudin Sijabat
(2008:8), berkaitan dengan upaya mengoptimalkan manfa’at sumber daya insani,
material serta keuangan dalam koperasi dalam mencapai tujuan koperasi yang
telah dirumuskan, yakni dengan menciptakn manfa’at untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi para anggotanya.
Koperasi di Indonesia mempunyai dua dimensi sistem, yaitu sebagai
sistem ekonomi yang dicita-citakan, dan sebagai badan usaha yang berguna untuk
memperjuangkan kegiatan ekonomi para anggota dalam mencapai kesejahteraan
anggota. Dengan menciptakan nilai tambah bagi usaha anggota koperasi.
Sehingga anggota aktif berpartisipasi. Tingkat partisipasi anggota akan semakin
tinggi bila nilai tambah yang diperoleh semakin besar. Nilai tambah kepada
anggota bisa dicapai jika kinerja anggota koperasi itu baik. Dengan kinerja
anggota koperasi yang semakin baik, maka kemungkinan kemampuan anggota
koperasi untuk mencapai kesejahteraannya semakin besar pula. Bila upaya dan
peran koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya bertambah
baik, maka partisipasi anggota dalam aktivitas dan dukungan terhadap bidang
usaha koperasinya akan semakin tinggi pula.
29
Menurut Alfred Hanel (1989) terdapat tiga tipe struktur dasar dalam
kombinasi bisnis pada koperasi primer – yang terdiri dari usaha ekonomi para
anggota dan usaha koperasi – sebagai berikut:
1) Koperasi yang beroperasi secara tradisional (traditional cooperative), adalah
koperasi yang aktivitas ekonominya ditentukan oleh persyaratan yang telah
ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik atas jasa layanan
koperasi, sehingga koperasi didirikan sebagai badan pelaksana untuk
memenuhi kepentingan ekonomi / usaha para anggotanya.
2) Koperasi mata rantai tata-niaga (market linkage cooperative), kegiatan
ekonomi kombinasi usaha koperasi, sebagai bentuk:
(a) Kegiatan ekonomi dan hubungan usaha para anggotanya, baik dengan
koperasi maupun dengan pesaing koperasi.
(b) Kegiatan usaha Koperasi, baik dengan para anggotanya, maupun
dengan non-anggota. Dengan demikian intensitas dan frekuensi
pemanfa’atan usaha Koperasi dengan usaha ekonomi tiap anggotanya
hampir sma dengan hubungan pasar biasa.
3) Koperasi yang terpadu atau terintegrasi (integrated cooperative) memiliki
aktivitas ekonomi yang merupakan ‘kombinasi usaha koperasi’ dengan
sebagian atau seluruh fungsi manajemen usaha para naggotanya. Anggota
cenderung mengharapkan bantuan penyelesaian masalah yang dihadapinya,
karena kurangnya informasi yang anggota ketahui. Koperasi ini beroperasi
secara efisien, karena peningkatan kemampuan para anggotanya secara
30
menyeluruh dapat menghasilkan inovasi dan perubahan serta perkembangan
sosial-ekonomi yang baik.
Hal ini lebih dipertegas dengan pandangan yang mengatakan bahwa dari
substansinya, koperasi merupakan suatu sistem sosial ekonomi yang bersifat
terbuka yang berorientasi pada tujuan kesejahteraan anggota (Rully Indrawan,
2004;17). Namun disisi lain sebagai suatu organisasi ekonomi, pada hakekatnya
koperasi juga memanfa’atkan sumber daya yang ada secra efisien hrus mencapi
tingkat operasi yang efektif, dengan manajemen profesional.
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kinerja manajemen koperasi,
Alfred Hanel (1989) mengungkapkan tidak lepas dari manfa’at yang akan
diperoleh anggota sebagai pemilik dan pelanggan, antara lain promosi anggota
(member promotion), sukses anggota (member success) dan sukses
pengembangan(development success).
1) Promosi anggota (member promotion). Keberhasilan koperasi selain
diukurdengan profitabilitasnya untuk menghasilkan SHU, juga dari
keberhasilannya dalam mempromosikan ekonomi anggota. Istilah Promosi
Ekonomi Anggota (PEA) adalah istilah yang dipakai dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Koperasi (PSAK) No. 27 tahun 1999 yang dirumuskan
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Tugas utama koperasi adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota, melalui penciptaan manfa’at
ekonomi. Dengan memfasilitasi pengembangan kegiatan usaha Koperasi
yang sesuai dengan kepentingan usaha anggota, diharapkan Koperasi
31
mampu menekan biaya transaksi lebih rendah dibanding dengan biaya
transaksi pesaing, serta mampu menumbuh-kembangkan permodalan.
2) Sukses anggota (member success). Kesuksesan yang diraih anggota tidak
lepas dari peran pengurus dan upaya anggota itu sendiri. Peran pengurus
dalam hal ini tercermin dalam pemberian pelayanan yang baik terhadap
kebutuhan anggota, mengikut sertakan dalam pelatihan-pelatihan yang
berkaitan dengan usaha anggota, membantu memasarkan produk terkait
dengan koperasi sebagai captive market, pelayanan bantuan permodalan,
meningkatkan skala ekonomi usaha anggota dan lain sebagainya sehingga
terjadi peningkatan ekonomi rumah-tangga anggota. Sedangkan peran
anggota dalam koperasi adalah aktif berpartisipasi dalam hal memanfa’atkan
layanan koperasi (sebagai pemilik). Disamping itu perlu mengupayakan
harga barang yang lebih rendah baik untuk bahan baku maupun barang
konsumsi, biaya layanan yang lebih rendah, dan pendapatan anggota yang
lebih tinggi.
3) Sukses pengembangan koperasi (development success). Kebijakan
Pemerintah dalam memberdayakan koperasi dan UMKM, berorientasi untuk
mengdukung pengurangan tingkat kemiskinan dan kesenjangan,
memperluas kesempatan dan lapangan kerja dengan perbaikan sistem
insentif guna memotivasi pertumbuhan wirausaha baru berbasis teknologi
serta upaya meningkatkan ekspor, merevitalisasi sektor pertanian dan
pedesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
32
4) Guna mencapai tujuan pemberdayaan koperasi tersebut, Bayu Krisna Murti
(2002) mengemukakan beberapa faktor yang menjadikan koperasi tetap
eksis dan berkembang bila: (1) Terdapat perbaikan ekonomi secara mandiri
yang tumbuh dari kebutuhan kolektif anggota. (2) Kebebasan dan otonomi
anggota untuk membentuk organisasi. (3) Terwujudnya proses pemahaman
atas prinsip dan jati diri koperasi. (4) Terbangunnya kesadaran dan kejelasan
dalam menentukan keanggotaan koperasi. (5) Terdapatnya kemampuan
Koperasi untuk menekan biaya. (6) Terwujudnya kesesuaian antara faktor-
faktor di atas dengan nilai-nilai yang berlaku dan karakteristik masyarakat
sekitar atau para anggota Koperasi.
2.1.3 Manajemen Inovasi (Middle Theory)
Manajemen inovasi adalah pengelolaan dan pengorganisasian suatu
proses yang dilakukan melalui penelitian dan pengembangan perusahaan,yang
berupa respon terhadap kesempatan eksternal atau internal melalui upaya kreatif
guna menciptakan ide-ide, proses maupun produk baru perusahaan.
Konsep manajemen inovasi yang berkembang sejak awal pasca Perang
Dunia II terbagi dalam empat generasi / masa perkembangan (Rothwell, 1994;
Niosi, 1999; Liyanage dkk, 1999; dan Miller, 2001):
1) Generasi I (1950-1960), menekankan untuk menghasilkan produk inovatif
technology push oriented, /radical innovation.
2) Generasi II (1960-1970), Divisi R&D multidisiplinmencakup marketing dan
financial.Sehingga innovasi yang dihasilkan cenderung (pengembangan
produk).
33
3) Generasi III (1970-1990). Pendekatan inovasi mengkombinasikan strategi
“market pull” dengan “technological push”,(inovasi produk dan proses
4) Generasi IV (1990-2000). Yang dipengaruhi perkembangan teknologi,
informasi, dan komunikasi dengan metode team dan project-based structures.
Open innovationdilakukan denganberfokus pada innovation alliance, paralel,
dan terintegrasi sehingga menciptakan innovation to New Business
Development (NBD) yang berorientasi konsep contextual innovation
berdasarkan permasalahan atau kondisi yang berlaku pada saat itu.
Menurut Peter F.Drucker (1985) bahwa inovasi harus memiliki
tujuan yang jelas dan kewirausahaan pun harus dikelola dengan baik. Inovasi
sebaiknya didesentralisasikan, khususnya harus bersifat otonom, spesifik dan
dalam lingkup mikro-ekonomi. Inovasi sebaiknya mulai dari hal kecil, bersifat
sementara dan mudah menyesuaikan diri.
2.1.4 Kewirausahaan dan Kewirausahaan Koperasi (Middle Theory)
Menurut Yuyus Suryana dan Kartib Bayu (2010) secara harfiah,
kewirausahaan berasal dari kata wira ( yang berarti utama, luhur, teladan, gagah,
berani, atau pejuang) dan kata usaha (yang bermakna aktivitas yang dilakukan
secara berkelanjutan dalam mengelola sumber daya dalam upaya menghasilkan
barang dan jasa yang akan dipasarkan guna memperoleh keuntungan).Dengan
demikian wirausaha ialah pejuang yang menjadi teladan dalam bidang usaha.
Entrepreneurship (bahasa inggris) atau kewirausahaan berasal dari
bahasa Perancis entereprende, yang berarti pencipta, atau pengelola usaha.
34
Awalnya diperkenalkan oleh Rihard Cantillon) (1755), untuk mendeskripsikan
para pengusaha transformasional yang mampu mengelola secara optimal berbagai
sumber daya ekonomis dan peningkatan produktivitasnya. Suparman (2003),
mengungkapkan masalah Kewirausahaan di Indonesia sekarang ini masih belum
menggembirakan. Apa hasil yang telah dicapai selama 73 tahun Indonesia
merdeka? Padahal kekayaan negara ini luar biasa, terutama yang berkaitan dengan
kekayaan alam (darat, laut, udara), dan jumlah sumber daya manusia (SDM).
Dibandingkan dengan pengusaha di negara tetangga, pengusaha di tanah air hanya
sedikit, sehingga kontribusi dari pajak pun sedikit, dan kekayaan alam banyak
tidak terolah. Hal ini juga karena kelemahan SDM sendiri yang sering mengulur-
ulur waktu, tidak disiplin. Sehubungan dengan itu, kewirausahaan, biar
“terlambat” harus diajarkan untuk membentuk wirausaha baru, karena kelak para
pengusaha itulah calon pembayar pajak.
Menurut Peter F. Drucker (1985), seorang wirausaha menghadapi
tantangan yang tidak dapat diabaikan, yang perlu dimanfa’atkan sebagai peluang,
yaitu perlunya terus-menerus belajar dan mempelajari kembali. Asumsi yang
benar dalam suatu masyarakat wirausaha adalah bahwa setiap individu akan harus
mempelajari sesuatu yang baru dan mengarahkan diri mereka sendiri segera
setelah mencapai usia dewasa. Apa yang telah dipelajari seseorang sampai usia 21
tahun, segera akan menjadi usang lima atau sepuluh tahun kemudian dan akan
harus digantikan atau sekurang-kurangnya diperbaharui lagi dengan pelajaran
baru, keterampilan baru, dan pengetahuan baru. Menurut Drucker (1985) lebih
lanjut, masyarakat wirausaha tidak boleh lagi berasumsi bahwa yang mereka
35
pelajari pada masa kanak-kanak dan masa remaja akan menjadi “dasar” bagi
seluruh kehidupannya. Semua itu hanya akan menjadi landasan untuk tinggal
landas, bukan sebagai tempat untuk berdiri dan berhenti. Oleh karena itu, bagi
para manajer perusahaan, para dokter, para guru, sebaiknya berasumsi, bahwa
keterampilan, pengetahuan serta alat-alat yang harus mereka kuasai dan terapkan
di masa mendatang, akan sangat berbeda dan baru, bahkan seringkali individu
pembelajar menempuh karir yang berbeda. Semakin tinggi pendidikan individu
tersebut, maka kewirausahaan dalam berkarirnya akan semakin meningkat dan
tuntutannya untuk belajarnya pun akan semakin besar pula.
Dengan demikian, kewirausahaan atau (entrepreneurship) merupakan:
sebuah proses dinamika yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus
kekayaan, serta pentingnya untuk selalu belajar dan mempelajari kembali segala
sesuatunya, untuk hasil yang lebih baik.
Kewirausahaan dalam koperasi (kewirakoperasian) menurut Ropke
(1990) dapat dilakukan baik oleh manajer koperasi (wirausaha manajer) maupun
para anggota koperasi dalam peranannya sebagai manajer dari usaha rumah-
tangga anggota (wirausaha anggota). Kewirakoperasian adalah pola pikir yang
menjadi landasan koperasi yaitu:
1) Pola pikir/ mindset yang selalu mencari peluang-peluang baru dalam
meningkatkan kesejahteraan anggota melalui peningkatan usaha dari unit
usaha koperasi dalam menciptakan manfaat bagi customer(kasus koperasi
pemasaran)
36
2) Peluang-peluang tersebut dikaji oleh tim yang terdiri dari: pengurus,
pengelola dan perwakilan dari kelompok-kelompok anggota yang secara
periodik mengadakan urun rembug untuk mengevaluasi kinerja koperasi dan
menciptakan peluang baru atau memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi secara kreatif. (Urun rembug adalah salah satu metode untuk
mendorong kreativitas yang paling cocok bagi koperasi).
3) Rumus kewirakoperasian yang diemban oleh tim (pengurus, pengelola dan
pewakilan kelompok, maupun anggota koperasi) adalah fungsi dari
kreatifitas, rasa memiliki, harapan untuk perubahan dan komitmen.
Kewirakoperasian = f (Kreativitas, Rasa memiliki, Harapan perubahan,
Komitmen)
Kewirakoperasian = pola pikir untuk selalu mencari peluang-peluang baru
untuk mensejahterakan anggota, tergantung kepada:
1) Semakin tinggi tingkat kreativitas, semakin tinggi tingkat kewirakoperasian
anggota koperasi, karena itu harus dipolakan untuk mengadakan acara-acara
pelatihan/ penguasaan teknik-teknik kreativitas
2) Kepemilikan (rasa memiliki organisasi yang akan mensejahterakan anggota
koperasi). Semakin tinggi dan nyata, rasa kepemilikan semakin tinggi
kewirakoperasian.
3) Perubahan untuk mencapai keadaan yang lebih baik yaitu tingkat
kesejahteraan anggota. Semakin tinggi harapan mencapai perbaikan semakin
tinggi kewirakoperasian.
37
4) Komitmen atau ketetapan untuk menindaklanjuti gagasan yang telah
disepakati bersama. Semakin tinggi komitmen semakin tinggi
kewirakoperasian.
2.1.5 Pengertian Koperasi
Menurut etimology, Koperasi berasal dari Bahasa Latin coopere atau
cooperation (bahasa Inggris). Co berarti bersama dan operation maknanya
bekerja atau berusaha. Dengan demikian cooperation berarti bekerja atau
berusaha secara bersama-sama, demi kepentingan dan perolehan manfa’at
bersama.
Menurut terminologi International Cooperative Alliance (ICA), Koperasi
adalah asosiasi individu (orang-orang) yang secara sukarela berhimpun, berserikat
untuk mencapai tujuan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya
melalui usaha yang didirikan, dimiliki dan dikendalikan secara bersama dan
bersifat demokratis.
Koperasi menganut nilai-nilai koperasi yang telah ditetapkan oleh ICA
(International Cooperation Alliance) yaitu: kemandirian, bertanggung-jawab atas
diri sendiri, demokratis, kesetaraan, ekuitas dan solidaritas.Juga harus menerapkan
prinsip-prinsip koperasi berikut ini:
1) Keanggotaan yang sukarela dan terbuka
2) Pengendalian anggota secara demokratis
3) Partisipasi ekonomi anggota
4) Otonomi dan kebebasan
5) Penekanan pada bidang pendidikan
6) Pelatihan dan informasi
7) Kerjasama antar koperasi
38
8) Kepedulian terhadap komunitas, masyarakat.
Jenis-jenis koperasi, mencakup:
- Koperasi Pegawai
: Koperasi yang dimiliki oleh para pegawainya
- Koperasi Konsumen : Anggota koperasi adalah para konsumen usaha
koperasinya
- Koperasi Produsen : Anggota koperasi adalah produsen independen
yang membentuk konsorsium untuk mengurangi
harga tetap dalam kaitannya dengan distribusi
atau pemasaran.
- Koperasi Komunitas : Para anggotanya merupakan komunitas lokal
yang memiliki tujuan yang sama
Sumber: AlfredHanel, 1989
Menurut Ropke (2003), Richard Kohl dan Abrahamson
mengemukakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang kepemilikan dan
pelanggan / pengguna jasanya merupakan anggota koperasi itu sendiri.
Demikian pula bahwa yang melakukan pengawasan /pengendalian terhadap
koperasi juga adalah mereka yang menggunakan jasa /layanan badan usaha
yang didirikannya itu.”
Menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992
“Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh b e b e r a p a orang secara
individual atau badan hokum koperasi,dengan pemisahan kekayaan para
anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha ,yang memenuhi aspirasi
dan kebutuhan bersam di bidang ekonomi,sosial,dan budaya sesuai dengan
nilai dan prinsip koperasi”.
39
Koperasi adalah lembaga demokrasi ekonomi dan sosial milik
bersama para anggotanya. Usaha koperasi diatur sesuai dengan aspirasi dan
kepentingan para anggota, melalui permusyawarahan dalam rapat anggota.
Koperasi juga dipandang sebagai sarana usaha bersama untuk
membangun dan mengembangkan potensi atas dasar azas kekeluargaan,
demokrasi ekonomi dan sosial serta kesejahteraan anggota secara khusus dan
masyarakat pada umumnya, sehingga terbangun perekonomian rakyat sebagai
dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
2.1.6 Program Anggota
2.1.6.1 Konsep Program Anggota
Mengenai konsep program anggota, Ropke mengungkapkan, bahwa
program anggota adalah ragam kegiatan usaha yang ditetapkan oleh anggota
koperasi (seperti memasok input ke koperasi, membelibarang-barang konsumsi
dari koperasi, menjual hasil produksi anggota ke koperasi, dan sebagainya).
Alfred Hanel (1985)menyatakan bahwa untuk menyelaraskan dengan
usulan program anggota, pada awal masa kerja Manajemen koperasi menyusun
Forderplan (program atau rencana pelayanan) terkait dengan usaha dan
kepentingan anggota koperasi. Sedangkan pada akhir masa kerja koperasi perlu
mengerjakanForderbilanz(neraca pelayanan) untuk mengevaluasi sejauhmana
program layanan koperasi dapat dilaksanakan. Keterkaitan usaha anggota dengan
usaha koperasi dan kualitas layanan terhadap anggota, semestinya menjadi
prioritas.
40
Widiyoko (2009)memberi makna program sebagai ragam kegiatan yang
direncanakan dan dilaksanakan dalam proses yang berkelanjutan dalam organisasi
yang melibatkan orang banyak.
Sehubungan dengan Program koperasi, Besanko (1996) berpendapat
bahwa koperasi idealnya berperan sebagai cost driver dan benefit driver bagi
anggotanya. Oleh karena itu koperasi perlu menerapkan strategi biaya rendah dan
strategi keunikan layanan (Michael Porter, 1985) dalam upayanya
mempromosikan kepentingan anggota.
Benefit ini dapat diantisipasi dan disusun bersama oleh para anggot
koperasi, dan dituangkan dlam Program-program Layanan Koperasi, kemudian
disahkan dengan menempuh tahapan penyusunan:
1) Temu kenal aktivitas bisnis/ekonomi anggota.
2) Perumusan masalah ekonomi yang dihadapi oleh sesame anggota.
3) Menentukan pilihan solusi terbaik yang disusun menjadi dasar pilihan
program layanan koperasi
4) Pengesahan rencana program target/kriteria keberhasilan monitoring dan
evaluasi kinerja oleh Rapat Anggota
Program dalam konteks dan artian yang lebih umum, seperti One Village
One Product merupakan salah satu program yang dibuat pemerintah dalam upaya
mensukseskan gerakan masyarakat sadar koperasi. Program ini diterapkan pada
koperasi untuk mengembangkan potensi suatu wilayah dengan mengembangkan
komoditas yang merupakan ciri khas dari wilayah tersebut. Untuk itu kerjasama
antara pemerintah, koperasi dan masyarakat yang berkecimpung langsung dalam
41
kegiatan usaha yang akan dikembangkan dalam program ini, harus dikelola dan
dilaksanakan dengan baik mengingat tujuan utama program adalah peningkatan
kesejahteraan anggota koperasi serta masyarakat secara keseluruhan.
Hal ini juga menunjukkan fleksibilitas koperasi sebagai bentuk organisasi
dan menggambarkan bagaimana koperasi dapat digunakan dalam inisiatif
pengembangan masyarakat sendiri sebagai cara untuk menciptakan bisnis yang
dimiliki dan dikendalikan oleh masyarakat lokal, dan memberikan alternatif
terhadap strategi pembentukan bisnis yang lebih sesuai dengan budaya tradisional.
Koperasi dapat dan telah didirikan di hampir setiap sektor dalam
perekonomian. Koperasi juga bisa menyerap sumber daya modal masyarakat yang
mereka bangun dan pantau, terutama di daerah perkotaan atau pedesaan yang
mengalami penurunan aspek sosial atau ekonomi. Oleh karena itu, seperti strategi
pengembangan masyarakat lainnya, pertimbangkan pula aspek manfa’at dan biaya
pembentukan koperasi tersebut. Para ilmuwan dan praktisi pengembangan
masyarakat dapat memanfa’atkan berbagai sumber daya melalui lembaga swadaya
pengembangan koperasi, dewan koperasi nasional, pusat inkubator bisnis
universitas, dan program-program pendidikan dan penyuluhan yang di
selenggarakan oleh Pemerintah melalui Balatkop, dan kerjasama dengan lembaga
lainnya.
Konsep program anggota dalam penelitian ini, yaitu program yang secara
khusus diinisiasi serta diputuskan secara bersama-sama oleh para anggota
Koperasi selaku pemilik usaha rumah-tangga anggota dan pemilik koperasi
sekaligus, sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi usaha para anggota yang perlu
42
difasilitasi oleh Koperasi.
Tabel 2.1
Konstruk Program Anggota
No Para ahli Definisi
1
.
Jochen Ropke (1989) Program aktivitas usaha inti yang dipilih
para anggota Koperasi (misalnya menjadi
pemasok/input ke Koperasi,
membelibarang-barang konsumsi dari
Koperasi, menjual hasil produksi anggota
ke Koperasi, dan sebagainya).
2 Alfred Hanel (1989) Kegiatan dengan perspektif jangka
panjang untuk memecahkan masalah
usaha yang timbul.
3
.
Widiyoko (2009)
Perencanaan program aktivitas yang
dilaksanakan dan berproses secara
berkelanjutan.
Konstruk Program Anggota Kegiatan usaha (program usaha)
mendasar dan serangkaian kegiatan
(program kerja) yang direncanakan
dengan seksama yang dipilih oleh
anggota koperasi yang dilaksanakan
secara berkelanjutan dalam proses dan
memiliki perspektif jangka panjang
(seperti memasok input ke koperasi,
membelibarang-barang konsumsi dari
koperasi, menjual hasil produksi anggota
ke koperasi, dan sebagainya).
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
43
2.1.6.2 Pengukuranvariabel Program Anggota
Pada penelitian ini pengukuran variabel Program Anggota,
menggunakan:
a. Program Kerja dan Program Usaha:
(1) Program Kerja anggota Koperasi yang merupakan rangkaian kegiatan
kerja anggota sesuai dengan kebutuhan anggotaKoperasi
(2) Program Usaha anggota Koperasi adalah kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan usaha rumah-tangga anggota Koperasi
(3) Kebijakan/ keputusan Manajemen Koperasi yang mendukung usaha
rumah-tangga anggotaKoperasi
b. Bidang Usaha
Bidang usaha yang merupakan jenis usaha rumah-tangga anggota
koperasi.
Tabel 2.2
Pengukuran Dimensi Program
No. Peneliti Dimensi
1 Agustina Heryati,
Fauzia Afriyani (2017) Manfaat Program
Kesesuaian Program dengan Tujuan dan
Rencana
2 Marsudi, Usman Arief,
Siti Zahrok (2011) Bentuk dan jenis program
Evektifitas program
Manfaat program
3 Zulfiandri, M. Syamsul
Ma’arif, Ilah Sailah, dan
Marimin (2012)
Kesesuaian Program dengan kebutuhan
anggota
Kemampuan pengelola dalam
menyelenggarakan program koperasi
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Dimensi program menurut pendapat Marsudi, Usman Arief, Siti Zahrok (2011),
terdiri dari: bentuk dan jenis program, efektivitas program dan manfaat program. Bentuk
44
dan jenis program pelatihan pengembangan manajemen koperasi di pondok pesantren
APIS lebih fokus pada pembekalan pendidikan dan pelatihan dalam mengelola kopreasi
serta pentingnya pemanfaatan teknologi komputer dan membangun jejaring untuk
mengembangkan dan memperluas segmen pasar dari koperasi pondok pesantren sehingga
keberadaan koperasi pondok pesantern juga dapat dirasakan bagi masyarakat sekitar.
Dimensi kedua terkait dengan efektivitas program pelatihan bagi para anggota
koperasi Pondok Pesantren Perguruan Islam Salafiyah dinilai sudah efektif.
Selanjutnya dimensi manfaat program pengembangan manajemen koperasi di
Pondok pesantren adalah memberdayakan anggota dan pengurus koperasi secara
umum sehingga berdampak pada peningkatan taraf hidup, sedangkan
indikatornya diukurdari bentuk dan jenis program yang sesuai dengan kebutuhan
anggota dan pengurus Kopontren, pemahaman akan pentingnya teknologi dalam
pengelolaan koperasi, monitoring dan penyuluhan program koperasisecara
berkesinambungan dan program koperasi yang bermanfaat bagi anggota.
Zulfiandri, M. Syamsul Ma’arif, Ilah Sailah, dan Marimin (2012)
menggunakan dua dimensi dalam pengukuran program yaitu kesesuaian program
koperasi dengan kebutuhan anggota dan kemampuan pengelola dalam
menyelenggarakan program koperasi. Dimensi pertama terkait dengan kesesuaian
program dengan kebutuhan anggota diperoleh hasil bahwa program pelatihan
kadang-kadang tidak sesuai dengan kebutuhan pesertanya.Agar program pelatihan
dan pengembangan ini lebih berhasil mencapai sasaran yang diharapkan dan
memiliki kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan pesertanya, maka penentuan
peserta pelatihan dan pengembangan sebaiknya didasarkan pada hasil analisis
individu (person analysis).
45
Dimensi kedua terkait dengan kemampuan pengelola dalam
menyelenggarakan program koperasi, dinilai sudah cukup baik dimana
fasilitator/pelatih tersebut adalah orang-orang yang kompeten dan berpengalaman
dalam bidang yang dilatih. Indikator program yang diukur dalam penelitiannya
terdiri dari sistem pelatihan kepada SDM Koperasi, kesesuaian program pelatihan
dengan kebutuhan dan arah pengembangan SDM koperasi, kesesuaian program
pelatihan dengan kebutuhan anggotanya, program berhasil memenuhi kebutuhan
anggota, kontribusi program koperasi terhadap pelaksanaan kerja, dan
kemampuan pengelola dalam menyelenggarakan program pelatihan koperasi.
Dalam penelitian disertasi ini, dimensi Program Anggota adalah program
kerja anggota, yang diukur melalui indikator: jumlah rencana kegiatan / program
kerja anggota. Dimensi program usaha anggota, yang diukur melalui indikator:
jumlah program dan bidang usaha anggota yang diukur melalui indikator bidang
usaha rumah-tangga anggota Koperasi, yang saat ini dijalankan. Dimensi program
yang sesuai dengan yang digunakan dalam penelitian ini adalah program menurut
Agustina Heryati (2017), yaitu program anggota koperasi yang sesuai dengan
tujuan dan rencana program serta peningkatan produktivitas dalam menunjang
usaha anggota.
Tabel 2.3
Pengukuran Indikator Program
No. Peneliti Indikator
1 Agustina Heryati,
Fauzia Afriyani (2017) Pemahaman pemanfaatan program
Program yang dilaksanakan dapat
memberikan informasi kepada para
anggota koperasi
Program koperasi sesuai dengan tujuan
46
No. Peneliti Indikator
dan rencana
Peningkatan produktivitas dalam
menunjang usaha anggota
2 Marsudi, Usman Arief,
Siti Zahrok (2011) Bentuk dan jenis program sangat sesuai
dengan kebutuhan anggota dan
pengurus Kopontren
Pemahaman akan pentingnya teknologi
dalam pengelolaan koperasi
Monitoring dan penyuluhan program
koperasisecara berkesinambungan
Program koperasi sangat bermanfaat
bagi anggota
3 Zulfiandri, M. Syamsul
Ma’arif, Ilah Sailah, dan
Marimin (2012)
Sistem pelatihan kepada SDM Koperasi
Kesesuaian Program pelatihan dengan
kebutuhan dan arah pengembangan
SDM koperasi
Kesesuaian program pelatihan dengan
kebutuhan anggotanya
Program memenuhi kebutuhan anggota
Kontribusi program koperasi terhadap
pelaksanaan kerja
Kemampuan pengelola dalam
menyelenggarakan program pelatihan
koperasi
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Dalam penelitian Agustina Heryati dan Fauzia Afriyani (2017) terdapat
empatindikator program yaitu pemahaman pemanfa’atan program koperasi,
program yang dilaksanakan dapat memberikan informasi kepada para anggota
koperasi, program koperasi sesuai dengan tujuan dan rencana program, serta
peningkatan produktivitas dalam menunjang usaha anggota, serta menurut
Zulfiandri (2012) adalah program yang mendukung pelaksanaan kerja, yang
sesuai dengan kebutuhan anggota koperasi.
Dari uraian dan penelitian terdahulu mengenai dimensi dan indikator diatas,
maka dapat ditetapkan dimensi dan indikator dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
47
Tabel 2.4
Operasionalisasi Variabel Program Anggota
Variabel Program Anggota(PA) :
Konstruk : kegiatan usaha (program usaha) mendasar dan serangkaian kegiatan
(program kerja) yang direncanakan dengan seksama,yang dipilih oleh anggota
Koperasi (seperti memasok input ke koperasi, membelibarang-barang konsumsi
dari koperasi, menjual hasil produksi anggota ke koperasi, dan sebagainya) dalam
proses yang berkelanjutan.
Dimensi Indikator
Program Kerja
Rangkaian kegiatan kerja anggota yang sesuai
dengan kebutuhan anggotaKoperasi
Program kerja anggota koperasi dirasakan
bermanfaat
Program Usaha
Kegiatan yang terkait dengan pengelolaan usaha
rumah-tangga anggota Koperasi
Kebijakan/ keputusan Manajemen Koperasi yang
mendukung usaha rumah-tangga anggotaKoperasi.
Bidang Usaha
Bidang usaha yang diusulkan anggota koperasi
untuk difasilitasi /diselenggarakan oleh koperasi,
sehingga terdapat kesesuaian dengan bidang usaha
yang dijalankan anggota
Sumber: data penelitian, diolah, 2018
2.1.7 Partisipasi Anggota
2.1.7.1 Konsep Partisipasi Anggota
Proses terjadinya partisipasi anggota dalam suatu Koperasi dimulai dari
upaya para manajer atau Pengelola untuk mengikut sertakan anggota Koperasi,
baik dalam pertemuan untuk penetapan program, membahas berbagai
permasalahan dan keputusan-keputusan dalam pengelolaan usaha, melakukan
48
kontribusi simpanan wajib, pokok, sukarela, dll sehingga terjalin kerja sama
diantara anggota Koperasi dengan anggota lainnya dan dengan kelompok-
kelompok anggota koperasi. Para manajer partisipatif senantiasa mempertahankan
tanggung jawab operasional koperasi dalam pengoperasian unit-unit usaha dan
partisipasi aktif anggota Koperasinya. Hasilnya anggota koperasi merasakan
perasaan mamiliki dan keterlibatan dalam kerjasama dan dinamika kelompok.
Konsep lain dalam partisipasi adalah memotivasi para anggota untuk
memberikan dukungan. Partisipasi berbeda dengan “persetujuan” yang hanya
menggunakan kreativitas manajer, membawa gagasan-gagasan untuk disetujui
oleh anggota, namun tidak memberdayakan. Partisipasi lebih dari sekedar
memberikan persetujuan untuk sesuatu yang akan diputuskan, karena
menstimulasi kreativitas seluruh anggota. Tujuan Partisipasi yang utama adalah
memperbaiki motivasi dengan membantu anggota memahami dan memperjelas
alur-alur sasaran.
Informasi mengenai kebutuhan yang dirasakan, kepentingan dan tujuan
para anggota koperasi, mengenai kesanggupan potensi para anggota untuk
bekerjasama dan mengenai preferensi serta persepsi risikonya, dapat diperoleh
melalui partisipasi. Demikian pula, motivasi dan kompetensi para anggota untuk
meningkatkan kerjasama, dan kecenderungannya untuk menerapkan inovasi pada
usaha rumah-tangga anggota sendiri, akan bertambah (Alfred Hanel, 1989).
49
Tabel 2.5
Konstruk Partisipasi Anggota
No Para ahli Definisi
1. Gray, Thomas W.,
Charles A. Kraenzle,
(1998)
Partisipasi anggota dalam Koperasi dapat
diwujudkan dengan cara berbeda, seperti:
patronase ekonomi, menghadiri
pertemuan, memilih Pengurus, Pengawas,
dan/atau merekrut anggota baru.
2. Ropke (2000) Partisipasi adalah suatu proses dimana
anggota berperanserta menerapkan
gagasan berkoperasi. Melalui
peransertanya anggota
mengisyaratkankepentingan dn
kesepakatan untuk mengelola sumber-
sumber daya, pengambilan keputusan dan
pengendalian dalam koperasi.
3 Alfred Hanel (1989) Proses dan peran serta aktif anggota
koperasi dalam: penetapan tujuan,
evaluasi dan pengawasan dalam upaya
meningkatkan layanan, koordinasi tujuan
secara integratif, dan penyelarasan
konflik-konflik yang mungkin ada.
4 Konstruk Partrisipasi
Anggota
Partisipasi adalah suatu proses dimana
sekelompok orang (anggota) berperan
serta secara aktif untuk melaksanakan
gagasan berkoperasi mellui keaktifannya
dalam menyatakan pendapat dan
aspirasinya, pengelolaan sumber daya
bersama, serta pengambilan
keputusanyang diimplementasikan serta
dievaluasi.
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Dengan demikian jika partisipasi dilakukan oleh anggota Koperasi, maka
kebijakan Koperasi akan semakin terarah, karena tidak didasarkan atas
dugaantentang keinginan anggota saja, melainkanatas dasar kepentingan anggota
secara riil, melalui upaya peransertanya. Pandangan tersebut diatas bisa difahami
bahwa partisipasi akan terlaksana jika terdapat kesesuaian dari harapan anggota
50
(kebutuhan, kepentingan anggota) dengan program layananKoperasi. Jochen
Ropke (2000:62) mengilustrasikan keterkaitan aspek-aspek tersebut dalam bentuk
kesesuaian (fits model) sebagai berikut
Gambar 2.5
Efektivitas Partisipasi
Sumber: Jochen Ropke (2000:62)
Gambar tersebut menunjukkan kesesuaian(fit) antara kepentingan/
kebutuhan anggota dengan program, antara kepentingan / kebutuhan anggota
dengan kompetensi Manajemen dan antara Program dengan kompetensi
Manajemen. Menurut Ropke (2000:63) kesesuaian antara anggota (penerima
manfaat) dengan Program, adalah kesesuaian antara kepentingan / keinginan
(needs and wants) anggota dengan output Program berupa bidang usaha /
51
layanan yang ditawarkan oleh Koperasi. Kedua kesesuaian antara kepentingan /
kebutuhan anggota dengan keputusan / kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak
Manajemen Koperasi. Ketiga, kesesuaian antara kemampuan / kompetensi
pengelola koperasi dalam melaksanakan tuntutan tugas dari Program, sehingga
kemudian terbangun efektivitas partisipasi yang timbul dari ketiga pihak yang
berkepentingan.
Partisipasi mendorong anggota untuk berprodses social dengan
penerimaan tanggung jawab dalam aktivitas bersama dan berupayamencapai
kesuksesan dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga Koperasi dianggap
sebagai milik sendiri. Demikian pula dengan masalah pekerjaan, dalam arti
muncul rasa memiliki, partisipasi menjadikan kontribusi anggota Koperasi lebih
baik, terarah dan efektif.
Disisi lain secara operasional, partisipasi anggota dalam proses perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan usaha, dan
partisipasi dalam mekanisme pengawasan merupakan wujuddemokrasi dan
watak sosial yang tercermin dalam prinsip Koperasi itu sendiri.
Menurut Ropke, (2000:61) peranserta dalam koperasi yang
tercermindalam prinsip identitas, dapat tercapai bila layanan yang ditawarkan
oleh lembaga Koperasi fiz (‘sesuai’)apa yang menjadi kepentingan serta
kebutuhan para anggota koperasi. Partisipasi dalam koperasi dapat dibedakan
dalam tiga jenis partisipasi, yang meliputi partisipasi:
1) Dalam kontribusi atau pergerakkan sumber-sumber daya yang dimiliki
anggota.
52
2) Dalam pengambilan keputusan melalui (perencanaan, implementasi/
pelaksanaan dan pengendalian program serta pemilihan Badan Pengurus,
dan Pengawas).
3) Partisipasi anggota dalam menikmati manfaat serta layanan/ jasa Koperasi,
sehingga anggota tidak berbelanja atau melakukan transaksi dengan
lembaga lain (pesaing), tentunya untuk produk yang sama, yang ditawarkan
oleh koperasi.Ketiga jenis partisipasi tersebut memiliki keterkaitan erat
dalam pencapaian tujuan. Keterkaitan dimaksud dapat diilustrasikan seperti
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.6
Jenis-jenis Partisipasi
Sumber-sumber daya
(Kontribusi Modal dan
Gagasan)
Partisipasi Pengambilan Keputusan
Manfaat
(Jasa / layanan dan SHU)
Sumber: Ropke, 2000:61
Dengan memperhatikan gambar tersebut, tampak bahwa partisipasi
anggota terdiri dari keikutsertaan anggota dalam proses pengambilan keputusan,
menetapkan kebijakan, dan usaha koperasi,peranserta dalam pengawasan atas
jalannya usaha koperasi, pemupukan permodalan serta, pemanfaatan layanan
usaha dan menikmati sisa hasil usaha (SHU). Demokrasi ekonomi sebagai wujud
53
partisipasi anggota yang terlaksana dalam Koperasi merubah salah satu sendi dasar
dan karakteristik yang sesuai dengan dimensi Partisipasi dalam penelitian ini,
yaitu anggota menerima manfa’at dari kegiatan partisipasinya.
Manfa’at dan Proses Partisipasi
Partisipasi sudah terbukti memberikan berbagai manfaat dalam beragam
jenis Koperasi. Sebagian bersifat langsung; yang lain bersifat tidak langsung.
Partisipasi pada umumnya membawa keluaran (output) lebih banyak dengan
mutu yang lebih baik. Di dalam jenis Koperasi tertentu, perbaikan mutu
memerlukan pemupukan modal dalam partisipasi. Anggota sering kali membuat
usul-usul untuk perbaikan mutu dan kuantitas, meski tidak semua gagasan itu
dapat diaplikasikan / bermanfaat, namun tetap bertujuan untuk menghasilkan
perbaikan jangka panjang.
Partisipasi bertujuan untuk meningkatkan motivasi anggota Koperasi
agar terlibat dalam aktivitas partisipasi lainnya, seperti dalam proses
pengambilan keputusan, sehingga anggota merasa puas karena inspirasinya
diakui dan kinerja anggota Koperasi dirasakan baik. Kinerja yang baik
seringkali mengurangi konflik dan stress, sehingga komitmen untuk mencapai
sasaran semakin meningkat. Akhirnya, tindakan partisipasi dengan sendirinya
memerlukan komunikasi yang lebih baik, dalam mendiskusikan permasalahan
pekerjaan satu sama lain. Tujuan manajemen adalah untuk menyediakan
informasi tentang keuangan dan operasi koperasi yang perlu ditingkatkan, dan
dalam hal penyediaan informasi ini memungkinkan anggota untuk membuat
usulan-usulan yang lebih baik khususnya yang berkaitan dengan kualitas
54
Kinerja Anggota Koperasi. Hasil yang dicapai jelas menunjukkan bahwa
partisipasi mempunyai efek sistemik yang luas yang mempengaruhi bermacam
outputKoperasi. Berikut ini dikemukakan suatu model yang sederhana dari
proses partisipasi (Gambar 2.6 yang menunjukkan bahwa di dalam banyak
program, situasi partisipatif mengakibatkan keterlibatan mental dan emosional
yang secara umum mendatangkan Kinerja yang baik bagi organisasi.
(Newstrom W John and Keith Davis, 1997;233)
Gambar 2.7
Proses Partisipasi
Sumber: Newstrom W John and Keith Dasvis (1997;233)
Membahas teori yang berhubungan dengan partisipasi, diperoleh
gambaran bahwa:
1) Partisipasi yang timbul karena tuntutan adanya kebutuhan terhadap
pekerjaan (Yip ; 2003).
Perticipative
programs
Situation
Involvement
Mental
Emotional
Outcomes
Organization
:
Higher output
Better quality
Creativity
Innovation
Employees:
Acceptance
Self-efficacy
Less stress
Satisfaction
55
2) Teori Pertukaran pola penguatan ,imbalan dan biaya yang
menyebabkan orang melakukan kegiatan. Homans (dalam Ritzer dan
Goodman, 2003:92)
3) Teori Kedekatan Wilayah Tempat Tinggal
Semakin dekat tempat tinggal anggota dari koperasi, maka semakin
dekat kemungkinan terjadinya interaksi dan transaksi dengan Koperasi. Anggota
koperasi tidak semestinya memiliki tempat tinggal yang berdekatan, akan tetapi
syarat utama menjadi anggota koperasi adalah memiliki kesamaan kepentingan
ekonomi. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa terjadi interaksi sosial antar
anggota Koperasi dengan Pengurus / Pengelola, karena kedekatannya dengan
tempat usaha atau tempat tinggal anggota. Partisipasi anggota Koperasi diperlukan
dalam pengambilan keputusan didasarkan pada pertimbangan bahwa kondisi
lingkungan berubah sangat cepat dan terjadi setiap saat, kapan dan dimana saja.
Oleh karena itu sebagai pemimpin, memerlukan dukungan informasi yang cukup
tersedia setiap saat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan (Among
Vroom & Yetton dalam, Victor H Vroom., Arthur G. Jago. (2007;32).
Salah satu cara untuk memotivasi anggota Koperasi agar
berpartisipasi adalah dengan menyesuaikan program Koperasi dengan
program yang merupakan kebutuhan /kepentingan anggota koperasi. Cara ini
sangat mudah menarik anggota untuk berpartisipasi secara efektif serta mudah
untuk mencapai tujuan. Cara tersebut perlu disertai dengan pengarahan mengenai
bentuk partisipasi yang akan dilaksanakan oleh anggota dan hasil apa yang
diharapkan dari partisipasi anggota Koperasi tersebut (Bichari, 2000:1). Upaya
56
ini diakui sebagai media untuk meningkatkan partisipasi (Gebhardt, Hein rici,
Pavan. 2003:5).
Selain beberapa teori tentang partisipasi tersebut diatas, Ropke
(2000; 45) mengemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan terjadi atau
tidaknya partisipasi anggota Koperasi, adalah karena:
1) Konflik kepentingan. Secara teori bahwa peranan partisipasi adalah
sebagai alat dalam mencapai tujuan dan kinerja koperasi. Namun perlu
diakui bahwa hal ini tidak sepenuhnya sesuai dengan fenomena empirik.
Persoalan yang paling mendasar adalah tentang pertanggungjawaban
(accountability) Koperasi. Apakah pengambilan keputusan seluruhnya
berorientasi pada kepentingan anggota ataukah kepada kepentingan
pihak lain seperti Pengurus, Pengelola (manajer) atau Pemerintah.
Uphoff (dalam Ropke. 2000;47) Selanjutnya Rully Indrawan (2004;63)
mengemukakan bahwa masalah-masalah tersebut diatas akan sangat
mempengaruhi efektivitas partisipasi anggota mengingat kondisi-kondisi
tersebut akan menciptakan pertentangan tajam antara anggota dengan
Pengurus, yang selanjutnya akan menciptakan disintegrasi sehingga akan
menciptakan sistem manajemen “satu tangan” oleh Pengurus, atau Pengelola
yang pada akhirnya anggota akan bersifat apatis sehinga enggan
berpartisipasi.
2) Biaya partisipasi.
Menurut Ropke (2000;52) biaya partisipasi dipengaruhi oleh sumber
daya, energy dan waktu yang secara langsung dipergunakan oleh anggota,
57
Pengelola dan Pengurus koperasi, untuk melakukan kegiatan dalam
koperasi. Oleh sebab itu merupakan sesuatu yang mahal bagi yang
melakukan partisipasi secara sukarela guna memenuhi kewajiban
terhadap Koperasi. Besar kecilnya biaya partisipasi tergantung pada
beberapa hal: (1) Ukuran koperasi, semakin besar ukuran suatu
koperasi, akan menyebabkan semakin tinggi biaya partisipasi, (2)
semakin heterogenstruktur keanggotaan, Koperasi akan semakin tinggi
biaya transaksi anggota untuk berpartisipasi, (3) jumlah fungsi
kegiatan, dengan meningkatnya jumlah fungsi (kegiatan) koperasi maka
akan lebih rendah tingkat partisipasi anggota pada masing-masing
kegiatan tersebut.
Konsep lain tentang partisipasi anggota secara teoritis
berhubungan dengan kedudukan strategis anggota sebagai pemilik, dan
pelanggan koperasinya (identitas ganda). Dengan demikian anggota Koperasi,
paling tidak secara teori,dapat mempengaruhi/ mengendalikan manajemen,
mengemukakan kritik mengenai pelayanan dan lain-lain, karena kedudukan dan
peranannya selaku pemilik (Ropke, 2000;47). Pendapat serupa dikemukakan
Alfred Hanel (1989) Kinerja koperasi yang baik akan memberikan manfaat hagi
pemilik Koperasi dan sebagai timbal baliknya anggota ini akan
mengakselerasipartisipasi aktif anggota selanjutnya.
Peran identitas ganda tersebut membedakan berbagai dimensi
partisipasi anggota yang meliputi:
58
1) Berkaitan dengan kedudukan anggota sebagai pemilik, anggota
berkontribusi dalam memupuk permodalan melalui penyertaan modal
atau saham; dalam pengambilan keputusan utuk menetapkan kebijakan
program dan pengendalian kegiatan Koperasi baik dalam bidang
usahanya maupun sebagai lembaga.
2) Berkaitan dengan kedudukan anggota sebagai pelanggan/pengguna jasa
Koperasi, para anggota memanfaatkan beragampotensi yang ditawarkan
Koperasi yang sesuai dan mendukung pemenuhan kepentingan para
anggota.
Koperasi di Indonesia mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai sistem
ekonomi yang dicita-citakan, dan sebagai badan usaha yang bermanfaat untuk
memperjuangkan kegiatan ekonomi rumah-tangga para anggota dalam mencapai
kesejahteraannya. Keberhasilan Koperasi dalam mensejahterakan anggotanya
dinilai dari kemampuan Koperasi tersebut dalam menciptakan nilai tambah bagi
usaha Koperasi yang dikembalikan manfaatnya kepada anggota (promosi ekonomi
anggota) melaluipatronage refund (Sisa Hasil Usaha). Demikian pula anggota
akan memperoleh manfa’at dan nilai tambah bila bersedia untuk melakukan
partisipasi dalam koperasinya.. Nilai tambah kepada anggota bisa diberikan jika
Kinerja Koperasi itu baik. Oleh sebab itu, semakin meningkat Kinerja koperasi,
maka akan lebih besar pula kemampuan koperasi dalam mensejahterakan para
anggotanya. Dengan meningkatnya peran koperasi dalam memperbaiki
kesejahteraan anggotanya, maka akan meningkat pula partisipasi anggota dalam
berbagai aktivitas dan transaksinya, dalam usaha Koperasi.
59
Dengan demikian Koperasi memiliki keunggulan komperatif dibanding
bentuk perusahaan selain koperasi.
Sehubungan dengan fungsi Koperasi sebagai wadah untuk meningkatan
perekonomian secara menyeluruh. Elena (2002;70) mengemukakan bahwa
promosi kegiatan dan gerakan koperasi itu sendiri adalah prioritas. Perlu
peningkatan citra koperasi melalui metode publisitas yang memadai dan
pendidikan yang ada yang sesuai dengan potensi anggota Koperasi. Manajemen
Koperasi tidak bisa diabaikan, demikian pula bahwa pendidikan yang berkualitas
tinggi bagi anggota dan karyawan adalah investasi yang baik dan sangat berharga
sehingga tidak bisa disepelekan.
Dalam penelitian ini, konsep partisipasi yang digunakan adalah konsep
partisipasi dari Ropke (2000) dan Alfred Hanel (1989).
Dengan demikian, dengan mengacu pada pendapat Ropke dan Alfred
Hanel, dapat disimpulkan bahwa konstruk Partisipasi Anggota diimplementasikan
serta dievaluasi.
2.1.7.2 Pengukuran Variabel Partisipasi Anggota
Pengukuran variabel partisipasi anggota dalam penelitian ini, adalah:
1) Pemanfa’atan Layanan Koperasi :
(a) Anggota membeli barang kebutuhan dari Koperasi
(b) Anggota menjual hasil produksi ke Koperasi
60
(c) Anggota menerima manfa’at layanan dari koperasi, berupa pengurangan
harga/ promosi lainnya pada saat transaksi
(d) Menerima pembagian Sisa Hasil Usaha sesuai dengan nilai
transaksinya, setiap ahir tahun
2) Anggota turut aktif dalam pengambilan keputusan , melalui:
(a) Mengemukakan ide/ gagasan/ pendapat yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas dalam RAT
(b) Memilih pengurus atau pengawas koperasi dalam RAT, pengambilan
keputusan dalam rangka pengawasan/ pengendalian dan usul
perbaikan pengelolaan koperasi
(c) Ikut serta dalam proses perumusan masalah dan penetapan program
koperasi yang sesuai dengan masukan, keinginan dan kepentingan
anggota koperasi
(d) Ikut serta dalam penetapan bidang usaha yang akan dijalankan oleh
koperasi yang terkait dengan bidang usaha anggota koperasi
3) Memupuk Modal, melalui berbagai simpanan (Pokok, Wajib Sukarela,
Khusus).
Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan dimensi partisipasi
Anggota dapat disajikan dalam table berikut:
61
Tabel 2.6
Pengukuran Dimensi Partisipasi Anggota
No. Peneliti Dimensi
1 Rusyana, Azis Fathoni,
M Mukeri Warso
(2016)
Aktif menghadiri RAT
Memanfaatkan layanan Koperasi
2 Hasyim Syarbani
(2012) Pengambilan Keputusan
Pengelolaan Koperasi
Pengawasan
Kontribusi finansial
3 Khasan Setiaji (2009) Permodalan
Bertransaksi di koperasi
Menghadiri rapat-rapat dan RAT
Pengawasan
4 Rozali (2016) Simpanan pokok dan Simpanan wajib
Jasa usaha
5 Jean Elikal Marna dan
Yunia Wardi (2007) Manajemen organisasi
Pemupukan modal
Pemanfaatan layanan usaha koperasi
6 Dwi Gemina, Samsuri,
Indra Cahya Kusuma
(2013)
Kehadiran Rapat
Kesediaan Membayar
Pemanfaatan Pelayanan Unit Usaha
7 Chalimah, Akhmad
Sakhowi (2014) Penyertaan modal
Pembentukan cadangan simpanan
Memanfaatkan berbagai produk
yang ditawarkan koperasi
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Rusyana, Azis Fathoni, M Mukeri Warso (2016) dalam penelitiannya
mengukur dimensi partisipasi anggota yang terdiri dari aktif menghadiri RAT dan
memanfaatkan layanan koperasi.Aktif menghadiri RAT berdampak pada
peningkatan kinerja koperasi, Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang
diselenggarakan secara periodik, merupakan media komunikasi untuk melakukan
penyusunan, monitoring dan evaluasi berbagai program strategis koperasi..
Dimensi kedua adalah memanfaatkan layanan koperasi, dengan memberikan
62
manfaat ekonomi (cooperative effect) baik secara baik langsung maupun tidak
langsung bagi anggota. Sebagai timbal baliknya, anggota memeberikan dukungan,
bertransaksi / melakukan interaksi, serta proaktif mewujudkan perkembangan
usaha koperasi. Indikator partisipasi anggota menurut Rusyana, dkk dalam
penelitiannya adalah menyampaikan ide-ide, berkontribusi aktif dalam perbaikan
koperasi, dan bertransaksi di koperasi dan memanfaatkan berbagai layanan yang
disediakan koperasi.
Berbeda dengan Rusyana dkk, Hasyim Syarbani (2012) dalam
penelitiannya menyebutkan dimensi pengukuran partisipasi anggota terdiri dari
pengambilan keputusan, pengelolaan koperasi, pengawasan dan kontribusi
finansial. Dimensi pertama pengambilan keputusan mengukur sejauh mana
anggota berpartisipasi aktif dalam koperasi. Dimensi kedua pengelolaan koperasi
merupakan suatu faktor dalam upaya peningkatan kinerja koperasi. Dimensi
ketiga yaitu pengawasan dan kontribusi finansial mengukur sejauh mana anggota
koperasi berpartisipasi aktif dalam pengawasan koperasi dan berkontribusi dalam
berbagai simpanan (wajib, pokok dan sukarela). Dalam penelitiannya Hasyim
menyebutkan indikator partisipasi anggota yaitu menghadiri RAT,keaktifan dan
keterlibatan dalam RAT, keterlibatan dalam pengawasan Kopontren, keterlibatan
dalam pengelolaan Kopontren, keaktifan dalam membayar iuran wajib dan
sukarela dan berkenan menambah modal Kopontren.
Khasan Setiaji (2009) menggunakan empat dimensi untuk mengukur
dimensi partisipasi anggota. Dimensi pertama permodalan, yang dikontribusikan
sesuai dengan ketetapan kemampuan masing-masing. Dimensi kedua bertransaksi
63
di koperasi adalah sejauh mana anggota koperasi membeli bahan pokok di
koperasi atau menjual hasil produksinya di koperasi dan menjadi pelanggan
koperasi yang setia. Dimensi ke tiga yaitu menghadiri rapat-rapat dan RAT yang
diukur dengan menggunakan pertanyaan sejauh mana anggota menghadiri rapat-
rapat dan pertemuan secara aktif. Dimensi ke empat adalah pengawasan diukur
menggunakan pertanyaan sejauh mana anggota menjadikan usaha koperasi, sesuai
AD/ART, peraturan-peraturandan keputusan-keputusan bersama lainya.
Rozali (2016) meneliti pengukuran dimensi partisipasi anggota. Dimensi
pertama simpanan pokok dan simpanan wajib yang dapat meningkatkan
permodalan koperasi, (modal kerja, omzet serta SHU koperasi). Selanjutnya
dimensi jasa usaha yang dinilai dapat meningkatkan modal kerja dan membiayai
operasional kegiatan koperasi.
Jean Elikal Marna dan Yunia Wardi (2007) mengungkapkan dimensi
partisipasi anggota terdiri dari manajemen lembaga usaha / organisasi,
peningkatan modal (berupa modal penyertaan, pemupukan modal cadangan, dan
berbagai simpanan lainnya) serta pemanfa’atan fasilitas dan layanan bidang
usaha koperasi. Dimensi ke tiga adalah layanan bidang usaha koperasi yang akan
menjamin keberlangsungan usaha koperasi.
Dwi Gemina, Samsuri, Indra Cahya Kusuma (2013) dalam penelitiannya
menyebutkan tiga dimensi partisipasi anggota yaitu kehadiran rapat, kesediaan
membayar dan pemanfaatan pelayanan unit usaha. Dimensi yang pertana
kehadiran rapat mengukur sejauh mana tingkat partisipasi anggota dalam
koperasi. Dimensi ke dua kesediaan membayar mengukur sejauh mana kesediaan
64
anggota (membayar berbagai simpanan). Dimensi ke tiga pemanfaatan layanan
unit usaha mengukurkesesuaian pelayanan usaha koperasi dengan anggotanya
dalam hal penjualan, produk dan jasa simpan pinjam.
Chalimah, Akhmad Sakhowi (2014) dalam penelitiannya menyebutkan
ada tiga dimensi partisipasi anggota yaitu penyertaan modal, pembentukan
cadangan simpanan, dan memanfaatkan berbagai produk yang ditawarkan oleh
koperasi. Dimensi pertama penyertaan modal mengukur sejauh mana peran
anggota dalam berkontribusi terhadap pembentukan dan pertumbuhan koperasi.
Dimensi ke dua pembentukan cadangan simpanan mengukur sejauh mana anggota
koperasi berpartisipasi dalam membayar berbagai simpanan. Selanjutnya dimensi
ke tiga adalah memanfaatkan berbagai produk dan layanan yang ditawarkan
koperasi yang merupakan salah satu hak anggota koperasi.
Tabel 2.7
Pengukuran Indikator Partisipasi Anggota
No. Peneliti Indikator
1 Rusyana, Azis Fathoni,
M Mukeri Warso
(2016)
Menyampaikan ide-ide
Berkontribusi aktif dalam perbaikan
koperasi
Bertransaksi di koperasi dan
memanfaatkan berbagai layanan yang
disediakan koperasi
2 Hasyim Syarbani (2012) Menghadiri RAT
Keaktifan dan keterlibatan dalam RAT
Keterlibatan dalam pengawasan
Kopontren
Keterlibatan dalam pengelolaan
Kopontren
Keaktifan dalam membayar iuran wajib
dan sukarela
Berkenan menambah modal Kopontren
65
No. Peneliti Indikator
3 Khasan Setiaji
(2009) Membayar berbagai simpanan tepat
waktu
Memupuk permodalan koperasi
Menjadi pelangan koperasi yang setia
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari
Aktif menghadiri rapat-rapat dan
pertemuan
Mengawasi dan melakukan usaha untuk
kinerja koperasi yang lebih baik.
4 Rozali (2016) Partisipasi dalam rapat anggota
Permodalan& partispasi anggota dalam
rapat anggota ,permodalan dan bidang
usaha koperasi melalui loyalitas sebagai
penggan koperasi
5 Jean Elikal
Marna dan Yunia Wardi
(2007)
Partisipasi anggota dalam :
Pengelolaan organisasi, seperti dalam
penetapan tujuan, pengambilan keputusan
dan kebijakan, serta pengawasan/
pengendalian,
Pemupukan modal, seperti penyertaan
modal, pembentukan cadangan modal,
dan berbagai simpanan
Pemanfaatan layanan usaha koperasi.
6 Dwi Gemina,
Samsuri, Indra Cahya
Kusuma (2013)
Menyatakan kontribusi anggota dalam
mengambil keputusan
Kesediaan membayar simpanan pokok,
wajib dan dana cadangan
Kesesuaian antara pelayanan usaha yang
ditawarkan koperasi dengan keinginan
anggotanya mencakup bidang penjualan,
produk, jasa simpan pinjam
7 Chalimah,
Akhmad Sakhowi
(2014)
Berkontribusi dalam pemupukan modal
koperasi
Membayar simpanan wajib, simpanan
pokok dan simpanan sukarela
Aktif dalam pembentukan cadangan
simpanan
Memanfaatkan berbagai produk
yang ditawarkan koperasi untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
66
Dalam penelitiannya Khasan menyebutkan indikator partisipasi anggota
ialah membayar aneka simpanan dengan tepat waktu, berkontrubusi untuk
permodalan koperasi, menjadi pelangan koperasi yang setia guna memenuhi
kebutuhan sehari-hari, hadir dan aktif dalam rapat, dan menggunakan hak dalam
melakukan pengawasan atas jalanya usaha dan perbaikan koperasi.
Rozali (2016) mengemukakan bahwa partisipasi anggota dalam
permodalan dan bidang usaha koperasi dapat diwujudkan dengan menjadi
pelanggan setia, sedangkan Jean Elikel Marna dan Yunia Wardi (2007),
menekankan pada partisipasi anggota dalam manajemen organisasi, dan
pemanfaatan layanan usaha koperasi.
Dwi Gemina dkk menyebutkan tiga indikator partisipasi anggota yaitu
menyatakan kontribusi anggota untuk penetapan tujuan, pengkeputusan &
kebijakan serta pengawasan / pengendalian ( dalam Rapat Anggota); kesediaan
dalam membayar simpanan serta dana cadangan untuk permodalan; kesesuaian
antara pelayanan usaha yang ditawarkan koperasi dengan keinginan usaha para
anggotanya yang meliputi bidang penjualan, usaha produksi, dan jasa simpan
pinjam.
Beberapa indikator partisipasi anggota menurut Chalimah dkk yaitu
berkontribusi dalam pemupukan modal koperasi melunasi berbagai simpanan aktif
memupuk cadangan simpanan, memanfaatkan berbagai produk yang ditawarkan
koperasi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat
diihtisarkan operasionalisasi variabel, dimensi dan indikator variabel Partisipasi
Anggota sebagai berikut:
67
Tabel 2.8
Operasionalisasi Variabel Partisipasi Anggota
Variabel Partisipasi Anggota (PA) :
Konstruk : Suatu proses dimana sekelompok orang (anggota) menemukan dan
mengimplementasikan ide-ide/gagasan berkoperasi. Dengan partisipasi, anggota
mengisyaratkan dan menyatakan kepentingannya, demikian pula dengan
partisipasi, sumber-sumber daya digerakkan, dan keputusan-keputusan
diimplementasikan serta dievaluasi.
Dimensi Indikator
Manfaat
Anggota membeli barang kebutuhan dari
Koperasi
Anggota menjual hasil produksi ke Koperasi
Menerima manfaat layanan koperasi berupa
pengurangan harga/ promosi lainnya
Menerima pembagian Sisa Hasil Usaha sesuai
dengan nilai transaksinya
Pengambilan
Keputusan
Mengemukakan ide/ gagasan/ pendapat yang
berhubungan dengan permasalahan yang dibahas
dalam RAT
Memilih pengurus atau pengawas koperasi dalam
RAT, pengambilan keputusan dalam rangka
pengawasan/ pengendalian dan usul perbaikan
pengelolaan koperasi
Ikut serta dalam proses perumusan masalah dan
penetapan program koperasi yang sesuai dengan
masukan, keinginan dan kepentingan anggota
koperasi
Ikut serta dalam Penetapan Bidang Usaha yang
akan dijalankan oleh koperasi yang terkait di
bidang usaha anggota koperasi
Permodalan
Koperasi
Berbagai simpanan berupa simpanan :
Pokok, Wajib, Sukarela dan Khusus
Sumber: data penelitian, diolah, 2018.
68
2.1.8 Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi
2.1.8.1 Konsep Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi
Secara sosio-ekonomi di dalam organisasi koperasi, mencerminkan
terdapatnya dua usaha dengan dua sifat berbeda (Tim Ikopin, 2000). Dua unit
ekonomi yang dimaksud adalah (unit usaha) koperasi dan unit ekonomi (usaha
rumah-tangga konsumsi anggota. Perusahaan koperasi adalah perusahaan milik
anggota secara bersama-sama secara kolektif. Istilah perusahaan koperasi di tanah
air sering disebut sebagai unit usaha koperasi. Sebutan ini mungkin disebabkan
karena sebagian besar koperasi jenis usahanya adalah serba usaha (multi purpose)
sehingga dalam suatu koperasi terdapat beberapa unit usaha koperasi. Suatu unit
usaha koperasi dapat berdiri sendiri (otonom) tetapi masih merupakan satu
kesatuan dari organisasi koperasi, sehingga tidak memerlukan badan hokum yang
berbeda / tersendiri.
Usaha (unit ekonomi ) anggota atau rumah-tangga konsumsi anggota,
adalah unit ekonomi usaha milik masing-masing anggota secara individu. Usaha
anggota ini biasa terdapat pada koperasi pemasaran atau koperasi produsen
(suplai). Jenis-jenis usaha anggota, misalnya: usaha tani anggota, usaha ternak
anggota, usaha kerajinan anggota, usaha dagang anggota, dll.
Perbedaan sifat dari kedua unit ekonomi (perusahaan) yang dimaksud
adalah, unit ekonomi (perusahaan) anggota bersifat kapitalistik, sedangkan
perusahaan koperasi bersifat collegial cooperative (Tim Ikopin, 2000). Sifat
kapitalistik unit ekonomi/ perusahaan anggota, adalah bahwa pada posisi anggota
sebagai produsen (pada koperasi produsen) perusahaan anggota berorientasi
69
mencari keuntungan / laba yang optimal sedangkan pada posisi anggota sebagai
konsumen ((pada koperasi konsumen), berorientasi pada optimalisasi daya beli
atas pendapatan dan optimalisasi kepuasannya. Sifat collogial cooperative dari
usaha koperasi, yang bertujuan / berfungsi untuk memudahkan tercapainya tujuan
usaha dan konsumsi individu anggota (member’s promotion).
Adapun pendapatan seorang anggota produsen atau pemasok koperasi,
adalah berupa keuntungan usaha (pendapatan nominal). Dengan pemikiran ini
maka tujuan koperasi (yang para anggotanya) produsen, seperti dalam penelitian
ini, dirumuskan untuk menjaga agar para anggota Koperasi dapat memperoleh
keuntungan atau benefit yang lebih tinggi atau lebih baik (Tim Ikopin, 2000).
Sam’un Jaja Raharja (2002) mengemukakan bahwa asas persamaan
kepentingan ekonomi anggota dalam pembentukan koperasi dijabarkan lebih jauh
dalam bentuk keterkaitan bidang usaha koperasi dengan bidang usaha anggota.
Yaitu keterkaitan bidang usaha koperasi yang terintegrasi dengan kegiatan
produktif usaha rumah-tangga anggotanya, atau usaha rumah-tangga anggota
koperasi sebagai mitra usaha bagi koperasinya sendiri. Unit usaha dikatakan
terkait apabila ada integrasi usaha anggota koperasi sebagai pemasok, penyedia
bahan baku, atau sub kontraktor (yang mengerjakan sebagian pekerjaan / produksi
koperasi). Pada unit konsumsi, rendah (low cost information) tentang kondisi dan
perilaku ekonomi setiap anggota (intimate knowledge of those around them),
adanya semangat berkoperasi (cooperative spirit) dan saling percaya (trust).
Ketiga hal tersebut merupakan norma sosial yang berfungsi sebagai non-economic
productive resources. Faktor-faktor inilah yang dikenal sebagai “dual nature of
70
cooperative association”. Yaitu koperasi berfungsi sebagai kelompok sosial dan
pada saat yang sama juga merupakan badan usaha (Bonus, 1986).
Bila dilihat dari tujuan pembentukan koperasi oleh para anggotanya,
banyak pakar mengelompokan koperasi sebagai perusahaan sosial,. Perusahaan
soisial atau social enterprise didefinisikan sebagai setiap lembaga usaha yang
dibentuk dan dikelola dengan melaksanakan manajemen keuangan yang baik serta
melakukan kewirausahaan, inovasi, orientasi trategis dan pendekatan pasar
sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan yang berorientasi profit., namum ia
juga mneghasilkan nilai sosial dan memiliki tujuan-tujuan sosial lainnya, dalam
rangka mengurangi masalah-masalah sosial maupun kegagalan pasar yang terjadi,
adalah sosial enterprise.
Sebagai suatu bentuk perusahaan sosial, Koperasi dapat mempertahankan
usaha yang berkelanjutan melalui tingkat pendapatan yang terjaga, meskipun
tujuan koperasi tidak memaksimalkan laba, namun cukup memadai untuk
menutup seluruh biayanya (The Four Lenses Strategic Framework, 2018).Bila
perusahaan menjadikan program-program sosial sebagai bisnis yang mendukung
tujuan perusahaannya, kemudian memiliki misi yang berkisar pada hubungan
pasar, maka model ini disebut embedded. Pendapatan yang dihasilkan dari
kegiatan usahanya digunakan untuk mekanisme self-financing,untuk membiayai
program-program sosialnya (The Four Lenses Strategic Framework, 2018).
Bila perusahaan sosial market linkage dibangun dengan
mengkomersialisasikan layanan sosial organisasinya, atau meleverage aset-aset
intangiblenya, seperti contohnya hubungan dagang, dan pendapatannya digunakan
71
untuk mensubsidi layanan bagi klien lainnya, sehingga program sosial dan bisnis
dilakukan secara bersamaan, maka perusahaan sosial tipe ini dinamakan model
terintegrasi (integrated).(The Four Lenses Strategic Framework, 2018).
Perusahaan sosial dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat integrasi
antara program-program sosial dengan kegiatan usahanya.
Gambar 2.8
Model Market Linkage
Sumber: The Four Lenses Strategic Framework, 2018.
Program layanan koperasi yang mendeskripsikan adanya perubahan pola
produksi dan biaya dalam kegiatan-kegiatannya. Menurut Yuyun Wirasasmita
(2000) mode of production and cost dapat terjadi karena capaian skala ekonomi,
dan semakin menurunnya biaya transaksi. Posisi tawar dan informasi operasi yang
lebih baik, dan meningkatnya produktivitas. Pengelola koperasi semestinya
menyadari bahwa keputusan anggota untuk bergabung dan membuat kontrak
keanggotaan dengan koperasi, adalah keputusan strategis dalam upaya
meningkatkan kesejahteraanya yang semakin baik dengan diperolehnya beberapa
manfaat, antara lain untuk:
1) Peningkatan efisiensi biaya.
2) Peningkatan kualitas produk denganpelaksanaan pengembangan produk
72
3) Kemudahan dalam pemerolehan sumber pembiayaan
4) Mengupayakan penekanan terjadinya berbagai risiko-risiko usaha
5) Mengembangkan berbagai fungsi-fungsi baru melalui peningkatan fungsi
yang ada (Bratchist dalam IHCO; 1994; 484-489).
Dari pembahasan di atas, maka konstruk Keterkaitan Usaha Anggota
dengan Usaha Koperasi dapat dirumuskan sebagai:Hubungan pasar yang terjadi
antara usaha anggota koperasi dengan target populasi atau pelanggannya (dalam
hal iniadalah koperasinya sendiri, captive market), yang bisa juga diperkuat
dengan dibuatnya kontrak usaha.
Tabel 2.9
Konstruk Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi
No Para ahli Definisi
1. The Four Lenses
Strategic
Framework
(2018)
Koperasi dianggap sebagai perusahaan model “market
linkage” karena memberikan fasilitas hubungan pasar
dengan target populasi atau para anggota nya, yang
merupakan: asosiasi produsen, perusahaan, pasar eksternal,
maupun koperasi lain.Fungsi perusahaan sosial dalam
konteks ini adalah seperti perantara yang menghubungkan
antara produsen dan para pembeli atau sebaliknya, dan
mengenakan biaya untuk layanan ini. Menjual informasi,
melakukan ekspor impor, dan memberikan layanan riset
pasar juga merupakan usaha yang umum terdapat pada
model market linkage. Berbeda dari perantara pasar (market
intermediary) yang hanya menghubungkan klien dengan
pasar, model “market linkage” ini dapat merupakan model
yang embeddedmaupunterintegrasi (integrated).
2 Hirschman (1970) Hubungan koperasi dengan pelanggan dalam formulasi
Exit, Voice and Loyalty, merupakan hubungan antara
koperasi dengan para anggotanya, yang pada hakekatnya
merupakan hubungan perusahaan dengan pelanggannya.
73
No Para ahli Definisi
3 Bonus (1986) Hubungan antara anggota dan koperasinya bersifat koalisi.
Dalam koalisi ada kesepakatan untuk mengontrol tindakan
masing-masing, sehingga menghasilkan return yang lebih
tinggi dibanding dengan berusaha sendiri-sendiri. Dalam
koperasi, keadaan demikian dapat dihindarkan dengan
kesepakatan bersama untuk tidak berperilaku oportunis dan
eksploitatif dengan cara koalisi. Koalisi terwujud apabila
anggota saling kenal satu sama lain, yaitu tersedianya
informasi berbiaya rendah (low cost information) tentang
kondisi dan perilaku ekonomi dari setiap anggota (intimate
knowledge of those around them) , adanya semangat
berkoperasi (cooperative spirit) dan saling percaya (trust).
Ketiga hal tersebut merupakan merupakan norma sosial
yang berfungsi sebagai non-economic productive resources
.
4 Konstruk
Keterkaitan Usaha
Anggota dengan
Usaha koperasi
Hubungan pasar yang terjadi antara koperasi dengan target
populasi atau pelanggannya (dalam hal ini anggota, captive
market), baik berupa model embedded maupun terintegrasi
(integrated) dalam market linkage, bisa juga diperkuat
dengan dibuatnya kontrak usaha.
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
2.1.8.2 Pengukuran Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi
Terdapat beberapa pendapat mengenai dimensi dan indicator keterkaitan
usaha anggota dengan usaha Koperasi, diantaranya adalah pendapat:
Tabel 2.10
Pengukuran Dimensi Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi
No
.
Peneliti Dimensi
1 Sam’un Jaja Raharja
(2002) Keterkaitan Usaha
Kegiatan Usaha
2 Alfred Hanel (1989) Mitra usaha (hubungan usaha yang saling
menunjang)
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
74
Sam’un Jaja Raharja (2002) dalam penelitiannya menyebutkan dua
dimensi keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi, yang pertama adalah
keterkaitan usaha dan yang ke dua adalah kegiatan usaha. Suatu usaha dikatakan
terkait apabila ada integrasi usaha rumah-tangga anggota sebagai pemasok,
penyedia bahan baku, atau sub kontraktor (mengerjakan sebagian pekerjaan
produksi koperasi). Maksudnya keterkaitan usaha koperasi dengan usaha rumah-
tangga anggotanya adalah keterkaitan bidang usaha koperasi dengan kegiatan
produktif anggotanya yang terintegrasi. Dimensi yang ke dua adalah kegiatan
usaha yang mengintegrasikan kegiatan perolehan bahan baku dan pemasaran,
sedangkan menurut Alfred Hanel (1989) keterkaitan usaha anggota dengan usaha
koperasinya itu merupakan mitra usaha, hubungan usaha yang saling menunjang.
Tabel 2.11
Pengukuran Indikator Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi
No. Peneliti Indikator
1 Sam’un Jaja Raharja
(2002) Persamaan kepentingan ekonomi
anggota dalam pembentukan koperasi
Keterkaitan bidang usaha koperasi
dengan kegiatan produktif anggotanya
Integrasi sebagai pemasok, penyedia
bahan baku/ sub kontraktor
Adanya kontrak usaha
Strategi jangka panjang kegiatan
2 Alfred Hanel (1989) Keterkaitan bidang usaha koperasi
dengan kegiatan produktif anggotanya
Peran anggota sebagai pemilik dan
mitra usaha dari koperasinya sendiri
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Menurut Sam’un Jaja Raharja (2002) terdapat empat indikator
keterkaitan usha anggota dengan usaha koperasi yaitu:persamaan kepentingan
75
ekonomi anggota dalam pembentukan koperasi, keterkaitan bidang usaha koperasi
dengan kegiatan produktif anggotanya, integrasi sebagai pemasok, penyedia
bahan baku/ sub kontraktor, dan adanya kontrak usahastrategi jangka panjang
kegiatan anggota dengan koperasinya.
Dari hasil penelitian terdahulu tersebut dalam penelitian ini digunakan
dimensi dan indikator variabel keterkaitan usaha anggota dengan usaha
koperasinya, sebagai berikut:
Tabel 2.12
Operasionalisasi Variabel Keterkaitan Usaha Anggota
dengan Usaha Koperasi
Variabel Keterkaitan Usaha Anggota dengan usaha Koperasi (KU)
Konstruk : konstruk Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi adalah:
Hubungan pasar yang terjadi antara usaha anggota koperasi dengan target
populasi atau pelanggannya (dalam hal iniadalah koperasinya sendiri, captive
market), yang bisa juga diperkuat dengan dibuatnya kontrak usaha.
Dimensi Indikator
Keterkaitan Usaha Usaha anggota terkait dengan bidang usaha yang
diselenggarakan, difasilitasi oleh Koperasi.
Kontrak Usaha Terdapat kontrak usaha antara anggota dengan
koperasinya.
Sumber: data penelitian, diolah, 2018
2.1.9 Inovasi Bisnis Anggota
2.1.9.1. Konsep Inovasi Bisnis Anggota
Ciri khusus Persaingan global adalah tingginya ketidakpastian yang
terdapat dalam lingkungan bisnis sehingga berpengaruh terhadap tingkat
kemampuan inovasi dan keunggulan dalam persaingan perusahaan, khususnya
76
dalam hal ketergantungan konsumen atas produk, komposisi konsumen pemasok,
tingkat intensitas persaingan, tingkat persai, kemajuan teknologi, kapabilitas
perusahaan dalam mengakses sumber daya yang ada perubahan kompetensi
pengusaha, serta proses produksi. Untuk dapat bertahan dalam persaingan
diperlukan strategi inovasi yang tepat. Berikut ini adalah definisi inovasi yang
disarikan dari beberapa pakar.
Dalam penelitian ini dikaji dimensi-dimensi inovasi: inovasi prooduk,
inovasi proses, inovasi pemasaran dan inovasi manajemen. Dalam pengertian
umum Inovasi Bisnis bermakna sebagai proses dalam mengadopsi sesuatu dan
menciptakan produk baru, dan merupakan konsep multidimensional. Berdasarkan
kajian (Woodman et al., 1993 dalam Gilbert, 2003), bahwa Penelitian dalam
bidang inovasi antara lain meliputi : orientasi kepemimpinan (perusahaan)
terhadap inovasi (Maidique dan Patch, 1998), tipe inovasi yang telah dilakukan
(Betz, 1987), sumber inovasi (Mansfield, 1988), Investasi (Ewer, 1998), ruang
inovasi (Tidd & Bessant, 2009), radar inovasi (Swahney et all, 2006), Tools of
Innovation (OSLO Manual), (2006), dan klasifikasi inovasi (Gaynor, 2002).
Higgins (1994).
Sebagai bagian dari ke-8 aliran inovasi tersebut,terdapat Radar
Inovasiyang terdiri dari empat dimensi utama, yaitu dimensi “apa” (what
offerings?), dimensi “siapa” (who consumers?), dimensi “bagaimana” (how
processes?), dan dimensi “dimana” (where-to markets?). Empat dimensi tersebut
merupakan kerangka dasar poros 4 (empat) dimensi inovasi bisnis. Dimensi apa
berkaitan dengan inovasi atau penciptaan nilai baru pada produk. Dimensi siapa
77
berkaitan dengan penciptaan nilai baru dengan cara memilih atau menentukan
dengan tepat target konsumen perusahaan. Dimensi bagaimana berkaitan dengan
penciptaan nilai baru pada proses produksi atau bagaimana produk dihasilkan agar
tercapai efisiensi biaya. Dimensi dimana berkaitan dengan cara penciptaan nilai
baru yang menekankan pada pemasaran dan komunikasinya sehingga konsumen
dapat memperoleh produk di banyak tempat dengan cara yang kreatif untuk
mengekspose produknya. Berikut ini Radar Inovasi yang terdiri dari 4 (empat)
sumbu yaitu offerings (what), customers (who), processes (how), dan presence
(where):
Gambar 2.9
Radar Inovasi
Sumber: The 12 Different Ways for Companies to Innovate, Sawhney M., Wolcottn RC, Arroniz I
(2006, p. 80)
78
Empat dimensi diatas adalah bagian dari 12 (dua belas) radar inovasi
bisnis perusahaan yang akan memberi petunjuk dan memantau apa yang akan,
telah dan harus dilakukan untuk mewujudkan kinerja yang unggul dengan cara
berinovasi. Tabel berikut ini merupakan penjelasan dari 12 dimensi inovasi bisnis
menurut Anne Fontana(2009, h. 108-109).
Tabel 2.1.3
Definisi Inovasi Bisnis Anggota dari beberapa ahli
No. Nama Ahli Definisi
1. Mohanbir Sawhney,
Robert C. Wolcott and
inigo Arroniz (2006)
Business innovation (BI) as the
creation of substantial new value for
customers and their form by creatively
changing one or more dimensions of the
business system . The definition lead to the
following three Important5
characterization, BI is about new value, not
new things, comes in many flavours and
systemic
Tabel 2.14
Dimensi Inovasi Bisnis
Dimensi Definisi
1. Apa (Offerings) Perusahaan mengembangkan produk baru yang
inovatif.
2. Model (Platform) Perusahaan menggunakan komponen atau
kerangka yang sama untuk menciptakan produk
turunan (olahan).
3. Solusi (Solutions) Perusahaan menciptakan produk yang terintegrasi
dan sesuai untuk memecahkan masalah konsumen.
4. Konsumen
(Customer)
Perusahaan menemukan kebutuhan konsumen
yang belum dipenuhi atau mengidentifikasi
segmen konsumen yang belum dilayani.
5. Pengalaman
Konsumen
Perusahaan mendesain kembali interaksi
pelanggan pada semua kontak point dan
79
Dimensi Definisi
(Customer
Experience)
kesempatan kontak.
6. Nilai Tambah
Alternatif (Value
Capture)
Perusahaan mendefinisikan kembali bagaimana ia
memperoleh pendapatan atau menciptakan aliran
pendapatan baru yang inovatif.
7. Proses (Processes) Perusahaan mendesain kembali proses operasi inti
dalam mengubah input menjadi output untuk
memperbaiki efisiensi dan efektivitas.
8. Organisasi
(Organization)
Perusahaan mengubah bentuk, fungsi atau lingkup
aktivitas perusahaan.
9. Rantai Pasok (Supply
Chain)
Perusahaan berpikir berbeda tentang cara
memperoleh sumber daya dan memenuhinya.
10. Pasar (Presence) Perusahaan menciptakan saluran distribusi atau
poin-poin kehadiran baru yang inovatif, termasuk
tempat-tempat di mana produk baru dibeli atau
digunakan oleh konsumen.
11. Jejaring (Neworking) Perusahaan menciptakan produk yang berpusat
pada jejaring dan terintegrasi.
12. Merek (Brand) Perusahaan menggunakan merek yang sudah ada
pada domain atau ranah baru.
Sumber: Anne Fontana (2009)
Inovasi di tingkat Individual, Organisasi, Masyarakat
Penciptaan nilai sebagai inti dari inovasi, perlu mengetahui faktor-faktor
dalam proses penciptaan nilai yaitu sumber penciptaan nilai, target penciptaan
nilai dan tingkat yang dianalisis. Individual umumnya mengungkapkan nilai
dengan cara: mengembangkan tugas, jasa pekerjaan, proses, atau kontribusi lain
yang dipersepsikan sebagai bermanfaat oleh pengguna yang ditargetkan (target
user), misalnya pengusaha, klien dan pelanggan, secara relatif terhadap kebutuhan
target.
Pada inovasi tingkat individual, fokus ada pada kompetensi, motivasi,
intelegensi, dan interaksi individual yang bersangkutan dengan lingkungannya.
80
untuk menciptakan nilai melaluikreatifitasnya sehingga membuat pekerjaan,
pelayanan indivual itu menjadi lebih baru dan lebih baik dalam pandangan dirinya
maupun dalam pandangan pimpinan atau rekan kerja atau pengguna akhir, dalam
konteks tertentu. Nilai tambah anggota dan koperasi, penciptaan nilai yang kreatif
terjadi ditingkat individual akan berdampak langsung pada nilai tambah individual
yang bersangkutan dan tempat dimana ia berada, mestinya akan mendapat
manfaatjuga, sebesar nilai tambah yang dihasilkan individual itu, sesuai dengan
kegiatan usahanya atau lingkungan dimana ia tinggal.
Tabel 2.15
Penciptaan Nilai di Tingkat Individual, Organisasi, Masyarakat
Individual Kreatifitas, Kinerja (job performance)
Organisasi Inovasi dan penciptaan pengetahuan (knowledge creation)
Masyarakat Inovasi pada tingkat perusahaan dan kewirausahaan
Sumber : Michael Porter, 1985
Inovasi optimal menghasilkan keberhasilan ekonomi dan sosial. Sukses
inovasi secara teknis dan komersil saja tidak cukup. Untuk itu, inovasi perlu
dikelola dengan baik.
Manfaat dan pengorbanan merupakan dua komponen utama yang
menentukan nilai suatu produk. Produk yang berhasil adalah produk yang
memberikan nilai yang paling banyak diantara beraneka ragam tawaran. Definisi
yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =Manfaat Fungsional + Manfaat Emosional
Biaya Moneter + Biaya Waktu + Biaya Energi + Biaya Fisik
Cara meningkatkan nilai / posisi tawar pelanggan yaitu diantaranya
dengan meningkatkan kemanfa’atan lebih besar daripada kenaikan biaya, adalah
81
kesediaan pelanggan untuk membayar jumlah maksimum yang pelanggan akan
bayar untuk produk tersebut lebih kecil daripada biaya.
Semua penciptaan nilai dimulai dari konsumen. Pelanggan menerima
beberapa manfaat dari mengkonsumsi produk yang disediakan oleh perusahaan.
Ukuran manfaat adalah kesediaan pelanggan untuk membayar, yang didefinisikan
sebagai jumlah maksimum yang pelanggan akan bayar untuk membeli produk
tersebut.
Kemampuan para pemasar dalam melakukan kreasi nilai (inovasi
pemasaran) adalah memberikan manfa’at baru bagi konsumen. Guna menciptakan
manfaat yang baru bagi konsumen, pemasar harus mengerti apa yang dipikirkan,
diinginkan, dilakukan, dan juga dikuatirkan konsumen serta melakukan observasi
pada konsumen yang menaruh minat dan juga melakukan interaksi dengan
konsumen lainnya terhadap hal-hal yang mempengaruhi konsumen dalam
memilih suatu merek.
2.1.9.2 Pengukuran Variabel Inovasi Bisnis Anggota
Sherly Gunawan dan R.R. Retno Ardianti (2013) menyebutkan tiga
dimensi inovasi bisnis anggota, yaitu : kualitas, fitur dan desain. Kualitas produk
diukur dari perbaikan terhadap daya tahan produk dan mutu. Fitur diukur dari
penyempurnaan karakteristik produk, penambahan jenis atau varian produk
kemampuan atau fungsi. Sedangkan desain diukur dari perubahan dalam hal
bentuk produk, jenis bahan baku dan kemasan produk.
82
Sulistyani (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dimensi
inovasi bisnis anggota adalah manajemen, produk, dan layanan. Dimensi pertama
manajemen diukur dari seberapa jauh inovasi yang dilakukan dalam menghadapi
perubahan kondisi lingkungan organisasi. Dimensi ke dua yaitu produk dinilai
dari sejauh mana keragaman produk yang inovatif. Dimensi ke tiga layanan dinilai
dari sejauh mana inovasi koperasi dalam mengoptimalkan pelayanan
Menurut Aang Curatman, Rahmadi, Soesanty Maulany, Mastur Mujib
Ikhsani (2016) dimensi partisipasi anggota terdiri dari pemikiran-pemikiran baru,
inovasi produk, dan inovasi teknologi. Pemikiran-pemikiran baru diukur dari
sejauh mana koperasimampu menciptakan pemikiran-pemikiranbaru, ide atau
gagasan yang baru. Dimensi ke dua inovasi produk diukur dari sejauh mana koperasi
dapat menciptakan kebaruan produk-produknya, sejauh mana kecepatan anggota
dalam menuangkan ide-ide baru menjadi sebuah inovasi produk. Dimensi ke dua
adalah inovasi teknologi, sehingga mempunyai nilai tambah.
Ratih Hesty Utami Puspitasari (2015) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa dimensi inovasi bisnis terdiri dari dua yaitu inovasi pemasaran dan inovasi
produk. Dimensi pertama inovasi pemasaran diukur dari sejauh mana koperasi
dapat menciptakan kebaruan dalam pemasaran. Dimensi kedua inovasi produk
diukur dari sejauh mana koperasi dapat memperluas lini produk alternative ynag
termasuk/ tidak baru untuk perusahaan tapi dianggap baru oleh pasar, produk
yang termasuk baru baik bagi perusahaan maupun pasar.
Muhammad Arifin Mukti, dkk (2013) dalam penelitiannya mengukur
inovasi bisnis anggota melalui empat dimensi yaitu inovasi proses, inovasi
83
produk, sumber inovasi internal, dan sumber inovasi eksternal. Inovasi proses
yaitu pembaruan proses atau metode yang digunakan untuk memproduksi, melaui
penggunaan teknologi baru. Dimensi ke dua adalah inovasi produk dengan
penciptaan dan perubahan produk menjadi produk baru untuk meningkatkan
preferensi konsumen. Dimensi ke tiga sumber inovasi internal dan yang ke empat
sumber inovasi eksternal.Muhammad Arifin Mukti dkk juga menyebutkan bahwa
indikator inovasi bisnis anggota diukur dari metode baru dalam pengoperasian
dengan mengembangkan produk yang sudah ada, membeli lisensi, akuisisi,
kerjasama dengan supplier, pelanggan maupun kolaborasi denganperusahaan
lain.
Tabel 2.16
Pengukuran Dimensi Inovasi Bisnis Anggota
No
.
Peneliti Dimensi
1 Sherly Gunawan dan
R.R. Retno Ardianti
(2013)
Kualitas
Fitur
Desain
2 Sulistyani (2015) Manajemen
Produk
Layanan
3 Aang Curatman
Rahmadi
Soesanty Maulany
Mastur Mujib Ikhsani
(2016)
Pemikiran-pemikiran baru
Inovasi Produk
Inovasi teknologi
4 Ratih Hesty Utami
Puspitasari (2015) Pemasaran
Produk
5 Muhammad Arifin
Mukti. Proses
Produk,
Sumber inovasi internal dan eksternal
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
84
Sherly Gunawan dan R.R. Retno Ardianti (2013) juga menetapkan
beberapa indikator inovasi bisnis anggota yaitu perbaikan terhadap daya tahan
produk, perbaikan mutu, penyempurnaan karakteristik produk, penambahan jenis
atau varian produk, kemampuan atau fungsi, bentuk produk, jenis bahan baku, dan
kemasan produk.
Ratih Hesty Utami, mengungkapkan yang merupakan indikator inovasi
bisnis anggota adalah perluasan pemasaran produk.
Aang Curatman, Rahmadi, Soesanty Maulany, Mastur Mujib Ikhsani
(2016)mengemukakan beberapa indikator inovasi bisnis anggota yaitugagasan
baru untuk menawarkan produk yang lebih kreatif dan inovatif, kemajuan
fungsional produk dibanding pesaing Inovasi teknologi, pengembangan produk
baru dan strateginya yang efektif dan proses penggunaan teknologi baru kedalam
suatu produk.
Tabel 2.17
Pengukuran Indikator Inovasi Bisnis Anggota
No. Peneliti Indikator
1 Sherly Gunawan dan
R.R. Retno Ardianti
(2013)
Perbaikan terhadap daya tahan produk
Perbaikan mutu
Penyempurnaan karakteristik produk
Penambahan jenis atau varian produk,
Kemampuan atau fungsi,
Perubahan dalam bentuk produk
Jenis bahan baku dan kemasan produk
2 Sulistyani (2015) Pemberian informasi kepada karyawan
Koperasi melibatkan seluruh fungsi
Pelayanan pelanggan menjadi prioritas
Dalam hal terjadi perubahan, perlu diadakan
rapat, dan
Hasilnya perlu disosialisasikan
Setiap informasi dari pimpinan perlu
dikembangkan
85
No. Peneliti Indikator
Mempunyai kesepakatan untuk
menumbuhkan ide-ide untuk mencapai
prestasi
Kebebasan mengembangkan diri
Melibatkan karyawan dlm pengamblian
keputusan
Keputusan diambil secara terbuka
Dorongan pada bawahan utk
mengembangkan ide/gagasan
Memberi keterbukaan dalam menampung
ide
Berusaha untuk tanggap dan sungguh-
sungguh terhadap ide/gagasan
3 Aang Curatman
Rahmadi
Soesanty Maulany
Mastur Mujib Ikhsani
(2016)
Gagasan baru untuk menawarkan produk
yang lebih kreatif dan inovatif
Kemajuan fungsional produk Inovasi
teknologi
Pengembangan produk baru dan strateginya
yang efektif
Proses penggunaan teknologi baru kedalam
suatu produk
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
1) Inovasi Produk(Innovation Product)
(1) Perbaikan secara berkelanjutan produk anggota koperasi
(2) Menggunakan kerangka atau komponen yang sama untuk
menghasilkan modifikasi (dari produk sebelumnya)
(3) Mengembangkan produk baru yang inovatif .
2) Inovasi Proses : Meredesain proses operasi utama yang mengubah input
menjadi output untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi.
3) Inovasi Pemasaran:
Meredesain interaksi pelanggan dalam seluruh simpul kontak serta peluang
kontak dan meredefinisikan bagaimana anggota Koperasi meraih
pendapatan atau mengkreasikan sumber pendapatan berbasis inovasi.
86
4) Inovasi Manajemen :
(1) Komitmen untuk melakukan penelitian dan pengembangan inovasi
(2) Kemampuan dalam memperkenalkan inovasi.
Dalam penelitian ini digunakan dimensi dan indikator dari variable
inovasi bisnis anggota yang dapat disarikan pada tabel berikut:
Tabel 2.18
Operasionalisasi Variabel Inovasi Bisnis Anggota
Variabel Inovasi Bisnis Anggota
Konstruk: proses mengimplementasikan gagasan atas produk (baik berupa barang
/jasa), maupun metode baru dalam lingkup pekerjaan, praktik bisnis ataupun
hubungan eksternal.
Dimensi Indikator
Inovasi Produk
Perbaikan secara berkelanjutan produk anggota
koperasi
Mempergunakan komponen maupun kerangka
yang serupa untuk mengkreasikan modifikasi
(dari produk sebelumnya)
Mengembangkan produk baru berbasis inovasi .
Inovasi Proses
Meredesain proses operasi utama dalam
menttransformasikan input menjadi output untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
Inovasi Pemasaran
Meredesain interaksi pelanggan pada seluruh
simpul kontak dan peluang kontak
Meredefinisikan bagaimana anggota Koperasi
meraih pendapatan atau menghasilkan sumber
pendapatan inovatif
Inovasi Manajemen
Komitmen untuk melakukan penelitian dan
pengembangan inovasi
Kemampuan dalam memperkenalkan inovasi
Sumber: data penelitian, diolah, 2018
87
2.1.10 Kinerja Anggota
2.1.10.1 Konsep Kinerja Anggota
Pengertian umum kinerja anggota merupakan suatu usaha formal yang
dilaksanakan oleh anggota koperasi guna mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
seluruh aktivitas usaha anggota koperasi dalam periode tertentu. Untuk
mengetahui sejauh mana hasil capaian suatu perusahaan, Prieto and Revilla (2006)
mengemukakan bahwa pengukuran kinerja anggota dapat dilakukan melalui
pengukuran aspek keuangan dan non keuangan, yang diukur melalui return on
sales, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, perbaikan produktivitas kerja dan
biaya produksi. Kinerja aspek non-keuangan dapat diketahui melalui tingkat
kepuasan dan pertumbuhan pelanggan (dalam hal ini koperasi), kepuasan
karyawan, kualitas produk dan jasa serta reputasi usaha anggota.
Dapat difahami bahwa pengertian kinerja adalah suatu kondisi tingkat
capaian prestasi operasional organisasi/ perusahaan dalam periode tertentu,
dengan membandingkan berbagai ukuran atau standar yang telah ditentukan
dalam perencanaan sebelumnya. Bila dikaitkan dengan fokus penelitian ini yaitu
ingin mengetahui Kinerja Anggota Koperasi Peternak di Jawa Barat.
Tugas koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
melalui penciptaan manfaat ekonomi guna menunjang peningkatan ekonomi
anggota. Untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Sehubungan dengan hak
anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa prinsip identitas) maka anggota harus
memperoleh layanan yang optimal (anggota selaku pelanggan), dan memperoleh
manfaat ekonomi (anggota selaku pemilik usaha).
88
Disisi lain upaya peningkatan kinerja anggota adalah melalui capaian atas
sasaran dan tujuan, baik melalui peningkatan layanan ke pada Koperasi ataupun
peningkatan kemampu-labaan usaha rumah-tangga anggota koperasi untuk
memperoleh profit dari usahanya, maka anggota koperasi sebagai wirausaha
anggota perlu meningkatkan daya saing dengan berpedoman pada efisiensi dan
efektivitas dalam menjalankan usahanya. Cara terbaik untuk melaksanakan usaha
secara efisien dan efektif adalah melalui pelaksanaan sistem manajemen yang
baik. Sehingga anggota diharapkan akan berpartisipasi penuh dalam kegiatan
usahanya. Demikian koperasi harus menjalankan fungsi ekonomi yang
berhubungan dengan kegiatan usaha anggota, disamping meperoleh pada koperasi
produsen SHU. Koperasi bertindak sebagai pemasar hasil produk anggota dan
atau penyedia /pemasok input yang diperlukan anggota, demikian pula Pengurus
mengusahakan modal yang dibutuhkan oleh anggota, dan Pengawas, mengawasi
jalannya koperasi sesuai AD/ART dan Program yang sudah dirumuskan dalam
Rapat Anggota.
Anggota koperasi bernilai strategis dalam mengembangkan koperasi,
disamping berkedudukan sebagai pemilik (owner) juga pengguna jasa (user)
sehingga koperasi memiliki keunggulan komperatif dibanding perusahaan selain
koperasi. Sebagai pemilik, anggota wajib melakukan partisipasi dalam
pemupukan modal, pengendalian, dan pengambilan keputusan, dengan harapan
akan mendapat pembagian SHU yang sesuai. Disamping itu anggota diharapkan
melakukan partisipasi dalam mengoptimalkan manfaat layanan koperasi dalam
status anggota sebagai pengguna jasa (user). Terkait dengan fungsi ini anggota
89
mengharapkan untuk meraih nilai tambah yaitu manfaat ekonomi (promosi
ekonomi anggota). Dengan demikian untuk mengukur kinerja koperasi bukan
hanya dilhat dari kemampulabaan koperasi menghasilkan SHU, akan tetapi dari
upaya Koperasi mempromosikan ekonomi / usaha anggota.
Fungsi koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan anggota promosi
ekonomi usaha anggota khususnya dan masyarakat umumnya berkaitan dengan
peningkatan perekonomian secara menyeluruh. Sehubungan hal ini, Elena (2002;
70) mengemukakan bahwa promosi kegiatan dan gerakan koperasi itu sendiri
adalah prioritas. Perlu peningkatan citra koperasi melalui metode publisitas yang
memadai dan pendidikan yang ada dan potensi anggota koperasi, sehingga
manajemen koperasi tidak bisa diabaikan. Demikian pula bahwa pendidikan
berkualitas tinggi bagi anggota dan karyawan adalah investasi yang baik dan
sangat berharga tidak bisa diremehkan. Secara operasional faktor kunci
peluncuran koperasi pertama adalah pembentukan sistem yang stabil untuk
pembelian dan pemasaran produk anggotanya. Selanjutnya adalah pembentukan
jaringan dengan pengguna jasa (user). Prinsip ini sering disebut prinsip identitas
ganda sehinga koperasi memiliki keunggulan komperatif dibanding perusahaan
selain koperasi. Prioritas lainnya adalah mengembalikan posisi anggota dalam
perdagangan eceran dan meningkatkan daya saing koperasi sebagai toko eceran
mereka (Courte, M-F., et al. Ed, 2002;6). Oleh sebab itu, koperasi harus
melaksanakan tugas-tugas mengevaluasi tingkat kegiatan anggota saat ini dalam
pengadaan produk dan dalam organisasi pemasaran produk; mengevaluasi tingkat
hasil yang dapat ditawarkan oleh para anggotanya untuk pemasaran melalui
90
koperasi; meninjau status dan kapasitas fasilitas yang ada di koperasi untuk
peyimpanan dan penjualan pengadaan produk, dan mengidentifikasi pengolaan
peluang. (Courte, M-F., et al. Ed, 2002; 7).
Inpres 18/1998 perihal Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan
Koperasi mempertegas fungsi ekonomi koperasi yang pada intinya adalah setiap
orang yang berkepentingan ekonomi atau kegiatan ekonomi sama, masing-
masing dapat mendirikan koperasi menurut basis pengembangan usahanya.
Dengan demikian masyarakat diberi peluang yang luas untuk membentuk koperasi
tanpa batas wilayah kerjanya. Berdasarkan kebijakan tersebut, proses
pembentukan koperasi telah mengalami pergeseran, yang sebelumya arah
kebijakan dari atas kebawah (top-down) menjadi aspirasi dari bawah ke atas
(bottom-up).
Implikasinya adalah secara kuantitatif koperasi meningkat pesat, yang
diikuti oleh peningkatan jumlah anggota secara signifkan. Namun demikian
umumnya, peningkatan jumlah koperasi dan anggotanya belum seimbang dengan
Kinerja yang dicapai koperasi. Oleh sebab itu pertumbuhan koperasi pada
berbagai sektor ekonomi diharapkan dapat menumbuhkembangkan prakarsa dan
mengimplementasikan aspek penciptaan investasi dan kondusifitas iklim
berusaha, kerjasama yang baik antara koperasi, dunia usaha serta masyarakat dan
pemerintah, pada tingkat pusat dan daerah, agar upaya peningkatan kinerja
anggota, pengurus, pengawas, dan manajer koperasi, bisa terwujud.
Disisi lain, upaya peningkatan kinerja usaha rumah-tangga anggota
koperasi adalah pada pencapaian sasaran dan tujuan melalui peningkatan layanan
91
kepada anggota, peningkatan kemampu-labaan usaha koperasi sendiri untuk
meraih sisa hasil usaha (SHU), dan daya saing koperasi sebagai lembaga ekonomi
secara efisien dan efektif dalam meningkatkan usahanya, diantaranya melalui
pelaksanaan sistem manajemen professional dengan melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen: prencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.
Dalam organisasi koperasi, prinsip identitas memberikan kedudukan yang
strategis bagi anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi. Oleh sebab itu
diperlukan peningkatan kemampuan anggota untuk melaksanakan pengendalian
baik melalui rapat anggota maupun diluar rapat anggota, khususnya dalam
memperjuangkan hak dan kewajiban yang semakin baik sesuai Undang-Undang
Nomor.25 Tahun 1992 Perkoperasian Pasal 23 sampai dengan Pasal 28 Tentang
Rapat Anggota, dan pengendalian anggota untuk meningkatkan Kinerja koperasi,
Pasal 20. Secara operasional penilaian terhadap kineraja koperasi lebih dipertegas
lagi dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor: 22 PER/M.KUKM/IV/2008 Tentang Pedoman
Pemeringkatan Koperasi, yakni menjadi kelas: A (sangat baik), B (Baik), C
(Cukup Baik), dan D (Kurang Baik).
Bagi pemerintah, pemeringkatan Koperasi dan kriteria yang jelas, menjadi
sarana untuk menyediakan data koperasi yang lengkap dan kekinian, sehingga
dapat dipakai sebagai dasar (frame work) penetapan prioritas pengembangan
koperasi, penetapan bentuk, struktur, dan proses pembinaan jangka panjang secara
lintas sektoral dan berkelanjutan. Koperasi yang berkualitas dapat diwujudkan
melalui pembinaan yang mengandung dua upaya, yaitu dengan memberikan
92
pemeringkatan koperasi dan perbaikan Kinerja.
Lembaga usaha rumah tangga anggota juga hendaknya dikelola
sebagaimana layaknya lembaga bisnis yang efektif dan efisien dengan
menggunakan manajemen demi tercapainya tujuan yang diharapkan dan
pemertahanan tingkat produktifitas yang tinggi. Ewel Paul Roy (dalam Aman D
Hutasuhud, 2001). Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya manusia, material
dan keuangan koperasi guna mencapai prestasi yang maksimal, secara efisien dan
efektif.
Keinginan untuk berprestasi harus dimbangi dengan kemampuan dalam
menghadapi resiko yang terukur dan pertumbuhan usaha yang telah ditentukan
dalam visi usahanya (Kemp dan Verhoeven, 2002)
Woods dan Joyce (dalam Mazzarol, Tim. Et all 2009)
mengemukakan “meskupun telah banyak penelitian yang dilakukan pada
perencanaan usaha yang strategis dan proses pertumbuhan usaha, tetapi sedikit
yang mempublikasikan penelitian tentang bagaimana manajer menangani praktek
manajemen strategis. Woods dan Joyce menyarankan agar manajer usaha kecil
harus fokus pada pengembangan sistem manajerial untuk benchmark bisnis yang
digeluti terhadap praktik industri yang terbaik, waspada terhadap perbahan
lingkungan, berkomitmen untuk inovasi dan bersedia untuk mengubah atau
mengambil tindakan jika diperlukan. Disamping itu, harus mengakui pentingnya
memiliki visi strategis yang jelas untuk usaha dan kebutuhan untuk
mengkomunikasikan visi ini kepada orang lain, terutama karyawan. Namun,
sebagai manajer berusaha untuk mengkomunikasikan visi dalam jaringan yang
93
lebih luas guna mendukung pertumbuhan usaha.
Penelitian ini mengambil pendapat dari Alvarez dan Barney, 2004 (dalam
Mazzarol, Tim. Et all 2009) mengenai pentingnya penetapan sasaran /
perencanaan strategis dalam usaha anggota Koperasi. Alvarez dan Barney, 2004
mengemukakan bahwa kapasitas kewirausahaan manajemen hendaknya dapat
mengembanngkan pengetahuan komersial, dan tepat, mengidentifikasi peluang
pasar, menyeimbangkan sumber daya untuk mencapai sasaran strategis dan
keunggulan kompetitif, yang tercermin pada hasil capaian (kinerja). Kinerja
berkaitan dengan semangat anggota dalam menjalankan fungsinya secara efektif
dan efisien.
Penelitian ini mengambil pendapat James M.Higgins (1994) berkaitan
dengan perbaikan berkelanjutan dalam usaha anggota Koperasi, sebagaimana
dikemukakan oleh Irwan Rei, 2007. Jika anggota memandang perlunya komitmen
dengan sepenuh hati (engage) dalam melaksanakan fungsinya, maka kinerjanya
akan meningkat sekaligus berdampak pada peningkatan kinerja usahanya. Untuk
mewujudkan hal ini diperlukan analisis terhadap berbagai faktor yang bisa
meningkatkan kinerja usaha anggota secara signifikan. Idealnya , walaupun sulit,
usaha anggota semestinya dapat memenuhi seluruh key driver secara optiimal.
Irwan Rei memberikan solusi agar perusahaan melaksanakan survey
internal mengenai:
Faktor penunjang utama (key driver) yang relatif rendah nilainya; apa
yang prioritas untuk diperbaiki lebih dulu, yang relatif cepat dan mudah
dilakukan dan berpengaruh besar pada peningkatan motivasi dan komitmen
94
karyawan dan meningkatkan kinerja, secara berkelanjutan. (Galeri
UKMhttp://swa.co.id/2007/03)
Faktor kunci yang terkait dengan pertumbuhan perusahaan kecil yang
juga sesuai dengan dimensi kinerja yang menjadi kajian dalam penelitian ini
adalah perencanaan strategis, dan fokus usaha. Menurut Storey (dalam Mazzarol,
Tim., et al. (2009) bahwa karakteristik manajer perlu dipahami ketika
mempertimbangkan pertumbuhan perusahaan kecil, disamping karakteristik, sifat
perencanaan strategis perusahaan dan proses manajemennya yang juga penting.
Para peneliti pertumbuhan perusahaan kecil seperti Kemp dan
Verhoeven, (dalam Mazzarol, Tim., et all (2009) mengemukakan bahwa
kontribusi utama dari teori siklus kehidupan adalah pengakuan bahwa tantangan
manajerial yang dihadapi manajer bervariasi dari tahap kehidupan organisasi
berikutnya, dengan terus meningkat, lebih rumit sebagai organisasi yang tumbuh.
Oleh sebab itu manajer atau pengusaha perlu menyesuaikan perilaku manajerial
menjadi lebih formal dalam hal perencanaan operasional dan strategis, yang
akhirnya dapat mengembangkan manajemen dan fokus usaha.
Berbicara tentang faktor perilaku manajerial yang penting dikuasai
oleh wirausaha anggota Koperasi Peternak, Lennik (2004;185) mengemukakan
pengusaha yang sukses menguasai tantangan bisnis, dan menyelaraskan bisnisnya
dengan prinsip-prinsip integritas, tanggung jawab dan kasih sayang. Mazzaron,
Tim.et al. (2009) mengemukakan “Faktor yang menentukan kapasitas perusahaan
kecil untuk tumbuh adalah kompetensi manajer, orientasi usaha, kewirausahaan
dan keterampilan perencanaan strategis serta seberapa baik pengelolaan sumber
95
daya yang tersedia dapat dioptimalkan”.
Pendapat Hamper, serupa dengan yang dikemukakan Moran, Kotey dan
Meredith (dalam Mazzarol, tim et al ; 2009) bahwa alasan mengapa manajer usaha
bisa membuat keputusan untuk mengembangkan bisnis yang berfokus pada
karakter kepribadian. Terdapat hubungan antara fokus pertumbuhan dan orientasi
strategis manajer dengan karakter kewirausahaan, Contoh, terdapat hubungan
antara kinerja manajer dan orientasi pertumbuhan. Demikian pula Ornella Wanda
Maietta and Vania Sena Novkovic, Sonja., Vania Sena. 2007;44) mengemukakan
hasil empiris menunjukan bahwa usaha (anggota koperasi) mengalami perubahan
positif dalam hal efisiensi teknis dalam menyusun peningkatan kompetisi, namun
disisi lain, faktor berkurangnya modal usaha berdampak negatif pada peningkatan
persaingan dan efisiensi teknis.
Terkait dengan pengalaman menghadapi krisis multidimensi satu dekade
terakhir, Sukamdani S. Gitosardjono mengemukakan upaya dalam menjaga
kesinambungan entitas usaha, yaitu:
Hati-hati dalam menjalankan kegiatan usaha, dalam arti penerapan
tindakan harus tetap memperhitungkan kemungkinan risiko yang akan terjadi;
menetapkan standar mutu sistem operasional, kualitas produk dan pelayanan, juga
kinerja keseluruhan; melakukan manajemen usaha professional, memenuhi kaidah
good corporate governance (GCG). Yang terbukti mampu menjaga pengelolaan
perusahaan lebih profesional dan memenuhi kaidah-kaidah pembukuan. (Bisnis
Indonesia http://www.kanaka.co.id)
Hasil penelitian Jones, Derek C (dalam Novkovic, Sonja, Vania Sena.
96
Ed. (2007;5), perbedaan produktivitas diperkirakan positif mencerminkan besaran
positif pada koperasi, hal ini menunjukan ukuran keuangan dan partisipasi
anggota dalam pengambilan keputusan berpotensi membantu mengidentifikasi
sumber dari perbedaan produktivitas dimaksud. Kinerja usaha anggota koperasi
yang sehat, ditunjukkan oleh:
1) Membaiknya struktur permodalan, rasio utang jangka panjang terhadap
modal sendiri (equity capital), berbanding sama.
2) Kodisi kemampuan penyediaan dana. Yang pada prinsipnya berasal dari
anggota dalam bentuk berbagai simpanan dan penyisihan SHU yang disebut
dana cadangan. Jika terjadi kekurangan dana yang dibutuhkan, maka upaya
pengurus adalah mencari pendanaan dari pihak ketiga dalam bentuk
pinjaman.
3) Penambahan aset. Kebijakan penambahan aset memerlukan pertimbangan
yang cukup matang dan selektif berhubung kebijakan terkait dengan
investasi jangka panjang yang akan dimanfaatkan dalam pengembangan
usaha.
4) Peningkatan volume usaha yang terkait dengan usaha /kepentingan anggota,
sehingga usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha
koperasi.
5) Peningkatan kapasitas produksi dapat dilakukan dengan cara penambahan
aset, peningkatan sumber daya manusia melalui penyuluhan, diklat dan
fasilitas penunjang lainnya. Hal ini bisa terjadi pada koperasi pertanian,
koperasi perikanan/ koperasi nelayan dan lain-lain.
97
6) Peningkatan keuntungan. Sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan
koperasi, pengurus/ manajer hendaknya berusaha semaksimal mungkin
menemukan kiat-kiat agar terjadi peningkatan usaha koperasi, antara lain;
(a) Meningkatkan pelayanan dan manfaat barang sehingga harga akan
meningkat seiring dengan pertambahan nilai manfaat.
(b) Merecanakan anggaran agar bisa melakukan pengendalian biaya
usaha.
(c) Melakukan penghematan (efisiensi) biaya operasional. Hal ini bisa
dilakukan bila disertai dengan atuuran-aturan yang meningkat,
misalnya aturan pemanfaatan listrik dan air terkait dengan biaya
operasional (overhead cost), kecuali pemanfaatannya terkait dengan
operasional produksi.
Dari pembahasan tersebut disimpulkan: Konstruk Kinerja Anggota
koperasi, yaitu: hasil kerja, prestasi kerja (output) baik berupa kualitas maupun
kuantitas yang diraih anggota dalam melaksanakan pekerjaannya dalam periode
tertentu.
Tabel 2.19
Konstruk Kinerja Anggota Koperasi
No Para ahli Definisi
1. Prieto and Revilla (2006) Merupakan suatu usaha formal yang
dilaksanakan oleh anggota koperasi guna
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
seluruh aktivitas usaha anggota koperasi
dalam periode tertentu. Untuk mengetahui
sejauh mana hasil capaian suatu
perusahaan
98
No Para ahli Definisi
2 Mangkunegara (2014) Hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas
yang dicapai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung
jawabnya
3 Priansa (2014) Hasil berupa kemampuan, keahlian, dan
keingininan yang dicapai sebagai fungsi
pekerjaan / kegiatan-kegiatan tertentu
pada periode tertentu.
4 Konstruk Kinerja Anggota adalah hasil / prestasi kerja (output) berupa
kualitas / kuantitas yang dicapai anggota
dalam melaksanakan pekerjaannya dalam
periode waktu tertentu.
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
2.1.10.2 Pengukuran Variabel Kinerja Anggota
Menurut Suziana Wirmayanis (2014) ada lima dimensi kinerja anggota
yaitu kuantitas, kualitas, kerjasama, ketepatan dan kreatifitas. Kuantitas di ukur
dari jumlah produk yang di hasilkan oleh koperasi, kualitas di ukur dari sejauh
mana koperasi dapat menghasilkan produk yang berdaya saing dan kualitas SDM
koperasi. Dimensi ke tiga kerjasama diukur dari sejauh mana anggota dapat
bekerja sama dengan sesama anggota maupun pengurus. Selanjutnya dimensi
ketepatan diukur dari ketelitian anggota dalam bekerja dan memenuhi kecepatan
sesuai ketetapan waktunya, sedangkan menurut Eros Rosmiati dan Maya Sova
(2015) menyebutkan bahwa ada dua dimensi kinerja anggota yaitu kinerja tugas
dan perilaku kewarganegeraan. Dimensi pertama kinerja tugas diukur darisejauh
mana anggota mampu memperbaiki kesalahan dalam menyelesaikan
pekerjaannya, mampu memperkecil kesalahan dalam menyelesaikan
pekerjaannya, dan bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Prilaku
99
kewarganegaraan (Citizenship behavior) diukur dari sejauh mana anggota
berkontribusi terhadap pemeliharaan dan peningkatan konteks sosial dan psikologi
yang mendukung kinerja tugas.
Ratih Hesty Utami Puspitasari (2015) mengungkapkan tiga dimensi
kinerja anggota diantaranya segmentasi pasar, peningkatan volume penjualan,
dan peningkatan jumlah pelanggan. Pembagian pasar diukur dari sejauh mana
koperasi dapat bersaing dalam memasarkan produknya. Pertumbuhan penjualan
diukur dari trend kenaikan jumlah penjualan. Pertumbuhan pelanggan diukur dari
sejauh mana tingkat pertumbuhan pelanggan koperasi dalam periode waktu
tertentu, sedangkan Rita Indah Mustikowati dan Irma Tysari (2014) dalam
penelitiannya menyebutkan ada tiga dimensi kinerja anggota yaitu pertumbuhan
penjualan, pangsa pasar dan profitabilitas. Pertumbuhan penjualan diukur dari
sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan penjualannya, pangsa pasar diukur
dari sejauh mana produk koperasi mendapatkan pangsa pasar dan profitabititas
diukur dari besarnya laba yang dihasilkan koperasi dalam periode tertentu.
Menurut Daru Retnowati (2009) yang termasuk dimensi kinerja anggota
adalah kualitas SDM, permodalan dan kemitraan. Kualitas SDM diukur dari
sejauh mana kualitas SDM koperasi. Permodalan diukur dari kondisi permodalan
dan kondisi keuangan koperasi dan kemitraan diukur dari sejauh mana koperasi
dapat menjalin kemitraan dengan badan usaha lain.
Dalam penelitian ini digunakan dimensi menurut Suziana Wirmayanis
(2014) dan Daru Retnowati (2009) yaitu menjalin kerjasama atau kemitraan
dengan pihak lain.
100
Tabel 2.20
Pengukuran Dimensi Kinerja Anggota
No. Peneliti Dimensi
1 James M.Higgins Perencanaan strategis
2 Suziana Wirmayanis
(2014) Kuantitas
Kualitas
Kerjasama
Ketepatan
Kreatifitas
3 Eros Rosmiati dan
Maya Sova (2015) Kinerja Tugas
Perilaku kewarganegaraan
4 Sulistyani (2015) Pengembangan Diri
Pembagian Tugas
Pertumbuhan Penjualan
Jumlah Pelanggan
Keuntungan
5 Ratih Hesty Utami
Puspitasari (2015) Pembagian Pasar
Pertumbuhan Penjualan,
Pertumbuhan Pelanggan
6 Rita Indah Mustikowati
dan Irma Tysari (2014) Pertumbuhan Penjualan
Pangsa Pasar
Profitabilitas
7 Daru Retnowati (2009) Kualitas SDM
Permodalan
Kemitraan
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Terkait pengukuran indikator kinerja anggota koperasi, Ratih Hesty
Utami Puspitasari (2015) menyebutkan bahwa indikator kinerja anggota
diantaranya yaitu pembagian pasar, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan
pelanggan.
Tabel 2.21
Pengukuran Indikator Kinerja Anggota Koperasi
No
.
Peneliti Indikator
1 Muhammad Arifin
Mukti, Sri Lestari dan
Devani Laksmi
Indyastuti (2013)
Tingkat produktivitas; jumlah kesalahan
produk; jaminan atau garansi; biaya kualitas;
ketepatan waktu penyampaian produk kepada
konsumen
101
No
.
Peneliti Indikator
2 Suziana Wirmayanis
(2014) Mampu mengerjakan pekerjaan secara mandiri
Bekerja sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan
Memiliki ketelitian dalam bekerja
Memiliki kecepatan dalam bekerja
Mampu bekerja ekstra diluar pekerjaan yang
telah ditetapkan
Bekerja sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
3 Sulistyani (2015) Bekerja sama antar karyawan
Memberikan kesempatan kepada karyawan
untuk ikut pelatihan
Berusaha untuk meningkatkan pengetahuan
melalui kursus
Berusaha membentuk team kerja
Melakukan pembagian tugas antar karyawan
Menetapkan aturan yang baik frekuensi
pemberian perintah
Rata-rata pertumbuhan penjualan dalam
Rupiah
Prosentage pertumbuhan penjulan
dll.
4 Ratih Hesty Utami
Puspitasari (2015) Pembagian pasar
Pertumbuhan penjualan,
Pertumbuhan pelanggan
5 Rita Indah Mustikowati
dan Irma Tysari (2014) Sukses produk baru dalam pengembangan
Keuangan
Kepuasan pelanggan
Proses internal
Pembelajaran
Pertumbuhan keuntungan
6 Daru Retnowati (2009) Kualitas SDM koperasi yang unggul
Kondisi keungan koperasi yang sehat
Kerjasama koperasi dengan BUMN/ BUMS,
pengusaha, dll
Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018
Rita Indah Mustikowati dan Irma Tysari (2014) yang merupakan
indikator kinerja anggota adalah sukses produk baru dalam pengembangan,
keuangan, kepuasan pelanggan, proses internal, pembelajaran dan pertumbuhan
102
keuntungan.
Daru Retnowati (2009) dalam penelitiannya mneyebutkan bahwa
indikator kinerja anggota diantaranya adalah kualitas sdm koperasi yang unggul,
kondisi keungan koperasi yang sehat dan kerjasama koperasi dengan BUMN/
BUMS, pengusaha, dll.
Sulistyani (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa indikator
kinerja anggota adalah bekerja sama antar karyawan, memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk ikut pelatihan, berusaha untuk meningkatkan pengetahuan
melalui kursus, berusaha membentuk team kerja, melakukan pembagian tugas
antar karyawan, menetapkan aturan yang baik’ frekuensi pemberian perintah.
Dalam penelitian ini digunakan indikator kinerja anggota menurut
Sulistyani (2015) dan Daru Retnowati (2009) yaitu jumlah hubungan kemitraan /
kerjasama dengan pihak lain.
Tabel 2.22
Operasionalisasi Variabel Kinerja Anggota
Variabel Kinerja Anggota (KA) :
Konstruk : Merupakan hasil / prestasi kerja (output) berupa kualitas / kuantitas
yang diraih anggota dalam melakukan pekerjaannya dalam periode tertentu.
Dimensi Kinerja
Anggota Indikator Kinerja Anggota
Perencanaan Strategis Sasaran (Efisiensi)
Tujuan (Efektivitas)
Fokus usaha
Fokus uasaha pada peluang
Fokus biaya
Diferensiasi usaha
Sistem perbaikan
berkelanjutan
Perbaikan berkelanjutan semangat melalui motivasi
untuk rapat kelompok
Kemitraan Jumlah hubungan kemitraan
Sumber: data penelitian, diolah, 2018
103
2.2 Posisi Disertasi Dibandingkan dengan Penelitian Sebelumnya (State of
the Art)
Fokus kajian dalam studi adalah: program anggota, partisipasi anggota,
keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi, dan inovasi bisnis usaha
anggota koperasi terhadap kinerja anggota, dengan objek penelitian pada koperasi
Peternak di Jawa Barat.
Beberapa penelitian terdahulu belum ada yang melakukan penelitian
secara utuh dengan variabel program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan
usaha anggota dengan usaha koperasi, dan inovasi bisnis usaha anggota koperasi
terhadap kinerja anggota secara bersama-sama, baik secara teori maupun empiris.
Umumnya penelitian menggunakan variabel kinerja Koperasi sebagai organisasi
atau lembaga usaha, sedangkan dalam penelitian ini digunakan variabel Kinerja
Anggota Koperasi, dalam peranannya sebagai wirausaha dari usaha rumah-tangga
anggotakoperasi Peternak, sehingga berpotensi mengakselerasi inovasi bisnis
anggota koperasi yang berkelanjutan dan berdaya-saing.
Kajian ini memperlihatkan terdapatnya kebaruan dalam model penelitian
yang mempergunakan lima kombinasi variabel sekaligus, yakni variabel: program
anggota, partisipasi anggota, keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi dan
inovasi bisnis anggota serta kinerja anggota koperasi dengan kekhasan koperasi
Peternak sebagai koperasi market linkage (members’market), yang menghasilkan
konsep / model Inovasi Bisnis Anggota yang Membentuk Kinerja Anggota
Koperasi.
104
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Pengaruh Program Anggota Koperasi terhadap Kinerja Anggota
Program anggota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program
usaha dan program kerja anggota Koperasi berkesesuaian dan menunjang usaha
Koperasi(selaras dengan peran dan kedudukan anggota sebagai pemilik dan
pengguna jasa Koperasi),
Menurut A Jajang W. Mahri (2014) dalam penelitiannya tentang
masalah menurunnya kinerja Koperasi antara lain terjadi penurunan kualitas
layanan, jumlah anggota serta jumlah simpanan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kualitas layanan dan manfa’at Program Koperasi berpengaruh positif
terhadap partisipasi anggota. Berarti dengan bertambah tingginya kualitas layanan
dan manfa’at Program yang ditawarkan Koperasi, maka partisipasi anggota pun
bertambah baik.
Gambar 2.10
Hubungan Partisipasi Anggota dengan Manfa’at Program
3
4
5
Sumber : A Jajang W. Mahri, 2014; Tim Ikopin, 2000.
Hasil analisis ini sependapat dengan hasil kajian Ropke (2003), modal
Koperasi tidak memadai untuk menjaring anggota, anggota potensial serta
masyarakat. Koperasi dapat menarik jika mampu menawarkan manfa’at ekonomi
Program
koperasi yang
dirasakan
bermanfaat oleh
anggota
Kepuasan
Anggota Motivasi anggota
Partisipasi
Anggota Efektif
105
(economic benefit) untuk anggotanya. Oleh karena itu kualitas layanan menjadi
prioritas Koperasi untuk menumbuhkan rasa memiliki anggota sehingga dapat
meningkatkan partisipasi anggota yang menjadi modal dasar bagi perkembangan
koperasi.
Dalam penelitian ini, berbagai produk berbasis susu yang dihasilkan oleh
industri pengolahan susu (IPS) diantaranya : susu pasteurisasi/ sterilisasi, susu
fermentasi, es krim, caramel, mentega, kerupuk, dodol, dan tahu susu.
Meningkatnya wawasan, pengetahuan serta gaya hidup yang tumbuh di
masyarakat terhadap produk turunan susu dengan kombinasi rasa yang beraneka
ragam dan berkualitas saat ini, menjadi peluang dalam upaya menciptakankan
posisi / daya tawar produk susu sapi segar. Diversifikasi produk dan
pengembangan makanan berbahan dasar susu, merupakan hasil inovasi bisnis
anggota, berprospek baik dengan teknologi terapan dalam mengolah produk
dalam rangka meningkatkan harga jual susu dan menjadi solusi pada masalah
harga susu sapi segar yang rendah, yang diterima anggota koperasi Peternak serta
koperasi. Dengan demikian anggota Koperasi peternak sapi perah Jawa Barat
khususnya, dapat menikmati keuntungan usaha ternak dari harga produk yang
diolahnya secara optimal.
Manfaat program yang berpengaruh terhadap kinerja juga telah
mendorong Ida Ayu Febri Sugiastini dan Ni Nyoman Yuliarmi melakukan
penelitian pengaruh demokrasi anggota, permodalan, dan pemanfa’atan layanan,
terhadap keberhasilan / kinerja koperasi multi purpose serta faktor dominan yang
mempengaruhi kinerja . Hasil analisis menunjukkan bahwa: (a) demokrasi
106
anggota, permodalan, dan manfa’at layanan berpengaruh terhadap kinerja
koperasi , (b) demokrasi anggota, permodalan, dan manfa’at layanan berpengaruh
positif, signifikan pada kinerja koperasi, (c) faktor yang memberikan pengaruh
dominan pada kinerja koperasi adalah variabel manfa’at layanan.
2.4.5 Pengaruh Partisipasi Anggota terhadap Kinerja Anggota Koperasi
Riska Elanda Amilia (2014) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi,
kinerja usaha koperasi, yaitu partisipasi anggota serta permodalan. Kendala yang
dihadapi koperasi yaitu minimnya pemahaman anggota untuk berpartisipasi juga
terbatasnya permodalan yang menghambat keberhasilan kinerja koperasi.
Berdasarkan hasil uji disimpulkan bahwa permodalan berpengaruh signifikan dan
berdampak penting terhadap kinerja koperasi. Meningkatnya jumlah simpanan
anggota berarti meningkatkan permodalan sendiri sehingga koperasi mandiri.
Variabel lain yang berpengaruh terhadap kinerja koperasi, adalah : kualitas
layanan kepada anggota, pendidikan untuk anggota, persaingan dan lingkungan
bisnis, dsb).
Hasil penelitian Ni Made Krisna Sari (2016) menunjukan bahwa (a)
partisipasi anggota (b) pelayanan dan (c) permodalan memberikan pengaruh
signifikan pada kinerja usaha koperasi.
Dalam penelitian lain, Evin Nurhayati dan Kirwani (2013) menemukan
bahan partisipasi anggota merupakan kebutuhan dasar bagi usaha semua koperasi.
Partisipasi aktif anggota bisa terwujud apabila koperasi mampu memberikan
Program layanan yang diinginkan dan dibutuhkan oleh anggota.Pembayaran
simpanan wajib dan pokok selalu tepat waktu dan anggota, aktif berbelanja di
107
toko koperasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kualitas Program
layanan yang diberikan koperasi dinilai sesuai dengan harapan dan kebutuhan
anggota dan dirasakan memberikan manfa’at serta mewujudkan peningkatan
partisipasi, khususnya dibidang permodalan, dibidang organisasi dan dibidang
pemanfaatan jasa usaha koperasi. Kualitas Program layanan yang diberikan oleh
koperasi berhasil memberikan manfa’at dalam mengembangkan usaha koperasi,
terutama unit usaha simpan pinjam dan unit usaha pertokoan.
Selanjutnya Emil Fatmala dan Yanti N Muflikh (2012) mengidentifikasi,
partisipasi anggota, dan manfa’at bagi anggota KUD Puspa Mekar. Variabel
eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah visi, kapasitas, jaringan kerja,
dan sumberdaya. Variabel endogen yang digunakan adalah kinerja koperasi,
partisipasi anggota, manfaat sosial (non-ekonomi), dan manfaat ekonomi. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi
secara berurutan adalah: visi koperasi, sumberdaya, partisipasi anggota, jaringan
kerja dan kapasitas. Faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota adalah
manfa’at sosial (non-ekonomi), sedangkan manfa’at ekonomi kurang memberikan
pengaruh terhadap partisipasi anggota. Kinerja koperasi memberikan manfa’at
ekonomi yang lebih besar daripada manfa’at sosial (non-ekonomi). Partisipasi
anggota mempengaruhi kinerja koperasi . Upaya meningkatkan partisipasi
anggota dari segi manfa’at ekonomi dilakukan dengan membangun unit usaha
secara mandiri, yang sesuai dengan kebutuhan anggota. Kinerja koperasi.
mempengaruhi baik manfa’at sosial (non-ekonomi) maupun manfa’at ekonomi
para anggotanya.
108
Ria Herdhiana (2006) dalam kajiannya menyatakan, keberhasilan
koperasi tidak lepas dari partisipasi seluruh anggota baik partisipasi modal,
partisipasi dalam kegiatan usaha, maupun partisipasi dalam pengambilan
keputusan karena partisipasi anggota merupakan unsur utama dalam memacu
kegiatan dan ikatan pemersatu dalam koperasi. Untuk mencapai koperasi mandiri
antara lain dengan membuat program Koperasi yang secara operasional
senantiasa memenuhi keinginan dan kebutuhan anggota sehingga anggota akan
melakukan partisipasi efektif untuk koperasinya.
Khoiriyah, Nuraini Asriati dan Parijo (2012) berdasarkan hasil
penelitiannya menunjukkan partisipasi anggota dalam mengikuti kegiatan-
kegiatan serta usaha-usaha yang tersedia di koperasi. Sehingga membantu
kelancaraan bidang usaha koperasi karena anggota menyadari seutuhnya peran
koperasi dalam membantu mensejahterakan para anggotanya. 3) Hasil penelitian
juga membuktikan bahwa semakin tinggi partisipasi anggota yang ditunjukkan
dari indikator-indikator partisipasi anggota, antara lain: partisipasi dalam
pengambilan keputusan dalam rapat anggota, partisipasi dalam kontribusi modal,
partisipasi dalam pemanfa’atan layanan, partisipasi dalam pengawasan koperasi,
maka semakin tinggi pula keberhasilan Koperasi karyawan Dharma Khatulistiwa
PDAM kota Pontianak. Partisipasi anggota mempunyai sumbangan efektif sebesar
27,55% dan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan
Koperasi.
Banyak penelitian telah dilakukan yang menguji pengaruh partisipasi
anggota terhadap kinerja, namun dalam penelitian terdahulu yang dipotret adalah
109
pengaruh partisipasi anggota terhadap kinerja koperasi sebagai lembaga, belum
meneliti pengaruh partisipasi anggota yang berdampak pada kinerja usaha (rumah
tangga) anggota. Demikian juga penelitian mengenai inovasi bisnis anggota
terhadap kinerja anggota, masih sangat langka.
2.3.3 Hubungan Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi.
Dalam penelitian lainnya, Sam’un Jaja Raharja (2002) menemukan
bahwa asas persamaan kepentingan ekonomi anggota dalam pembentukan
koperasi dijabarkan lebih jauh dalam bentuk keterkaitan usaha anggota dengan
usaha koperasi. Maksudnya adalah keterkaitan bidang usaha koperasi dengan
kegiatan produktif anggotanya yang terintegrasi. Unit usaha produksi dikatakan
terkait apabila ada integrasi anggota koperasi sebagai pemasok, penyedia bahan
baku, atau sub kontraktor (mengerjakan sebagian pekerjaan koperasi). Pada unit
konsumsi menjadi pemasok komoditi, pada unit simpan pinjam sebagai sumber
permodalan bisnis dan pada usaha jasa sebagai bagian dari penyelenggara
kegiatan jasa tersebut. Temuan penelitiannya menunjukkan tidak semua koperasi
mengintegrasikan usahanya dengan anggota dan sebaliknya. Artinya, kegiatan
koperasi bisa juga tidak terkait dengan kegiatan usaha anggota. Kegiatan usaha
konsumsi, simpan pinjam dan jasa, pada umumnya usaha yang tidak ada
kaitannya kegiatan usaha anggota. Kegiatan yang terkait dengan kegiatan usaha
hanya ditemukan pada Koperasi produsen / produksi yang mengintegrasikan
kegiatan perolehan bahan baku, produksi dan pemasaran. Sebaliknya apabila
koperasi mendapatkan order, disebarkan kepada anggota sesuai spesifikasi
keahliannya.
110
Pada kasus Kopinkra, kegiatan usaha sebagai pemasok antara anggota
dengan koperasi terdapat dalam bentuk konsinyasi. Namun kegiatan ini bukan
model keterkaitan usaha karena; (a) sifat kegiatan tidak permanen dan tidak
terikat kontrak untuk jangka waktu tertentu; (b) kegiatan tersebut dapat dilakukan
siapa saja, termasuk non- anggota dengan perlakuan yang sama; (c) koperasi
hanya menerima komisi penjualan, (d) hal ini merupakan kegiatan temporer, tidak
termasuk strategi jangka panjang usaha koperasi.
2.3.4 Pengaruh Inovasi Bisnis Anggota terhadap Kinerja Anggota Koperasi
Menurut M. Ferichani, Darsono dan Supanggyo (2011) dalam
penelitian,yang bekerjasama dengan paraistri peternak kambing Etawa (KUBE
Adi Jaya di Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta).Dan Jomint
Company, (2011) selaku mitra usaha berhasil mengukur kualitascustomer
satisfaction terhadap produk olahan susu kambing yang lezat,bernutrisi dan
berpotensi pasar dengan 4 indikator , yaitu (rasa (taste),(tampilan appearance), (
kemasan packaging) dan contents (kandungan nutrisi). Dengan Tingkat kepuasan
terhadap contents produk es krim susu kambing etawa tinggi , sedangkan untuk
elemen lainnya tergolong moderat-tinggi, Bahkan produk susu kambing etawa ubi
ungu dapat bersaing & lebih memuaskan dari produk es krim Walls dari sisi
produk sehingga untuk menjadi usaha bersama untuk memperoleh produk hasil
diversikan yang unggul dengan sisi padat & potensi pasar.
Citra Lestari, Nawazirul Lubis, dan Widayanto (2015) melakukan
penelitiannya mengenai Pengaruh jaringan usaha, inovasi produk dan persaingan
usaha terhadap perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Unit usaha
111
dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. jaringan usaha,
inovasi produk dan persaingan usaha secara bersama-sama berpengaruh positif
dan signifikan terhadap perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah
makanan. Disarankan agar IKM makanan senantiasa meningkatkan kerjasama
dengan berbagai pihak untuk membangun jaringan usaha yang semakin luas,
meningkatkan inovasi produk serta meningkatkan daya saing sehingga IKM
makanan dapat terus berkembang di tengah arus persaingan. Nilai koefisien
determinasi sebesar 78,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik
jaringan usaha yang dibangun maka semakin baik perkembangan usahanya. (b)
Inovasi produk mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan
UMKMsebesar 70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik inovasi
produk yang dilakukan maka semakin baik perkembangan usahanya. Persaingan
usaha mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perkembangan UMKM dengan
nilai koefisien regresi sebesar -1,265 dan nilai koefisien determinasi sebesar
50,4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi persaingan usaha yang
diterjadi maka semakin rendah perkembangan usahanya. Seluruh variabel
independen, yaitu jaringan usaha, inovasi produk dan persaingan usaha secara
bersama-sama (simultan) mempengaruhi variabel dependen perkembangan
UMKM. Dari hasil analisis ditemukan bahwa variabel independen yang
memberikan pengaruh paling dominan terhadap perkembangan UMKM (variabel
dependen) adalah variabel jaringan usaha.
Menurut Ginanjar Suendro (2010) dalam penelitiannya yang
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi produk sebagai upaya
112
meniingkatkan kinerja pemasaran untuk mencapai keunggulan bersaing
berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi produk dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan
koordinasi lintas fungsi. Selanjutnya, inovasi produk yang semakin tinggi
mempengaruhi kinerja pemasaran dan meningkatkan keunggulan bersaing
berkelanjutan.
Inovasi proses maupun inovasi produk akan meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam menciptakan produk yang berkualitas. Hasil penelitian Sri
Hartini (2012) terhadap pemilik UKM mebel kayu di Jawa Timur menunjukkan
terdapatnya peran inovasi terhadap kulitas produk dan peran kualitas produk
terhadap kinerja manajemen pemasaran UKM mebel kayu di Jawa Timur.
Menurut Djoko Wintoro (2008) inovasi pemasaran penting bagi
perusahaan yang bersaing dalam basis inovasi. Tingkat inovasi pemasaran,
tergantung pada ketersediaan keuangan perusahaan. Temuan ini menunjukkan
bahwa tingkat inovasi pemasaran berdampak pada tingkat struktur modal dan
tingkat kinerja koperasi. Perusahaan dengan inovasi pemasaran yang tinggi,
menghasilkan kinerja perusahaan yang tinggi pula. Perusahaan memperoleh
imbalan yang sepadan dari kegiatan inovasi pemasaran sehingga ada insentif bagi
perusahaan untuk melakukan inovasi pemasaran secara terus menerus.
Menurut Januar Heryanto (2007) pemasaran untuk produk industri harus
menampilkan produk dan jasa sebagai tawaran dengan mutu istimewa oleh karena
itu Inovasi pemasaran merupakan sumber ide baru yang penting. Dari hasil
penelitiandiperoleh simpulan bahwa inovasi, baik produk maupun pemasaran,
113
harus dilakukan terus-menerus karena perusahaan yang membuat produk industri
menghadapi persaingan dengan perusahaan yang bekerja dengan efisien. Mereka
memproduksi barang dengan kualitas yang terus menerus diperbaiki, dengan
biaya produksi diusahakan lebih rendah dengan demikian secara keseluruhan akan
memberikan benefit bagi pembeli di pasar bisnis berupabenefit dari kualitas
produk, jaminan ketersediaan barang dan jasa, serta pengiriman yang selalu tepat
waktu dan perbaikan/service setelah barang digunakan (after sales service).
Penelitian Rahma Imaniar Setiasrik (2017) menunjukkan kinerja
pemasaran yang merupakan tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana suatu
usaha berkembang dan maju. Banyaknya industri kecil menengah batik di kota
Pekalongan yang merupakan pesaing dalam perindustrian batik, menuntut untuk
selalu berinovasi dan memperluas jaringan bisnis, untuk menjaga kesinambungan
bisnisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa inovasi produk dan network capital
berpengaruh positif terhadap kinerja pemasaranwalaupun masih terdapat sebagian
pengrajin yang merasa inovasi yang dilakukannya kurang diminati.
Karena inovasi produk yang masih belum dilakukan secara optimal
sehingga menghambat tingkat penjualan. Selain itu dari hasil uji diperoleh bahwa,
pengaruh inovasi produk, network capital terhadap kinerja pemasaran secara
simultan adalah positif dan signifikan.
Luis Andrew Abraham dan Jani Rahardjo (2015), meneliti suasana
inovasi yang berperan sebagai variabel moderator tidak secara signifikan
mendukung pengaruh internal organisasi terhadap kinerja UKM perusahaan
sepatu yang diharapkan, karena keputusan untuk melakukan inovasi sepenuhnya
114
berada pada pemilik UKM, dan karyawan hanya melakukan pekerjaan rutin yang
tidak memerlukan pengambilan keputusan mengenai pelaksanaan inovasi.
Kaitannya dengan penelitian yang penulis lakukan, hal ini dapat menjadi
masukan yang berharga, baik bagi anggota Koperasi maupun Pengurus Koperasi
bahwa persaingan produk berbahan baku susu, yang termasuk produk industri,
juga perlu mempertimbangkan inovasi Pemasaran, bila tidak ingin tertinggal oleh
pesaing.
Dalam mengkaji perihal inovasi manajemen, Sri Wilujeng dan Ida
Nuryana (2016) menyimpulkan bahwa, masyarakat (kelompok usaha olahan
susu) untuk berhasil mengembangkan usahanya melalui inovasi produk dengan
mengikuti Program pelatihan dan pendampingan alih teknologi dalam pengolahan
susumenjadi penganan, dengan aneka jenis dan rasa yang lagi kualitas bagi daya
saing.
Siti Nurjanah (2015) melakukan penelitian mengenai Inovasi manajemen
khususnya dalam persaingan global pada organisasi pendidikan dengan
kemunculan organisasi baru dan kemajuan teknologi, sehingga dibutuhkan
inovasi untuk mencapai keunggulan bersaing lembaga yang masih melakukan
manajemen berbasis saing temporer dengan menciptakan model bisnis baru,
mengembangkan layananinterface pelanggan, dan inovasi administrasi. Inovasi
terwujud bila didukung oleh kreatifitas, pengetahuan, kompetensi, dan adanya
kebutuhan masyarakat, kebijakan serta proses. Manajemen inovasi akan membuat
keunggulan sebuah organisasi suatu keadaan yang bersifat tetap, (status guo)
sehingga memunculkan kebutuhan atas keadaan baruinspiration from inspirasu
115
dari sumber sumber lain terdapatnya pembukuan & validasi dengan tidak internal
maupun eksternal.
Menurut Ernani Hadiyati (2012) dari simpulan penelitiannya yang
terkait dengan inovasi pemasaran, adalah: pengaruh signifikan kreativitas dan
inovasi secara silmutan terhadap inovasi pemasaran pada usaha kecil Keramik
Dinoyo Malang. Kreativitas dan inovasi berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap inovasi pemasaran pada usaha kecil Keramik Dinoyo Malang, dan
kreativitas berpengaruh dominan terhadap inovasi pemasaran pada usaha kecil
Keramik Dinoyo Malang.
Dari beberapa penelitian yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan
pentingnya melakukan inovasi bagi suatu perusahaan termasuk usaha para
anggota Koperasi, jika ingin usahanya berkelanjutan. Anggota koperasi dapat
mengambil inspirasi dari studi-banding atau benchmark yang dilakukan pada
usaha lain agar dapat mencapai kinerja lebih baik, maupun masukan dari
masyarakat sebagai pihak eksternal pengguna produk para anggota.
Konsep kemitraan dalam penelitian ini mengacu pada konsep kerjasama
& pembinaan kepada usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar
dengan yang membebaskan serta simbiosis mutualisme. Pola kemitraan
merupakan bentuk kerjasama antara usaha kecil dan usaha menengah atau usaha
besar (Purnaningsih 2006). Adapun beberapa alasan anggota peternak melakukan
kemitraan, yaitu: pemasarannya terjamin, tersedianya bibit sapi/benih,
peningkatan produktivitas tinggi,terdapatnya kegiatan pendampingan, peluang
bagi anggota Koperasi untuk belajar dengan peternak lain, ketersediaan pakan,
116
budidaya tanaman rumput /pakan ternak, penyuluhan hama /penyakit ternak, dan
ketersediaan dokter hewan /petugas Penyuluh pendamping dari lintas institusi /
Dinas terkait.
Penelitian Ni Made Krisna Sari (2016) pada Koperasi Dharma Sesana
Desa Lebih Kabupaten Gianyar. bahwa partisipasi anggota pelayanan permodalan
berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha.
Penelitian I Kadek Rustiana Putra, I Wayan Suwendra, Wayan Cipta
(2014) menunjukan bahwa pengaruh tersebut positif dan signifikan pada
partisipasi anggota sebagai pemilik dan pelanggan secara simultan terhadap
perolehan SHU.
Dalam rangka pembangunan pertanian dengan konsep agribisnis,
pemerintah mengeluarkan UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang
kemudian dijabarkan pada PP No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan. Aturan
tersebut antara lain ditujukan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal
dan teknologi bagi petani dilakukannya upaya, peningkatan mutu produk, dan
masalah pemasaran (Departemen Pertanian 2003). Alasan utama petani untuk
bermitra dengan perusahaan, termasuk dengan Koperasi adalah untuk pemasaran
yang berkesinambungan
Tersedianya bibit/ indukan sapi, peningkatan produktivitas dan,
tersedianya kegiatan pendampingan, terdapatnya peluang untuk belajar dari petani
lain, ketersediaan pupuk, pestisida, budidaya tanaman rumput /pakan ternak,
penyuluhan hama /penyakit ternak, dan ketersediaan dokter hewan /petugas
penyuluh pendamping dari lintas institusi / Dinas.
117
2.4 Paradigma Penelitian
Studi yang telah dipaparkan dalam kerangka pemikiran di atas
menggambarkan adanya keterkaitan antara variabel beserta indikator-
indikatornya. Paradigma penelitian yang dibuat pada penelitian ini merupakan
acuan dari kajian pustaka yang dikembangkan oleh peneliti dalam menganalisis
variabel yang diteliti. Berikut ini adalah Gambar paradigma berikut ini menjadi
dasar kajian dalam penelitian ini.
Gambar 2.11
Bagan Kerangka Pemikiran
PROGRAM
ANGGOTA
Program Kerja
Program Usaha
Bidang Usaha
PARTISIPASI
ANGGOTA
Manfaat
Permodalan
Pengambilan
Keputusan
KETERKAITAN
USAHA
ANGGOTA
DENGAN USAHA
KOPERASI
Keterkaitan
Usaha
Kontrak Usaha
INOVASI BISNIS
ANGGOTA
Inovasi Produk
Inovasi Proses
Inovasi
Pemasaran
Inovasi
Manajemen
KINERJA
ANGGOTA
Perencanaan
Strategis
Fokus Usaha
Sistem Perbaikan
Berkelanjutan
Kemitraan
118
2.5 Hipotesis Penelitian
Disusun denganhipotesis dalam penelitian iniMerujuk pada kerangka
pemikiran yang telah diuraikan, adalah sebagai berikut:
1) Program anggota, partisipasi anggota dan keterkaitan usaha anggota dengan
usaha koperasi, serta inovasi bisnis pada anggota Koperasi Peternak di
Jawa Barat sudah dijalankan dengan baik dan berhasil, sehingga kinerja
anggota Koperasi tercapai.
2) Terdapat pengaruh program, partisipasi anggota dan keterkaitan usaha
anggota dengan usaha koperasi terhadap terhadap kinerja anggota koperasi
melalui inovasi bisnis anggota
3) Terdapat pengaruh program anggota, partisipasi anggota dan keterkaitan
usaha anggota dengan usaha koperasi terhadap inovasi bisnis anggota
4) Terdapat pengaruh program anggota terhadap inovasi bisnis anggota
5) Terdapat pengaruh partisipasi anggota terhadap inovasi bisnis anggota
6) Terdapat pengaruh keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi
terhadap inovasi bisnis anggota
7) Terdapat pengaruh program anggota terhadap kinerja anggota koperasi
8) Terdapat pengaruh partisipasi anggota terhadap kinerja anggota koperasi
9) Terdapat pengaruh keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi
terhadap kinerja anggota koperasi
10) Terdapat pengaruh inovasi bisnis anggota terhadap kinerja anggota