81
27 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Secara ontologis, kajian pustaka merupakan pengumpulan berbagai literatur untuk mengkonstruksikan berbagai pandangan keilmuan yang ada dalam rangka memperdalam pengertian. Teori-teori dan konsep-konsep yang relevan akan dipaparkan untuk mengetahui secara abstrak (laten) mengenai variabel penelitian. Berdasarkan abstraksi-abstraksi yang muncul sebagai akibat logis dari kajian pustaka ini, kemudian disusun konstruk penelitian yang dapat mengungkapkan dan menalar tentang variabel penelitian secara detail dan sistematis. Agar memiliki nilai aksiologis yang tinggi, atau setidaknya dapat menghasilkan sumbangsih keilmuan dalam bidang penelitian, di dalam kajian pustaka perlu dimaktubkan teori yang bersifat makro (umum) atau biasa disebut dengan Grand Theory. Teori ini diharapkan dapat menghasilkan teori-teori baru. Kemudian, perlu juga dipersiapkan teori yang lebih terfokus pada kombinasi secara makro dan mikro atau teori mezo/menengah yang biasa dikenal dengan Middle Range Theory. Sedangkan untuk implementasi dari pendeskripsian gejala atau masalah, perlu ditentukan teori-teori yang secara mikro dapat diimplementasikan dalam konseptualisasi gejala atau masalah penelitian. Teori yang terakhir ini biasa diistilahkan dengan Applied Theory .

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2012/120130120075_2_4189.pdf · pemasaran) dapat didefinisikan sebagai sebuah perencanaan, pengkoordinasian,

  • Upload
    vongoc

  • View
    228

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

Secara ontologis, kajian pustaka merupakan pengumpulan berbagai

literatur untuk mengkonstruksikan berbagai pandangan keilmuan yang ada dalam

rangka memperdalam pengertian. Teori-teori dan konsep-konsep yang relevan

akan dipaparkan untuk mengetahui secara abstrak (laten) mengenai variabel

penelitian. Berdasarkan abstraksi-abstraksi yang muncul sebagai akibat logis dari

kajian pustaka ini, kemudian disusun konstruk penelitian yang dapat

mengungkapkan dan menalar tentang variabel penelitian secara detail dan

sistematis.

Agar memiliki nilai aksiologis yang tinggi, atau setidaknya dapat

menghasilkan sumbangsih keilmuan dalam bidang penelitian, di dalam kajian

pustaka perlu dimaktubkan teori yang bersifat makro (umum) atau biasa disebut

dengan Grand Theory. Teori ini diharapkan dapat menghasilkan teori-teori baru.

Kemudian, perlu juga dipersiapkan teori yang lebih terfokus pada kombinasi

secara makro dan mikro atau teori mezo/menengah yang biasa dikenal dengan

Middle Range Theory. Sedangkan untuk implementasi dari pendeskripsian gejala

atau masalah, perlu ditentukan teori-teori yang secara mikro dapat

diimplementasikan dalam konseptualisasi gejala atau masalah penelitian. Teori

yang terakhir ini biasa diistilahkan dengan Applied Theory .

28

Grand Theory dalam penelitian ini adalah teori-teori dari bidang ilmu

Manajemen Pemasaran yang memiliki keterkaitan dengan teori antara (Middle

Range Theory) yaitu Manajemen Pemasaran Strategis (Marketing Strategic

Management). Adapun Applied Theory yang digunakan yaitu: (1) orientasi pasar

(market orientation); (2) kapabilitas inovasi (innovation capability); (3)

penciptaan nilai (value creation); dan (4) kinerja pemasaran (market

performance). Gambar 2.1 mengilustrasikan keterkaitan teori-teori tersebut

hingga membentuk konstruk penelitian ini.

Manajemen Pemasaran

Penciptaan Nilai

Manajemen Pemasaran Strategis

Kinerja Pemasaran

Orientasi Pasar

Kapabilitas Inovasi

Gambar 2.1

Teori, Konsep, Dasar konstruk, dan Variabel Penelitian Orientasi

Pasar

Small-Medium

Enterprise

Knitting Industry

Grand Theory

Middle Range Theory

Applied Theory

TEORI KONSEP DASAR KONSTRUK

VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN

29

Menurut Plinke (2015), pemasaran bagi sebuah perusahaan (manajemen

pemasaran) dapat didefinisikan sebagai sebuah perencanaan, pengkoordinasian,

dan pengendalian dari semua kegiatan perusahaan yang ditujukan untuk pasar saat

ini dan pasar potensial dimana target perusahaan diwujudkan melalui kepuasan

jangka panjang yang dituntut oleh pelanggan. Berdasarkan definisi ini, dapatlah

ditelaah sebagai berikut:

1. Pemasok mewujudkan tujuannya melalui pemenuhan tuntutan pelanggan.

Menghasilkan kepuasan pelanggan adalah ekuivalen dengan memecahkan

masalah pelanggan. Ini berarti bahwa pemasaran berorientasi pada

pemecahan masalah.

2. Pemasaran berarti orientasi terhadap pasar. Ruangnya manajemen

pemasaran meliputi orientasi pasar dan orientasi pelanggan. Orientasi

pasar diarahkan untuk transaksi dengan pelanggan saat ini dan pelanggan

potensial.

3. Pemasaran sebagai sebuah proses mewakili aktivitas dalam jumlah dalam

perusahaan. Ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa pemasaran

juga dapat dilembagakan, misalnya perusahaan memiliki departemen

(divisi) pemasaran. Namun demikian, pemasaran tidak harus dipahami

hanya sebagai satu unit dalam struktur organisasi karena cakupannya jauh

lebih besar.

4. Sama seperti persaingan yang hanya dapat didefinisikan dalam arena pasar

tertentu, demikian juga dapat peran pemasaran hanya dapat didefinisikan

dalam hubungannya dengan arena persaingan tertentu. Dikarenakan

30

kebutuhan pelanggan bervariasi dan untuk menjamin kepuasan pelanggan

maka perusahaan perlu membuat segmen pelanggan, memperhatikan

hubungan bisnis dan mementingkan transaksi individual.

5. Pemasaran di perusahaan melibatkan analisis, perencanaan, koordinasi, dan

pengawasan kegiatan yang berorientasi pasar. Pemasaran di perusahaan

adalah proses manajemen. Pemasaran berarti mengarahkan kegiatan

perusahaan atau unit bisnis dalam lingkungan yang kompetitif, dengan

tujuan mengamankan kelangsungan hidupnya di arena tersebut.

Menurut Kotler & Keller (2012), peranan pemasaran saat ini tidak hanya

menyampaikan produk atau jasa hingga tangan konsumen tetapi juga bagaimana

produk atau jasa tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan

menghasilkan laba. Sasaran dari pemasaran adalah menarik pelanggan baru

dengan menjanjikan nilai superior, menetapkan harga menarik, mendistribusikan

produk dengan mudah, mempromosikan secara efektif serta mempertahankan

pelanggan yang sudah ada dengan tetap memegang prinsip kepuasan pelanggan.

Definisi pemasaran dapat ditemukan dalam Kotler & Keller (2012) yang

menjelaskan bahwa sebuah proses kemasyrakatan dimana individu dan kelompok

memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,

menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai

dengan orang lain.

Lebih lanjut Kotler & Keller (2012) mendefinisikan manajemen

pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan,

menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan

31

mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.

Menurut Chernev (2014), Manajemen Pemasaran Strategis (Strategic

Marketing Management ) merupakan pendekatan terstruktur untuk

mengidentifikasi, memahami, dan memecahkan masalah pemasaran. Pemasaran

strategis melukiskan suatu kerangka komprehensif untuk mengartikulasikan

strategi pemasaran kesan (sound marketing strategies) dalam memandu keputusan

bisnis yang melibatkan desain produk dan jasa, branding, harga, promosi

penjualan, komunikasi, dan distribusi. Lebih lanjut, Chernev (2014) menyatakan

bahwa konsep Manajemen Pemasaran Strategis dapat diterapkan untuk berbagai

organisasi, dari startups sampai ke market leaders yang mapan, dari produsen

kemasan-barang sampai ke penyedia layanan nilai tambah, dan dari entitas nirlaba

sampai ke korporasi berorientasi profit, termasuk perusahaan berskala kecil dan

menengah.

Pemasaran strategis merupakan bidang studi yang meneliti kemampuan

perusahaan dalam beradaptasi dan memiliki keunggulan bersaing, Menurut

Thomson (2005), unit analisis dalam manajemen strategis terdiri dari (1).

individu, (2). kelompok serta (3). sistem organisasi. Sementara itu ilmu - ilmu

lain juga berkontribusi pada Manajemen Stategis adalah (1). Pemasaran, (2).

Keuangan, (3). Sumberdaya Manusia, (4). Produksi dan (5). Bisnis.

Craven & Piercy (2013) mendefinisikan pemasaran strategis sebagai

proses dalam membangun strategi yang berbasis pada pasar. Dengan kata lain

pemasaran strategis semua penyusunan strategi yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan pasar. Selanjutnya, Craven & Piercy (2013) juga

32

menambahkan bahwa pemasaran strategis akan banyak berhubungan dengan

perubahan lingkungan bisnis yang selalu berubah dan salah satu tujuannya adalah

untuk menciptakan penciptaan nilai (Customer Value) yang superior.

Lebih lanjut, Craven & Piercy (2013) menambahkan bahwa fokus dari

pemasaran strategis adalah untuk menciptakan kinerja organisasi yang optimal

dan bukan hanya sekedar untuk meraih tingkat penjualan yang tinggi. Lebih jauh

lagi, pemasaran strategis juga berfungsi sebagai penghubung organisasi atau

perusahaan dengan lingkungan bisnisnya. Pemasaran strategis memandang

pemasaran itu sendiri sebagai tanggung jawab seluruh pihak dalam bisnis dan

bukan hanya fungsi yang terpisah dengan fungsi organisasi lainnya.

Keputusan melakukan orientasi pasar, pengembangan kapabilitas inovasi,

penciptaan nilai bagi pelanggan, juga menjadi cakupan pembahasan pemasaran

strategis meski praktik operasionalnya lebih sering dibahas dalam strategi

pemasaran. Menurut Reed (2014), perencanaan dan pengambilan keputusan

menetapkan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan pemasaran merupakan

bagian dari pendekatan holistik dalam kegiatan manajemen strategis suatu

organisasi. Namun demikian, perencanaan dan pengambilan keputusan dalam

pemasaran strategis berfokus pada penyediaan kerangka kerja untuk pengambilan

keputusan pemasaran sebagai bagian dari pendekatan berbasis luas atau holistik

bagi manajemen strategis. Kerangka kerja ini dipersiapkan bagi proses

pengambilan keputusan yang dibuat, baik di dalam maupun di luar proses-

perencanaan strategis formal. Prinsip perencanaan dan pengambilan keputusan

dalam pemasaran strategis adalah untuk memberikan strategi dengan kemampuan

33

dalam mengembangkan dan menerapkan strategi pemasaran yang efektif.

2.1.1. Orientasi Pasar (Market Orientation)

2.1.1.1. Konsep Orientasi Pasar

Sejauh mana konsep pemasaran telah diadopsi dan diimplementasikan

dalam suatu organisasi dapat disebut sebagai "orientasi pemasaran". Sany Sanuri

Mohd Mokhtar, Rushami Zien Yusoff , dan Azanin Ahmad (2014;51)

menjelaskan gagasan orientasi pasar ditemukan pada tahun 1950 ketika Drucker

pakar manajemen berpendapat bahwa pelanggan harus menjadi dasar dari suatu

organisasi dan itulah alasan mengapa perusahaan ada ketika

kebutuhan pelanggan harus menjadi “tujuan bisnis inti” perusahaan.

Kohli & Jaworski (1990;6) mendefinisikan orientasi pasar adalah generasi

keseluruhan organisasi intelijen pasar yang berkaitan dengan saat ini dan

kebutuhan pelanggan di masa depan, penyebaran intelijen seluruh departemen,

dan responsif keseluruhan organisasi untuk itu. Dari definisi tersebut diatas dapat

disimpulakan terdapat 3 (tiga) elemen kunci untuk orientasi pasar, yakni: generasi

intelijen, intelijen diseminasi; dan responsif.

Sementara itu Narver & Slater (1990;21) memandang orientasi pasar

sebagai budaya organisasi yang paling efektif dan efisien dalam membentuk

perilaku yang diperlukan untuk penciptaan nilai superior bagi pembeli dan dengan

demikian secara terus menerus membuat kinerja superior untuk bisnis. Hal ini

tentu berbeda dari konstruk yang ditawarkan oleh Kohli & Jaworski (1990),

dimana definisi diatas orientasi pasar lebih penekanannya pada perilaku yang

34

terdiri dari 3 (tiga) elemen yakni: (1) orientasi pelanggan; (2) orientasi pesaing;

dan (3) koordinasi interfungsional.

Dalam hal budaya perusahaan, orientasi pasar menurut Gray & Hooley

(2002:981) sebagai implementasi budaya perusahaan atau filsafat yang

mendorong perilaku yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyebarkan dan

menanggapi informasi tentang pelanggan, pesaing dan lingkungan yang lebih luas

dengan cara yang menambah nilai bagi pemegang saham, pelanggan dan

stakeholder lainnya. Penekanan kuncinya bahwa untuk menerapkan budaya

orientasi pasar, membutuhkan mendefinisikan ulang nilai-nilai dan misi

organisasi, pelatihan ulang dan merekrut karyawan baru, penghargaan budaya

baru dan mempertahankan nilai-nilai budaya orientasi pasar.

Njeru & Kibera (2014) mengutip pendapat Kirca et al., (2005) menyatakan

bahwa orientasi pasar adalah perusahaan yang mengimplementasikan konsep

pemasaran dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran bisnis dengan cara

menentukan kebutuhan dan keinginan pelanggan sebagai target dan mengantarkan

kepuasan pelanggan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing.

Sementara itu, Chung (2015) berpendapat bahwa orientasi pasar adalah

kapabilitas dalam tahap pembentukan strategi yang berkontribusi pada

kemampuan dalam menciptakan nilai bagi pelanggan dalam tahap implementasi

strategi yang pada gilirannya memperkuat hasil kinerja perusahaan. Analisa

tersebut mengindikasikan bahwa untuk mencapai keunggulan kompetitif atau

kinerja yang superior, tiap proses dalam tahapan strategi membutuhkan

pengembangan dari kapabilitas tertentu.

35

Oleh karena itu dalam penelitian ini orientasi pasar didefinisikan sebagai

budaya organisasi yang nilai-nilainya membantu mengembangkan perusahaan

untuk mengikuti pasar sehingga dapat menawarkan nilai yang lebih besar kepada

pelanggan, dimana hal ini merupakan kunci dari kegiatan perusahaan.

Sheppard (2011) menguraikan bahwa tinjauan literatur yang ada

menunjukkan bahwa orientasi pasar telah menarik banyak minat dari kedua

akademisi dan praktisi, dan mungkin salah satu konsep yang paling banyak

dipelajari di bidang pemasaran.

Dari semua peneliti di bidang ini mayoritas dan konsisten yang sering

digunakan satu dari empat kelompok pemimpin pemikiran orientasi pasar yang

dikemukakan oleh (1) Shapiro; (2) Narver & Slater; (3). Kohli & Jaworski, dan

(4). Deshpande, Farley, dan Webster Jr. Keempat kelompok ini secara konsisten

mempromosikan teori orientasi pasar di seluruh dunia dan fokus pada eksternal

pasar.

Dari karya empat kelompok ini memberikan dasar orientasi pasar sebagai

berikut :

1. Orientasi pasar didefinisikan sebagai urutan perilaku berbasis informasi,

dan budaya pelanggan dan orientasi pesaing dan koordinasi antar-

fungsional.

2. Orientasi pasar menempatkan prioritas tinggi pada penciptaan dan

penghantaran nilai pelanggan yang unggul (superior custumer value).

3. Orientasi pasar memberikan norma-norma perilaku untuk mengumpulkan,

berbagi dan merespon informasi pasar.

36

4. Orientasi pasar membutuhkan sistem organisasi dan proses untuk penilaian

kebutuhan pelanggan dan penyebaran intelijen pasar.

5. Orientasi pasar memerlukan struktur organisasi adaptif.

6. Orientasi Pasar membutuhkan komitmen manajemen puncak.

Masih dalam literatur yang sama Sheppard (2011) menjelaskan

penyediakan kerangka kerja disintesis orientasi pasar yang mengintegrasikan lima

perspektif yang diadosi dari pendapat Lafferty & Hult (1999) . Selanjutnya, lima

perspektif ini dapat diturunkan ke dalam empat bidang umum, berdasarkan

gambar 2.2. beberapa kesamaan yang mencerminkan kesepakatan umum untuk

apa yang merupakan pondasi dasar orientasi pasar.

Sumber: Lafferty dan Hult, (1999)

Gambar 2.2.

Conceptual Framework of Market Orientation Perspectives

37

Berdasarkan Gambar 2.2, dapat lihat bahwa pengambilan keputusan,

intelijen pasar, dan perspektif strategis disajikan sebagai suatu proses linear yang

dimulai dengan turunan atau pemanfaatan informasi, diikuti oleh penyebaran atau

digunakan dalam pengembangan strategis, yang mengarah ke tindakan perusahaan

sebagai akibat dari dua tahap sebelumnya. Untuk perspektif perilaku unik karena

setiap elemen sama pentingnya dan tidak terstruktur sebagai aliran linier. Hal ini

dapat dijelaskan bahwa intelijen pasar dan perspektif perilaku selanjutnya terkait

dalam setiap langkah dalam kecerdasan perspektif pasar yang tergabung pada

setiap tahap perspektif perilaku

Njeru & Kiberia, (2014:270), dari pendapat beberapa ahli menjelaskan

bahwa orientasi pasar dibangun dari satu dimensi yang terdiri dari tiga komponen

perilaku yang terkait erat, yaitu orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan

koordinasi interfunctional. Orientasi pelanggan bersangkutan dengan cukup

pemahaman tentang target pelanggan untuk dapat menciptakan nilai superior.

Demikian pula, Kohli & Jaworski (1990), mengandaikan bahwa fokus pada

pelanggan adalah elemen penting dalam menentukan orientasi pasar. Orientasi

pasar merupakan salah strategi pemasaran untuk mempertahankan pelanggan.

Orientasi ini dianggap sebagai implementasi konsep pemasaran dengan menitik

beratkan bahwa konsumen sebagai sumber bertahannya suatu perusahaan.

Pemasaran harus memakai konsep bagaimana perusahaan mengetahui apa yang

diinginkan pelanggan/konsumen dan memenuhinya dengan meletakkan kepuasan

serta nilai–nilai pelanggan sebagai hal yang utama dan transaksi sebagai dasar

analisis (Njeru & Kiberia, 2014).

38

Disisi lain, Kotler & Keller (2012) menambahkan output dari penerapan

konsep orientasi pasar, yaitu : (1) memuaskan pelanggan , sehingga pelanggan

akan membeli lagi, (2) pelanggan akan berbicara positif tentang organisasi, (3)

pelanggan akan memprioritaskan organisasi dibandingkan dengan perusahaan

lain. Berdasarkan pendapat pandangan tersebut, tentang penambahan oputput dari

penerapan konsep orientasi pasar, dapat disimpulkan bahwa orientasi pasar

mengandung makna bahwa keberhasilan organisasi dalam memasarkan

produknya harus berorientasi pada konsumen dengan memahami selera

konsumen, dengan tujuan membuat konsumen merasa puas dan timbul

kepercayaan konsumen terhadap produk yang diyakini kualitas maupun design

dan fitur-fitur yang tidak mengecewakan atau sesuai dengan kebutuhan

konsumen, hal ini akan membawa konsumen secara tidak langsung untuk

menceritakan kehebatan produk yang digunakan konsumen pada saat itu, untuk

diceritakan kepada konsumen lain dan mengajak konsumen untuk menggunakan

produk tersebut.

2.1.1.2.Orientasi Pasar pada Organisasi

Orientasi pasar adalah perspektif bisnis yang membuat titik fokus

pelanggan pada total operasional perusahaan. Bisnis adalah orientasi pasar dimana

budaya adalah etika dan komitmen keseluruhan terhadap keberlangsungan

penciptaan nilai pelanggan secara unggul. Orientasi pelanggan pada organisasi

secara terus menerus mengumpulkan informasi mengenai konsumen, pesaing dan

pasar; melihat informasi dari perspektif bisnis total ; memutuskan bagaimana

39

menghantarkan nilai yang unggul kepada pelanggan, dan mengambil keuntungan

pada konsumen. Sangat penting untuk melibatkan partisipasi antar fungsi dari

organisasi, dan orientasi pasar membutuhkan keterlibatan setiap orang dari

organisasi. Secara operasionalnya orientasi pasar membutuhkan fokus pada

konsumen, orientasi pesaing, dan keterlibatan antar fungsi dikeseluruhan

organisasi (Craven & Piercy, 2013).

a. Orientasi pelanggan (Customer Orientation)

Kotler & Keller (2012) menyatakan bahwa apa yang menjadi keinginan

pelanggan lebih penting dibandingkan dengan produk saat ini dijual kepada

pelanggan. Pendapat Kotler & Keller (2012) senada dengan apa yang

diungkapkan oleh Rodriguez et al., (2014: 87) mengutip dari Ruekert (1992)

mendefinisikan orientasi pelanggan adalah sejauhmana organisasi memperoleh

dan menggunakan informasi dari pelanggan, mengembangkan strategi yang akan

memenuhi kebutuhan pelanggan, dan menerapkan strategi yang dengan menjadi

responsif terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan. Selanjutnya Rodriguez et

al., (2014: 87) yang mengelaborasi dari pendapat beberapa ahli menjelaskan

bahwa orientasi pelanggan tidak hanya mengatur proses, tapi budaya yang

menekankan pelanggan sebagai pusat perencanaan strategis dan pelaksanaan dan

yang penting untuk menciptakan nilai superior bagi suatu organisasi

b. Orientasi pesaing (Competitor Orientation)

Orientasi pesaing menekankan pemahaman tentang kekuatan

dan kelemahan pesaing potensial yang ada dan pada saat yang sama

40

pemantauan perilaku pesaing untuk memenuhi kebutuhan dan potensial laten dari

target pelanggan yang diinginkan. (Njeru & Kibera, 2014)

Craven & Piercy (2013) berpendapat sebuah organisasi yang berorientasi

pasar mengakui pentingnya memahami kompetisi serta pelanggan.

“The key quetions are which competitors, and what technologies, and

whether target customers perceive them as alternate satisfiers. Superior value

requires that the sellers identify and understand the principal competitors short-

term strengths and weakness and long-term capabilitis and strategies”.

Kunci dari orientasi pesaing merupakan pengetahuan perusahaan untuk

mengidentifikasi dan memahami pesaing utama kelemahan dan kekuatan jangka

pendek dan kemampuan jangka panjang serta strategi yang digunakan. Hal ini

tentu berguna bagi keberlangsungan bisnis dari perusahaan. Shin (2012)

menunjukkan bahwa untuk memahami pesaing saat ini dan potensi, perusahaan

dapat menilai posisinya, mengembangkan strategi yang tepat, dan merespon

dengan cepat terhadap tindakan pesaing dengan tindakan yang tepat cepat dalam

jangka pendek dan pada saat yang sama memodifikasi program pemasaran dalam

jangka panjang. Kemampuan perusahaan untuk menawarkan produk

unggulan/layanan yang ditawarkan, strategi harga yang kompetitif, membedakan

saluran manajemen, komunikasi pemasaran yang unik dan kegiatan riset

pemasaran yang terus menerus dapat didukung baik oleh tingginya tingkat

orientasi pesaing yang dapat menyebabkan kinerja perusahaan yang unggul.

c. Koordinasi interfungsional (Inter-functional Coordination)

Koordinasi antar fungsi memlibatkan kaoordinasi sumber daya perusahaan

dalam menciptakan nilai superior bagi pelanggan sasaran (superior value for

41

target customers). Setiap kebutuhan dan harapan pembeli merupakan nilai bagi

perusahaan. Oleh karena itu, setiap individu dalam setiap fungsi di dalam sebuah

perusahaan berpotensi dapat berkontribusi untuk menciptakan nilai bagi pembeli.

Chen et al., (2013) menguraikan bahwa koordinasi inter atau intra organisasi

memungkinkan perusahaan untuk lebih mudah membuat, mentransfer, dan

memanfaatkan pengetahuan yang diperlukan dalam Proses pengembangan

produk. Selanjutnya, Westerlund & Rajala (2010) menjelaskan juga bahwa

koordinasi antar fungsi baik didalam maupun diliuar perusahaan dapat

menghasilkan tingkat efisiensi sumber daya bagi perusahaan yang kurang dalam

sumber dayanya. Misalnya, tingginya tingkat koordinasi antar dan intra-organisasi

dapat membantu tim proyek memiliki komunikasi yang lebih baik dan lebih halus

mengalirkan pekerjaan dalam / luar batas tim. Hal ini dapat mengurangi sumber

daya yang dibutuhkan dalam bertukar informasi dengan berbagai mitra kerja.

Dengan demikian menghemat sumber daya perusahaan, yang dapat lebih

diarahkan ke daerah yang lebih produktif dalam hal pengembangan produk baru.

Zhou et al., (2005) mengemukakan bahwa koordinasi antar fungsi dalam

organisasi harus melakukan peran sebagai berikut :

1) Mendistribusikan sumber daya perusahaan kepada unit bisnis lain yang

ada didalamnya.

2) Semua fungsi harus dimanfaatkan untuk memahami pelanggannya

3) Mendistribusikan semua informasi untuk semua fungsi

4) Semua fungsi harus diintegrasikan untuk mendukung strategi perusahaan

42

5) Semua fungsi harus memberi kontribusi dalam menciptakan nilai

pelanggan

Koordinasi antar fungsi juga menyajikan kepuasan bagi pelanggan, dimana

internal perusahaan saling berintegrasi untuk mewujudkan satu tujuan yaitu

menciptakan produk sesuai dengan keinginan dan selera pelanggan. Koordinasi

angtar fungsi mengindentifikasikan kemampuan yang dibutuhkan oleh organsasi

dalam rangka membentuk rantai nilai (value chain) yang meliputi aktivitas utama

dan aktivitas pendukung (Zhou et al., 2005) .

2.1.1.3. Dimensi Orientasi Pasar

Berdasarkan dari literatur dan beberapa hasil penelitian empirik akan

diuraikan dimensi yang digunakan pada penelitian tersebut yang selanjutnya

dijadikan landasan untuk membentuk konstruk dimensi orientasi pasar dalam

penelitian ini.

Maria del Carmen Martinez Serna, Gonzalo Maldonado Guzman dan

Sandra Yesenia Pinzon Castro (2013) yang membahas penelitian tentang

orientasi pasar pada perusahaan UKM manufaktur di Mexico menekankan pada 3

(tiga) dimensi dari orientasi pasar yaitu Customer orientation, Competence

orientation, dan Inter-functional orientation dimana ketiga dimensi ini diadopsi

dari pendapat Narver & Slater (1990). Sementara Craven & Piercy (2013)

berpendapat ada empat dimensi yang menjadi komponen penting dalam orientasi

pasar, yaitu Customer Focus, Competitor Intelligence, Cross-functional

Coordination dan Performance Implication.

43

Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Njeru. G & Kibera

(2014) tentang orientasi pasar di perusahaan tour di Kenya juga menggunakan 3

(tiga) dimensi yang diadopsi dari pendapat Naver & Slater (1990) yakni Customer

Orientation, Competitor Orientation, dan the Inter-functional Coordination.

Sementara itu, Chung (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

“Exploring a Missing link for the Market Orientation Effect on Business

Performance: The Strategic Role of Customer Value Creation Capabilities”

menekankan pada 5 (lima) dimensi sebagai elemen esensial dalam orientasi pasar

yaitu Quality Capability, Service Capability, Cost control capability, Speed

Capability dan Innovation Capability. Hussain et al., (2016) kembali

menggunakan dimensi yang dielaborasi dari pendapat Naver & Slater (1990)

dimana dimensi yang digunakan adalah Customer Orientation, Competitor

Orientation, dan the Inter-functional Coordination.

Berbagai dimensi yang telah diuraikan di atas dapat dirangkum dalam

Tabel berikut:

Tabel 2.1

Dimensi Orientasi pasar

No

Sumber Referensi

Hussain et

al., (2016)

Chung

(2015)

Njeru. G &

Kibera N.

(2014)

Craven &

Piercy (2013)

Serna,

Guzman,

and Castro

(2013)

Konstruk

penelitian

1 Customer

Orientation

Quality

Capability

Customer

Orientation

Customer

Focus

Costumer

Orientation

Customer

Orientation

2 Competitor

Orientation

Service

Capability

Competitor

Orientation

Competitor

Intelligence

Competence

Orientation

Competitor

Orientation

3 Inter-

functional

Coordinati

on

Cost

control

capability

Inter-

functional

Coordinatio

n

Cross-

functional

Coordination

Inter-

functional

Orientation

Inter-

functional

coordniation

44

No

Sumber Referensi

Hussain et

al., (2016)

Chung

(2015)

Njeru. G &

Kibera N.

(2014)

Craven &

Piercy (2013)

Serna,

Guzman,

and Castro

(2013)

Konstruk

penelitian

4 Speed

Capability

Performance

Implication

5 Innovation

Capability

Berdasarkan berbagai dimensi orientasi pasar dari berbagai ahli, maka

indikator penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 2.2

Indikator orientasi pasar

Dimensi Indikator Referensi

Orientasi

pelanggan

(Customer

Orientation)

1. Pengetahuan tentang informasi

kebutuhan pelanggan

Scanning and searching external

environement e.g customers,

competitors, suppliers, and channel

members (Chung, 2015)

2. Pengetahuan tentang informasi

keinginan pelanggan terhadap

produk rajut

Scanning and searching external

environement e.g customers,

competitors, suppliers, and channel

members (Chung, 2015)

3. kemampuan untuk menghasilkan

produk rajut berdasarkan dari

informasi pelanggan

The strategies should be developed

in such a way that they deliver value

to customers (Hussain et al., 2016) 4. kemampuan memastikan produk

rajut yang dihasilkan

berkelanjutan

The ogranization identifies the right

time for introducing a new product

in the market (Hussain et al., 2016) Orientasi pesaing

(Competitor

Orientation)

1. Kemampuan mengetahui

perkembangan produk rajut

pesaing lokal

Scanning and searching external

environement e.g customers,

competitors, suppliers, and channel

members (Chung, 2015)

2. kemampuan mengetahui

perkembangan produk rajut

pesaing dari luar negeri

Scanning and searching external

environement e.g customers,

competitors, suppliers, and channel

members (Chung, 2015)

3. Kemampuan mengetahui

kelemahan dan kelebihan dari

produk rajut pesaing

Scanning and searching external

environement e.g customers,

competitors, suppliers, and channel

members (Chung, 2015)

4. Kemampuan mengetahui

pemasaran produk rajut pesaing

Scanning and searching external

environement e.g customers,

competitors, suppliers, and channel

members (Chung, 2015)

45

Dimensi Indikator Referensi

Koordinasi

interfungsional

(Inter-functinonal

Coordination)

1. Penyebaran informasi terintegrasi

tentang pelanggan kepada

bawahan

The coordination of firm resources

and customer related activities

througout the whole firms (Hussain

et al., 2016)

2. Penyebaran informasi terintegrasi

tentang pesaing kepada bawahan

Take time to discuss competitive

strategy with other managers in our

organnization (Chung, 2015) 3. Dukungan bawahan terhadap

pelaksanaan penyebaran

informasi

Everyone who works here can

competently handle customer

queries (Chung, 2015)

Dengan demikian orientasi pasar dalam penelitian ini menggunakan 3

dimensi yakni Orientasi pasar (Customer Orientation), Orientasi pesaing

(Competitor Orientation), dan Koordinasi interfungsional (Inter-functional

Orientation) diambil dari pendapat Narver & Slater (1990) yang dielaborasi dari

tulisan artikel Chung (2015) dan Hussain et al., (2016).

Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya kemampuan para pengusaha

UKM di sentra rajut kota Bandung dalam menyerap dan memahami informasi

baik mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun kekuatan dan

kelemahan pesaing serta kemampuan untuk menyebarkan informasi tersebut ke

dalam fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan.

2.1.2. Kapabilitas Inovasi (Innovation Capability)

2.1.2.1. Konsep inovasi

Inovasi telah dikonseptualisasikan dalam berbagai cara dalam literatur.

Definisi inovasi dapat dibagi menjadi dua kategori: yang berkaitan dengan inovasi

sebagai suatu proses dan yang berkaitan dengan inovasi sebagai hasil. (Saunila,

2014:5). Hal ini dapat dilihat dari definisi inovasi yang di utarakan oleh Crossan

& Apaydin (2010:1155) yang mendefinisikan Inovasi adalah: produksi atau

46

adopsi, asimilasi, dan eksploitasi kebaruan nilai tambah di bidang ekonomi dan

sosial; pembaharuan dan pembesaran produk, jasa, dan pasar; pengembangan

metode produksi baru; dan pembentukan sistem manajemen baru. Ini adalah

proses dan hasil. Sementara itu Innovasi menurut Bessan & Tidd (2011) berasal

dari bahasa latin, in dan novvare, artinya „membuat sesuatu yang baru‟ atau

mengubah sesuatu (to change). Selanjutnya Baregheh, Rowley, Sambrook &

Davies, (2012:301). Mendefinisikan inovasi adalah Proses multistage dimana

organisasi mengubah ide menjadi produk baru/peningkatan/layanan atau proses,

dalam rangka untuk memajukan, bersaing dan membedakan dengan sukses

sehingga berhasil di pasaran.

Subramaniam & Moslehi (2013) mendefinisikan inovasi saling melengkapi

dengan kreativitas. Inovasi adalah tentang menerapkan ide-ide yang berguna dan

baru dan tentang menerapkan ide-ide kreatif dalam realitas.

Berbeda halnya dengan Weiss & Legrand (2011) yang mendefinisikan

“inovasi sebagai pengaplikasian kreatifitas untuk mencapai nilai bisnis”.

Selanjutnya dijelaskan bahwa Kata-kata inovasi sangat berbeda dengan

penggunaan kata kreatifitas (Weiss & Lengrand, 2011), ada beberapa perbedaaan

kreatifitas dan inovasi;

Kreatifitas memiliki ide baru, berhubungan atau tidak, berguna atau tidak,

diterapkan atau tidak, sementara keluaran inovasi diartikan bernilai bagi

organisasi.

Kreatifitas memiliki output yang berdiri sendiri, dan tidak memiliki

keluaran bisnis yang berkelanjutan, disisi yang lain inovasi langsung

47

diarahkan pada pencapaian keluaran yang berkelanjutan dan dapat

diimprovisasi tergantung pada apa yang diharapkan orang lakukan.

Lebih lanjut Weiss & Legrand (2011) memberikan argumentasi tentang

pendekatan pada proses inovasi dan bagaimana innovasi terjadi. Ada beberapa

aspek kunci dari proses inovasi:

Pengaplikasian proses inovasi dilakukan sudah atau sedang dilakukan pada

semua organisasi. Sebagai contoh penerapan inovasi saat bagaimana

pengembangan organisasi menciptakan penerapan strategi yang baru.

Produk dan jasa, produk manufaktur dan jasa, di yakini sebagai pendukung

fungsi internal organisasi.

Adanya ketersediaan esensi dari tujuan dan strategi bisnis.

Sebuah proses kemampuan perusahaan mengantarkan tujuan dan strategi

dengan cara yang sama seperti manufaktur, pemasaran, atau akuntansi

disediakan organisasi untuk mencapai tujuan.

2.1.2.2. Jenis dan Tingkat Inovasi

Inovasi bervariasi dari sifatnya,dalam rangka memberikan landasan kuat

untuk penelitian dan praktek dalam inovasi, telah ada cukup diskusi mengenai

kategorisasi inovasi. Bessant & Tidd, (2011) menjelaskan ada dua pendekatan

utama untuk klasifikasi inovasi yang berdasarkan masing-masing sifat atau tingkat

inovasi, dan, jenis inovasi,. Sifat atau tingkat inovasi mengacu kebaharuan atau

tingkat kebaharuan suatu inovasi. Hasil inovasi radikal dalam sesuatu yang baru,

sedangkan inkremental hasil inovasi sesuatu yang ditingkatkan. Inovasi radikal

48

yang terkait dengan perubahan mendasar, seperti produk atau proses baru, dan

sering diterapkan melalui proyek inovasi tertentu. Inovasi incremental adalah

perubahan tambahan untuk inovasi sebelumnya, seperti mengubah bahan yang

digunakan untuk membuat produk, atau meningkatkan operasi layanan.

Lebih lanjut Baregheh et al., (2012) menjelaskan dalam tulisannya banyak

klasifikasi jenis inovasi telah diusulkan selama bertahun-tahun. Model inovasi

awal dikenalkan oleh Knight (1967) yang mengusulkan inovasi pada struktur

organisasi, proses produksi, orang, dan produk / jasa. Model inovasi kedua yang

diusulkan pada 1970-an dan 1980-an mendiskusikan: administrasi, teknis,

inkremental, radikal produk, dan proses. Baru-baru ini telah diusulkan sejumlah

model integratif seperti yang di didiskusikan oleh Oke et al., (2007) yakni; Produk

(termasuk radikal dan inkremental), Jasa, dan proses (termasuk administratif,

service dan produksi). Franciss & Bessant (2005) mengidentifikasi ada 4 tipe

jenis inovasi, yakni; Posisi, proses, produk dan inovasi paradigma. Lebih

lanjutnya Bessant & Tidd, (2011) merevisi dan mendefinisikannya sebagai

berikut:

Inovasi produk, perubahan dalam hal (produk / jasa) yang ditawarkan

organisasi.

Proses inovasi, perubahan dalam cara di mana hal-hal (produk / jasa)

dibuat dan disampaikan.

Inovasi posisi, perubahan konteks di mana produk / jasa diperkenalkan.

paradigma Inovasi, perubahan dalam model mental yang mendasari apa

yang akan organisasi lakukan.

49

Lain halnya dengan pandangan Cravens & Piercy (2009:239) inovasi dapat

di klasifikasikan menurut (1) keterbaharuan pada pasar, dan (2) tingkat penciptaan

nilai pelanggan sehingga menghasilkan tipe inovasi:

Transformational Innovation; produk yang secara radikal baru dan

penciptaan nilai secara substansi.

Substantial Innovation; produk secara significant baru dan menciptakan

nilai penting bagi pelanggan.

Incremental Innovation. Produk baru yang dihasilkan dari pengembangan

kinerja atau penerimaan nilai yang lebih besar.

2.1.2.3. Kapabilitas Inovasi (Innovation Capability)

Untuk menjadi inovatif, sebuah organisasi harus mengembangkan

kemampuan inovasi. Mengelola kreativitas dan kemampuan inovasi, adalah salah

satu dasar elemen dari suatu organisasi yang inovatif. Saat ini, ketika organisasi

beroperasi di lingkungan yang tidak pasti, mengembangkan kemampuan inovasi

sangat penting untuk berhasil di masa depan (Saunila & Ukko, 2012;355).

Diabate & Benzazoua (2015:142) menyatakan bahwa peningkatan inovasi

merupakan tindakan defensif terhadap persaingan yang semakin canggih dan

sangat meningkat, disamping permintaan dan kebutuhan konsumen agar

perusahaan mengontrol dan mengurangi kenaikan biaya. Menurut Forsman &

Rantanen (2010), bagi perusahaan kecil (small enterprise), jenis inovasi yang

paling banyak dibahas adalah inovasi radikal dan inkremental, dimana inovasi

inkrementallah yang paling banyak dipelajari untuk untuk meningkatkan proses,

membuat operasi lebih efektif, meningkatkan kualitas dan penurunan biaya.

50

Sementara inovasi radikal benar-benar penawaran baru ditandai dengan

diskontinuitas dalam teknologi dan pasar.

Dalam rangka mempercepat pengembangan inovasi dalam perusahaan,

dua istilah yang saling berhubungan muncul dari literatur yang ada: kapasitas

inovasi (Innovation Capacity) dan inovasi kemampuan (Innovation Capability).

Forsman & Rantanen (2011) menjelaskan dari pendapat Szeto (2000) bahwa

kapasitas inovasi adalah sebagai perbaikan terus-menerus dari kemampuan dan

sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi

peluang untuk mengembangkan inovasi-inovasi baru. Sementara itu dalam

berbagai literatur dan penelitian, kapabilitas inovasi (innovation Capability)

memiliki banyak makna dan definisi, hal ini dapat dijelaskan pada tabel di bawah

ini.

Tabel 2.3

Definisi Kapabilitas Inovasi dari Para Ahli

Penulis Definisi/makna

Lin et al. (2010) Kapabilitas inovasi merupakan implementasi atau kreasi

baru dalam organisasi dari teknologi yang diaplikasikan ke

dalam system, kebijakan, program, produk, proses-proses

atau alat-alat maupun servis (Chang & Lee, 2008;

Damanpour & Evan, 2984)

Forsman & Rantanen (2011)

Kemampuan inovasi proses, kemampuan inovasi

pasar,kemampuan strategis inovasi, kemampuan organisasi,

kemampuan manufaktur, kemampuan jaringan, kemampuan

kewirausahaan, dan kemampuan R & D

Baregheh et al (2013) Inovasi sebagai proses multi tahap dimana organisasi

mentranformasi ide-ide menjadi produk/jasa/proses baru

atau mengembangkan produk/jasa/proses yang telah ada

dalam rangka memajukan, berkompetisi dan

mendiferensiasikan diri secara sukses dalam pasar

Toma et al. (2014) Inovasi sebagai konsep multidimensional dimana

perusahaan focus kepada produk, proses dan servis sebagai

implementasi dari modifikasi yang berlangsung secara

gradual

51

Penulis Definisi/makna

Saunila et al. (2014) Kemampuan inovasi terdiri dari aspek yang mempengaruhi

kemampuan organisasi untuk mengelola inovasi

Sumber: Lin et al., (2010), Forsman & Rantanen (2011), Baregheh et al (2013), Toma et al.

(2014), Saunila et al., (2014). Diolah untuk penelitian.

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa kapabilitas inovasi merupakan Kemampuan manajerial dan teknis dalam

mengaplikasikan ide-ide baru ke dalam proses kerja agar lebih efektif, efisien dan

produktif yang disebar ke para karyawan agar dapat menghasilkankan produk

yang dapat memenuhi tuntutan pelanggan (customer requirement), memiliki daya

saing dan mampu meningkatkan jumlah penjualan. Dari kemampuan inovasi

tersebut diharapkan pengusaha dapat menjalankan dan mengembangkan bisnisnya

dari perubahan lingkungan yang dinamik dengan kerja sama dari karyawan

(internal) maupun pelanggan, jaringan, dan pemerintah (eksternal).

Kemampuan inovasi organisasi menyatakan bahwa inovasi perusahaan tidak

hanya bersaing dengan produk atau jasa baru, melainkan dengan kemampuan unik

mereka sendiri yang mendasari kegiatan pasar produk mereka. Dibandingkan

dengan sumber daya, rutinitas dan kemampuan (capability) yang tertanam dalam

interaksi yang dinamis dari berbagai sumber pengetahuan dan lebih tegas spesifik

dan kurang dapat dipindah tangankan, sehingga mengarah ke daya saing (Saunila,

2014).

Untuk bisa menggali ukuran dari kemampuan inovasi (innovation capability)

ada istilah yang digunakan oleh beberapa ahli untuk melihat suatu kemampuan,

sebahagian peneliti dan para ahli membahas masalah kemampuan (capability) dan

sebahagian lagi (capabilities). Menurut Ngo & O‟Cass, (2013) Kemampuan

52

(capabilities) tidak berada dalam rutinitas individu tetapi muncul dari integrasi

beberapa rutinitas dan proses yang saling terkait. Ini berarti bahwa kemampuan

(capabilities) dibangun melalui pilihan manajerial dalam mengidentifikasi,

mengembangkan, dan mengintegrasikan rutinitas dan proses untuk melakukan

spesifik perilaku yang berorientasi fungsional. Hal ini diperkuat oleh tulisan

Saunila (2014) yang menyatakan bahwa kapabilitas (capability) merupakan

“kemampuan menggunakan beberapa karakteristik yang sudah tertanam dalam

sebuah perusahaan”. Dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa kapabilitas

(capability) merupakan kumpulan dari kemampuan-kemampuan (capabiities)

yang sudah ada atau tertanam dari rutinitas dan proses dari sebuah organisasi.

Kajian tentang kapabilitas inovasi dan pengukuranya dibahas dalam

penelitian Saunila & Ukko (2012) yang meneliti pada Perusahaan Menengah dan

Kecil (UKM) di Eropa, pada penelitiannya tersebut dibuat kerangka kerja untuk

pengukuran kapabilitas inovasi dan implikasinya terhadap kinerja keseluruhan

pada perusahaan khusunya pada fungsi keuangan dan operasional. Ada 3 elemen

yang terdapat dalam kapabilitas inovasi yakni:

Inovasi Potensial: Faktor mencerminkan potensi bahwa organisasi

memiliki untuk menghasilkan inovasi. Faktor-faktor tersebut antara lain:

leadership and decision-making processes; organizational structures and

communication; collaboration and external links; organizational culture

and climate; and individual creativity and know-how.

Inovasi Proses adalah sistem dan kegiatan yang membantu organisasi

untuk memanfaatkan potensi inovasi organisasi dan karena itu

53

memungkinkan inovasi. Proses inovasi tersebut antara lain; opportunity

identification; opportunity analysis; idea genesis; idea selection; and

concept and technology development.

Inovasi Hasil; merupakan aktivitas inovasi yang menjadikannya inovasi

produk/jasa dan inovasi proses. Hasil inovasi tersebut antara lain;

technical and organizational innovations; product and process

innovations; and radical and incremental innovations.

Kerangka kerja ini dibangun memberikan pedoman pada perspektif yang

harus dipenuhi ketika mengukur efek dari kemampuan inovasi. Lima perspektif

dipilih untuk kerangka: keuangan, pelanggan, proses, personil, dan kinerja

innovation.

Sumber: Saunila et al., (2012)

Gambar 2.3.

Kerangka kerja untuk pengukuran kapabilitas inovasi

dan implikasinya

Berdasarkan penelitian lainnya Saunila et al., (2014) merevisi elemen yang

terdapat dalam kapabilitas inovasi yang terdiri dari 7 (tujuh) faktor yakni;

54

1) Participatory leadership culture, Faktor pertama ini berhubungan

langsung atau tidak langsung dengan budaya organisasi yang mendukung

inovasi. Dimensi ini mencerminkan suasana keseluruhan organisasi yang

mendukung dan memotivasi inovasi, dan juga budaya kepemimpinan yang

memfasilitasi inovasi.

2) Ideation and organising structures, Faktor ini meliputi satu set item yang

berhubungan langsung dengan struktur dan sistem inovasi yang

dibutuhkan untuk sukses. Ini termasuk mengkitkan pengembangan dan

implementasi inovasi, serta cara bagaimana tugas dari pekerjaan organisasi

diorganisir.

3) Work climate and wellbeing, Faktor ini termasuk item yang mewakili

kesejahteraan karyawan dan selanjutnya iklim kerja untuk pengembangan

inovasi, termasuk kolaborasi dan nilai-nilai.

4) Know-how development, Faktor ini menyimpulkan bahwa keahlian

karyawan juga memainkan peran penting untuk pengembangan

kemampuan inovasi organisasi. Ini termasuk pemanfaatan pengetahuan

serta peningkatan keterampilan karyawan.

5) Regeneration, Faktor ini mencakup item yang mengukur kemampuan

organisasi untuk belajar dari pengalaman awal dan menggunakan

pengalaman itu untuk membuat inovasi dan mengembangkan mereka

operasi.

55

6) External knowledge, faktor ini jelas menggarisbawahi pentingnya

pemanfaatan pengetahuan tentang jaringan eksternal untuk kemampuan

inovasi organisasi secara keseluruhan.

7) Individual activity. Faktor ini mengungkapkan bahwa kemampuan inovasi

dan kegiatan individu karyawan diperlukan untuk membentuk kemampuan

inovasi keseluruhan organisasi. Faktor ini memperhitungkan karakteristik

yang terkait dengan kemampuan inovasi yang lebih tinggi dan motivasi

karyawan.

Pandangan tentang dimensi kapabilitas inovasi juga dibahas dalam

penelitian Forsman & Rantanen (2011), yang meneliti pada UKM di Eropa.

Dalam penelitiannya dikaji tentang model pengembangan inovasi melalui

kapasitas inovasi yang dibentuk dari variabel investasi R & D, kapabilitas inovasi,

dan input eksternal menjadi inovasi. Variabel kapabilitas inovasi dilihat dari 7

dimensi yang digunakan yakni: 1) Capabilities for knowledge exploitation, 2)

Entrepreneurial capabilities, 3) Risk management capabilities, 4) Networking

capabilities, 5) Development capabilities, 6) Change management capabilities, 7)

Market and customer knowledge.

Hal senada dalam pembentukan dimensi kapabilitas inovasi juga terdapat

pada kajian Narcizo et al., (2013), dalam kajiannya tersebut dikembangkan 2

premis utama yaitu: Memahami inovasi sebagai proses dan menganggap

keberadaan inovasi sebagai portofolio. Dari tulisannya dirangkai pemetaan

beberapa model dimensi dari berbagai ahli untuk pembentukan dimensi kapablitas

inovasi seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:

56

Tabel 2.4

Pengukuran Kapabilitas Inovasi

Referensi

Aiman-Smith (2005) KOC, T (2007) Forsman, H (2011)

Meaningful work;

Risk-taking culture;

Customer orientation;

Agile decision-making;

Business intelligence;

Open communication;

Empowerment;

Business planning;

Learning organization;

Company culture;

Learning organization;

Human resource;

Idea generation;

Knowledge management;

Technology focus;

Cross-functional

integration;

Knowledge

dissemination;

Capabilities for

knowledge exploitation;

Entrepreneurial

capabilities;

Risk management

capabilities;

Networking

capabilities;

Development

capabilities;

Change management

capabilities;

Market and customer

knowledge;

Sumber: Narcizo, Canen, Tammela, (2013)

Berdasarkan beberapa pemetaan pembentukan dimensional kapabilitas

inovasi, yang di rangkai oleh Narcizo et al., (2013), dapat disesuaikan

penggunaannya pada ukuran perusahaan.

Selanjutnya, Wu & Sivalogathasan (2013) melihat kapabilitas inovasi dari

sudut yang berbeda yakni dari sudut pandang kemampuan intellectual capital

sebagai value driver untuk memotivasi kemampuan inovasi dan organisasi. Dalam

penelitiannya kemampuan inovasi ditinjau dari kemampuan inovasi produk,

manajemen, dan proses. Faktor yang membentuk kapabilitas inovasi sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lin et al., (2010) dan Toma et al., (2014) membuat

konstruk kapabilitas inovasi yang memiliki relasi dengan pelanggan. Dalam

tulisannya kapabilitas inovasi dibentuk dari 5 (lima) dimensi yakni:

57

1) Inovasi produk ; adalah pengembangan dan pengenalan produk baru untuk

pasar atau modifikasi produk yang ada dalam hal fungsi, kualitas

konsistensi, atau penampilan.

2) Inovasi proses: Ini melibatkan menciptakan dan meningkatkan metode

produksi, dan adopsi unsur-unsur baru (misalnya bahan masukan, tugas

spesifikasi, arus informasi, dan peralatan) untuk proses produksi

perusahaan.

3) Inovasi Pemasaran: mengacu pada riset pasar, strategi penetapan harga,

segmentasi pasar, promosi iklan, saluran ritel, dan sistem informasi

pemasaran.

4) Inovasi Jasa: Hal ini mengacu pada keterlibatan produsen 'dalam berbagai

kegiatan inovasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, termasuk purna

jual layanan, kebijakan garansi, rutinitas pemeliharaan, dan sistem

penempatan pesanan.

5) Inovasi administrasi mengacu pada perubahan struktur organisasi atau

proses administrasi, seperti perekrutan personil, alokasi

sumber daya, dan penataan tugas, wewenang, dan manfaat.

2.1.2.4. Dimensi Kapabilitas Inovasi.

Inovasi semakin diakui memiliki kontribusi penting untuk membuat

keberhasilan organisasi, kinerja dan kelangsungan hidup. Inovasi bukan hanya

berlaku pada perusahaan besar, tetapi ini juga berlaku untuk sektor UKM

(Baregheh et al., 2012).

Lin et al., (2010) dalam penelitiannya menggunakan 5 (lima) dimensi

58

sebagai elemen penting dalam kapabilitas inovasi yaitu Innovation Produk,

Innovation Process, Innovation adminstration, Marketing Innovation, Innovation

Service. Sementara Forsman dan Rantanen (2011) menggunakan 7 (tujuh) dimensi

kapabilitas inovasi yaitu Capabilities for knowledge exploitation, Entrepreneurial

capabilities, Risk management capabilities, Networking capabilities, Development

capabilities, Change management capabilities, Market and customer knowledge

dalam penelitiannya yang berjudul “Small manufacturing and service enterprises

as innovators: a comparison by size”.

Selanjutnya Baregheh et al., (2013) menekankan pentingnya Product

innovation, Innovation Process, Innovation Position, Innovation Paradigm dalam

meningkatkan kapabilitas inovasi perusahaan. Sehingga keempat komponen

tersebut digunakan sebagai dimensi dalam penelitiannya. Sementara, penelitian

yang dilakukan oleh Toma et al., (2014) menjelaskan Innovation Produk,

Innovation Process, Innovation Management, Innovation Service, Innovation

administration sebagai dimensi dalam rangka meningkatkan kapabilitas inovasi

perusahaan.

Sementara itu, Saunila et al., (2014) dalam penelitiannya yang berjudul

“The relationship between innovation capability and performance, the moderating

effect of measurement”menekankan pentingnya 7 (tujuh) elemen yang menjadi

dimensi dalam kapabilitas inovasi yaitu Participatory leadership culture, Ideation

and organising structures, Work climate and well-being, Know-how development,

Regeneration, External knowledge dan Individual activity.

59

Berbagai referensi dan penelitian yang terkait dengan kapabilitas inovasi

telah mengungkapkan beberapa dimensi dan indikator yang digunakan oleh

peneliti sebelumnya. Uraian mengenai dimensi kapabilitas inovasi dapat dilhat

pada tabel berikut:

Tabel 2.5

Dimensi Kapabilitas Inovasi

No

Sumber Referensi

Saunila et al

(2014)

Toma

et al

(2014)

Baregheh,

et al (2013)

Forsman &

Rantanen

(2011)

Lin et al

(2010)

Kon-

struk

penelitian

1 Participatory

leadership

culture

Innovation

Produk

Product

innovation

Capabilities

for knowledge

exploitation

Innovation

Produk

Leadership

for

innovation

2 Ideation and

organising

structures

Work

Innovation

Process

innovation

Process

Entrepre-

neurial

capabilities

Innovation

Process

Individual

knowledge

and

creativity

3 climate and

well-being

Innovation

Management

innovation

Position

Risk

management

capabilities

Innovation

adminstrati

on

Innovation

climate &

culture

4 Know-how

development

Innovation

Service

Innovation

Paradigm

Networking

capabilities

Marketing

Innovation

Network

and

collaborati

on

5 Regeneration

Innova-tion

admin-

stration

Develop-ment

capabilities,

Innovation

Service

Innovation

process

6 External

knowledge

Change

manage-ment

capabilities

Innovation

result

7 Individual

activity

Market and

customer

knowledge.

Berdasarkan dimensi yang dijelaskan oleh para ahli di atas maka indikator

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

60

Tabel 2.6

Indikator Kapabilitas Inovasi

Dimensi Indikator Ukuran

Kepemimpinan

untuk Inovasi

1. Keterbukaan untuk menerima

saran dan ide dari bawahan

Appreciation of employees

knowledge and skill (Saunila et al.,

2014)

2. Kemampuan untuk memberikan

dorongan melaksanakan ide atau

cara baru pada bawahan

Encouragement (Saunila et al.,

2014)

3. Kemampuan dalam memberikan

masukan untuk pengembangan

produk

Participation of managers (Saunila

et al., 2014)

Pengetahuan dan

kreatifitas

individu

1. Kemampuan penggunaan cara

baru yang berbeda dari pesaing

Activity towards new methods or

action (Saunila et al., 2014)

2. Kemampuan untuk mengenali

dan menyebar pengetahuan baru

yang relevan dari luar lingkungan

Encouragement of acquiring

knowledge outside organisation

(Saunila, 2014)

3. Kesediaan bawahan untuk

mendukung pengembangan

produk

The employees are willing to

participate in development (Saunila,

2014)

4. Dukungan pembelanjaran

sukarela dan pengembangan

keahlian bawahan

Support for learning (Saunila et al.,

2014)

5. kesempatan yang sama untuk

memperoleh pelatihan atau

pengetahuan yang relevan

Creating possibilities for education

(Saunila et al., 2014)

6. Kemampuan penguasaan

peralatan dan tehnologi dalam

penegembangan produk

Development and deployment of new

technologies (Baregheh et al., 2013)

7. Dukungan kebebasan kreatifitas

bawahan dalam menyelesaikan

pekerjaan

Appreciation of employee knowledge

and skill (Saunila et al. 2014)

8. Keberanian menerapkan cara baru

dalam pengembangan produk

Our organization has the courage to

try new ways of action (Saunila,

2014)

Iklim Dan

Budaya

Organisasi

1. Kerjasama antar bawahan di

lingkungan perusahaan

Cooperation (Saunila et al., 2014)

2. Kesesuaian tuntutan kualitas

pekerjaan, dan tanggung jawab

terhadap tugas yang diberikan

The quality, demand and

responsibility of tasks are suitable

(Saunila, 2014)

3. Karyawan diberlakukan sama

sesuai dengan partisipasi inovasi

Mutual appreciation of all

employess (Saunila et al., 2014)

4. Pemberian penghargaan untuk

karyawan diberlakukan sama

Feedback and rewards (Saunila et

al., 2014)

Jaringan dan

kerjasama

1. Kemampuan untuk mengetahui

tentang jaringan terkait

Networking orientation (Forsman,

2011)

2. Kemampuan menciptakan Capabilities to create collaborative

relationship (Forsman, 2011)

61

Dimensi Indikator Ukuran

Kerjasama dengan jaringan

3. Kemampuan untuk menjalin

kerjasama dalam bisnis

Capabilities to exploit networks in

business (Forsman 2011)

Inovasi Proses 1. Meningkatkan proses dalam

tahapan pengembangan produk

secara keseluruhan

Continuous improvement or

enhancement of operation (Baregheh

et al., 2013)

2. Meningkatkan kualitas produk

yang melibatkan peralatan dan

tehnologi

Exploitation of information

technology to improve product

development process (Baregheh et

al., 2013)

3. Meningkatkan proses

penghantaran produk sampai

ketangan pelanggan

Our company leads innovative

distributing methods to market (Lin

et al., 2010)

Inovasi Hasil 1. Kemampuan mengembangkan

dan memperbaharui salauran

distribusi agar penghantaran

produk lebih efektif.

Our company leads innovative

distributing methods to market (Lin

et al., 2010)

2. Kemampuan menciptakan pasar

baru

Capabilities to expand new market

(Forsman, 2011)

3. Penciptaan pengembangan

produk dan produk baru

Continuous improvement or

enhancement of product &

Development of Radical new product

(Baregheh et al., 2013)

Berdasarkan identifikasi konsep kapabilitas inovasi serta pengamatan

terhadap kondisi fenomena kekurangan inovasi di sentra rajut Kota Bandung,

maka dimensi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Kepemimpinan

untuk inovasi (Leadership for innovation), Pengetahuan dan kreativitas individu

(Knowledge and individual creativity), Budaya dan iklim organisasi

(Organisational culture and climate), Jaringan dan kerjasama (Networking &

collaboration), Inovasi proses (Innovation Process), serta Inovasi hasil

(Innovation Result). Dimensi dan indikator penelitian ini dielaborasi dari

penelitian Lin et al., (2010), Forsman & Rantanen (2011), Baregheh et al.,

(2013) dan Saunila et al., (2014) karena kondisi usaha kecil dan menengah

tempat penelitian dilakukan sesuai dengan kondisi yang dilakukan di sentra rajut

62

Kota Bandung baik kondisi internal maupun eksternal dimana pendidikan dan

keahlian yang dimiliki masih relatif rendah sehingga belum mampu

mengoptimalkan berbagai kapabilitas inovasi yang dimiliki.

2.1.3. Penciptaan Nilai (Value Creation)

Penciptaan nilai (Value Creation) telah muncul sebagai topik yang sering

dibahas selama dua dekade terakhir. Para ahli mencari faktor nilai (value driver)

baik dari teoritis dan empiris perspektif yang berkontribusi terhadap proses

pengambilan keputusan (Shakina & Molodchik, 2014:88).

Dalam pemasaran, nilai telah didefinisikan dalam kaitannya dengan

kepemilikan barang dan disebut sebagai trade-off (pertukaran) antara manfaat

yang diperoleh dari kepemilikan dan pengorbanan yang dilakukan untuk

memperoleh kepemilikan. Konsepsi nilai mengasumsikan nilai yang terkandung

dalam produk dan jasa, menciptakan nilai terkait dengan mengungkap kebutuhan,

merancang solusi, memproduksi solusi dan mentransfer solusi ini kepada

pelanggan dalam pertukaran untuk sesuatu yang lain (La Rocca & Snehota, 2014).

Selanjutnya Lindman (2013;40) dalam penelitiannya mendefinisikan

penciptaan nilai (value creation) adalah kemampuan sebuah perusahaan untuk

menciptakan dan menghantarkan nilai dengan manajemen yang efektif dari supply

chain, jaringan bersama, atau hubungan pelanggan yang membentuk sumber

utama penciptaan nilai.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas, maka penciptaan nilai dalam

penelitian ini didefiniskan sebagai kemampuan untuk menciptakan, menyediakan,

63

dan menghantarkan nilai dengan menajemen yang efektif dari supply chain,

jaringan bersama atau hubungan pelanggan yang membentuk sumber utama nilai

yang unggul sehingga meningkatkan kinerja organisasi.

Dapat dipahami bahwa tujuan dari setiap bisnis adalah untuk menciptakan

nilai bagi pelanggan, karyawan, dan investor, dan bahwa kepentingan dari tiga

kelompok yang terkait erat. Oleh karena itu, nilai berkelanjutan tidak dapat dibuat

untuk satu kelompok kecuali diciptakan untuk mereka semua. Fokus pertama

harus menciptakan nilai bagi pelanggan, tapi ini tidak dapat dicapai kecuali

karyawan yang tepat dipilih, dikembangkan, dan dihargai, dan kecuali investor

menerima pengembalian yang menarik secara konsisten (Ruu Lin & Jerry Lin,

2006). Beberapa peneliti menganalisis penciptaan nilai dari apa yang disebut

perspektif fungsionalis. Premis yang mendasari dasar dalam pendekatan ini adalah

bahwa perusahaan dapat melaksanakan serangkaian fungsi yang menciptakan nilai

bagi rekanan dan konsumen mereka (Sanchez et al., 2008).

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa nilai

adalah manfaat dari sebuah produk baik barang maupun jasa yang dibandingkan

dengan pengorbanan (biaya) yang dikeluarkan pelanggan untuk memilikinya.

Persepsi nilai bagi pelanggan menjadikan alternatif untuk mendapatkan tawaran

produk yang lebih unggul pada pasar. Hal ini senada dengan pendapat Kotler &

Keller (2009;136) menegaskan bahwa; nilai yang dipersepsikan pelanggan (CPV-

Customer Perceived Value) adalah selisih antara penilaian pelanggan prospektif

atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran terhadap alternatifnya. Total

manfaat pelanggan (total cutomer Benefit) adalah nilai moneter kumpulan

64

manfaat ekonomi, fungsional dan psikologis yang diharapkan pelanggan dari

suatu penawaran pasar yang di sebabkan oleh poduk, jasa, personel dan citra yang

terlibat. Total biaya pelanggan (total customer cost) adalah kumpulan biaya yang

dipersepsikan yang diharapkan pelanggan untuk dikeluarkan dalam mengevaluasi,

mendapatkan, menggunakan dan menyingkirkan suatu penawaran pasar termasuk

biaya moneter, waktu, energi dan psikologis. Penjelasan ini dapat digambarkan

pada gambar berikut:

Gambar 2.4

Determinan Nilai yang dipersepsikan pelanggan

Nilai yang

dipersepsikan

pelanggan

Total manfaat

pelanggan

Total biaya

pelanggan

Manfaat produk Biaya moneter

Manfaat jasa Biaya waktu

Manfaat personel Biaya energi

Manfaat citra Biaya psikologis

65

Berdasarkan gambar diatas dapat diilustrasikan nilai yang di persepsikan

pelanggan di dasarkan pada selisih antara apa yang di dapatkan pelanggan dan apa

yang ia berikan kemungkinan pilihan yang berbeda. Pelanggan mendapatkan

manfaat dan menanggung biaya pemasaran dapat meningkatkan nilai penawaran

pelanggan melalui beberapa kombinasi peningkatan manfaat ekonomi, fungsional

atau emosional.

2.1.3.1. Proses Penghantaran Nilai

Kotler & Keller (2009) menjelaskan bahwa dalam proses penghantaran

nilai, urutan penciptaan dan penghantaran nilai dapat dibagi menjadi tiga fase.

Fase pertama memilih nilai, merepresentasikan „pekerjaan rumah‟ pemasaran

yang harus dilakukan sebelum produk dibuat. Staf pemasaran harus

mensegmentasikan pasar, memilih sasaran pasar yang tepat, dan mengembangkan

penawaran positioning nilai. Rumus “segmentasi, penentuan sasaran, positioning

(STP)” adalah inti dari pemasaran strategis. Setelah unit bisnis memilih nilai, fase

kedua adalah menyediakan nilai. Pemasar harus menentukan fitur produk tertentu,

harga, dan distribusi. Tugas dalam fase ketiga adalah mengomunikasikan nilai

dengan mendayagunakan tenaga penjualan, promosi penjualan, iklan, dan sarana

komunikasi lain untuk mengumumkan dan mempromosikan produk. Setiap fase

nilai ini mempunyai implikasi biaya. Yang menjadi masalah adalah bahwa proses

penghantaran nilai dimulai sebelum produk ada dan masih berlanjut ketika produk

itu dikembangkan, juga setelah produk itu tersedia.

Nirmalya Kumar dari London Business School mengedepankan

pendekatan “3V” terhadap pemasaran: (1) mendefinisikan segmen nilai (value

66

segment) atau pelanggan (dan kebutuhan mereka); (2) mendefinisikan proporsi

nilai (value proposition); dan (3) mendefinisikan jaringan nilai (value network)

yang akan menghantarkan pelayanan yang menjanjikan. Frederick Webster dari

Dartmouth memandang pemasaran berdasarkan: (1) proses pendefinisian nilai

seperti riset pasar dan analisis dari perusahaan; (2) proses pengembangan nilai

yang meliputi pengembangan produk baru, strategi pengadaan, dan pemilihan

vendor; dan (3) proses penghantaran nilai seperti iklan dan pengelolaan distribusi

(Kotler & Keller, 2009).

Masih dalam literatur yang sama Kotler & Keller (2009) menjelaskan

Michael Porter dari Harvard menyatakan rantai nilai (value chain) sebagai alat

untuk mengidentifikasi cara menciptakan lebih banyak nilai pelanggan. Menurut

model ini, setiap perusahaan merupakan sintesis dari beberapa kegiatan yang

dilaksanakan untuk merancang, memproduksi, memasarkan, menghantarkan, dan

mendukung produknya. Rantai nilai mengidentifikasi Sembilan kegiatan yang

secara strategis relevan–lima kegiatan primer dan empat kegiatan pendukung-

yang menciptakan nilai dan budaya dalam bisnis yang spesifik.

Gambar 2.5

Model Rantai nilai sebagai alat untuk mengidentifikasi cara menciptakan

lebih banyak nilai pelanggan

INFRASTRUKTUR PERUSAHAAN

MANAJEMEN SDM

PENGEMBANGAN TEHNOLOGI

PEROLEHAN

LOGISTIK OPERASI LOGISTIK PMSRN & PELAYANAN

MASUK KELUAR PENJUALAN

67

Kegiatan Primer adalah (1) logistic ke dalam, atau memasukan bahan

dalam bisnis; (2) operasi atau mengubah bahan menjadi produk akhir; (3) logistic

keluar atau mengirimkan produk akhir; (4) memasarkan produk, yang meliputi

kegiatan penjualan, dan; (5) memberikan layanan produk. Kegiatan Pendukung

meliputi (1) Pengadaan; (2) pengembangan teknologi; (3) manajemen sumber

daya manusia, dan; (4) infrastruktur perusahaan dditangani oleh departemen

khusus. Infrastruktur perusahaan mencakup biaya menejemen umum,

perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, dan hubungan pemerintah.

Tugas perusahaan adalah mempelajari biaya dan kinerja dalam setiap

kegiatan penciptaan nilai dan mencari cara untuk meningkatkannya. Manajer

harus memperkirakan biaya dan kinerja pesaing mereja sebagai tolak ukur yang

akan dibandingkan dengan biaya dan kinerja mereka sendiri.

2.1.3.2. Orientasi Pemasaran Holistik dan Nilai Pelanggan

Orientasi pemasaran holistik juga dapat membantu menangkap nilai

pelanggan. Salah satu pandangan pemasaran holistic melihatnya sebagai

“pengintegrasian kegiatan eksplorasi nilai, penciptaan nilai, dan penghantaran

nilai dengan tujuan membantu hubungan jangka panjang yang benar–benar

memuaskan dan kesejahteraan bersama diantara semua pihak utama yang

berkepentingan. Menurut pandangan ini, pemasar holistik meraih keberhasilan

lewat pengeolaan rantai nilai unggul yang menghnatrakan tingkat kualitas produk,

pelayanan, dan kecepatan tinggi. Pemasar holistik mencapai pertumbuhan yang

menguntungkan dengan memperluas pangsa pelanggan, membangun loyalitas

pelanggan, dan menangkap nilai seumur hidup pelanggan. gambar 2.6, kerangka

68

kerja pemasaran holistic, memperlihatkan bagaimana interaksi antara peran actor

yang relevan dan aktivitas berbasis nilai membantu menciptakan,

mempertahankan, dan memperbaharui nilai pelanggan.

Gambar 2.6

Kerangka Kerja Pemasaran Holistik

Kerangka kerja pemasaran holistik dirancang untuk menghantarkan tiga

manjemen kunci:

1. Eksplorasi nilai – bagaimana perusahaan dapat mengidentifikasi

peluang nilai baru?

Fokus

Pelanggan

Jaringan

kolaboratif

Kompetensi

inti

Eksplorasi

nilai

Penghantara

n nilai

Penciptaan

nilai

Ruang

Kognitif

Manajemen

mitra bisnis

Manajemen

sumber daya

internal

Manajemen

hubungan

pelanggan

Mitra bisnis Wilayah

bisnis

Manfaat

pelanggan

Ruang

kompetensi Ruang

sumber daya

69

2. Penciptaan nilai – bagaimana perusahaan dapat menciptakan penawaran

nilai baru yang lebih menjanjiakn secara efisien?

3. Penghantaran nilai – bagaimana perusahaan menggunakan kapabilitas

dan infrastrukturnya penawaran nilai baru secara lebih efisien?

Mari kita lihat bagaimana pemasaran dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan itu.

Eksplorasi Nilai menemukan peluang nilai baru adalah maslaah memahami

hubungan antara tiga ruang: (1) ruang kognitif pelanggan; (2) ruang kompetensi

pelanggan; (3) ruang sumber daya kolaborator. Ruang kognitif pelanggan

mencerminkan kebutuhan lama dan laten serta meliputi dimensi seperti kebutuhan

partisipasi, stabilitas, kebebasan, dan perubahan. Kita dapat menggambarkan

ruang kompetensi perusahaan berdasarkan lebarnya lingkup bisnis luas versus

terfokus; dan dalamnya- kemampuan berbasis fisik versus berbasis pengetahuan.

Ruang sumber daya kolaborator mencakup kebijakan horizontal, dengan mitra

yang dipilih dengan kemmapuan mereka untuk mengeksploitasi peluang pasar

yang berhubungan, serta kemitraan kemitraan vertikal, dengan mitra yang dapat

melayani penciptaan nilai perusahaan.

Penciptaan Nilai keahlian menciptakan nilai bagi pemasar meliputi

pengidentifikasian manfaat pelanggan baru dari pandangan pelanggan;

pemanfaatan kompetensi inti dari wilayah bisnisnya; dan pemilihan serta

pengelolaan mitra bisnis dari jaringan kolaborasinya. Untuk menciptakan manfaat

pelanggan baru, pemasar harus memahami pikiran pelanggan, keinginan,

70

tindakan, dan kekhawatiran pelanggan serta meneliti siapa yang dikagumi

Pelanggan dan berinteraksi dengannya, serta siapa yang mempengaruhi mereka.

Penghantaran Nilai penghantaran nilai sering berarti melakukan investasi

penting dalam infrastruktur dan kemampuan. Perusahaan harus memiliki

kecakapan dalam hal manajemen pelanggan, manajemen sumber daya internal,

dan manajemen kemitraan bisnis. Manajemen hubungan pelanggan

memungkinkan perusahaan menemukan siapa pelanggan mereka, bagaimana

pelanggan mereka berperilaku, dana pa yang pelanggan mereka butuhkan atau

inginkan, manajemen hubungan pelanggan juga memungkinkan perusahaan

merespon secara tepat, kohernes, dan cepat berbagai peluang pelanggan. Agar

mampu merespon secara efektif, perusahaan memerlukan manajemne sumber

daya internal untuk mengintegrasikan proses bisnis utama, seperti pemrosesan

pesanan, buku besar umum, penggajian, dan produksi, dalam satu keluarga modul

piranti lunak. Terakhir, manajemen kemitraan bisnis memungkinkan perusahaan

menangani hubungan kompleks dengan mitra dagangannya untuk mendapatkan,

memroses, dan menghantarkan produk.

2.1.3.3. Inovasi Sebagai Proses Customer-Driven

Penciptaan nilai juga dapat dilakukan melalui inovasi, Craven & Piercy

(2009) membahas tentang kesempatan produk baru yang ditawarkan sebagai nilai

unggul secara total pada konsumen dari inovasi baru pada perbaikan inkremental

dalam produk yang ada. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan nilai

informasi penting kepada konsumen pada penekanan kesempatan pengembangan

produk baru.

71

Segmen pasar dianalisis dan diidentifikasi membantu menemukan segmen

untuk kesempatan penawaran produk baru bagi organisasi. Sasaran analisis nilai

pelanggan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari:

1. Produk baru

2. Memperbaiki produk yang ada

3. Memperbaiki proses produksi produk

4. Memperbaiki dukungan layanan

Maksud dari pengidentifikasian kebutuhan tersebut adalah untuk

menemukan gap antara harapan pembeli dan tingkat apa yang mereka butuhkan.

Pendekatan market-driven ini untuk membantu perencanaan produk dalam

menghindari ketidaksesuaian antara teknologi dan kebutuhan konsumen.

2.1.3.4. Dimensi Penciptaan Nilai

Referensi dari berbagai sumber dan penelitian terkait penciptaan nilai

(value creation) telah mengungkapkan berbagai dimensi dan indikator yang

digunakan oleh peneliti sebelumnya. Kotler & Keller (2013) berpendapat bahwa

tiga dimensi penting dalam penciptaan nilai adalah benefit customer, business

area dan bussines partner/network. Craven & Piercy (2013) mengungkapkan tiga

dimensi penciptaan nilai yaitu market sensing capabilities, customer linking

capabilities dan aligning structure and process.

Selanjutnya, Herkovits, Grijalbo, dan Tafur (2013) menggunakan tiga

dimensi penciptaan nilai dalam penelitiannya yaitu New Products & Services,

Complementary & Leveraging Technologies dan Virtuous Ecosystem. Sementara

La Rocca & Snehota (2014) menyatakan bahwa dimensi penciptaan nilai terdiri

72

dari Networked Sales Organisation, Architecture of Collaboration dan Distributed

Knowledge System.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Chung (2015) dalam

penelitiannya yang berjudul “Exploring a Missing Link for the Market

Orientation Effect on Business Performance: The Strategic Role of Customer

Value Creation Capabilities” menggunakan lima dimensi dalam penciptaan nilai

yaitu Quality Capability, Service Capability, Cost Control Capability, Speed

Capability dan Innovation Capability.

Uraian dimensi penciptaan nilai dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.7

Dimensi Penciptaan Nilai

No

Sumber Referensi

Chung

(2015)

La Rocca &

Snehota (2014)

Herskovits,

Grijalbo, &

Tafur (2013)

Craven &

Piercy

(2013)

Kotler

&

Keller

(2013)

Konstruk

penelitian

1 Quality

Capability

Networked Sales

Organisation

New Products

& Services

Market

Sensing

Capabilities

Benefit

Custome

r

Benefit

Customer

2 Service

Capability

Architecture of

Collaboration

Complementary

& Leveraging

Technologies

Customer

Linking

Capabilities

Bussines

Area Bussines

Area

3 Cost

control

capability

Distributed

Knowledge

System

Virtuous

Ecosystem

Aligning

Structure &

Process

Bussines

Patner/N

etwork

Business

Partner

4 Speed

Capability

5 Innovation

Capability

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka indikator dalam penelitian

ini dirumuskan sebagai berikut:

73

Tabel 2.8

Indikator Penciptaan Nilai

Dimensi Indikator Ukuran

Manfaat

konsumen

1. Kesesuaian menghasilkan produk

dengan harapan konsumen

Periodicaly survey customer’s

satisfaction with service and reacts

on it (Chung, 2015)

2. Kesesuaian manfaat produk dengan

harapan konsumen

Sets a goal of customer satisfaction

with service (Chung, 2015)

3. Kemampuan dalam memyesuaikan

standar mutu produk

Strict ways to measure quality

(Chung, 2015)

Area bisnis 1. Kemampuan membuat proses

produksi lebih inovatif

Often to be the fisrt to market with

new products/service Chung, 2015)

2. Proses produksi lebih efisien

Our company continuously reviews

and improves our business processes

to increase efficiency Chung, 2015)

3. Produk memiliki ciri khas yang

unik

Frequently reviews and improves

production/service flow time

(Chung, 2015)

Mitra Bisnis 1. Kemampuan membuat produk yang

unik dan berbeda

Often to be the fisrt to market with

new products/service (Chung, 2015)

2. Ketepatan waktu memenuhi

pesanan

Frequently reviews and improves

production/service flow time

(Chung, 2015)

3. Kemampuan memahami

kecenderungan dimasa yang akan

datang

Seeks out new way to do things

(Chung, 2015)

Dimensi penciptan nilai dalam penelitian ini diambil dari pendapat Kotler

& Keller (2013), yaitu Manfaat pelanggan, Area Biniss, dan Partner Bisnis

sementara untuk pengukurannya cendrung dikutip dari peneltian Chung (2015).

Hal ini dikarenakan dimensi yang digunakan dianggap sesuai dengan kondisi di

tempat penelitian yaitu di sentra industri rajut di Kota Bandung, dimana teknologi

yang digunakan masih relatif sederhana sehingga efisiensi dalam hal pembuatan

produk masih belum optimal. Sementara itu area bisnis yang terbatas di pasar

lokal saja sehingga manfaat yang diterima oleh pelanggan masih relatif terbatas.

74

2.1.4. Kinerja Pemasaran (Marketing Performance)

Saunila & Ukko (2012) mendefinisikan pengukuran sebagai "proses

mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan". Pengukuran kinerja juga dapat

didefinisikan mengukur input, output atau tingkat aktivitas dari suatu peristiwa

atau proses (Radnor & Barnes, 2007).

Lebih lanjut, Saunila & Ukko (2012) menjelaskan bahwa kerangka

pengukuran kinerja memiliki kegunaan tetapi hanya memberikan pedoman untuk

bagaimana langkah-langkah harus diidentifikasi, diperkenalkan dan digunakan

untuk tujuan manajemen. Kekuatan kerangka pengukuran kinerja terletak pada

cara memperhatikan langkah-langkah yang berbeda dari kinerja bisnis - keuangan

dan non-keuangan, internal dan eksternal

Untuk menunjukkan persyaratan pengukuran kerangka kinerja Saunila &

Ukko (2012) menguraikan sebagai berikut:

Semua perspektif penting harus tercakup

Pengukuran harus mengandung koleksi logika yang logis

Kerangka kerja harus berguna untuk pengambilan keputusan.

Kerangka kerja mungkin harus membuat perbaikan kinerja.

Pengukuran jangka pendek harus dapat memperediksi pengukuran jangka

panjang.

Dari sudut pandang organisasi, Da Gama (2011) menjelaskan bahwa

kinerja adalah sesuatu yang terukur, dinamis, relatif dan multidimensi:

Terukur, karena rentan terhadap yang diukur, bukan konsep abstrak;.

75

Dinamis, dalam arti bahwa pilihan indikator bukanlah realitas statis, tetapi

berkembang; dan.

Relatif, karena fakta bahwa konteks kinerja tidak ada melibatkan

perbandingan kinerja manifestasi secara intrinsik baik atau buruk; itu akan

selalu membutuhkan beberapa Istilah perbandingan untuk memenuhi syarat

itu, baik dalam waktu, dalam ruang, atau direncanakan dibandingkan hasil;

dan.

Multidimensi, kinerja yang dapat dievaluasi dengan berbagai cara, atau

menempatkan cara lain, tidak ada hal seperti ukuran yang unik dari kinerja.

Menurut Barghava et al., (1994), kinerja dapat dioperasikan dalam hal

efektivitas, efisiensi, dan kemampuan beradaptasi.

Pandangan kinerja juga terdapat dalam pemasaran yang merupakan out-put

dari aktivitas pemasaran dari sebuah perusahaan. Slater & Narver (1998)

mengatakan bahwa kinerja pemasaran merupakan konsep untuk mengukur

prestasinya sebagai cermin dari keberhasilan usahanya dalam persaingan pasar.

Dalam menyikapi persaingan pasar, perusahaan harus memandang bahwa strategi

memegang peran yang sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan

perusahaan selain faktor Sumber Daya Manusia dalam perusahaan. Tanpa

dukungan strategi yang tepat, perusahaan akan sulit untuk bertahan di tengah

persaingan (Knight, 2010).

Kajian kinerja pemasaran dibahas oleh Mone et al., (2013), yang

menjelaskan bahwa manajemen kinerja pemasaran adalah sebuah klarifikasi yang

harus dilakukan mengenai konsep: manajemen kinerja dan pengukuran kinerja.

76

Dalam arti luas, manajemen kinerja dapat dilihat sebagai proses menyeluruh yang

berhubungan dengan kinerja, sehingga termasuk sub-proses seperti perencanaan

kinerja, pengukuran, pelaporan dan pengambilan keputusan untuk meningkatkan

kinerja.

Lebih lanjut Mone et al., (2013) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja

merupakan komponen manajemen kinerja, berurusan dengan identifikasi,

monitoring dan komunikasi dari hasil kinerja dengan penggunaan indikator

kinerja. berpendapat Oleh karena itu, manajemen kinerja pemasaran meliputi

tidak hanya pemantauan dan penilaian hasil pemasaran (pengukuran kinerja

pemasaran), tetapi juga perencanaan pemasaran, pelaksanaan, dan, sangat penting,

penggunaan hasil pemasaran untuk perbaikan kinerja. Bahkan, ia berpendapat

bahwa nilai riil pengukuran kinerja bergantung tidak dalam indikator kinerja atau

laporan, tetapi dalam keputusan dan tindakan yang dihasilkan dari menggunakan

mereka. (Meekings et al., 2009).

Keats et al., (2008) mendefinisikan kinerja pemasaran sebagai kemampuan

organisasi untuk mentransformasikan diri dalam menghadapi tantangan dari

lingkungan dengan perspektif jangka panjang. Umumnya ukuran kinerja

pemasaran perusahaan diukur melalui nilai rupiah penjualan, Return On

Investmen, Return On Asset. Namun ukuran-ukuran tersebut dipandang sebagai

ukuran agregatif yang dihasilkan melalui proses akuntansi dan keuangan, tetapi

tidak secara langsung menggambarkan aktivitas manajemen, khususnya

manajemen pemasaran (Samtim, 2003). Oleh karena itu indikator yang dijadikan

77

measure untuk menjelaskan kinerja pemasaran lebih tepat menggunakan outcomes

dari penerapan strategi perusahaan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, definisi kinerja pemasaran dalam

penelitian ini adalah hasil pencapaian aktivitas usaha yang merupakan hasil

penerapan strategi untuk meningkatkan penjualan, keuntungan maupun pangsa

pasar.

2.1.4.1. Konsep Inti dalam Kinerja Pemasaran

Sebuah elemen penting dalam pengukuran kinerja pemasaran mengacu

pada alat digunakan dalam prosesnya. alat yang paling populer adalah sebagai

berikut: indikator kinerja pemasaran, dashboard pemasaran dan kinerja pemasaran

sistem manajemen. Terkait dengan indikator kinerja, secara umum, terminologi

lainnya termasuk konsep-konsep seperti ukuran kinerja, metrik dan Indikator

Kinerja Utama (Key Performance Indicators) atau KPIs (Mone et al.,2013).

Reibstein et al., (2006, p.1) mendefinisikan metrik sebagai alat yang "mengukur

tren dinamis atau karakteristik ". Selanjutnya Parmenter (2009) mengidentifikasi

empat jenis pengukuran kinerja:

Key results indicators (KRI), mencerminkan kinerja yang berkaitan dengan

faktor keberhasilan kritis;

Result indicators (RI), ang mencerminkan apa yang dilakukan, apa yang

dicapai;

Performance indicators (PI), yang mencerminkan apa yang perlu

dilakukan;

78

Key performance indicators (KPI), yang menunjukkan apa yang perlu

dilakukan dalam memesan untuk meningkatkan kinerja secara dramatis.

Kotler et al., (2009) menggunakan terminologi "metrik pemasaran", yang

didefinisikan sebagai satu set ukuran kinerja yang membantu perusahaan

mengukur, membandingkan dan menafsirkan kinerja pemasaran. Metrik

pemasaran yang baik harus:

Buatlah seperti yang diukur secara finansial sebisa mungkin, sehingga

untuk "berbicara bahasa yang sama" dengan departemen lain dalam

organisasi;

Buatlah berorientasi ke masa depan (leading), bukan untuk mencerminkan

kinerja masa lalu (lagging);

Biarkan analisis granular kinerja pemasaran (sampai ke tingkat klien

individu);

Tawarkan data objektif, untuk memungkinkan akuntabilitas dan

benchmarking.

Selanjutnya, Mone et al., (2013) menyatakan bahwa terdapat tiga variabel

yang mempengaruhi sistem, seperti: tipologi dimensi kinerja di bawah evaluasi,

tipologi indikator yang digunakan dan sistem kontrol (bagaimana manajer

mengevaluasi kinerja dan menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem

manajemen kinerja pemasaran). Adapun indikator yang digunakan dalam

menjelaskan tipologi kinerja pemasaran, sebagai berikut:

79

Indikator keluaran keuangan, yang membandingkan hasil dari tindakan

pemasaran untuk biaya yang terkait untuk melaksanakan tindakan

(misalnya laba, penjualan, arus kas);

Indikator output non-keuangan, seperti pangsa pasar, kepuasan pelanggan

dan sebagainya;

Indikator input, yang mencerminkan kinerja pemasaran dalam hal usaha

(misalnya anggaran pemasaran dan pemasaran aset) atau perilaku Unit

pemasaran (marketing audit);

Beberapa, indikator hybrid yang mengevaluasi dimensi makro terkait

efisiensi, efektivitas dan saling ketergantungan dari berbagai dimensi dari

sistem manajemen kinerja pemasaran.

Meskipun ahli pemasaran memperdebatkan bagaimana perhitungan harus

dilakukan, pentingnya pelanggan telah menyebabkan perusahaan untuk

mempertimbangkan kembali nilai aset tidak berwujud mereka (Seggie et al.,

2007). Kosan (2014) dalam tulisannya menjelaskann hubungan antara nilai

pelanggan dan perusahaan nilai lebih banyak ditempatkan pada tanggung jawab

pemasaran yang berarti bahwa untuk keperluan pengukuran kinerja informasi

non-keuangan yang berkaitan dengan pemasaran harus diubah menjadi data

keuangan.

Untuk pemasaran dimasukkan dalam rencana strategis perusahaan, efek

pada kinerja perusahaan dan nilai perusahaan harus positif (Stewart, 2009).

Berdasarkan kegiatan pemasaran dan taktik, nilai perusahaan hanya dapat berubah

80

dalam kaitannya terutama dengan pelanggan, pasar dan efek keuangan. (Kosan,

2014). Hubungan ini telah dijelaskan oleh Rust et al., (2004) dalam gambar 2.7.

Gambar 2.7, menggambarkan kerangka kerja konseptual dapat digunakan

untuk mengevaluasi produktivitas pemasaran. Hal ini dapat dilihat bahwa titik

awal di sisi kanan atas adalah strategi perusahaan, termasuk promosi, produk dan

strategi pemasaran lainnya. Hal ini menyebabkan tindakan pemasaran sebagai

kampanye iklan, upaya peningkatan pelayanan memiliki dampak pemasaran.

Dampak pemasaran dan pengaruh perilaku pelanggan mengubah pangsa pasar dan

penjualan. Setelah semua aset pemasaran memiliki berdampak pada perusahaan

posisi keuangan positif sebagai peningkatan laba. Bagian yang paling berguna

dari gambar tersebut adalah "dampak keuangan" dan "posisi keuangan" karena itu

penting untuk dapat memahami apa dampak keuangan dari pengeluaran tindakan

pemasaran (Kosan, 2014; 279)

Sumber: Rust et al. (2004: 77)

Gambar 2.7

Rantai Produktivitas Pemasaran

81

Pandangan tentang proses terbentuknya kinerja pemasaran juga datang dari

Da Gama (2011) yang membuat suatu model proses terbentuknya kinerja

pemasaran yang dirangkum dari tulisan beberapa ahli. Model ini menyoroti

kebutuhan, input, output dan aspek yang mempengaruhi proses evaluasi kinerja

pemasaran dengan menggunakan 5 (lima) dimensi yakni: (1) marketing culture;

(2) marketing capabilities; (3) marketing processes; (4) market performance; and

(5) financial performance. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut

ini;

Sumber: Da Gama (2011)

Gambar 2.8

An expanded model of marketing performance

82

Berdasarkan gambar 2.8 dapat dijelaskan dua komponen yang

mempengaruhi desain dan penggunaan sistem penilaian (faktor eksternal) dan

efektivitas mereka (faktor internal) dimasukkan sebagai bagian dari model .

Marketing culture, terdiri dari (1) service quality; (2) interpersonal relationships;

(3) selling task; (4) organization; (5) internal communication: dan (6)

innovativeness. mrketing capabilities, terdiri dari (1) market sensing, (2) market

relating dan (3) strategic thinking. Dimensi dalam kinerja pemasaran yang

relevan adalah (1) marketing output (quality, customer satisfaction, customer

loyalty dan market share) dan (2) financial output (sales revenue dan profit).

2.1.4.2. Dimensi Kinerja Pemasaran

Kinerja pemasaran merupakan tolok ukur dalam menilai keberhasilan

penciptaan nilai yang merupakan kombinasi dari penguatan kapabilitas inovasi

dan pemahaman mendalam mengenai orientasi pasar. Berbagai ahli menggunakan

dimensi yang berbeda dalam mengukur kinerja pemasaran.

Green Jr, Inman, Brown & Wilis (2005) menggunakan Market share

growth, Percentage new product sales dan Return on Investment (ROI) sebagai

dimensi kinerja pemasaran. Sementara O‟ Sulliven Don (2007) menggunakan

Sales growth, Profitability serta New product success sebagai dimensi untuk

mengukur kinerja pemasaran.

Selanjutnya Da Gama (2011) menggunakan Marketing performance

(Quality, Customer satisfaction, customer loyalty, brand equity, market share)

83

dan Financial performance (Sales revenue, Profit margin, Cash flow) sebagai

komponen penting yang menjadi dimensi dari kinerja pemasaran.

Sementara itu, Mone et al., (2013) menjelaskan bahwa dimensi kinerja

pemasaran dapat diukur dari dua komponen yaitu Financial output (Profit, Sales,

Cash flow) maupun Non-financial output (Market share, Customer satisfaction).

Hal tersebut tersanada dengan Levent & Kosan (2014) juga beranggapan bahwa

kinerja pemasaran memiliki dua komponen esensial yaitu Non Financial Output

(Market share, Customer satisfaction, Customer loyalty/retention, Brand equity,

innovation) maupun Financial Output (Sales analyses, Market share analyses,

The ratio of marketing, sales expenditure to sales) yang dijadikan sebagai dimensi

dari kinerja pemasaran.

Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan penggunaan dimensi kinerja

pemasaran dari beberapa peneliti.

Tabel 2.9

Dimensi Kinerja Pemasaran

No Sumber Referensi

Levent &

Kosan

(2014)

Mone et

al., (2013)

Antonio

Pimenta da

Gama

(2011)

O

Sulliven

Don

(2007)

Green Jr,

Inman,

Brown,

and wilis

(2005)

Konstrak

dalam

Penelitian

1 Non

Financial

Output

Market

share,

customer

satisfaction,

customer

loyalty/reten

tion,

brand equity,

and

innovation

Financial

output

profits,

sales, cash

flow

Marketing

Performance

Quality,

Costumer

Satisfaction

Custumer

Loyalty,

Brand equity

Market

Share

Sales

growth

Market

share

growth

Sales Volume

2 Financial Non- Financial Profitabili Percentac Profit

84

No Sumber Referensi

Levent &

Kosan

(2014)

Mone et

al., (2013)

Antonio

Pimenta da

Gama

(2011)

O

Sulliven

Don

(2007)

Green Jr,

Inman,

Brown,

and wilis

(2005)

Konstrak

dalam

Penelitian

Output

Sales

analyses

Market share

analyses

The ratio of

marketing

and sales

expenditure

to sales

financial

output

market

share,

customer

satisfaction

Performance

Sales revenue

Profit margin

Cash Flow

ty

e new

product

sales

3 New

product

Success

ROI Market share

Berdasarkan pendapat dari beberapa para pakar tentang indikator yang

digunakan untuk mengukur kinerja pemasaran, maka penelitian ini dalam

mengukur kinerja pemasaran pada industri rajut di Kota Bandung menggabung

dua konsep teori dalam mengukur indikator kinerja pemasaran yaitu dari pendapat

Da Mone et al., (2013)

Berdasarkan berbagai dimensi orientasi pasar dari berbagai ahli, maka

indikator penelitian dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 2.10

Indikator Kinerja Pemasaran

Dimensi Indikator Ukuran

Volume

penjualan

1. Volume penjualan selama tiga tahun

terakhir

Sales volume (Mone et al., 2013)

Laba 2. Pertumbuhan laba selama tiga tahun

terakhir

Profit (Mone et al., 2013)

Pangsa pasar 3. Pertumbuhan pangsa pasar selama

tiga tahun terakhir

Relative market share (Mone et al.,

2013)

Pengukuran dimensi kinerja pemasaran yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan indikator dari Mone et al., (2013) yaitu Volume penjualan, Laba

85

dan Pangsa pasar karena dianggap mewakili kondisi yang ada di tempat

penelitian dilakukan yaitu di sentra industri rajut Kota Bandung.

2.1.5. Posisi Penelitian Sebelumnya (State of the Art)

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang diacu sebagai dasar perbedaaan

pada penelitian ini adalah penggunaan variabel penciptaan nilai sebagai faktor

yang meningkatkan kinerja pemasaran. Secara umum dalam penelitian terdahulu

belum ada yang membahas interaksi antara variabel, Orientasi Pasar, Kapabilitas

Inovasi, Penciptaan Nilai dan Kinerja Pemasaran, terutama di Usaha Kecil

Menengah khususnya di industri rajut. Berikut ini ringkasan dari beberapa

penelitian sebelumnya.

Tabel 2.11

Ringkasan Penelitian Terdahulu

PENELITI & JUDUL

PENELITIAN HASIL PERSAMAAN PERBEDAAN

Minna Saunila dan

Juhani Ukko (2012)

Menyajikan kerangka

konseptual dengan lima

perspektif untuk mengukur

hubungan antara

kemampuan inovasi dan

kinerja bisnis organisasi

Menggunakan

Kapabilitas

Inovasi dan

Kinerja Bisnis

Hanya menilai

variabel kapabilitas

inovasi dan kinerja

tanpa

mempertimbangkan

variabel penciptaan

nilai

A conceptual

framework for the

measurement of

innovation capability

and its effects

Minna Saunila dan

Juhani Ukko (2013)

Menemukan hubungan

positif antara kapabilitas

inovasi dengan pengukuran

kinerja yang masih jarang

dilakukan di UKM

Menggunakan

Kapabilitas

Inovasi dan

Pengukuran

Kinerja

Hanya menilai

hubungan antara

variabel kapabilitas

inovasi dan

pengukuran kinerja

Facilitating innovation

capability through

performance

measurement: A study

of Finnish SMEs

W.A.D.S. Wijesekara,

P.A.P.S. Kumarab, and

T.S.L.W. Gunawardana

(2014)

Market Orientation dan

Entrepreneurial

Orientation hanya

berfungsi sebagai prediktor

Penelitian

dilakukan di

UMKM

Hanya mengukur

kinerja perusahaan

untuk mengetahui

hubungan positif

86

PENELITI & JUDUL

PENELITIAN HASIL PERSAMAAN PERBEDAAN

Impact of Market

Orientation and

Entrepreneurial

Orientation on

Performance: A Study

of Small and Medium

Scale Garment

Manufacturers in Sri

Lanka

marjinal kinerja organisasi

dalam perusahaan

manufaktur garmen.

Menggunakan

variabel

Market

Orientation

antara Market

Orientation dan

Entrepreneurial

Orientation

terhadap kinerja

organisasi

Neil A. Morgan (2012) Menyajikan kerangka kerja

konseptual antara orientasi

pasar dengan kinerja bisnis

perusahaan '

Menggunakan

variabel Orientasi

Pasar dan kinerja

bisnis

Penelitian ini tidak

mempertimbangkan

variabel kapabilitas

inovasi dan

penciptan nilai

untuk

meningkatkan

kinerja pemasaran

Marketing and business

performance

Brian S. Fugate, John

T. Mentzer, Daniel J.

Flint (2008)

Menemukan bahwa logistik

dapat memainkan peran

yang lebih penting dalam

menghasilkan,

menyebarkan, mencapai

interpretasi bersama, dan

menanggapi market

intelligence.

Menggunakan

variabel Orientasi

Pasar

Menggunakan

variabel yang

berbeda yaitu

logistic dalam

orientasi pasar The Role of Logistics in

Market Orientation

Helen Reijonen,

Szandra Pardanyi, Sasu

Tuominen, Tommi

Laukkanen, and Raija

Komppula (2014)

Perbedaan terbesar antara

UKM yang ditemukan

berkaitan dengan orientasi

merk.

Penelitian

dilakukan di

UKM

Menggunakan

variabel

Orientasi Pasar

Menggunakan

variabel Brand

Orientation dalam

UKMyang

berorientasi pada

pertumbuhan

Are Growth-Oriented

Smes More Likely To

Adopt Market and

Brand Orientations?

James H. Martin, Beth

Ann Martin, and Paul

R. Minnillob (2009)

Hasil menunjukkan

konsistensi yang kuat untuk

semua perusahaan-

perusahaan di dalam

mekanisme yang digunakan

oleh pemimpin untuk

mengimplementasikan

kesadaran mereka yang

tinggi pada model orientasi

pasar

Menggunakan

variabel Orientasi

Pasar

Dilakukan pada

industry yang

berbeda yaitu

industri manufaktur Implementing a Market

Orientation in Small

Manufacturing Firms:

Firms From Cognitive

Model to Action

Oscar Gonzalez-Benito,

Javier Gonzalez-Benito,

and Pablo A. Munoz-

Gallego (2009)

Menamukan adanya

hubungan yang kuat ada

antara kewirausahaan dan

orientasi pasar

Menggunakan

variabel Orientasi

Pasar

Mennggunakan

variabel

kewirausahaan

dalam mengukur

87

PENELITI & JUDUL

PENELITIAN HASIL PERSAMAAN PERBEDAAN

Role Of

Entrepreneurship and

Market Orientation In

Firms’ Success

kinerja perusahaan

Keneth W. Green Fr, R.

Anthony Inman, Gene

Brown, T. Hillman

Willis (2005)

Menyajikan dimensi-

dimensi struktur yang diuji

sebagai formalisasi dari

sebuah prediktor positif

dari orientasi pasar.

Menggunakan

variabel Orientasi

Pasar

Menggunakan

variabel

Organizational

Structur dan,

Organizational

Performance selain

orientasi pasar

Market Orientation:

Relation to Structure

and Perofmance

Ruben Herskovits,

Mercedes Grijalbo dan

Javier Tafur (2013)

Mengidentifikasi faktor-

faktor pendorong utama

dalam penciptaan nilai

untuk menciptakan kinerja

keuangan superior

Menggunakan

variabel

penciptaan nilai

Menilai peranan

penciptaan nilai

dalam

meningkatkan

kinerja keuangan

perusahaan

Understanding the

main drivers of value

creation in an open

innovation program

Antonella La Rocca dan

Ivan Snehota (2014)

Mengidentifikasi isu-isu

dalam mengorganisasi

pertemuan konsumen

dengan produk dalam

kaitannya dengan

penciptaan nilai

Menggunakan

variabel

penciptaan nilai

Menggunakan

variabel

Networked Sales

Organisation,

Architecture of

Collaboration,

Distributed

Knowledge System

selain variabel

penciptaan nilai

Value Creation and

organisational

practises at firm

boundaries

Yi-Yung Chung (2015) Mengidentifikasi lima

kemampuan dalam

penciptaan nilai pelanggan

Menggunakan

variabel

penciptaan nilai

Menggunakan

variabel Quality

Capability, Service

Capability, Cost

control capability,

Speed Capability,

Innovation

Capability selain

variabel penciptaan

nilai

Exploring a Missing

Link for the Market

Orientation Effect on

Business Performance:

The Strategic Role of

Customer Value

Creation Capabilities

Bruce H. Clark,

Andrew V. Abella, and

Tim Ambler (2006)

Studi ini mengeksplor

pengukuran marketing

performance dari sebuah

perspektif pengolahan

informasi.

Menggunakan

variabel kinerja

pemasaran

Menilai pentingnya

proses informasi

dalam mengukur

kinerja pemasaran

perusahaan An Information

Processing Model Of

Marketing Performance

Measurement

Marius D. Pop,

Nicoleta-Dorina

Racolta-Paina, Sorina-

Diana Mone (2013)

Menyajikan analisa dalam

mengukur dan

meningkatkan kinerja

pemasaran.

Menggunakan

variabel kinerja

pemasaran

Menggunakan

variabel Marketing

Accountability,

Marketing Metrics,

88

PENELITI & JUDUL

PENELITIAN HASIL PERSAMAAN PERBEDAAN

The “What” and

“How” Of Marketing

Performance

Management

Marketing

Dashboards,

Marketing

Scorecard selain

variabel kinerja

pemasaran

Antonio Pimenta da

Gama (2011)

Manfaat dari memperluas

pengetahuan tentang

marketing performance

adalah substansial.

Menggunakan

variabel kinerja

pemasaran

Menyajikan model

dalam mengukur

kinerja pemasaran An Expanded Model Of

Marketing Performance

Don O‟Sullivan (2007) Pengukuran kinerja

termasuk dalam program

komprehensif untuk

mengembangkan kinerja

pemasaran perusahaan-

perusahaan di Irlandia

Menggunakan

variabel kinerja

pemasaran

Kinerja pemasaran

diukur melalui

kinerja keuangan

perusahaan

The Measurement Of

Marketing Performance

In Irish Firms

Zubai Azam, Imran

Qamar (2011)

Memberikan landasan

untuk pengembangan daftar

ukuran kinerja pemasaran

yang paling berharga.

Menggunakan

variabel kinerja

pemasaran

Menggunakan

variabel Marketing

Produtivity,

Marketing Metrics,

Marketing Success

Measures selain

variabel kinerja

pemasaran

Quantifying the Role of

Marketing Productivity

Metrics in Marketing

Performance

Measurement

Dari berbagai penelitian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa:

1. Meneliti salah satu faktor saja yaitu antara kapabilitas inovasi dan orientasi

pasar sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja.

2. Cenderung meneliti dengan variabel kapabilitas inovasi sebagai variabel

tunggal yang secara langsung mempengaruhi kinerja sedangkan penelitian

ini menggunakan variabel penciptaan nilai sebagai variabel antaranya

3. Menggunakan kinerja pemasaran sebagai variabel yang dipengaruhi

kapabilitas inovasi, dan penciptaan nilai dalam penelitian masih jarang

dilakukan, cenderung menggunakan keunggulan bersaing.

4. Lebih banyak mencari kinerja bisnis dan bukan kinerja pemasaran.

89

5. Penelitian ini menggunakan unit analisis pengusaha UKM khususnya pada

sentra industri rajut di Kota Bandung.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka State of the Art dalam penelitian ini

Adalah perbaikan dari penelitian sebelumnya dimana Penelitian tentang kinerja

pemasaran pada sentra UKM industri rajut mengenai kapabilitas inovasi dan

Orientasi Pasar melalui penciptaan nilai belum pernah dilakukan. Biasanya yang

diukur adalah faktor orientasi pasar atau kapabilitas inovasi terhadap kinerja

pemasaran. Sehingga penelitian ini mengkombinasikan antara orientasi pasar dan

kapabilitas inovasi untuk menciptakan nilai sehingga dapat meningkatkan kinerja

pemasaran merupakan hal yang belum pernah dilakukan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan konstruksi model konseptual penelitian

yang disistematiskan melalui alur berpikir logis berdasarkan konsep, teori dan

hasil penelitian sebelumnya yang disesuaikan dengan tempat penelitian, yaitu:

Sentra Rajut Binong Jati dan Sentra Rajut Margasari. Hal ini ditujukan agar dapat

mengidentifikasi dan mendesain kerangka pemecahan masalah secara ilmiah.

Penalaran (reasoning) dalam kerangka pemikiran bersumber dari teori-teori yang

baku dan konsep-konsep yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian

sebelumnya yang disinergikan dengan fenomena yang ada.kerangka pemikiran

penelitian ini menggunakan variabel Orientasi Pasar (X1), Kapabilitas Inovasi

(X2), Penciptaan Nilai (Y1) dan Kinerja Pemasaran UKM sentra rajut (Y2).

90

Keberhasilan perusahaan dalam mewujudkan tujuannya diukur dari tingkat

pendapatan perusahaan yang digambarkan melalui volume penjualan dan tingkat

keuntungan yang dicapai oleh peusahaan. Semakin besar volume penjualan

menunjukkan bahwa konsumen menyukai keberadaan produk tersebut. Hal yang

perlu diperhatikan adalah menjaga tingkat kepuasan konsumen dan menciptakan

loyalitas konsumen terhadap produk. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat bagi

perusahaan yang berorientasi pada konsumen. .Tanpa dukungan strategi yang

tepat, perusahaan akan sulit untuk bertahan di tengah persaingan.

Untuk mengetahui keinginan konsumen, agar perusahaan mampu

menyajikan produk yang superior bagi pembeli, Salah satunya adalah orientasi

pasar, menurut Narver & Slater (1998) berpendapat bahwa orientasi pasar

merupakan filosofi bisnis yang dipandang efektif dan efisien untuk menciptakan

perilaku yang diperlukan guna menciptakan nilai yang superior bagi pembeli yang

akhirnya akan berpengaruh pada kinerja bisnis yang berkelanjutan.

. Orientasi pelanggan pada organisasi secara terus menerus mengumpulkan

informasi mengenai konsumen, pesaing dan pasar; melihat informasi dari

persepktif bisnis total ; memutuskan bagaimana menghantarkan nilai yang unggul

kepada pelanggan, dan mengambil keuntungan pada konsumen. Sangat penting

untuk melibatkan partisipasi antar fungsi dari organisasi, dan orientasi pasar

membutuhkan keterlibatan setiap orang dari organisasi. Secara operasionalnya

orientasi pasar membutuhkan fokus pada konsumen, orientasi pesaing, dan

keterlibatan antar fungsi dikeseluruhan organisasi.

Dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, penawaran produk harus

91

disesuakan dengan permintaan dan keinginan pelanggan. Salah satu strateginya

dengan melaksanakan inovasi secara terus menerus. Setiap bisnis memiliki

pendekatan ide inovatif yang berbeda. Beberapa bisnis melakukan pendekatan

ide-ide inovatif berdasarkan respon masyarakat dalam menanggapi perubahan.

Hal yang menentukan suatu organisasi akan berhasil dalam melaksanakan rencana

inovatif akan tergantung bagaimana organisasi mendekati gagasan baru (Urhuogo

& Williams, 2011:80).

Dalam rangka mempercepat pengembangan inovasi dalam perusahaan,

kemampuan inovasi perusahaan dituntut perlu dilakukan baik itu secara radikal

maupun inkremental. Kapabilitas inovasi itu sendiri sebagai kemampuan inovasi

perusahaan melalui pemilik dan karyawannya untuk mengeksplorasi dan

menghasilkan ide, kreatifitas, dan konsep baru yang selanjutnya

mentranformasikan kepada inovasi proses, produk, teknologi, pasar, jaringan atau

yang terkait dengannya untuk mencapai tujuan perusahaan”.

Tugas perusahaan adalah mempelajari biaya dan kinerja dalam setiap

kegiatan penciptaan nilai dan mencari cara untuk meningkatkannya. Manajer

harus memperkirakan biaya dan kinerja pesaing mereka sebagai tolak ukur yang

akan dibandingkan dengan biaya dan kinerja mereka sendiri.

Kinerja pemasaran adalah output yang dicapai dari perusahaan melalui

kemapuan perusahaan melalui volume penjualan, capaian profitabilitas,

pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan jumlah konsumen. Kinerja pemasaran

merupakan ukuran keberhasilan perusahaan. Strategi yang tepat menentukan

kinerja pemasaran. Pertumbuhan penjualan melalui orientasi pasar menitikan

92

beratkan pada kemampuan inovasi perusahaan yang memandang konsumen

sebagai sumber pendapatan, sehingga konsumen harus dipertahankan dengan

memperhatikan penciptaan nilai yang superior agar terwujudnya tingkat kepuasan

dan loyalitas pelanggan.

Keberhasilan perusahaan dalam mewujudkan tujuannya diukur dari

tingkat pendapatan perusahaan yang digambarkan melalui volume penjualan dan

tingkat keuntungan yang dicapai oleh peusahaan. Semakin besar volume

penjualan menunjukkan bahwa konsumen menyukai keberadaan produk tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga tingkat kepuasan konsumen dan

menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk. Untuk itu diperlukan strategi

yang tepat bagi perusahaan yang berorientasi pada konsumen. .Tanpa dukungan

strategi yang tepat, perusahaan akan sulit untuk bertahan di tengah persaingan.

Keterkaitan antar variabel, baik dalam keterkaitan korelasional ataupun

keterkaitan kausalitas, dikonstruksikan dari beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya, disamping juga dipertimbangkan beberapa proposisi yang

dikemukakan oleh para ahli. Berikut akan dipaparkan keterkaitan antar variabel

penelitian dan peneliti yang melakukan penelitiannya, yaitu: (1) Keterkaitan

Orientasi Pasar dan Kapabilitas Inovasi, diteliti oleh Vazquez et al., (2012),

Chang et al., (2014) dan Serna et al., (2013); (2) Keterkaitan Orientasi Pasar dan

Penciptaan Nilai, diteliti oleh Fierro et al., (2011), Gokus (2015) dan G. Njeru &

Kibera (2014); (3) Keterkaitan Orientasi Pasar dengan Kinerja Pemasaran, diteliti

oleh Hartono (2013), Darmanto et al., (2014), Eng Teck & Razak (2012),

Mohamed (2014), dan Wijesekaraa et al., (2014); (3) Keterkaitan Kapabilitas

93

Inovasi dan Penciptaan Nilai, diteliti oleh Herskovits et al., (2013), Shamah

(2012), Grimaldi et al., (2012), dan Malik et al., (2011); (4) Keterkaitan

Kapabilitas Innovasi dan Kinerja Pemasaran, diteliti oleh Forsman & Annala

(2011), Saunila (2013), Baregheh et al., (2012); (5) Keterkaitan Penciptaan Nilai

dan Kinerja Pemasaran diteliti oleh Mone & Pop (2013), Tournuis (2013) dan Da

Gama (2011); dan (6) Keterkaitan Orientasi Pasar dan Kapabilitas Inovasi dengan

Penciptaan Nilai diteliti oleh Fierro et al., (2011), Craven & Piercy (2013) dan

Chen et al., (2013).

Sebagai epistemologi penelitian, kerangka pemikiran memegang peranan

penting terbentuknya State of the Art, yaitu suatu tingkatan penelitian yang lebih

tingggi (misalnya penelitian disertasi ini) melalui pengembangan konsep dan

metode penelitian hingga ke tingkat lanjutan (advanced level). Pengembangan

konsep dan metode penelitian mesti disesuaikan dengan masalah dan tempat

penelitian sehingga memiliki perbedaan (something different) dengan penelitian-

penelitian sebelumnya. Melalui State of the Art ini diharapkan sebuah penelitian

tidak hanya memiliki nilai ontologis bagi praktikal dan pengembangan keilmuan

semata, tetapi keduanya juga mesti memiliki novelty, yaitu suatu hasil penelitian

yang baru (something new) atau tidak biasa (unsual) yang memiliki inovasi atau

kaya dengan ide-ide baru pemecahan masalah yang diteliti.

2.2.1 Keterkaitan Orientasi Pasar dan Penciptaan Nilai

Pelanggan adalah sumber pendapatan bagi perusahaan, dan sumber

bertahannya perusahaan. Perusahaan harus memiliki strategi yang tepat agar

94

pelanggan tetap setia dan loyal dan tidak berpaling pada pesaing dalam hal ini

kompetior lain. Untuk itu kompetitor perlu mendapat perhatian, agar dapat

mengimbangi setiap produk kompetitor dengan tujuan mempertahankan kesetiaan

pelanggan.

Adanya hubungan yang kuat antara orientasi pasar dan penciptaan dapat

ditelusuri melalui penelitian yang telah dilakukan. Penelitian Fierro et al., (2011)

yang berjudul “Inter-firm market orientation as antecedent of knowledge transfer,

innovation and value creation” menyatakan market orientasi berkontribusi

terhadap penciptaan nilai lebih kepada pelanggan yang ada di sebuah pasar.

Selanjutnya penelitian Gokus (2015) yang melihat strategi perusahaan dari sudut

pandang orientasi pasar dalam hal penciptaan nilai, dari hasil penelitiannya

market orientasi dapat merubah pandangan perusahaan untuk mengevaluasi

kembali strategi yang dijalankan sehubungan dengan penghantaran nilai bagi

pelanggan. Pengaruh orientasi pasar terlihat kuat dalam mempengaruhi strategi

perusahaan dalam rang menciptaan nilai bagi pelanggan.

Selanjutnya penelitian G. Njeru & Kibera (2014) yang meneliti orientasi

pasar terhadap kinerja perusahaan yang dibentuk dengan penciptaan nilai yang

superior. Orientasi pasar dibangun dari satu dimensi yang terdiri dari tiga

komponen perilaku yang terkait erat, yaitu orientasi pelanggan, orientasi pesaing

dan koordinasi interfungsional. Orientasi pelanggan bersangkutan dengan

pemahaman tentang target pelanggan untuk dapat menciptakan nilai superior.

Penelitian yang dilakukannya meneliti hubungan antara orientasi pasar diukur

dengan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan antar-fungsi koordinasi dan

95

kinerja perusahaan (kepuasan pelanggan, pelanggan retensi, kepuasan karyawan,

efektivitas, efisiensi, relevansi dan kelayakan keuangan) berpengaruh secara

positif. Hasil ini tentu sejalan dengan pendapat Craven & Piercy (2013) yang

menyatakan bisnis adalah orientasi pasar dimana budaya adalah etika dan

komitmen keseluruhan terhadap keberlangsungan penciptaan nilai pelanggan

secara unggul.

Berdasarkan temuan penelitian terdahulu dan pendapat para ahli dapat

diduga ada keterkaitan erat antara orientasi pasar dengan penciptaan nilai.

Gambar 2.9

Keterkaitan Orientasi Pasar dengan Penciptaan Nilai

2.2.2 Keterkaitan Orientasi Pasar dengan Kinerja Pemasaran

Perusahaan yang memiliki keunikan produk dibandingkan dengan

kompetitor akan memperoleh kinerja pemasaran yang baik, melalui besarnya

pendapatan yang diterima, jumlah konsumen yang semakin meningkat sehingga

memiliki pertumbuhan penjualan yang semakin meningkat. Orientasi pasar

merupakan strategi bagi organisasi untuk memperluas pengetahuan dengan cara

memahami keinginan konsumen dan kecerdasan kompetitor, sehingga perusahaan

dapat menentukan strategi yang tepat untuk bersaing dalam mewujudkan kinerja

Fierro et al (2011)

Gokus Omer (2015)

G. Njeru & Kibera ( 2014)

Craven & Piercy (2013)

Orientasi Pasar Penciptaan Nilai (+)

96

pemasaran. Antonio Pimenta da Gama (2011) menyebutkan bahwa manfaat dari

memperluas pengetahuan tentang kinerja pemasaran adalah substansial. Dengan

demikian pengukuran capaian hasil berupa penjualan, kesetiaan konsumen

melalui pertumbuhan jumlah pelanggan akan menjadi dasar atau kajian ulang

kembali untuk memperbaiki strategi perusahaan sehingga mampu bersaing dan

meningkatkan kembali kinerja pemasaran.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa orientasi

pasar akan meningatkan kinerja pemasaran telah diteliti oleh Hartono (2013),

yang meneliti hubungan antara orientasi pasar (MO) dan kinerja perusahaan

keluarga dengan topik “Investigating Market Orientation, Business Performance

Relationships in the Yogyakarta (Indonesia)Batik Family Firms” hasil

penelitiannya menunjukkan Market Orientasi secara responsif, dan intensitas

kompetitif memiliki signifikan korelasi positif dengan kinerja baik secara

keuangan dan non-keuangan. Selanjutnya Darmanto et al., (2014), yang meneliti

Usaha Kecil Menengah (SMEs) sektor makanan di Solo Provinsi Jawa Tengah

Indonesia dengan topik “The Relationship between Strategy Orientation and

Marketing Performance” variabel strategic orientasi yang digunakan dalam

penelitiannya menggunakan dimensi dari orientasi pasar yang terdiri dari orientasi

pemasaran, orientasi pesaing, serta produk tekhnologi. Penelitian ini

menggunakan metode area sampling, dan jumlah sampel adalah 250. Dengan

menggunakan alat pengukuran adalah Structural Equation Modeling (SEM)

dengan perangkat lunak Lisrel. Penelitian ini mengungkapkan hasil: orientasi

pelanggan dan pesaing berpengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi

97

inovasi teknis dan kinerja pemasaran.

Hasil penelitian yang dilakukan Eng Teck & Razak (2012) yang berjudul

“Entrepreneurial Market Orientation Relationship to Performance Malaysian

SME’s perspective” dari penelitiannya menemukan secara positif dan signifikan

antara oreintasi pasar dan jaringan terhadap kinerja. Penelitian ini Penelitian ini

mengadopsi pendekatan kuantitatif melalui regresi multi-linear dari 98 UKM yang

disurvei di negara Malaysia. Begitu juga halnya dengan Mohamed (2014) yang

menyatakan performace measure system sangat penting bagi manajer untuk

menciptakan prilaku orientasi pasar dalam upaya evaluasi dan perbaikan terus-

menerus dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

organisasi. Hal yang sama juga terdapat pada penelitian Wijesekaraa et al., (2014)

yang membahas tentang “Impact of Market Orientation and Entrepreneurial

Orientation on Performance: A Study of Small and Medium Scale Garment

Manufacturers in Sri Lanka”. Dari hasil penelitian empiris yang dilakukannya

orientasi pasar memiliki peran yang lebih fasilitatif terhadap kinerja perusahaan

dan terbukti positif dan signifikan, sesuai dengan pendapat para ahli dan peneltian

terdahulu.

Berdasarkan berbagai temuan – temuan penelitian terdahulu dapat

dikatakan bahwa Orientasi Pasar melalui berpengaruh positif terhadap Kinerja

Pemasaran.

98

Gambar 2.12

Gambar 2.10

Keterkaitan Orientasi Pasar dengan Kinerja Pemasaran

2.2.3 Keterkaitan Kapabilitas Inovasi dan Penciptaan Nilai

Inovasi adalah elemen penting yang menentukan kemampuan perusahaan

untuk menciptakan nilai setiap saat. Hal ini terlihat pada sejumlah komitmen dan

usaha perusahaan telah didedikasikan untuk mengidentifikasikan aliran inovasi

yang sesuai dengan tujuan perusahaan, strategi dan budaya yang terdapat dalam

perusahaan. Penciptaan nilai sendiri terbentuk dari ketersediaan dan penghantaran

produk kepada pelanggan disesuaikan dengan apa yang diiginkan oleh pelanggan.

Terkait dengan kapabilitas inovasi terhadap penciptaan nilai dapat dilihat

dari sejumlah penelitian empiris yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu.

Seperti kajian yang dilakukan oleh Herskovits et al., (2013) yang melihat dari

penciptaan nilai dari keterbukaan inovasi, dari penelitiannya yang berjudul

“Understanding the main drivers of value creation in an open innovation

program”, terlihat ada hubungan yang kuat antara keterbukaan inovasi terhadap

penciptaan nilai. Didukung juga dari hasil penelitian dari Shamah (2012), yang

berjudul “Innovation within green service supply chains for a value creation”.

Pada penelitiannya untuk menguji manajemen service suplly chain yang

berorientasi lingkungan pada hotel untuk meningkatkan produktivitas kinerja dan

Orientasi Pasar Kinerja

Pemasaran Darmanto et al (2014)

Hartono (2013)

Eng Teck & Razak (2012)

Mohamed (2014)

Wijesekaraa et al, (2014)

99

tingkat inovasi untuk penciptaan nilai. Hasil penelitian mendapatkan dengan

meningkatkan inovasi pada rantai nilai layanan dapat menciptakan nilai secara

positif dan signifikan.

Selanjutnya penelitian Grimaldi et al., (2012) yang meneliti kapasitas

komuniti inovasi untuk meningkatkan proses penciptaan nilai. Dari hasil

penelitiannya juga mendapatkan hubungan yang kuat dari kapasitas inovasi

terhadap penciptaan nilai. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Malik et al.,

(2011) yang berjudul “Impact of organizational innovation on success of cost

management techniques in value creation” Penelitian ini bertujuan untuk menjadi

pertimbangan dalam budaya organisasi yakni inovasi organisasi dan dampaknya

terhadap peran teknik manajemen biaya dalam penciptaan nilai. Sampel

penelitiannya sebanyak 300 profesional manajemen akuntan dari berbagai industri

di Pakistan. Dari penelitiannya didapat bahwa inovasi dapat menghemat biaya

secara efektif untuk penciptaan nilai. Hasil penelitian secara statistik dengan

menggunakan A-Nova didapat positif dan signifikan.

Berdasarkan telaah dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

terdahulu dapat disimpulkan bahwa kapabilitas inovasi memiliki keterkaitan yang

erat dengan penciptaan nilai.

Gambar 2.11

Keterkaitan Kapabilitas Inovasi dan Penciptaan Nilai

Kapabilitas

inovasi Penciptaan

Nilai Herskovits et al (2013)

Shamah (2012),

Grimaldi et al (2012)

Malik et al (2011)

100

2.2.4 Keterkaitan Kapabilitas Inovasi dan Kinerja Pemasaran

Kesulitan perusahaan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada umumnya

terletak pada kemampuannya untuk mengembangkan inovasi secara operasional

pada perusahannya. Menurut tulisan dari Forsman & Annala (2011)

Sebagian besar UKM bias terhadap pengembangan inovasi inkremental yang

dihasilkan dalam berbagai jenis inovasi: produk, jasa, proses, metode produksi

dan fungsi tunggal. Hal ini juga senada dengan apa yang diungkapkan Koc &

Ceylan ( 2007) dalam Fernandes (2013) yang mengatakan bahwa pelaksanaan

yang efektif dari inovasi telah memperoleh tingkat pengakuan untuk keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan sehingga meningkatkan kinerja organisasi.

Pentingnya hubungan inovasi terhadap kinerja diungkapkan oleh Saunila

(2012) yang dikutip dari Alison et al., (2007), yakni :

“An organization’s competitiveness will be even more dependent on its

ability to produce innovations in the future. Thus, it can be assumed that

an organization’s performance is more and more dependent on its

innovation capability (Allison et al., 2007)”.

Hal ini juga sependapat apa yang dijelaskan Damanpour (2009) yang dikutip

oleh Baregheh (2012) mengatakan:

“Innovation is increasingly recognised as having an important

contribution to make to organisational success, performance and survival.

Damanpour (2009) suggests that innovation is often driven by pressure

from the external environment, including faktors such as competition,

deregulation, isomorphism, resource scarcity, and customer demand, and

that it is associated with adaptive behaviour that changes the organisation

in order to maintain or improve its performance”.

Penelitian yang dilakukan Saunila et al., (2013) terhadap usaha Kecil

Menengah (UKM) di eropa yang berjudul “The relationship between innovation

capability and performance” menguatkan pendapat diatas. Dari hasil

101

penelitiannya didapat positif dan significant antara kapabilitas inovasi terhadap

kinerja.

Berdasarkan pendapat para ahli dan penjelasan serta penelitian diatas

dapat disimpulkan bahwa kapabilitas inovas memiliki hubungan terhadap kinerja

pemasaran.

Gambar 2.12

Keterkaitan Kapabilitas Inovasi dan Kinerja Pemasaran

2.2.5 Keterkaitan Penciptaan Nilai dan Kinerja Pemasaran

Pemasaran perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja, baik

berupa kinerja pemasaran (seperti volume penjualan, porsi pasar atau market

share dan tingkat pertumbuhan penjualan ) maupun kinerja keuangan (Mone et

al., 2013).

Hampir disemua kajian pemasaran menghubungkan penerimaan nilai yang

ditawarkan kepada pelanggan menjadikan dasar sebagai kepuasan pelanggan

dalam membentuk loyalitas. Penawaran nilai yang unggul ditransformasikan

kedalam bentuk produk sehingga menciptakan nilai bagi konsumen. Tentu saja

kepuasan pelanggan dapat meningkatkan kinerja pemasaran dari suatu perusahaan

sehingga dapat membuat keberhasilan bisnis yang dijalani.

Penelitian tentang penciptaan nilai sudah dilakukan oleh Tournuis (2013)

Ceylan (2007)

Alison Et al.(2007)

Damanpour (2009)

Saunila et al (2013)

Kapabilitas

inovasi Kinerja

pemasaran

102

yang melihat nilai pelanggan dapat membentuk kinerja pemasaran. Dari hasil

penelitiannya didapat bahwa penerimaan nilai dan kepuasan merupakan

hubungan yang kuat antara kognitif dan emosi pelanggan untuk melakukan

pembelian sehingga meningkatkan kinerja.

Selanjutnya penelitian Da Gama (2011) yang bertajuk An expanded model

of marketing performance yang membentuk model berdasarkan asset marketing

perusahaan yang meliputi kualitas, kepuasan dan loyalitas konsumen, kekuatan

merek, dan pangsa pasar sehingga membentuk kinerja pemasaran. Posisi model

yang diusulkan itu sendiri sebagai alat yang memungkinkan pengukuran kondisi

dalam menentukan praktik pemasaran yang baik dan kontribusinya terhadap

penciptaan nilai.

Gambar 2.13

Keterkaitan Penciptaan Nilai dengan Kinerja Pemasaran

2.2.6 Keterkaitan Orientasi Pasar dan Kapabilitas Inovasi dengan

Penciptaan Nilai

Penjelasan mengenai adanya pengaruh antara keterkaitan orientasi pasar,

invoasi dan penciptaan nilai ada pada penelitian Fierro et al., (2011). Dalam

kajiannya, Fierro et al., (2011) menjelaskan adanya hubungan antara Inter-firm

market orientation sebagai antecedent knowledge transfer, innovation dan value

creation. Dari tulisannya didapat koordinasi antar fungsi sebagai salah satu bagian

Penciptaan

Nilai

Kinerja

Pemasaran

(+)

Mode & Pop.D, 2013

Tournuis (2013)

De Gama (2011)

103

orientasi pasar merupakan kemampuan dinamis yang berkaitan dengan penciptaan

pengetahuan yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan dan

mempertahankan keunggulan bersaing. Perusahaan dapat menciptakan nilai bagi

pelanggan dengan menggunakan sumber daya internal serta hubungan eksternal

dalam hal inovasi.

Pandangan lain tentang adanya hubungan yang kuat antara oreintasi pasar

terhadap penciptaan nilai juga berasal dari Craven & Piercy (2013) yang

mengatakan bisnis adalah orientasi pasar dimana menjadikan budaya sebagai etika

dan komitmen keseluruhan terhadap keberlangsungan penciptaan nilai yang

unggul. Selanjutnya orientasi pasar melalui kordinasi antar fungsi dapat membuat

perubahan pada pengembangan produk, hal ini juga dijelaskan Chen et al., (2013)

menguraikan bahwa koordinasi inter atau intra organisasi memungkinkan

perusahaan untuk lebih mudah membuat, mentransfer, dan memanfaatkan

pengetahuan yang diperlukan dalam Proses pengembangan produk.

Dari uraian diatas tampak bahwa keterkaitan antara orientasi pasar dengan

Kapabilitas inovasi membentuk pengembangan produk sehingga menghasilkan

pembentukan nilai untuk memenuhi kebutuhan pelanggan,

Dari penjelasan diatas, tampak keterkaitan antara oreintasi pasar,

kapabilitas inovasi dengan penciptaan nilai.

104

Gambar 2.14

Keterkaitan Orientasi Pasar, Kapabilitas Inovasi dan Penciptaan Nilai

2.3. Bagan Kerangka Pemikiran.

Berdasarkan dari keseluruhan penjelasan kerangka pemikiran tersebut

diatas dan hubungan antar variabel, dapat digambarkan bagan kerangka pemikiran

tentang hubungan orientasi pasar, kapabilitas inovasi,penciptaan nilai dan kinerja

pemasaran. Bagan tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu: Bagan pertama berisi

konsep-konsep yang mendasari kerangka pemikiran berupa teori dan proposisi

baik dari literatur-literatur yang digunakan maupun dari jurnal-jurnal hasil

penelitian. Bagan kedua berisi hubungan antar variabel penelitian, dimana dalam

hubungan variabel penelitian tersebut, hubungan kausalitas dan korelasional

dikonstruksi dari hasil penelitian sebelumnya dan ditambah dengan pernyataan

para ahli yang menyatakan adanya keterkaitan antar variabel tersebut. Berikut

akan diilustrasikan kedua bagan tersebut.

Orientasi pasar

Kapabilitas

Inovasi

Penciptaan

Nilai Fierro et al (2011)

Chen et all (2013)

Craven & Piercy (2013)

105

Gambar 2.15

Bagan kerangka pemikiran: Hubungan antara Orientasi Pasar, Kapabilitas

Inovasi, Penciptaan Nilai dan Kinerja Pemasaran

Berdasarkan dari bagan kerangka pemikiran yang dijelaskan diatas dapat

di bangun sebuah model paradigma penelitian yang menghubungkan keseluruhan

variabel yang disesuaikan dengan kepentingan penelitian ini, dapat digambarkan

sebagai berikut:

Penciptaan Nilai (Y1): 1. Manfaat

konsumen 2. Area bisnis 3. Mitra

Bisnis

Orientasi Pasar (X1):

1. Orientasi pada pelanggan

2. Orientasi pada pesaing

3. Interfungsional

Kinerja Pemasaran (Y2): 1. Volume

penjualan 2. Laba 3. Pangsa pasar

Kapabilitas Inovasi (X2):

1. Kepemimpinan untuk inovasi

2. Pengetahuan dan kreativitas

individu

3. Iklim dan budaya inovasi

4. Jaringan dan kerja sama

5. Inovasi proses

6. Inovasi hasil

Darmanto et al (2014)

Hartono (2013)

Eng Teck & Razak (2012)

Mohamed (2014)

Wijesekaraa et al, (2014)

Fierro et al (2011)

Gokus Omer (2015)

G. Njeru & Kibera ( 2014)

Craven & Piercy (2013)

Fierro et al

(2011)

Chen et all

(2013)

Craven &

Piercy

(2013)

Mode & Pop.D,

2013

Tournuis (2013)

De Gama (2011)

Ceylan ( 2007)

Alison Et al.(2007)

Damanpour (2009)

Saunila et al (2013)

Herskovits et al (2013)

Shamah (2012),

Grimaldi et al (2012)

Malik et al (2011)

106

Gambar 2.16

Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut:

= ƒ(X1, X2)

Y2 = ƒ (X1, X2, Ŷ1)

Penciptaan

Nilai (Y1)

1. Manfaat

konsumen

2. Area

bisnis

3. Mitra

bisnis

Kinerja Pemasaran

UKM sentra rajut

(Y2)

1. Volume

penjualan

2. Laba

3. Pangsa pasar

Orientasi Pasar (X1)

1. Orientasi pada pelanggan

2. Orientasi pada pesaing

3. Interfungsional

Kapabilitas Inovasi (X2)

1. Kepemimpinan untuk inovasi

2. Pengetahuan dan kreativitas

individu

3. Iklim dan budaya inovasi

4. Jaringan dan kerja sama

5. Inovasi proses

6. Inovasi hasil

107

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dan dituangkan

dalam paradigma penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Orientasi pasar UKM sentra rajut sudah baik, kapabilitas inovasi UKM sentra

rajut sudah baik, penciptaan nilai UKM sentra rajut sudah tinggi, dan kinerja

pemasaran UKM sentra rajut sudah tinggi.

2) Orientasi pasar dan kapabilitas inovasi secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja pemasaran baik secara langsung maupun melalui

penciptaan nilai di UKM sentra rajut di Kota Bandung.

3) Orientasi pasar dan kapabilitas inovasi secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap penciptaan nilai di UKM sentra rajut di Kota Bandung.

4) Orientasi pasar dan kapabilitas inovasi berpengaruh positif secara parsial

terhadap penciptaan nilai di UKM sentra rajut di Kota Bandung.

5) Orientasi pasar, kapabilitas inovasi dan penciptaan nilai berpengaruh positif

secara parsial terhadap kinerja pemasaran di UKM sentra rajut di Kota

Bandung.