Upload
ngoliem
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Word of Mouth
2.1.1.1 Pengertian Word of Mouth
Menurut WOMMA (Word of Mouth Marketing Association) dikutip oleh
Ratna Dwi Kartika Sari (2012) Word of Mouth adalah suatu aktifitas di mana
konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau produk kepada
konsumen lain.
Menurut Sumardy, Silviana, dan Melone (2011:63) Word of Mouth adalah
kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh sebuah merek agar konsumen
membicarakan, mempromosikan, dan mau menjual merek kita kepada orang
lain.Sedankna menurut Sernovitz (2006:5) adalah Word of Mouth adalah
pembicaraan yang secara alami terjadi antar orang-orang.Word of Mouth adalah
pembicaraan konsumen asli.
Menurut Iput (2007), Ketika seorang konsumen mengeluarkan uang untuk
mengkonsumsi suatu produk/jasa, ia secara langsung juga mengkonsumsi sebuah
experience, yang kemudian memberi efek persepsi, dan berakhir pada suatu tingkat
kepuasan emosional. Kepuasan emosional inilah yang akan menghasilkan sebuah
word-of-mouth, yang mungkin sering muncul tanpa sengaja, namun sebenarnya bisa
direncanakan dengan strategi yang tepat, dengan goal yang diinginkan perusahaan.
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
word of mouth merupakan sebuah kegiatan pemasaran yang dalam memberikan
8
informasi suatu produk/jasa dari satu konsumen ke konsumen lainnya untuk
membicarakan, mempromosikan, dan mau menjual suatu merek kepada orang lain.
2.1.1.2 Jenis-Jenis Word Of Mouth
Menurut Sernovitz (2006:6), Word of Mouth terdiri dari dua jenis, yaitu:
1) Organic Word of Mouth adalah pembicaraan yang bersemi secara alami dari
kualitas positif dari perusahaan anda.
2) Amplified Word of Mouth adalah pembicaraan yang dimulai oleh kampanye
yang disengajakan untuk membuat orang-orang berbicara.
2.1.1.3 Tingkatan Word of Mouth
Menurut Dikdik Harjadi (2008), dari perspektif strategi dan fungsi
komunikasi pemasaran, word of mouth terdiri dari tiga level yaitu:
1) Talking.Pada level ini, konsumen membicarakan produk/merek
perusahaan.Level pertama ini merupakan word of mouth yang paling
mendasar yang sering terjadi dan dilakukan. Word of Mouth pada level ini
tidak berhubungan langsung dengan penjualan.
2) Promoting. Pada level ini, konsumen mulai mempromosikan produk
perusahaan kepada orang lain (word of mouth to make your customers do the
promotion).
3) Selling.Pada level ini, konsumen menjual produk perusahaan (word of mouth
to make your customer do the selling).Ini merupakan tahapan word of mouth
yang paling penting bagi sebuah perusahaan. Pada level ini konsumen
membuat suatu komunikasi pemasaran yang membantu penjualan produk.
9
2.1.1.4 Motivasi Melakukan Word of Mouth
Menurut Sernovitz (2006:13), terdapat tiga motivasi dasar yang mendorong
positive word of mouth. Motivasi tersebut adalah:
1) Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi. Orang-orang membicarakan
suatu produk karena mereka menyukai produk yang mereka konsumsi.Baik dari
segi produk utama yang mereka konsumsi maupun service atau pelayanan yang
mereka terima.
2) Pembicaraan membuat mereka merasa baik. Kebanyakan konsumen melakukan
word of mouth karena motif emosi atau perasaan terhadap produk yang mereka
gunakan. Sebagai mahluk sosial, manusia sudah selayaknya berkomunikasi dan
berbagi informasi antar satu individu ke individu yang lain.
3) Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok. Keinginan untuk menjadi
bagian dari suatu kelompok adalah perasaan manusia yang paling kuat. Setiap
individu ingin merasa terhubung dengan individu yang lain dan terlibat dalam
suatu lingkungan sosial. Membicarakan sauatu produk adalah salah satu cara
untuk mendapat hubungan tersebut. Kita merasa senang secara emosional ketika
kita membagikan informasi atau kesenangan dengan suatu kelompok yang
memiliki kesenangan yang sama.
2.1.1.5 Menciptakan Word of Mouth
Menurut Dikdik Harjadi (2008), ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk menciptakan Word of Mouth Communication, diantaranya adalah:
1) Conversation Tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan dengan
suatu merek, baik pembicaraan offline maupun online.
2) Menciptakan komunitas dengan ketertarikan / bidang yang sama.
10
3) Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk bertindak
mewakili brand tersebut.
4) Memberikan pelayanan yang superior, sehingga menciptakan kepuasan pelanggan
5) Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan ataupun terkait dengan produk
dan berhubungan dengan orang lain melalui blog.
6) Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang besar pengaruhnya
dalam sebuah Social Network dan bekerjasama dengan mereka.
2.1.1.6 Word of Mouth Marketing
Menurut Andy Sernovitz (2006:9-12) Definisi WOM Marketing adalah tindakan
yang dapat memeberikan alasan supaya semua orang lebih mudah dan lebih suka
membicarakan produk kita. Ada 3 hal yang dapat dilakukan agar orang lain
membicarakan produk atau jasa dalam Word of Mouth Marketing yaitu:
1) Be Interesting, menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang
mempunyai perbedaan, terkadang walaupun perusahaan menciptakan produk
sejenis, mereka akan mempunyai karakteristik yang tersendiri atau berbeda agar
menarik untuk diperbincangkan. Perbedaan ini bisa dilihat dari berbagai hal
misalnya packaging, atau guarantee produk atau jasa tersebut.
2) Make People Happy, buat produk yang mengagumkan, ciptakan pelayanan
prima, perbaiki masalah yang terjadi, dan pastikan suatu pekerjaan yang
perusahaan lakukan dapat membuat konsumen membicarakan produk ke teman
mereka. Mereka akan membantu perusahaan, men-support bisnis perusahaan kita
dan ia akan mengajak orang lain untuk menikmati atau mencoba produk atau jasa
yang ditawarkan. Word of Mouthakan mudah terjadi apabila perusahaan dapat
membuat konsumen tersebut merasa senang.
11
3) Earn trust and Respect, perusahaan harus mendapatkan kepercayaan dan rasa
hormat dari pelanggan. Tanpa adanya kepercayaan, orang enggan
merekomendasikan produk atau jasa yang perusahaan berikan karena ini akan
membahayakan citra harga dirinya. Komitmen terhadap informasi yang
diberikan, dan buat mereka juga yakin untuk membicarakan tentang produk atau
jasa tersebut dengan singkat seperti pesan singkat agar semua orang mudah
mengingatnya.
2.1.1.7 Indikator Word of Mouth
Berdasarkan pendapat Rangkuti (2009, p96), pesan yang disampaika melalui
Word of Mouth dapat diukur dengan menggunakan indikator-indikator, yaitu dengan
melihat hubungan antara lawan bicara anda mengenai produk X dan tindakan anda
setelah melakukan pembicaraan mengenai produk X tersebut.
Indikator teman bicara anda meliputi:
• Keahlian lawan bicara
• Kepercayaan terhadap lawan bicara
• Daya tarik lawan bicara
• Kejujuran lawan bicara
• Objektivitas lawan bicara
• Niat lawan bicara
Tindakan anda setelah melakukan pembicaraan meliputi :
12
a. Konsumsi pesan
b. Pencarian informasi
c. Konversi
d. Penyampaian kembali
e. Penciptaan ulang pesan
-Indikator word of mouth
Babin, Barry J; L,Yong-Kie; Kim,Eun-Fu; dan Griffin, Mitch (2005).
“Modeling consumer Satisfaction and Word-Of-Mouth : Resturant Patronage
Korea.”Journal of service Marketing ,Vol.19, pp133-139 pada penelitiannya
mengukur word of mouth dengan indikator sebagai berikut :
- Kemauan konsumen dalam membicarakan hal-hal positif tentang kualitas
pelayanan perusahaan kepada orang lain.
- Rekomendasi jasa perusahaan kepada orang lain.
- Dorongan terhadap teman atau relasi untuk melakukan pembelian terhadap jasa
perusahaan.
2.1.1.8 Pengertian Brand (Merek)
Menurut Kartajaya (2004:p11) Marketing Icon of Indonesia: Merek
merupakan indikator nilai yang ditawarkan kepada pelanggan dan atau aset yag
menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitasnya. Berbeda
dengan pendapat stanton dan Lamarto (1994:269) mendefinisikan merek adalah
13
nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini
yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh
penjual.
Tidak berbeda jauh dengan Kotler (1997:p63) dalam buku The American
Marketing Association : Merek adalah nama, istilah, tanda simbol atau rancangan
atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya
dari produk pesaing. Menurut Rangkuti dalam bukunya The Power of Brands
(2002:2) : Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan
jaminin kualitas, namun pemberian nama atau merek pada suatu simbol. Merek dapat
juga dibagi dalam pengertian lainnya, seperti: (Rangkuti,2002:p.2)
a. Brand Name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan.
Misalnya, RCTI, Pepsodent, Honda, Value Plus, dsb.
b. Brand Mark (tanda merek) yang merupkakan sebagian dari merek yang dapat
dikenali namn tidak dapat diucapkan, separti lambang, disain, huruf atau warna
khusus. Misalnya, simbol matahari pada logo Value Plus.
c. Trademark (Tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari
merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menhasilkan sesuatu
yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya
untuk menggunakan nama merek atau tanda merek.
d. copyright (Hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi undang-
undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik,
atau karya seni.
14
Menurut Kotler dan Keller (2006, p.268), citra merek adalah sekumpulan
persepsi dan kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen, seperti yang tercerminkan
dalam asosiasi- asosiasi yang dingat dalam benak konsumen.
Citra merek menurut Aeker dalam buku Simamora (2002, p63) adalah
bagaimana merek dipersepsikan oleh konsumen, sedangkan menurut kotler
(simamora, 2002, p63) citra merk adalah sejumlah keyakinan tentang merek. Dari
pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulan citra merek adalah sejumlah
keyakinan bagaimana merek dipersepsikan oleh konsumen. Asosiasi-asosiasi itu
menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikannya kepada konsumen.
Davis mengatakan bahwa citra merek memiliki dua komponen, yaitu asosiasi merek
dan Brand persona. Sebenarnya Brand persona merupakan bagian dari asosiasi
merek. Brand persona harus memiliki keunikan dan kedinamisan pada karakter,
atribut, penampilan dan ciri merek. Menurut Davis dan Kotler dalam buku Simamora
(2002, p36) mengatakan bahwa syarat merek yang kuat dicerminkan dari citra merek
(Brand image) yang kuat.
Bagaimana citra merek terbentuk pada konsumen? Menurut Simamora (2002,
p92) citra merek merupakan interpretasi akumulasi berbagai informasi yang diterima
konsumen. Jadi yang meninterpretasi adalah konsumen, dan yang diinterpretasi
adalah informasi. Hasil interpretasi bergantung pada dua hal. Pertama, bagaimana
konsumen melakukan interpretasi, dan kedua, informasi apa yang diinterpretasi.
Perusahaan tidak sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor
”bagaimana konsumen melakukan interpretasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen
sendiri dan lingkungan.
Citra merek penting untuk diketahui karena citra merek dibentuk melalui
kepuasan konsumen. Penjualan denngan sendirinya diperoleh melalui kepuasan
15
konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan
mengajak calon pembeli lainnya.
Para pemasar harus menciptakan dan memelihara gambaran citra merek
produk atau jasa yang dijual. Jika gambaran itu diperoleh, maka merek sudah siap
hidup dalam pikiran konsumen. Jika tidak, maka merek hanya berupa sesuatu yang
mati yang tidak punya aura atau kekuatan mempengaruhi konsumen.
Sebuah merek tidak mungkin mempunyai satu asosiasi merek pembentuk
citra merek, tetapi biasanya mempunyai lebih dari satu asosiasi merek pembentuk
citra merek. Walaupun satu atau dua asosiasi yg ada, akan lebih menonjol dibanding
dengan asosiasi yang lain. Citra merek yang baik adalah citra merek yang
membangun, positif dan biasanya unik bila dibanding dengan citra merek produk,
jasa, perusahaan lain.
Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri,
manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar jaminan kualitas
karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut ini Durianto, Sugiarto, dan
Budiman (2004: p2) :
1. Atribut produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain dan
lain-lain. Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, produk yang dibuat
dengan baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya.
2. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya
membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hali ini atribut merek
diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat
emosional. Sebagai gambaran, atribut ”mahal” cenderung diterjemahkan
sebagai manfaat emosional, sehingga orang yang mengendarai Mercedes
akan merasa dirinya dianggap penting dan dihargai.
16
3. Nilai.
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Mercedes
menyatakan produk yang berkinerja tinggi,aman, bergengsi, dan sebagainya.
Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di
masyarakat.
4. Budaya.
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan
budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya tinggi,
efisien, dan berkualitas tinggi.
5. Kepribadian.
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu
menggunakan kepribadian orang yang tgerkenal untuk mendongkrak atau
menopang merek produknya.
6. Pemakai.
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umumnya diasosiasikan dengan
orang kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya.
2.1.1.9 Asosiasi Merek (Brand Association)
Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang
terkait dangan ingatannya mengenai suatu merek, (Durianto, Sugiarto, Sitinjak
2004). Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semaikin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan
semain seringnya menampakkan merek tersebut dalam strategi komunikasinya,
ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan
17
lain, suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam
persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat.
Semakin banyak asosiasi saling berhubungan, semakin kuat Brand image
yang dimiliki oleh merek tersebut.
Nilai-nilai asosiasi merek menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004, p27) ialah :
1.Membantu proses / Penyusunan Informasi
Asosiasi – asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan faktor dan
spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggannya dan dapat
menjadi mahal bagi perusahaan untuk mengkomunikasikannya. Sebuah asosiasi
dapat menciptakan informasi bagi pelanggan yang memberikan suatu cara untuk
menghadapinya
2.Diferensiasi / Posisi
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha membedakan.
Asosiasi – asosiasi merek dapat memainkan suatu alasan spesifik untuk membeli
dan menggunakan merek tersebut.
3.Alasan untuk membeli
Banyak asosiasi merek yang membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat
pelanggan yang dapat menyumbangkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan
menggunakan merek tersebut.
4.Menciptakan sikap / perasaan positif
beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya
merembet ke merek yang bersangkutan.
18
5. Basis perluasan
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru.
Selain nilai asosiasi merek terdapat pula atribut-atribut asosiasi merek menurut
Journal of Widya Management and Accounting volume 6 Nomor 1, april 2006
didalam artikel Analisis Brand association (Asosiasi merek) telepon seluler nokia,
studi kasus pada mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Brawijaya,
2.1.2 Brand Trust (Kepercayaan Merk)
2.1.2.1 Konsep Brand Trust
Menurut Delgado (2003), Brand Trust (kepercayaan merek) adalah perasaan
aman yang dimiliki konsumen akibat dari interaksinya dengan sebuah merek, yang
berdasarkan persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan dan bertanggung jawab
atas kepentingan dan keselamatan dari konsumen.Dimensi Brand Trust
Kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek.
Berdasarkan definisi ini kepercayaan merek merefleksikan 2 komponen penting
yaitu:
1. Brand reliabity atau kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan konsumen
bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata
lain persepsi bahwa suatu merek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan. Brand reliabilty merupakan hal yang esensial bagi
terciptanya kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek memenuhi
nilai yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin akan
kepuasan yang sama di masa depan.
19
2. Brand intention didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut
mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi
produk muncul secara tidak terduga. Kedua komponen kepercayaan merek
bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau didasarkan pada
beberapa persepsi yaitu:
Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk/merek
Delgado (2003). dan Persepsi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen
akan kesamaan kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi mereka pada
sejauh mana konsumendapat mengendalikan penjual dan persepsi (Walzuch,
2001; Teltzrow et.al.,2007).
Menurut Lau dan Lee (1999: p44), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang
tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor
tersebut ialah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen.
Selanjutnya Lau dan Lee memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan
menimbulkan loyalitas merek. Hubungan ketiga faktor tersebut dengan kepercayaan
merek dapat digambarkan sebagai berikut.
Brand charateristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini
disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik
merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan,
mempunyai reputasi, dan kompeten.
Company charateristic yang ada dibalik suatu merek juga dapat
20
mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan
konsumen tentang perusahaan yang ada dibalik merek suatu produk merupakan dasar
awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi
reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan, dan integritas suatu
perusahaan.
Consumer - Brand charateristic merupakan dua kelompok yang saling
mempengaruhi. Oleh sebab itu karakteristik konsumen - merek dapat mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep
emosional. konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek, dan
pengalaman terhadap merek.
Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan
acuan dirinya sebagai objek sehingga seringkali dalam konteks pemasaran
dianalogkan merek sama dengan orang. Suatu merek dapat memiliki kesan atau
kepribadian. Kepribadian merek ialah asosiasi yang terkait dengan merek yang
diingat oleh konsumen dan konsumen dapat menerimanya. Konsumen seringkali
berinteraksi dengan merek seolah-olah merek tersebut adalah manusia. Dengan
demikian, kesamaan antara konsep diri manusia dengan kepribadian merek sangat
berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. (BULETIN
STUDI EKONOMI p187-188 volume 13 nomor 2 tahun 2008).
Penelitian tentang kepercayaan oleh Lau dan Lee (2000) menyatakan bahwa
variabel itu menjadi variabel mediasi antara brand predictability, kesukaan terhadap
merek, kompetensi merek, reputasi merek dan kepercayaan terhadap perusahaan
dengan variabel loyalitas terhadap merek. Kepercayaan konsumen dalam literature
marketing merupakan konsep yang terkait dengan persepsi konsumen. Namun,
konsep ini masih terbatas referensinya. Salah satu penjelasan teoritis tentang
21
kepercayaan terhadap merek adalah yang dikemukakan oleh Assael (1998), dimana
kepercayaan terhadap merek adalah komponen kognitif dari perilaku.
Kepercayaan dan loyalitas konsumen pada suatu merek tidak terlepas dari
tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk tersebut. Pada kondisi yang high
involvement, konsumen lebih membutuhkan informasi, evaluasi merek dan proses
perbandingan antar merek untuk menghindari resiko dan mengurangi kegagalan
kinerja suatu produk. Pada kondisi yang low involvement, konsumen juga
melakukan pencarian informasi, namun proses tersebut dilakukan secara terbatas dan
evaluasi terhadap merek kadang bisa tidak dilakukan. Dengan demikian
pertimbangan yang matang merupakan faktor penentu terbentuknya kepercayaan
pada merek dan loyalitas merek. Kepercayaan konsumen dapat juga terbentuk
melalui pesan iklan yang jujur dan tidak bersifat deceptive (memperdaya). (Telaah
manajemen Vol 2 No. 2/ November/ 2007: p133).
Menurut Deutsch (dalam Lau dan Lee, 2000), kepercayaan adalah harapan
dari pihak-pihak dalam sebuah transaksi dan resiko yang terkait dengan perkiraan
dan perilaku terhadap harapan tersebut, dan Assael (1998) mengemukakan bahwa
dalam mengukur kepercayaan terhadap merek diperlukan penentuan atribut dan
keuntungan dari sebuah merek.
Pembahasan tentang kepercayaan terhadap merek akan lebih lengkap dengan
menjelaskan tentang 3 komponen sikap :
1. Kepercayaan sebagai komponen kognitif. Kepercayaan konsumen tentang merek
adalah karakteristik yang diberikan konsumen pada sebuah merek. Seorang
pemasar harus mengembangkan atribut dan keuntungan dari produk untuk
membentuk kepercayaan terhadap merek ini.
2. Komponen afektif, evaluasi terhadap merek. Sikap konsumen yang kedua adalah
22
evaluasi terhadap merek. Komponen ini mereprensentasikan evaluasi konsumen
secara keseluruhan terhadap sebuah merek. Kepercayaan konsumen terhadap
sebuah merek bersifat multi dimensional karena hal itu diterima di benak
konsumen.
3. Komponen konatif, niat melakukan pembelian. Komponen ketiga dari sikap
adalah dimensi konatif yaitu kecenderungan konsumen untuk berperilaku
terhadap objek, dan hal ini diukur dengan niat untuk melakukan pembelian. Menurut Gurviez dan Korchia (2003) ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi
dari variabel kepercayaan, yaitu:
a. Kepercayaan dan komitmen merupakan variabel yang terpenting dan
strategis untuk menjaga hubungan jangka panjang antar partner industri dan
bisnis. Penjelasan dari variabel kepercayaan dan komitmen dalam hubungan
antara perusahaan dan konsumen, memberikan suplemen pada teori ekonomi
khususnya tentang biaya transaksi.
b. Kesulitan terbesar dalam mengkonsepsikan kepercayaan adalah pada dasar
kognitif maupun afektif.Penelitian yang dilakukan Tezinde et al (2001)
membuktikan bahwa kepercayaan, komitmen dan kepuasaan akan
mempengaruhi hubungan dengan konsumen dan loyalitas. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Brand Trust merupakan suatu respon konsumen akibat
penggunaan suatu merek dimana konsumen mendapatkan efek kognitif yaitu
kepercayaan dari pengalaman mengkonsumsi. Kerangka kepercayaan
konsumen pada merek, ialah:
23
2.1.3 Pengertian Keputusan Pembelian
2.1.3.1 Proses Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas
merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (Kotler dan Keler, 2009:240)
Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam
pembelian mereka, proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyesuaian
masalah yang terdiri dari lima tahap yang dilakukan konsumen, kelima tahap tersebut
adalah pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasialternatif, keputusan
pembelian, dan perilaku pasca pembelian.
Gambar 2.1 Proses Keputusan Pembelian
Sumber :Kotler dan Keller (2009) Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 1
Keterangan :
1) Pengenalan masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembelimengenali
adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaanantara keadaan
nyata dan keadaan yang diinginkan. Jika kebutuhantersebut diketahui maka
konsumen akan segera memahami adanyakebutuhan yang harus segera dipenuhi
dan kebutuhan yang masih bisaditunda. Sehingga mulai tahap inilah pembelian
mulai dilakukan.
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
24
2) Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang telah mengetahui kebutuhannya dapat atau tidakdapat
mencari informasi lebih lanjut jika dorongan kebutuhan itu kuat, jikatidak kuat
maka kebutuhan konsumen itu hanya akan menjadi ingatanbelaka. Konsumen
mungkin melakukan pencarian lebih banyak atausegera aktif mencari informasi
yang mendasari kebutuhan ini.
3) Evaluasi alternative
Tahap ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasimerek
alternatif dalam perangkat pilihan. Bagaimana konsumenmengevaluasi alternatif
barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masingindividu dan situasi
membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan,konsumen menggunakan perhitungan
dengan cermat dan pemikiran logis.Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya
sedikit mengevaluasi atautidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan
dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi.
Kadang-kadang konsumen mengambil keputusanmembeli sendiri; kadang-kadang
mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk
memberi saran pembelian.
4) Keputusan Pembelian
Jika keputusan yang diambil adalah membeli, maka pembeli akanmenjumpai
serangkaian keputusan yang menyangkut jenis pembelian,waktu pembelian, dan
cara pembelian. Pemilihan penjual didasari motiflangganan yang sering menjadi
latar belakang pembelian konsumen.Dalam hal ini konsumen lebih mengutamakan
untuk membeli pada penjual tertentu.
25
5) Perilaku setelah Membeli
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkatan
kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan, ada kemungkinan bahwa pembeli
memiliki ketidakpuasan setelah melakukan pembelian karena tidak sesuai dengan
keinginan atau gambaran sebelumnya, dan lainsebagainya.
2.1.3.2 Model Perilaku Konsumen dalam Keputusan Pembelian
Pada hakikatnya kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam
hidupnya sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi pada
lingkungan di mana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku
konsumen (consumer behaviour), yaitu dalam mengambil keputusan pembelian atau
penggunaan suatu produk barang dan jasa.
Engel, Blackwell dan Miniard (2000) yang dikutip oleh Hurriyati (2005,
p.74) berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mendasari variasi perilaku
konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli atau menggunakan
produk barang dan jasa.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah pengaruh lingkungan, karakteristik
individu, proses psikologi. Menurut Kotler dan Amstrong dikemukakan melalui
model perilaku konsumen yang digambarkan pada gambar 2.2 di bawah ini :
26
Gambar 2.2. Model Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Amstrong
Sumber : Hurriyati (2005, p. 72)
Pada model ini, pemasaran dan rangsangan lain mempengaruhi perusahaan
pembeli dan menimbulkan tanggapan tertentu dari pembeli. Rangsangan pemasaran
untuk pembelian produk terdiri dari 7P untuk produk fisik dan 7P untuk produk jasa.
Rangsangan lain adalah kekuatan-kekuatan utama dalam lingkungan, yaitu: ekonomi,
teknologi, politik dan budaya. Rangsangan-rangsangan ini mempengaruhi pembeli
dan berubah menjadi tanggapan pembeli untuk memutuskan pilihan pada keputusan
pembelian. Aktivitas pembelian terdiri dari dua bagian utama: karakteristik pembeli
dan proses pengambilan keputusan pembelian. Untuk sampai pada keputusan
membeli atau mengonsumsi jasa, pelanggan mulai dengan mengenali permasalahan
yang dihadapinya, mencari informasi mengenai solusi permasalahannya, melakukan
evaluasi terhadap alternatif-alternatif yang ada, dan akhirnya melakukan pembelian.
Stimulti Stimulti
Pemasaran Lain
Produk Ekonomi
Harga Teknologi
Tempat Politik
Promosi Budaya
Orang
Proses
Bukti Fisik
Karakteristk Proses
Pembeli Keputusan
Pembelian
Budaya Pengenalan
Sosial Masalah
Psikologi Pencarian
Informasi
Evaluasi
Keputusan
Perilaku
Pembelian
Keputusan
Pembelian
Pilihan Produk
Pilihan Merek
Pilihan Toko
Pilihan Waktu
Pilihan Jumlah
27
Setelah itu, konsumen akan melakukan evaluasi terhadap proses pembelian tersebut.
Pengalaman tersebut selanjutnya mempengaruhi lingkungan eksternalnya dan jugs
mempengaruhi dirinya sendiri, sehingga akhirnya membentuk self-concept dan gaya
hidup konsumen.
Menurut Sumarwan (2003, p.294-321) keputusan membeli atau
mengonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-
langkah sebagai berikut :
c. Pengenalan kebutuhan Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen
menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara
keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pengaktifan kebutuhan yang dikemukakan oleh Engel,
Blackwell dan Miniard (1995) yaitu: waktu, perubahan situasi, pemilikan poduk,
konsumsi produk, perbedaan individu dan pengaruh pemasaran.
d. Pencarian informasi Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen
memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan
mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan
didalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian
eksternal). Menurut Schiffman dan Kanuk (2007, p.496- 497) pada tingkat yang
paling fundamental, alternatif pencarian informasi dapat digolongkan sebagai
personal maupun impersonal. Alternatif pencarian informasi personal memasukkan
tidak saja pengalaman konsumen yang lalu dengan produk atau jasa. Tersebut juga
di dalamnya permintaan informasi dan nasihat kepada teman- teman, kerabat, rekan
sekerja dan para wiraniaga. Sedangkan alternatif pencarian informasi impersonal
terdiri dari artikel surat kabar, artikel majalah, brosur promosi langsung, informasi
28
dari Wan produk dan situs web internet. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pencarian informasi yaitu: (a) Faktor risiko produk, (b) Faktor karakteristik
konsumen dan (c) Faktor situasi.
1. Evaluasi alternatif Proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan
memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Kriteria evaluasi adalah
atribut atau karakteristik dari produk dan jasa yang digunakan untuk
mengevaluasi dan menilai alternatif pilihan. Kriteria evaluasi bisa bermacam-
macam tergantung kepada produk atau jasa yang dicvaluasi. Engel, Blackwell dan
Miniard (1995) menyebutkan tiga atribut penting yang sering digunakan untuk
evaluasi, yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk.
2. Keputusan pembelianMemutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin
penggantinya jika diperlukan. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai
apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, di mana membeli,
dan bagaimana cara membayarnya. Setelah konsumen membeli atau memperoleh
produk dan jasa, biasanya akan diikuti oleh proses konsumsi atau penggunaan
produk.
3. Perilaku pasca pembelian Menggunakan alternatif yang dipilih dan
mengevaluasinya sekali lagi berdasarkan kinerja yang dihasilkan. Hasil dari
proses ini adalah konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap
produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen
membeli dan mengonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang
tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian
kembali dan konsumsi produk tersebut.
29
Sedangkan menurut Utami (2006, p.45) bahwa ada beberapa tahapan dalam
proses belanja pelanggan, dapat dilihat dalam gambar 2.3 di bawah ini :
Tahapan Pemilihan Ritel Pemilihan Barang Kebutuhan
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi
Penentuan Pilihan
Transaksi
Kesetiaan
Gambar 2.3 Proses Belanja Pelanggan
Sumber : Utami (2006, p. 45)
PENGENALAN
KEBUTUHAN
Mencari informasi
tentang ritel
Evaluasi Ritel
Memilih Ritel
Mengunjungi
Toko/Situs internet/
Mencari melalui
Katalog
PENGENALAN
KEBUTUHAN
Mencari Informasi
Tentang Barang
Dagangan
Menyeleksi barang
dagangan
Evaluasi Barang
Dagangan
Belanja Barang
Dagangan
Evaluasi setelah
belanja Membeli Kembali di
tempat yang sama
30
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen
Menurut Ma'ruf (2006, pp.57-60) proses keputusan memilih barang atau jasa
dan lain-lainnya itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor pribadi.
A. Faktor LingkunganFaktor lingkungan terdiri atas:
1. Faktor budaya
Budaya adalah faktor mendasar dalam pembentukan norma-norma yang dimiliki
seseorang yang kemudian membentuk atau mendorong keinginan dan prilakunya
menjadi seseorang konsumen. Termasuk di dalamnya kebudayaan, sub kebudayaan,
dan kelas sosial. Budaya meliputi hal-hal berikut ini:
• Nilai-nilai : Norma yang dianut oleh masyarakat
• Persepsi: Cara pandang pada sesuatu
• Preferensi : Rasa lebih suka pada sesuatu dibandingkan pada yang lainnya
• Behaviour : Tindak-tanduk atau kebiasaan seseorang
2. Faktor sosial
• Kelompok: Kelompok yang mempengaruhi anggotanya dalam membuat
keputusan terhadap pembelian sesuatu barang atau jasa.
• Keluarga : Faktor ini juga penting pengaruhnya bagi seseorang dalam memilih
suatu barang dan jasa. Sama seperti kelompok yang dapat mempengaruhi
anggotanya, demikian juga keluarga.
• Peran dan status : Peran seorang di masyarakat atau di perusahaan akan
mempengaruhi pola tindakannya dalam membeli barang atau jasa. Demikian juga
status. Orang yang dalam status tidak bekerja akan sangat bertolak belakang
31
dalam berbelanja dari orang yang berstatus bekerja.
B. Faktor Pribadi
Faktor pribadi atau faktor internal dalam diri seseorang adalah faktor penting
bagi proses pembelian dalam diri konsumen. Keputusan konsumen juga dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi. Faktor pribadi terdiri atas :
1. Faktor pribadi
Seorang konsumen akan berbeda dari seorang konsumen lainnya karena faktor-
faktor pribadi yang berbeda. Hurriyati (2005, pp.98-100) menjelaskan faktor-
faktor pribadi tersebut, yaitu:
• Umur dan tahap siklus hidup
Orang merubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya.
Selera akan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan
dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga tahap-
tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya.
• Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pekerja
kasar cenderung membeli lebih banyak pakaian untuk bekerja, sedangkan
pekerja kantor membeli Iebih banyak jas dan dasi. Pemasar berusaha
mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan
produk dan jasa mereka.
• Situasi Ekonomi
Situasi ekonomi akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang
peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan
32
pribadi, tabungan, dan tingkat minat.
• Gaya Hidup
Orang yang berasal dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama
mungkin mempunyai gaya hidup yang jauh berbeda. Gaya hidup adalah pola
kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam psikografiknya. Gaya hidup
mencakup sesuatu yang Iebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian
seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang
secara keseluruhan di dunia.
• Kepribadian dan Konsep diri
Kepribadian setiap orang yang jelas mempengaruhi tingkah laku
membelinya. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti
rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan
diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Dasar pemikiran
konsep diri adalah bahwa apa yang dimiliki seseorang memberi kontribusi
dan mencerminkan identitas mereka. Jadi, agar dapat memahami tingkah laku
konsumen, pertama-tama pemasar harus memahami hubungan antara konsep
diri konsumen dan miliknya.
2. Faktor psikologis Faktor kejiwaan atau psikologis yang mempengaruhi
seseorang dalam tindakan membeli sesuatu barang/jasa ada empat macam, yaitu
termasuk di dalamnya motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan
sikap. Hurriyati (2005, pp.100-102) menjelaskan faktor-faktor psikologis
tersebut, yaitu:
A. Motivasi
Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada suatu saat. Kebutuhan
berubah menjadi motif kalau merangsang sampai tingkat intensitas yang
33
mencukupi. Motif (dorongan) adalah kebutuhan yang cukup menekan untuk
mengarahkan seseorang mencari kepuasan.
B. Persepsi
Seseorang yang termotifasi slap untuk bertindak. Bagaimana orang
bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Dua orang dengan
motivasi sama dan dalam situasi yang sama mungkin mengambil tindakan
yang jauh berbeda karena mereka memandang situasi secara berbeda.
Persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam memilih,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan informasi guna membentuk
gambaran berarti mengenai dunia.
C. Pengetahuan
Pentingnya praktik dan teori pengetahuan bagi pemasar adalah
mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan
menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk
yang membangkitkan motivasi, dan memberikan pembenaran positif.
D. Keyakinan dan Sikap
Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang
mengenai sesuatu. Pemasar tertarik pada keyakinan bahwa orang
merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini
menyusun citra produk dan merek yang mempengaruhi tingkah laku
membeli. Sikap menguraikan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan dari
seseorang terhadap suatu objek atau ide yang relatif konsisten.
34
2.1.4 Hubungan Antar Variabel
2.1.4.1 Hubungan Word of Mouth Terhadap keputusan pembelian
• Menurut Ahmad M. Zamil (2011) Hubungan Word Of Mouth terhadap
Keputusan Pembelian dapat dijelaskan sebagai berikut :
hasil analisis yang dilakukan menujukkan adanya hubungan yang positif,
kuat,dan secara signifikan Word of Mouth, dalam pemasaran terhadap suatu
produk terhadap keputusan pembelian.
• Menurut Pantri Heriyati dan Teguh Pratomo Siek (2001)
Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan Word of Mouth berpengaruh
signifikan positif terhadap keputusan pembeliaan, dan tida ada perbedaan
yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan
pembelian.
2.1.4.2 Hubungan Brand Trust Terhadap Keputusan Pembelian
• Menurut James E. Haefner, Zsuzsa Deli-Gray, and Al Rosenbloom (2011)
Hubungan Brand Trust dengan Keputusan Pembelian dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Hasil analisis yang dilakukan menujukka adanya hubungan yang kuat dan
positif signifikan secara keseluruhan Brand Trust mempengaruhi keputusan
pembelian.
• Menurut Retno Dewanti (2009)
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan,
dampak pengaruh brand trust terhadap keputusan pembelian.
35
2.1.4.3 Hubungan Word of Mouth dan Brand Trust secara simultan terhadap
Keputusan Pembelian
Menurut Peter CW Lok, Vincent TP Cheng1 , Jo H Rhodes2 & Glenn Asano3
(2012), Hubungan Word of Mouth dan Brand Trust secara simultan terhadap
Keputusan pembelian dapat dijelaskan sebagai berikut :
Hasil analisis menujukkan adanya hubungan yang signifikan dan positif pada
ketiga dimensi secara simultan. Namun startegi Word of mouth,Brand Trust
terhadap keputusan pembelian memiliki pengaruh yang kecil.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka Teoritis
Gambar 2.4 Kerangka Teoritis
Sumber : Penulis
Word of mouth (X1)
(Rangkuti (2009,hal,96)
- Lawan Bicara - Tindak lanjut setelah
pembicaraan
Brand Trust (X2)
(Delgado (2005;2)
-Brand Realibility
-Brand intention
Keputusan pembelian (Y)
(Ma'ruf (2006, pp.57-60)).
- Faktor Budaya - Faktor Sosial - Faktor Pribadi - Faktor Psikologi
36
2.3 Hipotesis :
Berdasarkan tujuan penelitian, maka rancangan hipotesi dalam penelitian adalah :
• T1
Hipotesis pengujian secara individu antara X1 terhadap Y :
- Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Word Of Mouth terhadap
keputusan pembelian.
- Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pemasaran terhadap
keputusan pembelian.
• T2
Hipotesis pengujian secara individu antara X2 terhadap Y :
- Ho = Tidak ada pngaruh yang signifikan antara Brand trust terhadap
keputusan pembelian.
- Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Brand trust terhadap keputuan
pembelian.
• T3
Hipotesis pengujian secara bersama –sama antara X1 dan X2 terhadap Y:
- Ho = Tidak ada pengaruh antara Word Of Mouth dan Brand trust terhadap
keputusan pembelian.
- Ha = Ada pengaruh antara Word Of Mouth dan Brand trust terhadap
keputusan pembelian