45
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Guna memastikan bahwa penelitian yang dilakukan tidak pernah dilakukan oleh penelitian lain sehingga terjadinya duplikasi, maka diperlukan kajian pustaka terhadap hasil penelitian orang lain. Kajian pustaka dilakukan pada penelitian berupa tesis dan jurnal yakni : Setyawarman, Aulia dkk, Gumilang dan Asnar. Untuk memudahkan pencapaian tujuan penelitian, diperlukannya konsep oprasional dari judul penelitian yang dimaksud. Sebagai pegangan analisis dalam penelitian dibutuhkan landasan teori yang kuat, baik yang dipelajari dari kajian literatur, maupun kajian pustaka dari penelitian peneliti lain. Setelah itu, dibuat model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran, untuk memudahkan pembahasan. 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pola Sebaran Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Ritel Modern (Studi Kasus Kota Surakarta) Setyawarman (2009) dalam Tesis yang berjudul “Pola Sebaran dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Ritel Modern (Studi Kasus Kota Surakarta)” dalam penelitiannya memperoleh hasil pola sebaran ritel modern dan tradisional diperoleh berupa adanya kesamaan pola sebaran yang mengelompok dengan arah konsentrasi yang berbeda. Ritel modern cenderung terkonsentrasi ke 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN

MODEL PENELITIAN

Guna memastikan bahwa penelitian yang dilakukan tidak pernah

dilakukan oleh penelitian lain sehingga terjadinya duplikasi, maka diperlukan

kajian pustaka terhadap hasil penelitian orang lain. Kajian pustaka dilakukan pada

penelitian berupa tesis dan jurnal yakni : Setyawarman, Aulia dkk, Gumilang dan

Asnar. Untuk memudahkan pencapaian tujuan penelitian, diperlukannya konsep

oprasional dari judul penelitian yang dimaksud. Sebagai pegangan analisis dalam

penelitian dibutuhkan landasan teori yang kuat, baik yang dipelajari dari kajian

literatur, maupun kajian pustaka dari penelitian peneliti lain. Setelah itu, dibuat

model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan

permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran, untuk memudahkan

pembahasan.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pola Sebaran Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan

Lokasi Ritel Modern (Studi Kasus Kota Surakarta)

Setyawarman (2009) dalam Tesis yang berjudul “Pola Sebaran dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Ritel Modern (Studi Kasus Kota

Surakarta)” dalam penelitiannya memperoleh hasil pola sebaran ritel modern dan

tradisional diperoleh berupa adanya kesamaan pola sebaran yang mengelompok

dengan arah konsentrasi yang berbeda. Ritel modern cenderung terkonsentrasi ke

11

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

12

area dengan kondisi sosio-ekonomi yang stabil, sedangkan pasar tradisional pada

area dengan kondisi sosio-ekonomi menengah bawah.

Pola struktur Kota Surakarta yang berbentuk sektor, yang yang cenderung

digerakkan oleh elemen arah dari pada elemen jarak dan sebaran lokasi ritel yang

mengikuti pola jaringan jalan memberikan tingkat aksesibilitas yang tinggi untuk

wilayah barat Kota Surakarta. Ini menjelaskan bahwa lokasi ritel modern

terkonsentrasi di Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Laweyan, sedangkan

pasar tradisional terkonsentrasi di Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan

Jebres. Bagi ritel modern aksesibilitas adalah mutlak. Indikasi ini terlihat dengan

jelas dari gabungan analisis faktor dan analisis struktur kota berbasis tata guna

lahan dan jaringan jalan. Dimana dari aspek tata guna lahan, sektor ritel

cenderung mengikuti elemen arah dan zona yang mensyaratkan derajat

aksesibilitas yang tinggi (dari sini masih terlihat gabungan teori konsentris dan

teori sektor), namun terlihat makin jelas dari analisis struktur jaringan jalan,

dimana sebaran ritel modern mengikuti struktur jaringan jalan, sedangkan struktur

jaringan jalan di Kota Surakarta sendiri menunjukkan pola yang menjari ke arah

barat Kota Surakarta. Dengan banyaknya jaringan jalan (arteri dan kolektor)

memberikan tingkat aksesibilitas yang tinggi bagi ritel berlokasi di wilayah barat

Kota Surakarta.

Hasil dari penelitian ini dengan menggunakan analisis faktor terhadap 13

faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi ritel modern di Kota Surakarta yaitu

demografi, sosial ekonomi konsumen, psikografis, lokasi fisik, harga tanah, sewa

lahan, jarak dari pusat kota, aksesibilitas, persaingan, perubahan permintaan,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

13

perubahan prganisasi dan supply, perubahan teknologi, dan kebijakan

perencanaan. 13 faktor tersebut tereduksi menjadi 6 faktor baru, faktor tersebut

adalah faktor demografi, sosio-ekonomi konsumen, psikografis, aksesibilitas,

persaingan dan perubahan permintaan. Penelitian ini juga menyatakan bahwa

kelangsungan sektor ritel sangat tergantung dari variabel aksesibilitas,

aksesibilitas yang rendah akan mempersempit area pasar, sebaliknya aksesibilitas

yang tinggi memungkinkan adanya interaksi (interaction) dan pergerakan

(movement) yang tinggi dari konsumen untuk datang ke lokasi ritel. Tingkat

kedatangan konsumen yang tinggi, berdampak pada kinerja ritel yang optimal.

Dari penelitian ini beberapa hal yang dapat dipakai sebagai ide dalam

penelitian yang akan digunakan adalah permasalahan yang timbul akibat tumbuh

dan berkembang ritel modern di kota besar sehingga terjadinya dampak

diantaranya termajinalkan warung tradisional, peneurunan kualitas lingkungan,

perubahan ruang kearah ritelisasi dan sebagainya. Dari penelitian ini, peneliti

sama-sama bertujuan untuk melihat pola sebaran minimarket waralaba. Selain itu,

penelitian yang akan dilakukan juga menggunakan teori yang sama untuk

mengetahui faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kota

Kecamatan Denpasar Barat.

Perbedaaan dari penelitian sebelumnya adalah obyek penelitian yang akan

diteliti adalah minimarket waralaba (Circle K) penelitian yang dilakukan tidak

akan membahas mengenai sebaran ritel tradisional. Lokasi penelitian adalah di

Kecamatan Denpasar Barat. Metode penelitian yang digunakan menggunakan

metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi lapangan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

14

2.1.2 Pola Distribusi Spasial Minimarket Di Kota-Kota Kecil

Aulia dkk. (2009) didalam jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota yang

berjudul “Pola Distribusi Spasial Minimarket di Kota-Kota Kecil” menyimpulkan

bahwa beberapa tahun terakhir, industri ritel modern berkembang pesat di

Indonesia. Pesatnya perkembangan tersebut berpotensi menimbulkan persoalan

terkait dengan keberlangsungan ritel tradisional. Permasalahan ini muncul ketika

penempatan lokasi ritel modern yang berdekatan dengan ritel tradisional.

Kedekatan ini menimbulkan dampak yang merugikan ritel tradisional seperti

berkurangnya jangkuan pelayanan pasar ritel tradisional oleh ritel modern dan

menurunnya omset ritel tradisional. Adanya regulasi oleh pemerintah daerah

terkait belum didukung dengan kesungguhan dan ketegasan aparat pemerintah

terkait aturan zonasi, jarak ritel modern terhadap tradisional, dan lainnya.

Perkembangan ritel modern tidak hanya berada di kota besar namun juga

telah mencapai kota-kota kecil. Perkembangan ritel modern di kota-kota kecil

memiliki kerakteristik sendiri. Jika dikaitkan dengan fungsi kotanya, sebaran

pengecer modern di kawasan perkotaan Soreang, Tanjungsari, dan Lembang

cenderung berada di kawasan yang sesuai dengan fungsi kotanya kecuali Kota

Soreang yang fungsi utama kotanya sebagai pemerintahan. Hal ini dikarenakan

pergerakan kegiatan di kawasan pusat kota lebih tinggi dari kawasan

pemerintahnnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui pendekatan penelitian menggunakan survey sekunder dan primer. Data

yang diperoleh berupa jumlah dan peresebaran lokasi ritel akan dioverlay

sehingga menghasilkan sebaran lokasi dan jangkauan pelayanan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

15

Kesamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama akan meneliti pola

sebaran ritel modern di wilayah perkotaan dengan menganalisa melaluit struktur

ruang kota. Melihat lebih mendalam sesuai ruang-ruang kota dan kecenderungan

keberadaan ritel modern. Perbedaan penelitian ini adalah penelitian Aulia, Adisti,

dan Myra lebih condong melihat pergerakan ritel modern ke arah kota-kota kecil

dengan obyek penelitian ritel modern yang lebih luas (supermarket, hypermarket,

minimarket) dan ritel tradisional yaitu pasar tradisional dan warung tradisional,

namun penelitian yang akan dilakukan sekarang hanya menekankan pada obyek

penelitian yaitu minimarket waralaba (Circle K).

2.1.3 Pola Keruangan Perkembangan Minimarket Di Kota Depok

Gumilang (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Keruangan

Perkembangan Minimarket di Kota Depok”. Hasil penelitian ini adalah pola

keruangan perkembangan minimarket di Kota Depok pada awalnya mendekati

pasar tradisional karena prinsip saling melengkapi antara pasar tradisional dengan

minimarket, dan mendekati konsentrasi penduduk tinggi. Semakin lama

cenderung semakin menjauhi pasar tradisional, menajuhi daerah yang memiliki

konsentrasi penduduk yang tinggi untuk mengisi ruang-ruang kosong dan

mendekati perumahan baru. Pada pereode ketiga tahun 2008 perkembangan

minimarket sangat pesat, sejalan dengan perkembangan perumahan teratur.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pola

spasial minimarket. Mengetahui pola spasial minimarket yang diteliti sama-sama

terletak di kawasan perkotaan. Perbedaannya terletak pada lokasi, juga

penambahan beberapa pembahasan fokus kajiannya. Pada penelitian Gumilang

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

16

yang dikaji adalah pola perkembangan minimarket yang terjadi perkembangan

dari periode tahun ke tahun, sedangkan pada penelitian ini fokus penelitiannya ada

pada impikasi distribusi pola spasial minimarket waralaba dan faktor-faktor

pemilihan lokasi minimarket waralaba (Circle K).

2.1.4 Distribusi Spasial Pusat Perbelanjaan Modern Di Surabaya Pusat

Asnar (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Distribusi Spasial Pusat

Perbelanjaan Modern di Surabaya Pusat”. Hasil penelitian ini adalah menemukan

terdapat 4 faktor yang menentukan distribusi spasial pusat perbelanjaan modern di

Surabaya yaitu faktor aksesibilitas, faktor regulasi pemerintah, faktor harga lahan,

dan faktor persaingan usaha. Metode analisa yang digunakan adalah dengan

menggunakan analisa Weight Overlay Analysis dalam software Ars GIS 9.3.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan mengatahui

persebaran ritel modern dengan menggunakan faktor aksesibilitas, regulasi

pemerintah, harga lahan dan persaingan usaha sebagai faktor yang mempengaruhi

pemilihan lokasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, obyek

penelitian, dan metode analisis yang digunakan.

Secara umum kesipulan dari kajian pustaka yang dilakukan terhadap

keempat penelitian diatas, dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

17

Tabel 2.1 Rangkuman Tinjauan Pustaka Penelitian

Tinjauan pustaka Penelitian I

(Setyawarman)

Penelitian II

(Aulia dkk)

Penelitian III

(Gumilang)

Penelitian IV

(Asnar)

Tujuan penelitian Mengetahui pola dan

faktor-faktor pemilihan

lokasi ritel moderen kota

surakarta

Mengamati pola sebaran di

kota-kota kecil dan

menjelaskan secara deskriptif

pola persebaran khususnya

dikota-kota kecil

Mengetahui pola

keruangan perkembangan

minimarket Kota Depok

Mengetahui distribusi

spasial pusat perbelanjaan

modern untuk mengetahui

lokasi-lokasi potensial

untuk pembangunan

perbelanjaan modern

Metode penelitian Menggunakan metode

analisa secara kuantitatif

dengan analisis tetangga

terdekat (nearest

neighbour analysis)

untuk melihat pola

sebaran ritel modern dan

analisis faktor untuk

Pendekatan penelitian

menggunakan survey

sekunder dan primer. Data

yang diperoleh berupa jumlah

dan peresebaran lokasi ritel

akan dioverlay sehingga

mengjasilkan sebaran lokasi

dan jangkauan pelayanan

Analisis deskriptif

kualitatif. Pengumpulan

data dilakukan survey

lapangan dan penyebaran

kuisioner

Menggunakan analisa

wighted overkay analysis

dalam skftware Arc Gis

9.3

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

18

mengetahui faktor-faktor

pemilihan lokasi ritel

modern

Hasil Penelitian Pola struktur Kota

Surakarta yang

berbentuk sektor,

yang yang cenderung

digerakkan oleh

elemen arah daripada

elemen jarak dan

sebaran lokasi ritel

yang mengikuti pola

jaringan jalan

memberikan tingkat

aksesibilitas yang

tinggi untuk wilayah

barat Kota Surakarta.

Faktor pemilihan

Terdapat tumpang tindih

area pelayanan antara

minimarket dan pasar

tradisional kedekatan

lokasi minimarket dengan

ritel tradisional telah

memberikan dampak pada

usaha dan kinerja ritel

tradisional

Pola keruangan

perkembangan

minimarket di Kota

Depok pada awalnya

mendekati pasar

tradisional karena

prinsip saling

melengkapi antara

pasar tradisional

dengan minimarket,

dan mendekati

konsentrasi penduduk

tinggi.

Semakin lama

cenderung semakin

Terdapat 4 faktor yang

menentukan distribusi

spasial pusat

perbelanjaan modern di

Surabaya yaitu faktor

aksesibilitas, faktor

regulasi pemerintah,

faktor harga lahan, dan

faktor persaingan usaha

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

19

lokas ritel modern

dipengaruhi

berdasarkan faktor

demografi, sosio-

ekonomi konsumen,

psikografis,

aksesibilitas,

menjauhi pasar

tradisional, menjauhi

daerah yang memiliki

konsentrasi penduduk

yang tinggi untuk

mengisi ruang-ruang

kosong dan mendekati

perumahan baru.

Pada pereode ke-3

tahun 2008

perkembangan

minimarket sangat

pesat, sejalan dengan

perkembangan

perumahan teratur.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

20

2.2 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian

2.2.1 Kerangka Berpikir

Penelitian dimulai dari kegiatan grand tour dan melihat adanya fenomena

dilapangan atas tumbuh berkembangnya minimarket dengan konsep waralaba

sehingga akhirnya berdampak terhadap termaginalkan warung/toko tradisional,

kemacetan, dan penurunan kualitas lingkungan Kecamatan Denpasar Barat.

Tumbuh berkembangnya minimarket waralaba diikuti dengan peraturan baik

ditingkat pusat dan daerah yang terus berubah-ubah dan belum ada pembatasan

terkait jumlah dan sebaran minimarket.

Melihat fenomena yang terjadi dilapangan peneliti melihat keberhasilan

tumbuh berkembangnya minimarket waralaba terletak pada faktor utama yaitu

pemilihan lokasi. Makadari itu, penelitian ini akan memaparkan mengenai faktor-

faktor pemilihan lokasi dan sebaran minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar

Barat.

Penjelasan penelitian akan diuraikan sebelumnya pada Bab I subbab 1.1

berupa latar belakang penelitian yang menjelaskan fenomena yang terjadi dengan

melihat perkembangan minimarket dan perubahan peraturan yang ada.

Selanjutnya, akan diperoleh permasalahan yang tertuang pada Bab I subbab 1.2.

Berpijak pada ketertarikan akan faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket

waralaba kemudian dilakukan pencarian literatur serta membangun pemahaman

awal mengenai faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba. Bersamaan

dengan kegiatan tersebut dilakukan batasan pemahaman terkait sebaran, konsep

waralaba dan pemilihan lokasi ritel modern yang tertuang pada Bab II.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

21

Selanjutnya permasalahan-permasalahan yang didapat akan dianalisis dan

mengkomparasi dengan teori yang berkaitan dengan menggunakan metode

kualitatif yang tertuang pada Bab III. Adapun, detail dari kerangka berpikir

penelitian akan dituangkan kedalam bagan kerangka berpikir pada gambar 2.1.

2.2.2 Konsep

Dalam konsep ini akan dijalaskan pengertian dari: distribusi spasial,

minimarket waralaba, dan pemilihan lokasi. Konsep ini diharapkan akan

memudahkan memberikan batasan dan sasaran pembahasan. Dengan demikian

maka tujuan pembahasan bisa tercapai.

1. Pola Sebaran

Menurut Tamin (1997), yang dimaksud dengan pola persebaran spasial

adalah pola persebaran dengan batas ruang di dalam kota atau berkaitan dengan

distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat di dalam suatu wilayah. Pada

dasarnya, suatu persebaran dilakukan untuk melakukan kegiatan tertentu di lokasi

yang dituju, dan lokasi tersebut ditentukan oleh tata guna lahan tersebut.

Selanjutnya menurut Yunus (2010) distribusi spasial erat kaitannya dengan ilmu

geografi atau yang disebut dengan pendekatan ruang spatial approach.

Pendekatan keruangan/spatial approach merupakan pendekatan keruangan yang

digunakan untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang

lebih mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang

mendapatkan posisi utama dalam setiap analisis. Sedangakan Purwanto (2013),

spasial merupakan variabel ruang yang ada di permukaan bumi seperti kondisi

topografi, vegetasi, perairan, dan lain-lain.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

22

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Grand Tour (Observasi Awal)

Latar Belakang

Pertumbuhan pembangunan lokasi pusat-pusat perbelanjaan secara spasial telah tumbuh cepat dan

menyebar seiring dicanangkannya era otonomi daerah di Indonesia

Fenomena

Tumbuh dan berkembangnya

minimarket waralaba terbesar di

Kecamatan Denpasar Barat

Termarginalkan warung

tradisional/kelentong

Alih fungsi lahan kearah

retailisasi, kemacetan, penurunan

daya dukung lingkungan kota

Regulasi Pusat dan Daerah

Ketidak Pastian peraturan yang

terur berubah-ubah Keppres No 99

Tahun 1999- Perpres No 112

Tahun 2007

Konsep pembangunan ekonomi

kerakyatan yang dicanangkan

Perwali No 9 Tahun 2007 belum

membatasi perkembangan

minimarket waralaba

Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi dan Sebaran Minimarket Waralaba

di Kecamatan Denpasar Barat

Permasalahan 1

Apakah faktor-faktor

yang dipertimbangkan

dalam pemilihan lokasi

minimarket waralaba di

Kecamatan Denpasar

Barat?

Permasalahan 2

Apakah yang menjadi faktor

utama pemilihan lokasi

minimarket waralaba terkait

karakteristik pemanfaatan lahan di Kecamatan

Denpasar Barat ?

Permasalahan 3

Bagaimanakah

kecenderungan persebaran

minimarket waralaba di

Kecamatan Denpasar Barat ?

Data

Studi literatur, observasi

lapangan dan wawancara

Analisis

Data dari masalah 1

Tabulasi Data

Analisis Data

Kesimpulan

Landasan Teori

Analisis

Data dari masalah 2

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

23

Distribusi spasial adalah sesuatu yang menunjukkan penempatan atau

susunan benda-benda di permukaan bumi (Lee and Wong, 2001). Distribusi

spasial akan menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk spasial yang terjadi. Dalam

mengidentifikasi distribusi spasial dapat berupa titik menyebar/uniform,

mengelompok/clustered atau acak/random yaitu:

1. Pola titik (titik lokasi pemukiman, titik lokasi tempat usaha)

2. Pola garis (lintasan badai atau migrasi burung)

3. Pola area (distrik pemilihan umum, distrik penjualan)

4. Permukaan dari variasi yang kontinu (gambar citra satelit, citra

topografi)

5. Pola interaksi antar tempat (migrasi).

Jadi yang dimaksud dengan distribusi spasial adalah pola persebaran

dengan pendekatan keruangan yang dilakukan untuk melakukan kegiatan tertentu

dengan ditentukan oleh tata guna lahan tersebut yang secara visual dapat

digambarkan berupa titik menyebar, mengelompok atau acak.

2. Minimarket Waralaba

Minimarket merupakan toko berukuran relatif kecil yang merupakan

pengembangan dari Mom & Pop Store, dimana pengelolaannya lebih modern,

dengan jenis barang dagangan lebih banyak. Mom & Pop Store adalah toko

berukuran relatif kecil yang dikelola secara tradisional, umumnya hanya

menjual bahan kebutuhan pokok sehari-hari yang lokasinya terletak di daerah

perumahan/pemukiman, biasa dikenal sebagai toko kelontong. (Tambunan dkk,

2004). Minimarket merupakan jenis pasar modern yang agresif memperbanyak

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

24

jumlah gerai dan menerapkan sistem franchise dalam memperbanyak jumlah

gerai. Tujuan peritel minimarket dalam memperbanyak jumlah gerai adalah untuk

memperbesar skala usaha sehingga bersaing dengan skala usaha Supermarket dan

Hypermarket, yang pada akhirnya memperkuat posisi tawar ke pemasok (Pandin,

2009). Sedangkan minimarket dalam peraturan perundang-undangan termasuk

dalam toko modern. Peraturan mengenai toko modern diatur dalam Perpres No.

112 Tahun 2007 pasal 1 yang mengartikan minimarket merupakan toko modern

dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran

atau grosir yang berbentuk perkulakan.

Istilah waralaba dapat disebut juga dengan franchise yangberasal dari

bahasa Perancis, artinya bebas dari penghambaan atau perbudakan. Bila

dihubungkan dalam konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh

seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.

Pewaralabaan (franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba

(franchise) yakni suatu sistem keterkaitan usaha yang saling menguntungkan

antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchise)

(Tunggal, 2004).

Berdasarkan pengertian dari Asosiasi Franchise Indonesia (2014),

waralaba merupakan suatu sisitem pendistribusian barang atau jasa kepada

pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada

individu atau perusahaan (franchisee) untuk melaksanakan bisnis dengan merek,

nama, sistem, prosedur, dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam

jangka waktu dan area tertentu.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

25

Menurut Widjaja (2001) mendefinisikan Franchise sebagai “Lisence to

trade using a brand name and paying a royalty for it” dan Frachising untuk

pewaralabaan didefinisikan sebagai “Act of selling a lisence to trade as a

franchise”. Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang

dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalti.

Sedangkan di Indonesia definisi waralaba secara yuridis berdasarkan

Peraturan menteri perdagangan No. 12 Th 2006 waralaba adalah perikatan antara

pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima waralaba

diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan atau

menggunakan hak kekayaan intrlektual atau penemuan atau ciri jhas usaha yang

dimiliki pemberi waralaba. Sedangkan PP No. 42 Th 2007 pasal 1 yang

mengartikan waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh seorang

perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha

dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan

dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian

waralaba.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, minimarket waralaba adalah toko

berukuran relatif kecil yang merupakan pengembangan dari warung/toko

tradisional dengan kegiatan atau usahanya mengguankan sistem penjualan yang

telah ada dan teruji dengan didasarkan perjanjian tertentu. Minimarket

menjalankan usahanya berdasarkan sistem keterkaitan usaha yang saling

menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba

(franchise).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

26

Waralaba meiliki tiga elemen yang mendukung dari International

Franchise Association (IFA) (2014), yakni sebagai berikut.

1. Merek: pewaralaba (franchisor) yang bertindak sebagai pemilik dari sistem

waralaba memberikan izin kepada terwaralaba (franchise) untuk

menggunakan merek dagang/jasa dan logo yang dimiliki oleh pewaralaba.

2. Sistem bisnis: sistem atau metode bisnis tersebut berupa pedoman yang

mencakup standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah

produk atau makanan, metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar

periklanan, sistem penyimpanan, sistem akuntansi, kontrol persediaan, dan

kebijakan dagang dan lain-lain. Keberhasilan dari suatu organisasi waralaba

berasal dari penerapan sistem atau metode bisnis yang sama antara

pewaralaba dan terwaralaba.

3. Biaya: pada setiap bisnis waralaba, pewaralaba baik secara langsung atau

tidak langsung menarik pembayaran dari terwaralaba atas penggunaan merek

dan atas partisipasi dalam sistem waralaba yang dijalankan. Pada umumnya

biaya tersebut adalah biaya amal, biaya jasa, biaya royalty, biaya lisensi,

biaya pemasaran bersama serta dapat berupa biaya manajemen.

Inti hubungan waralaba adalah berupa perjanjian kontrak yang mengatur

kebebasan franchise untuk melakukan atau menggunakan sesuatu yang

merupakan milik hak franchisor (Rusno, 2011). Ikatan perjanjian ini mengatur

hubungan dan pengendalian distribusi produk atau jasa yang dijual oleh

franchisee. Franchisee, wirausahawan atau investor membayar sejumlah uang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

27

yang disetujui untuk memperoleh hak menjual sesuatu produk atau jasa tertentu,

menggunakan merek dagang, cap, teknik pengoprasian yang dimiliki franchisor.

3. Pemilihan Lokasi

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan

minimarket waralaba adalah ketepatan dalam pemilihan lokasi usaha. Lokasi

usaha yang startegis akan menentukan jumlah konsumen yang berpotensi membeli

produk yang dijual. Peningkatan jumlah konsumen dan jumlah penjualan

mengakibatkan keuntungan yang diperoleh meningkat (Nuritha, dkk., 2013).

Lokasi merupakan suatu penjelasan yang dapat dikaitkan dengan tata

ruang dari suatu kegiatan ekonomi. Lokasi berhubungan dengan alokasi geografis

dari sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap

lokasi berbagai aktivitas ekonomi dan sosial (Sirojuzilam, 2006). Menurut Utami

(2006), lokasi adalah faktor utama dalam pemilihan toko konsumen. Faktor lokasi

merupakan salah satu kapabilitas yang unik dan susah ditiru oleh pesaing dalam

dunia usaha. Sedangkan Tjiptono (2002) lokasi adalah tempat usaha beroprasi

atau tempat usaha melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang

meningkatkan segi ekonominya.

Penentuan lokasi ritel secara garis besar didasari oleh dua pemikiran yaitu

pemikiran pertama memandang lokasi ritel modern memiliki kecenderungan

berlokasi di pusat kota. Gejala ini disebut dengan sentralisasi lokasi ritel (Yunus,

2004). Sedangkan pemikiran kedua, meliat perkembangan ritel modern mengarah

pada pola desentralisasi wilayah. Beberapa variabel yang berpengaruh terhadap

pola desentralisasi wilayah dalam pola lokasi ritel meliputi: adanya perubahan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

28

permintaan, perubahan organisasi ritel, kondisi tanah dan tenaga kerja, perubahan

teknologi dan kebijakan perencanaan.

Pemilihan lokasi juga mempertimbangkan tingkat aksesibilitas yang tinggi

dari konsumen. setiap konsumen menginginkan lokasi yang mudah dijangkau

dengan perjalanan seminimal mungkin untuk mengunjungi pusat perbelanjaan.

Treshold (batas ambang) juga menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam

menentukan lokasi usaha. Threshold adalah tingkat permintaan atau jumlah

penjualan minimum yang dibutuhkan untuk mendukung keberadaan kegiatan

suatu perdagangan. Pengertian threshold juga berarti batas minimum penduduk

yang dapat mendukung keberadaan suatu fungsi perdagangan, misalnya variabel

jumlah penduduk yang merupakan sustitusi dari data jumlah penjualan yang

didapat secara empiris (Yunus, 2004).

Pengembangan suatu usaha minimarket waralaba juga didasari oleh

konsep jangkauan barang, yaitu jarak yang harus ditempuh oleh konsumen untuk

membeli barang/jasa dengan harga tertentu. Waktu dan usaha yang dilakukan oleh

konsumen untuk menempuh lokasi usaha akan menjadi faktor keinginan

konsumen untuk berkunjung.

Pemilihan lokasi usaha untuk minimarket waralaba mempertimbangkan

kombinasi dari beberapa karakteristik, yaitu: demografi (pertumbuhan populasi,

tingkat pendapatan dari populasi, variabel usia, keseragaman etnik, profil

psikografi dan kondisi aktivitas harian dan petang dari populasi), lokasi dan jarak

(neigbouhood center memiliki jarak ½ mil tergantung tujuan dan karakter dari

area pemukiman; community center memiliki cakupan are 3-5 mil dari lokasi; dan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

29

regional center yang memiliki cakupan jarak 8 mil atau lebih dari lokasi ritel),

bentuk, akses, visibilitas (visibilitas yang baik dapat mempengaruhi aksesibilitas),

ukuran, topografi (kodisi atau jenis tanah dan sudut kemiringan tanah yang

berpengaruh terhadap cost capital dari proyek ritel), utilities (akses mudah untuk

sumber daya air, gas, dan listrik), lingkungan (mempertibangkan aspek visual,

keramaian, dan polusi dari lalu lintas aktivitas lokasi usaha, dampak lingkungan,

zoning, dan keuntungan finansial untuk masyarakat luas (Klimert, 2004).

2.3 Landasan Teori

Teori yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah teori morfologi kota.

Selain teori morfologi kota guna mendukung dalam menghubungkan hasil

analisis, dalam landasan teori juga akan dibahas teori perembetan kota dan teori

lokasi retil modern untuk memperkuat pembahasan dan mendapatkan hasil

simpulan yang lebih baik. Teori yang dibahas dimulai dari teori yang lebih makro

ke teori yang mikro. Tahapan teori yang dibahas dalam penelitian ini adalah

dimulai dari teori morfologi kota, dilanjutkan dengan teori perembetan kota dan

teori lokasi retil modern. Dengan landasan teori ini akan memperkuat pembahasan

pertanyaan peneliti untuk memudahkan pencapaian tujuan dalam pembahasan.

2.3.1 Pendekatan Morfologi Kota

Pendekatan morfologi kota merupakan tinjauan terhadap bentuk fisikal

dari lingkungan perkotaan yang tercermin dari kenampakan kota secara fisik

diantaranya tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok bangunan baik

berupa daerah hunian ataupun non-hunian seperti industri, perdagangan (skala

besar hingga pengecer/ritel) dan bangunan-bangunan individual (Yunus, 2000).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

30

Berdasarkan pendekatan morfologi kota, secara garis besar ekspresi keruangan

terdiri dari urban form, pola fisik atau susunan elemen fisik kota seperti banginan

dan lingkungan, dan bentik kota (bentuk kompak dan tidak kompak).

Menurut Yunus (2000) Adapun bentuk-bentuk kota yang yang tergolong

kompak terdiri atas:

A. Bentuk Bujur Sangkar (the square cities)

Kota berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan

kota kesegala arah yang relatif seimbang dan kendala fisik relatif tidak begitu

berarti. Bentuk bujur sangkar, adanya jalur transportasi pada sisi-sisi

mengkinkan terjadinya percepatan pertumbuhan areal kota pada arah jalur

bersangkutan (Gambar 2.2).

B. Bentuk Empat Persegi Panjang (the rectangular cities)

Bentuk persegi panjang menggambarkan adanya perkembangan dengan

dimensi yang berdeda, dimensi memanjang lebih besar dari pada dimensi

melebar. Hal ini dimungkinkan karena adanya hambatan-hambatan fisikal

terhadap perkembangan area kota pada salah satu sisi-sisinya. (Gambar 2.3)

C. Bentuk Kipas (fan shaped citie)

Bentuk kipas merupakan bentuk bagian dari lingkaran. Bentuk kipas

mendeskripsikan perkembangan kearah luar lingkaran kota mempunyai

kesempatan yang relatif seimbang. Pada bagian-bagian lainnya terjadi

hambatan perkembangan kota dikarenakan hambatan faktor alam seperti-

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

31

adanya perairan, gunung dan lain sebagainya, hambatan artificial seperti

saluaran buatan, zoning, ring roads dan sebagainya (Gambar 2.4).

Gambar 2.2 Bentuk Bujur Sangkar (the square cities)

Sumber : Yunus (2000)

Gambar 2.3 Bentuk Empat Persegi Panjang (the rectangular cities)

Sumber : Yunus (2000)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

32

D. Bentuk Bulat (rounded cities)

Bentuk bulat merupakan bentuk yang paling ideal dari kota. hal ini

dikarenakan kesempatan perkembangan kota yang seimbangan.

Perkembangan dapat mengarah kesegala arah. Tidak ada kendala-kendala

fisik yang signifikan pada sisi-sisi luar kota (Gambar 2.5).

Gambar 2.4 Bentuk Kipas (fan shaped citie)

Sumber : Yunus (2000)

Gambar 2.5 Bentuk Bulat (rounded cities)

Sumber : Yunus (2000)

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

33

E. Bantuk Pipa (ribbon shaped cities)

Bentuk pita merupakan perpanjangan bentuk persegi panjang namun

dikarenakan dimensi memanjang jauh lebih besar dari pada dimensi melebar

maka bentuk ini menjadi klasifikasi tersendiri dan secara bentuk

menggambarkan bentuk pita (Gambar 2.6). bentuk pita terjadi karena ada

peranan jalur transportasi yang memanjang dan sangat dominan

mempengaruhi perkembangan area perkotaan, serta terhambatnya perluasan

area kesamping.

F. Bentuk Gurita/Bintang (octopus/star shaped cities)

Jalur transportasi menjadi peranan penting pada bentuk gurita/bintang. Hanya

saja bentuk tersebut tidak hanya memiliki satu jalur transportasi, melainkan

beberapa jalur yang mengarah keluar kota (Gambar 2.7).

Gambar 2.6 Bantuk Pipa (ribbon shaped cities)

Sumber : Yunus (2000)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

34

G. Bentuk Tidak Berpola (unpatterned cities)

Kota seperti ini merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan

kondisi geografis yang khusus. Kota yang dimaksud adalah kota pulau,

bentuk kota menyesuaikan dengan bentuk pulau yang ada. (Gambar 2.8)

Gambar 2.7 Bentuk Gurita/Bintang (octopus/star shaped citie)

Sumber : Yunus (2000)

Gambar 2.8 Bentuk Tidak Berpola (unpatterned cities)

Sumber : Yunus (2000)

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

35

Bentuk-bentuk kota yang tidak kompak pada dasarnya merupakan satu

kawasan perkotaan yang mempunyai area terpisah-pisah oleh kenampakan bukan

perkotaan, dalam bentuk topografis maupun kenampakan agraris. Bentuk-bentuk

tidak kompak dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Bentuk Terpecah (fragmented cities)

Pada awal pertumbuhannya mempenyai bentuk yang kompak dalam skala wilayah

kecil. dalam perkembangan selanjutnya perluasan areal kekotaan baru yang

tercipta ternyata tidak langsung menyatu dengan kota induknya, tetapi cenderung

membentuk terpecah pada daerah-daerah pertanian disekitarnya. Kenampakan-

kenampakan perkotaan yang baru ini dikelilingi oleh area pertanian yang

dihubungkan dengan kota induk serta terpecah yang lain dengan jalur transportasi

yang memadai. Pada negara-negara berkembang bentuk terpecah kebanyakan

merupakan daerah pemukiman, baik permukiman baru maupun permukiman lama

yang telah berubah dari sifat perdesaan menjadi sifat kekotaan. Lama-kelamaan

daerah perkotaan yang terpisah-pisah tersebut menyati dan membentuk kota yang

lebih besar dan kompak. Bentuk kota terpecah sebagaimana yang dimaksud dapat

dilihat pada gambar 2.9.

2. Bentuk Berantai (chainded cities)

Bentuk berantai merupakan bentuk kota yang sebenarnya merupakan bagian dari

bentuk pecah namun karena terjadi hanya disepanjang rute tertentu, kota ini

seolah-olah merupakan mata rantai yang dihubungkan oleh rute transportasi yang

dikarenakan jarak antara kota induk dan kenampakan kota baru berjauhan.

(Gambar 2.10).

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

36

3. Bentuk Berbelah (split cities)

Jenis kota ini merupakan kota kompak namun dibelah oleh perairan yang

cukup lebar, maka seolah-olah kota tesebut terdiri dari dua bagian yang

terpisah (Gambar 2.11).

Gambar 2.9 Bentuk Terpecah (fragmented cities)

Sumber : Yunus (2000)

Gambar 2.10 Bentuk Berantai (chainded cities)

Sumber : Yunus (2000)

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

37

4. Bentuk Stellar (stellar cities)

Kondisi morfologi kota biasanya terdapat pada kota-kota besar yang

dikelilingi kota-kota satelit. Dalam hal ini terjadi gejala penggabungan antara

kota besar utama dengan kota-kota satelit disekitarnya, sehingga kenampakan

morfologi kotanya mirib telapak katak pohon, dimana pada ujung-ujung

jarinya terdapat bulatan-bulatan (Gambar 2.12)

Gambar 2.11 Bentuk Berbelah (split cities)

Sumber : Yunus (2000)

Gambar 2.12. Bentuk Stellar (stellar cities)

Sumber : Yunus (2000)

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

38

2.3.2 Perembetan Kenampakan Fisik Kota

Peningkatan jumlah penduduk suatu perkotaan yang diiringi meningkatnya

tuntutan kebutuhan hidup dalam aspek-aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan

teknologi telah menimbulkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang

besar. Oleh karena ketersediaan ruang didalam kota terbatas, maka meningkatnya

kebutuhan ruang maka akan selalu mengambil ruang di daerah pinggiran kota.

pengambil alihan lahan dari non-urban oleh penggunaan lahan urban di daerah

pinggiran disebut invasion dan perembetan kenampakan fisik kekotaan kearah

luar disebut urban sprawl (Yunus, 2000).

Menurut Yunus (2000) terdapat tiga tipe perluasan areal perkotaan (urban

sprawl) antara lain:

A. Tipe Perembetan Konsentris (concentric development/low desity continous

development)

Tipe perembetan konsentris merupakan jenis perembetan area perkotaan yang

terjadi secara lambat. Perembetan berjalan perlahan-lahan terbatas pada

semua bagian luar kenampakan fisik kota. karena perembetannya berjalan

merata pada semua bagian luar penampakan kota, sehingga akan membentuk

suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak, namun peranan

transportasi terhadap perembetan tidak begitu besar (Gambar 2.13).

B. Perembetan Memanjang (ribbon development/lineair development/axial

development)

Tipe perembetan memanjang menunjukkan ketidak merataan permebetan

kenampakan perkotaan disemua bagian sisi-sisi luar dari daerah kota utama.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

39

Perembetan paling cepat terlihat disepanjang jalur transportasi yang ada,

khususnya yang bersifat menjadi radial dari pusat kota. Daerah di sepanjang

rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan

perembetan perkotaan (Gambar 2.14).

Gambar 2.13 Tipe Perembetan Konsentris (concentric development/low

desity continous development)

Sumber : Yunus (2000)

Gambar 2.14 Perembetan Memanjang (ribbon development/lineair

development/axial development)

Sumber : Yunus (2000)

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

40

Meningkatnya harga lahan pada kawasain ini telah memojokkan pemilik

lahan pertanian pada posisi sulit sehingga makin banyaknya konversi lahan

pertanian ke lahan non pertanian, makin banyaknya penduduk, makin

banyaknya kegiatan non agraris, makin padatnya bangunan, sangat

mempengaruhi kegiatan pertanian, singga berpengaruh terhadap produktifitas

pertanian.

C. Tipe Perembetan Meloncat (leap frog development/checkerboard

development)

Tipe perembetan kenampakan perkotaan ini dianggap paling merugikan, tidak

efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai estetika dan tidak menarik.

Perkembangan lahan perkotaan terjadi berpencaran secara sparadis dan

tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian (Gambar 2.15).

Gambar 2.15 Tipe Perembetan Meloncat (leap frog

development/checkerboard development)

Sumber : Yunus (2000)

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

41

Tipe ini sangat cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan

pertanian pada wilatah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian

akan lebih cepat terjadi.

Dari tipe perembetan perkotaan yang dijelaskan sebelumnya, perembetan

tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan bergabung satu sama lain. Menurut

Russwurm dalam Yunus 2000 menggolongkan ekpresi keruangan (spatiap

expressions) dari kenampakan perkotaan menjadi 4 kenampakan utama dan 6

kenampakan kombinasi. Dengan demikian, terdapat 10 macam ekspresi

keruangan kenampakan kota yaitu: bentuk konsentris (uni nodal/concentric),

bentuk simpul multi (constellation/multi nodal), bentuk memanjang (linieair),

bentuk terserak (dispersed), bentuk konsentris bermulti, bentuk konsentris

memanjang, bentuk konsetris terserak, bentuk memanjang bersimpul multi,

bentuk bersimpul multi berserak, bentuk lineair terserak (Gambar 2.16)

2.3.3 Teori Lokasi Ritel Modern

Menurut Utami (2006) penentuan lokasi ritel dimulai dari memilih suatu

komunitas. Keputusan ini bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomis dan

stabilitas maupun persaingan serta iklim politik. Aspek selanjutnya adalah aspek

geografis. Setelah itu ritel harus menentukan sebuah lokasi yang spesifik.

Karakteristik spesifik adalah kondisi sosioekonomis sekitarnya yang meliputi arus

lalulintas, harga tanah peraturan kawasan dan transportasi publik. Pertumbangan

lainnya adalah posisi pesaing dan sektar ritel berada. Selanjutnya, menurut

Sjatrizal (2008) pemilihan lokasi industri dan jasa dipengaruhi oleh lokasi

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

42

berdasarkan kegiatan ekonomi. Faktor ekonomi pada umumnya merupakan faktor

yang-

dijadikan dasar perumusan teori dikarenakan dapat diukur sehingga hasilnya

menjadi lebih kongkrit. Secara umum pemilihan lokasi ritel modern

diklasifikasikan ke dalam 4 jenis dasar lokasi yang bisa dipilih antara lain:

A. Lokasi pusat perbelanjaan/shoping centre

B. Lokasi di Kota Besar/ditengah kota (CBD/central business district)

C. Lokasi bebas (freestanding)

D. Lokasi berdasarkan kegiatan ekonomi

Gambar 2.16 Ekpresi Keruangan (spatiap expressions)

Sumber : Yunus (2000)

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

43

A. Lokasi Pusat Perbelanjaan/shoping centre

Keberadaan ritel tidak dapat dipisahkan dari adanya pusat-pusat

perbelanjaan modern atau biasa disebut shoping centre. Shoping centre

merupakan suatu kelompok perdagangan yang didirikan, didesain, direncanakan,

dimiliki dan dipasarkan serta memiliki manajemen sebagai satu unit kesatuan.

Pengertian ini juga tertuang dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 Pasal 1 dimana

pusat perbelanjaan merupakan suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau

beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual

atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan

kegiatan perdagangan barang. Penentuan lokasi pusat perbelanjaan perlu

dipertimbangkan yaitu faktor pergerakan konsumen sebagai target penjualan.

Guna lebih jelas dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pola pergerakan konsumen merupakan salah satu faktor yang harus

dipertimbangkan dalam menentukan lokasi kegiatan usaha seperti pusat-pusat

perbelanjaan. Menurut Truman (1992) pergerakan konsumen menggambarkan

pola perjalanan belanja. Pola pergerakan konsumen diklasifikasikan sebagai

berikut :

a. Singgle purpose trip; perjalanan belanja yang diawali di satu titik dan kembali

pada titik yang sama. Rumah dijadikan titik awal dan pusat belanja dijadikan

titik yang dituju. Ini merupakan pola yang sering dilakukan. Pertimbangan

utama dalam pola ini adalah jarak, artinya pusat belanja dengan jarak

terdekatlah yang menjadi titik tujuan.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

44

b. Multi purpose trip; perjalanan belanja dengan titik awal rumah, tetapi titik

yang dituju lebih dari satu (pusat belanja) dan keanekaragaman barang yang

dibeli lebih banyak dibandingkan dengan dengan pola singgle purpose trip,

demikian halnya dengan variabel jarak yang ditempuh relatif lebih jauh.

c. Combined purpose trip; perjalanan belanja sekaligus melakukan kegiatan

bepergian lain seperti perjalanan kerja, baik sebelum/sesudah kerja.

B. Lokasi di Kota Besar/Ditengah Kota (CBD/central business district)

Lokasi ritel di tengah kota sangat erat kaitannya dengan kemampuan

membayar sewa lahan (land value) dan jarak dari pusat kota. Menurut Pontoh dan

Iwan (2008) menyatakan bahwa sewa lahan didasarkan pada pemahaman nilai

sewa lahan mempunyai kaitan erat dengan pola penggunaan lahan. Jalur

transportasi mempunyai peranan besar terhadap perkembangan kota. dalam

pendekatan ini, teori yang dapat menjelaskan perbedaan pola penggunaan lahan

adalah teori sewa lahan.

Pola-pola tata guna lahan di perkotaan merupakan hasil dari aneka faktor

alami dan manisawi, namun pada dasarnya pola penggunaan lahan merupakan

hasil dari motivasi ekonomi. Hasil tersebut telah mendorong dan berkembangnya

analisis sewa yang ditawarkan (bid rent analysis). Semua lokasi di dalam kota

mengandung persaingan. Keberhasilan orang menenpati suatu lokasi dikota,

hanya karena tanah tersebut pemanfaatan lahan dilakukan secara maksimal dan

kemampuan orang untuk membayar sewa lahan tersebut.

Persaingan lahan paling kuat terdapat di pusat kota hal ini dikarenakan

kawasan tersebut terdapat lokasi-lokasi yang paling menguntungkan, namun

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

45

lokasi-lokasi tersebut pada umumnya merupakan lokasi yang sidikit dan langka.

Hal ini menyebabkan harga tanah di kawasan pusat kota sangat mahal. Semakin

jauh dari pusat kota, semakin menurun permintaan akan tanah dan apa bila tanah

banyak, maka sewa yang ditawarkan merosot. Dengan kata lain, sewa yang

ditawarkan orang untuk membayar tanah per meter perseginya, menurun

mengikuti jarak dari pusat kota (Gambar 2.17).

Gambar 2.17 menunjukkan bahwa zona satu untuk sektor bisnis/riteling

functions mempunyai lokasi pada pusat kota karena kelangsungan usaha ini

Gambar 2.17 Fungsi bid-rent dan Penggunaan Lahan di CBD

Sumber : Pontoh dan Iwan (2008)

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

46

membutuhkan derajat aksesibilitas paling besar agar mendatangkan keuntungan

maksimal. Derajat aksesibilitas yang tinggi dimaksudkan untuk menarik

konsumen. Semakin tinggi derajat aksesibiltas, semakin tinggi pula frekuensi beli

karena semakin banyak konsumen dan dengan sendirinya semakin besar

keuntunga yang diperoleh (Short dalam Yunus, 2000). Inilah alasanya mengapa

fungsi-fungsi riteling mau membayar sewa lahan yang tinggi pada zone ini. Tipe

ritel yang dimaksud adalah toko-toko pakaian, minimarket, toko perhiasan dan

lain sebagainya. Tipe lokasi seperti ini akan memilih lokasi derajat aksesibilitas

lebih tinggi dan mampu membayar sewa lahan yang lebih tinggi.

Zona dua ditempati oleh daerah pemukiman dan menempati areal paling

luas di daerah perkotaan. Pada zona ini yang lebih dekat dengan pusat kota

mempunyai nilai kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih

jauh dari pusat kota, hal ini dikarenakan penduduk menginginkan biaya

transportasi uang murah. Pada zona tiga merupakan daerah lahan pertanian.

Lokasi pertanian merupakan lokasi yang paling jauh dari pusat kota, sehingga

nilai lahannya lebih rendah dibanding lahan yang dekat dengan pusat kota.

C. Lokasi Bebas (freestanding)

Pemilihan lokasi secara bebeas (freestanding) yang tepat sangat

menentukan kesuksesan ekonomi dari suatu ritel. Dalam memilih suatu lokasi,

apakah itu bagi ritel skala kecil (small neighbourhood) atau sampai dengan ritel

skala besar (super regional shopping center), perlu mempertimbangkan

kombinasi terbaik dari beberapa karateristik, sebagai berikut (Klimert, 2004):

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

47

a. Demographics. Beberapa indikator penting dari faktor demografi adalah

pertumbuhan populasi, tingkat pendapatan dari populasi, yang tercermin dari

variabel usia, tingkat penggangguran, keberagaman etnik, profil psikografi

dan kondisi aktivitas harian dan petang dari populasi.

b. Location and distance. Pemilihan lokasi juga dipengaruhi oleh jumlah, lokasi,

ukuran atau tipe dan perilaku dari para pesaing yang terdapat di daerah yang

bersangkutan. Suatu analisis dari kondisi eksisting dan kondisi persaingan

yang akan datang adalah bagian dari setiap proses pemilihan lokasi.

Neigbourhood center : idealnya memiliki jarak ½ mil tergantung tujuan dan

karakter dari area pemukiman, community center : memiliki cakupan area 3-5

mil dari lokasi, regional center : memiliki cakupan jarak 8 mil atau lebih dari

lokasi ritel.

c. Shape : bentuk yang dimaksud adalah bentuk bangunan atau lahan yang

dipergunakan sebagai usaha ritel.

d. Access. Neigbourhood center : seyogyanya memiliki akses dari jalan

kolektor, community center : seyogyanya dilokasikan pada akses major

thoroughfares, community center seyogyanya aksesibel terhadap area

perdagangan, regional center : seyogyanya berlokasi pada area yang mudah

diakses dari interchange point antara express ways dan freeways.

e. Visibility. Visibilitas yang baik dapat mempengaruhi aksesibilitas. Pengemudi

mobil di lalu lintas lokal harus dapat melihat dengan mudah lokasi ritel.

f. Size : ukuran yang dimaksud adalah ukuran lahan, proporsi parkir dan ukuran

bangunan sebagai tempat usaha ritel.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

48

g. Topography. Kondisi/jenis tanah dan sudut kemiringan tanah yang

berpengaruh terhadap cost capital dari proyek ritel.

h. Utilities. Akses yang mudah terhadap sumber daya air, gas dan listrik.

i. Surroundings. Lokasi disekitar ritel seyogyanya mempertimbangkan aspek

visual, noise dan polusi dari lalu lintas aktivitas ritel berlokasi.

j. Environmental impacts (kondisi lingkungan sekitar)

k. Zoning : merupakan zona dalam peruntukan lahan.

l. Financial benefits to the community

Teori ini juga didukung oleh hasil studi Aulia dkk (2009) yang

menyatakan bahwa terdapat 4 aspek yang mempengaruhi keberadaan ritel modern

antara lain :

a. Lokasi: unsur kunci dalam penentuan lokasi ritel adalah ukuran pasar, yang

kemudian menentukan skala pelayanannya, ukuran pasar ditentukan dari area

pasar dan rumah tangga atau tingkat pendapatan.

b. Pendapatan: rumah tangga dengan pendapatan tinggi memiliki tingkat

konsumsi yang jauh lebih tinggi perkapitanya, dari pada rumah tangga dengan

pendapatan rendah. Perbedaan pendapatan ini selanjutnya akan menentukan

spesialisasi target dari para peritel.

c. Demografi: kelompok umur/jenis kelamin (sebagai komponen demografi)

menentukan produk-produk yang disediakan. Sebuah rumah tangga dapat

mewakili banyak komponen demografi, maka ritel-ritel dengan jenis berbeda

akan dibutuhkan setiap anggota rumah tangga tersebut.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

49

d. Gaya hidup: kecenderungan konsumen untuk pergi ke toko-toko milik

anggota mereka, yang memilih dan menyediakan barang dengan merek yang

mereka gunakan, kemudian terbentuk pusat komunitas seperti tempat

mengobrol dan lain-lain.

Teori ini juga didukung oleh Jones and Simmons (1993) dalam

Setyawarman (2009) dimana dalam mendefinisikan beberapa faktor kunci dalam

pemilihan lokasi ritel diperoleh hasil studi, dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 2.2 Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Ritel

Faktor-faktor Definisi Indikator

Faktor situasi

(ukuran tanah yang

dipergunakan ).

Dirincikan dengan atribut

non demografi dari area

umum disekitar toko dalam

satuan angka atau bentuk

kategori lain.

Rata-rata lalu lintas harian

dari rute dengan akses

langsung terhadap lokasi

ritel.

Jarak terhadap

pemberhentian transportasi

umum terdekat.

Banyaknya tenaga kerja

dalam 10 menit jalan dari

lokasi

Penerimaan batas skala

minimum dari area umum

untuk ritel.

Faktor sosioekonomi dan

demografi

Faktor pesaing

Merupakan variabel yang

didasarkan pada sensus

yang diartikan untuk

menangkap tingkat dari

Jumlah dari rumah tangga.

Rata-rata pendapatan.

Presentase rumah tangga

yang memiliki anak.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

50

Sumber : Jones and Simons, (1993) dalam Setyawarman, (2009)

Terdapat teori lain yang juga mendefinisikan variabel yang berpengaruh

terhadap desentralisasi dari ritel modern yaitu teori Healey and Ilbery (1996)

dalam Setyawarman (2009) yang menyatakan bahwa faktor-faktor pemilihan

lokasi ritel dapat dipengaruhi oleh:

a. Demand Change/Perubahan Permintaan: peningkatan mobilitas personal,

pertumbuhan kaum pekerja wanita dan meningkatnya penggunaan freezer

permintaan potensial dalam

area perdagangan atau area

yang diinginkan dari suatu

toko

Persentase pekerja

professional.

Jumlah pesaing utama

dalam radius 1 km

Jumlah pesaing sekunder

dalam 2 km

Faktor lokasi Jumlah atau gambaran yang

dikategorikan dari daya

tarik secara relatif dari

lokasi itu sendiri dan

mendukung terhadap lokasi

itu sendiri

Tipe dari lokasi (free

standing atau di shopping

center).

Ukuran dari lokasi (meter

persegi)

Visibility dari lokasi

(kenampakan)

Luas dari tempat parkir

dari lokasi

Faktor instrument yang

lain

Atribut dari lokasi kondisi

toko sekarang, yang mana

untuk toko baru di bawah

kendali secara langsung

dari manajemen

Indek dari mutu

manajemen persediaan.

Rasio dari ruang display

terhadap ruang terbuka.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

51

mendorong peningkatan keluarga untuk berlibur dan belanja pada malam hari

serta meningkatnya one stop shooping center.

b. Organizational Change/Perubahan Keorganisasian: secara ekonomi

pembelian dalam skala besar menyebabkan pertumbuhan yang banyak atau

rantai toko, sementara pembangunan superstore, hypermarket dan gudang

ritel memicu desentralisasi dari kota uang padat dengan biaya tinggi.

c. Land and Labour/Harga Tanah: salah satu faktor utama memicu

desentralisasi adalah harga tanah yang tinggi di pusat kota. faktor dorongan

dari tengah kota berpadi dengan daya tarik oleh pengembang dari skema

pertokoan di pnggiran kota.

d. Technological Change/Perubahan Teknologi: perubahan teknologi

menyebabkan desentralisasi dari ritel adalah meningkatnya pemakaian dari

kendaraan. Kelompok dengan pendapatan tinggi dapat memeperoleh

keuntungan dari peluang ritel di daerah pinggiran, sementara kelompok

dengan penghasilan rendah, tergantung pada transportasi umum.

e. Planning Polices/Politik Perencanaan: adanya perbedaan yang perlu dicataat

antara sikap dari otoritas lokal dalam pembangunan ritel. Faktor perencanaan

merupakan faktor penting yang dapat menjadi rekomendasi kedepan dalam

menentukan lokasi ritel.

D. Lokasi Berdasarkan Kegiatan Ekonomi

Teori lokasi berdasarkan kegiatan ekonomi dikemukakan oleh Sjatrizal

(2008) yang membagi menjadi 6 garis besar faktor ekonomi utama yang

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

52

mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan ekonomi termasuk didalamnya industri

ritel modern yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Ongkos angkut: merupakan bagian yang penting dalam mengetahui kalkulasi

biaya produksi. Besar kecilnya biaya angkut akan mempengaruhi pemilihan

lokasi kegiatan ekonomi dikarenakan pengusaha akan cenderung memilih

lokasi yang dapat memberikan ongkos angkut yang minimum guna

meningkatkan keuntungan secara maksimum.

b. Perbedaan upah antar wilayah: perbedaan upah pekerja dapat terjadi karena

adanya variasi dalam biaya hidup, tingkat inflasi daerah dan komposisi

kegiatan ekonomi wilayah. Perbedaan upah mempengaruhi pemilihan lokasi

kegiatan ekonomi karena tujuan investor dan pengusaha adalah untuk mencari

keuntungan secara maksimal. Bila suatu upah di satu wilayah lebih rendah

dibandingkan dengan wilayah lain, maka pengusaha akan cenderung memilih

lokasi di wilayah tersebut karena akan dapat menekan biaya produksi sehingga

keuntungan menjadi lebih besar. Begitu dengan sebaliknya, pengusaha akan

cenderung tidak memilih lokasi pada suatu wilayah bila upah buruhnya

relative lebih tinggi.

c. Keuntungan aglomerasi: besar kecilnya keuntungan aglomerasi yang dapat

diperoleh pada lokasi tertentu. Keuntungan aglomerasi muncul bila kegiatan

ekonomi yang saling terkait satu sama lainnya terkonsentrasi pada sauatu

tempat tertentu. Keterkaitan dapat berbentuk kaitan dengan bahan baku

(backward linckages) dan kaitan dengan pasar (forward linckages). Bila

keuntungan tersebut cukup besar, maka pengusaha akan cenderung memilih

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

53

lokasi kegiatan ekonomi terkonsentrasi dengan kegiatan lainnya yang saling

terkait. Pemilihan lokasi akan cenderung tersebar bila keuntungan aglomerasi

tersebut nilainya relative kecil.

d. Konsentrasi permintaan: konsentrasi permintaan antar wilayah. Dalam hal ini

pemilihan lokasi akan cenderung menuju tempat dimana terdapat konsentrasi

permintaan yang cukup besar. Bila suatu perusahaan berlokasi pada wilayah

dimana terdapat konsentrasi permintaan yang cukup besar, maka jumlah

penjualan diharapkan akan dapat meningkat. Disamping itu, biaya pemasaran

yang harus dikeluarkan perusahaan menjadi kecil karena pasar telah ada pada

lokasi dimana perusahaan berada. Keadaan ini selanjutnya akan dapat pula

meningkatkan volume penjualan yang selanjutnya akan dapat pula

memperbesar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan

bersangkutan. Konsentrasi permintaan antara wilayah merupakan hal yang

wajar terjadi. Untuk barang konsumsi, keadaan ini terutama terjadi karena

konsentrasi penduduk pada wilayah-wilayah tertentu misalanya di daerah

perkotaan.

e. Kompetisi antar wilayah: tingkat persaingan antar wilayah yang dihadapi oleh

perusahaan dalam memasarkan hasil produksinya. Persaingan antar wilayah

dimaksudkan disini adalah persaingan antara sesama perusahaan dalam

wialayah tertentu atau antar wilayah. Bila persaingan sangat tajam, seperti

pada pasar persaingan sempurna, maka pemilihan lokasi perusahaan akan

cenderung terkonsentrasi dengan perusahaan lain yang menjual produk yang

sama. Hal ini dilakukan agar masing-masing perusahaan akan mendapatkan

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

54

posisi yang sama menghadapi persaingan shingga tidak ada yang dirugikan

karena pemilihan lokasi perusahaan yang kurang tepat. Sebaliknya, bilamana

persaingan tidak tajam atau tidak ada sama sekali seperti halnya pada pasar

monopoli, maka pemilihan lokasi perusahaan akan cenderung bebas, karena

pembeli akan tetap datang dimana saja perusahaan berlokasi. Persaingan

dalam pengertian ilmu ekonomi dapat diukur dengan perbandingan harga jual

produk yang sama antar perusahaan yang bersaing. Suatu perusahaan dapat

dikatakan mempunyai daya saing tinggi bila harganya lebih rendah dari harga

produk saingan dan sebaliknya.

f. Harga dan sewa tanah: didalam memaksimalkan keuntungan perusahaan akan

cenderung memilih lokasi dimana harga sewa tanah lebih rendah. Hal ini

terutama akan terjadi pada perusahaan atau kegiatan pertanian yang

memerlukan tanah relative banyak dibandingkan dengan perusahaan industry

atau perdagangan. Harga tanah akan lebih tinggi bila terdapat fasilitas

transportasi yang memadai untuk angkutan orang atau barang. Disamping itu,

khusus untuk daerah perkotaan, harga tanah bervariasi menurut jarak ke pusat

kota. Bila sebidang tanah berlokasi dekat dengan pusat kota, maka hara

permeter perseginya akan sangat mahal. Sebaliknya harga tanah tersebut akan

jauh lebih murah bila tanah tersebut terletak jauh di pinggir kota.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian merupakan sintesis dan abstraksi antara teori-teori yang

dipilih sesuai dengan fokus dan permasalahan penelitian. Fokus penelitian yang

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · model penelitian, yang merupakan abstraksi dan sistesis dari teori dan permasalahan dalam bentuk bagan alir pemikiran,

55

dimaksud yaitu, faktor pemilihan lokasi dan sebaran minimarket waralaba di

Kecamatan Denpasar Barat,. Rumusan masalah dalam penelitian ini merupakan

gambaran mengenai pertanyaan terhadap apakah faktor-faktor pemilihan lokasi

minimarket waralaba, yang merupakan salah satu pertanyaan yang perlu

diidentifikasi. Selanjutnya, menetahui apakah yang menjadi faktor utama

pemilihan lokasi terkait pemanfaatan lahan di Kecamatan Denpasar Barat, dan

permasalahan terakhir adalah bagaimanakah persebaran minimarket waralaba di

Kecamatan Denpasar Barat.. Adapun model penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.18 sebagai berikut:

Gambar 2.18 Model Penelitian

Apakah faktor-faktor yang

dipertimbangkan dalam

pemilihan lokasi minimarket

waralaba di Kecamatan

Denpasar Barat ?

Apakah yang menjadi faktor

utama pemilihan lokasi

minimarket waralaba terkait

karakteristik pemanfaatan

lahan di Kecamatan

Denpasar Barat ?

Bagaimanakah

kecenderungan persebaran

minimarket waralaba di

Kecamatan Denpasar Barat ?

Teori lokasi ritel modern

Perembetan kenampakan fisik kota

Pendekatan morfologi Kota

Masalah dalam

penelitian Pertanyaan

dalam penelitian

Teori lokasi ritel modern

Tumbuh dan berkembangnya minimarket waralaba

tersebar di Kec. DenBar yang tidak terkendali

sehingga berdampak terhadap termarginalkan warung

/toko tradisional dan alih fungsi lahan kearah

retailisasi, kemacetan, penurunan daya dukung

lingkungan kota