Upload
others
View
15
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
KEPUTUSAN PENANGGUNG UNTUK MEMBATALKAN SECARA
SEPIHAK DIKAITKAN DENGAN PELANGGARAN PRINSIP UTMOST
GOOD FAITH
2.1 Ketentuan Sahnya Perjanjian Asuransi
Syarat sah perjanjian pada umumnya telah diatur dalam Pasal 1320 BW. Dalam
Pasal tersebut ketentuan sah perjanjian terdapat 4 syarat yaitu :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3) Suatu hal tertentu ; dan
4) Suatu sebab yang diperbolehkan
Dalam 2 ketentuan pertama pada umumnya disebut dengan syarat subjektif,
ketentuan tersebut berkaitan dengan orang yang akan membuat perjanjian tersebut.11
Dalam ketentuan subjektif terdapat 2 macam yaitu subjek sebagai seorang manusia
11
Ahmadi Miru, dan Sakka Pati, Hukum Perikatan: Penjelasan Mengenai Makna Pasal 1233 sampai
1456, Rajawali Press, Jakarta, 2009, h.67
Syarat Subjektif
Syarat Objektif
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
14
dan subjek sebagai suatu badan hukum yang mendapatkan hak atas pelaksanaan
kewajiban sesuatu.12
Kesepakatan yang dimaksud dalam Pasal ini adalah persamaan kehendak
antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan permintaan.13
Kesepakatan
ini dapat dituangkan dalam bentuk tertulis namun dapat juga hanya dalam bentuk
lisan. Dalam membuat sebuah kesepakatan subjek yang akan membuat kesepakatan
harus dalam keadaan sadar, bebas dan memahami apa yang akan mereka sepakati.
Kesadaran, kebebasan dan pemahaman ini diperlukan agar tidak terjadi kekhilafan,
paksaan dan penipuan yang mengakibatkan batalnya perjanjian
Kekhilafan ini juga memiliki beberapa batasan apa yang tidak dapat menjadi
batalnya sebuah perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1322 BW yang
menyebutkan bahwa kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok
persetujuan dan kehilafan mengenai orang yang dituju untuk melakukan perjanjian,
kecuali keahlian orang yang menjadi subjek perjanjian tersebut menjadi objek
perjanjian.14
Hal kedua yang harus diperhatikan dalam perjanjian adalah kebebasan
seseorang ketika membuat perjanjian. Dalam melakukan perjanjian seseorang harus
dalam keadaan bebas dan tanpa paksaan atau tekanan pihak lain. Hal tentang
pemaksaan ini juga terdapat batasannya sampai dimana perjanjian dapat dibatalkan.
Dalam Pasal 1327 BW terdapat ketentuan apabila pada awal pembuatan perjanjian
12
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju,Bandung, 2000, h. 13 13
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Opcit. h, 68 14
Ibid, h.70
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
15
perjanjian tersebut apabila seandainya orang tersebut mengetahui hal yang
sebenarnya dan tidak ditipu. Orang yang membatalkan perjanjian dengan alasan ini
harus membuktikan bahwa dirinya ditipu dan tidak akan melakukan perjanjian
apabila hal yang sebenarnya diketahui. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 1328 BW.
Pada dasarnya semua orang cakap secara hukum namun terdapat beberapa
pengecualian yang ada dalam Pasal 1330 BW. Pengecualian tersebut adalah :
1) Orang-Orang yang belum dewasa. Berdasarkan Pasal 47 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengenai batas usia dewasa adalah
18 tahun dan belum pernah menikah;
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. Mereka yang dimaksud dalam
kategori ini adalah orang-orang yang tidak dapat melakukan tindakan hukum
sendiri karena adanya keterbatasan atau gangguan mental. Orang-orang ini
adalah orang gila, memiliki keterbelakangan mental; 12
3) Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
untuk membuat perjanjian tertentu. Orang-orang perempuan yang ditetapkan
oleh undang-undang yakni perempuan yang telah menikah namun tidak
didampingi oleh suaminya.13
Dalam Pasal 108 jo 110 BW memiliki ketentuan
para istri yang tidak bersama dengan suaminya walaupun telah diberikan surat
kuasa oleh suaminya dianggap tidak cakap hukum. Walaupun begitu
12
Ibid, h.74 13
Ibid
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
16
ketentuan ini sudah tidak berlaku karena berdasarkan surat edaran Mahkamah
Agung nomor 3 tahun 1963 mengenai Gagasan Menganggap BW tidak
sebagai Undang-Undang. Pada umumnya semua orang kepada siapa undang-
undang telah melarang untuk membuat perjanjian tertentu adalah larangan
seseorang yang tidak memiliki wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
walaupun secara hukum orang tersebut dinyatakan cakap.
Dari ketentuan Pasal 1322, Pasal 1327, Pasal 1328, Pasal 1330, dan Pasal
1331 BW dapat dilihat apabila ketentuan ini dilanggar maka perjanjian tersebut akan
menjadi dapat dibatalkan. Dalam kata lain perjanjian tersebut masih dianggap ada
selama tidak ada pihak yang meminta untuk membatalkan perjanjian tersebut.14
Sedangkan 2 ketentuan terakhir pada umumnya disebut dengan syarat
objektif, ketentuan tersebut berkaitan dengan perjanjian itu sendiri.15
Terhadap
pemenuhan ketentuan objektif ini Pasal 1333 BW menjelaskan mengenai arti tertentu
adalah benda yang dapat menjadi objek perjanjian yaitu benda tersebut harus tertentu
paling tidak harus diketahui jenisnya walaupun jumlah dari benda tersebut masih
belum jelas.16
Berdasarkan Pasal 1332 BW menyebutkan bahwa benda yang dapat
menjadi objek sebuah perjanjian adalah benda yang ada dalam perdagangan.17
Walaupun belum jelas jumlah dari benda tersebut namun dikemudian hari benda
tersebut harus dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya.
14
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, RajaGrasindo Persada, Jakarta,
2003, h. 26 15
Ibid 16
Ibid 17
Wijono Prodjodikoro, Opcit, h. 21
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
17
Hal tertentu yang menjadi objek perjanjian merupakan salah satu ketentuan
penting dalam perjanjian. Hal ini disebabkan karena tanpa hal tertentu tersebut para
pihak tidak memiliki dasar untuk melaksanakan objek perjanjian, prestasi, atau
kewajiban atau utang tertentu. Diantara para pihak tersebut maka tidak pernah terjadi
sebuah perikatan baik untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu dan atau tidak
melakukan sesuatu. Dikarenakan tidak pernah terjadi perikatan maka demi hukum
perjanjian tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Pada sisi lain
tidak ada yang dapat dituntut pelaksanaannya.18
Dengan demikian tidak pernah ada
hak untuk mendapatkan sesuatu (Schuld) dan kewajiban debitur untuk melakukan
menyerahkan seluruh harta bendanya kepada kreditur (haftung) untuk melunasi
schuld apabila debitur tidak dapat melakukan prestasinya.
Ketentuan kedua mengenai ketentuan objektif adalah mengenai klausa yang
diperbolehkan. Ketentuan Pasal 1335 BW menjelaskan yang disebut dengan klausa
yang diperbolehkan adalah hal-hal yang bukan tanpa sebab, bukan hal-hal yang palsu
dan hal-hal yang tidak memiliki kekuatan. Pasal ini menegaskan kembali mengenai
ketentuan objektif sebuah perjanjian. Hal yang bukan tanpa sebab ini menunjuk
mengenai klausa yang ada dalam perjanjian tersebut harus memiliki alasan mengapa
harus dilaksanakan sehingga dapat menimbulkan prestasi yang jelas bagi para
pihaknya.
Pada dasarnya yang dimaksud dengan klausa yang diperbolehkan bukan
merujuk pada sebab yang seperti dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari yang
18
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Opcit, h. 30
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
18
menunjuk pada hal yang melatarbelakangi terjadinya sebuah perjanjian. Hukum lebih
menitik beratkan kepada prestasi yang menjadi objek perjanjian merupakan hal –hal
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan
ketertiban umum.
Apabila ketentuan-ketentuan objektif ini dilanggar maka perjanjian tersebut
menjadi batal demi hukum dan dianggap tidak pernah terjadi perjanjian sebelumnya,
namun pernyatan batal demi hukum ini dapat berlaku apabila objek tersebut adalah
objek dari suatu prestasi yang merupakan unsur esensialia dari perjanjian.19
Apabila
yang musnah adalah unsur tambahan dari perjanjian sedangkan objek utama dari
perjanjian masih ada maka perjanjian tersebut tidak dapat menjadi batal demi hukum.
Asuransi sendiri dikenal dengan beberapa istilah yaitu istilah pertanggungan yang
mengikuti istilah dalam bahasa Belanda yaitu assurantie dan Verzekering selain itu
asuransi juga memiliki istilah insurance yang berasal dari bahasa Inggris. 20
Dalam undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian Pasal 1
angka (1), dirumuskan definisi asuransi sebagai berikut:
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk:
a) Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
19
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Opcit,h.33 20
Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia,. Karya Unipress, Jakarta, 1992. h 40
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
19
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana
Dengan kata lain asuransi merupakan sebuah hubungan hukum yang terbentuk
karena perjanjian asuransi yang bertujuan untuk membagi resiko yang mungkin
dialami oleh tertanggung dengan perusahaan asuransi. Dalam perjanjian asuransi
terdapat beberapa unsur yang harus ada21
, yaitu:
1) Para pihak adalah penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang
berhak atas pembayaran premi dan berkewajban untuk membayar sejumlah uang
apabila terjadi kematian atau peristiwa tidak pasti atau berakhirnya masa
perjanjian. Pada umumnya penanggung adalah perusahaan asuransi22
dan
tertanggung adalah orang yang jiwanya dipertanggungkan, artinya bahwa
pembayaran sejumlah yang sudah diperjanjikan itu digantikan pada saat
meninggal atau hidupnya orang tersebut.23
;
2) Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh pihak Tertanggung kepada
Penanggung;
3) Peristiwa tertentu atau peristiwa tidak pasti atau Evenement. Peristiwa tidak tentu
dan tidak pasti yang dimaksud adalah bahaya yang mengancam suatu benda
pertanggungan yang mungkin benar-benar menjadi kenyataan dan membuat
tertanggung mengalami kerugian.24
;
21
Sunarmi, Pemegang Polis Asuransi dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3 No
01, 2007, h. 5-6. 22
Sri Redjeki Hartono, Op. Cit, h. 171 23
Ibid, h.171 24
Purwosutjipto, Op. cit, h. 7
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
20
4) Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi,
namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian. Dalam Asuransi Jiwa
tidak dikenal ganti rugi, karena kehilangan nyawa seseorang tidak dapat dianggap
sebagai suatu kerugian, tetapi merupakan suatu musibah yang pasti terjadi, hanya
saja waktunya tidak diketahui.25
Pada dasarnya ketentuan sah perjanjian asuransi sebenarnya tidak memerlukan
suatu prosedur dan formalitas tertentu. Selama ada kata sepakat serta telah memenuhi
ketentuan Pasal 1320 BW maka perjanjian tersebut dianggap sah. Kata sepakat
merupakan syarat yang paling esensial dalam perjanjian asuransi yang menjadi dasar
perjanjian.26
Perjanjian asuransi juga memiliki beberapa prinsip-prinsip dalam hukum
asuransi yang diciptakan agar lembaga asuransi aman dari tindakan spekulasi.
Prinsip-prinsip ini juga yang membedakan perjanjian asuransi dengan perjanjian
umun yang ada dalam BW. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Prinsip Kepentingan
Dalam setiap perjanjian asuransi kepentingan terhadap objek asuransi itu
harus ada. Pasal 250 KUHD menghendaki bahwa setiap perjanjian asuransi atau
pertanggungan diharuskan adanya suatu kepentingan (Insurable Interest). Prinsip
mengenai kepentingan menegaskan bahwa orang yang menutup asuransi harus
mempunya kepentingan (Interest) atas objek yang akan diasuransikan Kepentingan
25
Henky K. V. Paendong, Perlindungan Pemegang Polis Pada Asuransi Jiwa Dikaitkan dengan Nilai
Investasi, Disertasi, Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado, tahun 2013, h.
5 26
Sri Redjeki Hartono, Opcit, h.36
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
21
yang dapat diasuransikan telah diatur dalam Pasal 268 KUHD yaitu semua hal yang
dapat dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak dilarang oleh undang-
undang. Pasal 250 KUHD sendiri telah menyatakan `bahwa pada saat membuat
perjanjian asuransi kepentingan itu tidak harus ada, tetapi pada saat peristiwa tidak
pasti terjadi pihak yang dapat mengajukan klaim ganti rugi harus memiliki
kepentingan.
b. Prinsip Idemnitas
Prinsip ini disebut juga dengan prinsip keseimbangan. Prinsip
idemnitas sangat penting dalam perjanjian asuransi dikarenakan prinsip ini
melindungi penanggung dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.
Hal pokok dalam prinsip ini adalah jumlah kerugian yang diganti oleh
penanggung harus seimbang dengan kerugian tertanggung. Prinsip ini hanya
berlaku pada asuransi kerugian, sedangkan dalam asuransi jiwa prinsip ini
tidak berlaku. Hal ini disebabkan karena nyawa manusia sangat penting
nilainya. Nyawa manusia tidak dapat dinilai dengan uang karena seberapa
besarpun ganti ruginya tidak dapat menggantikan seseorang yang
meninggal.Oleh sebab itu, dalam asuransi jiwa nilai pertanggungan seseorang
dilihat dari seberapa besar kemampuan orang tersebut untuk membayar premi.
c. Prinsip Subrogasi
Menurut ketentuan Pasal 284 KUHD terdapat kemungkinan bahwa ada pihak
selain penanggung yang akan memberikan ganti kerugian kepada pihak
tertanggung. Peristiwa ini dimungkinkan karena pihak tertanggung menuntut
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
22
pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian atas tertanggung. . Terdapat dua
ketentuan yang menjadi syarat terjadinya subrogasi dalam asuransi yaitu
tertanggung mempunyai hak terhadap penanggung dan terhadap pihak ketiga dan
adanya hak tersebut karena timbul kerugian sebagai akibat perbuatan pihak ketiga
27 Apabila pihak tertanggung telah menerima ganti kerugian maka pihak
tertanggung tidak dapat meminta ganti kerugian kepada pihak penanggung.
Prinsip Subrogasi ini merupakan konsekuensi dari prinsip idemnitas. Prinsip ini
tidak berlaku pada asuransi jiwa dan hanya berlaku di asuransi kerugian,
sebagaimana dengan prinsip idemnitas.
d. Prinsip Itikad Baik yang sebaik-baiknya (Utmost Good Faith)
Prinsip itikad baik masih berkaitan dengan Pasal 1338 BW dimana setiap
perjanjian harus dilandasi dengan itikad baik dan kepercayaan para pihak yang
terlibat. Prinsip ini menjadi sangat penting karena menyangkut kewajiban
tertanggung serta penanggung dilain pihak.Pada saat pengisian formulir
penanggung wajib menjelaskan dan memberitahukan segala sesuatu yang
berkenaan dengan asuransi yang akan dipilih oleh calon tertanggung. Disisi lain
tertanggung juga wajib memberi informasi yang sejelas dan sedetail mungkin
mengenai fakta penting yang berkaitan dengan dirinya dan tidak
menyembunyikan cacat ataupun kekurangan apapun kepada pihak penanggung
karena hal ini berkaitan dengan resiko yang akan ikut ditanggung oleh
penanggung.
27
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, h. 129
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
23
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsesuil yang artinya selama telah
terjadi kata sepakat maka perjanjian tersebut telah terbentuk dan dianggap sah. Kata
sepakat terjadi karena telah adanya persamaan kehendak para pihak yang terlibat
dalam perjanjian. Ada beberapa teori yang menyatakan kapan terjadinya kehendak.
Teori-teori tersebut adalah:28
1. Teori Kehendak (wills theorie)
Teori ini menyatakan apabila kita mengeluarkan suatu pernyataan yang
berbeda dengan yang dikehendaki maka kita tidak terikat pada kehendak itu
2. Teori Pernyataan (Verklarings Theorie)
Teori ini menitikberatkan pada pernyataan yang dikeluarkan oleh seseorang.
Pernyataan itu keluar atas kehendak orang tersebut sendiri, apabila kita
menyetujui pernyataan orang tersebut maka adanya kesepakatan perjanjian
telah terjadi
3. Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie)
Teori ini menyatakan bahwa kesepakatan terjadi dengan berpegang kepada
penyataan orang yang dianggap dapat dipercaya.
Kesepakatan diam diam juga dapat terjadi apabila para pihak membiarkan
sebuah perbuatan secara terus menerus yang pada akhirnya menjadi kebiasaan maka
hal tersebut juga dapat mengikat sebagaimana terjadi perjanjian secara tertulis. Hal
ini terdapat dalam Pasal 1347 BW yang menyatakan:
28
http://rahmadhendra.staff.unri.ac.id/files/2013/04/Perjanjian-Syarat-Sah-Perjanjian.pdf, diakses pada tanggal 03 Agustus 2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
24
“Hal-hal yang, menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-
diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan”
Selain itu juga terdapat yurisprudensi mengenai kesepakatan diam-diam.
Yurisprudensi tersebut adalah Putusan Mahkamah Agung No.1284K/Pdt/1998
tanggal 18 Desember 2000 yang memiliki pertimbangan
“perjanjian diam-diam membawa akibat yuridis bahwa perjanjian tersebut berlaku
sebagai hukum bagi para pihak”
Dalam Pasal 257 KUHD juga disebutkan bahwa perjanjian asuransi
diangggap sah dan resiko telah berpindah kepada penanggung setelah kata sepakat
telah terjadi bahkan sebelum polis perjanjian ditanda tangani. Apabila telah
memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 BW yang merupakan
ketentuan-ketentuan perjanjian pada umumnya dan unsur yang terdapat dalam Pasal
250 dan Pasal 251 KUHD yang menjelaskan mengenai pengertian dan ketentuan dari
perjanjian Asuransi maka perjanjian asuransi itu dianggap sah.
2.2 Utmost Good Faith
Dalam prakteknya perjanjian asuransi didasarkan pada kepercayaan antara
penanggung dan tertanggung. Jika tidak ada kepercayaan maka perjanjian akan sulit
dilakukan karena penanggung tidak akan mau menerima pengalihan resiko dan
tertanggung tidak akan membayar premi kepada penanggung. Kepercayaan ada
karena masing-masing pihak memiliki itikad baik dalam melakukan perjanjian.
Perjanjian asuransi, memiliki doktrin uberrimae fidei, yaitu pertanggungan asuransi
harus didasari oleh itikad baik, baik dari tertanggung atau nasabah dan penanggung
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
25
atau perusahaan asuransi sebagai syarat sahnya suatu pertanggungan asuransi.29
Prinsip ini juga merupakan implementasi dari Pasal 1320 dan Pasal 1338 BW yang
menentukan bahwa semua perjanjian harus didasarkan pada sebab yang
diperbolehkan serta itikad baik. Oleh sebab itu dalam perjanjian asuransi terdapat
prinsip yang essensial yaitu prinsip itikad baik (Utmost Good Faith.)
Kejujuran atau itikad baik dapat dilihat dengan 2 macam cara yaitu pada mulai
berlakunya perjanjian tersebut dan pada saat pelaksanaan hak dan kewajiban yang
tercantum dalam klausa perjanjian yang telah dibuat.30
Prinsip itikad baik memiliki
tiga fungsi yaitu:31
1. Fungsi yang mengajarkan bahwa setiap perjanjian harus ditafsirkan menurut
itikad baik atau itikad baik sebagai prinsip hukum umum. Artinya perjanjian
harus ditafsirkan secara patut dan wajar.
2. Fungsi menambah atau melengkapi yang artinya menambah atau melengkapi
kata-kata yang ada dalam klausa perjanjian apabila klausa tersebut dianggap
tidak tegas.
3. Fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking van
de geonde trouw) fungsi ini hanya dapat dilakukan dengan alasan yang sangat
penting. Hoge Raad menerapkan fungsi ini hanya trhadap kasus kasus dimana
pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian
29
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8145/perlindungan-terhadap-nasabah-asuransi-jiwa-
masih-lemah, diakses tanggal 20 April 2015 30
Zahry Vandawati Chumaida, Prinsip Itikad baik dan perlindungan Tertanggung Pada Perjjanjian
Asuransi Jiwa, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,tahun 2013, h.104 31
Ibid,h.105
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
26
yang sungguh-sungguh tidak dapat diterima kerena tidak adil. Penerapan
fungsi ini juga dapat dipahami sebagai bentuk penyimpangan terhadap prinsip
Pacta sun servanda.
Prinsip itikad baik adalah prinsip dimana baik tertanggung maupun penanggung
diwajibkan untuk menyampaikan informasi dengan sejujur-jujurnya. Pihak
tertanggung maupun penanggung wajib untuk memberitahukan secara jelas dan
terperinci mengenai fakta material keadaan objek yang akan diasuransikan dan tidak
mengambil untung dari perusahaan asuransi.32
Fakta material yang dimaksud adalah fakta penting yang dapat mempengaruhi
penanggung maupun tertanggung untuk menutup perjanjian asuransi. Pada umumnya
fakta material dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:33
a. Fakta yang menunjukkan sifat khas dari objek pertanggungan. Apabila fakta
tersebut tidak ada maka resiko yang ditanggung merupakan resiko biasa.
Contoh dalam asuransi jiwa adalah ketika tertanggung pernah mengalami
kecelakaan sehingga terdapat bagian tubuhnya yang cacat atau mengalami
rasa sakit pada saat-saat tertentu.
b. Fakta yang membuat resiko yang diasuransikan menjadi lebih besar daripada
yang biasa semisal dalam asuransi jiwa seseorang yang menjadi tertanggung
memiliki riwayat kolestrol tinggi.
32
Bronto Hartono, Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa PT.
Asuransi Jiwasraya (Persero) di Regional Office Semarang, Tesis, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro Semarang, tahun 2005, h. 17 33
Radiks Purba, Opcit, h.48
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
27
c. Fakta yang mengungkapkan bahwa calon tertanggung adalah abnormal.
Dalam praktek dilapangan dalam melakukan perjanjian asuransi terutama
asuransi jiwa tertanggung diwajibkan untuk jujur karena tertanggung adalah pihak
yang paling memahami keadaan objek yang akan dijaminkan. Apabila
dikemudian hari tertanggung diketahui telah berkata tidak jujur atau dengan
sengaja tidak memberitahu penanggung maka penanggung dapat membatalkan
perjanjian tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 251 KUHD yang mengandung
prinsip pemberitahuan yang menjadi syarat khusus perjanjian asuransi .34
Menurut
ketentuan ini setiap asuransi harus memiliki kejelasan mengenai objek tertentu.
Kejelasan objek tertentu yang dimaksud adalah kejelasan mengenai sifat yang
dimiliki oleh tertanggung seperti jenis, identitas, dan sifat objek asuransi harus
diketahui secara pasti oleh penanggung.35
Penerapan ketentuan syarat pemberitahuan ini telah diatur dalam Pasal 251
KUHD yang berbunyi :
Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik
ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah
mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan
ketentuan-ketentuan yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.36
34
Abdul Kadir Muhammad,ibid, 2011, h.53 35
Ibid 36
Subekti dan Tjitrosudibio, Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, h.78
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
28
Ketentuan pemberitahuan ini diberlakukan dengan tujuan untuk melindungi
penanggung dari perbuatan curang tertanggung. Hal ini juga bertujuan agar
tertanggung jujur dan lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian asuransi.
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 mengenai usaha perasuransian
terdapat pengaturan tentang perlindungan bagi tertanggung agar penanggung juga
menerapkan prinsip itikad baik. Pengaturan tersebut terdapat dalam Pasal 31
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014, yang menyatakan agen asuransi, pialang
reasuransi dan perusahaan perasuransian wajib memberikan informasi yang benar,
tidak palsu atau menyesatkan kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta
mengenai resiko, manfaat, kewajiban pembeban biaya terkait produk asuransi atau
asuransi syariah. agen asuransi, pialang reasuransi dan perusahaan perasuransian
wajib menangani klaim dan keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah
diakses, dan adil serta dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat
penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.
Ketentuan ini diharapkan dapat menjadi sebuah landasan bagi para pihak untuk
saling mempercayai dan dapat mencapai sebuah perjanjian yang adil. Ketika
mengadakan perjanjian asuransi, penanggung mempunyai resiko besar karena objek
yang menjadi pertanggungan memiliki sifat yang tidak pasti. Syarat pemberitahuan
inilah yang akan menjadi dasar bagi penanggung untuk mempertimbangkan ganti
kerugian untuk tertanggung.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
29
Begitupun dengan sebaliknya Pasal 31 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014
mewajibkan penanggung untuk menjelaskan kepada calon tertanggung mengenai hal-
hal yang dijamin serta hal-hal yang diperkecualikan, jumlah premi, jenis asuransi dan
pengajuan klaim hingga jatuh tempo. Penanggung wajib memberikan informasi dan
penjelasan secara keseluruhan tidak hanya sebagian karena mengaggap bahwa calon
tertanggung telah mengetahui hal tersebut dan menyelesai kankeluhan maupun klaim
yang dimiliki oleh tertanggung pada pelaksanaan perjanjian .
Pasal 257 jo. 258 KUHD menjelaskan bahwa perjanjian asuransi dianggap telah
berlaku ketika para pihak menyatakan bersedia untuk melakukan perjanjian tanpa
harus menunggu polis. Polis merupakan alat pembuktian dalam perjanjian asuransi
yang diterbitkan oleh penanggung. Apabila tertanggung mengalami kerugian sebelum
polis diterbitkan oleh penanggung maka tertanggung berhak atas ganti kerugian.
Kedua Pasal ini memberikan kemungkinan bagi pihak tertanggung untuk mengajukan
alat bukti lain yang tertulis seperti surat antara penanggung dan tertanggung, nota
penutupan dll. Tertanggung juga dapat mengajukan alat bukti tambahan non-tulisan
dengan syarat telah memiliki alat bukti permulaan dengan tulisan dan tidak diatur
dalam undang-undang yang ancaman batalnya harus berupa tulisan dalam bentuk
polis.
Prinsip itikad baik menjadi landasan penting dalam perjanjian asuransi.
Prinsip ini mengharuskan penanggung dan tertanggung untuk memberikan informasi
yang sejujur-jujurnya dan melaksanakan perjanjian sesuai dengan kesepakatan awal.
Dalam perjanjian asuransi prinsip itikad baik ini harus mulai diterapkan ketika calon
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
30
tertanggung mengambil formulir perjanjian. Tertanggung wajib mengisi formulir
dengan jujur dan penanggung wajib menyampaikan manfaat, jenis asuransi, hal-hal
yang dijamin dan pengecualiannya serta akibat hukum yang ditimbulkan dikemudian
hari. Dalam pelaksanaannya kedua pihak wajib menjaga itikad baik yaitu tidak
melakukan sesuatu yang dapat membahayakan objek pertanggungan dan membayar
premi bagi tertanggung dan membayar ganti apabila tertanggung mengalami
evenemen bagi tertanggung.
2.3 Pembatalan Secara Sepihak Oleh Penanggung dan Dikaitkan dengan Prinsip
Utmost Good Faith
Walaupun prinsip itikad sangat baik merupakan fondasi dari perjanjian
asuransi namun banyak sengketa asuransi yang dimulai dari pelanggaran itikad tidak
baik. Banyak para pihak yang merasa bahwa pihak lawannya tidak memiliki itikad
tidak baik pada saat pembuatan perjanjian maupun saat pelaksanaannya. Padahal
setiap perjanjian yang akan dibuat harus dianggap memiliki itikad baik sebagai
fondasinya. Pasal 1965 BW menyatakan para pihak yang menganggap bahwa pihak
lawannya melakukan itikad tidak baik harus membuktikan bahwa memang telah
terjadi itikad tidak baik. Hal tersebut juga masih berhubungan dengan Pasal 1865 BW
yang yang menganggap bahwa seseorang yang merasa bahwa hakmya telah diambil
atau harus membuktikan bahwa pihaknya memang memiliki hak tersebut.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
31
Cara untuk membuktikan bahwa pihak lain melakukan pelanggaran itikad
buruk adalah dengan membuktikan bahwa itikad buruk telah terjadi. Itikad buruk
menurut Summers adalah37
:
1. Penjual menyembunyikan cacat yang dideritanya;
2. Kontraktor menyalahgunakan posisi tawar untuk menyalahgunakan posisi
tawar untuk memaksa kenaikan harga kontrak;
3. Memperkerjakan broker dan kemudian sengaja mencegahnya mencapai
kesepakatan;
4. Kurangnya kesadaran untuk tekun mencegah kerugian pihak lain;
5. Mengadopsi penafsiran yang melampaui batas dari bahasa perjanjian;
6. Mengadopsi penafsiran yang melampaui batas dari bahasa perjanjian;
7. Melecehkan pihak lain untuk kepastian pelaksanaan perjanjian berulang-
ulang;
Kasus sengketa asuransi yang akan dibahas oleh penulis dalam sub bab ini
adalah kasus yang melibatkan PT. Asuransi Jiwasraya dengan Drs. Kusno Widayat
dalam sengketa nomor 1093 K/Pdt/2010. Secara garis besar kasus ini penulis
kemukakan sebagai berikut38
:
Pihak pemohon kprinsipi adalah Direktur trama PT. Asuransi Jiwasraya yang
berkedudukan di Jalan Ir. Juanda, No. 34 Jakarta yang diwakilkan Branch Manager
PT. Asuransi Jiwasraya cabang Jayapura yang berkedudukan di Jalan Samratulangi
37
Zahry Vandawati Chumaida, Opcit, h.157 38
Putusan Mahkamah Agung nomor 1093 K/Pdt/20102 dikutip dari Direktori Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
32
No.7 Jayapura yang memberi kuasa kepada Siti Fatimah dan kawan-kawan selaku
pegawai P.Asuransi Jiwasraya berdasarka surat kuasa khusus tanggal 9 Desember
2009.
Pihak termohon asuransi adalah Drs. Kusno Widayat, yang bertempat tinggal
di Jalan KPR BPD No.10, Skyline Indah, RT 05, RW 04, Kelurahan Vim, Kecamatan
Jayapura Selatan. Kasus ini bermula dari tanggal 17 Desember 2007 atas
rekomendasi A. Ghafur yang merupakan seorang agens asuransi Alm. Sri Suryanti
Asiyah S.E yang merupakan istri termohon kprinsipi mengikuti program asuransi
jiwa di PT. Asuransi Jiwasraya dan mendapat polis asuransi nomor GH 0011560799
tertanggal 18 Desember 2007. Sri Suryani Asiyah S.E yang menjadi tertanggung
telah melakukan pembayaran pertama premi asuransi sebesar Rp. 84.284.200 secara
lunas yang kemudian menerima surat tanda terima kuitansi tertanggal 17 Desember
2007. Kesepakatan awal penanggung dan tertanggung adalah manfaat asuransi yang
harus ditanggung penanggung adalah sebesar 3 x 70.000.000 yang harus dibayarkan
pada tanggal 1 Desember 2019 jika tertanggung hidup atau sebelum tanggal 1
Desember 2019 jika tertanggung meninggal.
Pihak yang menerima manfaat asuransi menurut urutan adalah Kusno Widayat
yang merupakan suami tertanggung dan Andika Ezra yang merupakan anak
tertanggung. Ny. Sri Suryanti Asiyah S.E selaku tertanggung melakukan perjalanan
kerja di BPD Papua yang didampingi oleh A Ghafur selaku agen PT. Jiwasraya.
Tertanggung baru dapat menandatangani polis setelah dilakukan pengecekan secara
menyeluruh oleh S. Ghafur sendiri.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
33
Pada bulan Januari 2008 Ny. Sri Suryanti Asiyah S.E mengalami sakit
pembengkakakn di sekitar leher dan menjalani rawat inap selama satu minggu di
Rumah Sakir Marthe Indey Jayapura. Keterbatasan peralatan di Jayapura membuat
tertanggung harus dirujuk ke Rumah Sakit Darmais Jakarta dan Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Subroto di Jakarta.
Setelah dirawat selama 3 minggu di Jakarta pada tanggal 14 Februari 2008
tertanggung meninggal dunia dan dimakamkan pada tanggal 15 Februari 2008
selanjutnya pada tanggal 3 Mei 2008 Kusno Widayat selaku pemegang manfaat
asuransi mengajukan klaim ke PT.Asuransi Jiwasraya. Penyebab kematian
tertanggung adalah sakit pembengkakan kelenjar leher sesuai dengan surant yang
ditanda tangani oleh dr. Asep Usmanto, Sp. B Dengan meninggalnya tertanggung
maka Kusno Widayat mengajukan klaim asuransi sebesar Rp.210.000.000 sesuai
ketentuan dalam polis asuransi yang ditandatangani oleh Bambang Sudrajad selaku
Direktur PT. Asuransi Jiwasraya dan Rakhel Ayomi selaku Branch Manager PT.
Asuransi Jiwasraya cabang Jayapura. Atas pengajuan klaim tersebut penanggung
menolak memenuhi kewajibannya dan membatalkan secara sepihak dan
mengembalikan premi yang sudah dibayarkan sebesar Rp 84.284.200
Penolakan ini didasarkan pada alasan bahwa tertanggung tidak memberikan
keterangan secara jujur ketika memberikan informasi pada awal perjanjian. Tergugat
diketahui telah menjalani operasi pengangkatan payudara (Masektomi) yang
disebabkan oleh kanker tapi tidak diberitahukan kepada penanggung sebelumnya.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
34
Ahli waris tertanggung menyatakan bahwa sebelumnya tertanggung telah
menginformasikan bahwa tertanggung memiliki riwayat penyakit kanker pada saat
pembuatan perjanjian. Atas penolakan itu ahli waris tertanggung menyampaikan
somasi tertanggal 10 Septemeber 2008 dan meminta penanggung untuk
membayarkan klaim asuransi dan apabila penanggung tidak memenuhi kewajibannya,
maka Penggugat akan menempuh jalur hukum antara lain mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri Jayapura. Penanggung tetap pada pendirian awal yaitu
membatalkan polis tergugat sehingga ahli waris tertanggung mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri Jayapura. Setelah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri
Jayapura akhirnya pengadilan memutuskan:
- Menyatakan perjanjian asuransi polis nomor GH-001560799 atas nama Sri
Suryanti Asiyah, SE, sah demi hukum;
- Menyatakan tindakan penanggung membatalkan perjanjian asuransi polis nomor
GH-001560799 atas nama Sri Suryanti Asiyah, SE secara sepihak adalah
merupakan perbuatan melawan hukum;
- Menghukum penanggung untuk membayar secara tunai manfaat asuransi kepada
Penggugat sebesar Rp 210.000.000,- (dua ratus sepuluh juta rupiah) sesuai
dengan polis asuransi nomor GH-001560799 atas nama Sri Suryanti Asiyah, SE;
- Menghukum lagi Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada ahli waris
tertanggung sebesar 1 % x Rp 21.000.000,- (dua puluh satu juta rupiah) perbulan
terhitung sejak tanggal 14 Desember 2008 sampai dengan penanggung membayar
faedah asuransi tersebut kepada Penggugat secara tunai;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
35
Penanggung mengajukan penanggung mengajukan kprinsipi secara lisan
dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 9 Desember
2009 pada tanggal 11 Desember 2009. Hal ini sesuai dengan akte pernyataan
permohonan kprinsipi No. 81/PDT.G/2008/PN.JPR yang dibuat oleh Panitera
Pengadilan Negeri Jayapura. Permohonan disertai dengan memori kprinsipi yang
memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada
tanggal 21 Desember 2009. Adapun alasan-alasan tersebut adalah :
1. Kusno Widayat dianggap tidak pernah berkomunikasi dan memiliki hubungan
hukum dengan PT. Asuransi Jiwasraya.
2. Bahwa polis yang dimiliki oleh ahli waris tertanggung dianggap batal demi
hukum dan premi yang telah dibayar tertanggung sebesar Rp 84.284.200
dikembalikan karena tertanggung dianggap tidak memeberikan informasi
dengan jujur dan jelas.
3. Tertanggung dianggap melakukan pelanggaran prinsip Utmost Good Faith
dan Pasal 251 KUHD.
Mahkamah Agung pada akhirnya memutuskan untuk menolak permohonan
kprinsipi dari Pemohon Kprinsipi yaitu Direktur Utama PT. Asuransi Jiwasraya dan
menghukum Pemohon Kprinsipi/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kprinsipi. Dengan beberapa pertimbangan seperti:
1. Alasan permohonan kprinsipi dari Pemohon Kprinsipi/Tergugat dalam
memori kprinsipinya hanya berupa pengulangan dan penilaian atas hasil
pembuktian yang menjadi wewenang Judex Facti, dimana Judex Facti
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
36
Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri sudah dengan
benar menilai dan mempertimbangkan keberatan tersebut serta dengan benar
menerapkan hukum;
2. Judex Facti dari Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri tidak salah dalam menerapkan hukum. Judex Facti (Pengadilan
Negeri) sudah dengan benar dalam pertimbangan hukum dimana si
Penanggung (perusahaan asuransi) pada waktu penandatanganan polis
asuransi harus terlebih dahulu meng-cross check kebenaran data Tertanggung
oleh Tim Peneliti dan dokter asuransi, apalagi (quod non) payudara si
Tertanggung sudah diangkat. Bahwa dengan penandatanganan polis,
Penanggung mengakui/menyatakan kebenaran data yang diberikan oleh
Tertanggung
Berdasarkan fakta hukum yang ada diatas maka ada beberapa hal yang perlu
dicermati. Pertama, pada penerbitan polis Ny. Sri Suryanti Asiyah S.E sebagai
calon tertanggung melakukan perjanjian dengan A. Ghafur sebagai agen asuransi
PT. Asuransi Jiwasraya. pada umumnya asuransi dipasarkan oleh representatives
perusahaan asuransi yang dikenal sebagai agen. Agen asuransi adalah siapa saja
yang dikuasakan oleh perusahaan asuransi untuk mencari, membuat, mengubah,
atau mengakhiri kontrak-kontrak asuransi antara perusahaan asuransi dengan
publik. Agen yang baik adalah agen yang mempunyai pengetahuan mengenai
risiko yang hadapi kliennya, dan mengetahui penutupan asuransi yang tepat
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
37
untuk itu.39
A. Ghafur selaku agen dengan mendampingi calon tertanggung
ketika mengisi formulir program asuransi jiwa. Selain itu A. Ghafur juga
melakukan pengecekan secara menyeluruh (cross check) kepada calon
tertanggung sebelum persyaratan asuransi dapat ditandatangani oleh calon
tertanggung . Pemeriksaaan tersebut telah melibatkan tim dokter yang ditunjuk
oleh perusahaan asuransi PT. Jiwasraya.
Berdasarkan fakta tersebut tidak ada masalah prosedural yang akhirnya
menyebabkan tertanggung dianggap melanggar Pasal 251 KUHD dan prinsip itikad
baik. Operasi pengangkatan payudara menimbulkan bekas yang dapat dilihat oleh
mata seharusnya pada saat pemeriksaan menyeluruh yang diminta oleh agen, bekas
operasi tersebut dapat diketahui oleh pihak penanggung. Pemeriksaan tersebut juga
melibatkan dokter yang ditunjuk oleh perusahaan asuransi. Menyembunyikan bekas
operasi pengangkatan payudara tidak dapat dilakukan oleh tertanggung, kecuali
dengan jalan operasi bedah plastik apalagi tidak ditemukan riwayat operasi bedah
plastik pada payudara tertanggung.
Dalam kasus ini penulis beranggapan bahwa tidak ada niatan dari Alm. Ny.
Sri Suryanti Asiyah S.E selaku tertanggung untuk menyembunyikan riwayat
kesehatannya. Alm. Ny. Sri Suryanti Asiyah S.E memang telah menjalani operasi
pengangkatan payudara sebelum pembuatan perjanjian asuransi namun tidak
almarhum tidak secara sengaja menyembunyikan hal tersebut namun lebih pada
ketidaktahuan mengenai prosedur pemberian. Hal tersebut tercermin pada sikap
39
Sofian Siregar, Opcit,h.172
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
38
tertanggung yang secara jujur menyatakan bahwa memiliki riwayat kanker payudara
dan bersedia menjalani pemeriksaan seperti yang diinginkan oleh pihak penanggung.
A.Ghafur selaku agen asuransi seharusnya lebih berhati-hati dalam
mendampingi almarhumah dalam pengisian formulir. Agen diwajibkan menjawab
secara jelas dan mendetail jenis dan klausa jaminan program asuransi yang akan
dijalani oleh calon tertanggung termasuk ketentuan mengenai riwayat operasi yang
dipermasalahkan penanggung. Walaupun agen yang melakukan kesalahan tetap saja
penanggung harus memberikan ganti rugi kepada keluarga almarhumah. Hal ini
sesuai dengan. Agen Asuransi dalam menjalankan kegiatannya harus memberikan
keterangan yang benar dan jelas kepada calon tertanggung tentang program asuransi
yang dipasarkan dan ketentuan isi polis, termasuk mengenai hak dan kewajiban calon
tertanggung.
Hal terakhir yang harus diperhatikan adalah ada atau tidaknya hubungan
antara perbuatan dengan kerugian. Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan
merupakan sebab dari suatu kerugian maka dapat mengikuti 2 teori kasualitas yaitu
teori hubungan faktual dan dan teori penyebab kira-kira.
Yang pertama adalah teori hubungan faktual (causation in fact) . Teori ini
menjelaskan bahwa setiap fakta yang terjadi dalam kenyataan merupakan penyebab
langsung dari kerugian yang timbul. Dalam hukum perbuatan melanggar hukum teori
ini disebut dengan Conditio sine qua non. Teori hubungan faktual ini menekankan
akan adanya faktor awal yang menyebabkan terjadinya resiko secara langsung
walaupun tanpa melihat adanya faktor lain yang mempengaruhi adanya resiko.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
39
Dalam kasus putusan Mahkamah Agung nomor 1093 K/Pdt/20102 penyebab
almarhumah meninggal adalah pembengkakan kelenjar leher yang akhirnya
menyebabkan tertanggung sesak nafas dan meninggal dunia. Berdasarkan teori ini
almarhumah meninggal bukan disebabkan oleh operasi pengangkatan payudara
(masektomi) seperti yang dipermasalahkan oleh penanggung.
Teori kedua adalah teori perkiraan atau teori proxima causa yang berarti suatu
penyebab aktif dan efisien yang bergerak dalam suatu mata rantai peristiwa yang
membawa suatu akibat tanpa intervensi suatu penyebab lain yang bekerja secara aktif
dan yang datang dari suatu sumber baru dan independen.40
. Dalam prinsip ini dapat
ditentukan penyebab terjadinya evenemen. Apabila evenemen benar-benar terjadi
maka yang akan diteliti adalah penyebab awal rentetan peristiwa tersebut hingga
akhir peristiwa yang menyebabkan evenemen.
Dalam sengketa ini tertanggung meninggal bukan karena dampak operasi
pengangkatan payudara yang dipermasalahkan oleh tertanggung namun karena
pembengkakan leher dan menyebabkan sesak nafas yang dialami tertanggung. .
Pembengkakan leher terjadi penyakit kanker payudara yang diderita almarhumah
telah menyebar ke paru-paru. Kanker yang telah menyebar ke paru-paru tersebut
membuat almarhumah harus menjalani penyinaran atau radiasi sebagai upaya
penyelamatan tertanggung.Penyinaran atau radiasi ini yang mengakibatkan terjadinya
pembengkakan leher. Fakta yang disebutkan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penyebab meninggalnya tertanggung adalah pembengkakan leher yang diakibatkan
40
40
Sofian Siregar, Opcit, h.104
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
40
karena penyakit kanker payudara yang telah menyebar ke paru-paru bukan karena
operasi pengangkatan payudara.
. Penanggung telah melanggar Pasal 31 (3) dan (4) Undang-undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang perasuransian menyatakan Perusahaan Asuransi wajib
menangani klaim dan keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah diakses,
dan adil selain itu perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat
memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau
pembayaran klaim. PT. Jiwasraya selaku penanggung melakukan penolakan klaim
polis asuransi sebenarnya masih berlaku dan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’