Upload
truongnga
View
321
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Sedangkan post partum
atau masa nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-
kira 6 minggu (Arif Mansjoer, 2001).
Sectio secaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat badan diatas 500gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh (Prawirohardjo,S,2005). Sectio caesaria adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim
(Mansjoer, A, 2001 ). Post operasi adalah keadaan dimana telah dilakukan
operasi atau pembedahan untuk melahirkan janin (Mansjoer, A, 2001 ). Letak
sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bawah kavum uteri
(Prawirohardjo,S,2007)
Jadi post partum sectio caesaria atas indikasi letak sungsang adalah
masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu dimana
kelahiran janinnya dilakukan dengan membuka dinding perut dan dinding
rahim dengan sayatan atau insisi atas indikasi Letak sungsang yang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala berada
di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
7
Secara umum tindakan sectio caesarea dapat dibagi menjadi 2 jenis
yaitu :
1. Sectio Transperitonealis Profunda
Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dewasa ini dengan
insisi di segmen bawah uterus.
a. Keunggulan / kelebihan cara ini antara lain sebagai berikut :
1) Perdarahan luka insisi tidak banyak
2) Penjahitan luka lebih mudah
3) Penutupan luka dengan reperitonial yang baik
4) Tumpang tindih dari peritonial Flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
5) Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri
tidak besar di kemudian hari.
b. Kelemahan / kerugian adalah sebagai berikut :
1) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat
menyebabkan putusnya arteri uterina.
2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
2. Sectio Korporal atau Klasik
Insisi di buat pada korpus uteri, pembedahan ini yang lebih mudah
dilakukan, hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
sectio caesaria transperitonialis profunda misalnaya, melekat erat uterus
pada dinding perut karena sectio yang sudah atau insisi segmen bawah
uterus megandung bahaya perdarahan yang banyak.
8
a. Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat.
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3) Sayatan bisa diperpanjang paroksimal atau distal.
b. Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya sering terjadi ruptur uteri spontan.
3) Sectio Caesarea Peritoneal
(Mochtar R, 2002)
B. Anatomi Fisiologi
Organ reproduksi prempuan terbagi atas organ eksterna dan
interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, ssedangkan organ
interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan
perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan
berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
9
Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.
(Sumber: Wiknjosastro, 2005).
\
1. Organ Eksterna
a. Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang
terletak di permukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit
mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi
tertentu (Cunningham, 2005).
b. Labia Mayora
Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak di
bawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari mons
pubis dan menyatu menjadi perinium. Pada wanita menjelang dewasa
ditumbuhi oleh pubis lanjutan dari mons veneris. Secara embriologis
labio mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah melahirkan
beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu menonjol dan pada
usia lanjut biasanya menjadi keriput. Panjang labia mayora 7 sampai 8
cm, lebar 2 sampai 3 cm, tebal 1 sampai 1,5 cm dan agak meruncing
pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia terletak
10
berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan di bawahnya,
sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar. Labia mayora
berlanjut menjadi mons pubis di bagian superior dan bersatu menjadi
perinium di bagian posterior, sedangkan pada daerah medial
bergabung menjadi komisura posterior.
Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Di
bawah kulitnya terdapat jaringan ikat padat yang kaya akan serabut
elastin dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan unsur
otot. Pada bagian di bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang
merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat
suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat
robek dan membentuk hematoma (Cunningham, 2005).
c. Labia Minora
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu.
Di labia minora terdapat frenulum klitoris, preputium dan frenulum
pudenti. Labia minora adalah 2 buah lipatan pipih dari jaringan
berwarna kemerahan yang terlihat bila labia mayora dibuka dan
jaringan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva. Pada
nullipara labia minora tidak terlihat, sedangkan pada multipara labia
minora sering terlihat menonjol di atas labio mayora. Bagian dalam
lipatan labia terdiri dari jaringan ikat dengan banyak pembuluh
darah dan serabut otot polos, seperti biasa yang ditemukan pada
jaringan yang erektil.
11
Jaringan labia minora menyatu di bagian superior dimana
masing-masing terpisah membentuk 2 lamellae, pasangan lamellae
sebelah bawah membentuk frenulum klitoris, sedangkan pasangan
sebelah atas meyatu membentuk prepusium klitoris (Cunningham,
2005).
d. Klitoris
Klitoris identik dengan penis pada pria kira-kira sebesar
kacang hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris.
Klitoris terdiri dari :
1) Glans
Glans terdiri dari sel-sel berbentuk flisi fonnis
2) Korpus
Terdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat
serabut otot polos.
3) Krura
Bentuknya tipis dan panjang berawal di permukaan inferior
ramus iskiopubis dan menyatu tepat di bawah pertengahan arkus
pubis membentuk korpus klitoris.
Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan
ereksi sekalipun dan posisinya sangat berlipat karena tarikan
labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan
menuju liang vagina (Cunningham, 2005).
12
d. Vulva
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk
lonjong, dengan ukuran panjang dari muka kebelakang dan di
batasi muka klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di
belakang oleh perineum, embriologig sesuai dengan sinus
urogenitalis. (Prawirohardjo,S,2007)
e. Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi
labia minora di lateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga
fourchet di bawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada
wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap
kematangan terdapat 6 buah lubang: uretra, vagina, 2 saluran kelenjar
bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar parauretral
atau disebut juga duktus skene. Bagian posterior vestibulum antara
fourchet dan liang vagina disebut fossa navikularis, yang agak jarang
terlihat kecuali pada wanita multipara karena biasanya rusak setelah
melahirkan.
Di sekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor
yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak di bawah otot
konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup sebagian
oleh bulbus vestibularis (Cunningham, 2005).
13
e. Introitus vagina
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Selalu
dilindungi oleh libia minora jika bibir kecil ini dibuka barulah dapat
dilihat ditutupi oleh selaput dara (himen) ( Prawirohardjo,S,2007).
f. Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata
4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diagfragma pelvis
dan urogenital. Diagfragma pelvis terdiri dan muskulus levator ani
dan muskulus koksigeus. Diagfragma urogenital terdiri dari
muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus kontriktor
uretra dan selubung fasia eksterna dan internal (Cunningham, 2005).
2. Organ Internal
Gambar 2: Organ Reproduksi interna pada wanita.
(Sumber: Wiknjosastro, 2005)
14
a. Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang
membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus.
Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang dari 7,5 cm dan
dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu
sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus dan
kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian
jalan lahir saat persalinan.
Dinding Vagina terdiri atas empat lapisan :
1) Lapisan epitel gepeng berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat
kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk
memberi kelembaban.
2) Jaringan konektif areolor yang dipasok pembuluh dengan baik.
3) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler.
4) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada
tempat serviks melajur ke dalam kubah vagina terbentuk sebuah
selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi
menjadi empat bagian : Fornik posterior, anterior dan dua buah
fornik lateral.
15
Gambar 3: Organ uterus, tuba falopi, ovarium
(Sumber: Wiknjosastro, 2005)
b. Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagaian tertutup oleh
peritonium atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang
gepeng. Uterus wanita tidak hamil terletak pada rongga panggul
antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior.
Uterus wanita primipara panjang 6 - 8 cm, dibandingkan
dengan wanita multipara yang panjangnya 9 – 10 cm. Berat uterus
wanita yang pernah melahirkan antara 50 - 70 gram, sedangkan pada
yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. Uterus
terdiri atas :
1) Fundus Uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, di situ kedua tuba
falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui
sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya
kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
16
2) Korpus Uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus
uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukrosa.
Mempunyai fungsi utama agar janin berkembang.
3) Servik Uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus,
terletak di bawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos,
namun terutama terdiri atas jaringan kalogen, ditambah
jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi
mengeluarkan sekret yang kental dari kanalis servikalis. Jika
saluran kelenjar servikalis tersumbat dapat terbentuk kista retensi
berdiameter beberapa milimeter yang disebut sebagai folikel
nabothian. Secara histologik uterus terdiri atas :
a) Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri
Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan
mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak
hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-
kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang
berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 cm
hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan,
kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang di
dalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan
17
endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi,
bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterina berbentuk
tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini
menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga
rongga uterus tetap lembab.
b) Miometrium
Miometrum merupakan jaringan pembentuk
sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang
disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di
dalamnya. Banyaknya serabut otot pada uterus sedikit demi
sedikit berkurang ke arah kaudal, sehingga pada serviks otot
hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa
kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium
sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang
berarti pada otot di serviks.
c) Lapisan serosa, yakni peritonium viseral
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga
pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentrum yang
menyokongnya.
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
(1) Ligamentum Kardinal Sinistra et Dextra (Mackenroat)
Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah
suplay uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal
18
dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah
lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterina.
(2) Ligamentum Sakro Uterium Sinistra et Dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak
banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian
belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan
kanan.
(3) Ligamentum Rotundum Sinistra et Dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi
dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke
daerah inguinal kiri dan kanan.
(4) Ligamentum Latum Sinistra at Dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari
uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan
ikat di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung
telur (Ovarium Sinisira at Dextra).
(5) Ligamentum Infudibula Pelvicium
Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari
arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
terdapat urat-urat syaraf, saluran-saluran limfe, arteri dan
vena ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan
corpus uteri diliputi oleh peritonium viseral yang mudah
19
sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika
vesika uterine
Uterus diberi darah oleh arteri uterina sinistra at dextra
yang terdiri dari ramus asenden dan desenden. Pembuluh darah
yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra at
dextra. Inversasi uterus terdiri dari atas sistem saraf simpatis,
parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini
berada dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum,
berasal dari saraf sakral 2,3 dan 4, dan selanjutnya memasuki
frankenhauser yang dari sistem simpatis masuk ke dalam rongga
panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio
aorta dan promotorium terus ke bawah dan menuju pleksus
frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi inervosi pada
meometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatik dan
parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Simpatik
dapat menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi sedangkan
parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vosodillatasi.
c. Tuba Falopi
Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara
kornu uterina hingga suatu tempat di dekat ovarium dan
merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba
falopi antara 8 - 1 4 cm, tuba tertutup oleh peritonium dan
lumennya dilapisi membran mukosa.
20
Tuba falopi terdiri atas :
1) Pars Interstisialis, merupakan bagian yang terdapat di dinding
uterus
2) Pars Ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
3) Pars Ampularis, bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi
terjadi.
4) Pars Infudibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah
abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya
bagi tuba untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan ke
dalam tuba,
d. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah
amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta
sintetis dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 - 5
cm, lebar 1 , 5 - 3 cm, dan tebal 0,6 - 1 cm. Setelah menopause
ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas
rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di
antara iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
fossa ovarica woldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum
melalui mesovarium. Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan
menjadi:
21
1) Korteks
Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis
dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah terletak
ovarium dan folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari kortek
yang kusam dan keputih-putihan sebagai tunika albuginea,
dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel kuboit yaitu
epitel germinal dari woldeyer.
2) Medula
Terdiri dari jaringan penyambung longgar yang
berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat
sejumlah besar arteri dan vena dalam medula dan sejumlah kecil
serat otot polos yang berfungsi dalam pergerakan ovarium-
ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Ovarium sangat kaya dengan serat saraf tak bermyelin, yang untuk
sebagaian besar menyertai pembuluh darah.
3. Anatomi Dan Fisiologi Abdomen
Gambar 3. Anatomi Abdomen
(dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)
22
a. Kulit
Gambar 4. Lapisan Abdomen
(dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)
1) Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan
dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan
mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan,
tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari
keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel-selnya sangat rapat.
2) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa
dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis
berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak
pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
23
3) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit
secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.
Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah
pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.
Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang
disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari
kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus
b. Fasia
Gambar 5. Bagian Fasia
Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak
yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,.
Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia
profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's
fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian
atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis
24
transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis
dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak..
Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama
meliputi struktur tubuh.
c. Otot perut
Gambar 6. Lapisan Otot Perut
(dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)
1) Otot dinding perut anterior dan lateral
Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis
di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh
beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba
adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari
procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan
kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus
internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk
dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat
externus berjalan kea rah bawah dan atas ; serat obliquus
25
internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot
terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di
bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu
selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.
2) Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian
belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca,
(Gibson, J. 2002).
4. Fisiologi Post Partum
Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002) antara
lain :
a. Involusio
Yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan
ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi
lebih kecil karena sytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
a) Involusio uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU), setelah plasenta lahir hingga
12 jam pertama TFU 1-2 jari di bawah pusat, pada hari ke -6
TFU normalnya berada di pertengahan simpnisis pubis dan pusat,
pada hari ke -9 TFU sudah tidak teraba.
26
b) Involusio tempat melekatnya placenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang
berkontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembekuan
sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan
pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.
b. Lochea
Kotoran yang keluar dari liang senggama, terdiri dari jaringan-
jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Menurut pembagiannya :
a. Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada
hari kesatu dan kedua.
b. Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada
hari ke-3 - 6 post partum.
c. Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum,
selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari
ke-7 - 10.
27
d. Lochea alba
Berwarna putih atau jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa
serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1
- 2 minggu setelah melahirkan.
5. Adaptasi fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat akan menyebabkan terjadinya dehidrasi karena
perubahan hormonal tetapi bila suhu di atas 38°c dan selama 2 hari
dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan
adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya.
Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 post partum dapat
menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.
b. Adaptasi kardiovaskuler
1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20
mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring ke
duduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi kardiovaskuler
terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan
pendarahan.
2) Denyut nadi berkisar 60 - 70 kali per menit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa
pembakaran melaui kulit sering terjadi terutama malam hari.
28
c. Adaptasi traktus uranius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas
terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan
tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna.
Biasanya ibu mengalami ketidak mampuan untuk buang air kecil selama
2 hari pertama setelah melahirkan.
d.Adaptasi sistem gastrointestinal
Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal
meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun
asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1-2 hari.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi ASI baru berlangsung
pada hari ke 2 - 3 post partum, buah dada tampak membesar, keras dan
nyeri.
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal
Otot diding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat
jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perinium
Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya
meregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post
natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
29
besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum
melahirkan (Multipara) (Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004).
6. Fase Penyembuhan Luka
Menurut porter & peri, 2005 ada 3 fase penyembuhan luka yaitu :
a) Fase inflamasi
Terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-4, pada waktu ini
terjadi bekuan darah, ketika mikro sirkulasi mengalami kerusakan,
elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit,
komplemen, dan air menembus spasium vaskuler selama 2 – 3 hari,
menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.
b) Fase proliferatif
Terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-20, pada fase ini
fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-
sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada
pinggiran luka, kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang
merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.
Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang
digantikan. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopoli
sakarida. Dalam periode 2 sampai 4 minggu, rantai asam amino
membentuk serat-serat dengan panjang dan diameter yang
meningkat, serat-serat ini menjadi kumpulan bundel dengan pola
yang tersusun baik. Sintesis kolagen menyebabkan kapiler untuk
menurun jumlahnya dalam upaya untuk menyeimbangkan jml
30
kolagen yang rusak. Sintesis dan lisis seperti ini mengakibatkan
peningkatan kekuatan.
c) Fase maturasi
Terjadi pada hari ke-21 sampai sebulan atau bahkan tahunan,
fibroblas mulai meninggalkan luka, jaringan parut tampak besar, sampai
fibri kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan
dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan
kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai
kekuatan maksimum dalam 10 sampai 12 minggu, tetapi tidak pernah
mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
7. Adaptasi psikososial
Menurut Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004 ada 3 fase pada ibu post partum
yaitu :
a) Fase taking in (fase dependen)
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dan bertanggung jawab sebagai ibu dan lebih
mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
ketidaknyamanan.
31
b) Fase taking hold (fase independent)
1) Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya
dan bayinya.
c) Fase letting go (fase interdependent)
Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru.
1) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
2) Mengenal bayi bahwa bayi terpisah dari dirinya.
C. Etiologi dan Prediposisi
1. Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea
adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
32
2. Indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio
adalah :
a. Malpersentasi janin
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala
letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin
pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior
(looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan
sebagainya.
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Pre-eklamsia dan hipertensi
33
h. Distosia serviks
(Manuaba, I.B, 2001)
D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya
plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
34
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik
akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
E. Manifestasi klinis
Menurut Prawirohardjo (2007) manifestasi klinis pada klien dengan post
sectio caesarea, antara lain :
a) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b) Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c) Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d) Bising usus tidak ada.
e) Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f) Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g) Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.
(Prawirohardjo,S,2007)
F. Penatalaksanaan
Menurut Mochtar Rustam, 2002 ada 6 tahap Penatalaksanaan post
section ceasaria yaitu:
1. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
2. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
3. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum
35
4. Pemberian antibiotika
Walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah
dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
6. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi, (Mochtar Rustam, 2002).
G. Komplikasi
Komplikasi yang muncul dari sectio caesaria antara lain :
1. Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah
ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang
merupakan gejala infeksi.
a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal
ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana
sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang
36
telah lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotik
yang adekuat dan tepat.
2. Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari
pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800 - 1000
ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan
terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.
3. Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi
di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).
4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang .
H. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
1) Melaporkan kelebihan, kurang energi
2) Letargi, mengantung akibat anestesi
b. Sirkulasi
1) TD dapat meningkat
37
2) Kehilangan darah pada tindakan Sectio Caesaria mencapai kurang
lebih 600-800 ml
3) Perdarahan vagina mungkin ada
c. Eliminasi
1) Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
2) Kateter urinarius mungkin terpasang
d. Integritas ego
1) Mungkin sangat cemas dan ketakutan
2) Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah dan menarik diri.
e. Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber,
misalnya trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung
kemih / adomen, efek-efek anestesi.
f. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.
g. Makanan atau cairan
Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh
anestesi)
h. Seksualitas
1) Kehamilan multiple atau gestasi, malahirkan secara sectio
caesaria sebelumnya
2) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus
38
i. Pemeriksaan penunjang
Pada klien Sectio Caesaria sering terjadi perubahan volume darah
dari kadar pra operasi dan untuk mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan, perlu dilakukan pemeriksaan hematologi.
Pemeriksaan hematologi yang diperlukan adalah hitung jumlah darah
lengkap, hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht). Selain itu juga
terdapat pemeriksaan urinalisis: kultur urine, darah, vagina dan
lochea. Terdapat juga pemeriksaan tambahan berdasarkan kebutuhan
individu (Doenges,Marilyn, 2001).
39
Hamil dan factor indikasi
Kelainan letak
Pembedahan SectioCaesaria
Post Sectio Caesaria
Adaptasi psikologis
Taking in Taking hold Letting go
Dependent butuhpelayanan,
butuhperlindungan
Belajar barudari
mengalamiperubahan
Kuranginformasi
Kurangpengetahua
n
Mampumenyesuaikan
dengankeluarga
Perubahanperan
Adanyakelemahan fisik(lemas, pusing)
Sumber : Bobak, 2004Carpenito, 2000Doengoes, 2001Sarwono Prawirohardjo, 1999
PeningkatanFSH dan LH
Perubahan fisiologis
Efek anestesi
Penurunan kerjamedulla oblongata
Penurunan kerjaSaraf pernafasan
Penurunan reflekbatuk
Tidak efektifnyabersihan jalan
nafas
Luka operasi
Jaringanterputus
Jaringanterbuka
Proteksi tubuhMenurun nyeri
Pintumasuknya
kuman
Restiinfeksi
Intoleransiaktivitas
Sistem endokrin
Progesterondan estrogen
menurun
Prolaktin danoksitosin
meningkat
ProduksiASI
Isapanbayi
Ejeksi ASI
Sistem reproduksi
Uterus
Kontraksi
Lemah
Perdarahan
Kurangnyavolumecairan
kuat
PelepasanPlasenta
Lochea
Ovarium
Menstruasi
PersiapanKB
kontipasi Perawatanpayudaraadekuat
Efektif laktasi
Nutrisi bayi terpenuhi
Perawatanpayudara tidak
adekuat
Inefektiflaktasi
Imobilisasi
Peristaltikusus Lochea
stasis
Restiinfeksi
Terpasangnya alat-alat
infasiv
I. Pathways Keperawatan
39
40
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Doenges, 2001)
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek
anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan dampak
sekunder dari luka post sectio caesaria (Doenges, 2001).
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 2006).
5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedaran (Doenges, 2001).
6. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doenges, 2001).
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan
diri (Doenges, 2001).
41
K. Fokus Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Doenges, 2001)
Tujuan: Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak mengalami penumpukan sekret
b. Klien dapat melakukan batuk efektif
Intervensi :
a. Kaji faktor – faktor penyebab ( sekret, penurunan kesadaran, reflek
batuk )
b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi
nafas.
d. Tinggikan kepala tempat tidur.
e. Ajarkan batuk efektif.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
b. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
42
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyaman
b. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi
c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
d. Anjurkan ambulasi dini
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder
akibat pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan
tanpa disertai nyeri
Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktifitas.
Intervensi :
a. Kaji respon klien terhadap aktifitas
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar
c. Anjurkan klien untuk istirahat
d. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan
e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap
43
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio
laesa)
b. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C)
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht
a. Kolaborasi pemberian antibiotik
5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan
dapat diminimalkan
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb: 12 gr
44
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
b. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal:
privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air
hangat di atas perineum.
c. Catat munculnya mual / muntah
d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
6. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
eliminasi BAB: Konstipasi.
Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya /
optimal dalam 4 hari post partum.
Intervensi :
a. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran
b. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan
c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet
makanan serat.
d. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
e. Kolaborasi pemberian obat supositoria.
45
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keperawatan
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Klien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
b. Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang
tersedia.
Intervensi :
a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan
b. Tentukan tipe-tipe anesthesia
c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi,
gosokan punggung dan perawatan perineal)
e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi)
f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan
diri (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang
perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan
kebutuhan perawatan diri.
46
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang
diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
b. Kaji keadaan fisik klien
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang
normal.
d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
e. Demonstrasikan teknik-teknik perawatan diri
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru