Upload
phamkiet
View
227
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kemelekan Finansial (Financial Literacy)
Kecerdasan finansial dalam kehidupan bermasyarakat lebih akrab dikenal
dengan istilah kemelekan finansial, tak jarang pula kedua istilah tersebut
dipertukarkan satu sama lain. Namun secara teoritis, kedua istilah tersebut memang
mempunyai arti yang hampir sama satu sama lain. Seseorang yang melek secara
finansial belum tentu memiliki kecerdasan finansial yang tinggi, sebagai contoh orang
yang bekerja di bidang akuntan, mereka mungkin tahu detil tentang aset dan liabilitas
perusahaan, tapi seringkali mereka tidak mampu menciptakan dan mengolah
kekayaannya sendiri.
Istilah kemelekan finansial lebih banyak ditemukan dan mempunyai definisi,
menurut beberapa ahli sebagai berikut:
1. ANZ Survey of Adult Financial Literacy in Australia (May 2003, Executive
Summary, pg.1), Financial Literacy is about:
enabling to make informed and confident decisions regarding all aspects of their budgeting, spending and saving and their use of financial products and services, from everyday banking through borrowing, investing and planning for the future.
Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut:
Kemelekan finansial adalah tentang memungkinkannya seseorang untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi dan kepercayaan diri terhadap semua aspek
11
perencanaan, pengeluaran anggaran dan tabungan, menggunakan produk dan jasa
keuangan, dari perbankan sehari-hari untuk peminjaman, investasi dan
perencanaan di masa depan.
2. U.S Financial Literacy and Education Commission (2007), definisi kemelekan
finansial adalah:
“…..the ability to use knowledge and skills to manage financial resources effectively for a lifetime of financial well-being.”
Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut:
Suatu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk
mengelola sumber daya finansial secara efektif seumur hidup demi kesejahteraan
finansial.
Jadi, berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kemelekan finansial adalah kemampuan seseorang dalam memahami
pengetahuan berbagai aspek mengenai keuangan, yaitu meliputi simpanan, pinjaman,
investasi, perencanaan keuangan, dan mempunyai keahlian dalam mengelola sumber
daya finansial yang dimilikinya untuk membuat keputusan yang efektif tentang
keuangan demi kesejahteraan finansial.
12
2.2. Kecerdasan Finansial (Financial Intelligence)
Istilah kecerdasan finansial mempunyai definisi, menurut beberapa ahli
sebagai berikut:
1. William Tanuwidjaja dalam bukunya yang berjudul 8 Intisari Kecerdasan Finansial
(2009, p10-11) adalah:
Kecerdasan untuk mengelola sumber daya (resources) potensial menjadi kekayaan
riil, kemudian mengolah kekayaan menjadi kekayaan yang lebih banyak lagi.
Kekayaan dapat berarti aset dan ketika aset itu dapat secara otomatis menghasilkan
uang tanpa seseorang harus bekerja secara fisik, itulah yang dinamakan passive
income. Seorang dikatakan memiliki kebebasan finansial (financial freedom)
ketika seseorang mampu mendapatkan hasil investasinya dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidupnya, tanpa perlu bekerja lagi.
2. Supriyono dalam artikelnya yang berjudul kecerdasan finansial dalam website The
Strategic Finance Consulting (www.snfconsulting.com) tahun 2008, menyatakan
“Kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya baik di dalam dirinya
sendiri maupun di luar dirinya untuk menghasilkan uang.”
Jadi, berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan finansial dan kemelekan finansial mempunyai
kesamaan definisi, yang membedakannya adalah penekanannya. Kecerdasan finansial
lebih menekankan pada aplikasi nyata dari hasil pembelajaran secara terus menerus
bagaimana uang itu sebenarnya bekerja untuk membentuk kekayaan (wealth
accumulation) yang akhirnya terlihat pada seberapa maksimal seseorang mampu
13
menggunakan uang yang telah diperolehnya agar terus mampu meningkatkan nilai
uang berdasarkan pemahaman dan pengetahuannya terhadap prinsip-prinsip ekonomi,
keuangan dan akuntansi untuk kesejahteraan dalam jangka panjang. Sedangkan
kemelekan finansial cenderung lebih menekankan pada seberapa banyak pengetahuan
seseorang tentang ilmu finansial itu sendiri sehingga seharusnya membentuk
kecerdasan finansial setiap orang, misalnya mampu mengerti laporan keuangan,
imbal hasil, risiko investasi dan sebagainya agar secara efektif diharapkan dapat
digunakan dalam mengelola uang yang dimiliki dalam jangka panjang.
Menurut Budi Hartono dalam artikelnya yang berjudul Cerdas Keuangan!
Kesadaran Keuangan untuk Hidup Lebih Sejahtera (www.vibiznews.com) agar
memperoleh kecerdasan finansial, seseorang paling mendasar harus mempunyai
kesadaran finansial (financial awareness) terlebih dahulu, dalam arti seseorang
menyadari pengelolaan keuangan itu sangat penting untuk mempersiapkan masa
depan. Selain itu, memiliki keinginan yang kuat untuk memperbaiki kondisi finansial
individu saat ini merupakan salah satu pertanda seseorang telah mempunyai
kesadaran finansial.
Istilah lain dari kesadaran finansial yang dipaparkan oleh Emmanuel dalam
bukunya yang berjudul Bagaimana Membangun Jaminan Keuangan (2008, p50)
dinamakan mentalitas investasi, yaitu pola pikir yang peduli dengan pelipatgandaan
semua yang telah dimiliki seseorang.
Pada intinya kecerdasan finansial akan ditujukan untuk mencapai kebebasan
finansial yang merupakan salah satu unsur yang ingin dicapai dalam kesejahteraan
14
finansial. Konsep kecerdasan finansial menuju kebebasan finansial menurut
Tanuwidjaja (2009, p12) sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kecerdasan Finansial Merupakan Langkah Awal Menuju Kebebasan Finansial
Untuk keperluan penyesuaian terhadap tesis ini, penulis berusaha untuk
menyederhanakan konsep di atas menjadi seperti pada gambar 2.2.
Sumber : Tanuwidjaja dan pendapat penulis
Gambar 2.2. Hubungan Antara Kesadaran, Kemelekan dan Kecerdasan Finansial
Kecerdasan Finansial (Financial Intelligence)
Aset dan Kekayaan (Assets and Wealth)
Penghasilan pasif (Passive Income)
Kebebasan Finansial (Financial Freedom)
Kesadaran Finansial (Financial Awareness)
Kemelekan Finansial (Financial Literacy)
Kecerdasan Finansial (Financial Intelligence)
1
2
15
Penjelasan gambar 2.2 di atas adalah sebagai berikut:
1. Kesadaran finansial akan membentuk seseorang menjadi melek secara finansial.
Tanpa adanya kesadaran finansial, maka akan sulit seseorang mengaplikasikan
secara maksimal pengetahuan finansialnya dalam kehidupan.
2. Seseorang yang melek secara finansial akan mengantarkan individu ke tingkat
kecerdasan finansial tertentu. Hal ini disebabkan karena kecerdasan finansial
umumnya selalu ditunjang dengan pengetahuan yang cukup mengenai aspek-aspek
finansial. Individu yang cerdas secara finansial, dapat mengelola aset dan
mengumpulkan kekayaan secara lebih efektif tergantung pada tingkat kecerdasan
finansial yang dimiliki orang tersebut.
2.3. Karakteristik Orang Yang Cerdas Secara Finansial
Tanuwidjaja (2009, p41-65) menjelaskan bahwa karakteristik orang yang
cerdas secara finansial dapat dirangkum dalam 8 intisari kecerdasan finansial yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mampu Memilah Tujuan Produktif dan Konsumtif
Tujuan produktif berarti melakukan kegiatan produksi yang dapat menciptakan
barang dan jasa sehingga memiliki nilai guna bagi masyarakat. Sedangkan Tujuan
Konsumtif berarti melakukan kegiatan konsumsi atau tindakan menghabiskan nilai
guna suatu barang sehingga mengorbankan sejumlah uang yang tidak akan pernah
kembali. Orang yang cerdas secara finansial maka akan selalu mengusahakan
tercapainya tujuan produktif.
16
2. Mampu Membedakan Aset dan Liabilitas
Banyak liabilitas yang tampak seolah-olah sebagai aset, sehingga seseorang
merasa kaya, sebagai contoh mobil dan rumah. Secara akunting memang termasuk
aset tetapi secara cashflow termasuk liabilitas karena menguras uang seseorang
melalui biaya-biaya yang dikeluarkannya seperti biaya bensin dan pemeliharaan.
3. Mampu Memahami Aliran Uang
Memahami aliran uang disini adalah seperti memperhatikan roda bisnis berputar.
Contohnya mengapa banyak orang rela mengorbankan sejumlah uang untuk
mendapatkan barang atau jasa tertentu yang belum tentu dibutuhkannya. Mengapa
banyak orang yang berhutang dan menggunakan utang untuk melakukan kegiatan
konsumtif. Kemudian juga hanya sedikit orang yang ingin merekstrukturisasi aset
dan membudidayakan uang agar bisa mendapatkan passive income.
4. Mampu Mencari Emas Yang Tersembunyi
Seseorang yang cerdas secara finansial, mampu melihat yang tidak mampu dilihat
orang awam, sebagai contohnya sampah bisa diolah dan menghasilkan produk lain
yang dapat digunakan oleh banyak orang. Sampah adalah sesuatu yang tidak
bernilai bagi sebagian besar orang, namun bagi seseorang yang mampu melihat
peluang emas dapat digunakan untuk menghasilkan uang.
5. Memiliki Daya Ungkit
Daya ungkit adalah sesuatu yang membuat aset seseorang tumbuh berlipat ganda
mengikuti deret waktu yang berarti aset dapat digandakan jauh lebih cepat.
Sebagai contoh dengan membuka banyak cabang atas suatu usaha melalui
17
pinjaman, seseorang bisa melipatgandakan pendapatan yang diperolehnya dari
keuntungan yang diperolehnya di cabang-cabang yang dibukanya.
6. Mampu Membuat Uang Bekerja Untuk Anda
Seseorang yang cerdas secara finansial, seharusnya tidak hanya mengandalkan
besarnya pendapatan dari bekerja sebagai karyawan atau hanya mengandalkan
keuntungan menjual produk tetapi menyebarkan uang ke dalam berbagai
instrumen investasi berdasarkan risiko yang dapat ditoleransi.
7. Mampu Menciptakan Aset Yang Tidak Bisa Hilang Atau Dirampok Orang
Meningkatkan aset berupa ilmu seperti cara berpikir adalah yang terpenting karena
dapat mempengaruhi cara bertindak. Aset fisik semata dapat saja musnah seketika,
tetapi aset berupa ilmu, akan melekat selalu dalam diri seseorang dan akan
menyelamatkan seseorang dari perubahan yang cepat.
8. Mampu Memahami Tanda-Tanda Makro Perekonomian
Memahami tanda-tanda perekonomian sangat penting bagi orang yang cerdas
finansial karena dengan mengetahui kondisi tersebut dapat muncul berbagai
peluang yang dapat dimanfaatkan serta potensi-potensi hambatan yang perlu
diantisipasi sejak awal terhadap risiko-risiko tertentu.
2.4. Akumulasi Kekayaan (Wealth Accumulation)
Menurut pengertian kamus bahasa indonesia yang terdapat dalam website
artikata (www.artikata.com), akumulasi berarti pengumpulan, penimbunan,
penghimpunan. Sedangkan arti kekayaan menurut Deadroff dalam website
Deardorffs' Glossary of International Economics (www-personal.umich.edu) berarti
18
total nilai aset akumulasi yang dimiliki oleh seorang individu, rumah tangga,
masyarakat, atau negara.
Jadi akumulasi kekayaan dapat diartikan lebih lanjut sebagai pengumpulan
terhadap nilai aset yang dilakukan oleh semua individu. Dalam mengumpulkan aset
kekayaan ini, seseorang harus cerdas secara finansial sehingga dalam jangka waktu
tertentu dapat mengumpulkan jumlah aset yang jauh lebih besar.
Berdasarkan artikel dalam website personal finance money tips
(www.kclau.com), ada tiga elemen penting dari akumulasi kekayaan (wealth
accumulation), yaitu:
1. Jumlah uang yang dapat disimpan, per hari, per bulan dan per tahun (saving).
2. Waktu (time), semakin dini memulai maka hasilnya akan semakin besar dan
3. Imbal hasil (return rate), semakin tinggi imbal hasil maka risikonya juga
mengikuti tinggi, tetapi jika waktunya panjang, maka akumulasi kekayaan akan
jauh lebih besar
Gambar 2.3. Hubungan Jumlah Uang yang Disisihkan, Imbal Hasil dan Waktu Terhadap Akumulasi Kekayaan
2.5. Perencanaan Keuangan Individu
Perencanaan keuangan individu merupakan salah satu wujud nyata dari
baiknya kecerdasan finansial seseorang dalam mengumpulkan aset kekayaaannya.
Saving Time Return Rate
WealthAccumulation
19
Dengan perencanaan keuangan, misalnya perencanaan keuangan jangka panjang,
seseorang dapat mengumpulkan aset dalam jumlah besar dengan menaruh uangnya
pada saham atau reksa dana saham sehingga dapat menghadapi masa pensiun dengan
lebih tenang karena tahu bagaimana cara mengelola asetnya.
Perencanaan keuangan individu mempunyai definisi menurut beberapa
sumber sebagai berikut:
1. Kapoor, dalam bukunya yang berjudul Business and Personal Finance (2007, p6)
menjelaskan bahwa:
“personal financial planning is arranging to spend, save, and invest money to live comfortably, have financial security, and achieve goals”
Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut:
Perencanaan keuangan individu adalah pengaturan terhadap pengeluaran,
penyimpanan dan investasi uang untuk hidup dengan nyaman, mempunyai
keamanan secara finansial dan mencapai tujuan.
2. Adler Haymans Manurung dan Lutfi dalam bukunya yang berjudul Successful
financial Planner (2009, p1),
Perencanaan keuangan adalah suatu proses dalam merencanakan keuangan pribadi
untuk dapat memberikan solusi perencanaan, pemilihan pengelolaan keuangan,
kekayaan atau investasi agar tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan
panjang dapat tercapai.
Beliau menjelaskan bahwa proses perencanaan keuangan sangat membantu
seseorang untuk mengendalikan situasi finansialnya saat ini dan di masa yang akan
20
datang. Melalui perencanaan keuangan, seseorang dapat mendisiplinkan dirinya
terhadap gaya hidup yang menyangkut pengeluaran biaya.
Jadi, berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa perencanaan keuangan individu adalah suatu rencana anggaran penghasilan
yang diperoleh seseorang untuk dialokasikan ke dalam bentuk pengeluaran,
penyimpanan dan investasi agar dapat mencapai tujuan keuangan jangka pendek,
menengah dan panjang di masa yang akan datang.
Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari melakukan
perencanaan keuangan individu menurut Kapoor (2007, p6), yaitu:
1. Meningkatkan efektifitas dalam memperoleh, menggunakan dan melindungi
sumber daya finansial seseorang semasa hidupnya.
2. Meningkatkan pengendalian atas masalah-masalah finansial yang seringkali terjadi
seperti hutang yang berlebihan, kebangkrutan dan ketergantungan dengan pihak
lain atas keamanan kondisi keuangannya.
3. Meningkatkan hubungan pribadi yang dihasilkan melalui perencanaan yang
matang, dan secara efektif mempunyai komunikasi pribadi terhadap keputusan
finansial yang akan dilakukan.
4. Adanya rasa kebebasan dari masalah kekhawatiran mengenai finansial di masa
depan, mengantisipasi biaya-biaya yang akan terjadi dan mencapai apa yang
menjadi tujuan keuangan seseorang.
21
2.6. Investasi
Membicarakan tentang perencanaan keuangan, erat kaitannya dengan
investasi. Setiap melakukan investasi, berarti seseorang sedang mengorbankan nilai
saat ini, dan mengharapkan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dari hasil
pengorbanan tersebut.
Pengertian investasi dapat ditafsirkan bermacam-macam oleh setiap orang,
tergantung pada point of view seseorang, berikut ini pengertian investasi menurut
beberapa sumber adalah sebagai berikut:
1. Bodie, Alex dan Alan dalam bukunya berjudul Essentials of Investments (2008, p2)
menyatakan bahwa:
“Investment is a commitment of current resources in the expectation of deriving greater resources in the future”
Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut:
Investasi adalah suatu komitmen atas sumber daya saat ini dalam harapan
memperoleh sumber daya yang lebih besar lagi di masa mendatang.
2. Website investorwords (www.investorwords.com) perihal mengenai investment,
dijelaskan bahwa arti investasi dalam keuangan adalah pembelian produk finansial
atau produk lain yang bernilai dengan harapan imbal hasil yang menguntungkan
dimasa yang akan datang.
3. Emmanuel (2010, p50) mendefinisikan:
investasi berarti ”suatu sarana, struktur, sistem, melipatgandakan uang, dari waktu
ke waktu…”
22
Jadi investasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengorbanan atas
penundaan penggunaan uang untuk konsumsi dan mengelolanya dalam bentuk
pembelian suatu produk, sistem atau sarana investasi dengan harapan dapat
memberikan keuntungan yang terus berkembang dan berlipat ganda di masa yang
akan datang.
Adapun berbagai instrumen yang umum dapat menjadi sarana investasi bagi
individu dalam jangka pendek, menengah dan panjang adalah:
1. Investasi Jangka Pendek (Short Term Investment), berdasarkan arti dari website
www.businessdictionary.com, investasi jangka pendek adalah nvestasi yang jatuh
tempo atau dimiliki untuk 12 bulan atau kurang. Beberapa yang termasuk
instrumen ini adalah:
a. Pasar Uang
Menurut Manurung, et.al (2009, p122) mereka menjelaskan bahwa investasi
pasar uang merupakan salah satu instrumen investasi jangka pendek yang
periode waktunya tidak lebih dari dari satu tahun. Jenis-jenis investasi ini
dapat berupa Commercial Papers (CPs), Promissory Notes (PNs), deposito,
investasi pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), investasi pada tabungan di
bank yang bisa diambil sewaktu-waktu dan termasuk juga Reksa dana Pasar
Uang (RDPU). Dalam tesis ini, tidak seluruhnya akan dibahas mengenai
instrumen investasi di pasar uang tersebut, melainkan beberapa saja yang
bersifat umum.
23
b. Tabungan
Menurut Manurung (2008, p32) beliau menyatakan bahwa tabungan salah
satu instrumen investasi umum yang digunakan masyarakat untuk berjaga-
jaga. Tingkat bunga tabungan adalah yang paling rendah dibandingkan
dengan instrumen investasi lain, yaitu hanya berkisar antara 2%-4% per tahun.
Tabungan biasanya juga digunakan untuk menempatkan dana darurat karena
sangat likuid.
c. Deposito
Manurung (2008, p33) menyatakan bahwa deposito merupakan produk bank
untuk menarik dana dari publik. Jangka waktu deposito, yaitu 1 bulan,
3 bulan, 6 bulan dan satu tahun dengan kisaran bunga imbal hasil di Indonesia
sebesar 5%-7%. Semakin lama periode deposito, maka semakin tinggi tingkat
bunga yang diperoleh pemilik dana. Tingkat bunga akan dibayarkan pada
akhir jatuh tempo deposito. Pencairan deposito sebelum jatuh tempo akan
dikenakan penalti yang umumnya berkisar 5 persen dari nilai deposito.
d. Negotiable Certificate Deposits (NCD)
Manurung (2008, p33) mendeskripsikan produk ini sebagai produk bank yang
tidak ditawarkan kepada publik, tetapi ditawarkan kepada pelanggan istimewa
dan dikenal dengan penawaran pribadi. Biasanya besaran NCD dimulai dari
Rp 500 juta tetapi ada pula yang menawarkannya dimulai dari Rp 1 miliar.
Bunga yang ditawarkan diterima di awal, besarnya bisa melebihi tingkat
bunga deposito dan periode investasinya juga tergantung kesepakatan antara
24
pemilik dana bank yang bersangkutan. Dengan demikian, NCD diperuntukkan
bagi nasabah yang kaya raya.
e. Reksadana Pasar Uang
Bradhitya, dalam website Indonesia Institute of Private Wealth Management
(www.wealthindonesia.com) menjelaskan bahwa produk reksadana pasar
uang ini merupakan kumpulan dari masyarakat pemodal yang menyerahkan
dananya pada manajer investasi untuk dikelola dalam bentuk portofolio
investasi jangka pendek yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito, atau
obligasi jangka waktu kurang dari satu tahun. Keuntungan berinvestasi pada
reksadana pasar uang adalah likuiditasnya karena dapat diambil kapan saja,
dapat ditentukan jumlah uang yang akan dicairkan dan tingkat suku bunga
yang relatif sedikit lebih tinggi dari suku bunga deposito biasa.
2. Investasi Jangka Menengah (Mid Term Investment), berdasarkan arti dari website
Government of Alberta Finance and Enterprise (www.finance.alberta.ca),
investasi jangka menengah adalah investasi yang biasanya berupa investasi
pendapatan tetap. Instrumen investasi ini dapat berupa obligasi dan reksadana
pendapatan tetap.
a. Obligasi
Menurut Manurung, et.al (2009, pp125-126) mereka mengatakan bahwa
obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan sebuah badan hukum dalam
bentuk obligasi pemerintah atau obligasi perusahaan. Obligasi perusahaan
dibagi lagi menjadi obligasi perusahaan swasta dan obligasi perusahaan
pemerintah (BUMN), sedangkan obligasi pemerintah dapat dibedakan
25
menjadi obligasi pemerintah daerah dan obligasi pemerintah pusat. Tingkat
suku bunga obligasi yang ditawarkan kepada publik biasanya diatas suku
bunga deposito.
b. Reksadana Pendapatan Tetap
Kontan online (2008) dengan judul artikel mengenal reksadana pendapatan
tetap, menjelaskan bahwa reksadana ini membiakkan sebagian besar
kumpulan dana pemodal dalam bentuk portofolio yang berisi instrumen surat
utang atau obligasi. Ketentuan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan adalah bahwa portfolio reksadana ini untuk porsi
obligasinya tidak boleh dibawah 80%. Resikonya fluktuatif tergantung
kombinasi naik turunnya harga obligasi yang terdapat dalam portfolio.
3. Investasi Jangka Panjang (Long Term Investment), berdasarkan arti dari website
www.businessdictionary.com, investasi jangka panjang adalah instrumen investasi
yang beruupa obligasi atau surat utang, saham biasa atau saham preferen yang
jangka waktunya lebih dari 10 tahun. Reksadana saham juga termasuk instrumen
jangka panjang, demikian pula dengan emas dan properti.
2.7. Risiko
Jeff Madura dalam bukunya yang berjudul Personal Finance (2004, p6),
mengatakan bahwa risiko adalah ketidakpastian yang selalu ada yang menyelimuti
setiap hasil pengembalian potensial dari suatu investasi. Imbal hasil saham yang akan
diperoleh seseorang misalnya tidaklah menentu karena pembayaran deviden di masa
mendatang tidak dijamin dan harga saham dimasa mendatang juga tidak dijamin.
26
Lain halnya dengan Charles D. Ellis dalam bukunya yang berjudul Strategic
Ways of Investing (2001, p107) beliau menyatakan bahwa risiko berbeda dengan
ketidakpastian, risiko menggambarkan hasil yang diharapkan dengan probabilitas
kejadian yang sudah diketahui. Beliau juga menjelaskan bahwa tabel aktuaria yang
menggambarkan tingkat kemungkinan kematian seseorang adalah salah satu contoh
risiko. Seorang aktuaris tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap nasabahnya 14
tahun mendatang, tetapi ia dapat memperkirakan cukup tepat tentang apa yang akan
terjadi terhadap satu kelompok yang terdiri atas 100 juta orang sebagai satu kesatuan
dalam setiap tahun. Demikian juga investasi, ada sesuatu yang tidak dapat diduga
yang mirip dengan faktor ketidakpastian.
Lebih jauh lagi, Stephen Konowalow dalam bukunya yang berjudul Planning
Your Future (2003, p25), menjelaskan poin-poin penting investasi yang berkaitan
dengan risiko, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Secara umum dalam konteks portfolio investasi, semakin tinggi risiko, maka akan
semakin tinggi hasil yang akan diperoleh dan berlaku juga sebaliknya.
2. Investasi jangka pendek dan obligasi secara umum lebih rendah risikonya
daripada investasi jangka panjang, tetapi secara historis lebih menawarkan hasil
yang lebih rendah daripada saham dalam jangka panjang.
3. Saham adalah investasi yang paling berisiko dalam jangka pendek, tetapi
menawarkan potensi hasil yang tertinggi dalam jangka panjang. Sejarah
membuktikan bahwa semakin lama berinvestasi di saham, semakin tinggi potensi
keuntungan yang diperoleh.
27
4. Semakin pendek periode waktu untuk investasi, maka seharusnya semakin
konservatif tipe investasinya. Sebagai contohnya orang berusia diatas 50 tahun,
umumnya lebih memilih untuk menginvestasikan uangnya pada deposito, obligasi
atau reksadana pasar uang.
2.7.1. Jenis-Jenis Risiko
Mengenai risiko-risiko apa saja yang dapat terjadi dalam kaitannya dengan
finansial, Kappor (2004, p7), menjelaskan berbagai risiko sebagai berikut yaitu :
1. Risiko Inflasi
Risiko inflasi menyebabkan kenaikan harga barang-barang dan menurunkan daya
beli dari suatu mata uang. Seseorang dapat memutuskan untuk membeli suatu
barang saat ini atau membelinya dikemudian hari, tapi risikonya jika seseorang
membeli dikemudian hari maka cenderung akan membayar lebih dengan uangnya
karena adanya efek inflasi tersebut.
2. Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga menyebabkan pengaruh terhadap kenaikan biaya bunga ketika
seseorang meminjam uang pada bank dan menaikkan pendapatan bunga ketika
seseorang menabung atau berinvestasi. Meminjam uang pada tingkat suku bunga
yang rendah, sangatlah menguntungkan sedangkan apabila seseorang menyimpan
menabung dibank dengan tingkat suku bunga yang rendah akan mengecilkan
tingkat hasil pengembalian yang didapat.
28
3. Risiko Hilangnya Pendapatan
Risiko hilangnya pendapatan mungkin saja yang terburuk karena seseorang tidak
mempunyai pemasukan lain sehingga harus membatasi pengeluarannya. Hal
yang dapat membantu mengurangi masalah ini adalah dengan menyisihkan
sebagian pendapatan ketika bekerja dan mencari keahlian baru sehingga dapat
bekerja di pada bidang pekerjaan lain.
4. Risiko Pribadi
Risiko ini berkaitan dengan masalah kesehatan, keamanan, atau tambahan biaya
lainnya yang harus dikeluarkan karena pembelian sesuatu dan keputusan finansial
seseorang yang salah.
5. Risiko Likuiditas
Risiko ini menyebabkan kurangnya kas sehingga dapat saja seseorang segera
mencairkan asetnya untuk memperoleh kas karena untuk suatu keperluan.
Investasi instrumen tertentu dengan tingkat imbal hasil tinggi cenderung akan
mengalami kesulitan likuiditas.
2.7.2. Profil Risiko
Setiap orang mempunyai profil risiko yang berbeda, semakin besar imbal
hasil yang diharapkan oleh investor, maka semakin besar pula risikonya. Namun, hal
yang cukup ironis adalah ada orang yang ingin melawan hukum ini, yaitu ingin
memperoleh imbal hasil tinggi dengan risiko yang rendah sehingga apabila kenyataan
bahwa nilai investasinya turun cukup, orang tersebut tidak mampu menanggungnya
29
secara mental. Berdasarkan tipe investor dalam mengelola investasinya, Manurung,
et.al (2009, p115-116) menyatakan bahwa ada tiga tipe investor, yaitu :
1. Kelompok Pengambil Risiko (Risk Seeker)
Kelompok pengambil risiko sangat agresif mengambil risiko untuk mendapatkan
imbal hasil yang tinggi atas investasinya. Naik turunnya nilai investasi tidak
membuat mereka takut karena mereka tahu dibalik itu akan ada keuntungan yang
sangat besar. Kelompok ini akan membeli aset yang sedang jatuh nilainya
sementara orang lain sedang takut dan ingin menjual asetnya dengan segera.
2. Kelompok Acuh Terhadap Risiko (Risk Neutral)
Kelompok ini tidak peduli akan jenis investasi mana yang akan diambil sehingga
sifatnya lebih fleksibel terhadap investasi yang akan dilakukan selama kenaikan
tingkat pengembalian sama besarnya untuk setiap risiko yang dihadapi.
3. Kelompok Penghindar Risiko (Risk Averter)
Kelompok penghindar risiko adalah konservatif, mereka yang cenderung
menjatuhkan keputusannya pada jenis investasi yang kurang mengandung risiko
misalnya deposito.
2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Finansial
Tingkat kecerdasan finansial yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Karena
perbedaan tingkat kecerdasan finansial itulah seringkali terjadi perbedaan yang
signifikan antara individu yang satu dengan yang lain dalam mengumpulkan aset
kekayaannya, terutama apabila dilihat dalam kurun waktu jangka panjang. Adapun
30
beberapa faktor penting yang turut mempengaruhi kondisi mendasar kecerdasan
finansial seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin (Gender)
Faktor ini melibatkan psikologis dasar antara pria dan wanita. Dalam sebuah
jurnal ilmiah karya Stendardi dan Judy yang berjudul The Impact of Gender on
The Personal Financial Planning Process (2006, pp223-238) menyatakan bahwa
ada perbedaan antara pria dan wanita dalam proses melihat keuangan. Perbedaan
yang cukup terlihat yaitu, wanita cenderung bersifat sebagai penghindar risiko
(risk averse) karena mereka melihat uang seperti suatu “kolam uang” yang
terbatas sehingga mereka harus melindunginya, sedangkan pria cenderung tidak
terlalu bersifat sebagai penghindar risiko karena mereka melihat uang sebagai
suatu “aliran uang” yang dapat menghasilkan uang lagi untuk menggantikan apa
yang telah hilang. Selain itu, penelitian lain dalam jurnal ilmiah karya Megan Lee
Endress, Sanjib K. Chowdhury dan Intakhab Alam yang berjudul Gender Effects
on Bias in Complex Financial Decision (2008, p248) menyatakan bahwa ada
perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam merancang tujuan keuangan
pribadi dan melihat hasil performa keuangannya di masa depan. Wanita,
cenderung lebih tidak percaya diri akan keberhasilan dari segi finansial di masa
yang akan datang sehingga hal inilah yang membedakannya dengan pria dalam
mengambil keputusan finansial. Dalam jurnal ilmiah karya Kirby Rosplock yang
berjudul Gender Matters: Men’s and Womens Perceptions of Wealth are Mostly
Aligned (2010, pp27-28) menyatakan bahwa wanita tidak ingin terlibat langsung
dalam mengelola kekayaan, hal ini disebabkan karena mereka merasa tidak
31
mempuyai kesempatan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai, padahal
para wanita cukup menyadari betapa pentingnya hal pengelolaan kekayaan
tersebut dalam kehidupan. Penelitian-penelitian ini, menggambarkan bahwa jenis
kelamin dapat membedakan perilaku yang menyangkut finansial antara pria dan
wanita tetapi tidak dibahas lebih lanjut apakah pengaruh jenis kelamin bersifat
signifikan atau tidak terhadap kecerdasan finansial seseorang. Berdasarkan
penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah faktor dasar jenis
kelamin signifikan mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang atau tidak.
2. Pekerjaan (Occupation)
Faktor ini melibatkan kemampuan atau skill, dengan demikian, secara mendasar
turut mempengaruhi pola pikir seseorang, khususnya dalam memandang sisi
keuangan, contohnya, pemahaman finansial antara seorang wirausahawan tentu
berbeda dengan karyawan baik pegawai negeri maupun swasta. Kemudian, orang
yang bekerja dalam bidang perbankan mungkin akan lebih mengerti sisi
keuangan, demikian juga para manajer atau staf penjualan yang lebih melihat
pada aspek finansial dan keuntungan dari penjualan. Lamanya seseorang bekerja
juga turut mempengaruhi pembentukan pola pikir seseorang tentang finansial.
Selain itu, pekerjaan dapat ditinjau dari pekerjaan yang berada di dalam kantor
dan di luar kantor. Menurut Andrew Worthington dalam jurnal ilmiah yang
berjudul Predicting Financial Literacy in Australia (2006, pp66-68) menyatakan
bahwa individu yang bekerja di dalam kantor atau istilahnya white collar
cenderung diasumsikan memiliki kemelekan finansial yang lebih baik daripada
individu yang bekerja di luar kantor atau blue collar. Hal ini mungkin saja dapat
32
terjadi dikarenakan individu yang bekerja di dalam kantor dipandang lebih
terampil dan mempunyai akses pendidikan lebih baik dengan rekan-rekan kantor
lainnya yang mempunyai kecerdasan finansial yang lebih baik sehingga mampu
bertukar informasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Roy Morgan Research
dalam jurnal yang berjudul ANZ Survey of Adult Financial Literacy in Australia –
Stage 2: Telephone Survey Report (2003, p60) menyatakan bahwa pekerja dalam
kantor berpendidikan lebih baik pengetahuan finansialnya. Hal ini memungkinkan
mereka menjawab berbagai pertanyaan kuesioner mengenai pengetahuan finansial
lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja kasar luar kantor. Berbeda dengan
yang diungkapkan oleh Philipus Suwandi Kusuma dalam artikelnya yang berjudul
memulai perencanaan keuangan yang terdapat di website Vibiznews
(www.vibiznews.com) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan belum menjadi
suatu hal yang dipahami oleh banyak orang, bahkan menjadi masalah bagi
kebanyakan orang dan hal ini dialami juga oleh pegawai bank yang notabene
seharusnya cukup paham dengan pengelolaan keuangan, namun nyatanya tidak
demikian. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui
apakah faktor pekerjaan signifikan mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang,
karena sejumlah penelitian membahas adanya perbedaan dalam pekerjaan tetapi
tidak dibahas lebih lanjut apakah pengaruhnya signifikan atau tidak.
3. Pendapatan (Income)
Faktor ini adalah faktor yang melibatkan penghasilan individu dengan gaya hidup
dan jumlah pengeluaran atau konsumsinya. Kecenderungan yang terjadi
berdasarkan pengamatan penulis adalah semakin besar pendapatan, maka akan
33
semakin besar juga pengeluaran. Pengeluaran yang dimaksud bisa berupa
pengeluaran tetap (fixed expenses), pengeluaran karena kebutuhan (commited
expenses) dan pengeluaran untuk sesuatu yang diinginkan (discretionary
expenses) oleh karena itu hal ini turut mempengaruhi kecerdasan finansial
seseorang. Menurut Michelle Cull dan Diana Whitton dalam jurnal yang berjudul
University Students’s Financial Literacy Levels: Obstacles and Aids (2009, pp99-
104) dalam penelitiannya menyatakan bahwa individu yang mempunyai
pendapatan lebih besar mempunyai tingkat kemelekan finansial yang lebih baik
khususnya mengenai investasi sedangkan individu yang mempunyai pendapatan
rendah lebih mengenal tentang utang kartu kredit, artinya adalah bahwa orang
yang memiliki pendapatan yang besar cenderung mengetahui untuk membuat
uangnya menjadi lebih produktif daripada mereka yang mempunyai penghasilan
yang lebih rendah yang cenderung menggunakan uangnya untuk kebutuhan
konsumtif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Beal dan Delpachitra dalam jurnal
yang berjudul Financial Literacy Among Australian University Student (2003 pp
65-78) menemukan bahwa kemelekan finansial semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah pendapatan dan pengalaman kerja, artinya adalah
ada suatu fungsi linier antara pendapatan dan pengalaman kerja, semakin lama
pengalaman kerja seseorang kecenderungannya adalah semakin tingginya
pendapatan dan seharusnya membuat seseorang menjadi lebih mengerti tentang
pengelolaan finansial. Selain itu menurut jurnal ilmiah karya Dan Yates dan Chris
Ward yang berjudul Financial Literacy: Examining The Knowledge Transfer of
Personal Finance from High School to College to Adulthood (2011, p67)
34
umumnya orang yang mempunyai penghasilan tinggi akan semakin baik tingkat
kemelekan finansialnya dalam hal mengelola keuangannya, hal ini terjadi karena
mereka dapat berinvestasi pada pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan
mereka khususnya akan ilmu keuangan. Seseorang yang berinvestasi untuk
dirinya sendiri melalui belajar akan menemukan ilmu yang baru, misalnya melalui
buku-buku, workshop, seminar, kursus, ataupun pendidikan formal dan non-
formal. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Kusuma dalam artikelnya
website Vibiznews (www.vibiznews.com) menyatakan bahwa pendapatan bukan
menjadi tolak ukur bahwa pengelolaan keuangan berjalan dengan baik.
Pendapatan yang tinggi belum tentu menandakan bahwa seseorang cerdas secara
finansial karena seseorang dengan pendapatan yang besar belum tentu bisa
mengatur pengeluarannya dengan baik. Hal umum yang terjadi, apabila seseorang
bertambah pendapatannya, maka pengeluarannya ikut bertambah, terkadang
melebihi penambahan pendapatannya. Penelitian-penelitian diatas, dapat
menggambarkan bahwa pendapatan dapat membedakan pemahaman seseorang
akan keuangan tetapi tidak membahas lebih lanjut mengenai apakah faktor
pendapatan bersifat signifikan atau tidak terhadap kecerdasan finansial seseorang.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
apakah pendapatan signifikan mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang atau
tidak.
4. Pendidikan Formal (Formal Education)
Faktor ini diyakini banyak orang bahwa pendidikan formal secara otomatis
meningkatkan kecerdasan finansial karena pengaruh indeks prestasi atau
35
tingginya IQ seseorang. Menurut jurnal ilmiah Yates, et.al (2011, p68)
menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Mandell
menyimpulkan bahwa semakin pendidikan formal maka semakin seseorang itu
melek secara finansial. Penelitian yang sama dilakukan oleh David Murphy dan
Scott Yetmar dalam jurnalnya yang berjudul Personal Financial Planning
Attitudes: A Preliminary Study of Graduate Students (2010 pp813-814),
menyatakan bahwa lulusan MBA (Master of Business Administration) memiliki
kemelekan finansial yang cukup baik terlihat dari kesadaran akan pentingnya
merencanakan keuangan dan kemampuan untuk mempersiapkan perencanaan
keuangan tersebut. Namun disamping itu, ada yang berpendapat lain seperti
Tanuwidjaja (2009, p2) menyatakan bahwa pendidikan formal tidaklah
berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan finansial seseorang, beliau
menyampaikan dalam bukunya hal ini disebabkan karena pendidikan formal
hanya memberikan banyak pengetahuan tentang keuangan bukan aplikasi
tindakan oleh karena itu ini akan terjadi gap atau ketimpangan antara pengetahuan
dan penerapan yang tidak mengarahkan seseorang untuk menjadi lebih cerdas
secara finansial. Menurut Joseph W.Goetz, et.al dalam jurnal ilmiahnya yang
berjudul A Peer-Based Financial Planning & Education Service Program: An
Innovative Pedagogic Approach (2011, 12) menyatakan bahwa kurangnya
kemelekan finansial khususnya pada mahasiswa yang berpendidikan di
universitas disebabkan karena “setting” atau pengaturan program edukasi yang
kurang dirancang menurut kebutuhan pribadi masing-masing. Oleh karena
pengaturan program edukasi ini bersifat menyampaikan informasi saja, hal ini
36
membuat kesadaran terhadap pentingnya pengelolaan finansial bagi setiap
individu menjadi rendah. Penelitian-penelitian diatas tidak membahas lebih lanjut
apakah faktor pendidikan formal berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan
finansial seseorang, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah pendidikan
formal signifikan benar mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang atau tidak.
5. Usia (Age)
Faktor ini adalah faktor yang diyakini banyak orang bahwa semakin
bertambahnya usia, maka semakin banyak pengalaman termasuk semakin
meningkatnya kecerdasan finansial seseorang. Menurut jurnal yang ditulis Yates,
et.al (2011, p67) menyatakan bahwa seiring meningkatnya umur pengetahuan
seseorang terhadap ekonomi juga akan meningkat. Apabila menelaah lebih jauh,
hal ini dapat diperkirakan bahwa seiring dengan bertambahnya umur, maka akan
lebih banyak hal yang dipelajari baik dari segi pengalaman maupun akses
pembelajaran dari lingkungan sosial. Namun, menurut media pikiran rakyat yang
didokumentasikan oleh Ajeng Kania di website-nya dalam artikel berjudul
Mengasah Kecerdasan Finansial Sejak Usia Dini (www.kebunbacaanajka-
.blogspot.com) hal tersebut tidak terjadi begitu saja kecakapan mengelola
keuangan itu bersifat pribadi, diperlukan latihan dan edukasi kontinyu sehingga
menjadi gaya hidup (life style) seseorang. Usia yang bertambah dinilai cenderung
lebih matang dalam hal berpikir untuk berjuang demi masa depan dan hal inilah
yang membuat seseorang lebih kreatif mencari jalan untuk penghidupan yang
lebih layak. Disamping itu, disisi lain dalam masyarakat dapat dilihat bahwa
banyak orang yang sudah berusia lanjut dan terus bekerja seumur hidup bukan
37
untuk sekedar kesenangan tapi untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya
akibat perilaku gaya hidup konsumtif di masa mudanya. Sedikit berbeda dengan
hasil yang diperoleh penelitian yang dilakukan oleh Mr S Fowdar dari universitas
Mauritius dalam risetnya yang berjudul Financial Literacy: Evidence from
Mauritius (2007), menyatakan bahwa korelasi hubungan antara umur dengan
kecerdasan finansial seseorang tidak terlalu besar. Penelitian-penelitian diatas
tidak membahas lebih lanjut apakah faktor usia berpengaruh signifikan terhadap
kecerdasan finansial seseorang atau tidak, oleh karena itu peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut tentang signifikansi antar faktor usia dan kecerdasan
finansial seseorang.