Upload
prissilmatania
View
237
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
oii
Citation preview
BAB II
EFEKTIVITAS OLAHRAGA AKUATIK SEBAGAI TERAPI
OKUPASI PADA PASIEN PARKINSON DITINJAU DARI
KEDOKTERAN
2.1. PARKINSONISME
2.1.1Definisi
Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang gejala utamanya
yang dikenal juga dengan TRAP, yaitu tremor waktu istirahat,
kekakuan (rigidity), melambatnya gerakan (akinesia) dan
instabilitas postural (postural inability) akibat penurunan kadar
dopamin dengan berbagai penyebab (Husni et al, 2013).
Parkinsonisme perlu dibedakan dengan penyakit parkinson.
Penyakit parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara
patologi ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di
substansia nigra pars compacta (SNC) yang disertai adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy Bodies) (Husni et al, 2013).
2.1.2Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui (idiopatik),
akan tetapi ada beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah
diidentifikasi, yaitu (Joesoef, 2001):
a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada
usia dibawah 30 tahun
b. Rasial: orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia
dan Afrika
c. Genetik
d. Lingkungan : Toksin (MPTP, dll), penggunaan herbisida dan
pestisida, infeksi
e. Cedera kranio serebral
f. Stres emosional
2.1.3Epidemiologi
Penyakit perkinson merupakan penyakit neurodegeneratif
yang banyak dialami pada umur lanjut dan jarang di bawah umur
30 tahun. Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun dan
mencapai puncak pada umur 60-an. Penyakit parkinson lebih
banyak pada pria denganr asio pria dibandingkan wanita 3:2.
Penyakit parkinson meliputi lebih dari 80% parkinsonism
(Joesoefet al, 2001).
2.1.4 Jenis-jenis Parkinsonisme
Menurut PERDOSSI (2013) ada empat jenis parkinsonism
berdasarkan penyebabnya, yaitu:
a. Primary/Idiopathic parkinsonism
Meliputi penyakit parkinson, genetic Parkinson’s disease
b. Secondary/acquired parkinsonism
Akibat dari: infeksi, obat, toksin, vaskular, trauma, lain-lain
(hipotiroidea, tumor, normal pressure hydrocephalus,
obstructive hydrocephalus)
c. Parkinson plus syndrome/ Multiple system degenerations
Parkinson plus syndrome adalah primary parkinsonism
dengan gejala-gejala tambahan. Termasuk Lewy Body
dementia (LBD), progressive supranuclear palsy (PSP),
multiple system atrophy (MSA), dan lain-lainnya.
d. Hereditary parkinsonism
Hereditary juvenile dystonia parkinsonism, Lewy Body
disease, Huntington’s disease, Wilson’sdisease.
2.1.5Patofisiologi
Substansia nigra pars kompakta (SNC) dihubungkan
dengan striatum oleh dopamin sebagai neurotransmitter. Di
dalam striatum terdapat dua kelompok transmitter, yaitu D1
(aktivasi jalur langsung) dan D2 (aktivasi jalur tidak langsung).
Jalur langsung dibentuk oleh neuron di striatum yang
memproyeksikan langsung ke substansia nigra pars retikulata
(SNR) dan globus palidus interna (GPi). Lalu dilanjutkan ke
ventroanterior dan ventrolateral thalamus sehingga memberikan
input rangsangan positif terhadap korteks. Neurotransmitter
yang digunakan pada jalur langsung adalah GABA yang bersifat
eksitatori sehingga menyebabkan peningkatan arus rangsangan
dari thalamus ke korteks (Husni et al, 2013).
Sedangkan jalur tidak langsung terdiri dari neuron striatal
yang memproyeksikan keglobus palidus eksterna (GPe). Struktur
ini lalu menginervasi nukleus subthalamikus (STN) yang akan
dilanjutkan ke SNR dan GPi. Proyeksi dari striatum ke GPe dan
dari GPe ke nukleus subthalamikus menggunakan
neurotransmitter GABA yang bersifat eksitatori, tetapi jalur akhir
proyeksi dari SNT ke SNR dan GPi merupakan jalur rangsang
negatif glutamatergik. Dengandemikian efek akhir dari jalur tidak
langsung adalah berkurangnya arus rangsangan dari thalamus
ke korteks (Husni et al, 2013).
Gambar 1. Neuronal Pathway
Pada parkinsonisme, proyeksi nigrostriatal dopaminergik
berdegenerasi. Akibatnya, aktivitas GABAergik neuron striatal
diperkuat, sehingga terdapat kelebihan aktivitas di lengkung
ganglia basalia tidak langsung. Pada saat bersamaan, STN juga
menunjukkan peningkatan aktivitas sehingga menghambat
neuron glutamatergik talamus secara berlebihan. Efek
keseluruhan adalah inhibisi bersih pada keluaran lengkung
ganglia basalia dan dengan demikian terjadi penurunan aktivasi
area motorik kortikal ( Baehr and Frotscher, 2012; Guyton and
Hall, 2006).
Gambar 2. Patofisiologi Parkinsonisme
2.1.6Manifestasi Klinis
Menurut PERDOSSI (2013) terdapat beberapa manifestasi
klinis parkinsonisme, yaitu:
a. Tremor
Biasanya merupakan gejalan pertama dan bermula
pada satu tangan kemudian meluaas pada tungkai sisi
yang sama. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat,
kecuali pada stadium lanjut.. Frekuensi tremor berkisar
antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul pada
saat istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakkan.
Tremor akan bertambah parah pada keadaan emosi dan
hilang pada waktu tidur.
b. Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu
ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada gerakan pasif.
Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan
berat dan memberikan tahanan jika persendian
digerakkan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi
terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah
satu gejala dini akibat rigiditas adalah hilangnya gerak
asosiatif lengan bila berjalan.
c. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu
gerakan menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik
wajah bekrurang (muak topeng). Bicara menjadi lambat
dan monoton dan volume suara erkurang (hipofonia).
d. Hilangnya refleks postural
Pada saat ini terdapat enam tanda kardinal gambaran
motorik parkinsonisme, yaitu:
Tanda awal:
a. Resting tremor
b. Bradikinesia/hipokinesia/akinesia
c. Rigiditas
Tanda lanjut:
d. Postur fleksi dari leher, badan dan ekstremitas
e. Hilangnya refleks postural; terjatuh
f. Freezing phenomenon
Menurut Baehr dan Frotscher (2012), ada penyakit
parkinson memiliki tiga tipe subklinis yang ditentukan oleh
manifestasi motorik yang predominan pada masing-masing tipe,
yaitu:
a. Rigiditas-akinetik
Dapat dikenali pada fase awal sebagai penurunan
gerakan yang semakin memberat, termasuk hilangnya
gerakan tambahan pada lengan, perlambatan gaya
berjalan, berkurangnya ekspresi wajah dan stooped
posture yang khas. Beberapa pasien pada awalnya
mengeluh kaku pada bahu (frozen shoulder)
b. Dominan tremor
Terutama mengalami tremor istirahat yang
berfrekuensi rendah, yang umumnya unilateral pada onset
penyakit.
c. Tipe gabungan
Menunjukkan menifestasi yang kurang lebih sama
antara akiensia, rigiditas dan tremor.
2.1.7Diagnosis
2.1.7.1 Kriteris Diagnostik (Kriteria Hughes)
a. Possible
Terdapat salah satu dari gejala utama, yaitu: tremor
isitrahat, rigiditas, bradikinesia dan kegagalan refleks
postural.
b. Probable
Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk
kegagalan refleks postural) ataus atu dari tiga gejala
pertama yang tidak simetris (dua dari empat tanda
motorik).
c. Definite
Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau
dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak
simetris (tiga tanda kardinal).
Bila tanda-tanda tidak jelas, dilakukan pemeriksaan ulang
beberapa bulan kemudian (Joesoef, 2001).
2.1.7.2 Tanda Khusus
Mayerson’ssign:
a. Tidak dapat mencegah mata berkedip-kedip bila daerah
glabella diketuk berulang
b. Ketukan berulang (2x/detik) pada glabella
membangkitkan reaksi berkediip-kedip (Joesoef, 2001).
2.1.7.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Neuroimaging
CT-scan
MRI
PET
b. Laboratorium (Untuk parkinsonisme sekunder)
Patologi anatomi
Pemeriksaan kadar bahan Cu (Wilson’s disease,
prion (Bovine Spongiform encephalopathy))
(Joesoef, 2001)
2.1.8Diagnosis Banding
a. Tremor esensial
b. Penyakit Bingswanger
c. Hidrosefalus bertekanan normal
d. Progresif supranuklear palsi
e. Degenerasi striatonigra
f. Depresi hipokinetik (anergik)
g. Parkinsonism akibat obat-obatan.
2.1.9Tata Laksana
2.1.9.1 Terapi Suportif
a. Pendidikan (education)
b. Penunjang (support)
Penilaian kebutuhan emosionil
Rekreasi dengan kegiatan kelompok
Konsultasi profesional
Konseling hukum/finansial
Konseling pekerjaan
c. Latihan Fisik
d. Nutrisi
2.1.9.2 Terapi Medikamentosa
Gangguan Fungsional
Ya Tidak
Terapi Simtomatik Tremor Dominan Terapi
neuroprotektif
Ya Tidak
Anti Kolinergik Usia <60 tahun Usia >60 tahun
PramipexoleAgonis dopamin/ pramipexole
Agonis dopamin + Levodopa dosis rendah
Optional levodopa dose
Anti-oksidan
Agonis dopamin/ pramipexole
Levodopa
Respon Terhadap Pengobatan
Baik Tidak Respon wearing off Diskinesia
Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Penyakit Parkinson
Pada pasien usia muda (≤ 60 tahun), obat yang digunakan
yaitu antikolinergik, agonis dopamin, amantadine, atau MAOB-I.
Kelebihannya adalah pengendalian simptomatik ringan selama 6-
8 bulan, dan komplikasi motorik kurang dari L-dopa. Akan tetapi,
komplikasi non motorik akan lebih besar dari L-dopa.
Pada pasien usia lanjut, obat yang digunakan adalah L-
dopa dan agonis dopamin/ dopaminergik. Untuk pemilihan obat,
keduanya dapat diberikan. L-dopa paling efektif pada pasien
dengan komplikasi motorik dan non motorik setelah beberapa
tahun (setelah ditambahkan agonis dopamin).
Rekomendasi terapi yang digunakan pada penyakit
parkinson stadium awal berdasarkan usia (Husni et al, 2013),
yaitu:
a. <40 tahun menggunakan agonis dopamin/ dopaminergk
lainnya
Pertahankan dosis rendah
Tingkatkan dosis
Diagnosa lain
COM T-I
DA + LD kombinasi + LD
Anti-kolinergik
Kurangi dosis LD
Tingkatkan dosis DA
Ganti dengan DA
Tindakan pembedahan
b. 40-60 tahun:
Gray zone, L-dopa atau DA
Kelebihan L-dopa: lebih efektif, murah, pengaturan
dosis lebih mudah, respon lebih cepat saat titrasi
c. >60 tahun:
L-dopa, ditambahkan dengan DA/ dopaminergik
lainnya
DA/ dopaminergik lainnya, kemudian ditambah L-
dopa
2.1.9.3 Pembedahan
a. Talamotomi ventrolateral (bila tremor menonjol)
b. Palidotomi (bila akinesia dan tremor)
c. Transplantasi substansia nigra
d. Stimulasi otak dalam
2.1.9.4 Rehabilitasi Medik
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah
beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-
masalah seperti berikut (Joesoef, 2001):
a. Abnormalitas gerakan
b. Kecendrungan postur tubuh yang salah
c. Gejala otonom
d. Gangguan perawatan diri (activity daily living)
e. Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut, dapat dilakukan
tindakan berikut ini (Joesoef, 2001):
a. Terapi fisik: ROM (range of motion)
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan (gait training)
Latihan buli-buli dan rektum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
b. Terapi okupasi
c. Terapi wicara
d. Psikoterapi
e. Terapi sosial medik
2.1.10 Komplikasi
a. Komplikasi Motorik
Fluktuasi Motorik
Terdiri dari wearing off yang merupaan efek L-dopa
yang singkat, dimana gejala parkinson muncul
kembali. Fenomena on-off, on terjadi gejala
diskinesia dan off terjadi gejala akinesia (Husni et al,
2013; Syarif et al, 2007).
Diskinesia
Tipe gerakan yang dapat muncul antara lain khorea,
balismus, distonia, mioklonus dan tics. Sedangkan
pola gerakan yang dapat muncul yaitu peak dose
dyskinesia(Husni et al, 2013; Syarif et al, 2007).
b. Komplikasi non motorik
Pada penggunaan jangka lama dapat muncul
komplikasi nonmotorik yang dapat berupa gangguan
psikiatrik, disfungsi otonom dan gangguan sensorik
(Husniet al, 2013).
Pada 25-30% pasien dengan L-dopa akan menunjukkan
komplikasi motorik ataupun non motorik, 50% akan timbul
setelah 5 tahun dan 80% akan timbul setelah 10 tahun. Pada
penggunaan jangka panjang L-dopa, dapat terjadi komplikasi
motorik maupun non motorik (Husni et al, 2013).
2.1.11 Prognosis
Sangat tergantung dari etiologi dan adanya parkinson
sekunder, gejala akan berkurang apabila penyakit primer dapat
diatasi. Sedangkan pada parkinson primer/ idiopatik keadaan
bersifat progresif, sesuai dengan tingkat hilangnya sel-sel
pembentuk dopamin (Husni et al, 2013).
2. 2 Olahraga Akuatik
Olahraga Akuatik adalah sebuah aktivitas dengan menggunakan media air.
Secara umum media tersebut dapat berupa kolam renang ataupun tempat sejenis
yang mempunyai karakteristik sama yaitu dapat digunakan sebagai tempat untuk
melakukan berbagai bentuk aktivitas fisik, seperti pantai, sungai, danau atau
simulator lainnya. Bentuk kegiatan dalam aktivitas air atau olahraga akuatik dapat
berupa renang, renang indah, polo air, menyelam, dan beragam bentuk
lainnya.Renang merupakan olahraga dengan aktivitas di air yang sangat
menyehatkan sebab hampir semua otot tubuh bergerak dan berkembang dengan
mengkoordinasikan kekuatan setiap perenang. Dalam renang, perenang dapat
menggunakan gaya dada, gaya bebas, gaya punggung, ataupun gaya kupu–kupu.
Renang indah atau renang sinkronisasi adalah olahraga yang memadukan unsur-
unsur renang, senam, dan tari. Polo air adalah olahraga air beregu, yang dapat
dianggap sebagai kombinasi renang, gulat, sepak bola, dan bola basket. Menyelam
adalah kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan air dengan atau tanpa
menggunakan peralatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Olahraga akuatik
yang banyak dilakukan adalah renang. (Peter, 2010).
Terapi akuatik dilakukan dengan pada kolam renang hangat dengan suhu
berkisar antara 32 0- 34 0 C, selama 30 menit sebanyak 4 sampai 5 kali dalam
seminggu. Pasien penderita Parkinson akan dilatih oleh terapis yang
berpengalaman dalam 4 minggu pertama terapi akuatik dengan melakukan
berbagai gerakan-gerakan dasar, yang akan dibagi menjadi 3 Tahap yang terdiri
dari (Gianello,2013).
- Tahap 1
Merupakan tahap adaptasi mental pasien terhadap kolam renang hangat
sebagai media terapi akuatik. Pasien diminta untuk mengatur postur tubuh
yang seimbang sehingga dapat mengurangi gangguan pada postur tubuh.
- Tahap 2
Merupakan tahap dimana pasien akan dilatih untuk mengontrol tubuh
terhadap keseimbangan. Pada tahap ini, pasien akan dilatih oleh terapis
untuk melakukan rotasi sagital, transversal, longitudinal terhadap axis
tubuh di dalam kolam renang sebagai media terapi akuatik.
- Tahap 3
Ini merupakan tahap dimana pasien penderita Parkinson dilatih untuk
melakukan kontrol terhadap pergerakan sendi-sendi tubuh terutama sendi-
sendi besar seperti sendi lutut, sendi lengan dan sendi panggul. Hal ini
diharapkan dapat mengatasi kekakuan atau kesulitan pasien dalam
menggerakkan sendi-sendi tubuh. (Gianello,2013).
Terapi ini dilakukan selama 20 minggu. Pada 4 minggu pertama, gerakan
dasar pasien di dalam air akan dibantu oleh tenaga terapis akuatik yang
berpelangaman. Setelah 4 minggu pertama, pasien diminta untuk melakukan
gerakan-gerakan dasar di dalam air secara individual dengan pengawasan dari
terapis akuatik yang berpengalaman. Evaluasi keadaan klinis pasien Parkinson
yang melakukan terapi akuatik dilakukan setiap 5 minggu sekali selama 20
minggu terapi akuatik . (Gianello,2013).
2.3 Manfaat Terapi Akuatik Pada Parkinson
Olahraga pada pasien Parkinson memiliki fungsi untuk menguatkan otot,
dan daya tahan tubuh seseorang sehingga kelenturan badan pada pasien parkinson
berfungsi sebagaimana seharusnya meski tidak kembali seperti semula saat
sebelum terkena Parkinson (Julie, 2008).
Pada pasien Parkinson disarankan agar melakukan terapi akuatik yang
memiliki tujuan yaitu menurunkan angka kecacatan, membantu seseorang untuk
meningkatkan fungsi tubuhnya dalam aktivitas sehari-hari, dan meningkatkan
angka kualitas hidupnya (Julie, 2008).
Terapi ini memiliki titik fokus yaitu meningkatkan keseimbangan badan,
cara berjalan dan kelenturan tubuh seseorang terutama pada bagian kekuatan otot
dari tubuh seorang Parkinson agar daya tahan tubuhnya baik serta fungsi dari
sistem pernafasan dan jantung yang kuat (Julie, 2008).
Selain manfaat terapi akuatik pada bagian motorik pasien penderita
parkinson, terapi ini juga memberikan manfaat non-motorik pada pasien. Pasien
Parkinson sebagian besar memiliki disabilitas fisik, yang menyebabkan pasien
memiliki kepercayaan diri yang rendah, mudah cemas, dan depresi. Hal ini
diakibatkan oleh, peningkatan hormon stress yaitu kortisol. Peningkatan hormon
stress kortisol menyebabkan endorfin, sebuah neurotransmiter yang dihasilkan
oleh kelenjar pituitari dan berfungsi seperti morfin, untuk mengurangi rasa nyeri
menjadi terhambat. (Amelia Elena, 2010).
Latihan fisik terutama terapi akuatik pada penderita Parkinson dengan
disabilitas fisik akan memicu pelepasan endorfin, yang dapat memberikan
perasaan senang pada pasien, sehingga menurunkan tingkat depresi akibat
disabilitas fisik yang dialaminya. Hal ini tentu akan meningkatkan kualitas hidup
pasien penderita Parkinson. (Amelia Elena, 2010).
2.4. Mekanisme olahraga akuatik sebagai terapi okupasi pada pasien
parkinson
Air merupakan media ideal untuk meningkatkan pergerakan pada sendi
dan otot serta melindungi trauma dari pergerakan. Air memicu sensor
proprioreseptif tubuh (vestibular/keseimbangan dan kinetic/pergerakan) dengan
mengaktifkan kordinasi otot agonis dan antagonis pada tubuh. Pada pasien
Parkinson, terdapat gangguan pada kordinasi antara otot agonis dan antagonis
tubuh terutama bagian ekstremitas dan tungkai. Berenang yaitu suatu aktifitas
menggerakkan anggota badan dalam air, yang memiliki lingkungan lebih densitas
dan homogenik dari di darat/udara. Ketika pasien memasuki air, berat badan
pasien akan memicu timbulnya gaya tarik gravitasi ke bawah oleh turbulensi air.
Untuk mencegah tenggelam ke bawah, tubuh akan memberi gaya menarik ke
permukaan air dengan memicu otot untuk bekerja. Pada tahap ini, dibutuhkan
koordinasi otot agonis dan antagonis. Ketika otot agonis berkontraksi maka otot
antogonis akan berelaksasi sehingga terjadilah pergerakan tungkai. Latihan
akuatik ini akan membantu gangguan ketidakseimbangan pada pasien sehingga
membantu mengurangi gangguan postural pada pasien. (Amelia Elena, 2010).
Berenang sebagai salah satu terapi akuatik akan mengaktifkan sensor
proprioreseptif. Menjaga keseimbangan dalam air dibutuhkan sensor informasi
dari sistem saraf pusat ke otot yang dipengaruhi saraf vestibular, saraf optic serta
keseimbangan. Keseimbangan dalam hal ini dibentuk oleh posisi kepala, tungkai
dan badan. Terdapat 4 prinsip dalam terapi akuatik yang dapat membantu
kekuatan otot dan gerak sendi pada pasien Parkinson . (Amelia Elena, 2010).
- Terapung
Pada saat terapung, kekuatan tubuh akan meningkat terhadap gaya gravitasi,
sehingga akan melatih otot dan sendi tulang dan tungkai.
- Ketahanan tubuh
Air akan memicu pergerakan tubuh ke segala arah akibat turbulensi karena air
merupakan media yang tidak stabil. Keseimbangan otot dan koordinasi otot
agonis dan antagonis sangat dibutuhkan. Terapi akuatik dapat meningkatkan
ketahanan tubuh dan kekuatan otot 4 sampai 42 kali lebih baik dibandingkan
terapi okupasi pada darat/udara.
- Tekanan hidrostatik
Penekanan gaya gravitasi air pada permukaan tubuh akan membantu aliran
balik darah kotor dari ekstremitas ke jantung sehingga membantu kontraksi
otot jantung. Olahraga akuatik yang dilakukan pada air juga akan
meningkatkan resistensi kapasitas rongga dada sehinga akan melatih otot
pernapasan.
- Temperatur hangat
Temperatur yang hangat akan merelaksasikan otot dan meningkatkan sirkulasi
darah sehingga kekakuan otot dan sendi akan berkurang. (Amelia Elena, 2010)
2.5. Efektivitas olahraga akuatik sebagai terapi okupasi pada pasien
parkinson
Olahraga akuatik pada pasien Parkinson yang dilakukan secara teratur
sebanyak 4 sampai 5 kali dalam seminggu selama 30 menit tiap sesi. Dalam kurun
waktu 20 minggu, akan meningkatkan keseimbangan postur tubuh pasien,
meningkatkan kekuatan otot, melenturkan otot dan sendi yang kaku serta
mengurangi resiko jatuh pada pasien Parkinson usia tua. Terapung akan
membantu otot untuk bekerja dengan air sebagai bantalan. Gerakan rotasi pada
berbagai arah sagital, transversal akan mengurangi resiko bungkuk dan kekakuan
sendi pada pasien Parkinson. Dengan melatih pergerakan pada otot punggung,
dada, dan bagian tubuh atas akan didapatkan perbaikan pada postur tubuh pasien
penderita Parkinson. Olahraga akuatik juga mengurangi Freezing Phenomenon
yaitu kekakuan otot pada pasien akibat stress dan kelelahan. Perbaikan klinis
mulai akan terlihat pada sesi ke 12 latihan. Evaluasi kondisi klinis pasien
dilakukan setiap 5 minggu terapi akuatik. (Amelia Elena, 2010)
Gambar 4. Skor perbaikan klinis pasien Parkinson dengan terapi
akuatik