Upload
phamtu
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Terdahulu Tentang Pemeliharaan Kawasan
Dibawah ini disajikan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan
revitalisasi kawasan wisata, antara lain :
1. Revitalisasi kawasan pariwisata melalui pendekatan perencanaan partisipatif
(studi kasus daerah Sanur, Bali)
Penelitian ini dilakukan oleh Wahyuningsih Herbowo Program
Pascasarjana Universitas Indonesia, tujuan dilakukan penelitian yaitu
mengkaji proses perencanaan partisipatif dalam revitalisasi kawasan
pariwisata Sanur, hasil revitalisasi kawasan pariwisata Sanur.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertama,
bagaimana proses perencanaan partisipatif dalam memulihkan kembali daya
tarik Sanur, yang kedua, bagaimana pengaruh perencanaan partisipatif dalam
merevitalisasi kawasan pariwisata Sanur.
Tipe penelitian ini adalah evaluasi dengan metode survei yang bersifat
deskriptif-analitis menggunakaan metode sampling secara purposive, yaitu
sesuai dengan tujuan dengan basis keterwakilan. Pengumpulan data meliputi
pengumpulan data primer dengan kuesioner, wawancara secara terstruktur,
dan observasi. Sedangkan variabel babas adalah perencanaan partisipatif dan
revitalisasi adalah variabel terikat. Indikator perencanaan partisipatif
pengetahuan, sikap, perilaku, peran forum, dan hasil konsultasi. Indikator
12
revitalisasi adalah obyek pariwisata, fasilitaas pelayanan pariwisata, dan
prasarana pariwisata.
Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan
menggunakan metode kualitatif, dimana tahapan revitalisasinya telah
dilakukan oleh pemerintah sehingga diperlukan suatu bentuk kerjasama
pemeliharaan antara pemerintah dan masyarakat di kawasan yang sudah
dilakukan revitalisasi, agar kawasan tersebut dapat dioptimalkan
pemanfaatannya oleh masyarkat, tidak cepat rusak dan berumur panjang.
2. Kemitraan Pemerintah,Masyarakat dan Swasta dalam Pembangunan
(Suatu Studi Tentang kasus Kemitraan Sektor Kehutanan di Kabupaten
Pasuruan)
Penelitian ini dilakukan oleh Dade Angga dari Universitas Brawijaya
Malang Program Doktor Ilmu Administrasi Tahun 2006 , tujuan dilakukan
penelitian adalah untuk mengetahui kerjasama kemitraan pada aspek
perencanaan, pelaksanaau maupun pengawasan dalam pernbangunan sektor
kehutanan antara pihak pemerintah, warga masyarakat dan pihak swasta di
Kabupaten Pasuruan.Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang bermaksud mendeskripsikan fenomena yang terjadi dilokasi
penelitian. teknik pengumpulan data meliputi wawancara, kuesioner,
observasi dan dokumentasi, sedangkan analisis data menggunakan teknik
deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Berdasarkan temuan penelitian
dan pembahasan yang telah dilakukan dalam kasus kemitraan antara
13
pemerintah, swasta dan masyarakat dalani mengelola sektor kehutanan di
Kabupaten Pasuruan, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi
kemitraan dalam pengelolaan sektor kehutanan di Kabupaten Pasuruan
mencakup 2 tujuan besar. yaitu tujuan ekonomi dan kelestarian hutan. Aktor
yang terkait dengan implementasi kemitraan sektor kehutanan di Kabupaten
Pasuruan terdiri dari 3 unsur; yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat
Metode penelitian yang dilakukan sama yaitu kualitatif deskriptif
dengan menekankan kepada bentuk kemitraant dalam melakukan pengelolaan
terhadap suatu permasalahan. Perbedaannya pada permasalahan yang
dihadapi dimana pada penelitian yang dilakukan, permasalahan terjadi pada
saat dilakukan perbaikan prasarana lingkungan untuk meningkatkan kualitas
kawasan agar lebih menarik untuk dikunjungi dan ramah bagi para investor.
Sehingga diperlukan suatu bentuk kerjasama antara pemerintah dan
keterlibatan masyarak agar prasarana yang telah diperbaiki tidak cepat rusak
dan dapat bertahan lama.
3. Pemanfaatan dan Pemeliharaan Sarana Dan Prasarana
Penelitian ini dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat
Jenderal Cipta Karya, tahun 2008, tujuan dilakukan penelitian adalah untuk
memberikan petunjuk dalam pelaksanaan kegiatan Pemanfatan &
Pemeliharaan sarana & prasarana agar pemanfaatan sarana & prasarana dapat
dilaksanakan secara bersama-sama oleh masyarakat dan berkesinambungan
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud mendeskripsikan fenomena yang terjadi dilokasi penelitian.
14
Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, kuesioner, observasi dan
dokumentasi, sedangkan analisis data menggunakan teknik deskriptif
kualitatif.
Hasil dari penelitian menyimpulkan pelaksanaan seluruh tahapan
pembangunan kegiatan prasarana dan sarana lingkungan yang meliputi
perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan perlu didukung dengan
berbagai kriteria teknis sehingga dapat tepat sasaran, terlaksana dengan baik,
memiliki umur kelayakan yang optimal untuk mendukung pemanfaatan
sesuai dengan harapan P2KP khususnya PNPM Mandiri Perkotaan. Untuk
mencapai hal tersebut maka petunjuk pelaksanaan berupa supplemen teknis
pelaksanaan kegiatan prasarana dan sarana mutlak untuk diberikan, dipahami
dan dilaksanakan seluruh pelaku kegiatan lingkungan.
Supplemen Teknis Pelaksanaan Kegiatan Prasarana dan Sarana
Lingkungan dibuat sebagai acuan bagi pelaku kegiatan lingkungan yang juga
mengatur hal-hal teknis yang wajib dilaksanakan pelaku agar proses
perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan berjalan baik dan
tepat sasaran sesuai dengan program pengentasan kemiskinan melalui PNPM
Mandiri Perkotaan.
Jenis penelitian yang dilakukan sama yaitu kualitatif deskriftif, dengan
pokok permasalahan sama yaitu melakukan pemeliharaan terhadap prasarana
yang telah selesai di bangun. Perbedaannya terdapat pada aturan kebijakan
dalam pelaksanaan pemeliharaan, pada penelitian di atas aturan kebijakan
tersebut menjadi hal yang dirumuskan sedangkan pada penelitian yang sedang
15
dilakukan pokok-pokok aturan kebijakan pelaksanaan pemeliharaan sudah
ada, tinggal bagaimana pemerintah melakukan koordinasi dan penyampaian
informasi tentang bentuk kerjasama yang diinginkan dengan masyarakat
sekitar.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Konsep Kerjasama Dalam Konteks Kebijakan Publik
Pada awalnya, interaksi manusia terjadi dalam komunitas dan dengan
lingkungan tempat komunitas itu berada. Interaksi ini melahirkan kepercayaan-
kepercayaan sosial (social beliefs) tentang kebaikan-kebaikan (goodness) yang
harus diperjuangkan dengan cara-cara yang dianggap baik. Upaya yang
berkesinambungan untuk memperoleh atau mencapai kebaikan sosial ini
melahirkan nilai-nilai dan norma-norma budaya yang menjadi atribut komunitas
tersebut. Pada Komunitas yang terbiasa mencapai kebaikan dengan cara diatur
oleh struktur kekuasaan akan cenderung berkembang nilai bahwa state-approach
atau elite/patronage approach lebih efektif dalam mencapai kebaikan dengan cara
diatur oleh upaya individual akan cenderung berkembang nilai bahwa individual
freedom atau laissez-faire lebih efektif dalam mencapai tujuan.
Proses politik menetapkan bagaimana bentuk tata kelola pemerintah dalm
rupa nyata, yaitu dengan adanya lembaga administrasi publik (public
administration) dengan salah satu bentuknya organisasi pemerintahan
(government). Proses yang terjadi dalam administrasi publik inilah yang
menghasilkan kebijakan publik (public policy) sebagai sebuah respon terhadap
16
masalah bersama yang dilihat melalui perspektif proses politik yang ada (existing
political process). Kebijakan publik mengatur, mengarahkan, dan
mengembangkan interaksi dalam komunitas dan antara komunitas dengan
lingkungannya untuk kepentingan agar komunitas tersebut dapat memperoleh atau
mencapai kebaikan yang diharapkannya secara efektif. Jadi, secara praktis dapat
dikatakan bahwa kebijakan publik adalah alat (tool) dari suatu komunitas yang
melembaga untuk mencapai social beliefs about goodness-nya. Keberhasilan
dan/atau kegagalan kebijakan publik dalam mencapai goodness secara efektif
akan melahirkan kepercayaan sosial baru. Di satu sisi, keberhasilan kebijakan
publik akan memperkuat (strengthening) kepercayaan sosial yang dipegang, di
sisi lain kegagalan kebijakan publik akan melemahkan, bahkan dapat
meruntuhkan , keyakinan sosial yang ada. (Riant Nugroho,2009:39-40)
Kebijakan Publik, “Keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai
tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berwenang dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan
(Mustopadidjaja dalam Manajemen Proses kebijakan Publik, 2003). Dalam
kerangka kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu inilah maka
diperlukan suatu konsep kerjasama yang dilakukan oleh satu instansi ataupun
dilakukan oleh antar instansi.
Secara teoritis, kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua
pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada
17
suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan
unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu obyek
yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat kerjasama. Unsur
dua pihak, selalu menggambarkan suatu himpunan yang satu sama lain saling
mempengaruhi sehingga interaksi untuk mewujudkan tujuan bersama penting
dilakukan. Apabila hubungan atau interaksi itu tidak ditujukan pada terpenuhinya
kepentingan masing-masing pihak, maka hubungan yang dimaksud bukanlah
suatu kerjasama. Suatu interaksi meskipun bersifat dinamis, tidak selalu berarti
kerjasama. Suatu interaksi yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak-
pihak lain yang terlibat dalam proses interaksi, juga bukan suatu kerjasama.
Kerjasama senantiasa menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi
yang seimbang, serasi dan selaras. (Pamudji dalam Kerjasama Antar Daerah,
1985:12-13).
Dwight Waldo dalam Hamdi (2007:41) menyatakan bahwa “In general, the more
knowledge that is necessary to run a contemporary society, and the more
specializationnthat is a consequence, then the more need of and potential for
horizontal rather than vertical cooperative arrangements”
yang intinya menjelaskan bahwa pada umumnya suatu keadaan berimplikasi pada
semakin banyaknya kebutuhan, dan juga semakin berkembangnya potensi, untuk
tatanan kerjasama yang bersifat horizontal ketimbang kerjasama yang bersifat
vertikal.
Kerjasama dapat dilakukan dengan beberapa bentuk perjanjian. Hal ini
dijelaskan oleh Rosen dalam Keban (2007:33) bahwa bentuk perjanjian (forms
of agreement) dibedakan atas :
18
1.Handshake Agreements, yaitu pengaturan kerja yang tidak didasarkan atas
perjanjian tertulis.
2.Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas
perjanjian tertulis.
Sistem kerjasama bertumpu pada kepercayaan. dengan ciri-cirinya,
antara lain:
1. Persamaan dan organisasi yang lebih landai:
2. Hierarki aktualisasi yang luwes (di mana kekuasaan dipedomani oleh nilai-
nilai seperti caring dan carelaking);
3. Spiritualitas yang berbasis alamiah;
4. Tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem; dan
5. Persamaan dan keadilan gender.
Dengan memperhatikan bentuk perjanjian dan pengaturan serta perlunya
kepercayaan dalam melaksanakan kerjasama, agar kerjasama berhasil
dilaksanakan maka dibutuhkan prinsip-prinsip umum sebagaimana yang
dijelaskan oleh Edralin dan Whitaker dalam Keban (2007:35), prinsip umum
tersebut terdapat dalam prinsip good governance, yaitu :
1. Transparansi.
2. Akuntabilitas.
3. Partisipatif.
4. Efesiensi dan Efektivitas.
5. Konsensus, dan
6. Saling menguntungkan dan memajukan
19
Agar good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan
baik , maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah
dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya alignment
(koordinasi) yang baik dan integritas, professional serta etos kerja dan moral yang
tinggi.
Institusi dari governance meliputi 3 (tiga) domain, yaitu state (Negara
atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society
(masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-
masing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang
kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan
society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk
mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas
ekonomi, sosial dan politik. Berikut ini adalah gambar hubungan antar sektor.
Society
Gambar 2.1 Hubungan antar sektor
2.2.2 Prinsip-prinsip Kerjasama
Organisasi publik merupakan lembaga yang menjalankan roda
pemerintahan yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Dengan
State
Private sector
20
demikian, pemerintah harus menjalankan segala kegiatan pemerintahan dengan
baik dan bersih agar kepercayaan masyarakat tidak. Masalah berkaitan dengan
pembangunan infrastuktur dan pemeliharaannya harus diperhatikan karena dalam
praktiknya menimbulkan tantangan baru bagi pemerintah yaitu tuntutan
masyarakat agar pemerintah dapat menciptakan serta menyelenggarakan
programnya yang baik, jujur dan bertanggungjawab. Tantangan tersebut muncul
karena masih banyaknya persoalan yang dihadapi pemerintah yang belum dapat
diselesaikan. Perlu diketahui bahwa tugas pokok pemerintah adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber dana dari masyarakat
yang diperoleh dari pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba
BUMN/BUMD, penjualan aset Negara, bantuan dan hibah (Mardiasmo, 2009 : 8).
Banyak pendapat mengatakan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang
menerapkan prinsip Good Governance di mana prinsip tersebut saling berkaitan,
yang terdiri dari :
1. Transparansi
Menurut UNDP (Mardiasmo, 2009 : 18) transparasi dibangun atas dasar
kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan
publik secara langsung dapat diperoleh mereka yang membutuhkan..
Tujuan transparasi adalah menyediakan informasi yang terbuka bagi
masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
(Good Governance). Menurut Krina (2003 : 15) bentuk transparasi yaitu:
1) Penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur, biaya, dan tanggung jawab.
21
Pemerintah harus terbuka mungkin mengenai keputusan dan tindakan yang
mereka ambil. Mereka harus mempunyai alasan untuk setiap keputusan dan
informasi rahasia jika masyarakat menginginkannya. Cara untuk mengetahui
penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur, biaya dan tanggung jawab
yaitu adanya situs internet, adanya papan pengumuman yang menyediakan
informasi, di dalam koran lokal tersedia informasi.
2) Kemudahan akses informasi.
Akses pada informasi yang akurat dan tepat waktu tentang kebijakan ekonomi
dan pemerintahan yang sangat penting bagi pengambilan keputusan ekonomi
oleh para pelaku swasta. Data tersebut harus bebas didapat dan siap tersedia.
Cara untuk mengetahui kemudahan akses informasi yaitu adanya acuan
pelayanan, adanya pemeliharaan, adanya laporan kegiatan publik.
3) Menyusun suatu mekanisme pengaduan.
Cara untuk mengetahui menyusun suatu mekanisme pengaduan yaitu adanya
kotak saran.
4) Meningkatkan arus informasi.
Cara meningkatkan arus informasi yaitu melalui kerjasama dengan media
masa dan lembaga non pemerintahan. Cara untuk mengetahui meningkatkan
arus informasi yaitu adanya fasilitas yang menampung pertanyaan-pertanyaan
masyarakat, adanya kerjasama pemerintah dengan media masa dalam
menyebarkan informasi, mengadakan pertemuan masyarakat untuk
memberikan informasi.
22
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas (Krina, 2003 : 9) adalah prinsip yang menjamin setiap
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka oleh pelaku kepada pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.
Bentuk akuntabilitas menurut Krina (2003 : 11) sebagai berikut :
1) Keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang
membutuhkan.
Cara untuk mengetahui keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi
setiap warga yang membutuhkan yaitu adanya proses perencanaan dan
pelaksanaan dan masyarakat dapat mengetahui informasi tentang program dan
kebijakan pembangunan di daerah.
2) Akurasi dan kelengkapan informasi.
Cara untuk mengetahui akurasi dan kelengkapan informasi yaitu informasi
yang berkaitan dengan program/kebijakan telah disampaikan kepada
masyarakat dan informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah
lengkap mencangkup seluruh program/kebijakan di daerah.
3) Penjelasan sasaran kebijakan yang diambil dan dikomunikasikan.
Cara untuk mengetahui penjelasan sasaran kebijakan yang diambil dan
dikomunikasikan yaitu setiap keputusan dalam pengambilan kebijakan dan
program pembangunan pemerintah di daerah telah disampaikan informasinya
kepada masyarakat dan telah tersedia informasi secara tertulis yang dapat
diketahui oleh masyarakat tentang program dan kebijakan di daerah.
23
4) Kelayakan dan konsistensi.
Cara untuk mengetahui kelayakan dan konsistensi yaitu dalam pelaksanaan
kebijakan pembangunan harus sesuai dengan keputusan yang telah disepakati
oleh masyarakat sebelumnya, kebijakan dan program yang dilaksanakan
apakah layak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dalam pelaksanaan
telah sesuai dengan kesepakatan kebijakan yang telah disepakati.
5) Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan.
Cara untuk mengetahui penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan
yaitu adanya hasil sebuah keputusan kebijakan daerah yang disebarkan di
media masa dan masyarakat dapat mengetahui informasi program dan
kebijakan pembangunan.
3. Partisipatif
Menurut Krina (2003 : 23) tujuan partisipasi adalah tuntutan dari
masyarakat agar mereka harus diberdayakan, diberikan kesempatan, dan
diikutsertakan untuk berperan dalam proses-proses birokrasi mulai dari tahap
perencanaan pelaksanaan dan pengawasan atau kebijakan publik. Menurut Krina
(2003 : 16) Bentuk Partisipasi yaitu:
1) Keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen.
Cara untuk mengetahui keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan
komitmen diantara aparat yaitu adanya aparat berpartisipasi dalam proses
perencanaan, adanya keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan
komitmen diantara aparat.
24
2) Adanya forum untuk menampung partisipasi.
Cara untuk mengetahui forum menampung partisipasi yaitu melakukan diskusi
dengan atasan yang berkaitan dengan proses perencanaan, adanya forum untuk
menampung partisipasi masyarakat yang representatif, jelas arahnya dan dapat
dikontrol bersifat terbuka dan inklusif, harus ditempatkan sebagai mimbar
masyarakat mengekspersikan keinginannya.
3) Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
Cara untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan yaitu masyarakat memberikan masukan dalam proses perencanaan
dan masukan masyarakat untuk perencanaan hasil akhir.
4) Fokus pemerintah adalah pada memberikan arah dan mengundang orang lain
untuk berpartisipasi dan mengetahui fokus pemerintah adalah pada
memberikan arah dan mengundang orang lain untuk berpartisipasi yaitu
adanya forum pertemuan dengan kelompok masyarakat (musrenbang) yang
berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan , adanya fokus
pemerintah dalam memberikan arahan mengundang orang lain untuk
berpartisipasi.
5) Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan. Cara untuk mengetahui akses bagi masyarakat untuk
menyampaikan pendapat , adanya akses bagi masyarakat untuk
menyampaikan pendapat dalam proses sistem dan mekanisme perencanaan,
pengendalian, dan pembangunan daerah.
25
4. Efesiensi dan Efektivitas
Dalam kondisi good governance Efektivitas dan Efisiensi berarti bahwa
output dari seluruh proses dan institusi tepat sasaran atau sesuai dengan kebutuhan
masyarakat disamping efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk
melakukannya. Konsep efisiensi dalam konteks Good Governance juga mencakup
penggunaan sumber daya alam dengan memperhatikan kesinambungan dan
perlindungan lingkungan. Menurut Mardiasmo (2009 : 4-5) efisiensi adalah
pencapian output yang maksimum dengan input tertentu atau dengan penggunaan
input yang terendah untuk mencapai output terentu. Efisiensi merupakan
perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang
telah ditetapkan. Secara sedarhana efektivitas merupakan perbandingan outcome
dengan output.
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah
hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran apakah
penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi perangkat
pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat pemerintahan dapat
mencapai manfaat tertentu.
Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :
1) Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan- keluaran
(input-output)
2) Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan kata lain
suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan
26
tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan biaya
minimal diperoleh hasil yang diinginkan.
3) Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan
memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi pemerintah daerah
dengan memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.
Faktor penentu efisiensi adalah :.
1) Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan.
2) Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan baik
itu struktural maupun fungsional.
3) Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun
sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan.
4) Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaanya baik pimpinan maupun
masyarakat.
5) Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat
faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna
untuk mencapai sasaran yang dimaksud.
Pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya
hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektifitas
dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat
dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target
yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
27
5. Konsensus
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal
kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
6. Saling Menguntungkan dan Memajukan
Bowo dan Andy menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama harus
tercapai keuntungan bersama (2007:50-51), “Pelaksanaan kerjasama hanya dapat
tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat
didalamnya (win-win). Apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama,
maka kerjasama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau
manfaat bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak
dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama”.
2.2.3 Bentuk-bentuk Kerjasama
Kerjasama dapat dilakukan dengan beberapa bentuk pengaturan. Hal ini
dijelaskan oleh Rosen dalam Keban (2007:33) bahwa bentuk pengaturan terdiri
atas beberapa bentuk yaitu :
1. Consortia, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumberdaya, karena lebih
mahal jika ditanggung sendiri-sendiri.
2. Joint Purchasing, yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian
barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar.
3 Equipment Sharing, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang
mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan.
28
4. Cooperative Construction, yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan
bangunan.
5. Joint services, yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan
publik.
6. Contract Services, yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu
mengkontrak pihak lain untuk memberikan pelayanan tertentu.
7. Pengaturan lainnya; yaitu pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama
dapat menekan biaya, misalnya membuat pusat pendidikan dan pelatihan.
2.2.4 Koordinasi dalam Kerjasama
Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam
suatu kerjasama organisasi dan merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang
terpisah dalam suatu kerjasama organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu .
Koordinasi dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama organisasi sebab
tanpa koordinasi akan tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang
akhirnya akan merugikan kerjasama dalam organisasi itu sendiri.
Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh
kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga beban tiap departemen
menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi merupakan usaha untuk menciptakan
keadaan yang berupa 3 (tiga) S, yaitu : Serasi, Selaras dan Seimbang.
Kebutuhan koordinasi han komunikasi tergantung pada sifat dan
kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat ketergantungan dari
tiap satuan pelaksanaan. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan
29
lebih yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan
terlebih dahulu, juga bagi kerjasma organisasi yang menerapkan tujuan tinggi.
Pedoman Koordinasi :
1. Koordinasi harus terpusat, sehingga ada unsure pengendalian guna
menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan kodrat yang
telah ada dalam setiap bagian.
2. Koordinasi harus terpadu, keterpaduan pekerjaan menunjukkan keadaan yang
saling mengisi dan memberi.
3. Koordinasi harus berkesinambungan, yaitu rangkaian kegiatan yang saling
menyambung, selalu terjadi, selalu diusahakan, dan selalu ditegaskan adanya
keterkaitan dengan kegiatan sebelumnya.
4. Kooordinasi harus menggunakan pendekatan multi instansional, dengan wujud
saling memberikan informasi yang relevan untuk menghindarkan saling
tumpang-tindih tugas yang satu dengan tugas yang lain.
2.2.5 Revitalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses,
cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang
terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan
menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu
sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya
revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau
menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas
revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian
30
revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu
menjadi penting dan perlu sekali.
Dalam frame ini secara utuh menggambarkan bahwa motif pentingnya
melakukan revitalisasi, adalah karena banyak hal:
1. Penurunan Vitalitas Ekonomi Kawasan Perkotaan
a. Ekonomi kawasan tidak stabil
b. Pertumbuhan kawasan yang menurun
c. Produktifitas Kawasan Menurun
d. Dis-ekonomi Kawasan
e. Nilai Properti Negatif (Rendah)
2. Meluasnya Kantong-Kantong Kumuh Yang Terisolir
a. Tidak terjangkau secara spasial
b. Pelayanan prasarana sarana yang terputus
c. Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang terisolir
3. Prasarana Dan Sarana Tidak Memadai
a. Penurunan kondisi dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan, air bersih,
drainase sanitasi, persampahan)
b. Penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk industri, ruang
ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya dan sosial, sarana
transportasi)
4. Degradasi Kualitas Lingkungan
a. Kerusakan ekologi perkotaan
b. Kerusakan amenitas kawasan
31
5. Kerusakan Bentuk Dan Ruang Kota Tradisi Lokal
a. Destruksi diri-sendiri
b. Destruksi akibat Kreasi Baru
6. Pudarnya Tradisi Sosial Dan Budaya Setempat Dan Kesadaran Publik
a. Pudarnya tradisi
b. Lemahnya kesadaran publik
Penataan dan revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan
daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas
kawasan untuk mewujudkan kawasan liveabilitas (nyaman dihuni, habitable),
visibilitas (menarik dikunjungi), dan investabilitas (ramah bagi pemodal, investor
friendly) , mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal,
berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem
kota.
Target revitalisasi ini, biasanya mencegah terjadinya penurunan produksi
ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan ekonomi
daerah, meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkan
daerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan kegiatan lain, meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan dengan mengatasi berbagai permasalahan
lingkungan dan sarana prasarana yang ada, seperti meningkatkan pelayanan
sarana prasarana di kawasan kumuh, mengembangkan amenitas kawasan,
mengkonservasi aset warisan budaya kawasan lama, mendorong partisipasi
komunitas investor dan pemerintah lokal dalam revitalisasi kawasan.
Kawasan yang direvitalisasi biasanya adalah :
32
1. Kawasan mati seperti tidak mampu merawat, tidak mampu memanajemen
pertumbuhan, kepemilikan majemuk, nilai properti negatif, rendahnya
intervensi publik, menyebabkan, rendahnya investasi oleh masyarakat,
pindahnya penduduk, pindahnya kegiatan usaha, hilangnya peran terpusat,
kawasan Hidup tapi Kacau, pertumbuhan ekonomi tdk terkendali, nilai properti
tinggi, namun menyebabkan penghancuran secara kreatif terhadap aktifitas
tradisional, pembangunan tidak kontekstual, dan penghancuran nilai-nilai lama.
2. Kawasan hidup tapi kurang terkendali, yang termasuk kawasan ini
diantaranya kegiatan cukup hidup, namun kurang kontrol, terjadinya
pergeseran fungsi dan nilai lama yg signifikan, dan pergeseran setting
tradisionalnya.
Sebagai bangunan suatu teori tertentu, maka untuk digunakan dalam
kajian bidang apa saja, ada beberapa prinsip dasar revitalisasi yang harus dipakai:
1. Objek revitalisasi (tempat atau masalah yang akan diberdayakan) jauh dalam
rentang waktu sebelumnya sudah pernah menjadi vital (sudah pernah
terberdaya).
2. Disaat akan melakukan revitalisasi, tempat atau masalah yang menjadi objek
dimaksud dalam kondisi menurun atau kurang terberdaya lagi.
3. Target dilakukannya revitalisasi adalah untuk memulihkan kembali kondisi
suatu tempat atau masalah, minimal sama dengan vitalitas yang pernah digapai
sebelumnya, tambah bagus apabila lebih baik lagi.
Menurut Laretna T. Adishakti dalam tulisannya mengatakan bahwa untuk
melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang
33
dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang
memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat
tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti
luas. Untuk itu, perlu mekanisme yang jelas. Menurut Laretna bahwa ada aspek
lain yang penting dan sangat berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran
teknologi informasi, khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak fihak untuk
menunjang kegiatan revitalisasi. Selain itu revitalisasi juga dapat ditinjau dari
aspek keunikan lokasi dan tempat bersejarah. atau revitalisasi dalam rangka untuk
mengubah citra suatu kawasan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian yang dilakukan ini mengkaji permasalahan tentang
kerjasama antar instansi di Pemerintah Kota Bandung dalam pemeliharaan
kawasan industri-wisata yang telah dilakukan revitalisasi. Dimana kerjasama
yang hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih berinteraksi secara
dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama yaitu melakukan pemeliharaan
terhadap kawasan yang telah dilakukan revitalisasi oleh pemerintah dengan
tujuan untuk pengembangan kawasan agar menemukan kembali potensi yang
dimilikinya atau pernah dimilikinya atau seharusnya dimiliki oleh suatu kawasan,
karena dengan dilakukan kerjasama diharapkan pendekatan pemeliharaan
kawasan yang telah direvitalisasi selain dilakukan oleh pemerintah juga harus
mampu melibatkan masyarakat sekitar.
34
Menurut Tangkilisan (2005:86) dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Publik : Lingkungan ekstern maupun intern, yaitu semua kekuatan yang timbul
diluar batas-batas organisasi dapat mempengaruhi keputusan serta tindakan di
dalam organisasi. Karenanya perlu diadakan kerjasama dengan kekuatan yang
diperkirakan mungkin akan timbul. Kerjasama tersebut dapat didasarkan atas hak,
kewajiban dan tanggungjawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan.
Pendekatan ini menyatakan bahwa diperlukan adanya pemisahan antara hak dan
kewajiban dalam melakukan kerjasama sehingga memiliki kejelasan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Bryden, ei al. 1998a (Dade Angga ,2006:396) pernah mengemukakan bahwa
keunggulan-keunggulan kerjasama lokal terletak pada: (1) persiapan dari strategi
setempat yang melihat seluruh kebutuhan bagi pembangunan pedesaan di wilayah
tersebut, dan kebijakan-kebijakan yang tersedia untuk mencapai semua ini; (2)
pertimbangan tentang cara pemberian pelayanan yang lebih efektif, termasuk
kerja bersama di antara mitra, penggunaan bersama atas gedung-gedung atau
sumberdaya lainnya, dan pendekatan terpadu terhadap pemberian informasi
kepada orang-orang setempat; dan (3) penyediaan sebuah pusat untuk promosi
tentang prakarsa masyarakat (conzunily-led initiatives).
Ada beberapa prasyarat awal bagi keberhasilan kerjasama yang melibatkan
kepentingan semua pihak yang terlibat, yaitu badan-badan dan departemen
pemerintah dan masyarakat setempat sendiri. Bryden dan kawan-kawan lebih jauh
mengajukan pedoman terselenggaranya proses ini, yang meliputi pelatihan semua
35
pihak yang terlibat, penggunaan yang hati-hati bahasa yang digunakan ketika
berinteraksi dengan orang-orang setempat, penggunaan contoh-contoh dan
penghubung, akuntabilitas dan kepemerintahan yang terbuka, menjabarkan tujuan-
tujuan ke dalam tugas-tugas yang mudah dicapai, pesta keberhasilan, menjaga
masyarakat setempat sadar informasi, dan adaptasi secara terus-menerus untuk
menghadapi pembahan-perubahan dan kebutuhan-kebutuhan baru (Bryden, et
aL, 1998b, Dade Angga, 2006:400).
Menurut Phillips El Ansori (2001), dalam peningkatan dampak kerjasama
agar lebih baik dipengaruhi oleh faktor personal, adanya hambatan dari personal,
faktor kekuasaan, faktor organisasional, hambatan dalam pengorganisasian, dan
faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kepuasaan dan
peningkatan keefektifan komitmen serta keberhasilan aktivitas atau kegiatan.
Dengan memperhatikan teori-teori tentang kerjasama, dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa sebuah kerjasama dapat berjalan dengan efektif apabila
memperhatikan prinsip-prinsip good governance,bentuk dan koordinasi kerjasama
yang harus dilakukan. Sehingga untuk mengkaji efektif atau tidaknya kerjasama
antar instansi dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam pemeliharaan
kawasan revitalisasi sentra sepatu Cibaduyut dilakukan dengan cara pendekatan
yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Tidak
mengisolasikan organisasi ke dalam variable, tetapi perlu memandang sebagai
bagian dari suatu keutuhan, Bogdan dan Taylor (1975:5, Moleong , 2012;4).
Transparasi (Krina, 2003 : 14) adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
36
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaanya, serta hasil-hasil yang dicapai. Prinsip diutarakan
sebagai wujud bahwa transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi
secara langsung dapat diterima oleh mereka yang mambutuhkan. Informasi harus
dapat dipahami dan dapat dimonitor.
Menurut Mardiasmo (2009 : 18) Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban
kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Prinsip ini memberikan suatu
penjelasan yang tegas kepada para pembuat keputusan dalam pemerintahan,
bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
Menurut Mardiasmo (2009 : 18) Partisipasi adalah keterlibatan
masyarakat dalam membuat keputusan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.
Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat
disimpulkan, Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan disetiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintah. Hal ini berarti semua lapisan masyarakat mempunyai suara dalam
formulasi keputusan, baik secara langsung maupun intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibanguna atas
dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif
37
Amin Tunggul Widjaya (1993:32) mengemukakan: “Efektivitas adalah
hasil membuat keputusan yang mengarahkan, melakukan sesuat dengan benar,
yang membantu memenuhi misi suatu perusahaan atau pencapaian tujuan”.
Selanjutnya Permata Wesha (1992:148) mengatakan : Efektivitas adalah keadaan
atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukakn oleh manusia untuk
memberikan hasil yang diharapkan. Untuk melihat Efektivitas kerja, pada
umumnya dipakai empat macam pertimbangan, yaitu pertimbangan ekonomi,
pertimbangan fisiologi, pertombangan psikologi dan pertimbangan sosial.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Efektivitas merupakan
suatu keadaan yang menunjukkan kkeberhasilan kerja yang ditetapkan. Efektivitas
kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu sesuai yang telah diharapkan,
artinya pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak sangat tergantung pada
penyelesaian tugas tersebut, bagaimana cara melaksanakannya, dan berapa biaya
yang dikeluarkan untuk itu. Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah efektivitas
kerja tidak dapat dipisahkan dengan efisiensi kerja. Efisiensi kerja berhubungan
dengan biaya, tenaga, mutu dan pemikiran.
Saling menguntungkan dan memajukan adalah kemampuan organisasi
untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan public sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. (Tangkilisan, 2005:117) . Berdasarkan
pernyataan tangkilisan tersebut maka disebutkan bahwa saling menguntungkan
dan memajukan mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan
38
pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat.
Menurut Thomson dan Perry dalam Keban (2007:28), Kerjasama memiliki
derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai
pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration. “Para ahli pada dasarnya
menyetujui bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi,
komitmen dan kompleksitas dimana coordination dan cooperation terletak pada
tingkatan yang paling rendah. Sedangkan collaboration pada tingkatan yang
paling tinggi”. Pendekatan ini diutarakann oleh Thomson dan Perry dengan
maksud bahwa dalam melakukan suatu kerjasama ternyata mempunyai tingkatan
yang berbeda-beda dalam hal bagaimana cara interaksinya, bagaimana cara terjadi
integrasinya, serta bagaimana komitmen dari duabelah pihak atau lebih yang
melakukan kerjasama, maka dalam hal ini diperlukan suatu koordinasi dan
kooperasi yang jelas serta apabila dimungkinkan dilakukan suatu kolaborasi
kepentingan diantara keduanya.
W. Barnett dan Vernon Cronen (Blog Yusup, Teori Manajemen Koordinasi)
menyampaikan tentang Coordination mengacu pada proses dimana orang-orang
melakukan kerjasama dalam sebuah upaya untuk menyamakan visi mereka
tentang apa yang dianggap perlu, mulia, dan baik serta untuk menghindari
perbuatan yang ditakuti, dibenci, atau dicela. Untuk bisa memadukan tindakan
(stories lived) orang tidak selalu harus koheren dengan orang lain, tetapi mereka
tetap dapat memutuskan untuk mengkoordinasikan perilaku mereka. Ini
merupakan suatu tahapan tersulit, menyatukan visi dan keinginan yang berbeda
39
dari orang atau kelompok yang melakukan kerjasama, tetapi dengan melakukan
koordinasi yang intensif maka diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh
kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Di samping itu juga pentingnya koordinasi, karena dapat menimbulkan
komitmen dari setiap unsur yang terkait dengan menempatkan setiap individu
pada jejaring tersebut serta menjadi jembatan penghubung antara pribadi dengan
kehidupan professional dan antara satu institusi lainnya. Dalam kondisi yang
kompleks sedemikian ini sesuatu organisasi dapat melakukan dengan lebih baik,
bila dikerjakan bersama-sama dengan pihak lain, saling bekerjasama, saling
percaya-mempercayai, dan saling mendukung. Menciptakan jejaring kerja tidak
dengan menghimpun kekuatan, tetapi menyebarkan apa yang ada pada suatu
organisasi dan mendorong pihak lain melakukan hal yang sama.
Stephen R. Covey dalam bukunya Principles Centered Leadership (1993,
J.Kaloh ,2002:160), mengatakan bahwa sinergi yang dikerjakan bersama lebih
baik hasilnya daripada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu gabungan beberapa
unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. Sinergi mengandung
arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilakan keluaran lebih baik
dan lebih besar. Lebih lanjut pengertian tersebut berkembang dengan makna
kerjasama atau koordinasi antar-bagian untuk menghasilkan keluaran yang lebih
bermutu.
Untuk mencegah jangan sampai terjadi ketidakserasian, tumpang tindih atau
konflik antara unit yng satu dengan yang lainnya, maka diperlukan konvergensi
dalam suatu keterpaduan kerja tim (teamwork), cooperation dan collaboration
40
guna menyerasikan dan menyelaraskan setiap aktivitas/tindakan dari unit-unit
organisasi kearah pencapaian tujuan organisasi.
Bowo dan Andy menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama harus
tercapai keuntungan bersama (2007:50-51, melalui Zaenudin website
www.etd.library.ums.ac.id)), pelaksanaan kerjasama hanya dapat tercapai apabila
diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat didalamnya (win-win).
Apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama, maka kerjasama tidak lagi
terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau manfaat bersama dari
kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman sama
terhadap tujuan bersama. Penjelasan ini memberikan satu pemahaman bahwa
kerjasama dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bentuk kerjasama yang
akan dilakukan sehingga pelaksanaan kerjasama tidak merugikan salahsatu pihak
tetapi menghasilkan suatu keuntungan bersama yaitu tercapainya tujuan yang
telah direncanakan.
Dari teori-teori yang disampaikan di atas, tampak bahwa permasalahan
implementasi kebijakan adalah bagaimana kebijakan yang dibuat disesuaikan
dengan sumber daya yang tersedia. Implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan
tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan public, ada dua pilihan
langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program
atau melalui formulasi kebijakan deriverat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut. Di sini juga tampak adanya keharusan implementasi good governance.
Riant Nugroho dalam Public Policy (2009:527). Sehingga kerangka penelitian
41
dibuat berdasarkan proses penelitian menurut Creswell (2002:93,Riant
Nugroho,2009:602), digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Kerjasama Pemeliharaan Kawasan
Revitalisasi
Masalah
------------------------------------------------------------------------------------------------
Pertanyaan
Penelitian
------------------------------------------------------------------------------------------------
Analisis
---------------------------------------------------------------------------------------
Kerjasama Pemeliharaan
Kawasan Revitalisasi Sentra
Sepatu Cibaduyut
Mempertahankan kawasan sentra
sepatu Cibaduyut yang telah
revitalisasi agar :
a) Dapat dimanfaatkan secara
optimal dan berkelanjutan oleh
masyarakat.
b) Tidak cepat rusak dan berumur
panjang.
c) Menjadi kawasan visibilitas
(menarik dikunjungi) dan
investabilitas (ramah bagi pemodal/investor)
Bagaimana kerjasama pemeliharaan kawasan
revitalisasi sentra sepatu Cibaduyut
dilakukan oleh instansi Pemerintah Kota
Bandung
Pelaksanaan prinsip-
prinsip umum
kerjasama
Bentuk Kerjasama
yang dipergunakan
Pelaksanaan koordinasi antar
instansi terkait
Analisis pelaksanaan
prinsip-prinsip kerjasama
Analisis pelaksanaan
bentuk kerjasama
Analisis pelaksanaan
koordinasi antar instansi
terkait
Kesimpulan
42
Deskripsi kerangka pemikiran dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dimulai dari dilaksanakannya revitalisasi infrastruktur kawasan sentra
sepatu Cibaduyut diperlukan suatu langkah lanjutan yaitu kerjasama pemeliharaan
kawasan revitalisasi yang dilakukan oleh instansi Pemerintah Kota Bandung agar
kawasan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, tidak
cepat rusak dan berumur panjang dalam pemanfaatannya serta terwujudnya
kawasan yang visibilitas (menarik dikunjungi) dan investabilitas (ramah bagi
pemodal/investor).
Untuk mengetahui bagaimana kerjasama pemeliharaan kawasan
revitalisasi sentra sepatu Cibaduyut dilakukan oleh instansi Pemerintah Kota
Bandung, maka dilakukan analisis terhadap penggunaan prinsip-prinsip umum
dalam kerjasama antar instansi di Pemerintah Kota Bandung, analisis bentuk
kerjasama antar instansi di Pemerintah Kota Bandung serta Analisis koordinasi
kerjasama antar instansi di Pemerintah Kota Bandung.
Selanjutnya dari hasil analisis dibuatkan dalam kesimpulan dan saran,
merupakan rangkuman dari kajian yang dilakukan atas pelaksanaan kerjasama
pemeliharaan kawasan sentra sepatu Cibaduyut yang dilakukan oleh instansi di
Pemerintah Kota Bandung.
43
2.4 Hipotesis Penelitian
Atas dasar kerangka berfikir penelitian di atas, maka dapat dibuat
hipotesis penelitian adalah : Kerjasama Pemeliharaan Kawasan Revitalisasi
Kawasan Sentra Sepatu Cibaduyut oleh instansi di Pemerintah Kota Bandung
belum efektif dilakukan, dilihat dari aspek prinsip-prinsip kerjasama (transparansi,
akuntabilitas, partisipatif, efesiensi dan efektivitas, konsensus serta saling
menguntungkan dan memajukan), bentuk kerjasama dan koordinasi antar instansi
terkait.