Upload
topek-taurus
View
102
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Biogas
Biogas
Biogas (gas bio) merupakan gas yang timbul dari hasil fermentasi bahan-
bahan organik seperti, kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di
dalam air dan disimpan di dalam tempat yang tertutup atau anaerob. Biogas ini
sebenarnya dapat juga terjadi pada kondisi alami, namun untuk mempercepat dan
menampung gas ini, maka diperlukan alat yang memenuhi syarat terbentuknya
gas ini (Setiawan, 2007:35).
Hambali et al. (2007:52) menyatakan bahwa biogas didefinisikan sebagai
gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti, kotoran ternak, kotoran
manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayuran) difermentasikan
atau mengalami proses metanisasi.
Limbah yang selama ini tidak diolah dan dibiarkan menumpuk baik itu
limbah pertanian, peternakan, dan limbah agro industri ternyata dapat
menghasilkan suatu hal yang berguna. Contohnya, feses ternak yang selama ini
hanya dipandang sebagai kotoran yang tidak bernilai. Ternyata dapat bermanfaat
setelah diolah, tidak terlalu sulit untuk mengubah bahan tersebut menjadi gas,
hanya mencampurkan bahan tersebut dengan air dan didiamkan dalam ruang
hampa udara.
Kotoran ternak atau limbah organik lainnya jika di masukkan dalam
digester (tangki pengurai) dalam beberapa hari akan mengalami proses fermentasi
dan terbentuklah gas. Contohnya biogas yang digunakan sekarang kebanyakan
memanfaatkan feses ternak sebagai bahan bakunya, selain itu ada juga yang
menggunakan dari limbah pertanian dari pabrik. Hampir sama yang disampaikan
Shiddiq (2009) bahwa biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses
pembusukan limbah organik (dari mahluk hidup) dengan bantuan bakteri dalam
keadaan anaerob. Limbah organik ini dapat berupa kotoran manusia, kotoran
hewan, atau limbah agro industri.
8
Menurut Simamora et al. (2006:12) bahwa biogas adalah adanya
dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk
menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan metan dan karbon
dioksida dan proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri metan.
Feses ternak yang dimasukkan dalam tangki pengurai (digester) akan
mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas yang mengandung metan,
karbondioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen. Demikian juga halnya dengan
pendapat Said (2007:1) menyatakan bahwa biogas adalah gas yang dihasilkan
dari proses penguraian bahan-bahan biologis atau organik oleh organisme kecil
pada kondisi tanpa oksigen (anaerob). Artikel yang dikutip Departemen Pertanian
(2009:3) menjelaskan bahwan “biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses
penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob”.
Teknologinya biogas merupakan teknologi sederhana yang memanfaatkan
limbah yang tidak berguna lagi dengan proses penguraian. Kedua artikel diatas
menjelaskan bahwa penguraian bahan organik secara anaerobik. Gas yang
terbentuk akibat adanya proses fermentasi bahan-bahan organik yang diantaranya,
kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah pertanian maupun limbah rumah
tangga dan gas yang dihasilkan adalah sebagian gas metane.
Perkembangan Biogas
Gas metan sudah lama digunakan oleh bangsa Mesir, China dan Romawi
kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil kalori. Proses fermentasi
lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh
Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan
oleh Willam Henry pada tahun 1806. Becham (1868) murid Louis Pasteur dan
Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis
dari pembentukan metan (Nandiyanto dan Fikri, 2006)
Sejak dulu, gas sudah ditemukan oleh manusia, gas yang selama ini
digunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari proses penguraian
organisme atau yang sudah mati jutaan tahun yang lalu. Fosil tersebut bercampur
9
dengan unsur-unsur hara yang terpendam di dalam bumi. Teknologi yang
diciptakan oleh manusia maka unsur tersebut diangkat kepermukaan bumi dan
diproses menjadi gas, batubara dan lain-lain sebagainya.
Menurut Haryati (2006:167) bahwa pemanfaatan biogas bukanlah hal yang
baru, gas ini telah dipakai sekitar 200 tahun lalu. Pada era sebelum ada listrik, di
Landon, biogas diperoleh dari saluran pembuangan di bawah tanah dan digunakan
sebagai bahan bakar lampu jalan yang terkenal dengan nama gaslight, negara lain
yang memanfaatkan biogas seperti, Tanzania, India, Cina dan Amerika Serikat.
Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk
diterapkan dimasyarakat. Apalagi mengingat harga bahan bakar konvensional
sekarang ini semakin mahal dan sulit diperoleh.
Artikel Departemen Pertanian (2009) menjelaskan bahwa sejarah
pemanfaatan biogas, diantaranya (1) Cina, sejak tahun 1975 “biogas for every
household”. Tahun 1992 5 juta rumah tangga di Cina menggunakan biogas.
Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan
bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. (2) India, biogas
dikembangkan pada tahun 1981 “the national project on bigas development” oleh
departemen sumber energi non-konvensional. Pada tahun 1999, sebanyak 3 juta
rumah tangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang digunakan model sumur
tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah
pertanian.
Ditambahkan pula oleh Nandiyanto dan Fikri (2006), alat penghasil biogas
secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset
untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis
pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di
Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang
digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh
BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini
mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus
dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti
China, Filipina, Korea, Taiwan dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset
10
dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi
biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.
Berdasarkan artikel Agro Tekno (2007), Indonesia sampai sekarang telah
banyak reaktor biogas yang telah berhasil dikembangkan, dimana teknologi ini di
gunakan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar
minyak. Teknologi biogas telah banyak dikembangkan di Bali, Sulawesi,
Sumatera terutama daerah Jawa. Contohnya di Desa Wangunsari, Lembang
Kabupaten Bandung, dimana biogas telah digunakan oleh keluarga petani dan
peternak. Manfaat biogas juga telah dirasakan oleh warga di Kabupaten Garut,
Desa Cisurapan, Jawa Barat. Hampir semua kegiatan dilaksanakan oleh pihak
pemerintah dan beberapa Universitas seperti Institut Teknologi Bandung (ITB)
dan UPT BP-PTK LIPI Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan Irmawati tahun
2008 di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, beberapa peternak telah mampu
mengembangkan teknologi Biogas, contohnya, di Kabupaten Enrekang,
Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Barru. Bahkan biogas
telah digunakan selama 24 jam di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sinjai.
Selain keberhasilan teknologi biogas, beberapa peternak belum mampu
memaksimalkan penggunaan teknologi biogas. Contohnya di Sulawesi Selatan
(Kabupaten Enrekang, Bulukumba, Sinjai, Barru, Sidrap, Soppeng dan Bone)
beberapa peternak belum mampu memperbaiki kerusakan pada instalasi biogas,
selain itu peternak juga berhubungan dengan penyuluh setempat. Kerusakan yang
terjadi kebanyakan pada penampung gas, karena bahan yang digunakan dari
bahan plastik sehingga mudah sobek dan hal yang sama terjadi di Nusapenida,
Bali.
Manfaat Biogas
Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang menyediakan produk
daging dan susu. Usaha peternakan sapi perah banyak dikembangkan karena
mampu memproduksi susu tinggi. Selain itu, ada juga hasil sampingan berupa
feses dan urin. Hasil sampingan ternak berupa limbah, semakin besar skala usaha
semakin besar pula limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut jika tidak di kelola
11
dengan baik, maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
untuk mengatasi limbah tersebut, diciptakan teknologi biogas yang memanfaatkan
limbah ternak menjadi energi. Keuntungan dari biogas yaitu dapat digunakan
untuk memasak dan tenaga listrik, limbah dari biogas tersebut dapat diolah
menjadi pupuk padat dan cair yang dapat digunakan langsung pada tanaman.
KELUARGABiogas (memasak dan
listrik)
Usaha Sapi Perah
Anak & Susu Limbah (feses & urin )
Pengolahan limbah
PASAR Pupuk padat & cair
PERTANIAN
Gambar 1. Model Pengembangan Sapi Perah Skala Rumah Tangga
Menurut Haryati (2006:160) biogas merupakan renewable energy yang
dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang
berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Di beberapa negara, biogas
membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan dan finansial.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa instalasi biogas adalah suatu penyediaan sumber
energi desentralisasi yang sangat berguna. Contohnya di Tanzania biogas di
hasilkan dari limbah kota dan industuri yang menghasilkan tenaga listrik dan
pupuk. Departemen Pertanian (2009) dijelaskan bahwa manfaat energi biogas
adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan
12
untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit
tenaga listrik, disamping itu produksi biogas juga menghasilkan sisa olahan
kotoran ternak yang langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik pada
tanaman atau budidaya pertanian.
Biogas mempunyai banyak manfaat. Biogas merupakan hasil penguraian
bahan organik dan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai sumber
energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, pengganti minyak tanah. Di
perjelas lagi oleh Setiawan (2007:35-37) bahwa kotoran ternak selain dijadikan
pupuk kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas.
Biogas merupakan proses fermentasi feses ternak diubah menjadi gas dalam
kondisi anaerob.
Menurut Hambali et al. (2007:57-61) bahwa ada tiga jenis bahan baku
yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya
kotoran hewan dan manusia, sampah organik dan limbah cair.
a. Kotoran Hewan dan Manusia
Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan
mengatasi beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila
dibandingkan limbah lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan
yang menumpuk akan mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air
masuk kedalam tanah atau sungai.
Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran hewan sangat melimpah.
Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah besar di peternakan maupun
dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh rumah tangga. Berdasarkan
hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak
10 - 30 kg, seekor ayam menghasilkan kotoran 25 gram per hari dan seekor babi
dewasa menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari. Berdasarkan hasil riset yang
pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi
menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi menghasilkan 1,379 liter
biogas.
13
b. Sampah Organik Padat
Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik,
organik dan khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun
tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan
pertanian, perikanan, kegiatan rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya.
Sampah organik ini dengan mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Potensi
sampah di Indonesia sangat besar. Khususnya untuk rumah tangga, jumlah yang
dihasilkan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat 5 kali lipat. Diprediksi
peningkatan tersebut bukan saja karena pertambahan penduduk, tetapi juga karena
meningkatnya timbunan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan
tingkat ekonomi dan kesejahteraan.
Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik
menghasilkan biogas dengan komposisi metan 51,33 – 58,18% dan gas CO2
41,82 – 48,67% campuran sampah organik tersebut dengan kotoran dapat
meningkatkan komposisi metan dalam biogas.
c. Limbah Organik Cair
Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu
proses yang sudah tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai
penghasil limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan
pertanian. Saat ini kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair
dengan persentase sekitar 40 % dan diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya
limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama
limbah cair adalah air (99%) sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal
buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku biogas, hanya limbah cair organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biogas. Limbah tersebut diantaranya urin hewan, limbah cair rumah tangga, dan
limbah cair industri seperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem dan rumah potong
hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan
limbah cair dengan digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang
berfungsi sebagai tempat hidup bakteri anaerob.
(C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH Glukosa asam laktat
CH3CH2CH2COOH+CO2+H2
asam butaman CH3CH2OH+CO2
etanol
14
Menurut Irmawati (2008:7-8) pembentukan gasbio dilakukan oleh
mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis,
tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan
bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek
menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk
monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang
terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri
pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan
dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Pada tahap metanogenik adalah proses
pembentukan gas metan. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Selulosa
Hidrolisis (C6H12O5)n + nH2O n(C3H12O6
selulosa glukosa
Glukosa
Pengasaman
(C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH Glukosa asam laktat
CH3CH2CH2COOH+CO2+H2
asam butaman CH3CH2OH+CO2
etanol
Asam lemakdan alkohol
Metanogenik4H2+CO2 2H2O + CH4
CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + CH4
CH3COOH+CO2 CO2 + CH4
CH3CH2CH2OOH+2H2+CO2 Ch3COOH+CH4
Selulosa
Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas
15
Tabel 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas dapat dilihat dari tabel berikut :
Jenis Gas
Biogas
Kotoran sapiCampuran kotoran ternak
dan sisa pertanian
Metana (CH4 ) 65.7 54 – 70Karbondioksida (CO2 ) 27 45 – 27Nitrogen (N2 ) 2.3 0.5 – 3Karbon Monoksida (CO) 0 0.1
Oksigen (O2 ) 0.1 6
Propena (C3 H8 ) 0.7 -Hidrogensulfida (H2 S) - SedikitNilai Kalor (kkal/m3) 6513 4800 – 6700
Sumber : Harahap dalam Simamora et al. (2006).
Diketahui bahwa biogas memiliki banyak kegunaan yang dapat membantu
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, gas yang dihasilkan oleh aktifitas
anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran
manusia dan hewan, limbah rumah tangga, sampah atau limbah organik dapat
digunakan untuk memasak dan menjalankan generator untuk pembangkit tenaga
listrik. Kedua, limbah pertanian, perkebunan, dan peternakan yang selama ini
dibuang sekarang ini sudah dapat dikelola dan dapat dimanfaatkan serta dapat
menghindari adanya pencemaran lingkungan. Ketiga, limbah yang dihasilkan dari
biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat, dan dapat digunakan
untuk pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, bioenergi adalah sumber energi
terbarukan, yaitu sumber energi yang dapat tersedia kembali dalam jangka waktu
tahunan, tidak seperti minyak bumi atau batu bara yang membutuhkan waktu
jutaan tahun. Teknologi ini juga membantu dalam hal pengolahan limbah serta
memberikan hasil tambahan berupa pupuk cair dan pupuk padat, mengingat harga
pupuk kimia sekarang yang semakin langka dan semakin mahal.
16
Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas
Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas
Beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mengembangkan
teknologi biogas. Hal tersebut diantaranya, rata-rata pendapatan peternak masih
rendah, kebutuhan akan energi sangat tinggi, untuk memenuhi kekurangan energi
listrik, menghemat biaya untuk bahan bakar minyak dan dibutuhkan teknologi
tepat guna pada usaha peternakan. Pemerintah mendapat kendala dalam
pengembangan teknologi biogas.
Usaha peternakan di Indonesia untuk skala rumah tangga rata-rata masih
kecil. Satu keluarga memelihara ternak antara dua sampai lima ekor. Selain itu,
harga susu maupun produk olahan dari susu masih rendah. Di samping harga yang
rendah produksi susu pun masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk
kehidupan sehari-hari semakin meningkat dan harga bahan-bahan pokok semakin
mahal. Adanya faktor-faktor tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima
peternak masih rendah.
Kebutuhan akan energi di masyarakat masih tinggi. Seperti memasak,
menyalakan lampu, menjalankan mesin, dan lain-lain sebagainya, masyarakat
masih mempergunakan energi yang berasal dari alam. Energi yang diperoleh dari
alam yang telah mengalami pengolahan berupa, gas LPG, minyak tanah, bensin,
solar. Jika dimanfaatkan terus menerus tanpa ada upaya untuk memperbaharuinya
lama kelamaan energi ini akan habis, selain itu untuk memperbaharuinya butuh
waktu yang lama.
Intensitas penggunaan energi yang tinggi, menyebabkan pemerintah harus
berpikir untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin hari semakin
meningkat. Langkah yang ditempuh pemerintah yaitu mengurangi subsidi pada
BBM sehingga seringnya terjadi pemadaman bergilir sehingga biaya hidup
menjadi meningkat. Terjadinya hal tersebut, maka perlu diciptakan energi
alternatif yang murah, tersedia sepanjang masa dan ramah lingkungan.
Membantu masyarakat dalam menangani masalah kekurangan energi,
pemerintah mencoba mengembangkan teknologi biogas. Teknologi ini
17
memanfaatkan limbah berupa limbah peternakan, pertanian maupun limbah dari
pabrik tahu dan tempe menjadi energi. Menggunakan teknologi biogas, gas yang
dihasilkan dari hasil fermentasi limbah yang berupa gas metan dan dapat terbakar
sehingga dapat digunakan untuk memasak. Selain untuk memasak, gas ini juga
dapat digunakan untuk menyalakan mesin dan untuk listrik.
Pengembangan teknologi biogas, pemerintah menghadapi beberapa
kendala. Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu mencoba membuat instalasi
namun masih dalam skala besar. Skala besar, harus dikeluarkan biaya yang besar
juga. Sehingga hanya masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi yang dapat
menggunakan teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mencoba
memodifikasi teknologi ini sehingga pembuatannya lebih murah dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah.
Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah
terbakar yang lain. Biogas sangat bermanfaat, seperti untuk memasak dengan
menggunakan biogas skala rumah tangga, untuk peternak yang memiliki 2 ekor
ternak dengan digester ukuran 2 m3 maka gas yang dihasilkan dapat digunakan
memasak selama 2 jam/hari. Sisa keluaran hasil fermentasi biogas dapat juga
dimanfaatkan sebagai pupuk.
Menurut Said (2007:20) potensi gas yang akan dihasilkan oleh seekor
ternak serta keuntungan yang diperoleh apabila menggunakan biogas. Satu unit
reaktor biogas yang menggunakan umpan kotoran dari 2 – 4 ekor sapi perah
mampu memenuhi kebutuhan memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6
orang anggota keluarga, biogas yang dihasilkan tersebut setara dengan 1 – 2 liter
minyak tanah per hari. Keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak
tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1 – 2 liter per
hari, jika harga minyak tanah dipedesaan Rp 4.500,-/liter, berarti keluarga
peternak bisa mengurangi pengeluaran sebesar Rp 1.642.500,- – Rp 3.285.000,-
per tahun.
18
Data yang disampaikan Syifaunindra (2008) bahwa potensi ketersediaan
biogas yang dapat dipergunakan oleh rumah tangga masyarakat pedesaan setara
dengan 10.985.502 liter minyak tanah, yang apabila kebutuhan rata-rata minyak
tanah rumah tangga 1.25 liter/hari, maka energi biogas dapat dipenuhi 8.788.401
per rumah tangga. jika diasumsikan masyarakat pedesaan membeli minyak tanah
seharga Rp 1.200,- per liter, jumlah uang yang biasanya untuk membeli minyak
tanah dapat dipergunakan untuk keperluan lain sebanyak Rp 4,8 triliun. Subsidi
pemerintah terhadap minyak tanah sekitar Rp 1.847,- per liter pada saat harga
minyak tanah import 45 dollar Amerika Serikat dan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Rp 9.000,-. Dengan demikian subsidi bahan bakar minyak tanah dapat
disaving sebesar Rp 7,38 triliun.
Jika membahas lebih jauh tentang keuntungan peternak sapi perah yang
menggunakan biogas dengan tidak menggunakan biogas dapat kita lihat seberapa
besar keuntungan yang dapat diperoleh. Mulai dari gasnya sampai pada pupuk
organiknya. Ditinjau dari segi ekonomis biogas memberikan keuntungan lebih
besar. Dengan harga bahan bakar minyak yang sekarang ini bertambah mahal dan
semakin langka, peternak dapat memenuhi atau bahkan mengganti minyak tanah
menjadi gas. Sebagai contoh, jika sekarang harga minyak tanah Rp 4.000,- liter,
dan tiap rumah tangga menggunakan minyak tanah 2 – 3 liter setiap harinya, jadi
dengan menggunakan teknologi biogas peternak dapat menghemat biaya Rp
8.000,- – Rp 12.000,- /hari.
Hampir sama dengan yang dijelaskan Eirlangga (2007) bahwa nilai kalori
dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 Kkal/m3 yang setara dengan setengah liter
minyak disel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan untuk sebagai bahan
bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, batubara,
maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Penggunaan biogas sangat
sederhana sama dengan penggunaan gas dan bahan bakar lainnya.
19
Kran Pengontrol
Gambar 3. Model Instalasi biogas Menggunakan Plastik sebagai Digester
Adopsi
Pengertian Adopsi
“Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis.
Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut
proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang
mempengaruhinya. Berbagai pengertian adopsi inovasi, maka pengertian yang
diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tentang proses pengambilan keputusan
untuk melakukan adopsi inovasi, dimana ada beberapa elemen yang penting yang
perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi (a) adanya sikap mental untuk
melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dari keputusan yang telah
diambil (Soekartawi, 1988:55-56).
Adopsi diartikan penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara
terbaik. Selanjutnya dikatakan mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah
kepuasan yang manusiawi dan keputusan tersebut didasarkan pada empat hal,
20
yaitu (1) kemauan untuk melakukan sesuatu, (2) tahu cara yang akan dilakukan,
(3) tahu cara melakukannya, (4) mempunyai sarana untuk melakukannya.
Hampir sama dengan yang disampaikan Soejitno (1982) adopsi diartikan
sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat dan teknologi “baru” yang
disampaikan berupa pesan komunikasi (melalui penyuluhan). Manifestasi dari
bentuk adopsi ini, dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun
peralatan dan teknologi yang digunakan dalam kegiatan komunikasinya. Adopsi
diartikan sebagai penerimaan dan penggunaan inovasi baru dari komunikan
Berbeda pula dengan yang dijelaskan Totok (1993) adopsi, dalam proses
penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses
perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan (cognitive), sikap (affective),
maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima
“inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi
merupakan proses penerimaan suatu yang “baru” yaitu menerima sesuatu yang
ditawarkan dan yang diupayakan oleh pihak lain (penyuluh).
Menurut Hasanuddin (2005:22) adopsi inovasi merupakan kemampuan
petani dalam menggunakan suatu teknologi untuk kegiatan usaha taninya.
Sedangkan menurut Subagiyo et al. (2005:313) proses adopsi merupakan proses
pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga
memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk
msyarakat setempat.
Seorang petani yang menggunakan metode atau teknologi baru dalam
usahanya dapat dianggap sudah mampu mengadopsi, namun dalam proses adopsi
yaitu tahap tahu, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba dan tahap
mengadopsi. Lima tahap tersebut tidak mutlak harus berurutan mulai satu sampai
lima. Kenyataan ada petani yang dari awalnya tahu kemudian langsung mencoba
dan menerapkannya, tanpa harus berminat dulu dan mengevaluasinya.
Slamet dalam Mulyadi (2007:39) menyatakan bahwa proses adopsi inovasi
adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru
sampai seseorang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, dan
21
menggunakan hal yang baru tersebut). Penerimaan atau penolakan inovasi ialah
keputusan yang dibuat oleh seseorang dan memerlukan jangka waktu tertentu.
Selain itu Ibrahim et al. (2003:66) menyatakan bahwa adopsi adalah
proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai
orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru
tersebut. Sedangkan Van den Ban dan Hawkins (1999:124), menyatakan bahwa
adopsi itu menerapkan inovasi dalam skala besar setelah membandingkannya
dengan metode yang lama.
Diketahui bahwa adopsi merupakan proses dimana seseorang mulai
mencoba sampai menggunakan suatu teknologi baru atau metode baru, yang
dianggap dapat membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Petani atau peternak
jika mengetahui adanya teknologi baru tidak langsung menggunakannya. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga mereka belum menggunakan
teknologi tersebut. Sebagai contoh, teknologi biogas dimana memanfaatkan feses
ternak sapi menjadi gas. Peternak tidak langsung menggunakannya, namun
mereka perlu mengetahui keuntungan yang diperoleh setelah menggunakan
teknologi tersebut.
Derajat Pengadopsian
Derajat pengadopsian merupakan kecepatan penerimaan suatu inovasi
baru. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerimaan yang
pengadopsian suatu ide baru dalam suatu priode tertentu. Rogers dalam Hanafi
(1971), dijelaskan lebih lanjut bahwa salah satu variabel penjelas dari kecepatan
adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi itu sendiri. Selain sifat-sifat inovasi,
hal lain yang dapat menjadi variabel penjelas kecepatan adopsi adalah (1) tipe
keputusan inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk
menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, (3) ciri-ciri sistem sosial,
(4) gencarnya usaha agen pembaharu dalam mempromosikan inovasi.
Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Secara umum
diharapkan bahwa tipe inovasi dapat dilakukan secara: (1) Sendiri (optional),
keputusan yang dibuat individu dengan mengabaikan keputusan lain dalam
22
masyarakat sekitarnya, (2) Secara kelompok (kolektif), keputusan yang dibuat
oleh individu-individu dalam suatu masyarakat yang setuju membuat keputusan
bersama dan (3) Secara kekuasaan (otoriter), keputusan yang dipaksakan terhadap
individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi.
Menurut Rogers (2003), semakin banyak orang yang terlibat dalam proses
pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Oleh karena itu,
salah satu jalan untuk mempercepat pengadopsian suatu teknologi adalah memilih
unit pembuat keputusan yang lebih sedikit melibatkan orang.
Kecepatan pengadopsian dipengaruhi juga oleh saluran komunikasi.
Saluran komunikasi yaitu alat yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi
dan mempengaruhi dalam kecepatan pengadopsian inovasi. Saluran komunikasi
bisa berupa media massa seperti, televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain
sebagainya.
Hal lain yang juga dipertimbangkan dapat mempengaruhi kecepatan
pengadopsian suatu inovasi adalah sistem sosial, terutama norma-norma sistem.
Suatu sistem moderen tempo adopsi mungkin lebih cepat karena kurangnya
rintangan sikap antara para penerima (dalam hal ini peternak). Sedangkan dalam
sistem yang tradisional, mungkin tempo adopsi agak lebih lambat.
Sifat lain yang mempengaruhi percepatan inovasi yaitu agen pembaharu.
Agen pembaharu gencar melakukan usaha-usaha propomosi sehingga kecepatan
pengadopsian dan usaha agen pembaharu. Tugas agen pembaharu adalah
mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran
penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Agen pembaharu atau penyuluh harus
mampu menggunakan metode penyuluhan yang tepat untuk membantu peternak
membentuk pendapat dan mengambil keputusan.
Teori dan Konsep tentang Adopsi Teknologi Biogas
Menurut Ibrahim. et al. (2003:66) bahwa adopsi merupakan proses yang
terjadi sejak seseorang pertama kali mendengar hal yang baru sampai orang
tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan). Pada awalnya,
petani sasaran mengetahui suatu inovasi, yang dapat berupa sesuatu yang benar-
23
benar baru atau yang sudah lama ditemukan namun masih dianggap baru oleh
petani sasaran. Petani sasaran tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani
tersebut meninggalkan cara-cara lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini
merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui
adanya suatu inovasi sampai untuk menerima atau menolaknya dan kemudian
mengukuhkannya.
Keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya pengetahui
sampai sadar dan mengubah sikap untuk melaksanakan ide baru tersebut, biasanya
juga merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu
berdasarkan dimensi waktu. Kata lain, perubahan yang dilakukan oleh seseorang
merupakan proses yang memerlukan waktu dan tiap-tiap orang berbeda satu sama
lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi,
misalnya karakteristik peternak, kondisi lingkungan dan teknologi yang diadopsi
(Baba. 2008).
Menurut Rogers (2003:168-169) bahwa keputusan inovasi merupakan
proses mental, sejak orang mengetahui adanya suatu inovasi sampai mengambil
keputusan untuk menerima atau menolaknya. Menerima atau menolak inovasi
merupakan keputusan yang dibuat oleh seseorang, jika menerima maka seseorang
akan menggunakan ide baru tersebut menolak inovasi tersebut karena merasa
tidak sesuai dengan pribadinya dan untuk digunakan. Proses keputusan suatu
inovasi tersebut terdiri dari pengetahuan (knowladge), persuasion, keputusan
(decision), implementasi dan konfirmasi. Keputusan seseorang dalam mengadopsi
suatu inovasi dipengaruhi beberapa faktor, misalnya karakteristik individunya dan
sifat inovasinya (teknologi).
Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas
Proses adopsi biogas merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan
dimensi waktu. Mengadopsi biogas berlangsung mulai dari peternak tahu adanya
teknologi biogas sampai peternak mau mencoba serta menggunakan teknologi ini
terus-menerus. Adopsi teknologi biogas dapat dilihat dari keinginan peternak
24
menggunakan biogas dalam kegiatan rumah tangganya. Seperti, memasak maupun
untuk tenaga listrik.
a. Investasi Peternak pada Teknologi Biogas
Investasi merupakan semua biaya yang dikeluarkan peternak untuk suatu
unit biogas. Biaya investasi tersbut meliputi biaya bahan untuk konstruksi dan
biaya upah pekerja. Selain itu ada juga biaya operasional yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan dan perbaikan. Biaya ini digunakan untuk mengganti plastik
penampung yang bocor, perbaikan tangki pengurai (digester) dan pemeliharaan
kompor. Ada beberapa hal yang dapat diamati pada investasi peternak pada
teknologi biogas, diantaranya, biaya konstruksi biogas, biaya membangun
digester, upah pekerja dan besarnya biaya operasional. Oleh karena itu,
pengadopsian tentang teknologi biogas dapat diketahui dari investasi masyarakat
tentang teknologi biogas.
b. Penggunaan Tangki Pengurai (digester)
Prinsip bangunan digester adalah menciptakan suatu ruang kedap udara
yang menyatu dengan saluran pemasukan dan pembuangan. Saluran pemasukan
berfungsi untuk saluran pemasukan feses atau kotoran ternak yang telah dicampur
dengan air, sedangkan lubang pengeluaran bertujuan menyalurkan sisa hasil
perombakan yang terjadi pada digester menuju bak pembuangan (Sri, 2009:56-
78).
Menurut Said (2007), bahwa tangki digester bisa terbuat dari berbagai
bahan seperti, beton, fiber, plastik, dan drum. Kapasitas dari digester dapat di
sesuaikan dengan kebutuhan, semakin besar semakin bagus. Setiap digester
dilengkapi lubang pemasukan dan pengeluaran sebagai tempat pemasukan feses
dan keluarnya limbah biogas dari tangki pengurai. Pada ujung pemasukan
dihubungkan sebuah bak dengan ukuran 50 x 50 cm sebagai tempat pencampur
kotoran ternak. Pada ujung saluran pembuangan dibuat bak pembuangan dengan
ukuran 100 x 50 cm.
Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan
tengki pengurai pada teknologi biogas, diantaranya intensitas peternak
25
memasukkan feses dalam digester, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi
digester, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis-jenis digester dan tingkat
pengetahuan peternak tentang model digester.
c. Penggunaan Katup
Fungsi katup pengaman adalah untuk menjebak air yang ikut keluar dari
tangki digester serta sebagai lubang pengeluaran gas apabila produksi gas
berlebih. Model katup bisa bermacam-macam, bentuk kotak, bentuk tabung dan
lain sebagainya, serta bahan bahannya dapat dibuat dari bahan pipa, botol plastik
maupun bahan fiber (Said, 2007).
Irmawati et al. (2008) bahwa model instalasi biogas yang digunakan di
Sulawesi Selatan menggunakan katup sebagai pengaman. Model yang digunakan
berbentuk tabung dimana terdapat lubang pengeluaran dan pemasukan air. Air
berfungsi untuk mengikat kandungan air yang ikut dari digester serta untuk
menahan gas agar tidak keluar melalui lubang. Katup juga berfungsi tempat
keluarnya gas apabila produksi gas berlebih.
Komponen yang mendukung peternak tentang penggunaan katup
pengaman pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak
tentang fungsi katup, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi air dalam
katup, tingkat pengetahuan peternak tentang posisi katup pada instalasi biogas dan
tingkat pengetahuan peternak tentang bahan yang dapat digunakan untuk katup.
d. Penggunaan Penampung Gas
Menurut Said (2007), bahwa fungsi penampung gas adalah untuk
menampung gas yang telah diproduksi dari tangki pengurai (digester). Bahan
yang digunakan untuk penampung gas biasanya dari bahan plastik dengan ukuran
120 x 400 cm dan ukuran penampung gas dapat disesuaikan dengan kebutuhan
peternak. Sedangkan Irmawati et al. (2008), bahwa model instalasi yang
dikembangkan di Sulawesi Selatan semuanya menggunakan penampung gas.
Bahan yang digunakan yaitu bahan plastik dengan ukuran 120 x 400 cm, jenis
plastik PE.
26
Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan
penampung gas pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak
tentang fungsi penampung, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis plastik
yang digunakan untuk penampung gas, tingkat pengetahuan peternak tentang
kapasitas penampung gas yang dapat digunakan dan tingkat pengetahuan peternak
posisi penampung gas agar gas dapat mudah keluar ke kompor.
e. Penggunaan Kompor
Menurut Said (2007), bahwa kompor biogas dapat dibuat dari kompor
LPG yang telah dimodifikasi, selain itu bisa juga dibuat dari kaleng bekas dengan
syarat yang sesuai sehingga menyerupai kompor. Prinsip kerja kompor biogas
dapat mengeluarkan gas yang sesuai untuk kebutuhan pembakaran. Menurut
Irmawati et al. (2008), menjelaskan bahwa setiap instalasi biogas memerlukan
kompor sebagai tempat keluarnya gas sehingga dapat digunakan untuk memasak.
Secara umum kompor yang digunakan oleh peternak yaitu kompor gas biasa.
Kompor gas yang digunakan terlebih dahulu dimodifikasi agar cocok digunakan
untuk biogas.
Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan
kompor pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang
fungsi kompor, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis kompor yang cocok
digunakan untuk kompor biogas, tingkat pengatahuan peternak untuk
memodifikasi kompor LPG.
f. Peternak Menggunakan Biogas untuk Keperluan Sehari-hari
Menggunakan biogas dapat memberikan keuntungan dalam kehidupan
sehari-hari. Pertama, biogas dapat digunakan untuk memasak. Gas yang diperoleh
dari proses fermentasi mengandung gas metan dan mudah terbakar. Biogas dapat
digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak seperti minyak tanah dan gas
LPG. Gas yang telah ditampung kemudian disalurkan ke kompor. Ukuran
penampung gas sebanyak 4-5 m3 dapat digunakan untuk memasak untuk skala
rumah tangga. Biogas juga dapat digunakan untuk menjalankan genset.
27
Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang intensitas
penggunaan biogas untuk memasak sehari-hari diantaranya, tingkat pengetahuan
peternak tentang penggunaan teknologi biogas untuk mengolah feses ternak,
tingkat penggunaan biogas untuk menjaga kebersihan lingkungan dan
penggunaan biogas agar feses yang menumpuk di sekitar kandang.
g. Peternak Melakukan Pemeliharaan pada Instalasi Biogas
Keberlanjutan penggunaan teknologi biogas harus dilakukan dengan cara
pemeliharaan secara rutin. Kerusakan pada tangki pengurai menjadi kendala yang
sering dihadapi oleh masyarakat. Pemeliharaan dilakukan dengan menjaga agar
penampung gas dan digester terhindar dari benda-benda asing sehingga tidak
bocor. Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang pemeliharaan
teknologi biogas diantaranya, pemeliharaan peternak pada digester, intensitas
pemeliharaan peternak pada penampung gas, pemeliharaan peternak pada kompor
dan peternak menjaga agar saluran pada biogas tidak ada yang bocor.
Karasteristik Peternak
Umur
Umur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
Menurut Soekartawi (1988, 71), bahwa makin muda petani biasanya mempunyai
semangat ingin tahu tentang apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan
demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun
sebenarnya masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.
Masyarakat yang masih muda memiliki kemampuan fisik lebih kuat untuk bekerja
dan lebih cepat dalam menerima inovasi baru dibandingkan dengan yang berumur
tua. Mengenai keterampilan, masyarakat yang berumur tua biasanya lebih
terampil dalam mengelola usaha dibanding yang muda karena mereka lebih
banyak memiliki pengalaman.
28
Pendidikan
Menurut Hamalik (1999, 2:3) bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan
dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam
mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka
dalam memahami suatu teknologi semakin mudah. Pendidikan menunjukkan
tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Margono dalam Setiadin (2005)
menyatakan bahwa pendidikan warga belajar akan mempengaruhi pemahaman
seseorang dalam mempelajari sesuatu baik berupa keterampilan maupun
pengetahuan. Artinya hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar akan dapat
membuatnya melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang
dihadapi.
Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak. Akibat tidak mengetahui manfaat
teknologi tersebut kebanyakan peternak atau petani tidak berani mengadopsi suatu
teknologi. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka
semakin mudah dalam mencoba ide-ide baru.
Pendapatan
Pendapatan merupakan keutungan yang diperoleh petani atau peternak dari
hasil usahanya. Pendapatan diperoleh setelah mengeluarkan semua biaya-biaya
yang digunakan selama usaha berlangsung. Kondisi sekarang ini pendapatan
peternak sangat mempengaruhi pola hidup peternak, dimana tingkat kebutuhan
yang semakin meningkat namun pendapatan yang diperoleh tidak mengalami
perubahan.
29
Pendapatan diukur dari penerimaan yang diterima peternak setelah
dikurangi oleh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proses kegiatan
peternakan. Keterbatasan dana dalam kegiatan peternakan dapat mempengaruhi
adopsi peternak untuk mengadopsi teknologi biogas. Peternak per petani lebih
mementingkan kebutuhan lain yang lebih mendesak yang harus dipenuhi.
Motivasi
Zainun (1989), menyatakan motivasi adalah menggambarkan hubungan
dan harapan. Keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan suatu teknologi
dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk menjalankan pekerjaannya.
Teknologi yang sebelumnya hanya dicoba oleh seseorang akan digunakan
sepenuhnya.
Danim (2004:15), menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang muncul
dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu atau keuntungan tertentu
di lingkungan atau dunia kerjanya sendiri. Motivasi dapat mengarahkan orang
dalam mengambil tindakan, sehingga motivasi merupakan proses yang
mendorong manusia untuk mencapai tujuannya. Motivasi mempengaruhi
seseorang dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan, oleh karena itu
beberapa unsur motivasi, seperti motivasi positif, motivasi negatif, motivasi dari
dalam dan motivasi dari luar.
Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement
Motivation Theory (Robbins, 1996:220) bahwa bagaimana suatu energi dari dalam
diri dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi
seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Hal-hal yang memotivasi
seseorang diantaranya :
(1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya pengerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. Kebutuhan akan prestasi mendorong seseorang
untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta
energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal.
(2) Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat
kerja seseorang. Hal ini termasuk, kebutuhan akan perasaan diterima oleh
30
orang lain di lingkungan tempat tinggalnya. Kebutuhan rasa dihormati,
kebutuhan untuk maju dan tidak gagal dan kebutuhan untuk ikut
berpartisipasi.
(3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. Hal ini memotivasi seseorang demi mencapai
kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.
Keterdedahan Peternak pada Informasi Biogas
Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi.
Sumber informasi dapat berasal dari media massa, tetangga, teman, petugas
penyuluh pertanian, pedagang, pejabat desa, atau dari informan yang lain. Ketika
petani belajar tentang ide baru atau inovasi baru, maka sumber informasi yang
paling relevan yaitu berasal dari majalah-majalah pertanian, kemudian sumber
informasi lain adalah para tetangga atau petani yang tinggal di sekitar dimana
petani melakukan adopsi inovasi tersebut bertempat tinggal (Soekartawi, 1988).
Sumber informasi sangat membantu petani maupun peternak untuk
mengembangkan suatu teknologi baru. Sekarang ini semua informasi yang kita
butuhkan dapat diperoleh dengan mudah. Teknologi biogas dengan mudah
diakses baik dari majalah, surat kabar, televisi, radio dan yang lebih canggih lagi
dengan menggunakan internet.
Pengalaman Beternak
Pengalaman dapat menunjukkan pengetahuan yang mendalam tentang
usaha yang dikelola selama ini, sehingga akan berfikir untuk mempermudah
pekerjaan yang selama ini digelutinya atau berfikir untuk meningkatkan
produktivitas usahanya dengan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat yang
berpola pikir seperti ini cenderung mencari teknologi sedangkan masyarakat yang
selama ini merasa aman dengan pola usaha memiliki kecenderungan apatis
terhadap sebuah teknologi. Jika dikaitkan dengan teknologi biogas, maka
teknologi biogas betul-betul memerlukan suatu pengetahuan tinggi dan kemauan
untuk menanggung resiko besar karena memerlukan biaya yang cukup tinggi
sehingga pengalaman saja tidak cukup.
31
Jumlah Kepemilikan Ternak
Jumlah kepemilikan ternak merupakan banyaknya ternak yang dimiliki
seseorang. Menurut Soekartawi (1988:93), bahwa ukuran usaha tani berhubungan
positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala usaha
tani dan sumber daya untuk keperluan adopsi inovasi. Hal ini di pengaruhi agar
hasil yang diperoleh lebih bermanfaat. Menurut Irmawati et al. (2008), bahwa
teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan ternak, karena akan
menentukan jumlah feses yang diproduksi setiap harinya. Mengetahui produksi
feses, besar digester dapat disesuaikan sehingga tidak terjadi lagi kekurangan
feses ataupun kelebihan feses. Digester yang memiliki kapasitas lebih besar dari
skala usaha peternak, maka produksi gas tidak akan optimal.
Mengadopsi suatu teknologi dapat mempercepat peternak dalam
mengembangkan skala usaha peternakannya. Skala kepemilikan ternak perah
umumnya yang dikembangkan di Indonesia antara 2 sampai 5 ekor. Jumlah
tersebut, biogas untuk skala rumah tangga sudah dapat diterapkan. Hal tersebut
tidak menjamin peternak dapat mengadopsi teknologi biogas, sering kali peternak
lebih memerlukan teknologi pengolahan pakan.
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu
tempat tinggal. Anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi. Menurut
Soekartawi (1988:87), penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap seluruh
sistem keluarga. Pada umumnya anggota keluarga sering dijadikan sebagai teman
diskusi dan berkonsultasi dalam memutuskan untuk menerima suatu inovasi.
Irmawati et al. (2008) bahwa jumlah anggota keluarga peternak menentukan
banyaknya gas yang dibutuhkan untuk memasak. Anggota keluarga semakin besar
jumlahnya, maka kebutuhan BBM semakin besar pula. Hal ini dihubungkan
dengan kebutuhan biogas, maka semakin banyak anggota keluarga berarti
semakin besar kapasitas digester yang dibutuhkan. Selain itu, anggota keluarga
32
juga dimanfaatkan oleh peternak sebagai tenaga kerja dalam mengelola usaha
ternaknya.
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia umumnya masih dikembangkan
dalam skala rumah tangga. Satu rumah tangga mengelola satu usaha. Teknologi
biogas dikembangkan masih dalam skala rumah tangga. Satu rumah tangga
minimal menggunakan digester dengan ukuran 4 m3 dengan ukuran ini, untuk
memasak dapat digunakan selama 2 - 3 jam. Semakin besar kapasitas digester
semakin lama pula intensitas penggunaannya dalam memasak. Suatu keluarga
makin banyak jumlah suatu keluarga intensitas memasaknya semakin tinggi juga.
Jumlah keluarga dapat mempengaruhi efektivitas penggunaan biogas dalam
keluarga, semakin tinggi intensitas seseorang memasak dalam keluarga otomatis
jumlah gas yang diperlukan akan semakin meningkat.
Frekuensi Kontak dengan Anggota Kelompok Peternak
Menurut Yunasaf (2009) kelompok peternak sekarang belum dipandang
sebagai unsur strategis sebagai media atau wadah terjadinya proses tranformasi
dari peternak yang tradisional (gurem) menjadi sejatinya peternak (farmers).
Pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya
kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat
merupakan media dalam menyampaikan suatu inovasi baru yang akan
disampaikan kepada peternak.
Keanggotaan dalam kelompok dapat mempengaruhi peternak dalam
proses pengadopsian suatu inovasi. Kegiatan yang dikembangkan pemerintah
sekarang ini banyak disalurkan melalui kelompok yang berperan sebagai
perantara anatara pemerintah dengan peternak. Inovasi baru dikembangkan dalam
kelompok, diharapkan agar peternak dapat langsung melihat hasilnya dan
diharapkan akan mengadopsi inovasi tersebut. Oleh karena itu, semakin sering
kontak antara peternak dengan anggota kelompoknya, semakin besar peluang
untuk mengetahui teknologi biogas dan mengadopsinya.
33
Frekuensi Kontak dengan Penyuluh Biogas
Frekuensi kontak dengan penyuluh merupakan seberapa sering pertemuan
atau kontak antara peternak dengan penyuluh. Semakin tinggi intensitas kontak
antara peternak dengan penyuluh, semakin mudah peternak menangani kendala-
kendala yang dihadapi pada penggunaan instalasi biogas.
Seorang penyuluh berkewajiban menyampaikan inovasi dan membantu
sasaran dalam mengadopsi suatu teknologi. Prosesnya dilakukan secara terus
menerus agar peternak dapat tahu, mau dan mampu mengadopsi suatu teknologi.
Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat
pula. Penyuluh sebagai agen perubahan, penyuluh memiliki beberapa peran
diantaranya mengkomunikasikan inovasi pada sasaran dan sebagai akseleran,
dalam mempengaruhi pengambilan keputusan sasaran untuk mengadopsi suatu
inovasi, (Totok, 2009).
Disimpulkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang
dalam mengadopsi suatu teknologi adalah frekuensi pertemuan dengan penyuluh.
Seorang penyuluh harus menjelaskan keuntungan relatif yang akan diperoleh
sasaran jika menggunakan suatu teknologi baru, membantu adopter memahami
inovasi secara komprehensif, dan membantu adopter dalam menanamkan
pengetahuan. Semakin tinggi tingkat intensitas kontak antara peternak dengan
penyuluh semakin cepat peternak dalam mengadopsi teknologi biogas.
Jarak Rumah Peternak dengan Instalasi Biogas
Jarak rumah peternak dengan instalasi biogas diukur berdasarkan seberapa
jauh antara instalasi biogas dengan dapur peternak dan diukur dalam meter. Gas
yang telah diproduksi kemudian dialirkan ke plastik penampung gas dan
kemudian ke kompor. Gas ini tidak mempunyai tekanan, sehingga semakin jauh
jarak antara penampung gas dengan kompor, semakin kurang gas yang keluar ke
kompor.
Gas yang diperoleh dari proses fermentasi merupakan gas metan yang
dapat digunakan untuk memasak. Gas tersebut tidak berbahaya karena tidak
mempunyai tekanan sehingga jika penampung gas bocor, gas akan menghilang
34
terbawa angin. Penampung gas yang terlalu jauh dari kompor, akan
mempengaruhi kuatnya aliran gas dari penampung, sehingga sering dijumpai ada
penampung gas yang penuh namun gas yang keluar di kompor hanya sedikit. Hal
tersebut dapat mempengaruhi tingkat penggunaan biogas di rumah tangga
peternak. Oleh karena itu, semakin jauh instalasi biogas (khususnya penampung
gas) dengan dapur peternak dapat mempengaruhi tekanan gas ke kompor.
Hubungan Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak tentangTeknologi Biogas
Pareek dalam Seribulan (2003), persepsi didefinisikan sebagai peroses
penerimaan, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera dan data. Sedangkan
Subagyo et al. (2005), persepsi merupakan proses pembuatan penilaian atau
pembangunan kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di lapangan
pengindraan seseorang.
Penelitian Hasumati dan Ahlawat (2010) mengemukakan bahwa beberapa
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Tingkat pendidikan, jumlah
pendapatan, media massa, interaksi dengan masyarakat, kosmopolitan, adat-
istiadat, suku atau bangsa, kepemilikan lahan menunjukkan pengaruh positif pada
persepsi.
Senada dengan penelitian Kaliky dan Hidayat (2002), mengemukakan
bahwa karakteristik individu turut mempengaruh pandangan/persepsi seseorang.
terhadap suatu stimulus (objek). Secara psikologis setiap orang mempersepsi
stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Karakteristik individu
diantaranya meliputi: umur, pendidikan, kepemilikan ternak, pendapatan keluarga,
pengalaman beternak, kosmopolitan.
Selanjutnya penelitian Lilis (2010), mengemukakan bahwa hubungan
antara karakteristik dengan persepsi peternak sapi potong hubungannya positif
namun sangat lemah. Karakteristik peternak diantaranya umur, pendidikan,
pengalaman, kepemilikan ternak, hubungan individu dengan instansi terkait.
Sedangkan pesepsi peternak tentang teknologi IB diantaranya tingkat pengetahuan
35
peternak, minat peternak dan penilaian peternak. Penilaian peternak terdiri dari
peubah keuntungan peternak, kompatabilitas, kemudahan penerapan IB, triabilitas
dan observabilitas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Nurlina bahwa banyak jumlah
ternak tidak menunjang banyaknya peternak menggunakan teknologi. Masyarakat
yang dianggap relatif homogen sebagai masyarakat agraris, secara individual
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga persepsi dan penerimaan
peternak akan berbeda satu sama lain.
Terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal,
diantaraya: (a) Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang
ada disekitar sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek
saja. Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan orang yang lain akan
menyebabkan perbedaan persepsi. (b) Set, adalah harapan seseorang akan
rangsang yang akan timbul. Perbedaan set akan menyebabkan adanya perbedaan
persepsi. (c) Kebutuhan, baik kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri
individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda
akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu. (d) Sistem Nilai, dimana sistem
nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap
persepsi. (e) Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh
individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda, (Kunthi, 2005).
Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan m ereka. Perilaku indivi du seringkali didasarkan pada persepsi mereka
tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang
memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri
objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi
tersebut dibuat. Asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan persepsi
yang dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa
lalu dikemukakan oleh sekelompok peneliti yang berasal dari Universitas
Princenton seperti Adelbert Ames, Jr, Hadley Cantril, Edward Engels, William H.
Ittelson dan Adelbert Amer, Jr. Mereka mengemukakan konsep yang disebut
dengan pandangan transaksional (transactional view). Konsep ini pada dasarnya
36
menjelaskan bahwa pengamat dan dunia sekitar merupakan partisipan aktif dalam
tindakan persepsi. (Wikipedia, 2010).
Rahmat dalam Aryanti, (2008) mengemukakan bahwa persepsi juga
ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional
atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia,
masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor
struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-
hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal dan struktural. Faktor-faktor
personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan
pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor struktural meliputi
lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai dalam masyarakat.
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat
berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada
persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi
sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi persepsi, yaitu: (1) Pelaku persepsi : penafsiran seorang
individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat,
pengalaman masa lalu, dan pengharapan. (2) Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan
atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. (3)
Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi (Robbins, 2008).
Persepsi adalah proses kognitif (di dalam pikiran) seseorang untuk
memberi arti terhadap stimuli dari lingkungan yang dapat ditangkap melalui
inderanya. Tiap-tiap orang mempunyai persepsi sendiri-sendiri karena: (a)
perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli, (b) perbedaan
kemampuan dalam menafsirkan atau memberi arti pada stimuli tersebut. Ada tiga
faktor yang berpengaruh terhadap persepsi: (1) Karakteristik objek: penampilan,
cara berkomunikasi dan status seseorang. (2) Karakteristik individu: konsep diri
37
seseorang. Konseptual kognitif, pengalaman, emosi, motivasi kebutuhan. (3)
Karakteristik situasional: situasi sosial, situasi organisasi dan situasi alam.
(www.ittel k o m .ac.id, 2009).
Menurut David, et al. (1985), persepsi manusia didominasi dua asumsi,
diantaranya (1) Proses pembentukan kesan dianggap bersifat mekanis dan
cendrung hanya membentuk sifat manusia yang member stimulus. (2) Proses itu
berada pada di bawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikiran
atau kognisi. Pembentukan tersebut bukan pada pendekatan teori belajar.
Pembentukan tersebut secara mekanis menentukan terkumpulnya informasi
tentang pemberi stimulus. Informasi yang diterima secara selektif lalu
mengorganisasinya mejadi perilaku. Implikasi pokok dari pembentukan kesan
adalah memproses tindak mekanis melainkan melibatkan usaha untuk melihat arti
yang melekat pada objek pemberi stimulus. Secara umum manusia memiliki
kemampuan khusus untuk memproses informasi dibanding dengan binatang. Oleh
karenai itu, analisis terhadap persepsi manusia dimulai dari kemampuan
memperoses informasi dalam diri.
Robbins (1996) mengemukakan persepsi merupakan suatu proses dimana
individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka
agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Jadi persepsi baik langsung
maupun secara tidak langsung dapat juga dipengaruhi oleh latar belakang yang
berbeda atau kerakteristik individunya. Inilah yang menyebabkan setiap individu
memiliki persepsi yang berbeda-beda pada suatu objek. Selain itu faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) pengaruh
dari dalam diri seseorang itu sendiri dan (2) pengaruh dari luar diri seseorang.
Kedua faktor tersebut memperlihatkan persepsi sebagai proses pencarian
informasi, adapun alat untuk memperoleh informasi tersebut yaitu alat
penginderaan.
Beberapa teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi indivudu
merupakan pemahaman individu tentang suatu objek yang telah diketahui
sebelumnya. Persepsi seseorang muncul setelah mengetahui kekurangan atau
kelebihan suatu objek dan persepsri setiap orang berbeda-beda. Adanya perbedaan
38
tersebut disebabkan karakteristik individu, motivasi atau dorongan yang berikan,
dan lain sebagainya.
Hubungan Karakteristik Peternak dengan Sikap Peternak tentangTeknologi Biogas
Pengaruh cepat lambatnya seseorang dalam mengadopsi inovasi menurut
Rogers da lam Soekartawi, (1988), karena adanya perbedaan individu, umur,
pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, keberanian mengambil resiko
serta sikap terhadap perubahan sosial. Hampir sama yang disampaikan Havelock
dalam David et al. (1985), bahwa variabel individu pada dasarnya mempengaruhi
kompetensi, penghargaan, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses
perubahan sikap.
Sikap merupakan keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap
respon individu pada suatu objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Selain itu
sikap dapat juga didefinisikan sebagai organisasi yang bersifat menetap dari
proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif dari berbagai aspek
individu. Sikap kita dapat dipengaruhi oleh orang lain, khususnya komunikasi
yang terjadi melalui media massa di televisi, radio, majalah, surat kabar dan buku-
buku. Proses perubahan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Informasi. Informasi yang diperoleh seseorang dari media massa, dapat
merubah sikap pada suatu ojek.
2. Komunikator, penyampaian pesan dari komunikator dengan baik sehingga
mudah diterima oleh komunikan sehingga terjadi perubahan sikap.
3. Persepsi juga dapat berpegaruh pada perubahan sikap. Contohnya sebuah bis
yang dihiasi dengan gambar wanita cantik, bintang film, gambar binatang, atau
atlit terkenal yang dapat merubah sikap anda untuk menumpang bis tersebut
dan tidak memilih bis yang tidak memiliki gambar.
David et al. (1985) menyimpulkan bahwa sikap merupakan pratindakan,
biasanya orang tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya.
Semakin banyak disonansi timbul, semain banyak perubahan sikap. Jika terdapat
39
banyak tekanan pada individu untuk melakukan tindakan yang sesuai maka akan
menimbulkan perubahan sikap. Faktor yang mempengaruhi sikap yaitu (1) jenis
pekerjaan seseorang dan (2) tingkat penerimaan informasi. Dalam proses
pengambilan keputusan apakah seseorang menerima atau menolak inovasi adalah
banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi
intern orang tersebut (misalnya pendidikan, status sosial, umur dan sebagainya)
serta situasi ekstern atau situasi lingkungan (misalnya frekuensi kontak dengan
sumber informasi, kesukaan mendengar radio, televisi, menghadiri temu karya
dan sebagainya).
Menurut Soekartawi (1988), bahwa adopsi menyangkut proses
pengambilan keputusan dan dalam proses ini banyak faktor yang
mempengaruhinya. Diantaranya (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi
inovasi, (b) adanya komfirmasi dari keputusan yang telah diambil. Suatu
perubahan sikap yang dilakukan oleh petani atau oleh komunikan adalah
merupakan proses yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap petani memerlukan
waktu berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut di latarbelakangi pertani itu
sendiri, misalnya kondisi lingkungan, karakteristik dan teknologi yang mereka
adopsi.
Penelitian Fenny (2009), mengemukakan bahwa karakteristik sosial antara
lain umur, tingkat pendidikan dan kosmopolitan, demikian pula karakteristik
ekonomi seperti luas lahan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan pendapatan
keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap peternak. Hal ini
disebabkan adanya kelompok dalam masyarakat yang bersifat konservatif.
Kelompok konservatif merupakan mereka yang ekstrim yang paling mudah
memusuhi orang dan mudah curiga, paling kaku dan paling suka memaksa, paling
cepat menuduh orang lain atas kelemahan dan ketidak sempurnaannya. Paling
tidak toleran dan paling cepat kecewa dengan orang lain dan tidak mau mengalah
(dalam hal persepsi dan penilaian), mampu membela diri dan tidak patuh pada
peraturan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Winarni (2001)
mengemukakan bahwa dengan karaktiristik sosial ekonomi yang berbeda-beda
40
akan membedakan respon petani terhadap ragam metode penyuluhan, baik berupa
respon poitif maupun negatif. Umur petani berhubungan tidak nyata dengan sikap
petani terhadap metode kunjungan, diskusi, ceramah dan demonstrasi. Pendidikan
formal berhubungan nyata dengan metode diskusi dan demonnstrasi serta
berhubungan tidak nyata dengan metode ceramah dan kunjungan. Pendidikan non
formal petani berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode
ceramah dan kunjungan sedangakan untuk metode diskusi dan demonstrasi
berhubungan nyata. Tingkat kekosmopolitan berhubungan nyata dengan sikap
petani terhadap metode ceramah, demonstrasi dan kunjungan. Pendapatan
keluarga petani berhubungan nyata dengan sikap petani terhadap metode diskusi
dan demonstrasi serta berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap
metode ceramah dan kunjungan.
Menurut pendapat Sri (2008), bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap diantaranya, (1) Pengalaman pribadi, dasar pembentukan sikap:
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat, sikap mudah terbentuk jika
melibatkan faktor emosional. (2) Kebudayaan, pembentukan sikap tergantung pada
kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, contoh pada sikap orang kota dan
orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. (3) Orang lain yang dianggap
penting (Significant Others), yaitu: orang-orang yang diharapkan persetujuannya bagi
setiap gerak tingkah laku dan opini, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang
berarti khusus, misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin,
umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan
orang yang dianggap penting. (4) Media massa, media massa berupa media cetak dan
elektronik, dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif
yang dapat mempengaruhi opini kita, Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup
kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, hingga membentuk
sikap tertentu. (5) Institusi/lembaga pendidikan dan agama, institusi yang berfungsi
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman baik
dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang, hingga
ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang dan (6) Faktor emosional, Suatu
sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran
frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego, dapat bersifat sementara
41
ataupun menetap (persisten/tahan lama), contoh: prasangka (sikap tidak toleran, tidak
fair).
Sikap merupakan keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap
respon individu pada suatu objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari
beberapa pendapatan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu dapat
mempengaruhi sikap seseorang dalam mengambil keputusan. Karakteristik
invidividu menyebabkan perilaku yang berbeda-beda, ada yang bersedia
mengadopsi suatu teknologi baru ada pula yang menolah untuk mengadopsi
teknologi baru (lagart).
Hubungan Karakteristik Peternak dengan Adopsi Peternak tentang Teknologi Biogas
Faktor-faktor penentu dalam proses adopsi sangat dipengaruhi oleh
karakteristik penerimanya. Karakteristik penerima dapat berupa umur, pendidikan,
pengalaman, pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah ternak/ luas lahan,
kontak dengan penyuluh, infomasi yang diperoleh, media massa, motivasi,
persepsi dan sikap. Oleh karena itu, faktor yang berhubungan dengan proses
adopsi dapat berupa faktor pribadi maupun lingkungan sosial, kecepatan adopsi
suatu inovasi baru sebagai suatu variabel yang tak bebas (tergantung) ditentukan
oleh berbagai variabel bebas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi, yaitu (1) macam dan
proses adopsi, (2) apakah memberikan keuntungan atau tidak, (3) Kompatabilitas
atau kelanjutan teknologi, (4) kompleksitas/teknologi makin mudah, (5)
triabilitas/kemudahan, (6) observabilitas. Dengan adanya peran agen perubahan
berupa kegiatan penyuluhan pertanian. Variabel lain yang mempengaruhi adopsi
inovasi pada tahap ini yaitu, (a) tingkat pendidikan calon adopter dan anggota
keluarganya, (b) tingkat kebutuhan informasi yang mereka perlukan, (c) hubungan
dengan sumber-sumber informasi, (d) keaktifan dengan mencari informasi, (e)
adanya sumber-sumber informasi, (f) dorongan masyarakat disekitarnya,
(Soekartawi, 1988:61-65).
42
Kecepatan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya : (1) sifat
inovasi itu sifat ekstrinsik (dipengaruhi oleh keadaan lingkungan), (2) sifat
sasarannya, (3) cara pengambilan keputusan, (4) saluran komunikasi yang
digunakan, (5) keadaan penyuluh dan (6) ragam sumber informasi, (Totok,
1993:69-76).
Meurut Rogers dan Shoemaker (1971), memberikan ciri-ciri dan
mengelompokkan keinovatifan seseorang sebagai berikut :
a. Ciri sosial ekonomi, diantaranya, lebih berpendidikan, mempunyi status sosial
yang lebih tinggi, mempunyai mobilitas yang lebih tinggi, mempunyai ladang
yang lebih luas, berorientasi pada ekonomi komersial, mempunyai sikap yang
lebih baik, mempunyai pekerjaan yang lebih spesifik.
b. Ciri kepribadian, memiliki simpatik lebih besar, dogmatis, mempunyai
kemampuan abstraktis yang lebih besar, mempunyai sikap mau mengambil
resiko, lebih tinggi intelengensinya, mempunyai sikap yang lebih berkenan
terhadap perubahan, mempunyai rasionalitas yang lebih baik tarhadap
pendidikan/pengetahuan, tidak menyerah pada nasib, dan motivasi dan
aspirasi meningkatkan taraf hidup.
c. Ciri komunikasi, yaitu partisipasi sosial lebih tinggi, sering mengadakan
komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial lain, sering
mengadakan hubungan dengan agen perubahan, lebih mengadakan hubungan
dengan orang asing, memberi motivasi lebih baik, menjadi anggota sistem
sosial yang lebih moderen.
Secara lebih terinci Rogers and Shoemaker (1971:157) menguraikan sifat-
sifat inovasi yang dapat mempengaruhi sifat adopsi , yaitu : (1) keuntungan relatif,
inovasi akan cepat diadopsi jika memberikan keuntungan lebih dibandingkan
teknologi yang sudah ada sebelumnya, (2) keterhubungan inovasi, inovasi akan
cepat jika mempunyai keterhubungan dengan nilai-nilai atau kebiasaan yang ada
pada adopter, (3) tingkat kerumitan, inovasi akan cepat diadopsi jika tidak rumit
dilakukan, (4) mudah dicoba, inovasi akan cepat diadopsi jika inovasi mudah
dicoba pada situasi yang ada pada petani, dan (5) dapat diamati, inovasi akan
cepat diadopsi jika mudah dan cepat dilihat hasilnya.
43
Sikap petani pembinaan harus secara terprogram dan berkesinambungan
sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah bersangkutan, melalui pembinaan
petani diharapkan dapat timbul kepemimpinan nonformal di pedesaan yang akan
mampu menghimpun, menggerakkan, dan mengarahkan petani dalam
melaksanakan usahataninya. Pembinaan petani diperlukan sarana dan prasarana
untuk penyaluran informasi pertanian, pemilikan bahan-bahan informasi harus
selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan sasaran atau pengguna. seperi jenis
media penyuluhan pertanian mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
harus selalu dipertimbangkan dalam pemilikan media yang akan digunakan.
Media penyuluhan pertanian diharapkan berperan sebagai sumber informasi,
diharapkan mampu mempengaruhi pengetahuan, sikap, motivasi petani, dalam
proses adopsi dan difusi inovasi pertanian, (Dinas Peternakan Kota Kendari,
2010).
Masyarakat desa di Indonesia itu memang dapat kita pandang sebagai
suatu bentuk masyarakat yang secara ekonomis terbelakang yang harus
dikembangkan dengan berbagai cara. Orang desa tidak usah ditarik, didorong-
dorong untuk bekerja keras, hanya cara-cara dan irama bekerjanya itu harus
diubah dan disesuaikan dengan cara-cara dan irama yang harus dipelihara, disiplin
secara efisisen modern. Masyarakat kita yang sebagian besar petani dalam
menanggapi suatu ide/informasi yang baru berbeda-beda, menurut karakteristik
sosial ekonomi dari petani itu sendiri, dan perbedaan yang terjadi kadang sangat
beragam. Karakteristikpetani meliputi tingkat pendidikan, umur,
kekosmopolitanan dan tingkat kemampuan ekonominya. Memperkenalkan suatu
hal/teknologi baru (inovasi) kepada masyarakat, maka sebelum orang tersebut
mau menerapkannya, terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Pada
proses adopsi terdapat tahapan-tahapan sebelum petani menerima/menerapkan
dengan keyakinannya sendiri. Tahapan itu adalah: Awarenes/kesadaran,
Interest/tumbuhnya minat, Evolution/penilaian, Trial/mencoba, Arsoption atau
menerima, (Suhardiyono, 1992).
Pada penelitian yang telah dilaksanakan Suradisastra et al. (2007:117),
menyatakan bahwa beberapa kondisi yang dapat dihimpun dari kelompok petani
44
sebagai bahan acuan percepatan proses adopsi teknologi diantaranya, (1)
perbedaan tingkat keterdedahan (exposure), (2) perbedaan jenis dan tingkat
penerapan teknologi pertanian, (3) perbedaan sikap dan persepsi, (4) perbedaan
produksi dan produktivitas, dan (5) persepsi positif terhadap sumber informasi.
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Hasanuddin, (2005:25-26),
menyatakan bahwa tingkat adopsi inovasi dalam kegiatan usaha tani yaitu (1)
sosial budaya, (2) jenis usaha taninya, (3) ketersediaan informasi bagi petani dan
(4) sarana dan prasarana yang mendukung usaha pertanian tersebut.
Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Musyafak dan
Ibrahim (2005:36) menyatakan bahwa keberhasilan adopsi dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor eksternal yaitu jaminan pemasaran, harga produk, harga input,
dan biaya. Berikutnya faktor internal seperti umur, pendidikan, sikap terhadap
resiko, sikap terhadap perubahan, hubungan dengan lingkungannya, motivasi
berkarya dan karakteristik psikologis. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian
Subagiyo, Rusidi dan Sekarningsih, (2005:305-309), menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi yaitu faktor internal yaitu motivasi,
keterlibatan dalam organisasi, komunikasi interpersonal, tingkat kosmopolitan dan
terpaan media massa. Faktor eksternal yaitu kebijakan pemerintah, peran tokoh-
tokoh informal, formal, dan tokoh agama dan sistem sosial dan nilai-nilai/norma-
norma.
Penelitian Walekhwa et al. (2009), mengemukakan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang
mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat
juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran
keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak, jenis kelamin, pendapatan dan
tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat.
Selanjutnya temuan Bhatia (2002), menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi difusi teknologi biogas di India diantaranya karakteristik
teknologi, karakteristik pengguna, lingkungan makro, peran pemerintah dan
organisasi-organisasi yang berkaitan. Kendala utama petani dalam pengadopsian
45
teknologi biogas di India yaitu lingkungan sekitar serta besarnya biaya yang harus
dikeluarkan petani.
Temuan Suharyanto et al. (2002), menyatakan bahwa teknologi yang
didesiminasikan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pengguna/petani.
Sebaik apapun teknologi yang dihasilkan akan tidak berguna apabila tidak
diadopsi oleh pengguna/petani. Perilaku pengguna banyak dipengaruhi, antara lain
pemilihan sistem teknologinya, sangat kondisi individu, kondisi lingkungan baik
lingkungan fisik, biologis maupun sosial ekonomi. Selain peubah tersebut, ada
beberapa peubah bebas diantaranya umur, pendidikan, pendapatan, luas lahan,
sikap, pengetahuan dan norma sosial.
Penelitian Syafruddin (2003), mengemukakan bahwa karakteristik
responden merupakan salah satu aspek penting yang turut berpengaruh dalam
mengadopsi inovasi dalam usahatani. Hasil penelitian Syafruddin menemukan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi petani dalam mengadopsi
suatu inovasi beternak ayam broiler dipengaruhi oleh faktor internal petani
(pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak) dan faktor lain (tingkat
pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan
pasar). Peubah (1) Pengetahuan peternak, diartikan sebagai pemahaman dan
penilaian terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. (2) Motivasi kerja
peternak adalah dorongan atau kekuatan pada diri peternak baik dari dalam
maupun dari luar sehingga mereka rela dan mau mengikuti tahapan-tahapan dalam
mengadopsi inovasi yang dianjurkan. (3) Sikap peternak terhadap inovasi
beternak ayam broiler adalah kecenderungan yang berasal dari diri peternak yang
didasarkan pada pengetahuan yang dia miliki yaitu tanggapan positif atau
mendukung (favorable) dan tanggapan tidak mendukung atau negatif
(unfavorable) terhadap inovasi tersebut. (4) Tingkat pendidikan peternak,
kemampuan peternak dalam mengelola usahataninya sebagian ditentukan oleh
tingkat pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal. (5) Pengalaman
peternak diartikan sebagai pengetahuan peternak yang diperoleh melalui rutinitas
kegiatan usahatani sehari-hari atau peristiwa yang pernah dialaminya. (6) Tenaga
kerja adalah faktor produksi yang kedua dalam proses produksi pertanian. (7)
46
Modal usahatani faktor ketiga sesudah faktor alam dan tenaga kerja dalam proses
produksi pertanian. (8) Ketersediaan sarana produksi secara lokal dalam jumlah
dan kualitas yang memadai di suatu daerah dapat memperlancar kegiatan
beternak; seperti bibit, pengandangan, pakan dan pemeliharaan. (9) Pasar
diartikan sebagai proses transaksi antara penjual dan pembeli.
Berdasarkan beberapa keterangan dan hasil penelitian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi seseorang
adalah karakteristik individu itu sendiri. Karakteristik individu diantaranya umur,
pendidikan, aspek sosial budaya, pendapatan, pekerjaan, pengalaman, kontak
dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, motifasi, persepsi serta
informasi yang mereka peroleh baik dari media cetak maupun media elektronik.