Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perangkat Pembelajaran sesuai Kurikulum 2013 SMK
Pendidikan merupakan bagian integral dalam kehidupan bangsa dan
negara, sehingga untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dengan
meningkatkan kualitas pendidikan melalui inovasi program pembelajaran.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 diharapkan tidak hanya mengembangkan kognitif
saja tetapi juga mampu mengembangkan aspek lain secara holistik. Upaya untuk
pengembangan pembelajaran melalui berbagai inovasi antara lain; (a)
penyempurnaan kurikulum, (b) pengadaan buku/bahan ajar, (c) peningkatan mutu
guru dan tenaga kependidikan, (d) peningkatan manajemen, (e) peningkatan
sarana dan prasarana.
Menurut Herry Widyastono (2013), terdapat tiga landasan dalam
penyempurnaan Kurikulum 2013, yaitu
1) aspek filosofis: (a) filosofi pendidikan berbasis nilai-nilai luhur, nilai
akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, (b) berorientasi pada
pengembangan kompetensi;
2) aspek yuridis: pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran aktif
berdasarkan nilai budaya untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa;
3) aspek konseptual: (a) relevansi, (b) KBK, (c) kurikulum lebih dari sekedar
dokumen, (d) proses pembelajaran: aktivitas belajar, output belajar, outcome
12
belajar, (e) penilaian: kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi, dan
penjenjangan penilaian.
Perangkat pembelajaran diperlukan agar mendukung pencapaian yang
diharapkan, untuk itu diperlukan prosedur agar perangkat pembelajaran
dinyatakan efektif dan layak digunakan. Penelitian pengembangan memiliki
tahapan menurut Borg dan Gall (1989) dari bukunya Educational Research: An
Introduction, sebagai berikut:
1. Penelitian dan pengumpulan data (research & information collecting), yaitu
analisis kebutuhan, studi literatur dan riset kecil (survey).
2. Perencanaan penelitian (planning) meliputi: merumuskan tujuan, merancang
pembelajaran, merumuskan kualifikasi guru/ahli dan bentuk partisipasi siswa.
3. Pengembangan disain (develop preliminary of product) meliputi: (1) membuat
disain produk yang akan dikembangkan, (2) menentukan sarana dan
prasarana, (3) Menentukan tahap-tahap pengujian disain produk.
4. Uji coba lapangan awal (preliminary field testing), tahapan ini berkaitan
dengan: (1) melakukan pengujian awal terhadap disain produk, (2) pengujian
bersifat terbatas, (3) uji coba lapangan sesuai dengan kebutuhan.
5. Merevisi disain produk (main product revision), disain produk diperbaiki
sebagai penyempurnaan yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif.
6. Uji coba lapangan (main field testing), merupakan uji produk di lapangan,
meliputi: (1) menguji efektivitas disain produk, (2) uji efektivitas disain
13
menggunakan teknik eksperimen kelas, (3) memperoleh disain produk
(substansi dan metodologi) yang efektif dan efisien.
7. Revisi produk operasional (operational product revision), ini perbaikan kedua
setelah dilakukan uji lapangan di kelas. Penyempurnaan tidak hanya
didasarkan pada aspek kualitas melainkan juga kuantitasnya berdasarkan hasil
belajar siswa pada proses pembelajaran.
8. Uji kelayakan (operational field testing), tahap ini pengujian efektivitas dan
adaptabilitas disain produk dengan melibatkan pemakai produk. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan wawancara, observasi, quesioner, yang
kemudian hasilnya dianalisis.
9. Revisi produk akhir (final product revision), ini berdasarkan uji kelayakan
untuk menyempurnakan disain produk guna keakuratan produk yang
dikembangkan. Pada tahapan ini sudah memperoleh produk yang dapat
dipertanggung jawabkan.
10. Diseminasi dan implementasi (dissemination and implementation),
mempublikasikan disain produk yang diperoleh agar dapat diimplementasikan
pada masyarakat umum.
Sedangkan menurut Sugiyono (2016), langkah-langkah penelitian
pengembangan dijelaskan dalam langkah-langkah penelitian, sebagai berikut:
14
1. Potensi dan masalah, berawal dari adanya potensi atau masalah yang dapat
diatasi melalui penelitian pengembangan sehingga dapat ditemukan suatu
model, pola atau sistem penanganan terpadu yang efektif
2. Mengumpulkan informasi, dari berbagai informasi dan studi literatur yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk yang dapat
mengatasi masalah, sehingga menemukan konsep teoretis, seperti model,
program, sistem, pendekatan, software dan sebagainya.
3. Disain produk dengan menghasilkan sistem kerja baru, seperti rancangan kerja
berdasarkan penilaian terhadap system kerja lama. Selain itu mengkaji
referensi mutakhir terkait sistem kerja baru untuk menghasilkan produk baru
yang spesifik, meskipun belum diuji.
4. Validasi disain merupakan proses penilaian produk agar lebih efektif, melalui
penilaian pakar atau ahli untuk mengetahui kelemahan dan kekuatannya. Pada
langkah ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, tetapi sebelumnya peneliti
mempresentasikan produk tersebut, berikut keunggulannya.
5. Perbaikan disain dilakukan oleh peneliti agar mengurangi kelemahan produk
tersebut.
6. Uji coba produk, dapat dilakukan melalui ekperimen dengan membandingkan
efektivitas dan efesiensi sistem kerja lama dan baru.
7. Revisi produk menunjukkan bahwa produk baru lebih baik dari produk lama.
8. Uji coba pemakaian terhadap produk dalam kondisi nyata.
15
9. Revisi produk dalam uji coba pemakaian.
10. Pembuatan produk massal, dilakukan bila telah dinyatakan efektif dan layak.
Pembelajaran pangan berbasis sumber daya lokal sesuai dengan materi
Prakarya dan Kewirausahaan, karena: (1) tata nilai dan sumber etika moral dalam
kearifan lokal sebagai sumber pendidikan karakter bangsa, (2) teknologi tepat
guna untuk mengembangkan karya nyata, (3) sumber materi budaya lokal
(Setyowati, 2014), sehingga diperlukan perangkat pembelajaran berikut:
Borg & Gall (1989) Sugiyono (2015)
Pengumpulan Data 1. Potensi dan Masalah
Perencanaan 2. Pengumpulan data
Pengembangan Disain 3. Disain Produk
Uji Coba Awal 4. Validasi Disain
Revisi Hasil Uji 5. Ujicoba pemakaian
Uji Coba Lapangan 6. Revisi Produk
Revisi Produk 7. Ujicoba Produk
Uji Kelayakan 8. Revisi Disain
Revisi Produk Akhir 9. Revisi Produk
Diseminasi & Implementasi 10. Produksi Massal
Tabel 2.1 Perbandingan tahapan R&D menurut
16
2.1.1 Kurikulum pembelajaran SMK Pariwisata
Dalam buku Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan sebagai bagian dari
Kurikulum 2013 pada jenjang Pendidikan SMK Pariwisata mencakup pembelajaran
yang secara utuh dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi berbasis sumber daya lokal yang dapat mengangkat budaya bangsa
(Kemendikbud, 2014). Kurikulum ini berbasis muatan lokal, disebut juga
curriculum improvement untuk melengkapi kompetensi sesuai kurikulum 2013.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini memiliki ciri pada penilaian yang
menekankan proses dan hasil belajar. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan
dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan sistem
penilaiannya, karena proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas
belajar yang baik dari hasil penilaiannya. Sistem penilaian yang baik akan
mendorong guru untuk menentukan strategi belajar mengajar yang baik dan
memotivasi siswa untuk belajar yang lebih baik.
Kerangka dasar kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikologis,
dan yuridis sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan struktur
kurikulum merupakan pengorganisasian Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar
(KD), muatan pembelajaran, mata pelajaran, dan beban belajar pada setiap satuan
pendidikan dan program pendidikan. KI pada Kurikulum 2013 SMK merupakan
tingkat kemampuan untuk mencapai SKL pada setiap tingkat kelas, terdiri atas KI
sikap spiritual, KI sikap sosial, KI pengetahuan dan KI keterampilan.
17
2.1.2 Pedoman pembelajaran buku siswa
Buku Siswa merupakan pedoman pembelajaran yang akan digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan program pembelajaran
pangan pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan bersifat partisipatif yang
mengamanatkan adanya pelibatan siswa secara aktif pada setiap tahapan kegiatan
sesuai dengan kurikulum 2013. Sehingga fungsi pedoman pembelajaran untuk
memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan kompetensi
dasar tiap mata pelajaran, mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi
dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan.
Semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan
dirancang mengikuti rumusan tersebut (Kemendikbud, 2013).
2.1.3 Suplemen pembelajaran: buku ajar
Buku ajar merupakan salah satu media pembelajaran yang mendukung
kegiatan belajar mengajar dalam penyampaian bahan pelajaran yang disajikan
kepada siswa, guru menggunakan berbagai perangkat media pembelajaran.
Adapun media pembelajaran itu sangatlah beraneka macam, baik itu dalam
bentuk media cetak, media/alat peraga ataupun media elektronik. Media cetak
sudah sangat lazim bagi guru maupun siswa, media cetak meliputi buku ajar, buku
siswa, buku referensi, majalah, tabloid, koran, atlas/peta atau media-media cetak
lainnya. Ada tiga fungsi penggunaan media pembelajaran terhadap kegiatan
18
pembelajaran didalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang
sifatnya pilihan (optional), pelengkap (complemen), atau pengganti (substitution).
Lebih lanjut dijelaskan fungsi pembelajaran berikut ini: (a) suplemen, fungsinya
peserta didik mempunyai kebebasan memilih, untuk memanfaatkan materi
pembelajaran tersebut, artinya sebagai materi tambahan saja. Sekalipun sifatnya
optional, peserta didik yang memanfaatkannya akan memiliki tambahan
pengetahuan atau wawasan. (b) komplemen, fungsinya untuk melengkapi materi
pembelajaran yang diterima siswa. Sebagai komplemen berarti materi
pembelajaran diprogramkan untuk menjadi materi enrichment (pengayaan) atau
remedial bila mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan
guru secara tatap muka di kelas. (c) Substitusi berfungsi sebagai pengganti,
dengan beberapa alternatif pembelajaran. Tujuannya agar peserta didik dapat
secara fleksibel mengelola kegiatan sesuai dengan waktu dan aktivitas lainnya.
2.2 Pembelajaran Pengolahan Pangan
Pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang
kondusif bagi siswa, sehingga proses dalam pembelajaran merupakan sasaran
utama. Pada proses pembelajaran peserta didik memiliki peran aktif, karena guru
sebagai fasilitator berperan untuk menciptakan lingkungan yang dapat menunjang
pembelajaran, sehingga menjadi pembelajaran individual (individual learning).
Konsep pembelajaran dalam taksonomi Bloom, terdiri dari tiga aspek
pembelajaran yang dicetuskan oleh Bloom (Eisner, 2000), yaitu
19
a. Kognitif (cognitive) menjadi aspek utama kurikulum dan tolok ukur penilaian
pembelajaran. Kognitif merupakan proses mengetahui melalui nalar atau berpikir
untuk mengembangkan kemampuan rasional, terdiri dari tingkatan terendah
sampai tertinggi, yaitu (1) knowledge: aspek dasar mengacu pada kemampuan
mengenali dan mengingat materi, seperti kemampuan mengingat konsep, proses,
metode dan struktur; (2) comprehension: kemampuan mengelompokkan,
mengorganisir, membandingkan, mendeskripsikan dan memahami sesuatu yang
telah dipelajari; (3) application: kemampuan menerapkan konsep abstrak dan
ide/teori; (4) analysis: pemecahan informasi, menentukan hubungan antar bagian,
identifikasi penyebab dan menyimpulkan; (5) synthesis: kemampuan menyatukan
konsep untuk membentuk pola baru, ini memerlukan kreatifitas; (6) evaluation:
kemampuan berpikir dan menilai sesuatu untuk tujuan tertentu.
b. Afektif (affective) menurut David Krathwoh (Bloom, 1956) sesuatu yang
berkaitan dengan rasa/emosi seperti penghargaan, nilai, perasaan, semangat,
minat, persepsi dan sikap, yaitu: (1) receiving: kemampuan memperhatikan dan
merespon stimulasi, dengan menunjukkan atensi/penghargaan. (2) responding:
tertarik dan terlibat, seperti peserta didik berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
dan termotivasi untuk bertindak. (3) valuing: mengarah pentingnya nilai terhadap
sesuatu, dapat menerima atau menolak pendapat. Juga menyatakan sesuatu yang
baik, kurang baik atau tidak baik. (4) organization: penyatuan nilai dan sikap
yang berbeda, sehingga konsisten membentuk nilai internal (5) characterization:
20
karakter dan daya hidup, ini tercermin dalam tingkah laku yang berhubungan
dengan pribadi, sosial, dan emosi.
c. Psikomotorik (psychomotor) meliputi perilaku, gerakan dan koordinasi jasmani,
motorik dan kemampuan fisik (Bloom, 1956) , yaitu: (1) awareness, terjadi ketika
mampu mengartikan stimulus menjadi gerakan motorik; (2) set, kesiapan
bertindak meliputi aspek mental, fisik dan emosional, ini menampilkan gerakan
melalui latihan; (3) guided response, merupakan tahap awal gerakan kompleks,
meliputi imitasi dan percobaan; (4) mechanism, respon yang dipelajari menjadi
kebiasaan dan gerakan dilakukan dengan keyakinan dan ketepatan; (5) complex
overt response (expert), tahap motorik terampil melalui gerakan akurat dan
terkoordinasi, tanpa keraguan dan otomatis; (6) adaptation, penguasaan motorik
dalam berbagai situasi; (7) origination, kemampuan menciptakan kreatifitas
dengan modifikasi sesuai kondisi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2013 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP), menjelaskan proses pembelajaran pada
satuan pendidikan, diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis (BNSP, 2013). Pasal 77 menjelaskan muatan
lokal, berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal
yang dikembangkan dan dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan (BNSP,
21
2013). Sesuai peraturan tersebut, maka pembelajaran pangan dapat diberikan
melalui mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, karena menekankan pada
karya nyata berbasis budaya lokal. Pembelajaran ini berawal dengan melatih
kemampuan ekspresi-kreatif untuk menuangkan ide dan gagasan agar
menyenangkan orang lain, kemudian dirasionalisasikan secara teknologis,
sehingga bermuara apresiasi teknologi terbarukan, hasil ergonomis dan aplikatif
dengan memanfaatkan lingkungan dan memperhatikan dampaknya terhadap
ekosistem, manajemen dan ekonomis (Werdhaningsih, 2014), sehingga termasuk
transcience-knowledge, karena mengembangkan pengetahuan dan melatih
kecakapan hidup (life skills) berbasis seni, teknologi dan ekonomi. Tujuan
pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (Setyowati, 2014), yaitu: (a)
merupakan pendidikan formal namun bertujuan keterampilan wirausaha; (b)
menghasilkan kualitas manusia yang mempunyai wawasan penciptaan berbasis
pasar; (c) memfasilitasi kemampuan ekspresi-kreatif melalui karya ergonomis,
teknologi dan ekonomis; (d) mencipta karya berbasis estetis, artistik dan budaya
lokal; (e) melatih memanfaatkan media melalui prinsip higenis, tepat-cekat-cepat,
ekosistemik dan metakognitif; (f) menghasilkan karya apresiatif yang bersifat
apropriatif terhadap teknologi terbarukan dan kearifan lokal; (g) menumbuhkan
jiwa wirausaha melalui latihan dan penciptaan karya, mengemas dan penjualan.
Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan sesuai kurikulum 2013
menggunakan metode saintifik (5M) yang menekankan pengalaman dalam
22
kegiatan inti. Prinsipnya adalah 5M, yaitu mengamati, menanya, mencoba,
menalar dan mengkomunikasikan. Deskripsi kegiatan pembelajaran dan
penjelasan bentuk hasil belajarnya diuraikan pada tabel 2.1, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Deskripsi langkah pembelajaran Langkah pembelajaran Deskripsi kegiatan Bentuk hasil belajar 1 Mengamati mengamati dengan perhatian pada waktu (observing) indra (membaca, mengamati suatu objek/ mendengar, menyimak, membaca suatu melihat, menonton, dan tulisan/mendengar suatu sebagainya) dengan penjelasan, catatan yang atau tanpa alat dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task) yang digunakan untuk mengamati 2 Menanya membuat dan mengajukan jenis, kualitas, dan jumlah (questioning) pertanyaan, tanya pertanyaan yang diajukan jawab, berdiskusi siswa (pertanyaan faktual, tentang informasi konseptual, prosedural, yang belum dipahami, dan hipotetik) informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi. 3 Mengumpulkan mengeksplorasi, jumlah dan kualitas informasi/mencoba mencoba, berdiskusi, sumber yang digunakan, (experimenting) mendemonstrasikan, kelengkapan meniru bentuk/gerak, informasi, validitas melakukan eksperimen, informasi yang membaca sumber lain, dikumpulkan, dan mengumpulkan data instrumen/alat yang dari nara sumber melalui digunakan untuk angket, wawancara, dan mengumpulkan data. memodifikasi/menambahi mengembangkan
23
4 Menalar/mengasosiasi mengolah informasi mengembangkan interpretasi (associating) yang sudah argumentasi dan kesimpulan
dikumpulkan, mengenai keterkaitan informasi
menganalisis data dari dua fakta/konsep, dalam bentuk membuat interpretasi, argumentasi dan kategori, mengasosiasi kesimpulan mengenai atau menghubungkan keterkaitan lebih dari dua fakta fenomena/informasi /konsep/teori, menyintesis yang terkait dalam dan argumentasi serta rangka menemukan kesimpulan, keterkaitan suatu pola, dan antar berbagai jenis fakta/ menyimpulkan. konsep/teori/pendapat mengembangkan interpretasi struktur baru, argumentasi dan kesimpulan yang menunjukkan hubungan fakta/konsep/teori dari dua sumber atau lebih yang tidak bertentangan;mengembangkan interpretasi, struktur baru argumentasi dan kesimpulan dari konsep/teori/pendapat berbeda dari berbagai sumber
5 Mengomunikasikan menyajikan laporan menyajikan hasil kajian (communicating) dalam bentuk bagan, (dari mengamati sampai diagram, atau grafik; menalar) menyusun laporan tertulis dalam bentuk tulisan, dan menyajikan laporan grafis, media meliputi proses, hasil dan elektronik, multi media kesimpulan secara lisan dan lain-lain
Sumber: Werdhaningsih et al., 2015.
24
2.3 Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal
Indonesia masih impor produk pangan, dengan alasan kebutuhan pangan
nasional terus meningkat, tetapi produksi pangan lokal tidak bisa memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat (high demand but less supply). Dalam Indonesia
Business Dialogue di Jakarta, 19/11/2014, Adhi Lukman, menjelaskan bahwa
Indonesia melakukan impor dan ekspor berbagai komoditas pangan dengan
perbandingan produk pangan impor dan ekspor sebagai berikut:
Sumber: Adhi Lukman, 2014 Gambar 2.1 Grafik impor dan ekspor produk pangan di Indonesia
-10000
-8000
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ImportEksportPenyeimbang
25
Problem lain yang muncul dari tata kelola pangan di Indonesia adalah
penganekaragaman pangan yang tidak sinergi dengan rencana pembangunan.
Peningkatan produk pangan impor, serta kecenderungan masyarakat
mengkonsumsinya semakin meningkat, menyebabkan ketergantungan pangan
impor yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi melemah. Evaluasi kebijakan
pertanian pada aspek penyediaan pangan, distribusi dan konsumsi pangan,
diupayakan agar memcapai kemandirian pangan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Online versi 1.4 (Setiawan, 2015), sumber daya alam (SDA) adalah
potensi alam yg dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sedangkan sumber
daya lokal yang dimaksud adalah potensi alam setempat yang dapat
dikembangkan untuk proses produksi setempat. Salah satu sumber daya lokal
yang juga menjadi daya tarik pariwisata Bali adalah pangan lokal yang
dikombinasikan dengan cara hidup/tradisi suatu masyarakat dalam mengolah
berbagai hasil dari pertanian, peternakan dan perikanan.
2.3.1 Kuliner tradisional Bali
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah ditetapkam
menjadi daerah tujuan wisata, cara hidup dengan adat istiadat yang unik serta
kebudayaan yang bersumber dari ajaran agama Hindu sebagai agama bagi
sebagian besar penduduknya, potensi inilah yang merupakan daya tarik bagi
wisatawan dari berbagai negara yang tentunya harus dipertahankan dan
dilestarikan. Keanekaragaman sumber daya alam merupakan kekayaan bangsa
26
yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal, meliputi flora, fauna, dan
kandungan alamnya. Kekayaan masyarakat Bali yang belum digali sepenuhnya
adalah pangan tradisional berupa makanan dan minuman serta segala sesuatu
yang berhubungan dengan pengadaan dan penyajian dengan ciri khas yang
spesifik dan unik.
Suci et al. (1986) menjelaskan, budaya masyarakat Bali berlandasan
konsep dualistis, maksudnya konsep yang berlawanan sehingga menjadi dua hal
yang berbeda, tetapi semuanya berasal dari sumber yang sama. Pada pola makan,
konsep ini terwujud dalam penggolongan makanan untuk sarana upacara
keagamaan yang disebut sukla dan makanan yang sudah digunakan dalam upacara
keagamaan disebut surudan. Makanan sukla digunakan untuk upacara keagamaan
dan disuguhkan pada Pedande dan Kelian Adat dengan bahan dan alat makan
khusus yang terbaik. Sedangkan makanan surudan adalah makanan yang telah
digunakan untuk upacara keagamaan dan boleh dimakan, untuk tamu disediakan
makanan yang disebut makanan petamon.
Pada masyarakat Bali, kuliner berbahan pangan lokal dalam bentuk
makanan dan minuman tradisional khas Bali sangat erat hubungannya dengan
adat istiadat, sehingga pengertian pangan tradisional sangat kompleks. Meliputi
makanan dan minuman yang disajikan sehari-hari, juga makanan untuk
kesempatan khusus, dan juga digunakan sebagai sarana dalam berbagai upacara
keagamaan (Suci, 1986). Makanan dan minuman sebagai konsep yang hidup
27
dalam sistem sosial budaya Bali sangat erat kaitannya dengan pengertian pangan,
dan fungsi pangan yang berlaku dalam masyarakat.
Keberadaan masyarakat pada suatu daerah juga memiliki perbedaan, bahkan
pada masing-masing keluarga konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh
kesukaan/selera dan keterampilan memasak yang dimiliki, ini menimbulkan ciri
tersendiri yang berkembang menjadi pangan tradisional. Pangan tradisional adalah
semua jenis makanan/minuman yang dibuat dan diolah oleh masyarakat setempat,
dengan menggunakan bahan pangan lokal, dengan cara pengolahan sederhana, dan
memiliki ciri khas daerah setempat (Ariani, 1994) mulai dari makanan pokok, lauk
pauk, sayur, makanan pelengkap, jajanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat di daerah tersebut. Pangan tradisional Bali, pada umumnya kaya akan
aneka ragam bumbu dan rempah yang diperoleh dari hasil bumi setempat dan
menjadi ciri khas makanan Bali. Pangan tradisional tersebut mengandung kekayaan
akan gizi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan juga berfungsi
sebagai sumber obat-obatan, serta menjaga kebugaran tubuh. Berdasarkan buku
tentang Pangan tradisional Bali (Suci, 1986; Ariani, 1994; Agung, 2010; Sanaji,
2010; Rini, 2011; Margi, 2014), secara umum memiliki kekhasan sebagai berikut:
a. menyukai rasa masakan yang kuat dan tajam dengan menggunakan banyak
bumbu (bumbu lengkap) seperti menggunakan basa genap dan wewangen,
dengan dominan rasa asin dan pedas.
28
b. menggunakan teknik memasak sederhana, seperti metambus dan metunu,
tetapi saat ini jarang yang menggunakan cara tersebut karena tidak memasak
dengan kayu bakar lagi.
c. alat-alat yang digunakan merupakan alat-alat khas tradisional, seperti paon
(sejenis kompor tradisional), ingka untuk menyajikan makanan.
d. bahan makanan dan bumbu-bumbu yang digunakan hanya terdapat di daerah
tersebut, sukar diperoleh di daerah lain, seperti kacang undis, kacang
jongkok, don paspasan, don kelor dsb.
e. cara pengolahannya masih sangat tradisional, sehingga memerlukan waktu
yang lama dan kesungguhan dalam membuatnya, karena dapat merubah rasa.
f. adanya kebiasaan-kebiasaan yang kurang sesuai dengan kesehatan, seperti
mengambil makanan langsung menggunakan tangan.
Kuliner tradisional, seharusnya memiliki standar pangan internasional,
artinya, makanan dan minuman yang digemari oleh orang-orang dari berbagai
bangsa dengan latar belakang kebiasaan makan dan minum yang berbeda-beda.
Kuliner tradisional merupakan makanan yang disukai oleh masyarakat setempat,
dan juga seharusnya diminati oleh para remaja sebagai generasi muda.
Kuliner tradisional Bali merupakan salah satu elemen budaya yang
seharusnya dikonsumsi bukan hanya oleh generasi tua saja, tetapi juga dikenal,
diminati dan dikonsumsi juga oleh generasi muda. Lebih dari itu pangan tradisional
dapat dipromosikan sebagai salah satu daya tarik wisatawan. Hal ini seharusnya
29
memberikan motivasi bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk melestarikan
dan mengembangkan Kuliner Tradisional Khas Bali. Pangan tradisional khas Bali
sangat kaya dengan budaya yang dipengaruhi budaya China, budaya Eropa
(Belanda), Budaya India (Hindu) atau budaya lainnya (Ariani, 1994). Berkenaan
dengan itu, sangat perlu melestarikan pangan tradisional agar dikenal, diminati dan
dikonsumsi oleh generasi muda.
Sedangkan menurut Suandra (1990), dalam bukunya Dharma Caruban yang
digunakan sebagai tuntunan ngebat, atau sering juga disebut dengan istilah ebat
yang merupakan istilah makanan yang dibuat untuk berbagai upacara. Berdasarkan
jenis pengolahannya, ebat dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni olahan kering,
olahan lembab dan olahan cair. Selain itu, ada juga olahan dengan cara mengolah
daging hewan secara utuh seperti tutu, panggang dan guling. Pengolahan kuliner
tradisional Bali dijelaskan sebagai berikut:
(a) Olahan kering termasuk dalam olahan ini adalah berbagai jenis sate. Di Bali
ada banyak jenis sate, masing-masing jenis sate menggunakan tusuk atau disebut
katik yang berbeda. Ada yang berbentuk pipih, runcing, bulat panjang berujung
runcing, berbentuk balok kecil, dan runcing pipih. Sate yang popular di Bali antara
lain sate lilit, sate lembat, sate empol, sate kablet, sate asem, sate serapah, sate
pusut, dan sate orob. Gegorengan juga termasuk dalam olahan kering. Jenis
makanan ini biasanya menggunakan bahan daging, tulang, limpa, dan lain-lain.
Bahan-bahan tersebut dipotong-potong, diisi garam dan bumbu secukupnya, lalu
30
digoreng. Hampir sama dengan cara masak gegorengan, brengkes juga digoreng.
Bedanya, brengkes menggunakan bumbu lebih banyak dan bahan bakunya lebih
beragam. Ada brengkes sapi, brengkes babi, brengkes lele, dan brengkes lindung
(belut). Bumbu yang digunakan biasanya basa genep yaitu bawang putih, bawang
merah, kencur, kemiri, ketumbar, cabai, merica, jinten, jahe, bangle, terasi, jeruk
limau, dan garam. Semua bumbu diaduk dengan bahan utama, lalu digoreng. Jenis
olahan kering lainnya adalah urutan, yakni sosis tradisional Bali. Bahan pokoknya
adalah daging dan lemak (biasanya babi). Bahan-bahan ini dipotong-potong lalu
dibumbui basa gede (bumbu lengkap) berupa bawang merah, jahe, lengkuas,
kencur, ketumbar, terasi, cabai, kunir, dan beberapa jenis rempah lainnya. Bahan-
bahan dimasukkan ke dalam usus (babi) yang masih muda ujungnya telah diikat
dengan tali serabut kelapa. Setelah semua bahan masuk, ujung yang satunya diikat
juga, lalu digoreng. Ada yang tak langsung menggorengnya, melainkan
menjemurnya terlebih dahulu hingga kering. Selain itu ada lempet dengan bahan
otak dicampur daging, sering juga ditambahkan tulang muda. Setelah dibubuhi basa
gede, lalu ditumbuk. Setelah halus, adonan dibungkus daun pisang menyerupai
bantal, kemudian dipepes. Ada pula yang dipanggang bersama pembungkusnya
sekaligus. Lain lagi dengan gubah. Makanan ini dibuat dari kulit yang berisi lemak,
dipotong sebesar kepalan tangan. Bahan tersebut diurap dengan menggunakan
kelapa parut dan kunyit yang sudah ditumbuk halus, diisi garam secukupnya, lalu
31
digoreng setengah matang. Jika menggunakan daging, terlebih dahulu diiris tipis,
dibumbui, lalu dijemur sampai kering.
(b) Olahan lembab, jenis olahan ini yang paling terkenal adalah lawar dengan
bahan utamanya daging ayam, bebek, babi atau sapi mentah berkualitas baik,
kelapa parut, sayuran, dan beberapa jenis daun. Daging dan bumbu dicincang
sampai halus. Lalu cincangan daging dituangi air rebusan daun salam agar lemas.
Sementara bumbu dicampur dengan rames yang terbuat dari rebusan kulit yang
dirajang kecil-kecil dan memanjang. Bahan-bahan di atas kemudian diberi bumbu
dan diaduk, lalu diberi air asam pelemas dan air limau. Didalam masyarakat
terdapat tiga jenis rasa yang diutamakan dalam lawar yaitu lawar bima kroda
yang menonjolkan unsur pedas cabe, lawar sangut dekah yang menonjolkan
unsur pedas merica), dan rangda ngelur yang mengutamakan rasa asin. (Suandra,
1990). Olahan lembab lainnya dengan bahan utama dari sayuran adalah urab.
Olahan ini terdiri dari tiga jenis yakni urab barak, urab putih dan urab gadang.
Urab barak terbuat dari bahan parutan kelapa, daging, kulit, usus, atau lemak
yang telah dirajang kecil-kecil dan diberi bumbu, dibubuhi darah segar sehingga
warnanya menjadi merah, diberi perasan limau secukupnya. Urab putih, terbuat
dari bahan yang sama namun tidak menggunakan darah. Sedangkan urab gadang
diracik dengan bahan yang sama namun parutan kelapa diganti dengan daun
belimbing sehingga tampak hijau (gadang). Olahan lembab lainnya, berupa tum,
timbungan, bebontot, oret, dan semuuk. Tum terbuat dari daging dicampur tulang
32
muda dan urat-urat yang ditumbuk sampai lumat lalu dicampur kelapa parut dan
bumbu. Bahan ini dibungkus daun pisang membentuk segi tiga lalu direbus.
Timbungan terdiri dari dua jenis, yaitu timbungan biasa dan timbungan kesatryan.
Keduanya menggunakan bahan daging dan tulang yang dipotong kecil-kecil.
Hanya, pada timbungan kesatryan bahan itu ditambah lagi dengan potongan
daging yang agak besar yang disebut dengan tektekan agal-agal. Bahan-bahan
tersebut direbus bersama bumbu. Bebontot terbuat dari daging dan lemak yang
dipotong-potong dan diberi bumbu. Bahan-bahan beserta bumbunya dibungkus
tapis (jaring dari pohon kelapa) dan dijemur sampai kering pada sebuah galah
panjang. Setelah kering barulah digoreng. Oret, adalah olahan berbahan telur
yang telah diberi bumbu secukupnya, kemudian dimasukkan ke dalam usus muda
(seperti membuat urutan) lalu dililitkan pada pelepah kelapa yang masih berisi
daun dan dipanggang di atas bara api. Semuuk, terbuat dari hati, paru-paru,
jantung dan limpa. Bahan-bahan tersebut mula-mula dicincang, direbus, dicampur
dengan darah dan bumbu lengkap, proses selanjutnya seperti pembuatan oret.
(c) Olahan cair, pada masyarakat Bali mengenal dua jenis olahan cair yakni
kekomoh dan ares. Bahan kekomoh adalah hati, limpa, paru-paru, jantung, atau
kulit yang masih dilekati lemak. Bahan ini direbus kemudian dirajang (ditektek)
kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam asem (sisa asem yang dipergunakan
untuk melemaskan bahan lawar) yang diberi bumbu secukupnya. Bumbunya
terdiri dari bawang, lombok, dan garam secukupnya. Semuanya diaduk sehingga
33
menghasilkan rasa yang diinginkan. Sedangkan Ares, dibuat dari batang pohon
pisang yang masih muda (biasanya pisang batu) yang diiris-iris dibubuhi garam,
kemudian diperas. Bahan ini dimasukkan ke dalam air bekas rebusan daging dan
diisi bumbu (basa rajang) secukupnya. Tulang-tulang dengan sisa daging dapat
digunakan setelah dipotong-potong kecil, dapat ditambahkan secangkir arak.
(d) Olahan Utuh merupakan pengolahan makanan tradisional Bali yang
terdiri dari tutu, panggang atau guling. Pengolahan cara ini membiarkan hewan
dalam keadaan utuh, maksudnya semua bagian hewan tersebut masih lengkap,
kecuali bagian dalam atau jeroan dan usus. Tutu yang lebih akrab disebut dengan
matutu atau betutu, dilakukan untuk mengolah ayam, itik atau angsa. Mula-mula
ayam atau itik yang telah disembelih dikeluarkan jeroannya dengan cara
melubangi bagian perutnya. Kemudian, rongga dada dan perut yang telah kosong
itu diisi bumbu, setelah itu kulit perut dijahit kembali. Jika pengerjaannya
sempurna, ayam atau itik akan tampak seperti sosok aslinya. Selanjutnya, ayam
atau itik tersebut tersebut direbus (sering juga juga dikukus) hingga matang,
setelah itu dipanggang. Ada pula yang membungkusnya dengan upih (pelepah
kelapa) lalu menyangrainya di atas periuk tanah. Untuk olahan panggang atau
olahan guling, caranya tak jauh beda dengan yang dilakukan di daerah lain.
2.3.2 Pangan berbahan lokal
UU Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012, menjelaskan bahwa pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
34
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kebutuhan manusia akan
pangan adalah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah
satu syarat utama penunjang kehidupan. Dari segi fisiologis, agar dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang
terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang
lengkap zat gizinya. Tetapi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan dan gizi
individu, sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pengetahuan dan budaya.
Kuliner tradisional Bali dapat dikelompokkan sebagai berikut:
2.3.2.1 Makanan pokok
Masyarakat di Bali pada umumnya mengkonsumsi nasi sebagai makanan
pokok tanpa dicampur bahan lainnya, ini disebut nasi tulen artinya nasi tanpa
campuran bahan makanan lainnya. (Suci, 1986). Nasi putih yang dicampur
dengan bahan lainya disebut nasi oran atau nasi moran. Cara membuatnya beras
diaron terlebih dulu kemudian sebelum dikukus beras dicampur bahan lain (sela
sawi, sela bun, keladi, jagung) tergantung selera. (Ariani, 1994).
Selain itu terdapat makanan lengkap (sepinggan) yang terdiri dari makanan
pokok dengan lauk pauk, sayur dan pelengkapnya, biasanya disajikan untuk sarapan
pagi atau pada upacara keagamaan tertentu. Pangan tradisional tersebut antara lain:
(a) blayag dari beras yang dibungkus busung (daun kelapa muda), diberi bumbu
35
base genap kental (tepung beras), diberi urap sayur, kacang goreng, krupuk ceker
dan ayam mesisit, (b) Entil dari beras yang dibungkus daun bambu dan dibentuk
persegi. Biasanya dengan lauk pauk besisit sambel see, kacang tolo goreng
(mentik), dan saur (serundeng). Entil sebagai sarana upacara pada Otonan dan
Sugihan Bali, (c) Pesor dari beras dibungkus daun bambu muda yang besar, dan
berbentuk segitiga, dilengkapi urab don belimbing, kuah nyatnyatan, besiap mesisit,
kedelai goreng dan telur, (d) Tipat santok, tipat dari beras dibungkus daun pisang
dibentuk kerucut. Tipat santok terdiri dari irisan tipat dengan bumbu kacang dan
rebusan sayur, (e) Bubuh mengguh, ini bubur beras dengan campuran sela bun dan
base sune cekuh. Pelengkapnya rebusan bayam, kacang panjang dan kedongkol,
kacang goreng dan bawang goreng.
2.3.2.2 Lauk-pauk
Lauk pauk merupakan makanan yang sebagian besar dibuat dengan bahan
dari hewani yang diberi bumbu dan diolah, kadang-kadang ada yang dicampur
dengan sedikit sayuran (Suci, 1990). Berbagai macam lauk pauk tradisional, antara
lain: (a) lawar menggunakan dari bahan hewani, tetapi ada pula yang dicampur
sayuran rebus. Bumbunya basa genap yang diberi jeruk limo. Semua bahan,
dimasak dulu, kemudian dicincang dan dicampur jadi satu. Ada juga lawar bungkil,
lawar gengseng (b) Be gorengan adalah macam-macam daging dan jeroan diberi
base sune cekuh dan digoreng. Urutan adalah usus babi yang diisi cincangan daging
dan lemak babi dicampur basa genep, kemudian dijemur dan digoreng. Siobak
36
adalah daging babi dan jeroan serta kulitnya digoreng diberi bumbu tauco kental
dari tepung kanji. Sudang lepet banyak dibuat oleh nelayan di Gerokgak, setelah
digoreng dan disuwir-suwir, kemudian dicampur dengan cabe, terasi dan minyak.
(c) Lauk pauk dikukus, biasanya dibungkus daun pisang. Namanya sesuai bentuk
bungkusan dan bahannya, seperti: tum dari daging cincang dengan base genep,
dibungkus daun pisang berbentuk segitiga. Pesan dari ikan diberi bumbu,
dibungkus memanjang pipih disebut pesan impun, pesan be pasih, pesan tlengis.
Palem pada musim tertentu didaerah Gerokgak, dari udang kecil-kecil, kelapa muda
dibungkus don dagdag. (d) Sate tradisional dengan katik batang kelapa atau bambu
atau tebu, seperti sate languan, sate lilit, sate pusuh.
2.3.2.3 Urab dan Jukut
Urab dan jukut menggunakan bahan sayuran lokal, sehingga bahan yang
digunakan mudah diperoleh dipasar. Sayur dapat juga dikelompokkan sesuai
dengan penggunaan bahan hewani yaitu sayur saja (tanpa bahan hewani) dan sayur
dengan tulangan. (a) sayur yang tidak berkuah dan tidak menggunakan bahan
hewani, seperti plecing kangkung, dari kangkung rebus diberi bumbu plecing. Urap
dari sayur rebus dan diberi bumbu kelapa, seperti urap don sela, urap don kacang,
Urap Don paku, urap kacang panjang. Tetapi urab don belimbing di desa
Banyuseri ditambahkan nyawan. Lawar dapat juga dimasukkan sebagai sayur tidak
berkuah menggunakan bahan hewani. (b) Sayur yang berkuah dari bahan nabati dan
hewani (tulangan/kaldu) yaitu Jukut undis dari kacang undis, kadang-kadang
37
ditambah tulang babi. Jukut adalah satu jenis sayuran yang dimasak dengan base
genap, dan tetelan/tulang babi atau ayam (Suci, 1986), seperti jukut kelor, jukut
klentang, jukut kayu manis, jukut nangka, jukut pusuh, jukut ares. Ada juga jukut
Antug-antugan di desa Busungbiu, khusus upacara kepus puser, karena jukut ini
memiliki arti perpaduan hasil bumi satu masakan. Di desa Bondalem, disebut Jukut
Rambugan dibuat dari hasil kebun. Selain itu jukut embung, Jukut empol, Jukut don
Besar dan Jukut Don Papasan di Gerokgak, ditambah kuwir (mentok).
2.3.2.4 Makanan Pelengkap
Makanan pelengkap adalah tambahan yang disajikan bersama makanan pokok
sebagai pelengkap, seperti sambal dan kerupuk. Macam-macam sambal seperti
sambal matah, sambal tuung, sambal see dan sambal bawang matah. Sambal
yang dimasak dengan ditumis, ini disebut sambal goreng, seperti: sambel mbe,
sambal bongkot dan sambel kecicang. Selain itu pelengkapnya adalah kacang
goreng (kacang tanah atau kacang tolo), saur (sejenis serundeng kelapa), kacang
mentik (toge kacang tolo yang digoreng). Ada juga krupuan kulit babi (rambak),
rempeyek kacang batuan (kacang tolo).
2.3.3 Fusion food
Perkembangan dunia makanan sudah jauh berlari dari tren konvensional yang
selama ini dipelajari, karena dianggap kurang mempunyai nilai jual, karena fusion
food yang mengolah dan menampilkan makanan secara fantastik merupakan tren
kuliner untuk mendukung perkembangan pariwisata. Fusion food membuat makanan
38
menjadi sesuatu yang tidak hanya untuk dikonsumsi untuk menikmati citarasanya
saja, tetapi juga merupakan suatu karya seni kuliner yang exclusive atau mewah, serta
memberi sensasi untuk dinikmati para tamu wisatawan. Henry Alexie Bloem pada
acara ICA-Denpasar Fusion Food Festival 2014 di Pantai Inna Grand Bali Beach,
menjelaskan pengertian fusion food adalah mengkombinasinakan menu makanan
dengan menggabungan ciri khas minimal dua budaya, baik dari segi bumbu, bahan-
bahan maupun cara penyajian, ini disebut juga pangan modern. Fusion food
merupakan kombinasi beberapa elemen budaya yang kemudian dipadupadankan
hingga menjadi makanan dengan cita rasa yang baru. Menurut William Wongso,
fusion berarti peleburan. Dalam dunia kuliner, bisa diartikan gaya yang mengambil
unsur terbaik dari berbagai masakan tradisional dengan cita rasa yang lebih inovatif,
biasanya perpaduan budaya antara Timur dan Barat (Femina, 2016). Fusion food
berarti menu makanan yang menggabungkan ciri khas dua budaya atau daerah, baik
dari segi bumbu, bahan-bahan, pengolahannya maupun cara penyajian, sehingga
dapat disebut juga dengan kuliner modern. Berdasarkan konsep awal, istilah fusion
merupakan kombinasi bahan baku (ingredients) dan cara memasak (method of
cooking) antara dua atau lebih makanan yang berasal dari berbagai belahan dunia
(Sarioglan, 2014). Tetapi pada akhirnya, konsep fusion melahirkan berbagai inovasi
baru dalam food and Bavarage yang menyajikan berbagai menu baru dengan
menawarkan pengalaman dalam menikmati makanan, dengan cita rasa (taste) yang
berasal dari bahan baku, cara memasak dan penampilan. Secara keseluruhan,
39
pengolahan dan penyajian makanan yang mengacu pada prinsip fusion food
menekankan pada unsur penampilan yang artistic dengan mengkombinasikan bahan
dan teknik pengolahan yang unik untuk memberikan sensasi citarasa yang exclusive.
Menurut David Farbacher, ahli Fusion Food dari Pitsburgh Amerika,
mengelompokkan fusion berdasar 3 kategori besar dalam dunia kuliner. (1) adalah
mengkombinasikan satu jenis makanan yang berasal dari satu negara dengan gaya
penyajian dari negara lain. Contoh pada fusion kategori ini adalah, masakan Cina
yang di perkaya dengan sentuhan akhir bergaya Jepang atau Korea. (2)
mengkombinasikan 2 jenis masakan dari 2 negara dengan cita rasa budaya yang
berbeda untuk menghasilkan menu baru. Contoh masakan Sumatera Barat atau
Padang dibuat dengan cara memasak jepang ala teppayaki. Contoh menu seperti;
Edamame Balado, Beef Rind Miso Soup, Rendang Roll, Gulai Ramen, Rendang
Tamago Bowl, Sizzling Beef Tounge with Green Chilli and asam pade saus, dan
Laman Kato Sarikayo. (3) menkombinasikan makanan dari 2 negara yang berbeda
dalam satu sajian secara bersamaan dalam satu pot. Contohnya California Pizza yaitu
pizza dengan adonan tipis ala italia dengan topping ala California, ini merupakan
kombinasi adonan pizza yang tipis (crusty) yang tidak umum bagi masyarakat
Amerika yang mengenal adonan pizza dengan topping bahan baku khas California.
2.4 Food Skills Remaja
Keberlangsungan hidup setiap individu membutuhkan kemampuan untuk
memenuhi standar minimal kehidupan sehari-hari yang sering disebut dengan life
40
skills atau kecakapan hidup. Kemampuan tersebut harus menghasilkan karya yang
menyenangkan bagi dirinya maupun orang lain serta mempunyai nilai
kemanfaatan nyata yang dapat dirasakan ketika seorang individu mencapai
kedewasaan. Menurut tim Broad Base Education (BBE) Depdiknas (2003), life
skills merupakan kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk berani
menghadapi problem hidup dengan wajar tanpa tertekan, kemudian secara
proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi. Departemen Pendidikan
Nasional (Tim BBE, 2003) membagi life skill menjadi dua, yaitu :
a. General life skill: kemampuan umum, dengan menguasai konsep dasar
keilmuan serta berfungsi sebagai dasar kemampuan lebih lanjut, sehingga
memungkinkan untuk berkembang. General life skill terdiri dari
kemampuan (a) Personal Skills, yang terdiri dari Self-Awareness Skill dan
Thinking Skill. Self-Awareness Skill merupakan kesadaran eksistensi
dirinya dan kesadaran potensinya. Menurut King et al. (2000) thinking
Skills terdiri Information Searching, Information Processing, Decision
Making and Creative Problem Solving Skill (b) Social Skills terdiri inter-
personal skill dan Collaboration Skill.
b. Specific life skills: kemampuanan ini spesifik terkait dengan bidang
pekerjaan (occupational) atau bidang kejuruan (vocational) tertentu, tidak
semua orang memilki kemampuan yang sama dalam bidangnya. Jadi
kemampuan ini diperlukan seseorang secara khusus pada bidang tertentu,
41
(a) Academic Skills seperti kemampuan manajemen usaha. (b) Vocational
Skills memiliki kemampuan khusus seperti sopir bus.
Tim Broad Based Education (BBE) Departemen Pendidikan Nasional
(2003), memberikan skema life skills, sebagai berikut:
Penelitian tentang neuroscience oleh Laura Kastner (2012), menunjukkan
bahwa otak manusia tidak mencapai kematangan sampai seseorang mencapai
awal usia dua puluh. Tetapi orang tua ingin melihat pencapaian kemampuan life
skills pada masa anak-anak agar dapat mendorong pengembangan diri. Lebih
lanjut menjelaskan 10 life skills yang seharusnya dimiliki remaja, yaitu.
a. Motivation for personal goals: inisiatif, keterlibatan, keinginan untuk
mencoba hal-hal baru, ketekunan, etos kerja, komitmen, dan dorongan untuk
mengejar keinginan dan pengembangan pribadi.
Kecakapan Personal (PS)
Kecakapan Mengenal Diri (Self Awareness)
Kecakapan Berfikir Rasional (Thinking Skills)
Kecakapan Sosial
Kecakapan Akademik
Kecakapan Vokasional
General :life skill / GLS (Kecakapan umum)
Gambar 2.2 Skema life skills Depdiknas (2003)
Spesific life skill / SLS (Kecakapan spesifik)
Life Skill (LS)
42
b. Executive functioning skills: perencanaan masa depan; organisasi; pelaksanaan
dan penyelesaian proyek; pengambilan keputusan; konsentrasi; dan self-
monitoring.
c. Independent living skills and self-reliance: manajemen diri berkaitan dengan
uang, memasak, mencuci; angkutan umum; dan pengalaman masa lalunya.
d. Academic skills: keterampilan dasar untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai
dengan usia; keingintahuan intelektual; kebiasaan belajar; dan nilai
pembelajaran
e. Physical fitness and healthful habits: nilai dan perawatan diri dalam kaitannya
dengan berolahraga, tidur, makan, perawatan kesehatan, dan memahami
resiko penggunaan narkoba dan media sosial.
f. Emotional awareness, reflection and regulation: pengakuan dan ekspresi yang
tepat terhadap perasaan diri; empati terhadap orang lain; kemampuan untuk
mengendalikan impuls; dan mengatasi emosi negatif.
g. Social skills: kemampuan dalam pengukuran kepribadian; kerjasama dengan
orang lain; kemampuan berkomunikasi; keterampilan atasi konflik;
mendapatkan perspektif; dan akurat penilaian diri dalam kelompok. Remaja
dalam proses mandiri dan tidak tergantung orang tua atau orang lain, praktik
keterampilan ini akan terjadi dalam hubungan sosial.
43
h. Relationship skills and values: kemampuan mempertahankan hubungan;
pengembangan persahabatan; kemampuan percakapan; menyeimbangkan
kebutuhan diri dengan lainnya dalam hubungan romantis.
i. Moral behavior, integrity and character: yakin untuk apa yang benar;
kesadaran diri; tanggung jawab untuk diri sendiri dan kelompok.
j. Spirituality and a purposeful life: kemampuan untuk menerima dan mengatasi
masalah; ketahanan emosional; mendorong kehidupan bermakna; refleksi.
Independent living skills and self-reliance atau manajemen diri berkaitan
kemampuan food skills yang dapat ditingkatkan menjadi kemampuan academic
skills pada remaja yaitu keterampilan dasar. Bahkan di tahun 2005, Oliver (2010)
meminta pemerintah untuk meningkatkan makanan sekolah dan membuat cooking
skills ada dalam kurikulum sekolah. Menurutnya, semua individu diberi
kesempatan untuk belajar tentang kebiasaan dan makan makanan yang baik sejak
dini, sehingga dapat hidup layak. Kemampuan food skills akan mengajarkan
remaja untuk menyediakan makanan yang baik, menghemat uang dan jangka
panjang akan mencapai hidup sehat. Food skills menurut Jamie Oliver (2010:5)
terdiri dari 2 level, yaitu
a. Level 1 program mandiri: membantu siswa mengembangkan keterampilan
dasar penting untuk menyediakan makanan rumahan yang mereka butuhkan
untuk memasak sederhana, bergizi, dan harga terjangkau.
44
b. Level 2 program berbagi (share): mengembangkan kemampuan siswa
merencanakan dan mempersiapkan makanan rumahan yang bergizi untuk
sarapan, camilan, makan siang dan malam yang terjangkau.
Tidak ada seorangpun memiliki food skills sejak lahir, bahkan chef (ahli
memasak) sekalipun harus belajar mulai dengan dasar-dasar memasak dan latihan
yang sering. Sarah Lienard (2014) menyebutnya cooking skills, selanjutnya
menjelaskan tentang 25 jenis basic cooking skills yang seharusnya dikuasai
remaja, yaitu: (1) keterampilan mencincang bawang, (2) keterampilan dasar
menggunakan pisau (mengupas), (3) merebus telur, (4) memasak pasta, (5)
membuat poach egg, (6) mencairkan coklat, (7) membuat telur dadar, (8)
memanggang kentang, (9) memasak ayam (stuff and roast), (10) membuat gravy,
(11) memasak kaldu, (12) memasak nasi, (13) memisahkan telur, (14) menguleni
adonan, (15) menghancurkan bawang putih, (16) mempersiapkan cabe, (17)
memasak daging (brown meat), (18) memasak steak, (19) membuat salad
dressing, (20) aman di dapur, (21) membuat adonan batter, (22) mencampur
tepung dan margarine, (23) memakai alas kertas pada loyang, (24) membuat saus
tomat, dan (25) mempersiapkan alpukat. Hasil survey pada 10.000 orang
diperoleh data 14% orang dengan peringkat cooking skills di bawah tiga pada
skala 1-10, artinya masih sangat banyak orang yang memiliki cooking skills
rendah (Lienard, 2014). Kemampuan dasar yang dimiliki remaja dijelaskan
45
Sawyer et al. (2014) dalam Career Planning Guide sesuai Bagan Essential Life
Skills Remaja berikut:
Gambar 2.3 Bagan essential life skills remaja (Sawyer, 2014)
Food skills dalam life skills remaja
46
Kemampuan food skills meliputi merencanakan makanan, kemampuan
membeli (artinya juga memilih) makanan yang sesuai dengan aturan makanan
sehat, mempersiapkan makanan, menyimpan makanan, memasak makanan
seimbang, dan mempergunakan peralatan dapur (mulai alat persiapan, alat
pengolahan dan alat penyajian/pengemasan). Salah satu kemampuan penting yang
diharapkan sudah dimiliki remaja dalam Essential Life Skills for all teens adalah
kemampuan food skills, meliputi kemampuan tentang pangan yang nampak pada
perilaku remaja seperti plan, shop for healthy diet, prepare, store food, cook
balanced meal, use kitchen appliances (Sawyer, 2014). Food skills merupakan
kemampuan yang memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara
benar tentang pangan yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan yang
dibutuhkan dan berguna bagi perkembangan remaja untuk mencapai kedewasaan.
Dengan demikian pembelajaran pangan ini seharusnya dapat merefleksikan
kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta didik memperoleh food
skills, sehingga remaja siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
Food skills remaja dijelaskan melalui kemampuan diri (personal skill)
pada remaja yang terdiri dari kemampuan mengenal diri sendiri (self awarenes)
dan kemampuan berpikir secara rasional (thinking skill). Selain itu juga remaja
memiliki kemampuan sosial (social skill) yang didukung pengetahuan,
keterampilan, percaya diri yang tinggi dan mampu berwirausaha. Sehingga
diperlukan pembelajaran yang dengan sengaja dirancang untuk membekali remaja
47
memiliki food skills, yang memadukan kecakapan generik dan spesifik guna
mengatasi masalah pangan. Remaja diarahkan untuk mampu menghadapi
kehidupan dan berbagai tantangan global tentang pangan, agar memiliki food
skills. Oleh karena itu pembelajaran yang berorientasi pada food skills menjadi
sebuah alternatif pembaharuan pendidikan yang prospektif untuk mengantisipasi
tuntutan sumber daya manusia yang berkualitas.
2.5 Food Skilss dalam Pembelajaran Pengolahan Kuliner Bali
Remaja dalam rentang kehidupan manusia merupakan individu yang
sedang berada diantara fase anak dan fase dewasa. Fase remaja juga sering
disebut sebagai masa peralihan atau masa transisi, karena remaja mengalami
perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya, menyangkut aspek
fisik, psikologis, dan sosial, sehingga minat siswa sebagai remaja seringkali tidak
stabil, ini tampak pada perilaku yang berubah-ubah. Banyak sosiolog dan
psikolog memberi batasan bahwa minat merupakan kecenderungan individu untuk
merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan
sosial. Batasan tentang psikomotorik memiliki kesamaan pandang, yaitu suatu
keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia berupa
keyakinan yang diperoleh dari pengetahuan (kognitif) yang mereka dapatkan,
sehingga menimbulkan keinginan atau minat (Bloom et al., 1956). Sejalan dengan
sikap yang nampak melalui kompetensi, dapat dipahami bahwa:
48
1. kompetensi ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang
bersangkutan dalam keterkaitan dengan obyek tertentu,
2. kompetensi merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar,
3. kompetensi selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri,
4. kompetensi dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat pula
berhubungan dengan sederet obyek sejenis,
5. kompetensi memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau
emosi (Hurlock, 1997).
Menurut pendapat Baumrind (1975) dan Steinberg (1993) kompetensi
merupakam keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia
berupa keyakinan yang diperoleh dari pengetahuan (kognitif) yang mereka
dapatkan, sehingga menimbulkan keinginan atau minat (afektif). Psikolog sosial,
seperti Morgan dan King, Howard dan Kendler (Maccoby, 1983) mengatakan
bahwa antara kognitif, afektif dan psikomotorik adalah konsisten, akan tetapi
karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka dapat juga tidak
konsisten, sehingga terjadi desonansi nilai. Komponen kognitif merupakan
dukungan pada aspek kinerja yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap
obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses
analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan
diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam
49
otak manusia. Nilai-nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya,
akan mempengaruhi emosi atau minat dalam komponen afektif dari kinerja yang
nampak pada individu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap
obyek atau subyek, sejalan dengan hasil penilaiannya positif atau negatif.
Sedangkan komponen kinerja dipengaruhi kognitif dan afektif merupakan
kemampuan bertindak yang dilatih berulang-ulang.
Kompetensi dapat ditumbuhkan dan dikembangkan, melalui proses
pembelajaran yang sesuai dengan minat dan keinginannya. Jika kompetensi
merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar terletak pada proses kognisi
dan afeksi dalam belajar siswa. Namun demikian, tingkatan pembelajaran yang
rendah mungkin saja dapat mempengaruhi minat, tetapi sangat lemah
pengaruhnya dan akan menyebabkan labil, karena proses pembelajaran dapat
menumbuhkan dan mengembangkan ketiga aspek secara signifikan (Astawa,
2015; Handayani, 2009; Ariani, 2004; Steinberg, 1993).
Melalui pembelajaran Pengolahan Kuliner Bali, siswa dapat mengalami
perubahan yang lebih baik terhadap pangan berbasis sumber daya lokal, sehingga
diupayakan langkah-langkah penyempurnaan kurikulum terus menerus. Untuk itu
remaja sebagai siswa SMK Pariwisata dapat memiliki food skills, yang secara
integratif memadukan kecakapan generik dan spesifik guna mamecahkan dan
mengatasi tantangan hidup, sehingga meningkatkan pengetahuan dan minat, yang
nampak pada kompetensi yaitu kemampuan terlatih untuk kehidupan nyata.